Siapkah Usaha Jasa Konstruksi Bangkit dalam Kobaran Semangat Otonomi Daerah

Transkripsi

1 Siapkah Usaha Jasa Konstruksi Bangkit dalam Kobaran Semangat Otonomi Daerah Gusnando S Anwar * UUJK dan UU Otonomi Daerah sudah berlaku 4 bulan. Ekonomi sudah mulai bertumbuh, namun apakah iklim bisnis jasa konstruksi sudah kondusif berada dalam masa transisi kearah desentralisasi? Apakah semangat yang menggebu-gebu pada saat menelorkan UUJK perlu terus menyala? Pada masa dua tahun terakhir Dewan Perwakilan Rakyat sangat produktif dalam menghasilkan Undang-Undang yang bersemangatkan paradigma reformasi. Dari Undang- Undang tersebut yang terkait langsung dengan jasa konstruksi antara lain: UU no. 18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) UU no. 22 / 1999 tentang Otonomi Daerah UU no. 25 / 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah UU no. 30 / 1999 tentang Arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa. Agar UUJK dapat implementatif, dimunculkan 3 (tiga) Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi; PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; PP No. 30/2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Tulisan ini menyoroti konsekuensi terhadap usaha jasa konstruksi akibat UUJK yang lahir dalam iklim desentralisasi. Banyak pakar ekonomi meramalkan masa krisis ekonomi akan berakhir tahun ini walaupun dengan sedikit optimisme berlebihan, apalagi kalau ancaman embargo ekonomi dari Amerika benar-benar diterapkan. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diramalkan meningkat mencapai 4% dimana pertumbuhan jasa konstruksi biasanya bisa mencapai 2-3 kali lipatnya. Namun kalau benar, maka usaha jasa konstruksi tentunya bisa kembali diharapkan sebagai usaha yang paling besar berkontribusi mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Untuk itu pembenahan usaha jasa konstruksi perlu mendapat perhatian lebih besar. Namun, apakah iklim bisnis jasa konstruksi sudah kondusif? Apakah semangat yang menggebu-gebu pada saat menelorkan UUJK masih terus menyala? Mari kita coba menganalisanya. Forum Jasa Konstruksi UUJK memberdayakan peran-serta masyarakat jasa konstruksi dengan membentuk Forum Jasa Konstruksi. Forum merupakan bentuk pertemuan tetap yang bersifat independen dan mandiri yang terdiri dari unsur-unsur asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, masyarakat gus-nando@usa.net 1

2 intelektual, organisasi kemasyarakatan dan instansi pemerintah. Forum berfungsi untuk menampung dan menjalankan aspirasi masyarakat dan memberi masukan kepada pemerintah, namun sampai dengan hari ini sejak syahnya UUJK tanggal 9 Mei 1999, baru ada satu kali pertemuan di Jakarta. Dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah Forum selayaknya diselanggarakan tidak hanya di pusat Jakarta tapi juga di pusat daerah otonom yang difasilitasi oleh pemerintah. PP no 28/2000 pasal 22 menetapkan bahwa ketentuan tentang fasilitas Forum akan diatur oleh Menteri. Dan yang sampai dengan saat inipun belum diketahui kejelasannya sehingga fungsi Forum Jasa Konstruksi dalam waktu dekat belum bisa diharapkan berfungsi dengan baik. Sementara itu, Menteri yang diharapkan untuk menetapkan fasilitas yang dapat diberikan kepada Forum tersebut masih terus silih berganti. Dari Departemen PU beralih kekantor Meneg PU, tidak lama kemudian berpindah lagi ke Departemen Kimbangwil, dan terakhir mondok di Departemen Kimpraswil? Apakah iklim seperti ini kondusif untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi? Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi UUJK dengan PP tentang usaha dan peran serta masyarakat jasa konstruksi menetapkan adanya lembaga jasa konstruksi tingkat pusat / daerah untuk melaksanakan kegiatan pengembangan jasa konstruksi. Sekarang ini lembaga ini telah terbentuk dan dikenal dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Lembaga ini di tingkat nasional berkedudukan di Jakarta dan yang di daerah berkedudukan di ibukota daerah propinsi masing-masing. Namun, Undang Undang Otonomi Daerah mendorong desentralisasi dimana penyerahan wewenang pada daerah bukan kepada daerah propinsi, akan tetapi ke daerah kota / kabupaten. Berarti LPJK daerah yang baru didirikan pada tingkat propinsi belum bisa memenuhi kebutuhan yang ditetapkan oleh Undang Undang Otonomi Daerah. Dengan semangat desentralisasi pada daerah kabupaten dan kota, seharusnya LPJK pusat membuat LPJK Kabupaten dan Kota yang banyaknya mencapai sekitar 350 buah, hal ini tentu tidak mudah dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat dan tentunya membutuhkan sumber daya dan sumber dana yang cukup besar. LPJK diembani 5 (lima) tugas oleh Undang-undang yaitu: 1. Melaksanakan penelitian dan pengembangan. 2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan. 3. Melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi dalam hal ketrampilan dan keahlian kerja. 4. Melakukan regitrasi badan usaha. gus-nando@usa.net 2

3 5. Mendorong meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi. Litbang dan diklat Penelitian dan pengembangan dibidang jasa konstruksi relatif belum mendapat perhatian dibanding litbang dibidang lainnya. Ini bisa dilihat di badan-badan litbang seperti LIPI, BPPT, Kampus. Awal pelaksanaan tugas kesatu ini seyogyanya adalah meningkatkan apresiasi akan litbang dibidang jasa konstruksi. Peningkatan apresiasi ini tentulah memerlukan komitmen seluruh masyarakat jasa konstruksi. Tugas pengembangan dibidang Pendidikan dan Pelatihan juga menghadapi tantangan yang cukup mendasar. Belum adanya pendidikan setaraf D2 dan D3 dibidang jasa konstruksi yang melahirkan spesialis seperti scheduler, administrator kontrak, quantity surveyor, estimator, mandor, supervisor. Dulu masih ada akademi dibawah DPU di Bandung yang sekarang entah berada dimana. Ada beberapa lembaga pelatihan yang sudah mencoba bergerak dibidang jasa konstruksi, namun kebanyakan melatih level manajemen. Kesemua institusi tadi belum ada yang melatih dan membuahkan SDM yang setaraf atau memiliki sertifikat yang diakui negara lain. Tugas kesatu dan kedua nampaknya akan merupakan program jangka panjang yang membutuhkan komitmen seluruh masyarakat jasa konstruksi, koordinasi dengan institusi pendidikan dan pelatihan secara nasional, sumber dana dan sumber daya yang tidak kecil. Kapan ini bisa terprogram secara terpadu dan dapat dimulai? Sertifikasi Tenaga Kerja Tugas ketiga dan keempat untuk melakukan registrasi merupakan sesuatu yang diprioritaskan. Sertifikasi terhadap sekitar 40 juta tenaga kerja konstruksi (terampil, ahli) bukanlah suatu hal yang mudah dan harus dilakukan dengan menajemen yang baik. Untuk melakukan sertifikasi tenaga kerja konstruksi perlu menetapkan kelompok klasifikasi / kualifikasi terlebih dahulu yang sampai saat ini belum ada kejelasannya. Pelaksanaan sertifikasi tentu tidaklah dapat dilakukan oleh LPJK sendiri tetapi dilaksanakan oleh asosiasi kepada anggotanya, dimana terlebih dahulu LPJK tentu harus melaksanakan akreditasi terhadap asosiasi tersebut. Sampai dengan saat ini asosiasi profesi/asosiasi tenaga kerja yang beranggotakan tenaga kerja terampil kelas juru/tukang belum muncul. Untuk tenaga kerja ahli yang berjumlah sekitar 2.5 juta orang sudah ada seperti PII,IAI, IASMI, IATPI, IAP, IALI, IAYAFBI, HAKI,HATTI, HAEI, HDII, HATHI. Untuk dapat melakukan akreditasi, LPJK harus terlebih dahulu mempersiapkan norma-norma dan kriteria yang berlaku secara nasional dan jika perlu bertaraf internasional. Sementara itu implementasi semangat desentralisasi yang kebablasan cenderung untuk membuat norma- gus-nando@usa.net 3

4 norma dan kriteria sendiri-sendiri di daerah masing-masing sehingga LPJK kesulitan dalam melaksanakan amanat UUJK dalam hal registrasi. Sebaliknya komitmen globalisasi dalam APEC, AFTA dan lain lain menuntut suatu norma dan kriteria yang baku dan bertaraf internasional setidaknya multi nasional. Ekstrimnya, bisakah kita bayangkan, dimana seorang warga negara Indonesia profesional yang ingin bergerak dalam usaha jasa konstruksi di wilayah negara Indonesia harus mengurus dan memiliki sertifikasi di 354 daerah otonom? Salah satu manfaat dari otonomi daerah adalah terpangkasnya birokratisasi serta peningkatan pelayanan masyarakat, namun nampaknya dalam bisnis jasa seperti jasa konstruksi proyek bangunan yang bersifat unik dan mobile, hal ini menimbulkan hasil yang sebaliknya. Usaha jasa konstruksi bergelimang dalam aset yang mobile, tidak seperti perkebunan, industri konstruksi, pertambangan yang memang mengexploitasi sumber daya setempat. Usaha jasa yang mobile seperti ini akan kurang efisien bila harus nongkrong pada suatu tempat. Apakah implementasi dari semangat otoda dapat disebutkan kondusif bagi profesional yang mobile? Registrasi Badan Usaha Registrasi Badan Usaha nampaknya akan lebih mudah karena hanya berjumlah sekitar Badan Usaha, dan hampir semuanya ikut dalam salah satu asosiasi seperti Gapensi yang mempunyai anggota terbanyak sekitar , AKI yang hanya beranggotakan kontraktor besar jumlahnya tidak melebihi 150 anggota, INKINDO, AKLI. Dengan semangat reformasi dan otonomi daerah, timbul kebebasan untuk membentuk asosiasi-asosiasi baru. Di beberapa daerah sudah muncul Asosiasi Kontraktor Daerah. Hal ini syah-syah saja, namun diharapkan munculnya persaingan antar asosiasi sejenis yang sehat di mana badan usaha punya pilihan untuk menetapkan asosiasi mana yang lebih bermanfaat bagi perusahaannya. Tentunya asosiasi yang terakreditasi oleh LPJK baik pusat maupun daerah akan memiliki nilai tambah. Dalam hal ini LPJK Pusat harus telah menetapkan norma dan kriteria untuk asosiasi badan usaha yang bergerak dalam jasa konstruksi baik perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Sementara ini kita masih menunggu terbitnya norma, kriteria beserta tata cara nya dari Lembaga mandiri ini. Proses registrasi badan usaha jasa konstruksi ini diharapkan dapat dirasakan lebih awal dibandingkan dengan proses sertifikasi tenaga kerja baik dalam keterampilan maupun keahlian. Peran Arbitrase, Mediasi dan Penilai Ahli Tugas ke lima dari LPJK adalah mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi. UUJK mendorong penyelesaian dalam bisnis jasa konstruksi non-litigasi. Lagi-lagi semangat desentralisasi akan menuntut tersedianya pusat- 4

5 pusat penyelesaian perselisihan bisnis tidak hanya di Jakarta tetapi juga didaerah. Mari kita lihat apa yang tersedia? Secara formal sudah ada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) selaku Arbitrase Lembaga yang berada di bawah naungan KADIN dan adanya Pusat Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia (P3BI) yang akan memerankan kegiatan mediasi, konsiliasi, dan penilai ahli. BANI baru ada di Jakarta dan beberapa daerah tertentu saja. Sementara itu P3BI secara de jure masih ada, namun secara de facto kantornya pun sudah "tiada. Dalam hal mediasi, konsiliasi dan penilai ahli khususnya dalam jasa konstruksi belum pernah terdengar adanya pendidikan maupun kelembagaanya. Nampaknya tugas dari LPJK untuk mendorong peran diatas membutuhkan perjuangan yang cukup berat. Kesimpulan Harapan masyarakat jasa konstruksi akan berfungsinya forum jasa konstruksi, berperannya LPJK dalam melaksanakan kelima tugas pokoknya di dalam hal pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, registrasi, sertifikasi dan peningkatan cara-cara non-litigasi membutuhkan waktu yang relatif masih panjang. Pengaruh semangat reformasi, semangat desentralisasi yang ingin memberdayakan pemerintahan daerah kota dan kabupaten, terutama dalam masa transisi sekitar dua-tiga tahun ini, menimbulkan tugas baru tambahan dalam mengembangkan usaha jasa konstruksi secara menyeluruh. Hanya semangat kita yang melahirkan UUJK yang diperjuangkan belasan tahunlah perlu dipupuk terus menerus yang akan dapat membangkitkan kehidupan jasa konstruksi di Indonesia ini. Kita perlu tenaga profesional yang sosial dan memiliki komitmen penuh untuk mengemudikan LPJK. Usaha jasa konstruksi mau tidak mau harus berjalan terus ibarat pesawat tua yang baru keluar dari bengkel dan harus tetap terbang dalam suasana yang penuh awan dan kabut. Pengusaha memperbaharui pesawat beserta pilotnya, sementara LPJK akan membersihkan awan dan kabutnya. Marilah kita perbanyak berdoa sambil berusaha. Catatan: * Penulis adalah arbitrator BANI dan salah seorang anggota Tim Pemerintah yang mengantar RUUJK ke DPR. gus-nando@usa.net 5