HUBUNGAN ANTARA ASMA BRONKIAL DENGAN REFLUKS GASTROESOFAGEAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA ASMA BRONKIAL DENGAN REFLUKS GASTROESOFAGEAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA ASMA BRONKIAL DENGAN REFLUKS GASTROESOFAGEAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran JUNITA I.M. SIREGAR G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit 2010 to user

2 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juli 2010 Junita I.M. Siregar NIM. G ii

3 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks Gastroesofageal di RSUD dr. Moewardi Surakarta Junita I.M. Siregar, NIM/Semester : G /VIII, Tahun: 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Selasa, Tanggal 01 Juni Tahun 2010 Pembimbing Utama Nama : Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K) NIP : Pembimbing Pendamping Nama : Veronika Ika Budiastuti, dr., M.Pd NIP : Penguji Utama Nama : Reviono, dr., Sp.P NIP : Anggota Penguji Nama : Dian Ariningrum, dr., M.Kes., Sp.PK NIP : Surakarta, Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Sri Wahjono, dr., M.Kes., DAFK Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S NIP NIP iii

4 PRAKATA Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunianya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks Gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terwujud dengan baik atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis secara pribadi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu: 1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi. 3. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) selaku Pembimbing Utama atas segala bimbingan yang sangat berharga yang telah diberikan selama penulisan skripsi. 4. Veronika Ika Budiastuti, dr., MPd selaku Pembimbing Pendamping atas segala bimbingan yang sangat berharga yang telah diberikan selama penulisan skripsi. 5. Reviono, dr., SpP selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi. 6. Dian Ariningrum, dr., M.Kes., SpPK selaku Anggota Penguji selaku yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi. 7. Segenap staf Poliklinik Penyakit Paru RSUD DR. Moewardi atas bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 8. Bapak, Mama, Abang, Kakak yang selalu setia mendoakan, memberi banyak perhatian, dukungan materi, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman CYTO FK UNS, dan angkatan 2006, terima kasih atas doa, dukungan, dan bantuannya selama ini. Surakarta, Juli 2010 Junita I.M. Siregar iv

5 ABSTRAK Junita I.M. Siregar, G , Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks Gastroesofageal di RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Beberapa studi kasus mengenai pasien dengan gejala kronik gangguan saluran napas atas menjelaskan adanya hubungan yang potensial antara saluran napas atas dan GERD (Gastroesofageal Reflux Disease. GERD cenderung meningkatkan risiko serangan asma bronkial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek yang digunakan berjumlah 36 subjek (18 subjek kasus dan 18 subjek kontrol). Penelitian dilakukan di poliklinik Bagian Paru RSUD Dr. Muwardi Surakarta pada 03 November 2009 sampai 11 Februari Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah uji statistik chi square untuk mengetahui uji proporsi pada dua variabel penelitian, kemudian untuk menguji hubungan antara 2 variabel digunakan uji korelasi Phi. Rasio prevalens digunakan untuk menilai estimasi risiko relatif yaitu perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada. Hasil Penelitian: Hasil uji chi square menunjukkan signifikansi sebesar 0,015 sehingga ada hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Hasil perhitungan ratio prevalens adalah Simpulan Penelitian: Ada hubungan antara refluks gastroesofageal dengan asma bronkial di RSUD Dr. Muwardi Surakarta ( p = 0,015). Angka kejadian GERD lebih besar pada kelompok kasus (asma bronkial) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kata kunci : Asma bronkial, Refluks Gastroesofageal. v

6 DAFTAR ISI halaman PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL dan GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Masalah... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... BAB II LANDASAN TEORI... A. Tinjauan Pustaka Asma Bronkial Refluks Gastroesofageal Refluks Gastroesofageal pada Asma Bronkial... B. Kerangka Pemikiran... C. Hipotesis... BAB III METODE PENELITIAN... A. Jenis Penelitian... B. Lokasi Penelitian... C. Subjek Penelitian... v vi viii ix vi

7 D. Teknik Pengambilan Sampel... E. Instrumentasi Penelitian... F. Rancangan Penelitian... G. Identifikasi Variabel Penelitian... H. Definisi Operasional Variabel Penelitian... I. Cara Kerja Penelitian... J. Teknik Analisis Data... BAB IV HASIL PENELITIAN... BAB V PEMBAHASAN... BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... A. Simpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

8 DAFTAR TABEL dan GAMBAR Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel Penderita Asma Bronkial Menurut Jenis Kelamin... Tabel 2.Distribusi Frekuensi Sampel Penderita Asma Bronkial Menurut Umur... Tabel 3.Distribusi Frekuensi Refluks Gastroesofageal pada Kelompok Asma Bronkial dan Kelompok Kontrol... Tabel 4.Hasil Analisis Data Hubungan Asma Bronkial dan Refluks Gastroesofageal... Gambar 1. Frekuensi GERD dan tidak GERD pada Kelompok Asma Bronkial dan Kelompok Kontrol... viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Penjelasan Lampiran 2. Surat Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Distribusi Subjek Kasus (Asma Bronkial) Lampiran 5. Distribusi Subjek Kontrol (tidak Asma Bronkial) Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Mann Whitney Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Chi Square dan Korelasi Phi Lampiran 8. Penghitungan Nilai Ratio Prevalens Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian di RSUD dr. Moewardi Surakarta Lampiran 10. Surat Pengantar Penelitian di RSUD dr. Moewardi Surakarta Lampiran 11. Surat Ethical Clearance ix

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan gangguan inflamasi kronik yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan ( Mariono, 1999; Bosquet et al, 2000 ). Asma dapat timbul pada berbagai usia,dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Dari hasil penelitian prevalensi asma di Indonesia masih tergolong rendah, namun terlihat kecenderungan peningkatan jumlah penderita penyakit ini. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan bahwa asma menduduki urutan ke-5 pola kesakitan dan urutan ke-10 penyebab kematian sedangkan hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan asma sebagai urutan ke-7 penyebab kematian. Referensi lain yang juga dapat digunakan untuk memperlihatkan kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit ini adalah penelitian pada anak sekolah usia tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%. x

11 Refluks gastroesofageal didefinisikan sebagai gejala atau kerusakan mukosa esofagus akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus (Caestecker, 2001). Gejala yang timbul adalah akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan saluran napas. Reflus gastroesofageal terjadi akibat hilang atau sangat rendahnya perbedaan tekanan antara LES ( Lower Esophageal Sphincter) dan laring, hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya kekuatan otot LES yang kadang-kadang tidak diketahui sebabnya (Mahdi, 2008). Refluks gastroesofageal merupakan kondisi umum yang ada pada sekitar 20-25% populasi dewasa (Stein, 2001). Prevalensi refluks gastroesofageal dan komplikasinya di Asia termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Prevalensi di negara-negara Barat berkisar persen, sedangkan di Asia 3-5 persen, dengan pengecualian di Jepang persen dan Taiwan 15 persen. Syafruddin (1998) menyebutkan bahwa belum ada data epidemiologi mengenai refluks gastroesofageal di Indonesia. Hubungan antara penyakit asma dan refluks gastroesofageal telah sering didiskusikan, meskipun sampai sekarang belum ada konsep seragam yang dapat menjelaskan tentang prevalensi tinggi refluks gastroesofageal pada penderita asma (Field, 2002). Beberapa studi kasus mengenai pasien dengan gejala kronik gangguan saluran napas atas (Theodoropoulus et al, 2001) menjelaskan adanya hubungan yang potensial antara saluran napas atas dan GERD (Gastroesofageal Reflux Disease). Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis ingin meneliti hubungan antara asma bronkial dan refluks gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi. xi

12 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut. Adakah hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di RSUD Dr.Moewardi Surakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dan klinisi tentang hubungan antara asma bronkial dan refluks gastroesofageal. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal sehingga xii

13 dapat dilakukan pendekatan klinis mengenai terapi asma yang lebih komprehensif. xiii

14 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Definisi asma yang umum digunakan saat ini adalah definisi menurut National Heart, Lung, and Blood Institute sebagai berikut: asma adalah suatu inflamasi kronik saluran napas di mana terdapat berbagai sel inflamasi yang memegang peranan, terutama sel mast, eosinofil dan limfosit T. Pada individu yang peka inflamasi ini menyebabkan episode berulang berupa mengi, sesak napas, rasa berat di dada serta batuk terutama malam hari atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan pengurangan arus udara yang luas tetapi bervariasi yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga meningkatkan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsangan (Boushey, 2000; Surjanto, 2001). b. Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Di mana proses inflamasi ini melibatkan berbagai sel inflamasi yaitu sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel (PDPI, 2004). Adanya inflamasi saluran napas telah dibuktikan melalui beberapa penelitian seperti hipereaktivitas bronkus, kurasan bronkoalveolar, biopsi bronkus, xiv

15 induksi sputum serta otopsi pasien yang meninggal pada saat serangan (Surjanto, 2005). Sel-sel inflamasi yang teraktivasi melepas beberapa mediator sitokin, molekul adhesi, kemokin, dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lain. Eosinofil sendiri terlibat dengan melepas granulgranul yang toksik. Hal tersebut menimbulkan reaksi yang sangat kompleks dengan gejala-gejala klinis seperti bronkokonstriksi, produksi mukus yang berlebihan, alergi, dan hiperaktivitas bronkus (Baratawidjaja, 2003) Selain perubahan akut, juga didapatkan perubahan yang bersifat kronik yaitu hipertrofi otot polos, pembentukan pembuluh darah baru, peningkatan sel-sel goblet epitelial, fibrosis subepitelial, dan penebalan membran basalis, yang dikenal dengan airway remodelling (Muro, 2000; Boushey, 2000). Airway remodeling merupakan suatu reaksi tubuh yang berusaha memperbaiki jaringan tubuh yang rusak akibat dari inflamasi yang berjalan terus-menerus (Baratawidjaja, 2003). Adapun konsekuensi dari proses ini menyebabkan peningkatan gejala dan tanda asma seperti hipereaktivitas jalan napas, masalah distensibilitas atau regangan jalan napas, hingga obstruksi jalan napas (PDPI, 2004). Obstruksi aliran udara merupakan tanda klinik yang khas dari asma (Rees, 2005) yaitu pada bagian proksimal dari bronkus kecil pada saat ekspirasi. Empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya obstruksi aliran udara pada bronkus: xv

16 1) kontraksi otot polos bronkus yang merupakan respon terhadap alergen spesifik 2) hipertrofi (edema) selaput lendir yang disebabkan karena bertambahnya permeabilitas pembuluh darah 3) hipersekresi kelenjar mukus dan sel goblet dengan penyumbatan bronkus oleh lendir yang kental 4) airway remodeling c. Faktor Resiko Perkembangan resiko terjadinya asma adalah interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik antara lain genetik asma, atopi, hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin, dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala menetap Faktor lingkungan tersebut antara lain rokok, polusi udara, exercise, substansi mikro, dan alergen (PDPI, 2004). d. Diagnosis xvi

17 Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru (PDPI, 2004). Indikator yang digunakan dalam menegakkan diagnosis asma (Surjanto, 2001) adalah sebagai berikut: 1) mengi (wheezing). 2) riwayat satu atau lebih : a) batuk, yang memburuk terutama pada malam hari b) mengi berulang c) sesak napas berulang d) merasa berat di dada 3) penyempitan saluran napas yang reversibel dan variasi diurnal. Variasi diurnal diukur dengan peak flow meter. Arus Puncak Ekspirasi (APE) yang diukur pagi hari (sebelum inhalasi Agonis Beta-2) dan malam hari (setelah inhalasi Beta Agonis-2) menunjukkan perbedaan 20 % atau lebih. 4) gejala timbul atau memburuk pada berbagai faktor pencetus. 5) gejala terjadi atau memburuk pada malam hari yang menyebabkan penderita bangun. Pemeriksaan penunjang yang paling penting pada asma ialah uji faal paru. Pengukuran faal paru dapat menilai adanya dan beratnya xvii

18 obstruksi jalan napas, membantu diagnosis, memantau perjalanan penyakit, dan menilai hasil terapi (Mariono, 1999). e. Derajat Berat Klasifikasi asma yang sekarang digunakan ialah berdasarkan pada derajat beratnya penyakit dan bertujuan untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. Berat penyakit ditentukan oleh gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, dan uji faal paru (Aditama, 2004). Klasifikasi derajat berat asma terbaru yang diadaptasi dari Global Initiative of Asthma (GINA, 2006) adalah : 1) Intermiten Gejala < 1 kali seminggu, tanpa gejala di luar serangan, serangan singkat, gejala malam 2 kali sebulan. 2) Persisten ringan Gejala > 1 kali seminggu tetapi < 1 kali perhari, serangan dapat mengganggu aktivitas tidur, gejala malam > 2 kali sebulan. 3) Persisten sedang Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala malam > 1 kali seminggu. 4) Persisten berat Gejala terus-menerus, sering kambuh, aktivitas fisik terbatas, gejala malam sering. xviii

19 Asma pada kebanyakan penderita dapat dikontrol secara efektif meskipun tidak dapat disembuhkan. Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosanya penyakit ini dan pengobatan yang tidak cukup (Yunus, 1999). f. Penatalaksanaan Asma tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan pemberian obat-obat yang benar (Baratawidjaja, 2003). Obat-obat yang dapat mngontrol asma antara lain: inhalasi kortikosteroid, kortikosteroid sistemik, sodium kromolin, sodium medokromil, dan teofilin. International Consensus Report on Diagnosis and Management of Asthma merekomendasikan enam cara untuk mengoptimalkan penatalaksanaan asma, yang saling terkait satu sama lain, yaitu: 1) penyuluhan kepada pasien dan keluarganya untuk membina kerjasama dan penatalaksanaan 2) penilaian dan pemantauan beratnya asma berdasarkan gejala dan pemeriksaan fungsi paru 3) mencegah atau mengendalikan faktor pencetus 4) merencanakan pengobatan jangka panjang 5) menetapkan rencana individu dalam mengatasi eksaserbasi 6) menyelenggarakan pemantauan secara berkala xix

20 2. Refluks Gastroesofageal a. Patogenesis Refluks gastroesofageal pada dasarnya dapat terjadi karena ketidakseimbangan faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Adapun yang termasuk faktor defensif adalah pemisah antirefluks dan ketahanan epitelial esofagus (Makmun, 2006). Martini dan Yunus (1997) menyebutkan bahwa dalam keadaan normal, pemisah antirefluks terdiri dari lower esophageal sphincter (LES) dan konfigurasi anatomi gastroesophageal junction. Hegar dan Firmansyah (1999) menyebutkan faktor barier antirefluks yang terpenting adalah LES. Terdapat dua kondisi yang harus ada untuk suatu episode refluks yaitu isi lambung siap untuk proses refluks dan mekanisme antirefluks pada LES mengalami gangguan. Refluks terjadi jika tekanan LES menghilang atau rendah ( 3 mmhg), hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan dalam lambung atau penurunan sementara tonus sfingter. Penurunan tonus sfingter dapat disebabkan oleh kelemahan otot atau gangguan relaksasi sfingter yang difasilitasi oleh saraf. Penyebab sekunder kelemahan LES antara lain kehamilan, merokok, obat relaksan otot kecil seperti β-adrenegik, aminofilin, nitrat, kalsium antagonis, dan kerusakan sfingter oleh operasi (Goyal, 1994). xx

21 b. Manifestasi Klinis Gejala klinik refluks gastroesofageal yang khas adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadangkadang bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi, dan rasa pahit di lidah (Makmun, 2006). Manifestasi klinis ekstraesofagus lain yang dapat ditemukan (Caestecker, 2001) yaitu : 1) batuk kronik 2) bronkokonstriksi 3) disfonia 4) sakit tenggorokan 5) suara parau 6) laringitis 7) nyeri dada non-kardiak. Refluks gastroesofageal juga dapat terjadi pada saat tidur dengan manifestasi berupa timbulnya batuk pada malam hari, rasa tercekik, dan mengi pada saat bangun tidur (Simpson, 1995; Gislason et al, 2002). c. Diagnosis Diagnosis refluks gastroesofageal ditentukan dari gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda klinis khas seperti adalah rasa panas di dada, regurgitasi, disfagia, xxi

22 serta juga dapat dijumpai gejala ektraesofagus yang lain (Caestecker, 2001). Pemeriksaan fisik tidak banyak membantu karena tidak didapatkan tanda yang spesifik (Stein, 2001). Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya GERD (Makmun, 2006): 1) Endoskopi saluran cerna bagian atas Pemeriksaan saluran cerna endoskopi bagian atas menilai perubahan makroskopik dari mukosa esophagus dengan ditemukan mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). Klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD berdasarkan klasifikasi Los Angeles (dalam tabel) xxii

23 Derajat Gambaran Endoskopi Kerusakan A B Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/ mengelilingi seluruh lumen D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus) 2) Esofagografi dengan barium 3) Pemantauan ph 24 jam Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda ph pada bagian distal esophagus. ph di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggao diagnostik yntuk refluks gastroesofageal. 4) Tes Bernstein Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap tehadap monitoring ph 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. xxiii

24 5) Manometri esofagus 6) Sintigrafi esofagus 7) Tes Penghambat Pompa Proton d. Penatalaksanaan 1) Target penatalaksanaan GERD adalah (Mahdi, 2008) : a) menyembuhkan lesi esofagus b) menghilangkan gejala/keluhan c) mencegah kekambuhan d) memperbaiki kualitas hidup e) mencegah timbulnya komplikasi 2) Beberapa langkah penatalaksanaan refluks gastroesofageal adalah terdiri dari ( Martini dan Yunus, 1997): a) Terapi konservatif (1) meninggikan kepala 15 cm pada waktu tidur (2) tidak makan 3 sampai 4 jam sebelum tidur (3) hindari makanan yang memperburuk gejala refluks seperti kopi, coklat, bawang, minuman berkarbonat, alcohol dan produk tinggi lemak. (4) berhenti merokok (5) mengurangi obat-obatan yang mempengaruhi lambung (6) menggunakan antasida sesudah makan dan sebelum tidur b) Terapi medikamentosa xxiv

25 Obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD adalah: (1) Antasid (2) Antagonis reseptor H 2 (3) Sukralfat (4) Penghambat Pompa Proton c) Terapi bedah Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi medikamentosa gagal, atau pada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah fundoplikasi. 3. Refluks Gastroesofageal pada Asma Bronkial Penelitian-penelitian mengenai kecenderungan terjadinya kejadian refluks gastroesofageal pada pasien asma telah banyak dilakukan, tetapi konsep kausal yang benar dan seragam antar peneliti masih belum jelas. Pada penderita asma, refluks gastroesofageal dapat menyebabkan terjadinya proses bronkokonstriksi. Mekanisme patofisiologi terjadinya bronkokonstriksi adalah reflek vagal, peningkatan reaktivitas bronkus, dan mikroaspirasi. Reflek vagal dapat terjadi karena esofagus, bronchial tree, dan lambung berasal dari segmen embrionik yang sama dan dipersarafi oleh nervus vagus. Sehingga adanya zat asam di esofagus dapat menstimulasi reseptor esofageal dan menginisiasi terjadinya reflek xxv

26 vagal. Akibat infusi asam tersebut ditemukan adanya penurunan pada aliran udara yang diukur dengan volume udara ekspirasi paksa pada detik pertama (VEP 1 ) dan penurunan saturasi oksigen (Isaac, 2009). Mekanisme kedua yaitu peningkatan reaktivitas saluran napas, Wu (2000) menyimpulkan bahwa penderita asma yang diinduksi oleh stimulasi Hcl pada esofagus menunjukkan peningkatan reaktivitas saluran napas. Pada mikroaspirasi, isi lambung refluks ke proksimal esofagus, hipofaring, laring dan trakea menyebabkan respon pada saluran napas. Mekanisme ini dikenal sebagai teori refluks. Adanya refluks asam esofagus menyebabkan penurunan peak expiratory volume rate (PEVR) sebesar 8L/menit dan pada kondisi asma berat (Isaac, 2009) ditemukan 37 episode refluks esofagus dalam 5 menit yang dinilai dengan pengukuran ph esofagus. xxvi

27 B. Kerangka Pemikiran Refluks gastroesofageal Asidifikasi esofagus distal Asidifikasi esofagus proksimal Mekanisme refleks vagal Mikroaspirasi Bronkokonstriksi Asma bronkial Keterangan : : menyebabkan C. Hipotesis xxvii

28 Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut: ada hubungan yang antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal. xxviii

29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di poliklinik bagian penyakit paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan November 2009-Februari C. Subjek Penelitian 1. Subjek kasus Subjek kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis asma oleh dokter Spesialis Paru di poliklinik bagian penyakit paru RSUD Dr.Moewardi bulan November 2009-Februari 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi a. pasien asma dewasa usia tahun Kriteria eksklusi a. menderita penyakit paru lain b. memiliki kebiasaan merokok c. menderita penyakit jantung d. sedang hamil xxix

30 e. menderita stenosis laring f. tidak bersedia terlibat dalam penelitian 2. Subjek kontrol Subjek kontrol dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang tidak menderita asma dan memenuhi kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Dalam pengambilan subjek kontrol, populasi yang digunakan tidak harus dari populasi yang sama dengan subjek kasus (Taufiqqurahman, 2004). Besar sampel ditentukan dengan rumus (Murti, 2006) : n = Zα 2.p.q d 2 Keterangan : n p : perkiraan besar sampel : perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada q : 1-p populasi Zα : nilai statistik Zα pada kurva normal standar pada tingkat kemaknaan d : presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi xxx

31 Sehingga didapatkan besar sampel: n = (1.96) 2. (0.05). (0.95) (0.10) 2 n = 18 sampel Berdasarkan perhitungan di atas maka ukuran sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 subjek untuk masingmasing kelompok. D. Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara Purposive Sampling sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. E. Instrumentasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan surat pernyataan kesediaan menjadi responden, dan kuesioner RDQ. xxxi

32 F. Rancangan Penelitian Pasien Poliklinik Paru RSUD dr. Moewardi Diagnosis pasti dokter Spesialis Paru Sampel Kontrol Asma bronkial (+) Asma bronkial (-) Screening : Mengisi Kuesioner RDQ Screening : Mengisi Kuesioner RDQ Refluks Gastroesofageal (+) Refluks Gastroesofageal (-) Uji Chi Kuadrat G. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : asma bronkial 2. Variabel terikat : refluks gastroesofageal 3. Variabel luar a. terkendali : umur, jenis kelamin, ras, kehamilan,rokok xxxii

33 b.tak terkendali : genetik, atopi, polusi udara, dan subjektivitas penderita dalam mengisi kuesioner H. Definisi Operasional Variabel 1. Refluks Gastroesofageal Penyakit refluks gastroesofageal dalam Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal / GERD didefinisikan sebagai kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan. Gejala klinis khas yang mendukung penegakkan diagnosis refluks gastroesofageal antara lain : a. rasa terbakar di dada, kadang-kadang disertai rasa nyeri. b. rasa asam dan pahit di lidah. c. nyeri ulu hati, perut kembung. d. sering bersendawa, serta kesulitan menelan. Adapun penentuan ada atau tidaknya refluks gastroesofageal dilakukan dengan metode kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah Reflux Disease Questionnaire (RDQ) yang terdiri dari 12 pertanyaan yang mengukur frekuensi dan tingkat keburukan gejala gangguan gastrointestinal bagian atas. Frekuensi dan tingkat keburukan gejala tersebut dinilai dengan 6-point Likert scale (0-5). GERD (+) jika skor RDQ lebih dari 12. (Cao et al, 2008; Du et al, 2007). Skala yang digunakan untuk variabel refluks gastroesofageal xxxiii

34 adalah skala nominal dikotom. Hasil pengukuran berupa ada refluks gastroesofageal dan tidak ada refluks gastroesofageal. 2. Asma Bronkial Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik tersebut menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas (PDPI, 2004). Indikator dalam menegakkan asma (PDPI, 2004) adalah: a. gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada, dan berdahak. b. bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. c. gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari. d. diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu. Diagnosis asma bronkial didasarkan pada diagnosis yang dibuat oleh dokter Spesialis Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skala yang digunakan untuk variabel asma bronkial adalah skala nominal dikotom, di mana hasil pengukuran berupa sakit asma bronkial dan tidak sakit asma bronkial. xxxiv

35 3. Umur a. Definisi : Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat penelitian ini dilakukan b. Alat ukur : Wawancara c. Skala : Rasio 4. Jenis Kelamin a. Definisi : Jenis kelamin adalah sifat keadaan laki-laki atau perempuan b. Alat ukur : Wawancara c. Skala : Nominal 5. Ras a. Definisi : Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciriciri fisik rumpun bangsa b. Alat ukur : Wawancara c. Skala : Nominal 6. Kehamilan a. Definisi : Tumbuhnya janin dalam uterus wanita setelah mengalami pembuahan (Sarwono, 2007). Kehamilan merupakan faktor risiko penyebab eksaserbasi/pencetus asma (Surjanto, 2001) b. Alat ukur : Diagnosis dokter yang ditanyakan melalui wawancara xxxv

36 c. Skala : Nominal 7. Atopi Menurut nomenklatur World Allergy Organization (WAO) tahun 2003 maka terminologi atopi dipakai untuk menjelaskan tendensi seseorang atau keluarga, biasanya pada masa anak atau remaja, yang tersensitisasi dan memproduksi IgE sebagai respon pajanan biasa terhadap alergen (in response to ordinary exposures to allergens) Sebagai konsekuensi hal tersebut maka pada individu atopi dapat timbul gejala khas asma, rinokonjungtivitis, atau eksim. Dalam penelitian ini atopi menjadi variabel tidak terkendali karena sebagaimana telah dijelaskan bahwa serangan asma dapat terjadi karena faktor atopi. 8. Genetik Studi tentang keterkaitan dan asosiasi genetik molekular menunjukan bahwa atopi berawal dari sifat genetik yang heterogen dan poligenik. Berbagai regio kromosom terkait dengan atopi dan asma, terutama dengan loki pada kromosom 5, 6, 11, 12, 13, dan 16. Berdasarkan uraian tersebut maka genetik merupakan salah satu predisposisi timbulnya asma pada individu yang memiliki karakteristik genetik tesebut, maka pada penelitian ini genetik menjadi variabel luar tidak terkendali. xxxvi

37 9. Polusi Udara Polusi udara adalah penurunan kualitas udara sampai pada yang mengganggu kehidupan karena masuknya polutan kedalam udara. Polutan udara dapat berupa partikulat atau gas antara lain: serat asbes, bijih besi, dan asbes yang hancur biasanya berbentuk asap, gas CO, gas CO 2,dan gas NO (Wahidin, 2008). Polutan tersebut dalam ambang tertentu dapat memicu terjadinya serangan asma pada individu tertentu. I. Cara Kerja Penelitian 1. Pasien yang telah didiagnosis asma oleh dokter spesialis paru di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dan kelompok kontrol ( tidak asma bronkial ) dilakukan : a) Wawancara (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan alamat) dan penandatanganan informed consent. b) Pengisian kuesioner Reflux Disease Questionnaire (RDQ) 2. Cara mengisi RDQ : a) Berikan penjelasan secukupnya pada subyek penelitian b) Dampingi subyek penelitian pada waktu pengisian kuesioner c) Subyek penelitian dipersilahkan bertanya bila mengalami kesulitan d) Jika subyek penelitian tidak mampu mengisi sendiri, maka pengisian kuesioner dilakukan secara wawancara oleh peneliti. xxxvii

38 3. Kriteria GERD dihitung dengan cara: a) Kuesioner terdiri dari 12 soal, masing-masing jawabannya mempunyai skor antara 0-5 b) Skor tiap soal tergantung jawaban pasien c) Skor total kemudian dikelompokkan menjadi GERD (+) dan GERD (-) sesuai dengan ketentuan skor GERD yang diperoleh lewat RDQ. GERD (+) bila skor yang dicapai lebih dari 12. J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji Chi square (X 2 ). Uji X 2 adalah uji proporsi di mana pengujian dilakukan untuk penilaian kebergantungan dan homogenitas suatu data meliputi perbandingan frekuensi yang teramati dengan frekuensi yang diharapkan jika H o benar. Analisis untuk menguji hubungan antara dua variabel dalam penelitian ini menggunakan korelasi Phi. Korelasi Phi digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel dalam bnetuk skala nominal diskrit dan nominal diskrit (Handoko, 2007). Pada penelitian cross-sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan rasio prevalens (RP) yaitu perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada (Sudigdo, 2007). Data diolah dengan menggunakan Statistical Products and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows. xxxviii

39 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian Telah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan menggunakan 36 sampel yang terdiri dari 18 sampel yang menderita asma bronkial dan 18 sampel yang tidak menderita asma bronkial. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Kelompok Kasus Kelompok Kontrol p Perempuan 10 (55,56%) 9 (50%) 0, 742 Laki-laki 8 (44,44%) 9 (50%) Jumlah 18 (100%) 18 (100%) Dari tabel 1, didapatkan kelompok kasus sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang (55,56%) dan laki-laki 8 orang (44,44%). Sedangkan pada kelompok kontrol sampel berjenis kelamin perempuan dan laki-laki masing-masing sebanyak 9 orang (50%). Dari data jenis kelamin subjek penelitian kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Umur (tahun) Kelompok Kasus Kelompok Kontrol p (0%) 1 (5,55%) 0, (16,67%) 3 (16,67%) (27,78%) 5 (27,78%) (33,33%) 4 (22,22%) (22,22%) 5 (27,78%) Jumlah 18 (100%) 18 (100%) xxxix

40 Dari tabel 2, didapatkan kelompok kasus sampel berumur sebanyak 3 orang (16,67%), sebanyak 5 orang (27,78%), sebanyak 6 orang (33,33%), dan sebanyak 4 orang (22,22%). Pada kelompok kontrol, sampel yang berumur sebanyak 1 orang (5,55%), sebanyak 3 orang (16,67%), sebanyak 5 orang (27,78%), sebanyak 4 orang (22,22%), dan sebanyak 5 orang (27,78%). Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Insidensi Refluks Gastroesofageal Refluks Gastroesofageal (GERD) Kelompok Kasus Kelompok Kontrol P GERD 10 (55,56%) 3 (16,67%) 0,015 Tidak GERD 8 (44,44%) 15 (83,33%) Jumlah 18 (100%) 18 (100%) GERD = Gastro Esophageal Reflux Disease Dari tabel 3, didapatkan sampel kelompok kasus dengan GERD (+) sebanyak 10 orang (55,56%) dan tidak GERD sebanyak 8 orang (44,44%). Pada kelompok kontrol, sampel dengan GERD (+) sebanyak 3 orang (16,67%) dan tidak GERD sebanyak 15 orang (83,33%). xl

41 G E R D T idak G E R D 2 0 As ma bronkial K ontrol Gambar 1. Frekuensi GERD dan tidak GERD pada kelompok asma bronkial dan kelompok kontrol B. Analisis Data Pada penelitian ini, data yang terkumpul dianalisis dengan rumus chi square yang diolah menggunakan SPSS for Windows. Tabel 4. Hasil Analisis Data Hubungan Asma Bronkial dan Refluks Gastroesofageal GERD Asma Bronkial Asma Bronkial (+) Asma Bronkial (-) Jumlah Persen Jumlah Persen GERD (+) 10 55,56% 3 16,67% GERD (-) 8 44,44% 15 83,33% X 2 p RP Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai X 2 hitung sebesar Dengan menetapkan taraf signifikansi α = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 diperoleh nilai X 2 tabel sebesar commit to sehingga user diperoleh X 2 hitung > X 2 tabel. xli

42 Dengan demikian hipotesis nol (H 0 ) yang berbunyi Tidak ada hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal ditolak. Dengan kata lain terdapat hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal. Berdasarkan perhitungan uji Korelasi Phi didapatkan nilai p yang besarnya 0,015. Rasio prevalens pada penelitian ini adalah 2,21. xlii

43 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks Gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang pelaksanaanya berlangsung pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan 36 sampel. Sampel tersebut terdiri dari 18 pasien asma bronkial dan 18 subyek penelitian (sebagai kelompok kontrol) non asma bronkial yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa frekuensi penderita asma lebih banyak pada wanita daripada pria yaitu sebesar 55,56 %. Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Pada masa kanak- kanak ditemukan prevalensi anak laki- laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1. (Sundaru, 2004). Sedangkan pada usia dewasa angka kejadian asma pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Wahyudi, 2008). Pada wanita dewasa mudah terserang asma, oleh karena selain masalah hormonal, wanita juga lebih rentan terserang stres. Hal ini diperkirakan sebagai salah satu faktor pemicu asma (Surjanto, 2001). Sedangkan untuk kelompok asma brokial (-) jumlah sampel berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu masing-masing 9 orang. Dari tabel 2 dapat diketahui distribusi sampel berdasarkan umur. Pada kelompok asma bronkial (+), didapatkan persentase terbanyak pada rentang umur sebanyak 6 orang (33,33%). Sedangkan pada kelompok asma bronkial (-), xliii

44 didapatkan persentase terbanyak pada rentang umur dan rentang umur sebanyak 5 orang untuk masing-masing kelompok umur. Dari tabel 3 dapat diketahui dari penelitian bahwa GERD lebih banyak dialami oleh kelompok asma bronkial (+) dibandingkan dengan kelompok asma bronkial (-). Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa GERD lebih banyak dialami oleh wanita baik untuk kelompok asma bronkial (+) ataupun kelompok asma bronkial (-). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Nocon (2006) bahwa wanita lebih cenderung mengalami gejala refluks gastroesofageal non erosif sedang hingga berat dibandingkan pada pria yang mengalami gejala ringan. Pada tabel 4, disajikan tabulasi silang asma bronkial dengan refluks gastroesofageal, dan perhitungan data statistik menggunakan metode Chi square test, korelasi Phi dan nilai raio prevalens. Pada uji X 2 didapatkan nilai p yang besarnya 0,015. Uji X 2 adalah uji proporsi di mana pengujian dilakukan untuk penilaian kebergantungan dan homogenitas suatu data meliputi perbandingan frekuensi yang teramati dengan frekuensi yang diharapkan jika H o benar. Analisis hubungan antara kedua variabel dalam penelitian ini yaitu asma bronkial dan refluks gastroesofageal menggunakan uji korelasi Phi. Korelasi Phi termasuk dalam kategori korelasi Pearson Product Moment dengan variabel yang diuji adalah nominal diskrit (Handoko,2007). Korelasi Phi dalam penelitian ini memiliki signifikansi (p) yang besarnya 0,015. Jika nilai tersebut (p) lebih besar dari α = 0,05 (p.0,05), maka H 0 ditolak (Handoko, 2007). Sehingga dapat xliv

45 disimpulkan bahwa ada hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal. Pada studi etiologik, studi cross sectional mencari hubungan antara faktor risiko dan efek (Sastroasmoro, 2007). Bila faktor risiko dan efek keduanya berskala nominal dikotom maka dapat diperoleh rasio prevalens yaitu perbandingan antara prevalens efek pada kelompok risiko dan pada kelompok tanpa risiko. Pada penelitian ini nilai rasio prevalens adalah 2,21. Rasio prevalens > 1 menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu (Sastroasmoro, 2007). Sehingga berdasarkan nilai rasio prevalens yang didapat dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa refluks gastroesofageal merupakan faktor risiko terjadinya asma. Kecenderungan penderita asma bronkial mengalami GERD juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Field (1999) bahwa persentase pasien asma yang mengalami gejala heartburn dan regurgitasi asam lebih besar dibanding kelompok kontrol. Dengan menggunakan tiga metode pengukuran yakni kuesioner, pemeriksaan ph esofagus, dan endoskopi didapatkan kesimpulan yang sama bahwa kejadian GERD lebih banyak ditemukan pada kelompok asma dibanding dengan kelompok kontrol. Shimizu (2006) melakukan penelitian dengan metode kuesioner, didapatkan hasil persentase kejadian GERD pada pasien asma dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 69,2 % (OR =10,3). Leggett et al menggunakan metode pengukuran ph dengan menilai frekuensi episode refluks, waktu kontak asam, dan clearance time asam esofagus (p=0,0001), bahwa pada kelompok kontrol secara signifikan lebih rendah xlv

46 dibandingkan dengan kelompok asma. Refluks gastroesofageal (Vaezi, 2005) dapat menginduksi terjadinya asma secara langsung melalui aspirasi atau melalui stimulasi sistem saraf vagal di esofagus distal. RDQ (Reflux Disease Questionnaire) digunakan dan dikembangkan untuk mengidentifikasi kejadian GERD pada pasien-pasien primary care. RDQ memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas sebesar 94% dan 50% ( Li et al, 2007). Gold standard dalam diagnosis kejadian GERD adalah dengan pengukuran ph esofagus. Pemeriksaan ph esofagus melalui parameter: jumlah episode refluks selama 24 jam, waktu total saat ph < 4 dalam 24 jam, jumlah episode refluks dengan durasi > 5 menit dan durasi terpanjang episode refluks. Pemeriksaan ph esofagus dengan parameter-parameter tersebut memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas sebesar 96% dan 100% (Theodoropoulus, 2001). Kelemahan penelitian ini berdasar pada metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode kuesioner. Keterbatasan RDQ antara lain adanya faktor subyektifitas seperti reaktivitas dan sensitiviitas individu terhadap refluks material dan pemahaman terhadap definisi gejala ( Li et al, 2007). Kekurangan yang lain adalah juga kemungkinan terjadinya recall bias, di mana suyek penelitian diminta untuk mengingat frekuensi dan tingkat keburukan gejala selama satu minggu terakhir. xlvi

47 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Terdapat hubungan yang bermakna antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal (x 2 = 5,90; p = 0,015 dan RP = 2,21). 2. Pada kelompok penderita asma bronkial didapatkan 55,56% sampel yang mengalami GERD dan pada kelompok yang tidak menderita asma bronkial didapatkan 16,67% sampel yang mengalami GERD. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asma bronkial dan refluks gastroesofageal menggunakan desain penelitian Cohort untuk mengetahui apakah GERD tersebut yang menyebabkan terjadinya asma. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode pengukuran lain dalam menentukan GERD (pengukuran ph esofagus) dan meminimalkan variabel luar. xlvii

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan luas inflamasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control retrospektif/studi kasus kontrol retrospektif. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300

BAB. I PENDAHULUAN UKDW. Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa hampir 300 juta orang di seluruh dunia menderita asma. Setiap tahunnya terjadi 180.000 kematian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Pengertian Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asma 2.1.1. Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,

Lebih terperinci

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH I Made Kusuma Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5. L/O/G/O Buku pedoman ASMA DEFINISI : Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.Boalemo 11,0% Riskesdas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asma Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Merupakan salah satu reaksi hipersentivitas saluran napas, baik saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di negara maju. Sebagai contoh di Singapura 11,9% (2001), Taiwan 11,9% (2007), Jepang 13% (2005)

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terkait disiplin Ilmu Kesehatan Anak khusunya bagian Respirologi, Alergi & Imunologi, serta Ilmu Fisiologi. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran, BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang Penelitian ini adalah penelitian bidang Pendidikan Kedokteran, khususnya bagian ilmu kesehatan anak divisi alergi & imunologi dan fisiologi.

Lebih terperinci

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI

ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI ABSTRAK PATOGENESIS DAN PROGRESIVITAS GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) OLEH KAFEIN DALAM KOPI Sri Rahayu, 2006 Pembimbing: Sri Nadya, dr. MKes Refluks esofagitis menunjukkan reaksi inflamasi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa derajat penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Disusun oleh: UMAR SYARIF (030.06.263) Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2009 Definisi Gastroesophageal Reflux Disease adalah suatu keadaan patologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep DIABETES MELITUS TIPE 2 KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL Indeks CPITN Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2 3.2 Hipotesis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI Dr. Taufik SpP(K) Bagian Pulmonologi FKUA/RSUP Dr.M.Djamil Padang PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit saluran nafas yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Kekerapannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma Definisi asma mengalami perubahan beberapa kali dari waktu ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. S DENGAN MASALAH ASMAPADA Ny. L DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat non-eksperimental dengan rancangan penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di kelompok pengrajin batik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA

SKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA OLEH: KADEK YUNITA PRADNYAWATI NIM. 1002105012 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013. 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA Oleh : dr. Safriani Yovita Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah observasional analitik menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara sekelompok orang terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Definisi Asma menurut Global Initiative for Asthma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas 4-5 Sekolah Dasar Negeri di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas 4-5 Sekolah Dasar Negeri di 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak dan Fisiologi. 4.2 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka A.1. Definisi asma Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hipereaktivitas saluran napas sehingga mengakibatkan terjadinya episode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma dan rinosinusitis adalah penyakit yang amat lazim kita jumpai di masyarakat dengan angka prevalensi yang cenderung terus meningkat selama 20-30 tahun terakhir.

Lebih terperinci

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Dr. Masrul Basyar Sp.P (K) Program Penatalaksanaan Asma 1. Edukasi 2. Monitor penyakit berkala (spirometri) 3. Identifikasi dan pengendalian pencetus 4. Merencanakan Terapi 5. Menetapkan pengobatan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Oleh: DARU KUMORO CIPTO JATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi atau Pengertian Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan secara klinis ditandai oleh adanya episode batuk rekuren, napas pendek, rasa sesak di dada dan mengi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ARTI SINGKATAN... INTISARI... i ii iii vi xi xv xvi xvii xxi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES DENGAN FREKUENSI SERANGAN PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN STRES DENGAN FREKUENSI SERANGAN PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran digilib.uns.ac.id HUBUNGAN STRES DENGAN FREKUENSI SERANGAN PADA PASIEN ASMA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELSA ADILA RAMADHIAN G0009072 FAKULTAS

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penyakit memiliki pengaruh terhadap individu dan lingkungan. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh penyakit pada sistem otot

Lebih terperinci