TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS"

Transkripsi

1 87 TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

2 88 TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

3 89 PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM : PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

4 90 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 Juni 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) NIP Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP NIP Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor

5 91 UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016 Tanggal ; 10 Juni 2016 Ketua Sekretaris Anggota : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF 2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And. 3. Dr. dr. I Wayan Putu SutirtaYasa, M.Si

6 92

7 93 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar. Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada pembimbing satu yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan, saran, serta waktunya kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan diri untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam pembuatan tesis ini. Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai subjek / tempat penelitian dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada: Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) atas kesempatan dan fasilitas

8 94 yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar, seluruh penguji yaitu, Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas masukan dan kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini dapat menjadi lebih baik. Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan. Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan Labnya selama penelitian ini dilakukan. Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi dan Mulut RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2013 khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan. Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE, MSi., yang telah berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan sudah menjadi teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada putra-putri dan menantu tersayang, drg. I Gusti Agung Istri Dentarika, SKG, dr. I Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked beserta istri

9 95 dr.i Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti Agung Gde Dennyningrat yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan terkasih I Gusti Agung Mas Luna Atalya dan Anak Agung Ayu Kaesra dengan kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai selesainya tesis ini. Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik untuk perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang bergerak dalam bidang kedokteran / kedokteran gigi. Denpasar, Mei 2016 ABSTRAK Penulis PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR. Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara meningkatkan pengetahuan cuci tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan. Rancangan penelitian ini pre-post test control group design, dengan jumlah sampel 28 orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan cuci tangan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil diuji secara statistik. Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-independent, t = 0,141 dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan kedua kelompok tidak berbeda

10 96 (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan dengan uji t-independent, t = 3,89 dan nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0.05). Hasil analisis data koloni bakteri sebelum perlakuan dengan uji Mann-Whitney, p = 0,110, artinya median koloni bakteri sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139, artinya median koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Hasil analisis data koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan, dengan uji Mann- Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,100, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar Kata kunci : program penyadaran kepatuhan cuci tangan, pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus.

11 97 ABSTRACT HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO ASS FKG UNMAS DENPASAR The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still high enough at 6-16% with mean of 9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted by hand washing compliance awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim to increase awareness and compliance with hand washing so as to reduce the number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus on hand. This study was conducted with pre-post test control group design, by number of sample was 28 students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two groups, that were the control group who they was washed their hands according to the permanent procedure and the treatment group who was handwashing with hand washing compliance awareness programs and mean differences were statistically tested result. The results of data analysis of knowledge at pre-test with independent t-test, t = and p = 0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both groups did not signficant (p> 0,05). While after treatment, the score of knowledge by t-independent, t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the knowledge score after treatment in both groups differed significantly (p <0,05). The results of the data analysis of bacterial colonies pre-test with the Mann-Whitney test, p = 0,110, its meaning that the median of bacterial colonies before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial colonies after treatment in both groups did not significant (p > 0,05). The results of the data analysis of bacteria Staphylococcus aureus before treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that median of bacteria Staphylococcus aureus before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100, its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after treatment in both groups did not significant (p > 0,05). The conclusion that hand washing compliance awareness program can improve knowledge of hand washing,, but did not reduce the number of bacterial colonies and the bacteria Staphylococcus aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar Keywords : hand washing compliance awareness programs, knowledge of hand washing, number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus DAFTAR ISI

12 98 SAMPUL DEPAN i PRASYARAT GELAR LEMBAR PERSETUJUAN. ii. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv UCAPAN TERIMA KASIH v ABSTRAK ix ABSTRACT x DAFTAR ISI.. xi DAFTAR TABEL xvi DAFTAR GAMBAR DAFTAR SINGKATAN. xvii. xviii DAFTAR LAMPIRAN xix BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan masalah... Tujuan Tujuan umum... Tujuan khusus Manfaat penelitian Manfaat akademis. 10

13 Manfaat praktis.. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Infeksi nosokomial Bakteri Bakteri pada tangan manusia Bakteri penyebab infeksi nosokomial Pencegahan infeksi nosokomial. Hand hygiene Ruang lingkup hand hygiene Tata laksana hand hygiene Enam (6) langkah cuci tangan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan Hambatan untuk cuci tangan Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun Program penyadaran (Awareness program) Tujuan program penyadaran Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan 26

14 100 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka berpikir. Konsep penelitian. Hipotesis penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Tempat dan waktu penelitian.. Penentuan sumber data Populasi penelitian. Sampel penelitian.. Kriteria eligibilitas.. Besar sampel Tehnik pengambilan sampel Variabel penelitian.. Hubungan antar variabel.. Definisi operasional variabel. Bahan dan alat penelitian Bahan. Alat 39 39

15 Prosedur penelitian Tahap persiapan. Tahap pemilihan dan penentuan sampel Tahap pelaksanaan penelitian.. Alur penelitian Analisis data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengetahuan Cuci Tangan Jumlah Koloni Bakteri Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pembahasan Pengetahuan Cuci Tangan Jumlah Koloni Bakteri Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus. 69 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 77 DAFTAR PUSTAKA.. 79 LAMPIRAN 87

16 102 DAFTAR TABEL 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan (n=14) Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan (n=14) Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan... 54

17 103 DAFTAR GAMBAR 2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009) Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009) Konsep penelitian Rancangan penelitian Hubungan antara variabel Alur penelitian Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count Agar Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media Plate Count Agar Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomeriux dengan sistim perubahan warna Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada mikroskop Olympus dengan pembesaran 1000 X

18 104 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan Kebersihan Tangan Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian Lampiran 6 Data Pengisian Responden 92 7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner Lampiran 8 Informed Consent Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan Sesudah Perlakuan Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sebelum Perlakuan Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sesudah Perlakuan Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol Lampiran 19 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan.. 104

19 105 DAFTAR SINGKATAN AIDS APIC CDC CFU Co Ass CTPS Depkes DKI EMBA FKG HAIs HBV HIV ISPA Kemenkes LOS ml PCA RI RSGM RSU RSUD RSUP TSBA UNMAS VP WHO : Aquired Immunodeficiency Syndrom : Association for Professionals in Infection Control : Centers for Disease Control and Prevention : Coloni Forming Unit : Co Asisten : Cuci tangan pakai sabun : Departemen Kesehatan : Daerah Khusus Ibukota : Eosin Methylen Blue Agar : Fakultas Kedokteran Gigi : Health-care Associated Infection : Hepatitis B virus : Human immunodeficiency virus : Infeksi Saluran Pernafasan Atas : Kementerian Kesehatan : Length of stay : mili liter : Plate Count Agar : Republik Indonesia : Rumah Sakit Gigi dn Mulut : Rumah Sakit Umum : Rumah Sakit Umum Daerah : Rumah Sakit Umum Pusat : Tryptic Soy Broth Agar : Universitas Mahasaraswati : Voges Proskauer : World Health Organization

20 106 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi ) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena mereka tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan dari tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan dalam praktek kedokteran gigi menempatkan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular / infeksi nosokomial berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus dari pasien dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses pendidikan profesinya di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (WHO) variasi 3 21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan oleh World Health Organization menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi nosokomialnya masih cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia dapat dilihat dari data surveilans

21 107 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di sepuluh (10) RSU Pendidikan diperoleh angka infeksi nosokomial sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %, dan penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009). Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka kejadian infeksi nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar 7,94%, Rumah Sakit Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi sebesar 5,06%, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 4,60% (Bady et al., 2007). Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu), environment ( lingkungan ) dan agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan Muliani, 2010). Semua mikro organisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri. Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui benda atau bahan-bahan yang tidak steril, termasuk dari tangan petugas kesehatan yang kurang bersih akibat tidak mengimplementasikan panduan kebersihan tangan secara baik dan benar (WHO,2009). Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti

22 108 E.coli, Salmonella sp, Shigela sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988). Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti Staphylococcus epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz & Widmer, 2004), sedangkan flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus aureus (Synder, 2001). Keberadaan kumankuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan (Rachmawati dan Triyana,2008). Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia (Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006). Berdasarkan data, penyebab infeksi nosokomial yang paling sering adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Zulkarnain, 2009 ; Bereketet al., 2012). Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan virus hepatitis B (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin meningkat.tingkat disiplin pada pengendalian infeksi telah meningkat selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai tenaga medis kedokteran gigi. Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular mikro- organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia dengan manusia, atau secara kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat pelayanan dengan manusia (Wibowo et al., 2009). Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas

23 109 kesehatan maupun pengunjung rumah sakit. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi. Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta, RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter/dokter gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien.salah satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah dengan dekontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga kebersihan tangan dengan cara cuci tangan (Depkes.RI., 2007). Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang. Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang benar dan mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002). Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil.anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat.anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh (Batanoa, 2008).

24 110 Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak tahun 1840an, dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan.sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit (Teare, 1999).Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di tangan secara mekanis (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di tangan sehingga cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et al., 2002). Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et al., 2005). Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2005). Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia, cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar (Depkes.RI., 2010). Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi, sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas

25 111 handscoens, karena mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi (CDC, 2012). Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak dilakukan karena banyaknya alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan, dan waktu mencuci tangan yang lama (Lankford et al., 2003). Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and Sanitation Program menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum menjadi praktik yang umum ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan tercatat rata-rata hanya 12% masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes. RI., 2010). Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang benar, namum dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu sebagai tindakan preventif yang paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang et al., 2013). Cuci tangan adalah tindakan sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di seluruh dunia (WHO, 2009). Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi adalah perawat 43%, dokter 19% dan tenaga kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin et al., 2012), sedangkan hasil penelitian perbedaan angka kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka

26 112 kepatuhan cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass 21,69% (Suryoputri, 2011). Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga masih rendah, terbukti dari data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat kepatuhan cuci tangan periode April Juni 2014 adalah 24,32 %, periode Juli September 2014 adalah 44,83 % (RSUP Sanglah, 2015). Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan masih rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) termasuk Co Ass FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai sehingga perlu dilakukan penelitian. Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan informasi yang ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau kurangnya motivasi untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi (Pitted, 2001 ; WHO 2002), faktor ketidak mengertian akan tekhnik hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003), kurangnya pengetahuan terhadap standar (Lankfordet al.,2003), kurangnya pendidikan cuci tangan (WHO, 2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar (Jamaluddin et al., 2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness program). Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan judul program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

27 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut ; 1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar? 2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar? 3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar? 1.3 Tujuan 1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar 2 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. 2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS.

28 Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Manfaat akademis ; Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan tangan yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. 2 Manfaat praktis ; 1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan. 2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat disosialisasikan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas Kedok teran Gigi dan profesi kesehatan lainnya.

29 115 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Infeksi nosokomial. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial, yang dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002). Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderitapenderita yang sedang dalam proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006). Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk rumah sakit, 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit non infeksi. Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat juga didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu jam, pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi. Infeksi ini tidak hanya terjadi

30 116 kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002). Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga epidemiologi, sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya, yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent (bakteri) (Maryani dan Mulyani, 2010). Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam beberapa kasus, pasien mengalami infeksi karena kondisi / atau fasilitas kesehatan di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit tidak mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009). 2.2 Bakteri. Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk pada telapak tangan. Keberadaan kumankuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain. Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai penelitian, bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada

31 117 keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal. Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati.tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar CFU/cm 2 (Trampuz & Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005). The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi- kan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia,virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

32 118 Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti semula(jawetz et al., 2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas populasi antara CFU (Coloni Forming Unit)/cm 2 (Trampuz & Widmer, 2004). Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah atau 10.6 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Synder, 2001). Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan dicuci, sedangkan flora tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba Bakteri pada tangan manusia. Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus, Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, Salmonella sp, Basillus cereus, dan Neisserria mucosa. (Pratami et al., 2013) Bakteri penyebab infeksi nosokomial. Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi rumah sakit dan mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada pasien yang

33 119 dirawat di rumah sakit adalah 90% disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan mikobakteri, virus, jamur atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah ; Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp., Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang umumnya dilaporkan adalah E.coli, Staphylococcus aureus, enterococci dan P.aeruginosa, tapi berdasarkan data, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah yang paling sering / paling banyak sebagai penyebab infeksi nosokomial (Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012). 2.3 Pencegahan infeksi nosokomial. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009). Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan tangan yang buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi jumlah kasus dengan mencuci tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso- komial adalah tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan, banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf, terutama tentang kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung tangan, baju, dan masker.who telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci

34 120 Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara di dunia, salah satu diantaranya adalah Indonesia (WHO, 2009). Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes juga menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010). Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih cepat terkena patogen S. aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang mencuci tangan dengan sabun (Paul et al., 2011). Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah membuktikan bahwa mencuci tangan adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Pusat Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil

35 121 kesehatan harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes, 2014). 2.4 Hand hygiene. Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci tangan, cuci tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in Infection Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene (WHO, 2009). Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan, baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing) atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009) Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua permukaan tangan dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011). Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar alkohol tanpa air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil, 2011).

36 Ruang lingkup hand hygiene WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu : 1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/ perawat dan petugas kesehatan lainnya. 2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli gizi, farmasi. 3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien. 4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit Tata laksana hand hygiene. WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand hygien (5 waktu hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan cuci tangan, yaitu : 1. Sebelum kontak dengan pasien. Cuci tangan sebelum menyentuh pasien, untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas. 2. Sebelum melakukan tindakan aseptik. Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik, untuk melindungi pasien dari bakteri patogen, termasuk yang berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri.

37 Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien. Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien (dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien. 4. Setelah kontak dengan pasien. Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien. 5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien. Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien. Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

38 124 Gambar 2.1. Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009) Enam ( 6 ) langkah cuci tangan: Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan basahi kedua telapak tangan, tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua telapak tangan dengan urutan TE-PUNG SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR- PUTAR sebagai berikut : 1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan 2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan sebaliknya. 3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam

39 KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci 5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya 6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya. Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan. Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Enam langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;

40 126 Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah : 1. Kuku tangan. Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di bawah kuku. 2. Perhiasan dan aksesoris. Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari, karena ada resiko akumulasi bakteri patogen. 3. Kosmetik. Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyimpan bakteri patogen. 4. Penggunaan tisu. Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran Hambatan-hambatan pada cuci tangan Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci tangan yang diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009): 1. Kurangnya pengetahuan, 2. Kurangnya fasilitas, 3. Kurangnya waktu, 4. Iritasi kulit/ masalah kulit Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.

41 127 Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009) 1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan 2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan 3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas 4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu 5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertindak sesuai pedoman Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) : Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ; 1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. 2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya. 3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/ menyaji- kan dan makan). 4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang cost-effective. 5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS. 6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena tidak tersedianya sarana CTPS di dekat mereka. 7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang dalam

42 128 Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Program penyadaran (Awareness program). Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar menyiratkan pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan bantuan sarana informasi dari luar dan program penyadaran adalah sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran sesuatu (Anonim, 2015). Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan profesi dipengaruhi oleh sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas, hospital guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013). Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini adalah program untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan serta melalui latihan (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci tangan Tujuan program penyadaran adalah ; 1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene 2. Meningkatkan budaya hand hygiene 3. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan 4. Menurunkan resiko infeksi. 5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan evaluasi terus menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program dievaluasi pada tingkat kesadaran

43 129 serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci tangan/kebersihan tangan yang terjadi. Perbaikan dapat dibuat sehingga program dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun berikutnya (WHO, 2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah (Kushartanti, 2012) ; 1. Citra diri 2. Status sosial ekonomi 3. Pengetahuan 4. Kebiasaan 5. Sikap 6. Motivasi 7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi ) 8. Peran guru/dosen. 9. Ketersediaan sarana sanitasi ; 1. Air /wastafel, 2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan). 3. Tisu 4. Ketersediaan media pendidikan/informasi 1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster. 2. Alat bantu dengar (audio aids) radio, 3. Alat bantu lihat-dengar seperti televisi dan video

44 130

45 131 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka berpikir. Infeksi nosokomial masih menjadi masalah utama dunia, karena kejadian infeksi ini menyebabkan lama perawatan /length of stay (LOS) bertambah panjang, sehingga angka kematian dan biaya untuk pelayanan kesehatan menjadi semakin meningkat. Pada infeksi nasokomial transmisi bakteri dapat melalui 3 cara, yaitu flora transien dan residen dari kulit pasien, flora dari petugas kesehatan ke pasien khususnya melalui tangan dan flora dari lingkungan rumah sakit. Orang yang berkecimpung dalam bidang kesehatan termasuk Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi di Rumah Sakit. Rumah Sakit Gigi dan Mulut tempat menjalani pendidikan profesi merupakan sarana dan tempat ideal yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari pasien ke pasien, dari pasien ke pengunjung yang lain dan dari pasien ke Co Ass dan sebaliknya dari Co Ass ke pasien, sehingga diperlukan kewaspadaan adanya penularan penyakit. Oleh karena itu pada waktu memberikan pelayanan/perawatan kepada semua pasien, maka Co Ass FKG UNMAS Denpasar diwajibkan untuk melakukan perlindungan diri diantaranya dengan cara cuci tangan sebelum dan setelah melayani pasien, karena cara ini merupakan salah satu langkah yang efektif untuk memutus rantai transmisi infeksi sehingga insiden infeksi nosokomial dapat dicegah dan dikendalikan. Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan, karena peran tangan sangat penting sebagai sarana transmisi kuman patogen dan telah

46 132 terbukti bahwa dokter yang membersihkan tangannya dengan cara cuci tangan sebelum dan sesudah melayani pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah sakit. Yang masih menjadi masalah adalah bahwa masih rendahnya tingkat kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan maupun calon tenaga kesehatan khususnya mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran yakni masih berada dibawah standar WHO (50%), yang disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan usaha maupun upaya agar pengetahuan serta kepatuhan cuci tangan meningkat dengan meningkatkan pengetahuan/ketrampilan cuci tangan yang dapat dimulai dari para mahasiswa khususnya dan para petugas kesehatan umumnya sehingga dampak yang ditimbulkan seperti masih adanya penyakit infeksi yang mengakibatkan tingginya angka kematian dan biaya kesehatan dapat dicegah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci tangan adalah dengan awareness programm atau program penyadaran, yaitu suatu program yang dapat menggugah kesadaran dan kebiasaan untuk selalu meningkatkan pola hidup sehat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus yang pada akhirnya dapat mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial. 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disusun kerangka konsep berdasarkan hubungan antar variabel yang ada. Faktor Internal Pengetahuan Sikap/perilaku Lingkungan Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Faktor Eksternal Air mengalir Kran Sabun Waktu Tisu

47 133 Peningkatan pengetahuan cuci tangan. Penurunan Jumlah koloni bakteri. Penurunan Jumlah bakteri Staphylococcus aureus Gambar 3.1. Konsep Penelitian 3.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. 2. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. 3. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

48 134 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian ini adalah eksperimental dengan pre-post test control group design. Adapun skema penelitian ini digambarkan sebagai `berikut (Pocock, 2008) : O 1 K O 2 P S RA P 1 O 3 O 4 Keterangan: P = Populasi, S = Sampel, K = Kelompok Kontrol, P 1 = Kelompok Perlakuan RA = Random Alokasi O 1 = Observasi K sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen O 2 = Observasi K setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen O 3 = Observasi P 1 sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen O 4 = Observasi P 1 setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar.

49 Waktu penelitian Penelitian ini dilaksakan pada bulan Mei Penentuan Sumber Data Populasi penelitian 1. Populasi target Dalam penelitin ini populasi target adalah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar. 2. Populasi terjangkau Dalam penelitian ini sebagai populasi terjangkau adalah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar dan bersedia menjadi sampel Sampel penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang diambil dari populasi terjangkau, disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kreteria eligibilitas Kriteria eligibilitas. Kreteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi terjangkau adalah: 1. Kriteria Inklusi Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi adalah Co Ass yang ; 1. Sehat jasmani dan rohani.

50 Jenis kelamin pria atau wanita 3. Sedang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS. 4. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi formulir Informed consent. 2. Kriteria eksklusi. Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, tapi karena sesuatu keadaan dikeluarkan dari sampel antara lain: 1. Ada riwayat baru sembuh dari luka pada telapak tangan 2. Ada riwayat alergi terhadap bahan pembersih tangan 3. Ada fraktur pada tangan. 4. Ada cacat pada tangan 3. Kriteria penggugur (Drop out) 1. Mengundurkan diri saat penelitian berlangsung 2. Datangnya sampel tidak sesuai dengan waktu penelitian Besar sampel (2008) berikut ini: Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock Keterangan : n = jumlah sampel

51 137 σ μ1 μ2 = nilai standar deviasi = rerata jumlah kumansebelum perlakuan = rerata jumlah kumansetelah perlakuan α = tingkat kesalahan tipe I (0,05) β = tingkat kesalahan tipe II (0,1) f (α,β) = nilai yang ada pada tabel (10,5). Berdasarkan hasil penelitian dari Rachmawati dan Triyana (2008), penghitungan sampel dengan data rerata penurunan koloni bakteri sebesar 25,42 dan standar deviasi 19,5 diperoleh hasil besar sampel 12,36 ditambah 10% menjadi 13,59 dan dibulatkan menjdi 14 sampel setiap kelompok, sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok menjadi 28 sampel Tehnik pengambilan sampel Tehnik pengambilan sampel dengan cara sebagai berikut: 1. Melakukan pemilihan sejumlah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar berdasarkan kriteria inklusi. 2. Jumlah sampel yang terpilih diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi. 3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 28 responden secara random sederhana dari subyek yang terpilih. 4. Melakukan pembagian kelompok menjadi 2(dua) kelompok masing- masing kelompok berjumlah 14 responden. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana, selanjutnya kelompok 1 akan dipakai sebagai kontrol, melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok 2 mendapat perlakuaan sosialisasi program penyadaran kepatuhan cuci tangan, melakukan cuci tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

52 Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3(tiga), yaitu ; 1. Variabel bebas adalah program penyadaran kepatuhan cuci tangan. 2. Variabel tergantung adalah pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus. 3. Variabel kendali adalah air mengalir, jenis kran, sabun antiseptik, waktu cuci tangan, tisu pengering. 4.5 Hubungan Antar Variabel Variabel bebas Program penyadaran kepatuhan cuci tangan Variabel Tergantung Pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri / P bakteri Staphylococcus aureus Variabel Kendali Air mengalir, jenis kran, sabun antiseptik, waktu cuci tangan, tisu pengering.

53 139 Gambar 4.2. Hubungan Antar Variabel 4.6. Definisi operasional variabel. 1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan adalah suatu program yang dilakukan dengan cara sosialisasi tentang cuci tangan yang baik dan benar melalui; 1. Pendidikan / Ceramah tentang cuci tangan sesuai standar WHO. Ceramah diberikan selama 60 (enam puluh) menit oleh seorang dokter gigi senior RSUP Sanglah Denpasar sesuai jadwal di salah satu ruang kuliah FKG UNMAS Denpasar. 2. Peragaan cuci tangan sesuai standar WHO 3. Latihan / praktek cuci tangan sesuai standar WHO. Peragaan dan praktek cuci tangan diberikan selama 60 (enam puluh) menit oleh seorang dokter gigi senior RSUP Sanglah Denpasar setelah selesai pendidikan / ceramah yang dilakukan di salah satu poliklinik RSGM FKG UNMAS Denpasar. 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah membersihkan telapak dan jari-jemari tangan menggunakan sabun dan air mengalir agar menjadi bersih dengan enam langkah dan dengan urutan/singkatan Te-Pung-Sela-Ci-Pu-Put (WHO,2009) 3. Air mengalir adalah aliran air kran bawah tanah untuk pembilasan setelah pelaksanaan cuci tangan. 4 Jenis kran adalah kran standar yang dibuka dan ditutup dengan memakai tangan.

54 Sabun antiseptik adalah sabun cuci tangan cair (liquid hand soap) komersial yang mengandung triclosan. 6. Waktu adalah waktu yang dibutuhkan selama kegiatan cuci tangan yaitu selama 60 (enam puluh) detik.. 7. Tisu pengering adalah kertas tisu lembaran untuk tangan (hand towels) komersial yang dipakai sebagai pengering dan menutup kran setelah cuci tangan. 8. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui mata dan telinga. 9. Sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus dan objek tertentu (dalam hal ini adalah tentang cuci tangan). 10. Lingkumgan adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku, seperti lingkungan fisik, biologis, sosial, ekonomi dan budaya. 11. Jumlah koloni bakteri adalah jumlah bakteri yang tumbuh di dalam cawan petri yang dihitung secara manual dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) / ml 12. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, yang diidentifikasi dengan media agar, pengecatan Gram, uji biokimia dan reagen Manitol. 13. Co Ass adalah mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi Bahan dan alat penelitian Bahan penelitian ; 1. Sabun antiseptik 2. Air mengalir 3. Kertas tisu

55 Media ; Plate Count Agar (PCA), Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) Tryptic Soy Broth Agar (TSBA), Media agar darah Mc. Conkey, Gula-gula dan media Biokimia. 5. Reagen Serologi, reagen pengecatan Gram Alat penelitian ; 1. Sarana cuci tangan ( wastafel, kran air ). 2. Tempat sampah tertutup 3. Inkubator 4. Bunsen 5. Jarum ose 6. Petri dish 7. Tabung ulir 8. Swab lidi kapas steril 9. Rak pengecatan 10. Mikroskop 11. Autoclave Prosedur penelitian Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : Tahap persiapan 1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, internet dan lain-lain yang sesuai dengan topik penelitian 2. Mengurus surat-surat administrasi penelitian 3. Membuat jadwal pelaksanaan

56 Melakukan pelatihan pengukuran 5. Menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan penelitian Tahap pemilihan dan penentuan sampel 1. Semua Co Ass FKG UNMAS Denpasar yang memenuhi kriteria sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda. 2. Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan tehnik undian nomor urut 1,2,3 dan seterusnya dengan jumlah yang sesuai. 3. Melakukan pembagian kelompok secara acak sederhana, dengan tehnik undian sebanyak 2 (dua) kelompok masing-masing 14 orang Tahap pelaksanaan penelitian. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebelum penelitian responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian dan hak-hak subyek dalam pelaksanaan penelitian. 2. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan prosedur tetap RSGM FKG UNMAS Denpasar pada kelompok kontrol 3. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan sosialisasi program penyadaran kepatuhan cuci tangan. pada kelompok perlakuan 4. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode swab tangan dan dikultur pada media Plate Count Agar untuk hitung jumlah bakteri, sedangkan untuk keperluan identifikasi, bakteri dikultur pada media agar darah Mc. Conkey, uji gula-gula dan uji biokimia.

57 Dalam penelitian ini bakteri didapatkan dari hasil swab(usapan) pada telapak tangan dan sela-sela-jari tangan. Jumlah bakteri didapatkan secara visual berupa angka dalam koloni (Coloni Forming Unit) / ml (BPOM, 2007). 6. Tehnik Pengambilan Swab. Pengambilan sampel swab tangan dilakukan oleh seorang tenaga analis Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan langkah-langkah modifikasi sebagai berikut (Lennette, 1985) ; Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam kaldu, kemudian kapas lidi tersebut digunakan untuk men-swab seluruh permukaan tangan dan sela-sela jari tangan. Swab tangan hanya dilakukan dua kali saja untuk masing-masing probandus, yaitu setelah melakukan cuci tangan sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. 7. Identifikasi bakteri. Pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan langkahlangkah sebagai berikut (Pohan, t.t.. dan Sherris, 1984) ; 1. Kaldu TSB yang telah berisi sampel swab diambil 1(satu) sengkelit (diameter = 3-5 mm) masing-masing ditanam pada medium Agar Darah, kaldu, dan EMB agar. kemudian diinkubasi pada suhu 35 derajat C selama jam. Simpan cawan dengan posisi upside-down dalam incubator, kemudian dilihat ada / tidaknya pertumbuhan.

58 Kelompok Kontrol Cuci tangan sesuai Kelompok Perlakuan Cuci tangan sesuai Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram terhadap koloni yang tumbuh dengan menggunakan reagen Gentian ungu (1-3 menit), Lugol (1/2-1 menit), Alkohol (1/4-1/2 menit), dan Fukhsin air (1-3 menit) secara bergantian dengan setiap langkah dicuci dengan air mengalir. Bila pada akhir pencucian didapatkan warna merah maka terdapat kuman Gram Negatif dan bila didapatkan warna biru maka terdapat kuman Gram Positif. 3. Identifikasi jenis Staphylococcus dilakukan dengan cara tes katalase, koagulase dan Manitol. Jika katalase positif, koagulase positif, Manitol positif maka bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus. 8. Penghitungan angka kuman. Penghitungan angka kuman dapat dilakukan dengan membiakkan kuman yang akan dihitung pada media agar darah karena agar darah merupakan media kaya yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kuman baik kuman gram positif maupun gram negatif. Kuman dihitung berdasar jumlah koloni dengan satuan Coloni Forming Unit (CFU) / ml. Pada penghitungan angka kuman ini tidak dibedakan jenis koloni, tiap koloni yang berasal dari 1 (satu) bakteri dianggap 1 (satu) jenis bakteri Alur Penelitian. Kriteria Inklusi Populasi Sampel Simple Random Sampling Kuesioner / Cuci tangan

59 145 Gambar 4.3. Alur penelitian Analisis data. Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santosa, 2010) : 1. Analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karasteristik data yang dimiliki dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data terdiri dari rerata, standar deviasi, minimum dan maksimum. Variabel yang dianalisis adalah pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri. Staphylococcus aureus. 2. Uji Normalitas. Uji normalitas memakai Saphiro-Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui distribusi data. Variabel yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus dengan batas kemaknaan yang digunakan adalah p > 0,05.

60 Uji homogenitas. Dengan memakai Levene s test, bertujuan untuk mengetahui variasi nilai rerata pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus.sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok, dengan batas kemaknaan yang digunakan adalah p > 0, Uji komparasi. Jika data berdistribusi normal maka digunakan uji parametrik t-test, jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Wilcoxon dan Mann Whitney. Data yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan baketri. Staphylococcus aureus.

61 147 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL. Penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test control group design, dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2015 dengan melibatkan 28 orang Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai sampel yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok perlakuan cuci tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan PENGETAHUAN CUCI TANGAN 1. Uji Normalitas Data Data pengetahuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data pengetahuan berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan Kelompok Subjek n p Ket. 0,602 Pengetahuan kontrol pre Pengetahuan perlakuan pre Pengetahuan kontrol post Pengetahuan perlakuan post ,065 0,253 0,135 Normal Normal Normal Normal

62 Uji Homogenitas Data Data pengetahuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene s test. Hasilnya menunjukkan bahwa data sebelum perlakuan tidak homogen (p<0,05), sedangkan sesudah perlakuan data pengetahuan homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan Variabel F p Keterangan Pengetahuan pre 5,37 0,029 Tidak Homogen Pengetahuan post 0,206 0,654 Homogen 3. Uji komparabilitas Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata skor pengetahuan antar kelompok sebelum perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t- independent disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Kelompok Subjek n Rerata Skor Pengetahuan SB t p Kontrol Perlakuan ,50 1,70 0,141 0,889

63 149 12,43 0,85 Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent menunjukkan nilai t = 0,141 dan nilai p = 0,889. Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). 4. Uji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata skor pengetahuan antar kelompok sesudah perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t- independent disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Kelompok Subjek n Rerata Skor Pengetahuan SB t p Kontrol 14 12,71 1,27 3,89 0,001 Perlakuan 14 14,50 1,16 Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent menunjukkan nilai t = 3,89 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05).

64 JUMLAH KOLONI BAKTERI Penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan, dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2. Koloni bakteri Koloni bakteri Gambar 5.1. Jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count Agar

65 Gambar5.2. Jumlah koloni bakteri setelah perlakuan Jenis dan rerata jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan perlakuan antara sebelum dan sestelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan(n=14) No Jenis Bakteri Jumlah Koloni kelompok Kontrol Jumlah Koloni kelompok Perlakuan Sebelum Setelah Sebelum Setelah 1. Pseudomonas stutzeri Ralstonia picketti Staphylococcus aureus Jumlah Berdasarkaan Tabel 5.5 didapatkan bahwa jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol adalah CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi CFU / ml dan pada kelompok perlakuan

66 152 adalah CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi CFU / ml sesudah perlakuan. Artinya terjadi penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. 1. Uji Normalitas Data Data jumlah koloni bakteri diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, hasilnya disajikan pada Tabel 5.6 Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri Kelompok Subjek n p Ket. 0,000 Jumlah koloni kontrol pre Jumlah koloni perlakuan pre Jumlah koloni kontrol post Jumlah koloni perlakuan post ,000 0,000 0,000 Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal Berdasarkaan Tabel 5.6 didapatkan bahwa data jumlah koloni bakteri tidak berdistribusi normal (p<0,05), 2. Uji komparabilitas Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata koloni bakteri antar kelompok sebelum perlakuan berupa cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7

67 153 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan Kondisi Rerata Koloni Rerata Koloni P Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan Sebelum Perlakuan 24885,00±53386, ,00±25224,34 0,327 Sesudah Perlakuan 1212,50± 2241, ,43±5217,58 0,165 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan bahwa tidak ada perbedaan rerata jumlah koloni bakteri antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan sebelum maupun sesudah diberikan perlakuan (p>0,05). 3. Uji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata koloni bakteri antar kelompok sesudah perlakuan berupa cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan Kelompok Perlakuan Rerata Koloni Rerata Koloni P Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan Kontrol 24885,00±53386, ,50± 2241,52 0,110 Perlakuan 15535,00±25224, ,43±5217,58 0,139

68 154 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan bahwa tidak ada perbedaan rerata jumlah koloni bakteri antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan (p>0,05). Bertdasarkan Tabel 5.5, 5.7 dan 5.8 didapatkan hasil bahwa walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah perlakuan akan tetapi penurunannya tidak bermakna / tidak signifikan JUMLAH BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS 5.4. Identifikasi jenis bakteri Staphylococcus aureus yang diketemukan dapat dilihat pada Gambar 5.3, Perubahan warna Gambar 5.3. Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomerioux dengan sistim perubahan warna.

69 155 Bakteri Staphylococcus aureus Gambar 5.4 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada mikroskop Olympus dengan pembesaran 1000 X Rerata jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok kontrol dan perlakuan antara sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang Diisolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan(n=14) No Jenis Bakteri Jumlah Koloni bakteri Staphylococcus aureus kelompok Kontrol Jumlah Koloni bakteri Staphylococcus aureus kelompok Perlakuan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

70 156 1 Staphylococcus aureus Jumlah Berdasarkan Tabel 5.9 didapatkan bahwa hasil rerata jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok kontrol adalah CFU/ ml sebelum perlakuan dan menjadi nol sesudah perlakuan sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan 915 CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi 98 CFU / ml sesudah perlakuan. Artinya telah terjadi penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah perlakuan 1. Uji komparabilitas Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata koloni bakteri Staphylococcus aureus antar kelompok sebelum perlakuan berupa cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel Tabel 5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan Kondisi Rerata Koloni Rerata Koloni Kelompok P Kelompok Kontrol Perlakuan Sebelum Cuci Tangan 18950,00±0,0 4270,00±3896,63 0,180

71 157 Sesudah Cuci Tangan 0,0±0,0 690,00±56,57 1,000 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan bahwa tidak ada perbedaan rerata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan sebelum maupun sesudah diberikan perlakuan (p>0,05). 2. Uji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata koloni bakteri Staphylococcus aureus antar kelompok sesudah perlakuan berupa cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.11 Tabel 5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan Kelompok Rerata Koloni Rerata Koloni Sesudah P Sebelum Perlakuan Perlakuan Kontrol 18950,00±0,0 0,0±0,0 - Perlakuan 4270,00±3896,63 690,00±56,57 0,564 Hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan bahwa tidak ada perbedaan rerata jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus antara sebelum dengan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan (p>0,05).

72 158 Berdasarkan Tabel 5.9, 5.10 dan 5.11 didapatkan hasil bahwa walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah perlakuan tetapi penurunannya tidak bermakna / tidak signifikan PEMBAHASAN. Untuk menguji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan terhadap pengetahuan, jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus maka dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan pretest-post test control group design, yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2015 dengan melibatkan 28 orang Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok kontrol yang melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok perlakuan cuci tangan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan PENGETAHUAN CUCI TANGAN 1. Distribusi Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa pengetahuan sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi. Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro-Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa data skor pengetahuan berdistribusi normal (p> 0,05) 2. Pengaruh Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Uji perbandingan pengetahuan cuci tangan antara kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Berdasarkan hasil analisis pada data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-indepedent menunjukkan bahwa nilai t = 0,141 dan nilai p = 0,889

73 159 Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, perbedaan rerata skor pengetahuan dengan uji t- indepedent menunjukkan bahwa nilai t = 3,89 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Dengan demikian didapatkan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Jamaluddin, et al (2012) bahwa pemberian sosialisasi cuci tangan melalui ceramah dan diskusi dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan dan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan, penelitian Desianto (2013) bahwa dengan pendidikan kesehatan yang diberikan khususnya tentang cuci tangan menyebabkan terjadinya peningkatan pengetahuan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya peningkatan kepatuhan cuci tangan. Jadi kesamaan hasil penelitian ini dengan ketiga penelitian di atas adalah bahwa dengan pemberian pendidikan kesehatan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pelaksanaan hand hygiene. Tingkat pengetahuan tentang hand hygiene tidak hanya sebatas pentingnya pelaksanaannya, namun juga harus mencakup indikasi dan tehnik pelaksanaannya. Pengetahuan merupakan unsur pokok dalam perubahan perilaku bagi setiap individu. Pengetahuan juga dikatakan sebagai suatu pembentukan secara terus menerus oleh seseorang dan setiap saat mengalami reorganisasi karena ada pemahamanpemahaman baru. Seseorang yang dipaparkan oleh pengetahuan yang terus menerus tentunya akan memberikan pengaruh terhadap perilakunya. Menurut Notoadmojo (2007) perilaku yang didasarkan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Dengan terjadinya peningkatan pengetahuan cuci tangan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan.hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa penelitian diantaranya adalah dengan

74 160 meningkatnya pengetahuan cuci tangan maka dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Pitted et al., 2000), bahwa untuk meningkatkan ketaatan petugas kesehatan dalam melakukan cuci tangan adalah dengan menggunakan strategi pendidikan, kurangnya pengetahuan dan informasi yang ilmiah tentang hand hygiene dapat menjadi penghambat atau kurangnya motivasi bagi petugas kesehatan untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi (WHO 2002). Penelitian lainnya menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat menghambat petugas kesehatan untuk melakukan hand hygiene adalah faktor ketidak mengertian akan tekhnik hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003), faktor kurangnya pengetahuan terhadap standar (Lankford et al., 2003) dan menurut WHO (2005) untuk meningkatkan ketaatan dalam melakukan hand hygiene diperlukan multidimensi strategi pendekatan diantaranya adalah dengan pendidikan. Suliha (2007) menyatakan bahwa pengetahuan dapat diubah dengan strategi persuasi yaitu memberikan informasi kepada orang lain dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan berbagai metode salah satunya metode demonstrasi. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang cuci tangan dengan tingkat kepatuhan cuci tangan (Arfianti, 2010), ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku / sikap mencuci tangan (Zuraidah, 2013) dan Asfan, 2013), terdapat hubungan antara pengetahuan terhadap motivasi Dokter Gigi Muda dalam kontrol infeksi (Shara et al., 2014), dan terdapat perbedaan tingkat kepatuhan mahasiswa praktek cuci tangan antara sebelum dan sesudah diberi pendidikan cuci tangan sehingga didapatkan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan cuci tangan (Murdyaningsih, 2015). Dengan pemberian sosialisasi cuci tangan melalui ceramah / diskusi, peragaan dan latihan ketrampilan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan / ketrampilan cuci tangan, meningkatnya pengetahuan / ketrampilan cuci tangan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kepatuhan cuci

75 161 tangan dan meningkatnya kepatuhan cuci tangan diharapkan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus JUMLAH KOLONI BAKTERI 1. Distribusi Data Hasil Penelitian Data hasil penelitian berupa koloni bakteri sebelum dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu diuji distribusi. Untuk uji distribusi digunakan uji Shapiro-Wilk, yaitu untuk mengetahui normalitas data. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa data skor koloni bakteri tidak berdistribusi normal (p< 0,05) 2. Pengaruh Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan Untuk data koloni bakteri sebelum perlakuan, dengan uji Mann-Whitney didapatkan bahwa nilai p = 0,110 Hal ini berarti bahwa median koloni bakteri sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, didapatkan bahwa nilai p = 0,139. Hal ini berarti bahwa median koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah perlakuan akan tetapi hasilnya tidak bermakna / tidak signifikan, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Hal ini dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang berhubungan dengan jumlah koloni bakteri pada telapak tangan yaitu ; cara dan waktu / momen cuci tangan, lama waktu / durasi cuci tangan, efektifitas bahan/jenis antimikroba, mutu air, material pengering yang digunakan, pemakaian

76 162 / sarung tangan, kondisi bangsal / ruangan, aktivitas yang dilakukan, sarana prasarana seperti wastafel, kran air wastafel dan tingkat pengetahuan serta tingkat kepatuhan cuci tangan. Disamping itu banyaknya jumlah bakteri pada tangan tergantung juga dari waktu sejak terakhir cuci tangan, karena hal ini dapat mempengeruhi komunitas bakteri di tangan, juga derajat kontaminasi sesuai dengan kontak karena semakin banyak melakukan kontak baik dengan pasien, dengan petugas medis lain, maupun kontak dengan alat-alat medis, berarti derajat kontaminasinya semakin tinggi dan jumlah mikroorganisme juga semakin banyak, serta derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme, karena semakin tinggi derajat kerentanan seseorang terhadap mikroorganisme maka akan semakin banyak jumlah mikroorganisme yang singgah (Fierer, 2008). Bahan dan sarana prasarana yang dipakai dalam penelitian ini adalah ; air sumur/air tanah, sabun komersial yang mengandung triclosan, tisu pengering komersial, kran dan wastafel standar. Jika dilihat dari sarana wastafel dan kran air wastafel maka untuk mendapatkan hasil cuci tangan yang lebih baik untuk kedepannya perlu mendapat perhatian pada penempatan maupun pengadaannya. Untuk wastafel sebaiknya dipilih model, ukuran dan kedalaman yang cukup memadai, demikian juga dengan pengaturan penempatan dan jarak wastafel dengan kran air wastafel, supaya tangan yang sudah bersih setelah cuci tangan tidak menyentuh dinding wastafel dan mulut kran air wastafel. Untuk kran sebaiknya dipilih dan dipakai kran air wastafel model yang dapat dibuka dan ditutup dengan siku sehingga telapak tangan yang sudah bersih setelah cuci tangan tidak terkontaminasi karena tangan tidak lagi menyentuh kran. Jika dilihat dari sabun yang dipakai dalam penelitin ini yakni sabun komersial yang mengandung triclosan maka hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian lainnya bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah kuman yang bermakna sebelum dan sesudah cuci tangan dengan menggunakan antiseptik triclosan (Abduh, 2014).

77 163 Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rachmawati dan Triyana (2008) yang hasilnya bahwa setelah cuci tangan dengan sabun triclosan menunjukkan penurunan angka / jumlah kuman dan penelitian Desianto (2013) dengan hasil bahwa adanya efektivitas mencuci tangan menggunakan cairan pembersih tangan antiseptik (hand sanitizer) terhadap jumlah angka kuman. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain ; 1. Pengetahuan. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan terdiri 6 tingkatan yaitu: a. Tahu Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b.memahami Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c.aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d.analisa

78 164 Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. e.sintesis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam keseluruhan yang baru. f.evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi.sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003). Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ceramah / diskusi tentang cuci tangan yang diberikan baru sebatas tahap tahu(recall), belum sampai pada tahap evaluasi yang tercermin dari perilaku cuci tangan. 2. Perilaku cuci tangan Perilaku adalah tindakan atau aktifitas manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoadmojo, 2003). Menurut teori Green dalam Notoadmojo (2003) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan dimana kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (Behavior Causes) dan faktor diluar perilaku (Non Behavior Causes).

79 165 Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai. Kemudian faktor-faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya fasilitas untuk cuci tangan ; dan faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perubahan perilaku individu baru menjadi dapat optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya. 3. Kemauan Kemauan adalah dorongan dasar dari dalam diri yang lebih tinggi daripada insting, refleks, automatisme, nafsu keinginan, kebiasaan, kecenderungan dan hawa nafsu, dan kemauan adalah dorongan dari alam sadar berdasarkan pertimbangan fikir dan perasaan serta seluruh pribadi seseorang yang menimbulkan kegiatan yang terarah pada tercapainya tujuan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan hidup pribadinya (Prawira, 2010). Tingkat pengetahuan tahap evaluasi, kemauan dan perilaku inilah yang mungkin masih kurang dimiliki oleh mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran gigi FKG UNMAS Denpasar, sehingga walaupun tingkat pengetahuannya sudah baik oleh karena pengaruh program penyadaran kepatuhan cuci tangan tetapi apabila tingkat pengetahuannya hanya baru sebatas mengingat kembali (recall), tidak ada kemauan/ perilaku yang baik disamping karena faktor-faktor lainnya maka tingkat kepatuhan cuci tangan masih rendah sehingga tidak melakukan semua prosedur cuci tangan yang baik dan benar dan hasil akhirnya penurunan jumlah koloni bakteri belum signifikan. 4. Air dan kran air wastafel

80 166 Air yang dipakai dalam penelitian ini adalah air bawah tanah / air sumur sehingga tidak dapat terkontrol kandungan kumannya dan kran air wastafel yang dipakai adalah jenis standar yang harus dibuka dan ditutup dengan tangan sehingga ada kemungkinan tangan terkontaminasi bakteri lagi setelah cuci tangan pada waktu menutup kran air 5. Langkah langkah cuci tangan. Cuci tangan yang benar ada 6 langkah, bila ada salah satu langkah saja yang dilewatkan / tidak dilakukan maka ada kemungkinan masih ada bakteri yang tersisa pada telapak tangan. 6. Wastafel. Wastafel yang ada di ruang pelayanan pasien adalah wastafel standar yang cekungan/lubangnya kurang dalam sehingga ada kemungkinan telapak tangan yang sudah bersih setelah dicuci bisa terkontaminasi kuman lagi karena menyentuh dinding dalam wastafel. 7. Tisu pengering. kuman/bakteri. Tisu yang dipakai adalah tisu pengering komersial sehingga tidak bisa dijamin bebas dari 8. Sarung tangan. kuman/bakteri. Begitu juga dengan pemakaian sarung tangan komersial yang juga belum tentu bebas dari 9. Waktu/durasi cuci tangan. Lama waktu cuci tangan yang benar adalah 60 detik, bila waktu cuci tangan dilakukan kurang dari 60 detik maka tidak semua kuman/bakteri hilang dari telapak tangan.

81 Aktivitas. Contoh aktivitas yang behubungan dengan keberadaan bakteri pada telapak tangan adalah aktivitas yang bersentuhan dengan handphone dan dompet penyimpan uang karena setelah pemakaian handphone dan mengambil uang dari dompet maka telapak tangan dapat terkontaminasi bakteri yang terdapat pada uang dan handphone. 11. Sabun komersial. Sabun yang dipakai dalam penelitin ini adalah sabun komersial yang mengandung triclosan. Sudah terbukti bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah kuman yang bermakna sebelum dan sesudah cuci tangan dengan menggunakan antiseptik triclosan (Abduh, 2014). 12. Kondisi ruangan / lingkungan. Kondisi ruangan/lingkungan tempat penelitian juga sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian seperti suhu dan kelembaban udara, dan ternyata sesuai dengan hasil penelitian bahwa bakteri yang banyak ditemukan adalah bakteri/ kuman lingkungan seperti pseudomonas stutzeri dan ralstonia picketti. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri, ini dapat terjadi karena beberapa alasan ; 1. Dilihat dari pengetahuan walaupun sudah terjadi peningkatan akan tetapi mungkin masih pada tahapan mengingat kembali (recall), dan belum sampai pada tahapan perilaku.

82 Perilaku dan kemauan cuci tangan masih rendah sehingga tingkat kepatuhan masih kurang. 3. Ketrampilan cuci tangan masih kurang, hal ini dapat terjadi karena latihan praktek cuci tangan hanya dilakukan baru satu kali saja sehingga belum menjadi kebiasaan / belum menjadi budaya yang baik dan benar dalam praktek cuci tangan. 4. Walaupun tingkat pengetahuan sudah baik, ketrampilan cuci tangan dan kemauan sudah baik, tapi kalau faktor-faktor sarana prasarana dan lingkungan belum mendukung maka dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan cuci tangan sehingga hasilnya belum sesuai dengan harapan yaitu belum secara signifikan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri. 5. Ternyata tingkat pengetahuan cuci tangan saja tidak menjamin perilaku / kepatuhan cuci tangan, karena selain pengetahuan cuci tangan masih banyak faktor lainnya yang berpengaruh (Wartonah, 2006), yaitu ; 1. Lingkungan (Environment) Lingkungan sosial atau ekonomi: orang tua, pengasuh, guru, teman-teman, pengetahuan, agama, kekayaan atau kemiskinan, adat kebiasaan. 2. Gambaran tubuh (body Image) Gambaran tubuh adalah konsep subyektif seseorang dalam penampilan fisiknya. Gambaran tubuh ini sering berubah dan berpengaruh terhadap cara individu menjaga kebersihan diri / tangan. 3. Pengetahuan (knowlegde)

83 169 Pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri / tangan dan implikasinya secara baik dapat mempengaruhi praktek kebersihan diri / tangan. Pengetahuan saja tidak cukup, perlu ada motivasi dari individu dan latihan perawatan kebersihan diri / tangan. 4. Variabel budaya (Curtural Variables). Kepercayaan budaya dan nilai pribadi individu mempengaruhi perawatan kebersihan diri / tangan. Individu dari bermacam-macam latar belakang budaya mengikuti cara kebersiahan diri / tangan yang berbeda-beda. 5. Cara sosial (Sosial Practices) Kelompok sosial dimana individu sering berhubungan dapat mempengaruhi pelaksanaan kebersihan diri / tangan. 6. Status sosial ekonomi (Sosio Economic Status) Sumber ekonomi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan dan alat untuk kebersihan diri / kebersihan tangan. Contoh memilih alat-alat mandi / bahan cuci tangan (shampoo, pasta gigi, sabun mandi, sabun cuci tangan) tentu berbeda tiap individu. Perlu diketahui bahwa walaupun terjadinya penurunan jumlah koloni bakteri secara statistik belum bermakna / belum signifikan akan tetapi bila dilihat dari bidang mikrobiologi maka hasil ini sudah sangat penting dan sangat berpengaruh oleh karena setiap koloni bakteri adalah sebagai penyebab terjadinya infeksi nosokomial dan bila kejadiannya masih cukup tinggi maka akan sangat berpengaruh terhadap penilaian akreditasi rumah sakit JUMLAH BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS Pengaruh Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan

84 170 Bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan didapatkan 915 CFU/ml sebelum perlakuan menjadi 98 CFU/ml sesudah perlakuan. Artinya telah terjadi penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus sebagai efek dari program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Dengan uji Mann-Whitney dari data koloni bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan sebelum perlakuan, didapatkan bahwa nilai p = Hal ini berarti bahwa median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, didapatkan bahwa nilai p = Hal ini berarti bahwa median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Dari uraian di atas didapatkan bahwa walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah perlakuan tetapi hasilnya tidak bermakna / tidak signifikan, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Hal ini dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang berhubungan dengan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus pada telapak tangan yaitu ; bahwa selain cara, langkah-langkah, waktu / momen, lama waktu / durasi cuci tangan, efektifitas bahan/jenis antimikroba, mutu air, bahan pengering yang digunakan dan pemakaian sarung tangan, kondisi bangsal / ruangan, aktivitas yang dilakukan, sarana prasarana seperti wastafel, kran air wastafel dan tingkat pengetahuan serta tingkat kepatuhan cuci tangan, justru yang tidak kalah penting adalah kewajiban pemakaian masker untuk menutup mulut dan hidung oleh karena bakteri Staphylococcus aureus banyak terdapat pada hidung. Bahan dan sarana prasarana yang dipakai dalam penelitian ini adalah ; air sumur/air tanah, sabun komersial yang mengandung triclosan, tisu pengering komersial, kran dan wastafel standar. Jika dilihat dari sabun yang dipakai dalam penelitin ini yakni sabun komersial yang mengandung triclosan

85 171 maka hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian lain bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah kuman yang bermakna sebelum dan sesudah cuci tangan dengan menggunakan antiseptik triclosan (Abduh, 2014). Demikian juga hasil ini sama dengan hasil penelitian lainnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan hand hygiene dengan kepatuhan pelaksanaan hand hygiene, dan ternyata rata-rata tingkat kepatuhan pelaksanaa hand hygiene Co Ass adalah kurang (Widyanita dan Listiowati, 2014). Ada kemungkinan kondisi ini sama dengan kondisi pada Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian lain bahwa triclosan adalah salah satu antiseptik yang banyak digunakan karena efektif terhadap berbagai kuman Gram positif dan Gram negatif (Loho dan Utami, 2007). Jugat tidak sesuai dengan penelitian yang mendapatkan bahwa sabun antibakteri triclosan mengandung zat antiseptik yang dapat mengahambat pertumbuhan / membunuh kuman Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes (Susilowati, 2013). Dari uraian tersebut diatas maka dapat dinyatakan bahwa peningkatkan pengtahuan cuci tangan belum menjamin meningkatkan kepatuhan cuci tangan karena teori jauh lebih mudah bila dibandingkan dengan praktek / ketrampilan, apalagi dalam penelitian ini peragaan dan latihan ketrampilan praktek cuci tangan dilakukan hanya satu kali saja sehingga ketrampilan cuci tangan yang diharapkan belum tercapai sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan cuci tangan. Disamping itu bila dilihat dari hasil penelitian bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan secara signifikan dan telah terjadi penurunan jumlah koloni kuman / bakteri tapi belum signifikan dan koloni bakteri yang banyak ditemukan adalah jenis kuman lingkungan dengan demikian selain dengan meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan / ceramah maka yang juga tidak kalah penting adalah peragaan dan latihan / praktek cuci tangan untuk meningkatkan ketrampilan dan faktor-faktor

86 172 lingkungan yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan cuci tangan sehingga pelaksanaan praktek cuci tangan dapat menghilangkan bakteri pada telapak tangan. Keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada telapak tangan dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan cuci tangan dan kepatuhan cuci tangan tergantung dari pengetahuan, ketrampilan, sikap, kemauan, perilaku dan faktor lingkungan seperti keberadaan air bersih, kran, wastafel, sabun pembersih, tisu pengering dan lain-lainnya. Yang salah satunya adalah pemakaian masker untuk menutup mulut dan hidung, mengingat pemakaian masker dapat memperkecil kemungkinan kontaminasi Staphylococcus aureus dari hidung. Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa yang masih menjadi kendala / masalah yang sangat berpengaruh terhadap kepatuhan cuci tangan (hand washing) adalah lebih banyak pada faktor-faktor lingkungan, oleh karenanya perlu mendapat pertimbangan bahwa dalam pemilihan pelaksanaan hand hygiene dapat dilakukan dengan hand rubbing karena hand rubbing lebih banyak kelebihannya dibandingkan dengan hand washing Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut ; Tangan merupakan perantara yang paling sering menularkan mikroorganisme patogen penyebab infeksi nosokomial dan salah satu cara mengontrol dan mencegah infeksi nosokomial adalah dengan menjaga kebersihan tangan. Kurangnya kepatuhan tenaga medis dalam pelaksanaan menjaga kebersihan tangan adalah masalah yang dihadapi oleh rumah sakit di seluruh dunia. Kurangnya fasilitas seperti westafel dan akses terhadap air bersih, sabun serta tisu pada titik pelayanan kesehatan merupakan kendala yang mempengaruhi kepatuhan mencuci tangan. Salah satu solusi terhadap hal ini yaitu hand hygiene dengan hand rubbing (alcohol based handrubs).

87 173 Mencuci tangan dengan alcohol based handrubs tidak membutuhkan air bersih, wastafel, kran air, sabun serta tisu pengering dan dapat digunakan langsung dititik tempat bekerja. WHO telah memformulasikan alcohol-based handrub yang dapat diproduksi secara lokal. WHO merekomendasikan digunakannya cairan pencuci tangan formula WHO sebagai cairan pencuci tangan alternatif jika cairan pencuci tangan komersial sulit didapatkan ataupun harganya terlalu mahal. Terdapat dua jenis handrub formulasi WHO. Formulasi pertama memiliki komposisi yang terdiri dari ethanol, glycerol dan hydrogen peroxide. Sedangkan formulasi kedua terdiri dari isopropyl alcohol, glycerol, dan hydrogen peroxide.formula ini memiliki spektrum luas aktivitas antimikroba dengan risiko minimal terhadap resistensi. Efektivitas antimikroba cairan pencuci tangan formula WHO telah lolos uji European Standards. Cairan pencuci tangan formula WHO memiliki bahan aktif etanol 80%. Etanol, isopropil alcohol / isopropanol / n-propanol atau kembinasi keduanya sering digunakan sebagai alcohol based handrub dengan konsentrasi paling efektif 60-80%. Konsentrasi alkohol yang lebih tinggi kurang efektif karena denaturasi protein membutuhkan air. Hasil penelitian lain telah membuktikan bahwa menggosok tangan menggunakan cairan berbahan dasar alkohol lebih efektif dibandingkan metode kebersihan yang standar mencuci tangan menggunakan air dan sabun (Girou, et al 2002). Peneliti lain mendapatkan bahwa cuci tangan dengan alkohol hanya membutuhkan waktu detik untuk pengeringan, sedangkan penggunaan sabun membutuhkan waktu detik. Tangan yang basah dapat menumbuhkan dan menyebarkan mikroorganisme dibandingkan dengan tangan yang kering (Mathai, et al 2010). Penggunaan alkohol untuk cuci tangan memiliki beberapa kelebihan, yaitu sangat banyak mengurangi jumlah kuman di kulit, kerjanya cepat dan lebih sedikit menyebabkan iritasi (gatal-gatal) dibandingkan dengan berkali-kali memakai air dan sabun (New South Wales Health, Indonesian March 2006). Pembersihnya menguap tanpa bekas, dan juga mengandung zat pelembab yang menjaga agar

88 174 kulit tetap dalam keadaan baik. Peneliti yang lain menyatakan bahwa cairan alkohol lebih efektif penggunaannya dalam mencuci tangan, sebab waktu kering cairan alkohol lebih cepat (yaitu sekitar detik) dibandingkan mencuci tangan memakai sabun dan setelah kering tidak akan membuat kuman berkembang biak (Karabay, et al 2004) Adapun kelemahan menggunakan alkohol adalah : 1. Pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak berhasil baik jika kulit tampak nyata kotornya karena pembersih itu tidak melunturkan dan membasuh kotoran seperti dilakukan oleh sabun dan air (New South Wales Health, Indonesian March 2006) 2. Biaya untuk mendapatkan alkohol cenderung lebih mahal dibandingkan sabun pencuci tangan. Sedangkan kelebihan menggunakan sabun adalah : 1. Cuci Tangan Pakai Sabun adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling cost-effective (Kementrian Kesehatan, 2010). 2. Jika sabun digunakan dalam mencuci tangan akan menghapus sebagian besar bakteri transien (Synder, 1988) Adapun kelemahan menggunakan sabun adalah : 1. Memakan waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan alkohol (Mathai et al., 2010) 2. Terjadi kasus iritasi dan kekeringan pada kulit, kesulitan mengakses perlengkapan cuci tangan, peningkatan kesibukan karena mencuci tangan cukup memakan waktu (Boyce, 2002., ; Kampf, 2003). Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah bahwa untuk Co Ass yang akan memasuki pendidikan klinik di rumah sakit atau pusat-pusat layanan kesehatan yang lain maka sebelum masuk pendidikan klinik, perlu dibekali materi pengetahuaan dan ketrampilan serta waktu yang cukup untuk pendidikan tentang hand hygiene dan dilakukan secara berkesinambungan serta dilakukan monitor dan

89 175 evaluasi secara berkala sehingga pengetahuan / ketrampilan dan kepatuhan cuci tangan terus dapat ditingkatkan yang pada akhirnya telapak tangan bebas dari bakteri Staphylococcus aureus. Yang dapat dipetik dari hasil penelitian ini adalah ; 1. Flora mikroorganisme baik normal maupun patogen terdapat pada seluruh permukaan dan lingkungan, oleh karena itu maka pada saat melakukan tindakan yang berhubungan dengan pasien wajib selalu memakai masker dan cuci tangan yang baik dan benar. 2. Kepatuhan cuci tangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan koloni bakteri yang banyak diketemukan adalah bakteri jenis lingkungan, dengan demikian kendala pada faktor lingkungan harus lebih diperhatikan. Bila dalam pelaksanaan kebersihan tangan dengan cuci tangan masih banyak kendala yang sulit diatasi maka dapat dipertimbangakn alternatif pelaksanaan kebersihan tangan memakai alcohol-based handrub / hand rubbing. 3. Walaupun terjadi penurunan jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang secara statistik belum bermakna akan tetapi bila dilihat dari bidang mikrobiologi maka hasil ini sudah sangat penting karena bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab terbesar terjadinya infeksi nosokomial yang akhir-akhir ini sudah mengalami multi drugs resistant (MDR) dan yang paling menyulitkan penanggulangannya bila sampai muncul kejadiaan MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus). 4. Untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan ternyata tidak cukup hanya dengan peningkatan pengetahuan saja, harus diikuti dengan peningkatan sikap dan prilaku, sehingga dengan demikian dapat disarankan bahwa diperlukan adanya sosialisasi, advokasi, kebijakan dan penegakan aturan.

90 176 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. 2. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. 3. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan tidak dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar 6.2. Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi Co Ass. Selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci tangan 5 (lima) momen dan 6 (enam) langkah, karena pelaksanaan hand hygiene yang baik dan benar sangat penting untuk pencegahan infeksi nosokomial. 2. Bagi RSGM FKG UNMAS Denpasar Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bahwa sebelum praktek di rumah sakit kepada Co Ass wajib diberikan sosialisasi (pendidikan, peragaan dan latihan praktek) cucit tangan dengan waktu yang cukup dan melakukan monitor dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan

91 177 pada peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan kepatuhan cuci tangan, disamping itu melakukan evaluasi terhadap prosedur tetap, bahan dan sarana prasarana, pemakaian masker dan poster pengingat cuci tangan. 3. Bagi institusai di luar RSGM FKG UNMAS Denpasar. Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi dalam memilih model / cara pelaksanaan kebersihan tangan di tempat masing-masing, khususnya jika dalam pelaksanaannya mengalami kendala pada sarana prasarana seperti jenis air, kran air, sabun / bahan pengering cuci tangan, tempat sampah serta pintu ruang cuci tangan sehingga dalam pelaksanaan hand hygiene tidak memilih cara dengan hand washing akan tetapi memilih cara dengan hand rub. 4. Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut, dengan perhatian lebih besar pada faktor-faktor di luar pengetahuan seperti air untuk cuci tangan, jenis / ukuran dan kedalaman wastafel, cara dan bahan pengering yang dipakai, lama waktu dan langkah-langkah cuci tangan yang sangat berpengaruh terhadap hasil pelaksanaan hand hygiene. 5. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan keyakinan peneliti bahwa cuci tangan 5 (lima) momen dan 6 (enam) langkah merupakan hal yang wajib dipatuhi karena sangat bermanfaat bagi peneliti sendiri sebagai seorang dokter gigi, serta mengajak teman sejawat untuk menjadi panutan dalam kepatuhan cuci tangan karena secara tidak langsung membantu

92 178 penurunan infeksi nosokomial serta meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

93 179 DAFTAR PUSTAKA Abduh, M.S., Nugroho, R.B., Fasitasari, M Jurnal Sains Medika, 2(2): Anonim Data infeksi dan data kepatuhan kebersihan tangan.tim PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi). Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Anonim. t.t.. Awareness - definition of awareness by The Free Dictionary. Available at ; www. thefreedictionary.com/awareness diakses Mei 2015 Arfianti, D., R Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan cuci tangan perawat di RSI. Sultan Agung Semarang. Available from ; diakses 18 Juni Asfan, E Hubungan antara pengetahuan, sikap dan pelaksanaan cuci tangan perawat five moment for hand hygiene di ruang instalasi rawat inap RSUD Dr. H. Moh Anwar Kabupaten Sumenep. Program Pasca Sarjana: UNS Bady, A. M., Kusnanto, H., Handono, D Analisis Kinerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang IRNA 1 RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta. Available from: docs/ / diakses 24 Maret 2015 Balaguris Infeksi nosokomial. Available from : html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015 Batanoa, J Kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare. Available from : http// /web/detail.php?sid=162887&actmenu=46. diakses 29 Januari 2015 Bereket, W., Hemalatha, K., Getenet, B., Wondwossen, T., Solomon, A., Zeynudin, A., & Kannan, S Update On Bacterial Nosocomial Infections. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 16, Boyce, J. M Hand hygiene compliance monitoring: current perspectives from the USA. Journal of Hospital Infection, 70 (S1): 2-7. Boyce, J. M. dan Pittet, D Morbidity and Mortality Weekly Report. Guideline for Hand Hygiene in Health-Care Settings: Recommendations of the Health Care Infection Control Practices Advisory Committee and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand hygiene Task Force. CDC Morbidity and Mortality, Vol.51 (RR-16)

94 180 BPOM Pengujian Mikrobiologi Pangan. Available at ; perpustakaan pom.go.id/koleksilainnya/infopom/0207.pdf. Diakses pada tanggal 10 Mei 2015 Burton, M., Cobb, E., Donachie, P., Judah, G., Curtis, V., and Schmidt, W.P The effect of handwashing with water or soap on bacterial contamination of hands. Int. J. Environ. Res. Public Health.; (8): Centers For Disease Control and Prevention (CDC) Guideline For Hand hygiene in Health-Care Settings : Recommendations of the Health Care Infection Control Practices Advisory Committee and the Hicpac/Shea/Apic/Idsa Hand hygiene Task Force.Morbidity And Mortality Weekly Report, 51 (RR16). Centers for Disease Control and Prevention Hand hygiene in Health Centers for Disease Control and Prevention. Available at diakses pada 08 April 2015 care Settings. Darmadi Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya. Edisi Pertama., Penerbit Salemba Medika, Jakarta Depkes. RI Pedoman Manajerial Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Depkes. RI. 2008a. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Jakarta Depkes. RI. 2008b. Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS): Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Depkes. RI Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. RI Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Desianto Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angka Kuman Kesmas, Vol.7, No.2, September 2013, ISSN: Enggar, Check List (V) Pada Kotak Jawaban Yang Dipilih. Available from: Diakses 18 Juni 2016 Fatonah, S Hygiene dan Sanitasi makanan, Semarang: Universitas Negeri

95 181 Semarang Press. Fewtrell, L., Kaufmann, R.B., Kay, D., Enanoria, W., Haller, L., Colford, J.M Water, sanitation, and hygiene interventions to reduce diarrhoea in less developed countries: a systematic review and meta-analysis.the Lancet Infectious Diseases.5(1): Fierer N,Costello EK, Lauber CL, Hamady M., Gordon JI, Bacterial variation in human body habitats across space and time. Science 326: doi: /science Gal, D., Mayo, M., Vaughan, H.S., Dasari, P., Mckinnon, M., Jacups, S. P., Urquhart, A.I., Hassell, M., Currie, B..J Contamination of Hand Wash Detergent Linked to Occupationally Acquired Melioidosis, Am. J. Trop. Med. p Girou, E., Loyeau, S., Legrand, P., Oppein, F., Buisson, C.B Efficacy of Hand rubbing with an Alcohol Based Solution versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap randomized clinical trial.bmj 325: Gupte, S Mikrobiologi Dasar, Alih bahasa oleh Suryawidjaya, J.E. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Hendrawan, N Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas;. halaman 51 Hernandes, X. E Hand-Hygiene. Available from : com/doc/ / Hand-Hygiene. diakses 13 April 2015 Hidayat Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika Huang, Y., Xie, W., Zeng, J Limited knowledge and practice of Chinese medical students regarding health-care associated infections. J Infect Dev Ctries, 7(2): Isaa C., Cairncross F.S How often do you wash your hands? A review of studies of hand-washing practices in the community during and after the SARS outbreak in International Journal of Enviromental Health Research. 17(3): Jamaluddin, J., Sugeng, S., Wahyu, I., dan Sondang, M Kepatuhan cuci tangan 5 momen di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara.

96 182 Jawetz, E. J., Melnick, E., Adelberg Mikrobiologi Kedokteran, Alih bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L., Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Johson, A. G., Ziegler, R., Fitzgerald, T.J., Lukasewycz, O., Hawley, L Mikrobiologi dan Imunologi, Alih bahasa olehyulius E.S., Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Kampf, G Hand hygiene for the Prevention of Nosocomial.Available from: Artikel_Hyg.pdf? diakses 13 April Karabay, O., Sencan, I., Sahra, I., Alpteker, H., Ozcan, A., Oksux, S Compliance and Efficacy of Hand rubbing during in Hospital Practice Available from ; http: // mainemedicalpartners.org/ workfiles/ mh_ pro fessional/ IPCC/ Article Improved Standards Practice.pdf. diakses tanggal 20 Mei 2016 Karen, C.B.K., Rimer, A.K.V Health behavior and health education : theory, research, and practice.san Fransisco: Jossey-Bass;. Keevil, B Reducing HAIs in ICUs with copper touch surfaces. University of Southampton Kemenkes. RI Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; Kemenkes. RI Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Perilaku Sederhana yang Berdampak Luar Biasa. Available at : /index. php/berita/ press-release/2086- cuci-tangan-pakai- sabun- ctps perilaku-sederhana-yang-berdampak-luar-biasa ; diakses 12 Januari 2015 Kushartanti, R Beberpa Faktor Yang Mmpengaruhi Perilaku... Available from : %28Kushartanti%2C %29 +cuci +tangan&ie=utf-8&oe=utf-8 diakses 2 April 2015 Lahiri S.C Sanitation and hygiene : a situation analysis paper for Lao PDR. International Journal of Enviromental Health Research; 13(6): Lankford, M. G., Zembower, T. R., Trick, W. E., Hacek, D. M., Noskin, G. A. dan Peterson, L. R Influence of Role Models and Hospital design on the Hand hygiene of Health-Care Workers. Emerging Infectious Disease, Available from: /articles/pmc /#!po= Diakses 14 Maret 2015

97 183 Lawrence, G Health Promotion Planning, An Educational and Environment Approach. 2 nd Edition. London: Mayfield Publishing Company Lennette, E.H Manual of Clinical Microbiology. American Society for Microbiology Association Publ. Washington Loho, T. dan Utami, L Uji Efektivitas Antiseptik Triclosan 1% Terhadap Staphylococcus aureu, Escheria coli, Enterococcus faecalis dan Pseudomonas aeruginosa, Majaalah kedokteran indo, vol:57(6). Maryani, L. dan Muliani, R Epidemiologi Kesehatan, Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta Mathai, E., Allegranzi, B., Kilpatrick, C., Pittet D Prevention and Control of helath care associated infection through improved hand hygiene.indiana Journal of Medical Microbiology., vol.28(2):1006. Available from: http: // article. asp?issn = ;year=2010; volume= 28; issue=2; spage=100; epage= 106; aulast= Mathai diunduh pada tanggal 8 Mei 2016 Murdyaningsih, R Pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan terhadap kepatuhan mahasiswa praktek di ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Musadad, A. dan Lubis, A Kejadian infeksi nosokomial saluran pencernaan di rumah sakit di DKI Jakarta. Bul. Penelitian Kesehatan 20 (2) Mwambete, K.D. dan Lyombe, F Antimicrobial activity of medicated soaps commonly used by dar es salaam residents in Tanzania. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences.; 73(1): Nadesul, H Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: FKU Notoadmodjo, S Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta; halaman Nurbaiti Ilmu Perilaku dan Tingkat Kepatuhan. Available from: http: // Jakarta Paul, R., Das, N.K., Dutta, R., Bandyopadhyay, R Bacterial contaminant of hands of doctors. Indian Journal of Dermatology. ; 77(3): Pittet, D Compliancewith hand disinfection and its impact on hospitalacquiredinfections. Journal of Hospital Infection, 48(Suppl A), S40-S46.

98 184 Pocock, S.J Clinical Trials : A Practical Approach. John Wiley & Sons. New York. p.128 Pohan, A. t.t.. Mikrobiologi Kedokteran Versi 2.0 Volume 1 Potter, P.A., & Perry, A.G Fundamental Of Nursing (Fundamental Keperawatan). Buku 1 Edisi 7.Jakarta : Salemba Medika Prabhu, N., Sangeetha, M., Chinnaswamy, P., and Joseph, P. L A Rapid Method of Evaluating Microbial Load in Health Care Industry and Application of Alcohol to Reduce Noso- comial Infection.Journal of the Academy of Hospital Administration.Vol.18,No.1,P.1-12 Pratami, H.A., Apriliana, E., dan Rukmono, P Identifikasi Mikroorganisme Pada Tangan Tenaga Medis dan Paramedis di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.: Universitas Lampung. Medical Journal of Lampung University. Available from: ac.id/42527/1/bab_i-iv.pdf diakses 5 April 2015 Prawira, A Hubungan antara motivasi belajar dan disiplin belajar siswa SMA dengan prestasi belajar Ekonomi siswa SMA Negeri 1 Wonogiri tahun 2008 / Yogyakarta ; Skripsi S1 FPTK IKIP Yogyaakarta. Rachmawati, F.J. & Triyana, S.Y Perbandingan Angka Kuman pada Cuci Tangan dengan Berbagai Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Santosa, S Statistik Parametrik dan Non Parametrik, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta Shara, A. C., Aditya, G., Benyamin, B Hubungan antara pengetahuan terhadap motivai dokter gigi muda dalam kontrol infeksi. Di Rumah Sakit Islam Gigi dan Mulut Sultan Agung Semarang Sherris, J.C Medical Microbiology. An Introduction to Infectious Diseases. New York: Elsevier Synder, P. O Safe Hands Wash Program for Retail Food Operations, Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN. Synder, P. O Why Gloves are not The Solution to The Fingertip Washing Problem,Hospitaly Institute of Technology and Management. St. Paul, MN Strohl, W. A., Rouse, H., Fisher, B. D Lippincott s Illustrated Reviews: Microbiology, Williams & Wilkins, Pennsylvania Lippincott

99 185 Suliha Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan, Penerbit Buku Kedok teran. Jakarta: EGC. Supeni, M. dan Inayati, H Hubungan antara perilaku cuci tangan perawat dengan pertumbuhan bakteri aerob penyebab infeksi nosokomial. Publikasi UMY Vol 8no9.Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadyah Yogyakarta. Suryoputri, A.D Perbedaan Angka Kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP DR. Kariadi Semarang. Susilowati, R Efektivitas Berbagai Merk Sabun Mandi Terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes Teare, L Hand Washing. British Medical Journal, 318: 686. Tennant, I. & Harding, H Microbial Isolates from Patients in An Intensive Care Unit,and Associated Risk Factors. West Indian Medical Journal.Vol.54,No.4. Trampuz, A. and Widmer, A. F Hand hygiene: A Frequently Missed Livesaving Opportunity During Patient Care, Mayo Clinic Proceedings, 79: USAID Formative Research Report Hygiene and Health. Jakarta: USAID Indonesia. Wartonah, T Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika Wibowo, T. Parisihni, K. dan Haryanto, D Proteksi Dokter Gigi Sebagai Pemutus Rantai Infeksi Silang. Jurnal PDGI, 58 (2): 6-9. Widmer, A.F Replace Hand Washing with Use of a Waterless Alcohol Hand Rub?, Clinical Infectious Disease, 31: Widyanita, A. dan Listiowati, E Hubungan tingkat pengetahuan hand hygiene dengan kepatuhan pelaksanaan hand hygiene pada peserta pro- gram pendidikan profesi dokter World Health Organization Prevention of hospital-acquired infections: A Practical guide 2nd Edition. Available at : http: //www. who. int/csr/resources/publications/ whocdscsreph pdf, diakses 12 Desember World Health Organization Global Burden of Diseases in Geneva: WHO Global Infobase. Alih Bahasa Yenny Saraswati World Health Organization Global Handwashing Day - A Planner's Guide World. Available at Global_ Hand washing_day_planners_guide.pdf. diakses 2 April 2015.

100 186 World Health Organization WHO Guidelines on Hand hygiene in Health Care. First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care Available at : http: //apps. who int/iris/bitstream/10665/ 44102/1/ _eng.pdf, diakses 10 Pebruari 2015 Zulkarnain Infeksi Nosokomial. Jakarta: Interna Publishing Zuraidah, Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku mencuci tangan dengan benar pada siswa kelas V SD AN-NIDA Kota Lubuklinggau. Fakultas Keperawatan. Politeknik Kesehatan Palembang.

101 187 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jawaban permohonan data infeksi dan kepatuhaan kebersihan tangan

102 188 Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan di RSUP Sanglah Denpasar periode April-Juni 2014 dan Juli September 2014

BAB I PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter

BAB I PENDAHULUAN. termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi ) Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR I GUSTI AGUNG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Infeksi nosokomial. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Teori. yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga

BAB 2. Tinjauan Teori. yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga BAB 2 Tinjauan Teori 2.1 Infeksi Silang Menurut Brooker (2008) infeksi silang terjadi jika mikroorganisme yang menyebabkan infeksi didapat dari orang lain (pasien, tenaga kesehatan, orang yang merawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebagai wujud pengamalan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan tidak bisa terlepas dari keselamatan pasien, yang merupakan suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumen rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya sebuah rumah sakit tidak hanya dari jenis dan macam penyakit yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Health Care Associates Infections (HCAI) adalah masalah besar dalam patient safety, dimana pengawasan dan kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas utama untuk dilakukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Instalasi Gawat Darurat (IGD) Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi di rumah sakit merupakan masalah yang cukup besar pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mencuci tangan sangatlah penting dilakukan terutama bagi setiap orang yang berada di pelayanan kesehatan. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE HAND WASH TERHADAP PENURUNAN JUMLAH ANGKA KUMAN PADA PERAWAT RUANG RAWAT INAP DI RSKIA PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA

PENGARUH METODE HAND WASH TERHADAP PENURUNAN JUMLAH ANGKA KUMAN PADA PERAWAT RUANG RAWAT INAP DI RSKIA PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA PENGARUH METODE HAND WASH TERHADAP PENURUNAN JUMLAH ANGKA KUMAN PADA PERAWAT RUANG RAWAT INAP DI RSKIA PKU MUHAMMADIYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA Setiani Rahmawati, Liena Sofiana Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

swasta dan dari jumlah pasien 254 pasien yang beresiko (9,1) terjadi di rumah sakit ABRI (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan dan

swasta dan dari jumlah pasien 254 pasien yang beresiko (9,1) terjadi di rumah sakit ABRI (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan dan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasien yang dirawat di rumah sakit sangat rentan terhadap infeksi di rumah sakit yang dapat terjadi karena tindakan perawatan selama pasien dirawat di rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang. didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang

BAB 1. Pendahuluan. Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang. didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang didapat bukan timbul ataupun sudah pada stadium inkubasi saat masuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR

SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR SATUAN ACARA PENYULUHAN 6 LANGKAH MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR Masalah : Kurangnya informasi tentang 6 langkah cuci tangan Pokok Bahasan : Pengendalian infeksi Sub Pokok Bahasan : 6 Langkah cuci tangan

Lebih terperinci

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015 R S U HAJI SURABAYA KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA 2015 BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kelangsungan hidup, modal dasar dan fungsi utama pembangunan untuk memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Kepala Ruangan 1.2.1 Pengertian Kepala Ruangan Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen yang bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

PADA FRAKTUR TERBUKA PASCA DEBRIDEMENT DAN FIKSASI INTERNAL

PADA FRAKTUR TERBUKA PASCA DEBRIDEMENT DAN FIKSASI INTERNAL TESIS PENCUCIAN TAMBAHAN LARUTAN ANTIBIOTIK (NEOMISIN BASITRASIN) ATAU LARUTAN ANTISEPTIK (POVIDON IODIN) MENURUNKAN JUMLAH KOLONI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA FRAKTUR TERBUKA PASCA DEBRIDEMENT DAN FIKSASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi semakin meningkat, termasuk angka kejadian infeksi nosokomial. 1 Infeksi nosokomial merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat asasi. Bagi setiap negara, masalah kesehatan merupakan pencerminan nyata kondisi dan kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk mengetahui status kesehatan pasien yang paling utama. Keluarga pasien mempunyai hak untuk diberitahukan tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lnfeksi saluran cerna memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan di negara berkembang terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya xvii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) serta kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tenaga kesehatan di Klinik Hemodialisis Nitipuran berjumlah 11 orang yang terdiri dari 4 dokter dan 7 perawat. Setiap hari terdapat 3 kali pergantian shift perawat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroba atau mikroorganisme terdapat hampir di semua tempat. Mikroba terdapat di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran pernafasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN)

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN) SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN) Studi Dilakukan di PAUD Widya Kusuma & PAUD Bina Mekar OLEH : NI WAYAN YATI

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Surat Permohonan untuk Bersedia menjadi Responden Assalamualaikum Dengan hormat, Dengan ini saya, Nama : Diani Susanti NIM : 20140310087 Pendidikan : Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan 2.1.1. Definisi Kepatuhan Kamus Umum Bahasa Indonesia mendeksripsikan bahwa patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional, pusat terapi dan diagnosis yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai bagian lembaga penyelenggaraan pelayanan publik dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai bagian lembaga penyelenggaraan pelayanan publik dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai bagian lembaga penyelenggaraan pelayanan publik dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd NIP. 194402011964091001 Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana HUBUNGAN EKSPRESI RECEPTOR ACTIVATOR OF NUCLEAR FACTOR-kB LIGAND TINGGI DAN SUBTIPE LUMINAL DENGAN TERJADINYA METASTASIS TULANG PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP.194612131971071001 Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017

PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 TESIS PERBANDINGAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 22 (SNOT-22) PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN DI RSUP SANGLAH TAHUN 2017 PUTU DIAN ARIYANTI PUTRI NIM 1314078103 PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial

BAB I PENDAHULUAN. bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang semuanya mengandung. rumah sakit yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Flora mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi masih menjadi permasalahan di berbagai negara berkembang di dunia dan penyebab kematian dan kecacatan dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap tahunnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau yang saat ini lebih dikenal dengan Health-care Associated Infections (HAIs) adalah penyebab paling penting mortalitas dan morbiditas pasien di

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI LAMPIRAN 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR OBSERVASI HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN JUMLAH KOLONI KUMAN PADA TELAPAK TANGAN PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA MEDAN TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi masih menjadi permasalahan di berbagai negara berkembang di dunia karena menjadi penyebab kematian dan kecatatan dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap

Lebih terperinci

NI MADE AYU SRI HARTATIK

NI MADE AYU SRI HARTATIK SKRIPSI PEMBERIAN CAIRAN ELEKTROLIT SEBELUM LATIHAN FISIK SELAMA 30 MENIT MENURUNKAN TEKANAN DARAH, FREKUENSI DENYUT NADI, DAN SUHU TUBUH LATIHAN PADA SISWA SMK PGRI-5 DENPASAR NI MADE AYU SRI HARTATIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Healthcare Associated Infections (HAIs) atau sering disebut dengan istilah infeksi nosokomial adalah merupakan masalah penting di seluruh dunia dan menjadi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAKTERI UDARA PADA INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU. Rosa Dwi Wahyuni

IDENTIFIKASI BAKTERI UDARA PADA INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU. Rosa Dwi Wahyuni IDENTIFIKASI BAKTERI UDARA PADA INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU Rosa Dwi Wahyuni Departemen ilmu patologi klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. Email:

Lebih terperinci

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN 1 INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN PENGERTIAN Infeksi adalah proses ketika seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen/infeksius dan menyebabkan sakit. Nosokomial berasal

Lebih terperinci

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit diantaranya adalah penyakit infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat. Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada anak-anak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hand hygiene merupakan tindakan sederhana dengan mencuci tangan yang terbukti dapat mencegah penyakit. Akan tetapi, tindakan sederhana ini seringkali tidak dihiraukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi nasokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN ENAM LANGKAH LIMA MOMEN PERAWAT DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR

SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN ENAM LANGKAH LIMA MOMEN PERAWAT DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR SKRIPSI HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KEPATUHAN CUCI TANGAN ENAM LANGKAH LIMA MOMEN PERAWAT DI IRNA C RSUP SANGLAH DENPASAR OLEH: NI KOMANG EMI APRILIANTARI NIM. 1302115033 KEMENTERIAN KEPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial masih merupakan masalah yang penting bagi kesehatan karena dapat meningkatkan angka kematian dan salah satu komplikasi tersering bagi pasien yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dalam upaya menjaga kesehatan tubuh, memelihara kebersihan tangan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dalam upaya menjaga kesehatan tubuh, memelihara kebersihan tangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam upaya menjaga kesehatan tubuh, memelihara kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dilakukan karena tangan tidak pernah bebas

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN PENERAPAN FIVE MOMENTS CUCI TANGAN PERAWAT DI RSUD SUKOHARJO

PENGETAHUAN DAN PENERAPAN FIVE MOMENTS CUCI TANGAN PERAWAT DI RSUD SUKOHARJO PENGETAHUAN DAN PENERAPAN FIVE MOMENTS CUCI TANGAN PERAWAT DI RSUD SUKOHARJO Riyani Wulandari, Siti Sholikah STIKES Aisyiyah Surakarta riyan1cute@yahoo.co.id ABSTRAK Pendahuluan; Pasien rawat inap di rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah sakit sebagai unit pelayanan medis tentunya tidak lepas dari pengobatan dan perawatan penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang mempengaruhi kerja daya imun tetapi tidak disertai gejala klinik (Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN TESIS MORALITAS INDIVIDU, MANAJEMEN LABA, SALAH SAJI, PENGUNGKAPAN, BIAYA DAN MANFAAT, SERTA TANGGUNG JAWAB DALAM ETIKA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN \ INGRID SARASWATI BAYUSENA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO

TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO TESIS TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA UMUR IBU DENGAN JUMLAH FOLIKEL ANTRAL PADA FERTILISASI IN VITRO FRANSISKUS CHRISTIANTO RAHARJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS TERDAPAT HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap tahun ratusan juta pasien di seluruh dunia terjangkit infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini signifikan mengarah pada fisik dan psikologis dan kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 72 jam perawatan pada pasien rawat inap. Pada suatu rumah sakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 72 jam perawatan pada pasien rawat inap. Pada suatu rumah sakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital aquired infection) atau infeksi yang timbul atau terjadi sesudah 72 jam perawatan pada pasien

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes. Mengetahui, Ketua Program Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kelompok (one group pre-test post-test design) karena rancangan ini

BAB III METODE PENELITIAN. kelompok (one group pre-test post-test design) karena rancangan ini BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan quasi-experimental studies dalam satu kelompok (one group pre-test post-test design) karena rancangan ini merupakan bentuk desain

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar Mencuci Tangan Kegiatan Belajar I Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus TUJUAN Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002), disebutkan bahwa istilah pengetahuan berasal dari kata dasar tahu yaitu paham, maklum, mengerti.

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 UJIAN TESIS TESIS ADEKUASI HEMODIALISIS MERUPAKAN FAKTOR PENENTU TIPE MALNUTRISI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL TAHAP AKHIR YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 I GEDE GUPITA DHARMA PROGRAM

Lebih terperinci