Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o."

Transkripsi

1 ISSN Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor

2 Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun ISSN Redaksi Haryono Awit Suwito Mohammad Irham Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Mitra Bestari Mulyadi Tata Letak Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong TeIp. (021) Fax. (021) fauna_indonesia@yahoo.com Foto sampul depan : Museum Zoologicum Bogoriense - Foto : Koleksi Museum Zoologi Bogor

3 PEDOMAN PENULISAN Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pemah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/laboratorium suatu jenis binatang yang didukung data pustaka, berita tentang catatan baru suatu jenis binatang atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah populer. Penulis tunggal atau utama yang karangannya dimuat akan mendapatkan 2 eksemplar secara cuma-cuma. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Makalah disusun dengan urutan: Judul, nama pengarang, ringkasan/summary, pendahuluan, isi (dibagi menjadi beberapa sub judul, misalnya: ciriciri morfologi, habitat, perilaku, distribusi, manfaat dan konservasinya, tergantung topiknya), kesimpulan dan saran (jika ada) dan daftar pustaka. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 menggunakan program MS Word, maksimal 10 halaman termasuk gambar dan tabel. Selain dalam badan dokumen, gambar juga turut disertakan dalam file terpisah dengan format jpg. Gambar dan tabel disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dibuat pada lembar terpisah dan disertai keterangan secara berurutan. Naskah dikirimkan ke redaksi sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya. Acuan dan daftar pustaka, untuk acuan menggunakan sistem nama-tahun, misalnya Kottelat (1995), Weber & Beaufort (1916), Kottelat et al., (1993), (Odum, 1971). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama penulis pertama. Hanya pustaka yang diacu yang dicantumkan pada daftar tersebut, dengan urutan: nama pengarang, tahun penerbitan, judul makalah/buku, volume dan halaman. Khusus untuk buku harus dicantumkan nama penerbit, kota, negara dan jumlah halaman. Untuk pustaka yang diacu dari internet harus mencantumkan tanggal akses.

4 Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh : Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Pusat Penelitian Biologi - LIPI

5 PENGANTAR REDAKSI Keanekeragaman hayati Indonesia sangat beragam dan salah satunya disimpan pada pameran Museum Zoologi Bogor (MZB). Pameran tersebut terletak di kawasan Kebun Raya Bogor yang sudah berdiri lebih dari seabad yang lalu. Namun keberadaannya belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Selain itu kualitasnya juga perlu ditingkatkan agar bisa menjadi pusat informasi keanekargaman fauna Indonesia. Pada edisi Vol.8(1) kami menyajikan beragam informasi yang cukup menarik untuk disimak, antara lain: Upaya peningkataan kualitas MZB sebagai pusat informasi fauna Nusantara, Kodok konsumsi berukuran besar yang beradaptasi dengan habitat persawahan di Sumatera, Keanekaragaman jenis ikan di kawasan Cariu Jonggol, Kepiting biola dari kawasan mangrove, Mengenal sekilas Sepia recurvirostra, Ubur-ubur di Indonesia, serta Potensi dan aspek budidaya dari ikan sidat. Fauna Indonesia edisi ini bisa hadir di hadapan para pembaca atas bantuan pendanaan dari Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Tahun Oleh sebab itu, Redaksi Fauna Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan KSK Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Kepala Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi yang telah memfasilitasi, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan ini. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca. Redaksi i

6 DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI... i DAFTAR ISI... ii SUATU WACANA MENINGKATKAN KUALITAS PAMERAN MUSEUM ZOOLOGI BOGOR MENJADI PUSAT INFORMASI KEANEKARAGAMAN FAUNA NUSANTARA M. H. Sinaga JENIS-JENIS KODOK BESAR KONSUMSI YANG BERADAPTASI DENGAN HABITAT PERSAWAHAN DI SUMATRA... 6 Hellen Kurniati STUDI AWAL KEANEKARAGAMAN IKAN DI KAWASAN PENANGKARAN RUSA CARIU JONGGOL, JAWA BARAT... 9 Gema Wahyudewantoro Uca lactea (DE HAAN, 1835) (DECAPODA; CRUSTACEA): KEPITING BIOLA DARI MANGROVE...13 Dewi Citra Murniati MENGENAL SEKILAS Sepia Recurvirostra STEENSTRUP, 1875 (CEPHALOPODA, SEPIIDAE)...18 Nova Mujiono UBUR-UBUR DI INDONESIA...22 Conni Margaretha Sidabalok SIDAT, BELUT BERTELINGA: POTENSI DAN ASPEK BUDIDAYANYA...27 Haryono M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI Pendahuluan i I n d o n e s i a Museum berasal dari bahasa Yunani Museion yang berarti sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan Dewi Seni dan llmu Pengetahuan yang bersemayam di Pegunungan Olympus. Salah satu dari sembilan Dewi tersebut ialah Mouse, anak dari Dewa Zeus dan isterinya Mnemosyne. Pada saat itu selain sebagai tempat suci dan tempat pemujaan Dewa-Dewi, Museion juga dijadikan tempat berkumpulnya para cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki berbagai ilmu pengetahuan. Menurut International Council of Museum (ICOM) museum diartikan sebagai Sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan pendidikan, penelitian dan kesenangan, barangbarang pembuktian manusia dan lingkungannya. Sehingga museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya tersebut maka Fauna Indonesia Vol 8(2) Juni 2008 : 1-5 Fauna Indonesia SUATU WACANA MENINGKATKAN KUALITAS PAMERAN MUSEUM ZOOLOGI BOGOR MENJADI PUSAT INFORMASI KEANERAGAMAN FAUNA NUSANTARA M. H. Sinaga Bidang Zoologi Puslit Biologi LIPI Ringkasan Keberhasilan sebuah pameran museum tidak terlepas dari sarana dan prasarana pendukung seperti struktur organisasi dan sumber daya manusianya. Museum Zoologi Bogor (MZB) merupakan suatu tempat penting bagi pemasyarakatan ilmu zoologi dan sumber informasi keanekaragaman fauna Indonesia yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan pelayanannya. Salah satu tugas MZB antara lain menyajikan koleksi yang dimiliki untuk dapat dipamerkan sehingga pengunjung mendapatkan informasi yang diperlukan. Pendekatan penataan ruang pameran MZB sebaiknya secara tematik berdasarkan taxa, serta ruang informasi lainnya yang disusun membentuk alur. Dengan demikian pengunjung museum secara tidak langsung belajar mengenai Biologi khususnya yang berhubungan dengan perikehidupan binatang Indonesia. museum harus melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penyajian, penelitian koleksi dan penerbitan hasilnya, serta memberikan bimbingan edukatif kultural dan penyajian rekreatif benda yang mempunyai nilai ilmiah dan budaya. Museum Zoologi Bogor dan pusat informasi fauna Indonesia Museum Zoologi Bogor atau sering disebut dengan Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) adalah museum yang didirikan oleh Dr. J.C. Koningsberger, seorang ahli hama pertanian (agricultural zoologist) yang bekerja di Kebun Raya Bogor (Lands Plantentuin) pada zaman Kolonial Belanda. MZB bermula pada tahun 1894 dari sebuah laboratorium kecil (Lieftinck & van Bemmel, 1945). Dalam perjalanan hidupnya MZB banyak mengalami pasang surut dalam pengembangannya. MZB mengalami masa kejayaan pada tahun 1959, saat A.S Dyhrberg, seorang ahli museum dan juga taxidermist Denmark diperbantukan oleh UNESCO sebagai bagian proyek bantuan teknis dalam pengembangan museum-museum di Asia. Semenjak itu MZB dikelola sebagai museum yang berstandar internasional. Hal ini diakui oleh A.S. ii 1

7 FAUNA INDONESIA Vol 8(1) Juni 2008 : 1-5 SINAGA, SUATU WACANA MENINGKATKAN KUALITAS PAMERAN MUSEUM ZOOLOGI Dyhrberg dalam laporannya kepada UNESCO yang menyatakan bahwa MZB merupakan museum terbaik di Asia tenggara dalam pengelolaannya. (Pranowo, 1976). Sebagai jendela komunikasi antara peneliti zoologi-lipi yang berada di museum dengan masyarakat umum yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan fauna nusantara ataupun pengetahuan zoologi lainnya, maka dibangun tempat pameran fauna MZB. Dengan bantuan Dyhrberg banyak tampilan (display) MZB yang banyak mengalami perubahan dengan penekanan pada diorama habitat binatang yang mengesankan seolaholah pengunjung melihat binatang di alam aslinya. Pada tahun 1986 saat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan reorganisasi pada lembaga-lembaga penelitiannya, perhatian pemerintah dalam hal ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi (P3B-LIPI) sebagai induk organisasi MZB mulai memudar. Hal ini terlihat dengan dihilangkannya bengkel taxidermi yang digabung dengan bengkel umum di bawah pengelolaan Tata Usaha P3B. kebijakan tersebut akan mematikan pameran Museum Zoologi Bogor, karena bengkel taxidermi merupakan urat nadi kehidupan sebuah pameran Zoologi. Sejak itu pameran MZB dikelola hanya secara administratif tanpa ada dukungan teknis dari lembaga induknya. Kondisi seperti ini cukup lama, sehingga menimbulkan banyak kerusakan spesimen dan kondisi ruang pameran yang kotor sehingga memperburuk citra pameran. Berdasarkan pertimbangan di atas maka diperlukan adanya upaya untuk mengembalikan pameran MZB pada posisi semula, sehingga diperlukan rencana pengelolaan dan pengembangan secara strategis dan dapat dipertanggung jawabkan. Apa yang harus dilakukan? Untuk mengembalikan kondisi pameran MZB layaknya sebuah pameran museum adalah pekerjaan yang cukup berat, tetapi tetap bisa dilakukan. Hal pertama yang mendesak dilakukan adalah membentuk sebuah organisasi yang mengelola pameran MZB berikut spesifikasi tugas pada masingmasing unit organisasi, seperti layaknya sebuah pameran museum pada umumnya. Dalam rangka menyiapkan sebuah museum yang secara operasional siap, maka perlu menyiapkan seperengkat prasarana dan sarana yang akan menunjang aktivitas penyelenggaraan museum. Dengan demikian museum dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara memadai. Prasarana dan sarana tersebut meliputi: 1. Pengelola museum (Manager) Seorang pengelola museum sebaiknya mempunyai latar belakang pendidikan Biologi khususnya bidang Zoologi, serta memiliki pengetahuan tentang manajemen. Pengelola bertugas menjalankan organisasi pameran yang meliputi pemberdayaan SDM bagi pengembangan pameran, perencanaan tata pameran yang berwawasan pendidikan, melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya maupun dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. 2. Unit humas dan dokumentasi Sebuah pameran museum tidak akan banyak manfaatnya jika tidak dikomunikasikan atau dipublikasikan dengan pengunjungnya. Unit ini akan bertanggung jawab dalam pemasyarakatan pameran MZB. Pembuatan buku panduan pameran MZB yang berisi keterangan jenis-jenis binatang yang dipamerkan. Membangun kerjasama dengan museum di dalam maupun museum luar negeri, menjalin kemitraan bagi pengembangan pameran MZB dengan pihak luar (sekolah, LSM, dan lembaga informal lainnya). 3. Unit preparasi Bagian ini merupakan dapur dan urat nadi kehidupan sebuah pameran, yang bertanggung jawab terhadap keutuhan dan preservasi koleksi pameran. Untuk itu diperlukan tenaga yang menguasai berbagai teknik pengawetan, teknis penyajian sebuah pameran. Pengetahuan ini membutuhkan ketrampilan teknis taxidermi, imajinasi, fantasi serta artistik. Unit ini akan merupakan sebuah bengkel (workshop) yang diisi oleh tenaga terampil di bidang taxidermi, ahli tukang kayu, pandai besi, pelukis (arts painting) dan ahli desain grafis. Unit preparasi ini mempunyai tugas dan tanggung jawab merawat, mengawetkan dan menyajikan koleksi pada ruang pameran, melakukan konservasi, preparasi, restorasi dan reproduksi koleksi serta persiapan tata pameran. Diharapkan dari unit ini juga dapat dihasilkan berbagai produk seperti binatang ofsetan (mounting), replika, vitrin pamer, papan poster (adjustable board), banner dan produk cendera mata. 4. Unit Edukasi Sebuah pameran museum akan bermanfaat bagi pengunjungnya apabila pengunjung merasa bertambah pengetahuannya setelah melihat sebuah pameran. Hal ini dapat terwujud apabila fungsi Pameran MZB sebagai sarana pendidikan khususnya pendidikan Zoologi dapat menyajikan pameran yang mudah dimengerti dan komunikatif. Unit edukasi mempunyai tanggung jawab dalam menyajikan narasi displaypameran yang lebih komunikatif dan mudah dimengerti pengunjung. Unit ini tugasnya meliputi: kegiatan bimbingan dengan metode edukatif kultural, penerbitan brosur, pemberian informasi atau penerangan koleksi museum kepada masyarakat pengunjung museum dan publikasi. Bimbingan edukasi mempunyai peran untuk mengkomunikasikan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan yang ada pada pameran museum kepada masyarakat pengunjung. Bertanggung jawab menghasilkan format bimbingan bagi anak-anak TK; SD; SMP; SMA sampai dengan mahasiswa yang disesuaikan dengan kurikulum masing-masing tingkatan sekolah. Konsep penyajian Agar dapat menarik pengunjung untuk datang, maka museum seyogyanya ditata sebaik mungkin agar menarik bagi pengunjung untuk melihatnya, maka sang pengelola museum harus memiliki konsep apa yang ingin disajikan serta pendekatan apa yang akan digunakan. Contoh penempatan spesimen di dalam museum dapat dilihat pada gambar 1. Penentuan konsep ini merupakan titik awal dalam membuat alur penataan yang akan dinikmati pengunjung saat berkeliling. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan menerjemahkan apa yang menjadi konsep untuk diterapkan. Setelah konsep alur cerita disepakati, langkah berikutnya membuat konsep itu menjadi nyata, yaitu melalui penerapan tiga dimensi dalam ruang pamer. Disini dituntut peranan maksimal dari penata pameran, sehingga mampu membuat pengunjung terkesan dan informasi yang ingin diberikan sampai kepada pengunjung. Dengan menata koleksi sedemikian rupa, pengunjung diajak menjelajahi dan memahi informasi yang ingin disampaikan guna memperoleh pengetahuan dan pelajaran yang informatif. Koleksi fauna dapat ditata di dalam vitrin maupun di tempat terbuka, dengan memperhatikan estetika, keamanan koleksi, dan juga keawetan koleksi. Kaidah pengawetan koleksi (konservasi) perlu diperhatikan, yaitu dengan menjaga keadaan lingkungan sekitar koleksi seperti cahaya, kelembaban, dan suhu. Sedangkan untuk merencanakan pameran khusus museum (temporary display) akan menjadi sulit ketika menghadapi persoalan tentang tema apa yang dipilih, dan mengapa tema tersebut. Bagaimana pula dalam penentuan materi? Siapa sasarannya? Pentingkah bagi masyarakat? Harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang. Dari berbagai pertanyaan yang ada, maka yang paling pokok adalah pesan apa yang ingin disampaikan melalui pameran ini. merupakan pertanyaan yang mengemuka ketika akan merencanakan pameran. Pencahayaan Tidak dapat dipungkiri, pencahayaan pada koleksi yang dipamerkan menimbulkan kenyamanan visual bagi pengunjung museum. Hal ini dikarenakan dengan adanya cahaya dapat menimbulkan efek tiga dimensi dari koleksi terutama pada koleksi yang ingin ditonjolkan dan juga memudahkan untuk membaca narasi. Namun pemakaian yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan permanen pada koleksi, terutama untuk koleksi yang sensitif terhadap cahaya. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan pengaturan dan manajemen pencahayaan pada koleksi dengan lebih memperhatikan penggunaan jenis lampu yang dipakai. Hal-hal lain yang disarankan dalam manajemen pencahayaan koleksi antara lain: 1. Mengurangi cahaya matahari (daylight) yang masuk ke koleksi 2. Menggunakan lampu fluoresens yang nilai UV nya rendah, dan kemudian ditutup dengan filter UV sebagai perisai yang dapat ditempatkan di sekitar tabung. 3. Menggunakan lampu yang memiliki tombol pengatur cahaya (dimmer). 2 3

8 FAUNA INDONESIA Vol 8(1) Juni 2008: 1-4 SINAGA, SUATU WACANA MENINGKATKAN KUALITAS PAMERAN MUSEUM ZOOLOGI 4. Menggunakan saklar atau pengatur waktu dalam mengontrol cahaya, yang pada waktu tertentu akan mati. 5. Mengurangi nilai lux lampu dengan cara menjauhkan sumber cahaya dari koleksi yang dipajang. 6. Selalu memberikan semacam pelindung atau filter pada sumber cahaya. 7. Mendesain ruang pameran yang akomodatif dengan mata pengunjung. Hal ini memberikan kesempatan mata pengunjung untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan. Sebagai contoh, pada pintu masuk ruangan, ditempatkan lampu dengan kekuatan 500 lux, memasuki ruangan mendekati koleksi lampunya 200 lux, yang akan menuntun pengunjung hingga ke depan koleksi yang memiliki lampu 50 lux. Dengan demikian pengunjung pun merasa nyaman, karena tidak langsung ke tempat yang kurang terang. 8. Melakukan pembatasan waktu penempatan koleksi pada display. Dalam jangka waktu tertentu, koleksi diambil, lalu disimpan kembali dalam ruang penyimpanan dan tempatnya digantikan dengan koleksi lain yang sejenis. Dapat digunakan perbandingan 1: 3. Artinya apabila dalam setahun koleksi dipamerkan selama 3 bulan, maka 9 bulan berikutnya koleksi disimpan. Koleksi MZB sebagian besar adalah dari bahan organik, yaitu berupa awetan binatang yang sangat peka terhadap cahaya. Cahaya yang direkomendasikan di bawah 50 lux (Subagyo, 2007). Jenis kerusakan yang umum terjadi pada koleksi museum dan tindakan penanganannya Benda-benda yang tersimpan di dalam museum tidak lepas dari kerusakan. Jenis kerusakan yang sering terjadi pada koleksi museum dan penangannya dapat dilihat pada (Tabel 1). Jenis Kerusakan Contoh Penanganan Kerusakan fisik Kotor/debu,sobek, pengelupasan Pembersihan, K o n t r o l kelembaban&suhu udara, penambalan Kerusakan kimia Perubahan warna Kontrol kelembaban, suhu udara, kontrol cahaya Kerusakan biotis Penutup Serangan jamur dan serangga F u m i g a s i, pendinginan (deep freezer) Ketika pengunjung akan mengunjungi sebuah museum, mereka sudah mulai bertanya, informasi apa yang akan diperoleh dengan mengunjungi museum. Apabila yang dikunjungi museum khusus seperti museum zoologi, maka setidaknya sudah ada perkiraan informasi apa yang akan mereka dapat. Selain akan mendapatkan informasi mengenai keaneragaman fauna nusantara, mereka juga menginginkan informasi yang lebih dari itu, seperti perilaku, makanannya, status keberadaannya di alam, dan pemanfaatannya bagi kehidupan manusia. Dalam perkembangannya peran museum secara umum telah ditetapkan sebagai suatu lembaga rekreatif yang mempunyai aspek pendidikan, khususnya pendidikan non-formal. Pameran museum mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan industri pariwisata, karena kegiatan yang dilakukan sebuah museum harus dikaitkan dengan rekreasi, sekaligus belajar apa yang disajikan khususnya melalui pameran-pamerannya. Paradigma pameran bukan lagi berangkat dari cara pandang pengelola, tapi bagaimana pameran mampu memberi makna (meaning making), serta koleksi dan unsur pendukungnya mampu berbicara tentang dirinya sendiri. Penentuan materi dan koleksi pameran merupakan masalah lain yang membutuhkan pertimbangan matang, karena selain informasi yang harus dikemas komunikatif, koleksi yang akan disajikan juga harus menarik dan menghidur secara visual. Selain isi, museum sendiri yang harus menarik. Penambahan daya tarik bisa dilakukan dengan melengkapi museum dengan fasilitas-fasilitas pendukung seperti misalnya kafe dan toko cendera mata, sehingga menjadi tempat tujuan wisata yang diminati pengunjung dan menjadi pilihan lain selain mall atau tempat hiburan lainnya. Pada saatsaat tertentu diperlukan menyelenggarakan acaraacara yang berkaitan dengan hari nasional maupun internasional secara berkala, yang bisa dipertunjukkan pada khalayak pengunjung. Dengan demikian museum bisa menjadi sarana yang mengubah citra kegiatan belajar yang formal, kaku dan menjemukan, menjadi kegiatan informal, rekreatif santai dan mengasyikkan. Semboyan untuk kepentingan umum adalah semboyan baru bagi sebuah museum masa kini. Dengan demikian keberadaan museum dipandang sebagai tempat dimana dialog, interaksi terjadi. Sehingga yang disajikan di museum lebih menggunakan pendekatan komunikasi informasi yang melibatkan masyarakat secara bersama untuk menggali fakta/makna koleksi fauna yang dipamerkan. Technical Development. UNESCO. Technical Report to Lieftinck, M.A. & A.C.V. van Bemmel The Development of Zoological Museum at Buitenzorg dalam Science and Scientists in the Netherlands Indies. Eds. P. Honig & F. Verdoorn. New York City. Board for the Netherlands Indies, Surinam and CuraÇao Pranowo Martodiardjo 1976 The Natural History Museum in Indonesia. Museum Zoologicum Bogoriense, National Biological Institute, Indonesian Institute of Sciences. (makalah yang tidak dipublikasikan). Subagyo P. Y Konsep Penanganan Cahaya dan Penataan Pameran. info. Diakses Mei Daftar Pustaka Bambang Srigati Display Obyek Museum Yang Memenuhi Persyaratan Konservasi. Museografia. XXVol. 25, No. 2 th. 1996/1997. Gambar 1. Penempatan spesimen di dalam museum Dyhrberg A.S. (No Datum). The Zoological Museum Public and Scientific Collection in Far Eastern Region, Its Past, Present and Future 4 5

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data 1. Wawancara dengan Bapak Agus Hidayat, penanggung jawab Museum Serangga TMII 2. Brosur dan Flyer Museum Serangga TMII 3. Angket yang disebarkan ke 50 responden

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah - 2-4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Galeri merupakan sebuah bangunan yang memiliki fungsi mirip dengan museum dan memiliki kegiatan utama yang sama yaitu kegiatan pameran. Galeri memiliki fungsi

Lebih terperinci

MUSEUM SAINS & TEKNOLOGI di YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

MUSEUM SAINS & TEKNOLOGI di YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksistensi proyek Indonesia termasuk negara yang rata-rata tingkat pendidikannya rendah. Sementara di sisi lain sering terdengar prestasi siswa-siswi indonesia di

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10. Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman)

PERTEMUAN 10. Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman) PERTEMUAN 10 Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman) A. Pendahuluan Mengelola atau penanganan museum adalah tugas pokok seorang kepala museum. Dari uraian modul-modul terdahulu, kita sudah

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Permintaan akan barang dan jasa ini terus meningkat sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Permintaan akan barang dan jasa ini terus meningkat sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu hasrat untuk mengadakan perjalanan, lebih dari itu pariwisata dengan ragam motivasinya

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : I. 24 LAPORAN HASIL PENELITIAN dan PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, dan HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA POTENSI DAN PENGENDALIAN SERANGGA HAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia membutuhkan hiburan untuk melepaskan diri dari padatnya aktivitas sehari-hari. Pekerjaan dan rutinitas yang dilakukan setiap hari membutuhkan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang sedang mengalami perkembangan pada sektor perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Pulau Jawa. Tingkat kehidupan Jakarta dan sekitarnya

Lebih terperinci

Daftar Isi. Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Identitas: Problematika Pelestarian Cagar Budaya di Wilayah Sulawesi Tenggara Asyhadi Mufsi Batubara 4-16

Daftar Isi. Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Identitas: Problematika Pelestarian Cagar Budaya di Wilayah Sulawesi Tenggara Asyhadi Mufsi Batubara 4-16 1 Daftar Isi Foto sampul depan: Lawang Sewu Kini dan Dulu Dok. BPCB Jawa Tengah ISSN : 1978-8584 Pelindung : Prof. Kacung Marijan, Ph.D. Direktur Jenderal Kebudayaan Pengarah : Dr. Harry Widianto Direktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PRINSIP PERANCANGAN MUSEUM

BAB II TINJAUAN PRINSIP PERANCANGAN MUSEUM BAB II TINJAUAN PRINSIP PERANCANGAN MUSEUM 2.1 Museum. Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032

BAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

pokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan

pokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan BAB III GALERI SENI LUKIS DI YOGYAKARTA 3.1. Pengertian Ada beberapa pengertian Galeri Seni (Art Gallery) yang antara lain : a. Menurut Amri Yahya.10 Galeri Seni adalah suatu tempat pemajangan benda-benda

Lebih terperinci

TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum

TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MUSEUM KOPI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MUSEUM KOPI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1 PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MUSEUM KOPI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin maju dan modern, serta meningkatnya kemajuan akan ilmu pengetahuan menuntut manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu objek wisata di Jakarta yang banyak mendapat perhatian pengunjung adalah Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang Ragunan didirikan pada tahun 1864 di Cikini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, alam dan sejarah peninggalan dari nenek moyang sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya ditemukan

Lebih terperinci

REVITALISASI INTERIOR MUSEUM ZOOLOGI KOTA BOGOR

REVITALISASI INTERIOR MUSEUM ZOOLOGI KOTA BOGOR Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain REVITALISASI INTERIOR MUSEUM ZOOLOGI KOTA BOGOR Aninditya S. Soesilo Drs. Budi Isdianto, M.Sn Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keberadaan primata di seluruh dunia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Degradasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TSI II Prigen ini merupakan Safari Park terbesar di Asia yang berlokasi di

BAB I PENDAHULUAN. TSI II Prigen ini merupakan Safari Park terbesar di Asia yang berlokasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman Safari Indonesia II Prigen Jawa Timur merupakan salah satu lembaga konservasi flora dan fauna terbesar di Indonesia. Hanya saja, permasalahan yang tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parfum atau wewangian merupakan aroma yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Aplikasinya pun beragam, mulai dari kosmetik, aromatherapy, obat, hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri atas 17.504 pulau besar dan kecil. Hal inilah yang membuat Indonesa kaya akan bentang alam yang indah,

Lebih terperinci

JURNAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM BENTENG VANDER WIJCK, GOMBONG, KEBUMEN JURNAL. Oleh. Toni Herwanto

JURNAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM BENTENG VANDER WIJCK, GOMBONG, KEBUMEN JURNAL. Oleh. Toni Herwanto JURNAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM BENTENG VANDER WIJCK, GOMBONG, KEBUMEN JURNAL Oleh Toni Herwanto PROGRAM STUDI S-1 DESAIN INTERIOR JURUSAN DESAIN FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prima Charismaldy Ramadhan, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Prima Charismaldy Ramadhan, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak daya tarik didalamnya, termasuk pariwisata. Selain memiliki banyak nilai sejarah dan menjadi

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi industri yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata terlihat dari munculnya atraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) ini mengambil judul Museum Telekomunikasi di Surakarta. Berikut ini adalah pengertian dari judul tersebut. 1.2 Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Council of Museum (ICOM), lembaga internasional

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Council of Museum (ICOM), lembaga internasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut International Council of Museum (ICOM), lembaga internasional museum yang diakses melalui icom.museum pada tanggal 24 September 2014, museum merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Tujuan Perancangan Beberapa tujuan hasil perancangan dari sign system ini, yaitu memudahkan pengunjung untuk mendapatkan informasi yang diberikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada zaman sekarang, semakin meningkatkan kualitas hidup di dalam kalangan manusia. Manusia yang memerlukan ilmu pengetahuan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aria Wirata Utama, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aria Wirata Utama, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perpustakaan adalah sebuah ruang yang di dalamnya terdapat sumber informasi dan pengetahuan. Sumber-sumber informasi dan pengetahuan yang berada di perpustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu sumber plasma nutfah yang memberikan warna dalam kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia. Sebagai salah satu fauna yang indah dan diminati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan pariwisata adalah upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang dim iliki oleh suatu obyek wisata dengan cara melakukan pembangunan unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi. PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Negeri Provinsi Papua telah dirintis sejak tahun 1981/ 1982 oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DI KOTA BOGOR TA 127

PERPUSTAKAAN HIBRIDA DI KOTA BOGOR TA 127 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Jurnal Nasional, yang terbit pada Jumat 27 September 2013 bahwa Budaya baca masyarakat di Indonesia masih terbilang rendah. Hal tersebut terbukti dari data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Musik merupakan suatu seni yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Melalui Musik bisa menjadi salah satu sarana untuk mengekspresikan perasaan yang kita rasakan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

KONSEP DESAIN Konsep Organisasi Ruang Organisasi Ruang BAB III

KONSEP DESAIN Konsep Organisasi Ruang Organisasi Ruang BAB III BAB III KONSEP DESAIN Sebagaimana fungsinya sebagai Museum Budaya Propinsi Jawa Barat, museum ini mewakili kebudayaan Jawa Barat, sehingga tema yang diangkat adalah Kesederhanaan Jawa Barat dengan mengadaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia

Lebih terperinci

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I. BAB I. GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. Pendahuluan BATU PUTIH. GALERI SENI UKIR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Kelayakan Proyek Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis berada di pesisir pantai

Lebih terperinci

BAB 6. Figure 6. 1 Denah Opened-Gallery. sumber: Analisis Penulis, 2016 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM

BAB 6. Figure 6. 1 Denah Opened-Gallery. sumber: Analisis Penulis, 2016 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM BAB 6 EVALUASI RANCANGAN Berdasarkan evaluasi akhir terdapat beberapa hal yang perlu ditambahkan untuk meningkatkan kualitas pada rancangan Sriwijaya Archaeology Museum. Selain itu penambahan pada desain

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor ISSN Volume 9, No. 1 Juni Uca dussumieri. o o. l o g i I n d o n e s ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 9, No. 1 Juni 2010 Uca dussumieri M a s y a r a k a t Z o o l o g M Z I i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut beberapa data statistik dan artikel di berbagai media, pariwisata di Indonesia sejauh ini dapat dikatakan kurang dikenal di mancanegara, maupun di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang semakin pesat membuat masyarakat modern bertambah jenuh dengan rutinitas sehari-hari yang dikerjakanya. Masyarakat mulai melupakan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bentuk kesenian keramik sampai saat ini. 1. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia (1995) kata keramik berasal

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bentuk kesenian keramik sampai saat ini. 1. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia (1995) kata keramik berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah sebuah negara yang dikenal dengan keanekaragaman tradisi dan kebudayaan, salah satu keragaman yang dimiliki oleh Indonesia adalah tradisi pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata ke museum selain bertujuan untuk berlibur juga dapat menambah ilmu pengetahuan sekaligus ikut menjaga pelestarian kekayaan budaya bangsa. Menurut situs kebudayaan.kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun semakin tinggi. Dibutuhkan suatu sistem informasi terpadu yang sesuai dengan esensial

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Taman Safari Indonesia II Prigen Jawa Timur merupakan salah satu lembaga konservasi flora dan fauna terbesar di Indonesia. Permasalahannya, Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Museum, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995, adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata kuliner, dan berbagai jenis wisata lainnya. Salah satu daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. wisata kuliner, dan berbagai jenis wisata lainnya. Salah satu daya tarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini merupakan kabupaten terbesar di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Galeri Seni Lukis Yogyakarta

Galeri Seni Lukis Yogyakarta Galeri Seni Lukis Yogyakarta Representasi Seni Lukis Ekspresionisme BAB.I.PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG I.1.1.LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Mayoritas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung merupakan kota yang identik dengan pariwisata, mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, wisata tempat bersejarah, dan masih banyak lagi.

Lebih terperinci

2016, No pengetahuan dan teknologi tentang keanekaragaman hayati yang harus disosialisasikan kepada masyarakat, perlu membangun Museum Nasiona

2016, No pengetahuan dan teknologi tentang keanekaragaman hayati yang harus disosialisasikan kepada masyarakat, perlu membangun Museum Nasiona No.1421, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LIPI. Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG MUSEUM NASIONAL

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR

V GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR V GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR 5.1 Profil Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan rekreasi sekaligus dalam satu tempat. Sebelum diberi

Lebih terperinci

PENULISAN NASKAH PUBLIKASI

PENULISAN NASKAH PUBLIKASI Pembinaan Penyusunan Laporan Ilmiah dan Penulisan Naskah Publikasi Risbinkes 2014 Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI PENULISAN NASKAH PUBLIKASI Rizal Syarief CARE Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten mempunyai fungsi sebagai berik BAB XXXVIII BALAI PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BANTEN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 173 Susunan Organisasi Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten terdiri dari : a. Kepala

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan

Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan EDARAN KE DUA Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II Tema: Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan BUKITTINGGI, 9-11 SEPTEMBER 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu industri yang berdiri semenjak beberapa tahun terakhir ini. Namun rupanya ada pendapat yang menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata merupakan salah satu cara untuk melepaskan diri dari rutinitas. Padatnya penduduk yang ada di perkotaan serta tingkat polusi baik udara maupun suara, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Rahmat Hidayat, 2015 Origami Maya Hirai Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pada dasarnya adalah suatu bahasa komunikasi yang disampaikan melalui suatu media. Seniman sebagai sumber komunikasi, sedangkan karya seni sebagai media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layaknya fenomena alam yang telah terjadi di dunia ini, evolusi makhluk hidup termasuk ke dalam subyek bagi hukum-hukum alam yang dapat di uji melalui berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

Daftar Isi. Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya dan Strategi Solusinya Supratikno Rahardjo 4-17

Daftar Isi. Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya dan Strategi Solusinya Supratikno Rahardjo 4-17 1 Daftar Isi Beberapa Permasalahan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya dan Strategi Solusinya Supratikno Rahardjo 4-17 Identifikasi Kawasan Cagar Budaya Situs Kerajaan Islam Mataram di Pleret, Bantul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau yang sering disebut Taman Jurug adalah obyek wisata yang terletak di tepian sungai Bengawan Solo dengan luas lahan 13.9 Ha, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Pesatnya laju pembangunan di Indonesia menyebabkan

Lebih terperinci

MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN

MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN MUSEUM GUNUNG KRAKATAU DI ANYER, BANTEN Oleh : Bayu Aditya Perdana, Resza Riskiyanto, Djoko Indrosaptono Gunung Krakatau terletak ditengah laut. Tepatnya di Selat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pariwisata di Indonesia dewasa ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan tersebut dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum Kerajinan batik merupakan kerajinan khas Indonesia yang merupakan warisan budaya lokal dan menjadi warisan budaya yang

Lebih terperinci

MUSEUM ZOOLOGI DI BOGOR PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

MUSEUM ZOOLOGI DI BOGOR PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM ZOOLOGI DI BOGOR PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan ujung tombak bagi kemajuan perekonomian negara. Pariwisata juga bertanggung jawab untuk membawa citra bangsa ke dunia Internasional. Semakin tinggi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENULISAN INFOKOP Tahun 2017

PEDOMAN PENULISAN INFOKOP Tahun 2017 PEDOMAN PENULISAN INFOKOP Tahun 2017 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKAM Gedung Kementerian Koperasi dan UKM RI Jln HR.Rasuna Said Kav 3-4 Kuningan Jakarta Selatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki warisan dari nenek moyang berupa keanekaragaman seni dan budaya yang harus dilestarikan. Hal ini karena keanekaragaman seni dan budaya yang

Lebih terperinci

Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya Riyanto 4-10

Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya Riyanto 4-10 1 Daftar Isi Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya Riyanto 4-10 Kajian Efektivitas Teknik dan Bahan Konservasi pada Lontar di Bali Ida Bagus Alit Sancana 11-23 Foto sampul depan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandung merupakan ibukota di provinsi Jawa Barat yang terkenal dengan julukan Kota Kembang. Menurut sejarawan Haryanto Kunto dalam bukunya yang berjudul Wajah Bandoeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Artikel ilmiah merupakan sejenis tulisan yang menyajikan atau menganalisis suatu topik secara ilmiah. Keilmiahan suatu tulisan didasarkan pada ragam bahasa yang digunakannya

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan

Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan EDARAN KE DUA Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II Tema: Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio-industri Buah Tropika Berkelanjutan BUKITTINGGI, 16-18 SEPTEMBER 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam. Potensi tersebut menciptakan peluang pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG. I.1.1.Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG. I.1.1.Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1.LATAR BELAKANG I.1.1.Latar Belakang Pengadaan Proyek Kabupaten Sleman merupakan bagian dari wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ) dengan luas wilayah 547,82 km² atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup, seringkali kalangan anak remaja lupa betapa pentingnya untuk mengetahui dan mengenal sejarah dan budaya

Lebih terperinci