BAB II KAJIAN PUSTAKA. menggunakan objek novel Sherlock Holmes sudah pernah diteliti. Berikut ini adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menggunakan objek novel Sherlock Holmes sudah pernah diteliti. Berikut ini adalah"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Dari hasil penelusuran, bahwa penelitian yang mengangkat tentang karakterisasi pada novel Sherlock Holmes belum ada, tetapi penelitian yang menggunakan objek novel Sherlock Holmes sudah pernah diteliti. Berikut ini adalah data hasil penelitian yang ada Dian Rahmasari. Tahun 2012 Universitas Negeri Gorontalo. Skripsi yang berjudul Karakterisasi Tokoh Dalam Novel Putra Salju Karya Salman El-Bahry dengan permasalahan yang diangkat yaitu, bagaimana karakter tokoh dalam novel Putra Salju karya Salman El-Bahry. Hasil dalam penelitianini adalah deskripsi karakter tokoh-tokoh dalam novel Putra Salju karya Salman El-Bahry. Persamaan dalam penelitan ini adalah sama-sama menggunakan teori karakterisasi Minderop dalam penelitian, sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah novel yang dikaji berbeda, Dian Rahmasari dengan novel Putra Salju, sedangkan peneliti meneliti novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta Yufi Mahendra Wardana tahun 2012, Artikel blog yang berjudul Analisis Unsur Instrinsik Novel Luar Negeri Sherlock Holmes "The Adventure Of The Devil's Foot". Dengan permasalahan unsur intrinsik dalam novel Sherlock Holmes "The Adventure Of The Devil's Foot".Hasil penelitian ini berupa deskripsi unsur intrinsik yang ada

2 pada novel Sherlock Holmes "The Adventure of the Devil's Foot". Hasil penelitian di atas memiliki kesamaan dalam hal yang ingin dikaji, yaitu unsur intrinsik lebih khususnya beberapa tokoh dan penokohan yang berada dalam novel, tetapi dengan judul novel berbeda, yaitu Yufi meneliti novel Sherlock Holmes The Adventure of the Devil's Foot (Jejak Iblis), sedangkan peneliti dengan judul Sherlock Holmes The Sign Of Four (Empat Pemburu Harta). 2.2 Pengertian Karakterisasi Karakterisasi, atau dalam bahasa Inggris characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak. Metode karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2011:2). Watak-watak dari tokoh dalam cerita sangat berpengaruh pada jalan cerita. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardani (2009:40) yang mengatakan bahwa jika dibicarakan tentang penokohan, pembaca dihadapkan pada deretan tokoh-tokoh atau pelaku. Karakterisasi berkaitan dengan watak tokoh-tokoh tersebut. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena tokoh-tokoh karena memiliki watak atau kepentingan yang berbeda. Karaterisasi menggunakan dua cara dalam karyanya, yaitu metode langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing) Metode Langsung (Telling) Metode langsung (telling) pemaparan dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode ini biasanya digunakan oleh kisah-kisah rekaan jaman dahulu sehingga pembaca hanya mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang

3 semata. Metode langsung mencakup : karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, melalui penampilan tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang (Minderop, 2011:8) a) Karakterisasi menggunakan Nama Tokoh Nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan untuk memberikan ide atau penumbuhan gagasan, memperjelas, serta mempertajam perwatakan tokoh. Para tokoh diberikan nama yang melukiskan karakteristik yang membedakannya dengan tokoh lain. Nama tersebut mengacu pada karakteristik dominan si tokoh. b) Karakterisasi melalui Penampilan Tokoh Faktor penampilan para tokoh memegang peranan penting sehubungan dengan telaah karakterisasi. Penampilan tokoh yang dimaksud misalnya, pakaian apa yang dikenakannya atau bagaimana ekspresinya. Rincian penampilan memperlihatkan kepada pembaca tentang usia, kondisi fisik/kesahatan dan tingkat kesejahteraan si tokoh. Dari pelukisan ini tampak apakah si tokoh merupakan sosok yang kuat, terkadang lemah, relatif berbahagia, tenang atau kadangkala kasar. Sesungguhnya perwatakan tokoh melalui penampilan tidak dapat disangkal terkait pula kondisi psikologis tokoh dalam cerita rekaan. c) Karakterisasi melalui Tuturan Pengarang Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang atau narator dalam menentukan kisahhannya. Pengarang berkomentar tentang watak

4 dan kepribadian para tokoh hingga menembus batas ke dalam pikiran, perasaan dan gejolak batin sang tokoh. Pengarang tidak sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya Metode Tidak Langsung (Showing) Metode tidak langsung atau metode dramatik merupakan metode yang mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para tokoh dalam karya sastra dapat menampilkan diri secara langsung melalui tingkah laku mereka. Dalam hal ini pembaca dapat menganalisis sendiri karakter para tokoh. Karakterisasi melalui dialog terbagi atas apa yang dikatakan penutur, jati diri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jati diri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata para tokoh (Minderop, 2011:8-9). a) Karakterisasi melalui Dialog Karakterisasi melalui dialog terbagi atas: apa yang dikatakan penutur, jati diri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jati diri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek dan kosa kata para tokoh. 1) Apa yang dikatakan Penutur Dialog tersebut merupakan sesuatu yang penting sehingga dapat mengembangkan peristiwa-peristiwa dalam suatu alur atau sebaliknya. Bila si penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri tersembul kesan ia seorang yang berpusat

5 pada diri sendiri dan agak membosankan. Jika si penutur selalu membicarakan tokoh lain ia terkesan yang senang bergosip dan suka mencampuri urusan orang lain. 2) Jati diri Penutur Jati diri penutur di sini adalah ucapan yang disampaikan oleh seorang protagonis (tokoh sentral) yang seyogyanya dianggap lebih penting dari pada apa yang diucapkan oleh tokoh bawahan (minor), walaupun percakapan tokoh bawahan kerap kali memberikan informasi krusiel yang tersembunyi mengenai watak tokoh lainnya. b) Lokasi dan Situasi Percakapan Dalam kehidupan nyata, percakapan yang berlangsung secara pribadi dalam suatu kesempatan di malam hari biasanya lebih serius dan lebih jelas daripada percakapan yang terjadi di tempat umum pada siang hari. Bercakap-cakap di ruang duduk keluarga biasanya lebih signifikan daripada berbincang di jalan atau teater. c) Jati diri Tokoh yang Dituju oleh Penutur Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam ceritera: maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya. d) Kualitas Mental Para Tokoh Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap open-minded. Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded)

6 e) Nada Suara, Tekanan Dialek dan Kosa Kata Walaupun nada suara diekspresikan secara eksplisit atau emplisit dapat memberikan gambaran kepada pembaca watak si tokoh, apakah ia seorang yang percaya diri atau seorang yang pemalu. Penekanan suara memberikan gambaran penting tokoh memperlihatkan keaslian watak dan kondisi mental/emosi mereka. Dialek dan kosa kata dapat memberi gambaran kepada pembaca status sosial si tokoh (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005 :34-37) f) Karakterisasi Melalui Tindakan Para tokoh Untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur karena peristiwa-peristiwa tersebut dapat mencerminkan watak para tokoh, kondisi emosi dan psikis yang tanpa disadari mengikutinya serta nilai-nilai yang ditampilkan. Bahasa tubuh (gesture) atau ekspresi wajah biasanya tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan ingkah laku; namun tidak selamanya demikian. Kadang-kala tingkah laku samar-samar atau spontan dan tidak disadari sering kali dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau perasaan si tokoh. Untuk memahami watak tokoh lepas dari tingkah laku baik yang disadari atau tidak disadari, penting pula memahami motivasi tokoh berperilaku demikian, apa yang menyebabkan ia melakukan suatu tindakan (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005 :37-45).

7 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak cara untuk menggambarkan karakter tokoh yang berada dalam cerita. Karakter-karakter tokoh diciptakan untuk menggambarkan kenyataan yang berada di luar karya sastra. Sangidu (2005:39) mengatakan sastra diciptakan oleh pengarang berdasarkan realita (kenyataan) sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini didukung oleh pendapat Ahmad (1979:4) yang meyatakan bahwa novel benar-benar hidup, membantu kita membenih rasa cinta, rasa belas kasih, rasa benci, rasa sabar dan menonjolkan suatu hasrat: baik hasrat menerima ataupun menolak sesuatu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan, namun sering juga dituntut dari sastra agar mencerminkan kenyataan. Penulis menggambarkan itu antara lain dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, yaitu melalui watak dan tingkah laku yang disampaikan melalui karakterisasi. Dalam penelitian ini melihat dua metode dalam karakterisasi yaitu metode telling (langsung) dan showing (tidak langsung) yang digunakan pengarang dalam novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle. 2.3 Tokoh Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun juga gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara

8 ilmiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki kehidupan atau berciri hidup (Wiyatmi, 2006;30). Cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Berikut adalah jenis jenis tokoh Berdasarkan Fungsinya a. Tokoh Utama Tokoh utama adalah tokoh yang mempunyai peran penting dalam cerita. kriteria tokoh utama adalah (1) ditampilkan terus-menerus dalam cerita, sehingga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, (2) waktu yang digunakan untuk menceritakan tokoh itu lebih lama, (3) tokoh yang menjadi tumpuan berlakunya peristiwa-peristiwa walaupun ia tidak hadir dalam peristiwa itu, (4) paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. b. Tokoh Bawahan Tokoh bawahan adalah tokoh yang bersifat menunjang tokoh utama. Tokoh bawahan bukan tokoh sentral. Mereka juga sering menjadi tokoh andalan untuk memberi gambaran lebih terperinci terhadap tokoh utama, walaupun kehadirannya tidak dominan.

9 2.3.2 Berdasarkan Peran Tokoh a. Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi pembaca. Ia mendapat simpati yang banyak dari pembaca karena penampilannya membawakan normanorma, nilai-nilai, yang ideal. b. Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh yang biasanya menjadi penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh protagonist, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin Berdasarkan Cara Penampilan a. Tokoh Pipih Tokoh pipih (sederhana) dikenal dengan cirri-ciri sebagai berikut. 1) Sedikit sekali berubah atau sama sekali tidak berubah. Dari awal sampai akhir cerita sifatnya tetap. 2) Hanya mempunyai satu sifat, sehingga mudah dikenal, sebab itu disebut dengan tokoh sederhana (Chatman dalam Tuloli, 2000:33). b. Tokoh bulat Tokoh bulat atau kompleks memperlihatkan ciri-ciri penampilan sebagai berikut. 1) Selalu mengalami perubahan, dan ditampilkan berangsur-angsur dan berganti-ganti.

10 2) Sukar digambarkan karena memiliki tabiat dan motivasi yang kompleks, dan banyak menimbulkan kejutan. 3) Mempunyai sifat yang berbeda-beda (bervariasi), beberapa sifat itu bertentangan atau berkontradiksi (Chatman dalam Tuloli, 2000:33) Berdasarkan Perkembangan Tokoh a. Tokoh Berkembang Tokoh berkembang adalah tokoh yang terjadi perubahan atau perkembangan pada dirinya yang meliputi tingkah laku, pikiran, niat serta sikapnya. Perubahan itu terjadi sebagai interaksi tokoh dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun alam sekitarnya. b. Tokoh Statis Tokoh statis adalah tokoh yang tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan dalam lingkungannya. Tokoh-tokoh bersifat statis terdapat pada penokohan hitam dan putih (jahat dan baik). Seorang tokoh yang dari awalnya berperan sebagai tokoh jahat atau baik dan tidak berubah sampai pada akhir cerita, dapat dikategorikan sebagai tokoh statis. Walaupun tidak semuanya tepat, sering tokoh statis dihubungkan dengan tokoh pipih, dan tokoh dinamis dengan tokoh bundar (bulat).

11 2.3.5 Berdasarkan Pencerminan a. Tokoh individual Tokoh individual adalah tokoh yang mempunyai sifat yang unik, yaitu hanya khusus. Ia mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia lain, sehingga tidak mencerminkan kelompok orang. b. Tokoh Tipikal Tokoh yang tipikal, adalah yang membawakan atau mencerminkan kehidupan kelompok tertentu. Tokoh tipikal bersifat universal. Tokoh yang terbaik adalah tokoh yang bisa menampilkan sifat individualnya dan juga mencerminkan kelompok tertentu (tipikal). Antara faktor rekaan dan faktor kehidupan yang realistis dapat dipadukan pada tokoh seperti ini. 2.4 Hakekat Nilai Nilai digunakan untuk mewakili gagasan atau makna yang abstrak dan tak terukur dengan jelas. Nilai yang abstrak dan sulit diukur itu antara lain keadilan, kejujuran, kebebasan, kedamaian, dan persamaan. Dikemukakan pula, sistem nilai merupakan sekelompok nilai yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam sebuah sistem yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan (Mulyana, 2004:8). Nilai yang merupakan pengertian yang umum dan universal menciptakan pengertian yang berbagai macam jika dilihat dari berbagai sudut pandang. Nilai sebagai hal yang abstrak, yang harganya mensifati dan disifatkan pada sesuatu hal dan ciri-cirinya dapat dilihat dari tingkah laku, memiliki kaitan dengan

12 istilah fakta, tindakan, norma, moral, cita-cita, keyakinan dan kebutuhan. Sebenarnya, kaitan antara nilai dengan istilah-istilah itu lebih mencerminkan sebagai proses yang menyatu daipada sebagai dua istilah yang terpisahkan. Berikut adalah hubungan nilai dengan aspek lain yang membentuk satu pengertian nilai (Mulyana, 2004:12) 2.5 Hubungan Nilai dengan Aspek lainnya Nilai dan Fakta Nilai itu ada, tapi tidak mudah dipahami. Sifatnya abstrak dan tersembunyi di belakang fakta menjadi salah satu sebab sulitnya dipahami. Sebagai tema yang terkait dengan fakta, nilai lahir dari sebuah konsekuensi penyikapan atau penilaian atas sesuatu hal yang faktual. Dengan kata lain, ketika seseorang melihat suatu kejadian, merasakan suatu suasana, mempersepsi suatu benda, atau merenungkan suatu peristiwa, maka di sanalah kira-kira nilai itu ada. Jarak antara nilai dan fakta sifatnya relatif bergantung pada pengalaman dan pengetahuan seorang atas sesuatu fakta yang tengah dihadapi. Salah satu contoh yang digunakan untuk menjelaskan nilai adalah dengan cara membandingkannya dengan fakta. Fakta adalah sesuatu yang ada atau tengah berlangsung begitu saja. Fakta dapat ditemui dalam konteks peristiwa yang unsurunsurnya dapat diuraikan satu per satu secara rinci dan keadaan fakta pada prinsipnya dapat diterima oleh semua orang. Sementara itu, nilai menunjukkan pada suatu tema memikat atau menghimbau kita, ketika kita berada pada posisi sedang memaknai fakta tersebut. Nilai hadir dalam suasana apresiasi (penilaian) ketika setiap orang,

13 dengan beragam pengalaman dan pemamannya, merujuk pada kadar nilai yang berbeda Nilai dan Tindakan Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahiran tindakan pada diri seseorang. Nilai yang sesungguhnya hanya dapat lahir kalau diwujudkan dalam praktik tindakan. Sebuah nilai tidak dapat terwujud andaikata nilai itu dilakukan daripada hanya sebagai bentuk ucapan saja. Karena itu, dalam realitas sosial, ketia simbol-simbol nilai diangkat kepermukaan sebagai wacana aja, tanpa ada upaya untuk mewujudkannya. Cara itu tidak cukup meyakinkan orang lain terhadap pemilikan nilai yang sesungguhnya pada orang yang mengucapkannya. Seseorang yang berkata bahwa segala perikehidupan harus dilandasi oleh rasa keikhlasan, padahal dalam tindaknya justru banyak menampilkan kaidah untungrugi secara material, hal itu berarti tengah terjadi distorsi atau disorientasi nilai pada dirinya;apa yang ia katakan tidak sesuai dengan tindakannya. Manifestasi nilai terhadap tindakan diawali oleh serentetan proses psikologis sebelumnya seperti: hasrat (drive) sebagai keadaan organisme manusia yang memiliki inisiatif terhadap aktivitas secara umum;motif (motive) sebagai keadaan yang terarahkan pada tujuan suatu organisme yang terdiri atas dorongan hasrat; dan sikap (attitude) sebagai keadaan yang tersimpulkan sebagai kesiapan organism untuk melakukan perilaku. Baru setelah itu sampai pada nilai (value) sebagai tujuan di mana pola-pola sikap diatur.

14 2.5.3 Nilai dan Norma Nilai dapat merujuk pada sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama. Ketika kebaikan tersebut menjadi aturan atau menjadi kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur dalam menilai sesuatu, maka itulah yang disebut norma. Nilai dan norma hanya memiliki harga jika diwujudkan dalam perilaku atau tindakan. Jadi, dapat dikatakan bahwa norma adalah standar-standar nilai kebajikan yang dibakukan, sedangkan nilai adalah harga yang dituju dari suatu perilaku sopan sesuai dengan aturan yang disepakati. Nilai kesopanan berlaku lebih universal dari norma kesopanan. Artinya, istilah nilai kesopanan dapat muncul sejumlah aturan, kaidah, atau standar perilaku yang ditetapkan dalam beragam jenis norma kesopanan Nilai dan Moral Moral bisa berarti adat kebiasaan atau cara hidup. Sebenarnya, moral terkait juga dengan kualitas baik-buruk. Tetapi ketika sifat baik-buruk itu dilekatkan pada moral, ia sudah menyatu dengan tindakan, sedangkan baik buruknya suatu nilai belum tentu diikuti oleh tindakan. Hal inilah yang membuat moral semakin memiliki arti. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Esten (1978:8) yang menyatakan bahwa sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang memiliki nilai-nilai moral. Perbedaan antar moral dengan nilai pada kada benar-salah (intelektual) dan indah-tidak indah (estetika) lebih mudah dibedakan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya moral terikat pada pertanggungjawaban pribadi seorang terhadap orang

15 lain sehingga kebebasan dan tanggung jawab menjadi sarat mutlak, nilai intelektual dan etis tidak demikian Nilai dan Etika Etika merupakan suatu wilayah kajian tentang nilai baik-buruk. Sebagai ilmu, etika setara dengan logika yang mengkaji strktur berpikir logis dan estetika yang menjelaskan perolehan dan kualitas nilai indah-tidak indah. Objek kajian etika adalah segala perbuatan manusia yang dilakukan atas dasar kehendak atau tidak dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan dengan sadar. Berdasarkan definisi dan cakupan etika di atas, maka jelas bahwa nilai merupakan tema abstrak yang terkandung dalam etika. Nilai disini bukan nilai benarsalah atau indah-tidak indah, melainkan nilai baik-buruk. Ada dua sumber nilai baikburuk yang terdapat dalam etika, yaitu nilai normatif yang bersumber dari buah pikiran manusia dalam menata kehidupan sosial dan nilai preskriptif yang bersumber dari wahyu. Kualitas kehendak dan adat kebiasaan yang diberi hukum baik-buruk oleh etika ini menandakan bahwa nilai dilibatkan dalam proses penilaian (valuing) yang berlangsung secara psikologis pada diri seorang. Adapun etika memutuskan baikburuk terhadap adat kebiasaan seseorang, nilai diwakili oleh kaidah-kaidah normative yang diambil dari aturan agama, hokum positif, adat kebiasaan, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan bahwa karya sastra dicipta oleh seorang pengarang. Ia tidak terlepas dari masyarakat dan

16 budayanya. Seringkali sastrawan sengaja menonjolkan kekayaan budaya masyarakat, suku bangsa, atau bangsanya (Pradopo, 2009:113). Dari beberapa pembagian nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam novel terdapat nilai-nilai yang berada pada karakter tokoh dalam cerita diantaranya nilai fakta, tindakan, norma, moral dan etika. Nilai-nilai dalam sastra mampu menimbulkan kesan bagi pembaca. Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya sastra (Sadikin, 2011:6) 2.6 Pengertian Novel Novel merupakan fragmen dari kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para pelakunya (Esten, 1978:12). Tuloli (2000:17) berpendapat bahwa novel dianggap suatu ragam sastra yang panjang dan kompleks yang unsur-unsur utamanya adalah plot, perwatakan, latar, dan sudut pandang. Novel biasanya jika dilihat dari panjang cerita, berjumlah beratus-ratus halaman tetapi ada juga yang disebut novelette, yaitu karya sastra yang lebih pendek dari novel, tapi lebih panjang dari cerpen. Bisa dikatakan merupakan pertengahan diantara novel dan cerpen. Dari segi panjang cerita, novel (jauh) lebih panjang dari pada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai

17 permasalahan yang lebih kompleks. Hal ini mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 2007:11). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:531) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Dengan demikian novel merupakan karya yang dalam penggambaran pengarang dimuat dengan kompleks lengkap dengan unsur-unsur yang saling berhubungan dan memuat hal-hal penting di dalamnya. Karya sastra yang kian banyak memancarkan tingkatan pengalaman jiwa dan merupakan kutuhan akan tinggi nilainya, ditambah lagi bila pengalaman itu lengkap, karya sastra jadi semakin hidup, besar dan agung, jadi kian tinggi mutunya (Pradopo, 2011:59). 2.7 Jenis-jenis Novel Sebuah novel hadir dengan ciri dan gaya yang khas sehingga bisa terdapat banyak jenis novel. Menurut Sumarjdo dan Saini (1997:29-30) novel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni novel percintaaan, novel petualangan, dan novel fantasi. a) Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria sacara imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar novel termasuk jenis ini. b) Novel petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika wanita disebut dalam novel jenis ini, maka penggambarannya hampir stereotip dan kurang berperan. Jenis novel petualangan adalah bacaan kaum pria karena tokoh-tokoh di

18 dalamnya pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel petualangan ini sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka; artinya, novel itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta. c) Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman-pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang tidak wajar untuk menyampaikan ide-ide penulisnya. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep, dan gagasan sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari. Berdasarkan penjelasan di atas, sudah jelas bahwa jenis novel yang akan diteliti adalah novel bergenre petualangan, yaitu novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle. Novel ini berisikan karangan yang mengajak pembaca untuk terjun kedalam cerita dan mengikuti perjalanan cerita Sherlock Holmes yang penuh teka-teki dan misteri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (1986:164) yang berpendapat bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representative dalam suatu keadaan yang sangat kacau atau kusut.

19 2.8 Pendekatan Struktural Endraswara (2011:51) mengatakan bahwa pendekatan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastrabergantung penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsure yang mapan. Unsure-unsur itu tidak jauh berbeda dengan sebuah artefak (benda seni) yang bemakna. Hal di atas seperti pendapat Eagleton (2010: ) yang mengatakan bahwa sebuah analisis stukturalis akan mencoba mengisolasiperangkat aturan, yang mengkombinasikan tanda-tanda ini menjadi sebuah makna, yang mendasari system tersebut. Jadi, pendekatan struktural menekankan pada fungsi-fungsi atau pemaknaan dari unsur-unsur intrinsik karya sastra dan dalam penelitian ini, penelitian dipusatkan pada sifat, tingkah laku, sikap dan cara penggambarannya serta nilai-nilai yang terkandung pada karakter tokoh-tokoh itu sendiri yang ada pada novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle. Berikut ini cara penerapan kajian struktural dengan karakterisasi tokoh: a) Kajian diawali dengan mengidentifikasi unsur intrinsik berupa tokoh dan penokohan atau karakterisasi tokoh-tokoh dalam novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle. b) Mencatat kutipan-kutipan dalam novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle yang menggambarkan karakterisasi tokoh baik secara langsung (telling), maupun tak langsung (showing).

20 c) Menganalisis karakterisasi serta nilai-nilai yang ditimbulkan dari karakter tokoh-tokoh dalam novel Sherlock Holmes Empat Pemburu Harta karya Sir Arthur Conan Doyle d) Menyimpulkan hasil analisis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA. 1) Sitti Rachmi Masie dan Siti Maryam Abdul Wahab tahun 2011 Universitas Negeri

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA. 1) Sitti Rachmi Masie dan Siti Maryam Abdul Wahab tahun 2011 Universitas Negeri BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan 1) Sitti Rachmi Masie dan Siti Maryam Abdul Wahab tahun 2011 Universitas Negeri Gorontalo yang berjudul Karakterisasi showing dalam Novel Bumi Cinta Karya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsurunsur

BAB I PENDAHULUAN. intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsurunsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam novel terdapat unsur dari dalam yang membangun terciptanya novel, atau biasa disebut unsur intrinsik. Nurgiyantoro (2007:23) berpendapat bahwa unsur intrinsik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dimensi kehidupan. Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Novel adalah salah

II. LANDASAN TEORI. dimensi kehidupan. Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Novel adalah salah 10 II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dan lingkungannya yang realistis serta dari berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif 33 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif yang artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Kemampuan Siswa menentuan Tokoh, Karekter Tokoh, dan Latar Cerpen Pada Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sesuai dengan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3

SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3 1. Bacalah dengan seksama penggalan novel berikut! SMA/MA IPS kelas 11 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 1. MEMAHAMI CERPEN DAN NOVELLatihan Soal 1.3 Ketika pulang, pikirannya melayang membayangkan kejadian yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Metode Penggambaran Tokoh dalam Karya Fiksi

BAB II KAJIAN TEORI. A. Metode Penggambaran Tokoh dalam Karya Fiksi 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Penggambaran Tokoh dalam Karya Fiksi Meskipun kata tokoh dan penokohan sering digunakan orang untuk menyebut hal yang sama atau kurang lebih sama, sebenarnya keduanya tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan 1. Beberapa pengertian sastra menurut Wellek dan Austin Warren dapat dilihat pada pernyataan di bawah ini, kecuali: a. sebuah ciptaan, kreasi, bukan hanya imitasi b. menghadirkan sintesa antara hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian mengenai karakterisasi dalam novel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan hiburan atau kesenangan juga sebagai penanaman nilai edukatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dipakai untuk menyebutkan gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat global meskipun secara sosial, ekonomi dan keagamaan keberadaanya tidak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) menyatakan bahwa tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, khususnya pada Jurusan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya di masyarakat yang penuh dengan berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang dimilikinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Jepang banyak menghasilkan teknologi canggih yang sekarang digunakan juga oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

Unsur-unsur dalam Karya Sastra. Kholid A.Harras

Unsur-unsur dalam Karya Sastra. Kholid A.Harras Unsur-unsur dalam Karya Sastra Kholid A.Harras Terbagi 2: Unsur Ekstrinsik Unsur Intrinsik Unsur Ekstrinsik Segala sesuatu yang menginspirasi penulisan karya sastra dan mempengaruhi karya sastra secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, banyak sekali bermunculan karya-karya sastra yang nilai keindahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil karya seseorang baik lisan maupun tulisan jika mengandung unsur estetik maka akan banyak disukai oleh semua kalangan. Di era globalisasi seperti saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah karya sastra, seorang penulis langsung menggambarkan atau

BAB I PENDAHULUAN. sebuah karya sastra, seorang penulis langsung menggambarkan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan deskripsi atau gambaran kehidupan yang dituangkan dalam bentuk yang lebih sederhana. Maksudnya dalam menghasilkan sebuah karya sastra, seorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif ke dalam bentuk dan struktur bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif ke dalam bentuk dan struktur bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari makin banyaknya masyarakat yang gemar membaca karya sastra.

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci