PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA PUSAT KOTA LAMONGAN YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA PUSAT KOTA LAMONGAN YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE"

Transkripsi

1 PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA PUSAT KOTA LAMONGAN YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE ARUNA DP Dosen Pembimbing: Ir. Muhammad Faqih, MSA, Ph.D Dr. Ing. Ir. Bambang Soemardiono PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN PERANCANGAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

2 Ruang terbuka hijau (green open space) adalah kawasan atau permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian Dalam skala kota kecil, pengarahan perencaan sebuah ruang terbuka, baik ruang terbuka hijau, tidak kepada sebagai ruang yang terisolir namun diarahkan kepada struktur ruang yang menyeluruh (network of space) (Triarso, 2005). RTH pada pusat Kota Lamongan hanya memiliki 1,98%. Hal tersebut sangat kurang ideal jika mengkaitkan dengan Permen PU No 5 Tahun 2008 yang menyebutkan perbandingan RTH adalah 30% dari luas wilayah. Selain itu juga terdapat pertambahan fungsi di dalam RTH yang sebelumnya hanya memiliki fungsi ecology, kini berkembang dengan memiliki fungsi socio cultural dan economy. LATAR BELAKANG

3 PERTANYAAN PENELITIAN Bagaimana pola dan distribusi ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan? Bagaimana kriteria sebuah ruang terbuka hijau yang berbasis sustainable urban landscape? Bagaimana konsep rancangan yang sesuai dengan kriteria-kriteria sustainable urban landscape diaplikasikan untuk penataan ruang terbuka hijau? Bagaimana penataan ruang terbuka hijau yang sesuai dengan kriteria-kriteria sustainable urban landscape? TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Mengidentifikasi pola dan distribusi ruang terbuka hijau pada pusat kota Lamongan. Mengidentifikasi kriteria sustainable urban landscape untuk penataan ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan. Merumuskan konsep rancangan yang sesuai dengan kriteria-kriteria sustainable urban landscape diaplikasikan untuk penataan ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan. Merancang penataan ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan yang sesuai dengan kriteria sustainable urban landscape.

4 Ruang Terbuka Kota Ruang terbuka publik adalah ruang yang dapat diakses oleh masyarakat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Carr (2000), menyebutkan bahwa sebuah ruang publik harus memiliki sifat responsif, demokratis serta bermakna. Ruang publik yang responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan secara luas. Demokratis yang dimaksud adalah sebagairuang publik yang harus dapat dimanfaatkan secara luas (masyarakat umum) tanpa terkotak-kotakan akibat adanya perbedaan sosial, ekonomi dan budaya. Ruang Terbuka Kota terdiri dari 3 bagian: (1) pusat kota, (2) daerah industri, (3) lingkungan perumahan Referensi: Hakim (2004), Carr (2000), Triarso (2005). Critical Review Triarso menyebutkan bahwa ruang terbuka kota terdiri dari 3 bagian yaitu pusat kota, industri dan lingkungan perumahan. Ruang terbuka kota yang sifatnya benar-benar publik adalah ruang terbuka yang berada di pusat kota. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka ruang terbuka yang berada di pusat kota harus memerhatikan sifat-sifat dari ruang publik yang dikemukakan oleh Carr yaitu sebuah ruang terbuka publik harus bersifat responsif dan demokratis agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa terkecuali. Dalam hal ini, sifat responsif artinya harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan secara luas. Demokratis yang dimaksud adalah sebagai ruang publik yang harus dapat dimanfaatkan secara luas (masyarakat umum) tanpa terkotak-kotakan akibat adanya perbedaan sosial, ekonomi dan budaya. Dengan demikan, maka sebuah ruang terbuka kota seharusnya memerhatikan sifat responsif dan demokratis agar sebuah ruang terbuka kota memiliki makna baik sebagai makna manfaat maupun makna sebagai identitas sebuah kota.

5 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau (green open spaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah, dimana 20% diperuntukkan ruang terbuka hijau milik publik sedangkan sisanya yaitu 10% untuk ruang hijau privat. Ruang terbuka hijau pada pusat kota dititkberatkan pada strukturruang kota secara menyeluruh. Artinya tidak ada sebuah ruang yang menutupi atau terisolir secara masif. Ruang terbuka hijau merupakan sebuah nodes dimana ruang terbuka memiliki aktivitas yang dinamis serta berada pada lokasi yang strategis. Referensi: Hakim (2004), Triarso (2005), Lynch (1965) Critical Review Sesuai dengan pandangan Triarso tentang tuang terbuka kota, makapada studi lokasi penelitian, penataan ruang terbuka hijau dapat diarahkan pada struktur kota yang menyeluruh. Artinya tidak ada batasan secara fisik yang menyebabkan sebuah ruang terbuka hjau menjadi terisolir secara masif. Pandangan tersebut juga dapat dilengkapi dengan teori Kevin Lynch tentang sebuah ruang terbuka hijau merupakan nodes, dimana terletak pada simpul-simpul keramaian dan lokasi yang strategis. Dengan demikian, untuk penataan ruang terbuka hijau pada kota kecil, seperti Kota Lamongan, maka penataan yang dilakukan adalah penataan yang menyeluruh pada struktur ruang kota dan dititikberatkan pada lokasi yang strategis sehingga ruang terbuka hijau yang baru akan menjadi sebuah nodes.

6 Sustainable Urban Landscape Sustainable urban landscape is a sustainable urban landscape achieves the correct balance between environmental, economic and social needs 4 elemen penting dalam sustainable urban lanscape adalah manuisa, air, tanah dan pemerintah. Indikator yang perlu diperhatikan dalam kriteria sustainable urban landscape: harus dikurangi atau tidak memiliki emisi CO2 memiliki kualitas air yang tinggi mengintegrasikan lansekap, taman dan atap hijau untuk memaksimalkan keanekaragaman hayati perkotaan dan mengurangi efek pulau panas perkotaan, mengambil dari sumber daya bumi, dengan menggunakan prinsip ekologi perkotaan, menyediakan akses mudah dan mobilitas, baik saling terkait, dan menyediakan sistem rendah dampak transportasi publik yang efisien, menggunakan bahan lokal dan regional dan menerapkan sistem prefabrikasi konstruksi modular, menciptakan rasa dinamis dari tempat dan identitas budaya otentik. Referensi: Pineo (2009), Von Borcke (2009), Turner (2009), Jenks, M., Birton, E., William, K. (1996) Critical Review Terdapat kesamaan pandangan tentang aspek-aspek yang terkandung dalam sustainable urban landscape antara pandangan Von Borcke, Jenks, M. Birton, E. Willian, K.yaitu aspek ecology, economy dan socio-cultiral. Pandangan tersebut dapat dilengkapi dengan pandangan Condon yang menyebutkan bahwa terdapat 4 elemen penting dalam sustainable urban landscape yaitu manusia, tanah, air dan pemerintah. Juga perlu memerhatikan indikator-indikator yang dikemukakan oleh Lehmann dalam konteks sustainable urban landcscape yang dapat diterapkan di lokasi penelitian. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks sustainable urban landscape peran stakeholder yang terkait dalam melaksanakan indikator untuk menetukan kriteria sangat penting untuk menunjang aspek ecologi, economy dan soscio cultural.

7 metode penelitian secara kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan post positivistik METODE PENELITIAN dimana pada pada metode penelitian tersebut menggunakan pendekatan untuk menemukan dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam observasi pada objek penelitian serta interaksi yang komunikatif melalui wawancara yang mendalam serta penggunaan data berupa angka sebagai bahan untuk bagian analisa Strategi pendekatan ini dideskripsikan sebagai strategi pendekatan yang memiliki penekanan terhadap subjektivitas namun tergantung nilai-nilai kultur, budaya, serta tradisi setempat. Dengan demikian, pendekatan ini mengarah kepada sesuatu yang alamiah namun juga lebih manusiawi. Sumber data dari pelaku kegiatan, yang meliputi masyarakat, Pemerintah Daerah Lamongan sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal penataan ruang terbuka hijau kota. Sumber data berupa tampilan grafik yang menyajikan keadaan pada kawasan penelitian yaitu pada kawasan pusat Kota Lamongan, sebagai contoh yaitu kondisi fisik pada lokasi dan aktivitas kegiatan di dalamnya. Sumber data yang menyajikan tulisan, angka, gambaryang terkait dengan penelitian ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan yang berbasis sustainable urban landscape, meliputi kajian teori serta pendapat para ahli dan pakar, dokumen dari berbagai instansi pemerintah terkait penelitian.

8 VARIABEL PENELITIAN Sasaran Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Mengidentifikasi bentuk pola dan Luas kawasan pusat kota pendistribusian ruang terbuka hijau Luas eksisting RTH pada pusat kota Lamongan secara Karakteristik RTH optimal. Mengidentifikasi kriteria-kriteria Aspek Ekonomi sustainable urban landscape yang berpengaruh terhadap penataan ruang terbuka hijau pada pusat Aspek Sosial Kota Lamongan. Aspek Lingkungan Luas wilayah pada pusat kota Fakta luas kondisi ruang terbuka hijau Ragam karakter dari setia jenis ruang terbuka hijau Mengamati segala aktivitas dan jenisnya dalam kegiatan ekonomi serta mencatat sarana dan prasarana penunjangnya sebagai upaya pembentukan laju aspek ekonomi berkelanjutan. Melakukan pengamatan lapangan untuk mengamati kondisi sosial pada lokasi studi kasus dengan penekanan pada interaksi sosial dan pengaruhnya terhadap kajian penatan RTH. Melakukan wawancara dengan stakeholders terhadap nilai budaya setempat dalam upaya untuk menjaga identitas kelokalan budaya setempat. Mengidentifikasi jumlah vegetasi dan jenisnya yang sesuai dan menampilkan vegetasi lokal untuk menciptakan identitas dan upaya sebagai preservasi lingkungan setempat. Melakukan observasi dan wawancara dengan stakeholders mengenai sudah diterapkannya preservasi lingkungan pada RTH eksisting. Peta Kabupaten Lamongan Jumlah keberadaan RTH Jenis RTH Jenis dan aktivitas perekonomian Sarana dan prasarana yang menunjang Laju perekonomian Aksesbilitas lokasi Interaksi sosial Kultur budaya Penghijauan Iklim Keteduhan Preservasi lingkungan

9 TEKNIK ANALISA DATA Teknik Analisa Data Analisa Tipo Morfologi Analisa Deskriptif Kualitatif Analisa Triangulasi Data Output yang Diharapkan mengetahui pola ruang terbuka hijau mengetahui pendistribusian ruang terbuka hijau mengetahui kriteria ruang terbuka hijau yang berbasis sustainable urban landscape.

10 ANALISA DESKRIPTIF KUALITATIF No. Jenis Taman Luasan (Ha) 1. Jalur Hijau 1, Rotonde 0, Monumen 0, Taman Hutan Kota 0, Ruang Terbuka 1, Makam 0,4177 Jumlah 3,5669 Luas pusat kota : 160,17 Ha Luas ruang terbuka hijau: 3,5669 Ha Maka prosentase ruang terbuka hijau pada pusat Kota Lamongan adalah 1,98%. Dari hasil luasan tersebut maka kekurangan yang harus dipenuhi adalah 28,12% atau ± 50,7 Ha ruang terbuka hijau.

11 ANALISA TIPO MORFOLOGI PUSAT KOTA LAMONGAN Pola jaringan jalan di wilayah perencanaan dibentuk oleh dua jenis jalan yaitu jalan utama (main axis) dan jalan cabang (sub axis). Jalan utama terdiri dari Jalan JA Suprapto, Jalan Veteran, Jalan Sudirman, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Sumargo, Jalan Lamongrejo dan Jalan Sunan Drajad. Jalan tersebut menjadi jalan induk yang membentuk pola linier pertumbuhan lahan terbangun, yang terlihat pada blok perdagangan dan jasa

12 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Jalur Hijau Jalur hijau merupakan jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. Jalur hijau dapat berada di tepi jalan maupun pada median jalan tergantung dari pola jalan. Pada pusat Kota Lamongan, jalur hijau umumnya berada di tepi jalan yang memiliki fungsi sebagai peneduh, penyaring gas karbon serta dapat juga sebagai pengarah. Namun, secara umum fungsi jalur hijau adalah sebagai pembentuk iklim mikro pada kawasan perkotaan. Dengan demikian, jalur hijau lebih mengedepankan fungsi ecology dibandingkan dengan fungsi lainnya.

13 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Rotonde Taman rotonde merupakan taman yang berfungsi sebagai estetika taman kota. Persebarannya umunya terletak di persimpangan jalan. Pada pusat Kota Lamongan, dengan hanya memiliki luas 0,2155 Ha, keberadaan taman rotonde secara kualitas maupun kuantitas sangat kurang. Persebaran taman tersebut hanya berada di titik-titik persimpangan tertentu sehingga persebarannya kurang merata. Selain ditempatkan di persimpangan jalan, taman rotonde juga dapat ditempatkan di jalan masuk kota. Dengan adanya penambahan taman rotonde, maka diharapkan pada setiap persimpangan jalan akan memiliki taman rotonde yang berkualitas.

14 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Monumen Taman monumen merupakan taman yang dibangun sebagai elemen penunjang estetis dari keberadaan monumen. Taman monumen umumnya bersifat pasif, artinya tidak ada kegiatan manusia di dalamnya sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkannya sebagai ruang terbuka publik. Taman monumen di pusat Kota Lamongan hanya memiliki luas 0,2790 Ha. Dengan luasan tersebut taman hanya berfungsi sebagai taman pasif, padahal tamantaman tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi taman yang aktif. Taman aktif adalah taman yang memiliki kegiatan manusia secara langsung terkait fungsi dan penggunaannya.

15 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Hutan Kota Hutan kota merupakan suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Hutan kota di pusat Kota Lamongan hanya memiliki luasan 0,3660 Ha sehingga secara kuantitas sangat kurang padahal hutan kota dapat disebar di beberapa titik pusat kota guna meningkatkan kualitas iklim mikro kota.

16 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Ruang Terbuka Pada pusat Kota Lamongan ruang terbuka hijau publik memiliki luasan 1,1290 Ha. Ruang terbuka hijau publik tersebut adalah alun-alun dan telaga. Dari bentuk tersebut, RTH yang benar-benar memiliki kondisi yang ideal sebagai RTH publik adalah alun-alun dan telaga Bandung. Namun perlu diperhatikan bahwa penambahan secara kuantitas ruang terbuka hijau harus juga memerhatikan kualitas. Kualitas tersebut juga harus memerhatikan fungsi ecology, socio cultural maupun economy seperti penjelasan sebelumnya sehingga keberadaan sebuah ruang terbuka hijau dapat mencakup fungsi ecology,socio cultural dan economy.

17 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Makam Pada pusat Kota Lamongan, persebaran makam cukup merata. Namun yang perlu diperhatikan adalah kondisi makam yang cenderung kurang terawat. Kondisi tersebut menjadikan makam kurang berfungsi sebagai area hijau sehingga peran sebagai salah satu penjaga iklim mikro kawasan kota menjadi kurang maksimal. Maka, perlu adanya penataan makam tidak hanya dari sisi ecology namun juga memerhatikan sisi socio cultural dan economy sehingga menjadikan makam menjadi ruang terbuka hijau yang sustainable.

18 ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Alun-alun Luas : 1 Ha Berada di kawasan perdagangan, perkantoran dan permukiman. Batas Wilayah Utara : Rumah Dinas Bupati dan Wakil Bupati (Permukiman) Selatan Barat Timur : Perkantoran : Masjid dan Perdagangan : Perkantoran Socio-cultural Berada di persimpangan jalan yang strategis (nodes) sehingga memberikan aksesbilitas yang cukup mudah untuk pengunjung. Namun dari sisi area parkir kurang memadai karena menggunakan sebagian badan jalan sebagai area parkir. Dari sisi culutral, alun-alun ini masih memertahankan beberapa bangunan peninggalan kolonial Belanda, yakni tower air yang sekarang sudah tidak digunakan lagi dan bangunan joglo sebagai tempat upacara kabupaten sehingga kesan sejarah masih terasa. Economy Alun-alun merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi informal yang belum terlalu tertata dengan baik. Masih banyak aktivitas informal di dalam alun-alun serta penggunaan jalur pedestrian sebagai area informal sehingga perlu upaya penataan agar tidak membebani wajah kota dengan aktivitas informal seperti kegiatan PKL maupun kegiatan parkir yang tidak tertata secara baik Kesimpulan: Alun-alun merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang sudah memiliki modal economy dan socio cultural. Namun perlu upaya penataan agar modal tersebut dapat saling menunjang satu sama lain serta dapat mempercantik wajah pusat kota. Penataan dari sisi economy dapat dengan penyediaan area PKL yang representatif sebagai economy. Sedangkan sisi socio cultural dapat mengembangkan ruang terbuka seperti panggung terbuka sebagai pusat kegiatan. Serta juga dapat menjaga keberadaan bangunan bersejarah di dalam alun-alun dengan tujuan menjaga ekspresi budaya lokal.

19 HASIL ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Jalur Hijau Sedapat mungkin, vegetasi yang dipilih harus memerhatikan karakter jalan sehingga ada kesesuaian antara fungsi vegetasi dengan karakter jalan. Serta vegetasi yang dipilih juga sebaiknya adalah vegetasi yang mampu mencerminkan ekspresi budaya lokal, seperti misalnya sawo kecik. Juga perlu adanya pemikiran untuk memilih vegetasi yang produktif. Pemilihan tersebut dilakukan agar vegetasi yang ditanam dapat bermanfaat untuk masyarakat sehingga ada nilai ekonomi yang dirasakan terutama untuk jalan lingkungan di area permukiman. Taman Rotonde Vegetasi yang dapat dikembangkan selain vegetasi yang estetis juga vegetasi yang bersifat lokal serta produktif. Serta juga dapat memanfaatkan vegetasi yang bersifat lokal atau vegetasi yang mencerminkan kelokalan Lamongan seperti bambu dan sawo kecik. Sehingga taman rotonde dapat berkembang menjadi taman yang sustainable.

20 HASIL ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Monumen Taman monumen di pusat Kota Lamongan dapat dikembangkan menjadi ruang publik yang aktif seperti misalnya taman monumen Kadet Soewoko. Dengan mengangkat tokoh atau sesuatu yang bersifat lokal seperti misalnya ikon bandeng dan lele maka dapat dijadikan sebagai taman monumen yang bersifat publik sehingga masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain. Hutan Kota Penambahan hutan kota tersebut dapat dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau yang aktif. Hutan kota tidak hanya memiliki fungsi ecology saja, namun dari pembahan sebelumnya bahwa hutan kota memiliki otensi untuk dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau yang sustainable dengan memasukkan aspek socio cultural dan economy. Aspek socio cultural dapat meliputi pemilihan vegetasi lokal, aksesbilitas di dalam maupun di sekitar hutan kota mudah dan hutan kota dapat dikembangkan menjadi sarana interkasi masyarakat. Sedangkan dari aspek economy dapat dikembangkan dengan pemilihan vegetasi yang produktif serta juga dapat memberikan ruang untuk PKL dalam kegiatan economymereka.

21 HASIL ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Ruang Terbuka Kelurahan Luas Lahan Area Permukiman (Ha) Luas RTH (Ha) 30% x Luas Lahan Tlogoanyar Sidoharjo Sukomulyo Sukorejo Tumenggungan Jetis Banjarmendalan Sidokumpul Total

22 HASIL ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI Taman Makam Makam tersebut tentunya tidak hanya dikembangkan secara ecology saja, namun juga perlu dikembangkan dalam aspek socio cultural dengan memberi area parkir kendaraan yang jelas, memberi kemudahan dalam aksesbilitas dan sirkulasi di dalam makam. Sedangkan pengembangan aspek economy adalah dengan memberi ruang bagi PKL bunga musiman di sekitar area makam. Pemberian ruang tersebut penting dilakukan untuk mengakomodasi masyarakat sekitar dalam memanfaatkan area makam sebagai area economy mereka. Juga, perlu dilakukan pemilihan vegetasi yang produktif di sekitar makam guna masyarakat sekitar dapat mendapat manfaat langsung dari adanya vegetasi tersebut.

23 HASIL ANALISA TIPO MORFOLOGI BERDASARKAN FUNGSI RTH dengan Fungsi Tertentu Pada area bantaran sungai dapat dikembangkan ruang terbuka yang aktif dengan memanfaatkna jalur bantaran sungai. Pengembangan bantaran sungai menjadi ruang terbuka yang aktif juga merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk memberi ragam atau bentuk ruang terbuka hijau.

24 Hasil Analisa Tipologi Geometri dan Spasial Ruang Terbuka Hijau

25 Hasil Analisa Tipologi Geometri dan Spasial Ruang Terbuka Hijau

26 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

27 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

28 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

29 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

30 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

31 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

32 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

33 KONSEP PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU YANG BERBASIS SUSTAINABLE URBAN LANDSCAPE

34 PENATAAN JALUR HIJAU

35 PENATAAN TAMAN KOTA

36 PENATAAN ALUN-ALUN

37 PENATAAN HUTAN KOTA

38 PENATAAN TAMAN MAKAM

39 PENATAAN BANTARAN SUNGAI

40 KESIMPULAN Identifikasi distribusi ruang terbuka hijau menunjukkan bahwa persebaran ruang terbuka hijau belum merata di seluruh area pusat kota, hanya pada area tertentu dengan luasan 3,5669 Ha dari luas pusat kota. Hasil analisa tipologi menunjukkan bahwa: oruang terbuka hijau di pusat Kota Lamongan memiliki 6 tipe yaitu jalur hijau, taman rotonde, taman monumen, hutan kota, taman ruang terbuka dan taman makam. obeberapa dari ruang terbuka hijau yang ada, seperti alun-alun, Telaga Bandung, hutan kota, tidak hanya memiliki modal ecology namun juga modal socio cultural dan economy sehingga dapat dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau yang sustainable. oidentifikasi tipo morfologi spasial ruang terbuka hijau di pusat Kota Lamongan menunjukkan bahwa memiliki sebuah tipe square dan linier. Tipe square dimiliki oleh alun-alun sedangkan sisanya adalah berbentuk linier. Kekurangan dari jumlah minimal ruang terbuka hijau dapat dilakukan dengan penambahan ruang terbuka hijau. Penambahan tersebut dapat dilakukan pada dengan cara: omeningkatkan jalur hijau pada jalan lingkungan permukiman. omeningkatkan taman rotonde pada setiap persimpangan jalan di pusat Kota Lamongan. omeningkatkan taman monumen dengan mengangkat ikon budaya Lamongan untuk kemudian dijadikan sebagai taman monumen yang bersifat publik. omeningkatkan jumlah hutan kota untuk mendukung dan menjaga iklim mikro kota. omeningkatkan jumlah ruang terbuka publik yang dimulai dari play ground per 250 KK, taman olah raga, taman kota. omengoptimalkan ruang terbuka privat di setiap bangunan dengan memaksimalkan peraturan koefisien dasar bangunan sebesar 70% di pusat Kota Lamongan. Untuk menuju ke konsep penataan, terdapat kriteria-kriteria ruang terbuka hijau sustainable urban lanscape yang dapat dijadikan dasar untuk merumuskan konsep penataan yang terbagi melalui aspek internal dan aspek eksternal.. Konsep penataan ruang terbuka hijau dapat dijadikan acuan untuk pengembangan ruang terbuka hijau selanjutnya. Bahwa ruang terbuka hijau merupakan ruang publik yang telah berkembang fungsinya.

41 SARAN a.pemerintah Melakukan langkah untuk segera menyusun dan melakukan perencanaan ruang terbuka hijau di pusat Kota Lamongan yang berbasis sustainable urban landscape. Melakukan peninkatan kualitas maupun kuantitas ruang terbuka hijau setelah penyusunan perencanaan selesai dilakukan. Melakukan langkah strategis terkait mekanisme instensif dan disintensif bagi masyarakat untuk meningkatkan pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau. b. Masyarakat Masyarakat untuk selalu mendukung upaya peningkatan ruang terbuka hijau melalui peran serta yang aktif melalui komunitas yang berkaitan dengan ruang terbuka hijau dalam rangka menata ruang terbuka hijau yang berbasis sustainable urban landscape. Masyarakat harus menyadari akan pentingnya ruang terbuka hijau dalam menunjang kehidupan masyarakat baik dari sisi ecology, socio cultural maupun economy.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penataan ruang terbuka pada pusat Kota Lamongan yang berbasis sustainable urban landscape dapat dicapai apabila seluruh stakeholder dapat menjalankan perannya

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN) Pembahasan Poin-poin yang akan dibahas pada kuliah ini: 1 KONSEP 2 PRESENTASI GAMBAR 3 CONTOH PROYEK 1. Berisi KONSEP pengertian,

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING.  IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/scaffolding IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG Mashuri Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang C534 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang Dian Fajar Novitasari dan Ardy Maulidy Navastara Departemen Perencanaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat C38 Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat Bagiar Adla Satria dan Prananda Navitas Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-188 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan tempat berinteraksi bagi semua orang tanpa ada batasan ruang maupun waktu. Ini merupakan ruang dimana kita secara bebas melakukan segala macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No 28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-9292 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG PADA KORIDOR JL. LANGKO PEJANGGIK SELAPARANG DITINJAU TERHADAP RTRW KOTA MATARAM Oleh : Eliza Ruwaidah Dosen tetap Fakultas

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dalam penelitian ini, peran ruang terbuka hijau dibagi menjadi fungsi utama dan fungsi tambahan. Fungsi utama terkait dengan fungsi ekologis, sedangkan fungsi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian (RA ) : Ir. Purwanita Setijanti. M.Sc. Ph.D : Ir. Muhammad Faqih. M.SA.Ph.D. Bagoes Soeprijono Soegiono

Metodologi Penelitian (RA ) : Ir. Purwanita Setijanti. M.Sc. Ph.D : Ir. Muhammad Faqih. M.SA.Ph.D. Bagoes Soeprijono Soegiono TRANSFORMASI FUNGSI RUANG HUNIAN AKIBAT USAHA BERBASIS RUMAH TANGGA Studi Kasus: Desa Jati Sumber, Kecamatan Trowulan. Kabupaten Mojokerto. Jawa-Timur. Metodologi Penelitian (RA 092304) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik,

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438)

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) DOSEN DR. SRI HANDAYANI, MPD. RISKHA MARDIANA, ST. ADI ARDIANSYAH, SPD.MT. STATUS DAN SIFAT 4 SKS SIFAT WAJIB TEORI DAN PRAKTEK PRASYARAT GAMBAR ARSITEKTUR Maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Pentingnya Ruang Terbuka Publik Fenomena pemanasan bumi, penurunan kualitas lingkungan, dan bencana alam menyadarkan pentingnya keberlanjutan kota demi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar mengacu kepada tema yang telah diusung yaitu Ekspos Arsitektur untuk Rakyat, dalam tema ini arsitektur haruslah beradaptasi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG)

Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Perencanaan Kota TEORI URBAN DESIGN 3 (LINGKUNGAN DAN PENUNJANG) Kilas balik Komponen Rancangan Permen PU no 06/2007 tentang Pedoman Umum RTBL, dengan penyesuaian 1. Struktur peruntukan lahan ( bangunan)

Lebih terperinci

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA

PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR dan PERANCANGAN KOTA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa Magister Manajemen Pembangunan Kota Semester 2 akan dapat menjelaskan hubungan perancangan

Lebih terperinci

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE Tesis RA092389 KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE JOSÉ MANUEL MANIQUIN 3208205003 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Rima Dewi Suprihardjo, M.I.P Ir. Putu Rudy Satiawan, MSc PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT

ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT ANALISIS PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF GREEN ECONOMIC DEVELOPMENT (Studi Pada Pemanfaatan dan Pengendalian Kawasan Budidaya Kota Malang) SKRIPSI Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan yang signifikan merupakan wujud nyata pembangunan dalam perkembangan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum BAB V KONSEP 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan sentra industri batu marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum dalam Three Dimension Sustainability:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci