Data-data dan informasi kesehatan seluruh Indonesia seharusnya dapat diakses oleh Pusdatin untuk kemudian dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Data-data dan informasi kesehatan seluruh Indonesia seharusnya dapat diakses oleh Pusdatin untuk kemudian dapat"

Transkripsi

1

2

3

4

5 Sejak diundangkan atau ditandatanganinya Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS1) oleh Presiden maka Kementerian Kesehatan sebagai kementerian teknis dibidang kesehatan memiliki tangggung jawab yang strategis di dalam menyempurnakan agar Undang-Undang BPJS dan Undang Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat segera dilaksanakan. DPR, Pemerintah dan Undang-undang telah mengamanatkan bahwa pada bulan Januari 2014 sistem jaminan sosial di bidang kesehatan ini sudah harus diimplementasikan. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan sudah harus mempersiapkan rancangan peraturan perundangan seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri yang terkait yang diperlukan untuk penerapan sistem jaminan tersebut. Untuk dapat menyusun peraturan perundangan serta roadmap (peta jalan) pelaksanaan sistem jaminan kesehatan tersebut diperlukan informasi yang komprehensif dan detail tentang segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan jaminan kesehatan. Informasi tersebut meliputi: 1. Data-data tentang manfaat layanan (benefit package) yang sudah ada dan yang akan dikembangkan. 2. Data-data tentang biaya yang sudah dan yang akan dibutuhkan baik untuk menjamin bagi yang miskin atau yang hampir miskin atau yang harus dipikul oleh yang tidak miskin. 3. Diperlukan data-data tentang kelembagaan, aset, sumber daya terutama sumber daya manusia (SDM) yang sudah ada diberbagai sistem jaminan yang sudah berjalan selama ini seperti PT. Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Jamsostek dan lain-lain, yang diperlukan dalam transformasi dari lembaga yang ada menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang baru. 4. Diperlukan informasi atau data yang terkait dengan utilisasi atau pemanfaatan oleh penerima manfaat atau beneficiaries untuk bisa memperkirakan seberapa akses dan sumber daya yang akan dibutuhkan guna menjamin seluruh masyarakat Indonesia. Data-data utilisasi yang mengagetkan seperti pemanfaatan RS terutama rawat inap sebelum dan sesudah adanya Jamkesmas yg meningkat 395% dari tahun 2005 ke 2007 merupakan informasi yang luar biasa, ini menunjukkan pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan yang belum banyak diketahui. 5. Informasi dan data tentang kepersertaan baik oleh sistem jaminan yang sudah ada, atau yang belum mendapatkan jaminan sangat diperlukan sebagai target yang akan dicakup dalam sistem jaminan ke depan. Informasi-informasi tersebut sangat penting dan ini sebagian bisa diambil dari analisis data laporan Jamkesmas. Dengan demikian Buletin Jendela Data dan Informasi kesehatan sangat dibutuhkan keberadaannya dalam mengakselerasi pemahaman dan sebagai wahana komunikasi antar para pemangku kepentingan. Tentunya data-data dari sumber lain juga sangat dibutuhkan. Data-data dan informasi kesehatan seluruh Indonesia seharusnya dapat diakses oleh Pusdatin untuk kemudian dapat 1

6 digunakan untuk menyusun sebuah kebijakan yang tepat. Ke depan diharapkan proses transformasi kelembagaan, aset, orang, sistem prosedur diharapkan berjalan sedemikian rupa sehingga semua pihak merasa diuntungkan terutama masyarakat luas tanpa menimbulkan gejolak-gejolak yang tidak perlu. Dengan demikian peran strategis Pusdatin dengan Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan dapat ditingkatkan untuk mendukung percepatan implementasi sistem jaminan kesehatan di Indonesia. Paling tidak buletin ini bermanfaat dalam membangun kesamaan persepsi, opini dan strategi dalam pencapaian universal coverage. Dengan data dan informasi kesehatan ini banyak hal yang dapat diketahui, sebagai contoh kita dapat membaca dari buletin ini bahwa Indonesia sudah melakukan lompatan-lompatan jauh untuk mencapai universal coverage dimana jaminan kesehatan telah mencakup lebih 60% penduduk Indonesia. Ini berarti bahwa Indonesia telah berhasil dan sukses menjamin pendududuk/orang yang 6 kali lebih banyak dari penduduk Malaysia, 2 kali dari penduduk Thailand, dan 30 kali penduduk Singapura. Ini sesuatu hal yang luar biasa sekali didapat dari data dan informasi kesehatan. Tentu akan lebih bagus lagi harapannya dengan dua tahun ke depan setelah format baru sistem jaminan kesehatan terbentuk. Demikian pula kita bisa dapat memberi apresiasi kepada Pemerintah Pusat, PT. Askes, Jamkesmas, PT. Jamsostek dan Pemerintah Daerah, yang telah berusaha keras untuk dapat menjamin masyarakat Indonesia hingga 60% lebih penduduk Indonesia telah tercakup dalam sistem jaminan kesehatan. Pemerintah daerah melalui Jamkesda telah melengkapi dan menjamin masyarakatnya yang belum terjamin baik melalui sistem jaminan Askes, Jamsostek atau Jamkesmas. Jamkesda ini telah menjamin lebih dari 31 juta orang atau sekitar 22.6 % penduduk Indonesia. Ke depan menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama agar proses transformasi ke arah sistem jaminan kesehatan baru sukses. Informasi-informasi ini dapat dibaca di Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Selamat pada buletin yang baru terbit ini. 2

7 A. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar hidup setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Amandemen UUD 1945 pasal 34 ayat 2, menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya SJSN ke dalam amandemen UUD 1945 dan terbitnya Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar konstitusi dan Undang-Undang tersebut Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau dikenal dengan Askeskin ( ) dan kemudian pada tahun 2008 berubah menjadi program Jamkesmas yang kita kenal sampai sekarang. Semua program ini memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan terhadap masyarakat dengan prinsip asuransi kesehatan sosial. Tujuan pelaksanaan program Jamkesmas yaitu : 1. Terselenggaranya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien. 2. Meningkatkan cakupan masyarakat tidak mampu yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan Rumah Sakit, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Setiap peserta Jamkesmas berhak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat. Pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas menerapkan pola pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan jaringannya. 2. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan. 3. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama. 4. RS/BKMM/BBKPM melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Kementerian Kesehatan. Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, serta pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya (kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas, atau penggunaan sistem INA-DRG, sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan klaim. B. TUJUAN Tujuan dilakukan analisis data laporan Jamkesmas tahun 2010 adalah untuk : 1. Mengetahui gambaran kepesertaan Jamkesmas tahun Mengetahui tingkat kelengkapan laporan data Jamkesmas tahun Mengetahui gambaran penyakit pada peserta Jamkesmas tahun Mengetahui tingkat pemanfaatan Jamkesmas untuk kegiatan-kegiatan yang berdampak terhadap pencapaian target MDGs pada ibu dan anak tahun

8 C. METODOLOGI 1. Sumber Data Data analisis diperoleh dari laporan penyelenggaraan Jamkesmas 2010 yang bersumber dari Sistem Informasi Jamkesmas-P2JK dan website pelaporan Jamkesmas. Untuk data laporan pemanfaatan pelayanan dasar, Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) merupakan laporan kegiatan tahun 2010 yang diterima hingga bulan Maret Laporan puskesmas ini dilaporkan oleh Tim Pengelola Jamkesmas Dinas Kesehatan/Kota melalui halaman website dan laporan paperbase. Sedangkan data laporan pemanfaatan pelayanan kesehatan lanjut, diperoleh dari data klaim RS data laporan pelaksanaan Jamkesmas tahun 2010 yang diterima hingga bulan Juli Metode Analisis Analisis data Jamkesmas merupakan analisis deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari laporan Jamkesmas yang ada pada Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK), dan data pendukung dari sumber lain. D. HASIL ANALISIS 1. Kepesertaan Jaminan Kesehatan a. Situasi Kepesertaan Jaminan Kesehatan Penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sebanyak jiwa, data Kementerian Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang telah memiliki Jaminan Kesehatan adalah 60,24% atau sejumlah jiwa, dan 39,76% atau penduduk yang belum memiliki jaminan Kesehatan. Grafik 1. Distribusi Penduduk Dengan Kepemilikan Jamkes Tahun 2010 Dari porsi penduduk yang telah memiliki jaminan kesehatan tersebut 53,7% merupakan peserta jaminan kesehatan yang dilindungi oleh program Jamkesmas, 12,4% dilindungi oleh jaminan kesehatan Askes PNS, TNI, dan Polri, 4,6% dilindungi oleh jaminan kesehatan perusahaan, 2% dilindungi oleh jaminan kesehatan swasta lainnya, dan sebesar 22,6% dilindungi oleh jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Seperti tampak pada gambar di bawah : 4

9 Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi Nusa Grafik 2. Proporsi Peserta Menurut Jenis Jaminan Kesehatan Tahun 2010 Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan diluar kuota yang tercakup dalam program Jamkesmas dan sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian pemerintah daerah pada masyarakat miskin, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang memiliki kemampuan sumber daya yang memadai telah mengembangkan program Jamkesda. Terdapat 335 Kab/Kota atau 67,4% dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia, yang telah memberikan jaminan kesehatan bagi penduduknya melalui program Jamkesda 2. b. Kepesertaan Jamkesmas Berdasarkan Pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 (PSE 2005) diperoleh rumah tangga miskin (RTM) di Indonesia sebanyak 19,1 juta atau sekitar 76,4 juta jiwa, jumlah ini digunakan sebagai dasar penentuan sasaran peserta Jamkesmas. Proporsi terhadap jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 32,16%. Hingga tahun 2010 sebanyak (98%) kartu telah distribusikan oleh PT. ASKES dari total target sebesar jiwa kepesertaan berdasarkan surat keputusan bupati/walikota. Sedangkan sisanya sebanyak diperuntukan untuk gelandangan, pengemis, anak terlantar, panti sosial, penghuni rutan/lapas, korban bencana pasca tanggap darurat, pasien Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak diberi kartu Jamkesmas. Grafik 3. Proporsi Peserta Jamkesmas Menurut Wilayah Pembangunan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Tenggara Maluku Papua Total Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Sumber : Laporan PT. Askes

10 Dari grafik di atas tampak porsi paling tinggi peserta jamkesmas berada di wilayah Jawa-Bali (51,8%) dan diikuti dengan wilayah Sumatera (23,5%). Secara total tidak tampak kesenjangan yang bermakna kepesertaan Jamkesmas menurut jenis kelamin. Namun bila dilihat berdasarkan wilayah kerja pembangunan tampak kesenjangan kepesertaan perempuan terhadap laki-laki, pada wilayah Papua sebanyak 8,8%, wilayah Sulawesi kesenjangan sebanyak 4,38%, wilayah Kalimantan 3,55% dan wilayah Maluku 2,84%. Bila dilihat lebih jauh, proporsi peserta menurut jenis kelamin terhadap jumlah penduduk berdasarkan wilayah pembangunan tahun 2010 seperti tampak pada tabel 1 di bawah, masih terlihat ada kesenjangan kepesertaan perempuan terhadap laki-laki. Kesenjangan tertinggi terjadi pada wilayah Papua (3,1%) dan Sulawesi (3,1%) kemudian diikuti wilayah Nusa Tenggara (2,4%). Tabel 1. Proporsi Peserta Jamkesmas Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Wilayah Pembangunan Tahun 2010 Wilayah Pembangunan Jumlah Penduduk 2010 Sumber : BPS, sensus penduduk 2010 dan Laporan PT. Askes 2010 Jumlah Peserta Jamkesmas Kesenjangan Peserta Perempuan Terhadap Laki-laki Kesenjangan ini perlu dikaji lebih lanjut apakah hal ini dapat berdampak terhadap pencapaian target program kesehatan pada maternal. Grafik 4. Proporsi Peserta Jamkesmas Menurut Kelompok Umur Proporsi (%) Peserta Jamkesmas Terhadap Jumlah Penduduk Kesenjangan Proporsi Peserta Perempuan Terhadap Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan % Kalimantan 7,108,546 6,679,285 1,969,178 1,834, , Sulawesi 8,660,444 8,711,338 3,040,021 2,785, , Maluku 1,306,870 1,264, , ,906 33, Papua 1,908,281 1,685,522 1,138, , , Nusa Tenggara 4,510,133 4,673,906 2,427,941 2,402,210 25, Sumatera 25,654,627 24,976,304 8,575,835 8,388, , Jawa-Bali 70,482,012 70,019,335 18,382,149 18,970, Total 119,630, ,010,413 36,141,464 35,907, , % 3% 20% 56% 0-5 tahun 6-14 tahun tahun > 50 tahun 6

11 Dari grafik 4 di atas tampak proporsi kelompok umur terbesar peserta Jamkesmas adalah kelompok umur tahun (56%), diikuti oleh kelompok umur > 50 tahun (21%). Proporsi kelompok umur 0-14 tahun sebanyak 23%, jumlah ini sedikit lebih rendah dari proporsi kelompok umur penduduk 0-14 tahun (28,8%) hasil sensus penduduk 2010 oleh BPS. 2. Kelengkapan Laporan Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Rawat Inap Tingkat Pertama Untuk mengetahui pemanfaatan Jamkesmas berdasarkan laporan data, perlu diketahui tingkat kelengkapan laporannya. Berdasarkan hasil laporan yang ada pada rawat jalan tingkat pertama (RJTP) terlihat bahwa tidak seluruh kabupaten/ kota dan puskesmas yang ada pada setiap provinsi melaporkan jumlah kunjungan peserta jamkesmas, dari 33 Provinsi sebanyak 23 Provinsi (69,7%) yang melapor, dari 497 Kabupaten/Kota sebanyak 216 Kabupaten/Kota (43,4%) yang melaporkan jumlah kunjungan RJTP dan dari total Puskesmas sebanyak Puskesmas (33,7%) yang melapor, adapun kelengkapan laporan dari masing-masing Provinsi dapat terlihat sebagai berikut : Tabel 2. Kelengkapan Laporan RJTP Dari Provinsi Yang Melapor Tahun

12 Dari tabel di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RJTP kabupaten/kota dari provinsi yang melapor berada antara % - 5,26% rata-rata 62,83%, sedangkan laporan RJTP puskesmas antara 93,42% - 1,65% dengan ratarata 50,27%. Sebanyak 7 Provinsi persentase pelaporan RJTP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan Puskesmas sebanyak 11 Provinsi dibawah 50%. Kelengkapan laporan Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi Sumatera Barat (5,26%), sedangkan laporan Puskesmas terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (1,65%). Adapun distribusi kelengkapan laporan RJTP Kabupaten/Kota dan kelengkapan Puskesmas yang melaporkan RJTP dapat terlihat dalam grafik berikut : Grafik 5. Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun 2010 Pada grafik 5 di atas tampak bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka kelengkapan laporan RJTP Kabupaten/ kota secara nasional hanya 44,96%. Grafik 6. Persentase Puskesmas yang melapor RJTP Menurut Provinsi Tahun

13 Pada grafik 6 di atas tampak kelengkapan laporan RJTP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 48,09%. Seperti halnya pada rawat jalan tingkat pertama, pada pelaporan rawat inap tingkat pertama (RITP) juga tidak seluruh Provinsi melapor, dari 33 Provinsi sebanyak 20 Provinsi (60,6%) yang melapor, dari 497 Kabupaten/Kota sebanyak 164 Kabupaten/Kota (32,9%) yang melaporkan jumlah kunjungan rawat inap tingkat pertama dan dari 2920 Puskesmas Perawatan, yang melaporkan jumlah kunjungan rawat inap tingkat pertama adalah sebanyak 953 Puskesmas (32,6%), hal ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Tabel 3. Kelengkapan Laporan RITP Jamkesmas Puskesmas Tahun 2010 Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa kisaran kelengkapan laporan RITP kabupaten/kota dari provinsi yang melapor berada antara % - 6,67% rata-rata 52,13%, sedangkan laporan RITP puskesmas antara 82,61% - 1,22% dengan rata-rata 42,03%. Sebanyak 8 Provinsi persentase pelaporan RITP Kabupaten Kota di bawah 50%, dan laporan Puskesmas sebanyak 11 Provinsi di bawah 50%. Kelengkapan laporan Kabupaten/Kota terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (6,67%), demikian pula untuk laporan Puskesmas yang terendah adalah Provinsi Sumatera Selatan (1,22%). 9

14 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Kepulauan Riau Riau Bengkulu Lampung Banten Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah Bali Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Kalimantan Selatan kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Nasional Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Kepulauan Riau Riau Bengkulu Lampung Banten Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah Bali Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Kalimantan Selatan kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Nasional Grafik 7 :Persentase Kabupaten/Kota Yang Melapor RITP Menurut Provinsi Tahun Pada grafik 7 di atas tampak kelengkapan laporan RITP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 34,21% Grafik 8 : Persentase Puskesmas yang melapor RITP Menurut Provinsi Tahun 2010 Sumber: P2JK Terlihat pada grafik 8 di atas kelengkapan laporan RITP puskesmas bila dibandingkan terhadap 33 provinsi, maka secara nasional hanya 31,51%. 10

15 3. Distribusi Anggaran Jamkesmas Untuk Pelayanan Dasar Tingkat pendistribusi anggaran Jamkesmas pelayanan dasar (puskesmas) secara nasional mencapai 98,91%, pada 21 Provinsi (63,6%) sangat baik (%), sedangkan 12 Provinsi lainnya masih terdapat sisa anggaran namun demikian pendistribusian anggaran rata-rata sudah diatas 50%, hanya 1 Provinsi yaitu Provinsi Papua Barat yang pendistribusinya di bawah 50%, hal ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut : Tabel 4. Distribusi Penyaluran Dana Jamkesmas Tingkat Pelayanan Dasar Tahun 2010 Sumber : Ditjen Bina GIZI/KIA Bila dibandingkan tingkat distribusi anggaran Jamkesmas dengan kelengkapan laporan data puskesmas di tingkat Kabupaten/Kota, tampak kesenjangan yang mencolok. Persentase laporan data puskesmas baik rawat inap maupun rawat jalan tampak sangat rendah dibandingkan dengan persentase distribusi anggaran, seperti tampak pada grafik 8 dan 9. Persentase laporan rawat jalan tampak relatif lebih baik daripada laporan rawat inap. 11

16 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Kepulauan Riau Riau Bengkulu Lampung Banten Jawa Barat DKI Jakarta Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah Bali Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Kalimantan Selatan kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Riau Kepulauan Riau Bangka Belitung Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat D.I Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Grafik 9. Perbandingan Persentase Distribusi Anggaran Dengan Persentase Laporan RJTP Kabupaten/Kota dan Puskesmas Tahun dan Ditjen Bina GIZI/KIA % Distribusi Anggaran % Kab/Kota lapor % PKM lapor Dari grafik 9 di atas tampak ada ada 10 provinsi yang telah didistribusikan anggaran Jamkesmas namun tidak ada laporan data RJTP dari Kabupaten/Kota maupun dari puskesmas yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Penyebab kesenjangan % distribusi anggaran dan % kelengkapan laporan pada RJTP dan RITP adalah kemungkinan karena anggaran yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan, tidak dapat dimanfaatkan/ diserap oleh Puskesmas. Hal ini kemungkinan karena mekanisme pertanggungjawaban anggaran Jamkesmas yang tidak mudah, sehingga puskesmas enggan memanfaatkannya. Grafik 10. Perbandingan Persentase Distribusi Anggaran Dengan Persentase Laporan RITP Kabupaten/Kota dan Puskesmas Tahun dan Ditjen Bina GIZI/KIA % Distribusi anggaran % Kab/Kota lapor % PKM Perawatan lapor 12

17 Dari grafik 10 di atas tampak ada ada 13 provinsi yang telah didistribusikan anggaran Jamkesmas namun tidak ada laporan data RITP dari Kabupaten/Kota maupun dari puskesmas yaitu provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Rendahnya dan tidak adanya laporan RITP, kemungkinan disebabkan rendahnya minat peserta Jamkesmas untuk dirawat di puskesmas perawatan, kemungkinan lain karena kemampuan puskesmas perawatan untuk merawat inap pasien masih rendah. Sehingga kemungkinan kasus-kasus yang seharusnya dapat dirawat di tingkat pelayanan dasar (Puskesmas Perawatan) akan ditemukan dirawat di tingkat pelayanan rujukan (RS). 4. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Jalan Tingkat Pertama di Puskesmas Tahun 2010 Berikut adalah gambaran distribusi 10 besar penyakit berdasarkan laporan data RJTP di puskesmas dari 23 provinsi yang melapor. Grafik 11. Sepuluh Besar Penyakit RJTP Tahun 2010 Dari seluruh laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas dengan jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kasus terendah adalah penyakit kulit infeksi dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Tampak penyakit menular masih mendominasi pola penyakit pada peserta Jamkesmas. 5. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Inap Tingkat Pertama di Puskesmas Tahun 2010 Gambaran 10 besar penyakit RITP di puskesmas tahun 2010 bersumber dari laporan 20 provinsi sebagai berikut. Grafik 12. Distribusi 10 Besar Penyakit RITP Tahun

18 6. Pemanfaatan Jamkesmas Untuk Kesehatan Ibu dan Bayi di Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas) Tahun 2010 a. Kelengkapan Laporan Kunjungan Ibu Hamil, Ibu Hamil Dirujuk, Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan Kunjungan Bayi Baru Lahir (KN) Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun 2010 Dari 33 Provinsi yang ada terdapat 25 Provinsi (75,7%) yang melaporkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi secara on line, sedangkan yang melaporkan secara manual sebanyak 7 Provinsi sehingga total 96,9% (32 dari 33 provinsi), dan 1 Provinsi laporannya tidak masuk ke P2JK yaitu DKI Jakarta. Adapun kelengkapan laporan yang masuk adalah sebagai berikut : Tabel 5. Distribusi Kelengkapan Laporan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Tahun

19 Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Riau Kepulauan Riau Bengkulu Lampung Banten DKI Jakarta Jawa Barat D.I Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Nasional Laporan di atas bila dibandingkan persentase kelengkapannya menurut kabupaten/kota yang lapor dan puskesmas yang lapor, tampak kelengkapan puskesmas yang lapor lebih rendah. Hal ini kemungkinan karena tidak ada peserta Jamkesmas yang mendapat pelayanan kesehatan ibu dan bayi tersebut, atau puskesmas tidak / belum melapor. Terdapat tujuh provinsi yang laporan puskesmasnya tidak ada namun laporan kabupaten/ kota ada, hal ini karena laporan dilakukan secara manual (paperbase). Secara nasional Kelengkapan laporan masih rendah untuk kabupaten/kota 63% dan laporan puskesmas 54,3%. Grafik 13. Persentase Kelengkapan Laporan Kesehatan Ibu dan bayi Tahun % Kab/ Kota lapor % Pkm lapor Grafik 14. Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil, Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan KN Bayi Melalui Jamkesmas Terhadap Populasi Penduduk Sasaran dan Terhadap Populasi Sasaran Masyarakat Miskin Tahun 2010 Dari grafik di atas tampak secara nasional pemanfaatan Jamkesmas untuk pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan dan kunjungan bayi (KN) masih sangat rendah (1%), sedangkan untuk kunjungan ibu hamil K4 sedikit lebih baik (4,8%). Bila dibandingkan dengan populasi kelompok sasaran pada penduduk miskin, tampak lebih baik tetapi masih rendah. Hal ini mungkin karena kelengkapan laporan secara nasional masih rendah, untuk 15

20 laporan kabupaten/kota 63% sedangkan laporan puskesmas 54,3%. Kemungkinan lain karena pemanfaatan Jamkesmas untuk persalinan di tingkat pelayanan dasar (puskesmas) masih rendah, karena banyak persalinan normal dilayani di tingkat pelayanan rujukan, demikian pula untuk kunjungan ibu hamil, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahuinya. Berdasarkan data ini perlu lebih ditingkatkan pemanfaatan Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi. 7. Sepuluh (10) Besar Penyakit di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan Dari beberapa laporan yang ada terdapat beberapa provinsi diagnosa kasus bukan penyakit melainkan suatu tindakan. Bila tindakan dimasukkan kedalam diagnosa penyakit maka dapat menempati daftar 10 besar penyakit, contoh : tindakan partus lama, persalinan normal, dan perawatan bayi lahir sehat di Puskesmas. Berdasarkan laporan RS yang dilaporkan ke Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK), terdapat laporan dari 28 Provinsi baik. Berdasarkan laporan yang masuk ke P2JK sampai dengan bulan Juli persentase RS yang melapor secara nasional adalah 69,75%. Lengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah. Grafik 15. Persentase Kelengkapan Laporan Jamkesmas Pelayanan Rujukan (RS) Tahun 2010 laporan RS s/d Juli 2011 a. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Khusus Pola penyakit rawat inap pada PPK lanjutan khusus berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Paranoid schizophrenia dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah yaitu acute schizophrenia like psycosic disorder dengan jumlah kasus sebanyak 145 kasus. Adapun pola 10 besar penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 16. Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Khusus Tahun

21 b. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Thalassaemia unpecified jumlah kasus sebanyak kasus. Adapun pola tersebut dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 17. Pola Penyakit Rawat Inap Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Tampak pada grafik di atas penyakit menular masih mendominasi kasus rawat inap penyakit pada pengguna Jamkesmas. Terdapat kasus-kasus yang seharusnya dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar, seperti diare, dan partus tunggal spontan. c. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Khusus Pola penyakit rawat jalan pada PPK lanjutan khusus berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah personal history of other mental and behavioural disorders dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal history of diseases of the nervous system and sense organs dengan jumlah kasus sebanyak 587 kasus. Adapun distribusi penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 18. Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Khusus Tahun

22 d. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah extracorporeal dialysis dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal history of diseases of the nervous system and sense organs dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Tampak penyakit yang mendominasi kasus rawat jalan di PPK lanjutan umum adalah penyakit tidak menular. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 19. Pola Penyakit Rawat Jalan Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 e. Sepuluh (10) Besar Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 0 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 0 5 tahun pada PPK lanjutan umum dari laporan yang ada terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Acute upper respiratory infection unspecified dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu personal historyof diseases of the respiratory system dengan jumlah kasus sebanyak 405 kasus. Penyakit pada kelompok umur ini didominasi oleh penyakit menular. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 20. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 0 5 Tahun Pada PPK Lanjutan Umum Tahun

23 f. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 6-14 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 6 14 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah TB of lung without mention of bacteriological or hitologikal confirmation dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Typoid fever dengan jumlah kasus sebanyak 558 kasus. Penyakit menular mendominasi kasus penyakit pada kelompok umur ini. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 21. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 6-14 Tahun Pada PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 g. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan kelompok umur tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Extracorporeal dialysis dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Asthma unspecified dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Pada kelompok umur ini, penyakit tidak menular mendominasi. Adapun pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 22. Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun

24 h. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur > 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan kelompok umur > 50 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Essential (primary) hypertension dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Congestive heart failure dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Pada kelompok umur ini penyakit tidak menular mendominasi kasus rawat jalan. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 23. Pola Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur > 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 i. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0-5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 0-5 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Thalassaemia, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 24. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0-5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun

25 j. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Pada Kelompok Umur 6-14 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 6-14 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Dengue haemorrhagic fever dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Asthma, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 760 kasus. Pada kelompok umur ini penyakit menular mendominasi kasus rawat inap. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 25. Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 6-14 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 k. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Single spontaneous delivery, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Chemotherapy session for neoplasm dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 26. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun

26 l. Sepuluh (10) Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur > 50 tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur > 50 tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Essential (primary) hypertension dengan jumlah kasus sebanyak kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Cerebral infarction, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak kasus. Penyakit tidak menular mendominasi pada kelompok umur ini. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 27. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur > 50 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun Kasus HIV-AIDS Berdasarkan laporan RS yang ada di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan terdapat pemanfaatan Jamkesmas untuk kasus HIV/AIDS. Jumlah kasus HIV/AIDS pada pelayanan Rawat Inap tahun 2010 sebanyak 361 kasus. Dengan jumlah kasus tertinggi adalah unspecified human immunodeficiency Virus (HIV) disease sebanyak 181 kasus. Pola penyakit tampak pada grafik berikut. Grafik 28. Distribusi Kasus HIV/AIDS Rawat Inap Tahun

27 Sedangkan laporan kasus HIV/AIDS pada pelayanan Rawat Jalan tahun 2010 sebanyak 880 kasus. Kasus terbanyak adalah HIV disease resulting in mycobacterial infection sebanyak 628 kasus, seperti terlihat pada grafik berikut : Grafik 29. Distribusi Kasus HIV/AIDS Rawat jalan Tahun 2010 E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan : 1. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun a. Penduduk Indonesia yang telah memiliki jaminan kesehatan sebanyak 60,24% ( jiwa), dan 39,76% ( jiwa) belum memiliki. b. 53,7% jaminan kesehatan penduduk bersumber dari Jamkesmas. 67,4% Kabupaten/kota telah memberi jaminan kesehatan penduduknya melalui Jamkesda. c. Porsi tertinggi (51,8%) peserta Jamkesmas ada di wilayah pembangunan Jawa-Bali. d. Terdapat kesenjangan proporsi peserta Jamkesmas perempuan terhadap laki-laki di wilayah pembangunan Papua 8,8%, wilayah Sulawesi 4,4% wilayah Kalimantan 3,55% dan wilayah Maluku 2,84%. e. Kesenjangan Proporsi peserta menurut jenis kelamin terhadap jumlah penduduk tertinggi terjadi pada wilayah Papua (3,1%) dan Sulawesi (3,1%), diikuti wilayah Nusa Tenggara (2,4%). f. Proporsi kelompok umur terbesar peserta Jamkesmas adalah kelompok umur tahun (56%), diikuti oleh kelompok umur > 50 tahun (21%). 2. Kelengkapan laporan Puskesmas Tahun a. Rawat jalan Tingkat Pertama (RJTP) Persentase provinsi yang melapor 69,7% (23 dari 33 provinsi). Presentase kabupaten/kota yang melapor 43,46% (216 dari 497 kabupaten/kota). Dari 23 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara % - 5,26%, rata-rata 62,83%. Persentase puskesmas yang melapor 33,7% (2.967 dari Puskesmas). Dari 23 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 93,42% - 1,65%, rata-rata 50,27%. b. Rawat inap Tingkat Pertama (RITP) Tahun Persentase provinsi yang melapor 60,6% (20 dari 33 provinsi). Presentase kabupaten/kota yang melapor 32,9% (164 dari 497 kabupaten/kota). Dari 20 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara % - 6,67% rata-rata 52,13%. Persentase puskesmas perawatan yang melapor 32,6% (953 dari 2920 Puskesmas Perawatan). Dari 20 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 82,61% - 1,22% dengan rata-rata 42,03%. 23

28 3. Tingkat distribusi anggaran Jamkesmas tahun 2010 secara nasional mencapai 98,91%, kisaran distribusi anggaran tiap provinsi antara % - 46,02%. 4. Terdapat kesenjangan kelengkapan laporan data dengan distribusi anggaran tahun 2010, laporan data jauh lebih rendah dari distribusi anggaran yang didistribusiikan. 5. Penyakit terbanyak RJTP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional penyakit menular masih mendominasi RJTP. 6. Penyakit terbanyak RITP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional penyakit menular masih mendominasi RITP. 7. Pemanfaatan Jamkesmas untuk kunjungan ibu hamil, ibu hamil dirujuk, persalinan ditolong tenaga kesehatan dan kunjungan bayi baru lahir (KN) di puskesmas tahun 2010 secara nasional masih rendah. Dari laporan didapat : a. Kelengkapan laporan provinsi 96,9% ( 32 dari 33 provinsi). Secara nasional Kelengkapan laporan kabupaten/kota 63% dan laporan puskesmas 54,3%. b. Pemanfaatan kartu Jamkesmas oleh Ibu hamil untuk ANC (K4) sebanyak kunjungan atau 4,8% dari total populasi ibu hamil. Terhadap ibu hamil miskin dan hampir miskin persentase kunjungan ibu hamil (K4) memanfaatkan jamkesmas sebesar 34,53%. c. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk rujukan Ibu hamil sebanyak kunjungan atau 9,6% dari total populasi ibu hamil. d. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak kunjungan atau 1% dari total sasaran ibu bersalin, namun terhadap ibu bersalin miskin dan hampir miskin persentase terlayani pelayanan jamkesmas sebesar 23,97%. e. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk KN sebanyak kunjungan atau 1% dari total populasi bayi, namun terhadap bayi miskin dan potensial miskin persentase terlayani pelayanan jamkesmas sebesar 29,44%. 8. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah Paranoid schizophrenia. 9. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin. Penyakit menular masih mendominasi kasus rawat inap di PPK lanjutan umum. 10. Penyakit terbanyak pada rawat jalan di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah personal history of other mental and behavioural disorders. 11. Penyakit terbanyak rawat jalan di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah extracorporeal dialysis. Penyakit tidak menular mendominasi kasus rawat jalan di PPK lanjutan umum. 12. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 0 5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Acute upper respiratory infection unspecified. 13. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 6 14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah TB of lung without mention of bacteriological or histological confirmation. 14. Kasus terbanyak rawat jalan kelompok umur tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Extracorporeal dialysis. 15. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur > 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential (primary) hypertension. 16. Penyakit terbanyak pada rawat inap kelompok umur 0-5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin. 17. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur 6-14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Dengue haemorrhagic fever. 18. Penyakit / kasus terbanyak rawat inap kelompok umur tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Single spontaneous delivery, unspecified. 19. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur > 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential (primary) hypertension. 20. Pemanfaatan Jamkesmas juga dipergunakan untuk rawat inap dan rawat jalan penderita HIV/AIDS. SARAN 1. Kelengkapan laporan data perlu ditingkatkan, dan dipantau bersama dengan laporan keuangan (penyerapan anggaran). 2. Kebijakan pertanggung-jawaban keuangan agar lebih sederhana dan tidak membebani petugas lapangan. 3. Perlu ada kebijakan untuk melaporkan data walaupun tidak ada kasus/peserta yang dilayani (Zerro report). 4. Laporan kasus hendaknya dapat dibedakan antara kasus baru dan kasus lama. 5. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kesenjangan peserta perempuan terhadap laki-laki di wilayah pembangunan 24

29 timur terhadap kemungkinan pencapaian target-target MDG pada ibu dan bayi. 6. Perlu ditingkatkan upaya pemanfaatan pelayanan jamkesmas untuk mendorong pencapaian target MDG pada ibu dan bayi. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dimulai tahun 2011 sebaiknya dipantau lebih ketat, agar pemanfaatannya bisa lebih optimal. 7. Perlu lebih ditekankan tentang kebijakan kasus-kasus yang dapat dilayani di tingkat pelayanan dasar dan di tingkat pelayanan lanjut. F. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; Laporan Program Jamkesmas Tahun Badan Pusat statistik; sensus penduduk Thabrany Hasbullah; Asuransi Kesehatan Nasional; Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia; Jakarta. 25

30 Jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk telah dipikirkan Pemerintah Orde Baru melalui pembangunan puskesmas dan rumah sakit dengan tarif murah. Setelah krisis, di tahun 1998 Pemerintah menyediakan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dengan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) tahun yang didanai dari pinjaman Bank Pembangunan Asia. Penggantian pemerintahan mengubah nama program dan sumber dana dari pengurangan subsidi BBM menjadi program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) di tahun Kemudian program berubah lagi menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) tahun Di Tahun 2005, program serupa diberi nama Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin) karena untuk pertama kalinya dikelola secara Nasional oleh PT Askes. Tahun 2008, program ini diubah lagi menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan pengelolaannya ditangani oleh Kementerian Kesehatan, sampai sekarang. Di jaman Orde Baru, tarif layanan Puskesmas ditetapkan sama secara Nasional, yaitu sebesar Rp per kunjungan termasuk obat, agar terjangkau oleh seluruh rakyat. Begitu juga tarif RS Publik ditetapkan sangat rendah agar semua rakyat dapat menjangkau layanan kesehatan. Namun demikian, tarif RS tidak sama dengan tarif Puskesmas yang sudah termasuk biaya obat. Tarif RS masih dibedakan antara biaya karcis, biaya pemeriksaan dokter, biaya laboratorium, biaya pemeriksaan radiologi, biaya obat dll. Hal ini merupakan konsep dagang layanan kesehatan. Alhasil, rakyat tidak pernah tahu biaya berobat yang harus dibayarnya sampai ia selesai berobat. Tidak jarang mereka harus meminjam uang, membayar obat sebagian, atau meminta keringanan dari pihak RS. Tentu saja, model pentarifan RS Publik semacam ini tidak akan menjamin tarif yang terjangkau. Tarif terjangkau hanya terjadi jika sebelum berobat rakyat sudah tahu pasti berapa yang harus dibayar seperti di Malaysia. Di Malaysia, semua layanan Puskesmas tetap gratis sampai sekarang, termasuk bersalin oleh dokter atau bidan. Tarif layanan rawat jalan oleh dokter spesialis di RS Publik, termasuk pemeriksaan laboratorium dan obat hanya RM 1 (setara hampir Rp 3.000) sekali berobat. Sementara jika penduduk Malaysia memerlukan rawat inap, ia hanya membayar RM 3 (sekitar Rp per hari rawat). All in!!. Meskipun ia mendapat operasi atau harus dirawat di ruang perawatan intensif, tarif yang harus dibayar penduduk Malaysia tetap RM 3. Dengan tarif seperti itu, yang diketahui oleh seluruh penduduk, karena sudah berlangsung puluhan tahun. Sejak Malaysia merdeka di tahun 1957, belum pernah terjadi pentarifan model di RS Publik di Indonesia. Maka tarif layanan kesehatan di Malaysia sudah pasti terjangkau semua rakyat. Pemerintah Malaysia menyadari bahwa kesehatan adalah hak dasar penduduk dan Pemerintah berkewajiban melayani rakyatnya. Di Indonesia, pola pikir Pemerintah dan Pemda bukan melayani rakyat, tetapi berjualan kepada rakyat. Liberalisasi Layanan Kesehatan Tarif Puskesmas dan tarif RS Publik di Indonesia bertambah mahal sejak tahun 1990-an atas desakan lembaga keuangan internasional dan donor asing yang menganjurkan liberalisasi layanan kesehatan. Konsep pemulihan biaya (cost recovery) diperkenalkan di tahun 1990an untuk mengurangi subsidi RS. Rumah Sakit Publik juga diberikan kewenangan untuk membangun fasilitas privat dengan layanan swasta di sore hari dan membangun kamar perawatan berkelas-kelas sampai ruang VVIP yang sangat mahal. Konsep tarif dan layanan berkelas ini memang konsep pasar, konsep jualan yang tidak terjadi di Malaysia, Sri Lanka, Hong Kong, Inggris, dan negara-negara kesejahteraan lain. Pemerintah Indonesia tidak menghitung dengan cermat akibat jangka panjang dari kebijakan liberalisasi yang pada akhirnya menyulitkan rakyat banyak di masa sekarang. Untuk melindungi penduduk miskin, pemerintah menyediakan layanan kelas III yang murah. Namun, dalam praktiknya ketika itu, pernah terjadi dan mungkin masih terjadi banyak dokter spesialis tidak mau melayani pasien kelas III karena mereka tidak mendapat jasa medik. Padahal mereka sudah mendapat gaji dan fasilitas yang memungkinkan mereka menjadi spesialis yang laku dalam praktik swastanya. Dokter pun diberi kewenangan untuk menambah penghasilannya dengan 26

31 praktik sore, yang sering dilakukan di RS yang sama. Memang sebagian kecil rakyat Indonesia mampu membeli layanan rumah sakit publik yang mahal. Tetapi, semakin banyak rakyat yang tidak miskin tidak mampu menjangkau layanan kesehatan. Maka program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan hampir miskin dikembangkan. Program Jaminan Kesehatan bagi penduduk miskin, baik Jamkesmas, Askeskin, Jamkesda, maupun Medicaid di Amerika, tidak pernah menyelesaikan masalah. Berbagai masalah kepesertaan, paket manfaat dan pendanaan, pelayanan dan fasilitas kesehatan maupun masalah kelembagaan selalu muncul. Banyak kritik dan keluhan disampaikan masyarakat, pemerintah, bahkan pejabat pemerintah sendiri. Setelah ribut-ribut soal Askeskin, Jamkesmas dilaksanakan dengan tekad mencukupi dana yang tersedia. Sebagian peserta dialihkan kepada Pemda yang kemudian berkembang dengan nama Jamkesda. Masalah tidak selesai karena kita salah memahami kebutuhan dasar layanan kesehatan. Jaminan Kesehatan Bukan Hanya Bagi Penduduk Miskin Pola pikir (mind set) yang berkembang di kalangan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah adalah, bahwa tanggung-jawab pemerintah hanyalah pada penduduk miskin. Hal ini memang diterapkan di masa lalu di Amerika. Diantara negara maju, hanya di Amerika konsep ini diterapkan. Padahal, di Amerika sendiri terjadi gejolak reformasi kesehatan yang menuntut jaminan kesehatan seluruh penduduknya sejak setelah Perang Dunia II. Puncak keberhasilannya adalah tahun 2010 ketika Obama menjadi Presiden Amerika. Obama menunda kunjungan ke Indonesia di bulan Maret 2010 hanya untuk meyakinkan Kongres (DPR) Amerika untuk menyetujui rencana Obama menyediakan jaminan kesehatan bagi semua penduduk, atau yang dikenal dengan Cakupan Universal. Di Indonesia, Amandemen UUD 45 yang pertama di tahun 1999 telah mengamanatkan negara menyediakan, baik langsung ataupun melalui sistem asuransi, layanan kesehatan untuk seluruh penduduk. Hal ini tertuang dalam amandemen pasal 28H ayat 1 yang berbunyi setiap penduduk berhak atas layanan kesehatan. Namun implementasi perubahan UUD 45 tersebut sampai saat awal tahun 2011 masih belum tampak. Konsep yang diterapkan hanya menyediakan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin sebagaimana dijalankan dalam program Jamkesmas. Hal tersebut terjadi karena kesalahan faham pimpinan negeri ini yang menganggap bahwa tanggung-jawab Pemerintah hanyalah bagi penduduk miskin. Mereka hanya memahami pasal 34 UUD 45 yang lama, yaitu fakir miskin dipelihara negara. Padahal UUD 45 sudah diamandemen dengan pasal 34 ayat 2, 3, dan 4. Pasal 34 ayat 1 memang masih dipertahankan dengan fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara. Tetapi, pasal itu tidak berlaku untuk jaminan kesehatan/jaminan sosial dan layanan kesehatan. Pasal itu hanya berlaku untuk kebutuhan hidup yang bersifat pasti, yang bisa dianggarkan, seperti pangan, sandang dan papan. Untuk kesehatan tidak bisa digunakan rujukan pasal 34 ayat 1. Pasal 34 ayat 2 UUD 45 mengharuskan Negara mengembangkan jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Bunyi pasal itu jelas, untuk seluruh rakyat. Praktik umum di dunia, jaminan sosial paling tidak mencakup jaminan kesehatan dan jaminan hari tua. Atas perintah pasal 34 ayat 2 itulah kemudian UU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No. 40 tahun 2004 dikeluarkan. Sayangnya, sampai sekarang UU tersebut belum dilaksanakan oleh Pemerintah. Masalah utamanya, keliru faham tentang tanggung-jawab Pemerintah. Kriteria Miskin Tidak Relevan untuk Layanan Kesehatan Program untuk segmentasi penduduk berdasarkan kategori miskin dan tidak miskin selalu bermasalah. Di seluruh dunia, program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin saja tidak pernah bebas dari masalah. Sebab, kriteria miskin sangat relatif. Batas antara yang miskin dan yang tidak miskin sangat tipis sehingga di lapangan selalu timbul berbagai masalah elijibilitas (berhak tidaknya suatu keluarga mendapatkan kartu Jamkesmas atau mendapat pembebasan biaya berobat). Sebagai contoh, atas dasar kriteria rumah tangga miskin (RTM) yang kini digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, misalnya, sebesar Rp (dibulatkan) per orang per bulan. Bagaimana dengan RT yang memiliki penghasilan sebesar Rp per orang per bulan? Jelas menurut kriteria itu, keluarga ini tidak tergolong miskin. Maka keluarga ini tidak berhak mendapat kartu Jamkesmas atau Jamkesda. Akan tetapi, perbedaan penghasilan yang hanya berbeda Rp tidak ada artinya. Ketika satu anggota keluarga ini terkena musibah sakit dan perlu biaya berobat sebesar Rp.000 saja, maka tidak ada beda kemampuan membayar keluarga miskin dan keluarga tidak miskin tersebut. Bagaimana jika biaya berobat mencapai jutaan rupiah? Semantara Tuhan sudah mengatur jenis penyakit dan karenanya biaya berobat yang dibutuhkan tidak pernah terjadi dengan pilihan yang miskin hanya dikenai penyakit ringan yang murah biaya berobatnya dan yang kaya ter-kena penyakit berat. Inilah kekeliruan mendasar bangsa kita. Kajian yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan bahwa kesalahan memasukan (inclusion, yang memiliki kartu 27

32 Jamkesmas tetapi seharusnya tidak) seseorang menjadi peserta Jamkesmas di lima provinsi mencapai 13% - 59,8%. Sementara kesalahan mengeluarkan (exclusion, yang seharusnya mendapat kartu Jamkesmas tetapi tidak mendapat kartu) bervariasi dari 31% - 93%. Hal ini bisa difahami sebab, dipihak lain, survei pasien pulang rawat (exit poll) di lima provinsi tersebut menunjukkan variasi biaya perawatan yang harus dibayar pasien dari nol sampai Rp sekali perawatan. Biaya perawatan nol adalah biaya perawatan yang sudah dijamin oleh asuransi atau Jamkesmas. Selebihnya adalah biaya yang harus dibayar oleh suatu keluarga. Rata-rata biaya yang harus dibayar per kali dirawat di kelas III mencapai Rp di Mataram sampai Rp di Bolaan Mongondow. Tetapi, kebutuhan biaya berobat adalah kebutuhan mutlak, yang tidak bisa diukur dengan rata-rata. Jadi, harus digunakan ukuran biaya maksimum. Survei tersebut menunjukkan biaya maksimum yang menjadi beban sebuah keluarga di Pasuruan sebesar Rp dan di Bolan Mongondow Rp Apakah biaya tersebut terjangkau oleh rumah tangga yang tidak miskin? Kebutuhan rutin lain, yang memang relevan dan dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan seperti kebutuhan makan, pakaian, dan rumah tinggal dapat diukur. Tidak pernah terjadi kebutuhan makan seseorang tiba-tiba melonjak menjadi Rp per bulan. Begitu juga kebutuhan pakaian atau sewa rumah. Bisa diprediksi. Namun tidak demikian dengan kebutuhan kesehatan. Karena kuota peserta program Jamkesmas untuk tiap-tiap kota/kabupaten sudah ditetapkan Pemerintah, maka rumah tangga yang berada di garis batas tersebut, rumah tangga hampir miskin atau rumah tangga marjinal, diserahkan kepada Pemda masing-masing. Sesungguhnya program Jamkesmas diatas kertas telah menjamin (berdasarkan alokasi anggaran 76,4 juta jiwa atau 19,1 juta rumah tangga) bukan hanya penduduk miskin karena jumlah penduduk miskin tidak sebanyak itu. Namun, jaminan kesehatan untuk penduduk di luar kuota diserahkan kepada pemerintah daerah, sehingga berkembanglah program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), yang pada kenyataannya tetap tidak menyelesaikan masalah. Sebab, pada umumnya Pemda juga menetapkan batas penghasilan atau kriteria elijibilitas yang mendapat jaminan kesehatan oleh Pemda. Kembali, masalah garis batas tetap saja timbul. Hal ini sesungguhnya bukan barang baru, karena di seluruh dunia hal itu sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Hanya saja, kita tidak belajar dari bangsa lain. Itulah sebabnya, seluruh negara di dunia mengupayakan jaminan kesehatan untuk semua penduduk atau cakupan universal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan tahunan 2010 telah menghimpun berbagai aspek cakupan universal, termasuk pedoman bagi negara-negara yang belum mencapai cakupan universal seperti Indonesia, agar semua negara di dunia menyediakan jaminan kesehatan universal, Jaminan Kesehatan Publik yang tidak hanya berlaku bagi penduduk miskin seperti yang kini kita kenal. Penantian Panjang Untuk Bebas Beban Biaya Berobat Kembali kepada amanat Pasal 34 ayat 2 UUD 45, yang sudah dirumuskan secara operasional dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, sesungguhnya telah diatur Pendanaan Jaminan Kesehatan Publik untuk seluruh rakyat bersumber dari iuran peserta yang bekerja dan menerima upah serta bantuan iuran oleh Pemerintah. Pengelolanya juga sudah diatur yaitu oleh sebuah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pasal 17 ayat 4 UU tersebut menyatakan bahwa iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah kepada BPJS. Dengan demikian maka pemerintah wajib membayar iuran, bukan mengelola dana APBN sendiri. Iuran wajib tersebut, baik oleh pekerja, pemberi kerja dan pemerintah dibayarkan kepada BPJS. Tetapi, karena yang diperebutkan kekuasaan mengelola uang, bukan penjaminan seluruh rakyat, maka pembahasan RUU BPJS dan diperkirakan hasil akhir UU BPJS tidak sejalan dengan amanat UUD 45 Pasal 34 ayat 2 yang menyatakan Negara mengembangkan sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat.. Entah kapan Indonesia akan memiliki satu sistem yang adil, yang sama untuk seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan UUD 45. Satu sistem jaminan kesehatan seluruh penduduk sudah terwujud sejak lebih dari setengah abad yang lalu di Malaysia dan bahkan di Sri Lanka yang lebih miskin dari Indonesia. Kita sudah merdeka 66 tahun, tetapi masih belum mampu memerdekakan rakyat dari biaya berobat yang mematikan dan menghilangkan produktifitas. Kita lebih suka menempatkan uang untuk subsidi BBM sampai Rp 120 Triliun, sementara menganggarkan untuk kesehatan sampai Rp 60 Triliun, sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan, masih impian. Persoalannya bukan pada kemampuan keuangan negara, tetapi pada kemauan politik pimpinan bangsa. Indonesia tampaknya lebih suka membagi-bagi uang publik untuk yang relatif kaya, yang bisa menikmati kemacetan kota-kota besar dalam mobil berpendingin udara, mendengar musik atau menonton video, dengan separuh biaya bensin dibayar negara. Sebuah perusahaan angkutan atau taksi bisa mendapat subsidi BBM sampai dengan Rp 1 milyar sehari. Tetapi, seorang penduduk yang berpenghasilan Rp 5 juta per bulan dan perlu perawatan intensif berharga Rp 25 juta serta mengancam jiwa orang tersebut, harus meminjam uang 28

33 atau menjual harta benda, bahkan harga dirinya, agar bisa membayar biaya berobat. Di Sri Lanka, Malaysia, dan Thailand harga solar dan bensin premium sudah di atas Rp per liter. Rakyat di negeri itu tidak pernah protes sebab biaya berobat untuk semua penduduk sudah dijamin. Harga-harga barang banyak yang lebih murah dari harga barang yang sama di Indonesia. Tidak ada bukti di negara-negara lain bahwa harga BBM yang mahal akan menyulitkan ekonomi. Tetapi, telah banyak bukti bahwa BBM bersubsidi dinikmati orang yang kaya, baik langsung seperti pengusaha taksi, angkutan, mobil karyawan, dan lain-lain maupun tidak langsung melalui penyelundupan, pengoplosan, dan lain-lain. Jangan-jangan kita tidak dapat informasi yang sebenarnya dari politik subsidi BBM. Hanya Tuhan dan pelaku yang tahu. Menuju cakupan universal 29

34 Kebijakan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk miskin sudah lama diterapkan di Indonesia. Pelayanan gratis bagi penduduk yang membawa surat miskin dari Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), desa dan pembagian kartu sehat, adalah contoh kebijakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dengan strategi Individual Targeting. Berbagai program Instruksi Presiden (Inpres), secara tidak langsung juga mempunyai aspek kebijakan membantu penduduk miskin, misalnya Inpres Obat dan Inpres Samijaga, merupakan contoh kebijakan dengan strategi Geographic Targeting. Sebetulnya, kebijakan subsidi tarif pelayanan kesehatan pemerintah, juga merupakan program melayani kesehatan penduduk miskin. Tarif Rp 500 Rp untuk rawat jalan Puskesmas dan Rp Rp untuk rawat inap kelas III di Rumah Sakit Umum (RSU), membantu penduduk yang kemampuannya terbatas. Sejak 1998 muncul kebijakan lebih sistematis dan berskala nasional untuk melayani kebutuhan kesehatan penduduk miskin, yakni program Jaringan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Pada tahun 2003, pemerintah menyediakan biaya untuk rujukan ke Rumah Sakit (RS) bagi penduduk miskin. Dana ini berasal dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang disebut dana Penanggulangan Dampak Pemotongan Subsidi Energi (PDPSE), kemudian diubah namanya menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM). Dana PDPSE langsung diberikan kepada RSU. Baik JPSBK dan PDPSE adalah contoh Supply Side Approach dalam memberikan subsidi bagi penduduk miskin. Program teranyar pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat miskin dan hampir miskin akan kesehatannya digulirkan di tahun 2008 ini adalah Jamkesmas (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Anggaran untuk program Jamkesmas di tahun 2008 disiapkan sebesar Rp. 4,6 triliun untuk 76,4 juta jiwa masyarakat miskin dan hampir miskin. Seluruh pendanaan program-program di atas bersumber dari pemerintah pusat dan bersifat proyek, sementara itu sumber dana dari pemerintah daerah belum dipadukan untuk program pengentasan kemiskinan umumnya dan pembiayaan kesehatan khususnya sehingga sulit bagi penduduk miskin jika tidak lagi mendapat jaminan seperti yang pernah diperolehnya. Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan melalui program unggulan Bapak gubernur secara cermat menangkap kondisi ini dengan memunculkan Program Pelayanan Kesehatan Gratis sebagai jawaban dari berbagai sinyalemen yang meragukan Sustainabilitas program Jamkesmas karena didasari pogram-program yang sifatnya proyek dan bahwa program pelayanan kesehatan gratis ini merupakan perpaduan sumber dana pemerintah dengan daerah untuk program pengentasan kemiskinan pada umumnya dan pembiayaan kesehatan khususnya yang tidak pernah dilakukan dan itu merupakan kekurangan kita selama ini. Oleh karena itu tanpa suatu program berkelanjutan, akan sulit mengangkat penduduk miskin dari lingkaran kemiskinan termasuk di Sulawesi Selatan ini. Ketika pemerintah pusat memunculkan program Jamkesmas untuk masyarakat miskin di Republik ini, seakan skenario Tuhan yang hinggap kepada hambanya yang di kehendaki. Pemerintah Sulawesi Selatan melihatnya sebagai anugerah yang diwujudkan dalam pemaknaan rasa syukur dengan membuat program pelayanan gratis agar program Jamkesmas semakin kokoh berakar di masyarakat, hal ini dapat dilihat dari beberapa data sebagai berikut : Jumlah penduduk Sulawesi Selatan tahun 2008 sebesar 7,5 juta jiwa, jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan, baik Askes, Jamsostek maupun Jamkesmas sebanyak 3,1 juta jiwa, sementara sisanya yakni sebanyak 4,4 juta jiwa, inilah yang kemudian ditanggung oleh pemerintah daerah melalui jaminan pemeliharaan kesehatan daerah yang merupakan wujud dari pelayanan kesehatan gratis yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Selanjutnya dari indikator Indonesia Sehat tentang jaminan 30

35 pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam Prabayar ditargetkan Pemerintah Pusat sebesar 60 % di tahun 2008, dengan adanya program pelayanan gratis ini, target tersebut justru telah terlewati yakni sebesar 67,77% atau mengalami peningkatan sebesar 7,8%. Data inilah kemudian semakin menguatkan bahwa pelayanan kesehatan gratis menunjang program Jamkesmas. Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan tentunya berharap agar pembiayaan kesehatan pada masa desentralisasi ini dapat mewujudkan komitmen daerah terhadap kesehatan, yang tercermin dalam APBDnya, besaran alokasi anggaran mendekati nilai normatif misalnya sesuai dengan standar WHO, cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan prioritas, penduduk miskin terlindungi, biaya operasional dan pemeliharaan tercukupi, besarnya biaya kesehatan dari APBD lebih besar dari APBN, dan biaya untuk program/pelayanan langsung tercukupi. Olehnya itu Pelayanan Kesehatan Gratis menjadi efisien, karena Pelayanan kesehatan yang diberikan itu dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan keuntungan sebagai berikut : Lebih dekat dengan rakyat Lebih responsif Lebih sesuai permintaan Komitmen pemerintah Sulawesi Selatan untuk mensukseskan pelayanan kesehatan gratis ini dapat dilihat dari besarnya anggaran yang di alokasikan, dimana pada tahun 2008 anggaran yang disiapkan untuk itu sebesar Rp. 81,8 Milyar. Pada tahun 2009 alokasi anggaran untuk kabupaten/kota sebesar Rp. 30,4 Milyar dengan asumsi 40% bersumber dari provinsi dan 60% bersumber dari kabupaten/kota masing-masing, sementara itu besaran anggaran untuk rumah sakit provinsi, rumah sakit regional dan balai kesehatan mencapai angka Rp. 85,9 Milyar. Dalam pembiayaan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin, ada dua pernyataan penting yang sebenarnya pemerintah provinsi Sulawesi Selatan telah memilih secara tegas salah satu dari 2 pernyataan tersebut. Pernyataan itu adalah apakah kita akan menggunakan pernyataan normatif, seperti ini: Pelayanan untuk orang miskin harus bermutu tinggi dan pasien miskin tersebut tidak perlu membayar. atau... pernyataan positif yang ada adalah: Pelayanan kesehatan di semua lembaga pelayanan milik pemerintah akan bermutu rendah jika orang miskin tidak membayar dan tidak ada subsidi cukup dari pemerintah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memilih penyataan yang normatif itu dan menepis kekurangan yang ada pada pernyataan positif tersebut...ewako SUL-SEL! 31

36

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN 14 Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN Negara Belanja kesehatan terhadap % PDB Belanja kesehatan pemerintah terhadap % total belanja kesehatan Malaysia 4,3 44,1 Thailand 4,1 74,3 Filipina

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 diamanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN)

BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN) BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN) 3.1 Pelayanan Kesehatan Untuk Maskin di Indonesia Pelayanan publik yang disediakan oleh negara mencakup

Lebih terperinci

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan suatu bangsa terletak dalam kesehatan rakyatnya. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA (JAMSOSKES SUMSEL SEMESTA) DI KABUPATEN OGAN ILIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA (JAMSOSKES SUMSEL SEMESTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG

BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG BAB II PELAKSANAAN JAMKESMAS DI KOTA BANDUNG II.1 Pengertian Jamkesmas Menurut sumber Dr.Suparyanto, M.Kes dari laman (page) web Jakarta : Dirjen Binkesmas. http://eprints.ui.ac.id Depkes. 2007. Pedoman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dalam usaha mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH KOTA PELAYANAN KESEHATAN MELALUI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009

UPAYA PEMERINTAH KOTA PELAYANAN KESEHATAN MELALUI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009 UPAYA PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN MENINGKATKAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN MELALUI PROGRAM JAMKESDA 1 DYAH MURYANI DYAH MURYANI DINAS KESEHATAN KOTA BALIKPAPAN JAKARTA, 26 JANUARI 2009 DASAR HUKUM UUD 45,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 27 TAHUN 2009 2009 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KLAIM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG s) atau tujuan pembangunan millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama 189 negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI SERANG,

TENTANG BUPATI SERANG, BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 2A TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN MEKANISME DAN PROPORSI PENGELOLAAN DANA KLAIM NON KAPITASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH (JAMKESMASDA) KABUPATEN SITUBONDO PROGRAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Lebih terperinci

swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7% (Depkes RI, 2013). Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage

swasta serta tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7% (Depkes RI, 2013). Provinsi Aceh menempati ranking tertinggi dalam coverage BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan pilihan utama pemerintah dalam implementasi sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Artinya, pemerintah memberikan perlindungan sosial

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2007 WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DAN/ATAU TIDAK MAMPU DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh Pemerintah. Di samping itu kesehatan juga merupakan salah satu indikator kesejahteraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG DIJAMIN PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 17 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51.A TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1 Pembahasan 1. Makna Ekonomi Politik 2. Makna Pemerataan 3. Makna Mutu 4. Implikasi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Jaminan Pelayanan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan sehat dan sejahtera adalah hak setiap warga negara. Pemerintah selalu berusaha untuk memenuhi hak warga negaranya. Jumlah warga negara yang terganggu kesehatannya

Lebih terperinci

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013 Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Disampaikan pada DIALOG WARGA TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Kebumen, 19 September 2013 SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

DISPARITAS KEMISKINAN MASIH TINGGI - SEPTEMBER 2012

DISPARITAS KEMISKINAN MASIH TINGGI - SEPTEMBER 2012 DISPARITAS KEMISKINAN MASIH TINGGI - SEPTEMBER 2012 DKI JAKARTA BALI KALIMANTAN SELATAN BANGKA BELITUNG BANTEN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR KEPULAUAN RIAU SULAWESI UTARA KALIMANTAN BARAT SUMATERA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN, DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PUSKESMAS DAN JAJARANNYA

Lebih terperinci

BUPATIEMPAT LAWANG PROVINSI SUMATERA SELATAN. PERATURAN BUPATI EMPAT LAWANG NOMOR : 0i\ TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARIF KAPITASI

BUPATIEMPAT LAWANG PROVINSI SUMATERA SELATAN. PERATURAN BUPATI EMPAT LAWANG NOMOR : 0i\ TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARIF KAPITASI BUPATIEMPAT LAWANG PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI EMPAT LAWANG NOMOR : 0i\ TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARIF KAPITASI DAN PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU dr. Budihardja, DTM&H, MPH Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Pertemuan Teknis Program Kesehatan Ibu Bandung,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan aspek-aspek lainnya. Aspek-aspek ini saling berkaitan satu dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang kesejahteraan sosial sudah pasti berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada Tahun 2000 strategi global kesehatan untuk semua dari World Health Organization (WHO) menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Pendahuluan Landasan Hukum Hak-Hak Anak Batasan Usia Anak

Pendahuluan Landasan Hukum Hak-Hak Anak Batasan Usia Anak Pendahuluan Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara kita. Oleh karena itu perhatian dan harapan yang besar perlu diberikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 34 2012 SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51.A TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci