KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. untuk mengatur dan mengkoordinir faktor faktor produksi secara efektif dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. untuk mengatur dan mengkoordinir faktor faktor produksi secara efektif dan"

Transkripsi

1 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Operasional 1.1 Pengertian Manajemen Operasional Menurut Anoraga (2009) Manajemen operasional adalah seluruh aktivitas untuk mengatur dan mengkoordinir faktor faktor produksi secara efektif dan efisien untuk dapat menciptakan dan menambah nilai dan benefit dari produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh sebuah organisasi. Sedangkan menurut Eddy Herjanto (2007) Manajemen operasi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan barang, jasa, dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan. 1.2 Fungsi Manajemen Operasional Di dalam suatu unit usaha dikenal adanya berbagai macam fungsi yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, diantaranya terdapat tiga fungsi pokok yang selalu yang dijumpai, yaitu : 1. Pemasaran (marketing) Yaitu merupakan ujung tombak dari unit usaha, sebab bagian ini langsung berkaitan dengan konsumen. Keterkaitan ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen (jenis dan jumlah) maupun pelayanan dan pengantaran produk ke tangan konsumen.

2 10 2. Keuangan (finance) yang bertanggung jawab atas perolehan dana guna pembiayaan aktifitas inti suatu usaha serta pengelolaan dana secara ekonomis sehingga kelangsungan dan perkembangan unit usaha dapat dipertahankan. 3. Produksi (Operation) yang merupakan penghasil dari produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. 2. Manajemen Supply Chain 2.1 Pengertian Manajemen Supply Chain Terdapat sejumlah definsi dari rantai pasok dan hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : Chopra (2013) menyatakan rantai pasok terdiri dari semua pihak yang telibat baik secara langung maupun tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan dari konsumen. Rantai pasok tidak hanya meliputi manufaktur dan para pemasok, tetapi juga meliputi perusahaan pengangkutan, pergudangan, pengusaha retail, dan juga konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi tersebut, seperti di dalam manufaktur, rantai pasok meliputi semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan memenuhi keinginan dari konsumen. Fungsi-fungsi ini antara lain, pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keungan, dan pelayanan konsumen. Levi (2009) menyatakan rantai pasok adalah sistem dari pemasok, manufaktur, transportasi, distributor, dan vendor yang eksis untuk mentrasnformasikan bahan mentah menjadi produk jadi dan bagian dari rantai

3 11 pasok yang berada setelah proses manufakturing dikenal dengan nama jaringan distribusi. Manajemen rantai pasok sangat peduli dengan integrasi yang efisien antara seluruh pihak yang terlibat di dalam rantai pasok sehingga dapat menghsilkan dan mendistribusi produk dan jasa dengan jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat dalam rangka meminimasi total biaya sistem dan memenuhi tingkat pelayanan yang dibutuhkan oleh kosumen. Penekanan minimasi biaya ini tidak sederhana dan dapat dicapai dengan hanya meminimasi biaya transportasi atau mengurangi inventori; tetapi lebih dari itu, rantai pasok harus mencoba pendekatan sistem untuk meningkatkan keuntungannya (Levi, 2009). Dalam hal ini perlu adanya trade-off antara minimasi biaya transportasi dan mengurangi inventori untuk mencapai keuntungan secara sistem. 2.2 Poros Penggerak Supply Chain Untuk memahami bagaimana perusahaan dapat meningkatkan kinerja dari rantai pasoknya dalam konteks responsiveness dan effectiveness, hal pertama yang harus dipahami adalah fungsi dari berbagai poros penggerak (driver) didalam rantai pasok. Secara rinci, dari rantai fungsi dari berbagai poros penggerang (driver) didalam rantai pasok dapat diuraikan sebagai berikut (Chopra, 2013) 1. Fasilitas Fasilitas merupakan lokasi fisik dari jaringan rantai pasok; tempat suatu produk di produksi, di rakit, atau difabrikasi. Terdapat dua tipe dari

4 12 fasilitas yaitu lokasi proses produksi dan lokasi gudang atau tempat penyimpanan. Keputusan tentang peran, lokasi, kapasitas, dan fleksibilitas dari suatu fasilitas akan memiliki dampak terhadap kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, distributor dari suatu suku cadang otomotif yang dituntut untuk sangat responsif terhadap permintaan dari konsumen akan memiliki banyak fasilitas gudang yang berlokasi dekat dengan konsumen walaupun hal ini akan mengurangi tingkat efisiensi. Dalam kasus lain, distributor yang efisien akan memiliki sedikit gudang untuk meningkatkan efisiensi, walaupun hal ini akan menguragi tingkat responsiveness dari distributor tersebut. 2. Persediaan Di dalam rantai pasok, persediaan dapat dibedakan menjadi bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi. Perubahan kebijakan dalam persediaan dapat merubah tigkat efisiensi dan tingkat responsiveness dari rantai pasok secara dramatis. Sebagai contoh, retail pakaian jadi dapat menjadi suatu retail yang sangat responsif jika dia menyimpan persediaan dalam jumlah banyak dan memuaskan kebutuhan konsumen dari persediaan tersebut. Namun demikian, jumlah persediaan yang banyak akan meningkatkan biaya operasional dari retail terebut yang pada akhirnya membuat retail tersebut kurang efisien. Dilain pihak, mengurangi jumlah persediaan akan membuat retail lebih efisien tetapi akan mengurangi tingkat responsiveness dari retail tersebut.

5 13 3. Transportasi Transportasi menyebabkan terjadinya pergerakan persediaan dari satu titik ke titik lainnya di dalam rantai pasok. Transportasi dapat terjadi dari sejumlah kombinasi moda dan rute, dan masing masing kombinasi moda dan rute tersebut akan memiliki kinerja yang berlainan satu sama lain. Pemilihan transportasi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap tingkat efisiensi dan efektivitas dari rantai pasok. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengirinkan barang-barangnya dengan menggunakan moda transportasi yang cepat seperti FedEx sehigga rantai pasok yang dimiliki oleh perusahaan tersebut mempunyai tingkat responsiveness yang tinggi. Namun demikian, pengiriman dengan menggunan FedEx akan menyebabkan rantai pasok terbebani dengan biaya yang tinggi. Alternatif lainnya, perusahaan dapat menggunakan moda transportasi yang lebih lambat untuk mengirimkan produknya; hal ini membuat rantai pasok yang dimiliki perusahaan efisien tetapi memiliki tingkat responsiveness yang terbatas. 4. Teknologi informasi Teknologi informasi terdiri atas data dan analisis tentang fasilitas, persediaan, transportasi, biaya, harga, dan konsumen dari rantai pasok. Informasi merupakan poros penggerak terbesar di rantai pasok karena informasi mempengaruhi secara langsung poros penggerak lainnya dari rantai pasok. Informasi memberikan manajemen kesempatan untuk menjadikan sebuah rantai pasok menjadi sangat responsif dan sangat

6 14 efisien.sebagai contoh, dengan infomasi tentang pola permintaan dari konsumen, sebuah perusahan farmasi dapat memproduksi dan menyimpan obat-obatan untuk mengantisipasi berbagai permintaan dari konsumen, yang membuat rantai pasok yang dimilikinya menjadi sangat responsif karena konsumen senantiasa dapat menemukan obat-obatan yang mereka perlukan.informasi tentang permintaan ini sekaligus membuat rantai pasok menjadi lebih efisien karena perusahaan farmasi dapat meramalkan dengan lebih baik jumlah permintaan dari konsumen dan hanya memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan tersebut.informasi juga dapat membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dengan menyediakan manajer pilihan untuk melakukan pembelian, dimana perusahaan dapat memilih alternatif pemasok yang sesuai dengan kebutuhan mereka namun dengan harga yang paling murah. 5. Sourcing Sourcing adalah pemilihan siapa yang akan melakukan suatu aktivitas rantai pasok tertentu seperti produksi, penyimpanan, transportai, dan manajemen informasi. Pada tingkatan strategik, keputusan tentang sourcing akan menentukan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh perusahaan dan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh pihak ketiga. Keputusan tentang sourcing akan mempengaruhi tingkat responsivitas dan efisiensi dari rantai pasok. Flextronik, sebuah perusahaan kontrak manufaktur dibidang elektoronik, mempunyai keinginan untuk dapat menawarkan responsivitas sekaligus efektivitas kepada konsumennya.

7 15 Flexronik mencoba untuk membuat fasilitas produksinya di Amerika Serikat, dengan tetap mempertahankan keberadaan dari sejumlah fasilitas produksinya di negara-negara berbiaya rendah.flextronik berharap dapat menjadi sumber yang efisien bagi semua konsumen dengan menggunakan kombinasi tersebut. 6. Harga Harga menentukan seberapa banyak perusahaan dapat memberikan harga pada barang dan jasa yang dihasilkannya yang membuat barang dan jasa tersebut tersedia di dalam rantai pasok. Harga akan mempengaruhi perilaku dari pembeli barang dan jasa, dan selanjutnya akan mempengaruhi kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, jika perusahan transportasi menawarkan harga yang berbeda-beda berdasarkan pada lead time yang diberikan kepada konsumen, maka akan sangat mungkin bahwa konsumen yang sangat mementingkan efisinsi akan melakukan pemesanan diawal dan konsumen yang sangat mementingkan responsivitas akan menunggu dan melakukan pemesanan di akhir waktu sebelum produk tersebut benar-benar perlu untuk dikirimkan. 3. Manajemen Logistik 3.1 Pengertian Manajemen Logistik Manajemen Logistik merupakan bagian proses Supply Chain yang berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point of-origin) hingga titik konsumsi (point of-consumption)

8 16 dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan Amin Widjaja Tunggal (2010). 3.2 Ativitas Logistik Adapun aktivitas-aktivitas utama logistik menurut Miranda dan Amin Widjaja Tunggal (2007) yaitu: a. Customer Service (Pelayanan Pelanggan) b. Demand Forecasting (Peramalan Permintaan) c. Inventory Management (Manajemen Persediaan) d. Logistics Communication (Komunikasi Logistik) e. Material Handling (Penanganan Material) f. Order Processing (Proses Pemesanan) g. Packaging (Pengemasan) h. Dukungan komponen dan jasa i. Pemilihan lokasi dan gudang j. Procurement/Purchasing k. Reverse Logistics l. Transportasi m. Gudang dan Penyimpanan

9 17 4. Ekspor dan Impor 4.1 Pengertian Ekspor Pengertian ekspor yaitu perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dalam keluar wilayah Pabean suatu Negara ke Negara lain dengan memenuhi ketentuan yang berlaku Djauhari Ahsjar (2007). Sedangkan menurut Tjarsim Adisasmita (2007) Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. 4.2 Pengertian Impor Pengertian impor menurut Djauhari Ahsjar (2007) yaitu memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Andi Susilo (2008) secara harafiah impor bisa diartikan sebagai kegiatan memasukkan barang dari suatu negara (luar negeri) ke dalam wilayah pabean negara lain. Hal ini berarti melibatkan 2 (dua) negara berbeda dan juga peraturan serta perundangundangan. 5. ASEAN Economic Community (Departemen Perdagangan RI, Menuju ASEAN Economic Community 2015) Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN Eonomic Community (AEC) yang berdaya saing dan berperan aktif dalam

10 18 ekonomi global. Sedangkan momentum menuju terwujudnya AEC 2015 tentunya tidak lepas dari peranan dari ASEAN sebagai organisasi regional sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu sebelum membahas lebih lanjut tentang AEC itu sendiri, maka kita akan mengawali tentang sejarah ASEAN dan sejarah lahirnya konsep AEC Sejarah Pembentukan ASEAN Sejak dulu, secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara. Dilatar belakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Pada bulan Agustus tahun 1967, lima Menteri Luar Negeri yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok yang menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada tanggal 8 Agustus 1967 ditanda tangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai Deklarasi Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan paara Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand. Brunei Darussalam kemudian bergabungpada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli

11 , Lao PDR dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 30 April Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok adalah unuk : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan inni melalui usaha bersama alam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai; 2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antar negaranegara di kawasan ini serta memauhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa; 3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi; 4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi; 5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian

12 20 masalah-masalah komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka; 6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara, dan; 7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat diantara mereka sendiri. 5.2 Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun Kesepakatan yang cukup menonjol dan menjadi cikal bakal visi pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 adalah disepakatinya Common Effective Preferential Tariff ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada tahun 1995 ASEAN memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya AFAS, selanjutnya tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang investasi AIA. Pada tahun 1997, para Kepala Negara ASEAN menyepakati ASEAN Vision 2020 yaitu mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi dengan

13 21 pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi (ASEAN Summit, Kuala Lumpur, Desember 1997). Kemudian pada tahun 2003, kembali pada pertemuan Kepala Negara ASEAN disepakati 3 pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yang dipercepat menjadi 2015 yaitu : (1) ASEAN Economic Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN Summit, Bali, Oktober 2003). Pada bulan Januari 2007, para Kepala Negara sepakat mempercept pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun Pada tahun yang sama ditandatangani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN-China FTA (Services), dan ASEAN-Korea FTA (Services). 5.3 Proses Menuju Kesepakatan ASEAN Economic Community Pada Konferensi Tingkat Tinggi KTT ke-2 ASEAN tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, para pemimpin ASEAN mengesahkan Visi ASEAN 2020 dengan tujuan antara lain sebagai berikut : 1. Menciptakan Kawasan Ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. 2. Mempercepat liberalisasi perdagangan di bidang jasa.

14 22 3. Meningkatkan pergerakan tenaga professional dan jasa lainnya secara bebas di kawasan. Bali Concord II Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada periode memicu kesadaran negara-negara ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan penguatan kerjasama intra kawasan. ASEAN Economic Community merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), di Bali, bulan Oktober Kemudian ASEAN baru mengadopsi Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan ASEAN Community. Pembentukan Komunitas ASEAN ini merupakan bagian dari upaya ASEAN untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu, juga merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan domestik yang berdampak kepada kawasan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip utama ASEAN yaitu saling menghormati (mutual respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri (non-interfence), konsensus, dialog dan konsultasi. Pada tanggal 13 Januari 2007 dalam KTT ke-12 di Cebu, Filipina, para Pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan pembentukan ASEAN Economic Community dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dalam rangka memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global.

15 23 AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015 yang ditanda tangani tanggal 20 November AEC Blueprint memuat empat pilar utama, yaitu : 1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, dan investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas; 2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerse; 3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam, dan; 4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN. Oleh karenanya pilar tersebut akan dibahas secara komprehensif.

16 Elemen Pasar Tunggal dan Berbasis Produksi Sebagai Salah Satu Pilar ASEAN Economic Community Untuk mewujudkan AEC 2015, seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barng, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas, sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint. Arus Bebas Barang Arus bebas barrang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Komponen arus perdagangan bebas tersebut meliputi penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan maupun penghapusan hambatan non-tarif sesuai skema AFTA. Disamping itu, perlu dilakukan peningkatan fasilitas perdagangan ASEAN seperti prosdur kepabeanan, melalui pembentukan dan penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi standard dan kesesuaian (standard and conformance). Untuk mewujudkan hal tersebut, Negara-negara Anggota ASEAN telah menyepakati ASEAN Trade in Goods Agreement ATIGA) pada pertemuan KTT ASEAN ke-14 tanggal 7 Februari 2009 di Chaan, Thailand. ATIGA yang diharapkan mulai berlaaku efektif 180 hari setelah penandatanganannya pada tanggal 27 Februari 2009 bertujuan untuk : 1. Mewujudkan kawasan arus barang yang bebas sebagai salah satu prinsip untuk membentuk pasar tunggal dan basis produksi dalam AEC 215 yang dituangkan dalam AEC Blueprint;

17 25 2. Meminimalkan hambatan dan memperkuat kerjasama diiantara Negaranegara Anggota ASEAN; 3. Menurunkan biaya usaha; 4. Menciptaka perdagangan dan investasi dan efisiensi ekonomi; 5. Menciptakan pasar yang lebih besar dengan kesempatan dan skala ekonomi yang lebih besar untuk para pengusaha di Negara-negara Anggota ASEAN, dan; 6. Menciptakan kawasan investasi yang kompetitif. Disamping tujuan dan manfaat dari ATIGA tersebut, Indonesia juga akan menghadapi tantangan sebagai konsekuensi dari diterapkannya ketentuan arus barang bebas. Dengan semakin terintegrasinya pasar ASEAN, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya dengan : 1. Menciptakan efisiensi, efektifitas, dan kualitas produksi; 2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing; 3. Memperluas jaringan pemasaran 4. Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby Komitmen-komitmen Utama dalam ATIGA 1. Penurunan dan penghapusan tarif seluruh produk intra ASEAN, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL dan Highly Sensitive List (HSL), dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah

18 26 ditetapkan dalam petsetujuan CEPT-AFTA dan digariskan dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA). 2. Fasilitas yang diberikan dalam kerangka EPT hanya dapat dinikmati oleh produ-produk yang berasal dari Negara Anggota ASEAN, yang dibuktikan dengan Certificate Rules of Origin (Form D). Disamping itu, ROO juga bermanfaat untuk implementasi kebijakan anti-dumping dan safeguard ; statistik perdagangan; penerapan prsyaratan labelling dan marking ; dan pengadaan barang oleh pemerintah. 3. Penghapusan seluruh hambatan non-tarif. Untuk itu masing-masing Negara Anggota diminta untuk : a. Meningkatkan transparansi dengan mematuhi ASEAN Protocol on Notification Procedure; b. Menetapkan ASEAN surveillance Mechanism yang efektif; c. Tetap pada komitmen untuk standstill and roll-back; d. Menghapus hambatan non-tarif yang dilakukan melalui 3 tahap (ASEAN-5 : 2009,2010,2011, Filipina :2010,2011,2012, CMLV : 2013,2014,2015/2018) e. Meningkatkan transparansi NON-Tariff Measures (NTMs); f. Konsisten dengan International Best Practices. 4. Trade Facilitation Dengan adanya fasilitas perdagangan ini diharapkan akan tercipta suatu lingkungan yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi perdagangan internasional sehingga dapat meningkatkan perdagangan dan

19 27 kegiatan usaha termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), serta menghemat waktu dan biaya transaksi. 5. Integrasi Kepabeanan Rencana Strategis Pegembangan Kepabeanan untuk periode difokuskan pada : (a) pengintegrasian struktur kepabeanan, (b) modernisasi klasifikasi tarif, penilaian kepabeanan dan penentuan asal barang serta mengembangkan ASEAN e-customs, (c) kelancaran proses kepabeanan, (d) penguatan kemampuan SDM, (e) peningkatan kerjasama dengan organisasi internasional terkait, (f) pengurangan perbedaan sistem dalam keepabeanan diantara Negara-negara ASEAN, dan (g) penerapan teknik pengelolaan resiko dan kontrol bebas audit (PCA) untuk trade facilitation. 6. ASEAN Single Window Merupakan sistem elektronik yang akan mengintegrasikan informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan, kepelabuhan/kebandarudaraan dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. 7. Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures Setiap Negara Anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan

20 28 prosedur penilaian kesesuaian yang diharapkan dapat mengurangi hambatan yang tidak diperlukan dalam membangun pasar tunggal dan basis produksi regional ASEAN. 8. Sanitary and Phytosanitary Measures Kebijakan SPS dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan dengan melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan sesuai dengan prinsip yang ada dalam persetujuan SPS dalam WTO untuk mencapai komitmen-komitmen sebagaimana tercantum dalam ASEAN Economic Blueprint. 9. Trade Remedies Setiap Negara Aggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan pemulihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan (terkait dengan subsidi) dan safeguard. 6. Dwelling Time Import Container Dwelling Time adalah waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal melalui pintu utama (World Bank, 2011). Sedangkan standard internasional import container dwell time adalah lama waktu peti kemas (kontainer) berada di pelabuhan sebelum memulai perjalanan darat baik menggunakan truk atau kereta api (Nicoll, 2007).

21 29 DWELLING TIME Gambar 2.1 Urutan Proses Impor Sumber : Bea Cukai Import container dwelling time memegang peranan penting karena berhubungan langsung dengan lama waktu yang harus dilalui oleh peti kemas saat masih berada di dalam terminal untuk menunggu proses dokumen, pembayaran dan proses Bea Cukai. 7. Penelitian terdahulu Penelitian tentang dwelling time di pelabuhan Tanjung priok dilakukan oleh Afif Artakusuma (2012).Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi import container dwelling time di Pelabuhan Peti Kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok baik secara keseluruhan maupun untuk masingmasing jalur barang yaitu jalur merah, kuning, hijau, MITA Non-Prioritas, dan MITA Prioritas dengan data sekunder yang didapatkan dari Laboratorium Rekayasa Transportasi ITB. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa komponn pre-clearance memiliki kontribusi paling besar terhadap dwelling time pada bulan Januari & Februari 2012 dan dari hasil statistik dari kedua bulan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peti kemas jalur hijau memiliki kontribusi paling besar terhadap import container dwelling time di Pelabuhan Peti Kemas

22 30 Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, dengan total hampir separuh dari keseluruhan jumlah peti kemas yang ada di JICT. Penelitian lainnya mengenai perusahaan multinasional terkait dengan ASEAN Economic Community dilakukan oleh Calista Helsa Karjono (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi lingkungan bisnis perusahaan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan terhadap strategi yang digunakan perusahaan, untuk mengetahui strategi yang digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnis dan meningkatkan pangsa pasarnya, dan untuk mengetahui sejauh mana dampak isu AEC terhadap operasi Uti Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) Logisitik Indonesia memiliki banyak kekurangan dan pemberlakuan AEC akan membawa dampak baik bagi logistik Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam AEC dapat membantu Indonesia dalam meningkatkan arus barang, jasa, dan memperbaiki kondisi yang berhubungan dengan logistik, mulai dari hhukum, infrastruktur, dan lain-lain; (2) Perubahan yang terjadi dengan diberlakukannya AEC akan mengubah sistem secara keseluruhan. Perubahan kebijakan dalam AEC akan mengubah sistem ekonomi menjadi lebihliberal dan tentunya juga akan mempengaruhi sosial budaya masyarakat. Kondisi sosial budaya masyarakat ini berubah sehubungan dengan diberlakukannya pasar tunggal dalam kawasan ASEAN yang akan semakin menyamakan kondisi pasar negara-negara ASEAN. Diberlakukannya AEC juga akan meningkatkan penggunaan serta penemuan teknologi di negaranegara ASEAN; (3) Bagi Uti, perubahan di atas membawa dampak tersendiri. Logistik, sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan, tentunya akan lebih

23 31 diusahakan untuk bisa bertumbuh dan kondisi ini akan mendatangkan banyak pesaing baru, serta mendorong pemain lama untuk semakin agresif dalam menjalankan bisnisnya; (4) Perubahan yang ditimbulkan AEC juga akan membawa dampak lain, yaitu akan membuka peluang Uti dalam mendapatkan klien baru serta memungkinkan Uti untuk semakin memperbaiki citranya agar dapat menjadi pemimpin pasar freight forwarding di Indonesia; (5) Bagi Uti, peluang yang didapat dari pemberlakuan AEC tentnya akan membawa dampak baik bagi perusahaan. Akan tetapi, perusahaan tidak menampik bahwa belum ada persiapan khusus yang dibrlakukan menjelang pemberlakuan AEC karena belum adanya kejelasan mengenai peraturan baru di bidang logistik. Perusahaa hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik mengingat persaingan yang semakin ketat; (6)Dalam usaha memenangkan persaingan, perusahaan menggunakan strategi diferensiasi, yaitu memberikan hubungan baik dengan solusi terkonstumisasi dan sistem IT yang dapat membantu kesluruhan logistik klien; (7) Untuk menghadapi AEC, perusahaan berusaha untuk melakukan yang terbaik dengan strategi yang telah ada dengan menawarkan teknologi yang lebih baik dan berusaha untuk memberikan harga yang semakin bersaing. B. Rerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu, maka disusun suatu kerangka pemikiran teori mengenai penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan AEC sebagai variabel moderator dengan dwelling

24 32 time sebagai variabel independent dan perkembangan bisnis sebagai variabel dependent. Adapun kerangka pemikiran tersebut adalah sebagai berikut : Pelabuhan Tanjung Priok Pre Clearance Custom Clearance Post Clearance Dwelling Time ASEAN Economic Community 2015 Perkembangan Bisnis PT. Denso Sales Indonesia Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Data Diolah C. Hipotesis Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

25 33 Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Panjangnya birokrasi, adanya penjaluran, dan infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor yang berpengaruh terhadap dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok. 2. Dwelling time berpengaruh signifikan terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia. 3. ASEAN Economic Community memoderasi pengaruh dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok terhadap perkembangan bisnis di PT. Denso Sales Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diawal pembentukanya pada 1967, ASEAN lebih ditunjukan pada kerjasama yang berorientasi politik guna pencapaian kedamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Dimulai

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan.

I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perusahaan petikemas di dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mengeliminasi inefisiensi atau pemborosan. Usaha mengurangi inefisiensi dalam proses bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Sejarah Pembentukan ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Sejarah Pembentukan ASEAN BAB I PENDAHULUAN A. Sejarah Pembentukan ASEAN sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN adalah perkumpulan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejak dibentuk sebagai organisasi regional pada 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand) negara-negara anggota

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sebuah jenis usaha skala kecil atau bisa juga disebut bentuk ekonomi kreatif yang didesain dengan tujuan untuk membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET. ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah sebuah organisasi

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET. ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah sebuah organisasi BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET 1. ASEAN Economic Community Blueprint Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang biasa kita sebut ASEAN (Association of South East Asian Nations)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA) Fajar Prasetya Rizkikurniadi, Murdjito Program Studi Transportasi Laut Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG Negara-negara ASEAN juga bekerja sama dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang ekonomi meliputi : 1. Membuka Pusat Promosi ASEAN untuk perdagangan, investasi

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( ) Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN Tahun 2012 Dono Asmoro (151080089) Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis akan sejauh mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 1 Oleh : Dr. M. Nasich, Ak 2 Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014

Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014 Peluang dan Tantangan Indonesia Pada ASEAN Economic Community 2015 Rabu, 04 Juni 2014 Komunitas ASEAN 2015 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. 2.1 Integrasi Ekonomi Sebagai Tatanan Dalam Perdagangan International

BAB II. Landasan Teori. 2.1 Integrasi Ekonomi Sebagai Tatanan Dalam Perdagangan International BAB II Landasan Teori 2.1 Integrasi Ekonomi Sebagai Tatanan Dalam Perdagangan International Integrasi ekonomi menurut Salvator (2014 : 311) integrasi ekonomi memiliki prinsip dan mekanisme yang sama dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Terima kasih. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Depdag GUSMARDI BUSTAMI

Kata Pengantar. Terima kasih. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Depdag GUSMARDI BUSTAMI Kata Pengantar Dalam rangka menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 TRANSFORMASI ASEAN 1976 Bali Concord 1999 Visi ASEAN 2020 2003 Bali Concord II 2007 Piagam

Lebih terperinci

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW 3.1 GAMBARAN UMUM Terminologi dari UN/CEFACT, Single Window adalah sebuah sistem yang memungkinkan kalangan perdagangan (traders) cukup menyampaikan informasi kepada satu

Lebih terperinci

MENUJU ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015

MENUJU ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 MENUJU ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 Seminar Nasional, Malang 10 Juni 2014 1 (1) ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 (2) PELUANG & TANTANGAN (3) KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI AEC 2015 P E R L U A S A N

Lebih terperinci

Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing

Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing Sistem Logistik Indonesia yang Berdaya Saing Dalam Menghadapi ASEAN ComMunity 2015 Oleh: Dr. Ir. Hoetomo Lembito, MBA,CSLP - President Director UTS Consulting - Executive Board Asosiasi Logistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan

ABSTRAK. Kata kunci: Dwelling Time, Kelengkapan Administrasi, Kepemimpinan Pemerintahan Judul : Pengaruh Kelengkapan Administrasi dan Kategori Importir Terhadap Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok Nama : Fidiniyucky Arbaningrum Kusuma NIM : 1306105033 ABSTRAK Dwelling Time adalah waktu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic

BAB I Pendahuluan. Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun diimplementasikanya Asean Economic Community (AEC). AEC merupakan bentuk integrasi antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering 14 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG The Association of South East Asian Nations atau yang sering disingkat ASEAN adalah sebuah Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara. Pembentukkan ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. *

ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * ARAH PEMBANGUNAN HUKUM DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Oleh: Akhmad Aulawi, S.H., M.H. * Era perdagangan bebas di negaranegara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal

Lebih terperinci

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Implikasi Secara Umum 1. Pengembangan manajemen logistik Manajemen Rantai Pasokan pada hakikatnya pengembangan lebih lanjut dari manajemen logistik, yaitu

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #8

Pembahasan Materi #8 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Implikasi Secara Umum Implikasi Terhadap Manajemen Mutu Implikasi Terhadap Arus Barang Implikasi Terhadap Organisasi Implikasi Biaya & Nilai Tambah Implikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam bidang usaha logistik baik di dunia maupun di Indonesia sudah semakin ketat. Saat ini dapat dikatakan bahwa industri logistik sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM PEMBENTUKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) agenda utama yang perlu dikembangkan. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003

BAB II ASPEK HUKUM PEMBENTUKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) agenda utama yang perlu dikembangkan. KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 BAB II ASPEK HUKUM PEMBENTUKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Sejarah Singkat Pembentukan MEA Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara- negara anggota telah meletakkan

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci