TUNGGU TUBANG SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN SUMBER DAYA LAHAN BERKELANJUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUNGGU TUBANG SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN SUMBER DAYA LAHAN BERKELANJUTAN"

Transkripsi

1 TUNGGU TUBANG SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN SUMBER DAYA LAHAN BERKELANJUTAN Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian, Km 6 Kotak Pos 1265, Palembang ABSTRACT In some areas there are local wisdom that until now still can feel the existence and benefits. Tunggu tubang culture is a local wisdom in the region Semende, South Sumatra. This paper aims to provide a snapshot of how a form of local wisdom that is still maintained and played an important role of Tunggu Tubang. Tunggu tubang is the eldest daughter was married, that given the right to use, occupy, maintain and retrieve the results of heritage treasures parents and even ancestors, but not to sell, because the property is a heritage property with a large family. Tunggu tubang positive role can be seen in the management of the inherited land resources and maintain continuance. However, with the times, that s responsibility in some people become a bondage. To maintain the existence of Tunggu Tubang, also the ability to increase productivity and agribusiness added value, the role of traditional institutions, governments and even private, is really needed. Key words : Tunggu Tubang, inheritance, land resources, conservation ABSTRAK Di beberapa wilayah terdapat kearifan lokal yang sampai saat ini masih dapat dirasakan eksistensi dan manfaatnya. Budaya Tunggu Tubang merupakan kearifan lokal di wilayah Semende, Sumatera Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana suatu bentuk kearifan lokal yang masih dipertahankan dan berperan penting yaitu Tunggu Tubang. Tunggu tubang adalah anak perempuan tertua sudah berkeluarga, yang diberi hak untuk memakai, menempati, memelihara dan mengambil hasil harta pusaka peninggalan orang tua bahkan leluhurnya, tetapi tidak berhak menjualnya, karena harta tersebut merupakan warisan milik bersama keluarga besar. Peran positif Tunggu Tubang dapat dilihat dalam pengelolaan sumber daya lahan yang diwariskan dan mempertahankan kelangsungannya. Namun, mengikuti perkembangan zaman, tanggung jawab itupun di sebagian orang menjadi suatu kungkungan. Untuk mempertahankan eksistensi Tunggu Tubang, juga kemampuan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah usaha agribisnis perlu peran serta, baik dari lembaga adat, pemerintah bahkan swasta. Kata kunci : Tunggu Tubang, pewarisan, sumber daya lahan, pelestarian

2 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan PENDAHULUAN Terlepas dari fitrahnya, perempuan sebagai sumber daya insani pembangunan, mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama seperti halnya kaum pria dalam menjalankan eksistensinya. Pandangan yang mentradisi di beberapa etnik menyebabkan pemisahan yang tajam dan menempatkan perempuan dalam kedudukan yang kurang menguntungkan untuk mengembangkan dirinya sebagai pribadi dan anggota masyarakat (Uar, 2004). Di kalangan masyarakat Semende, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, ibu rumah tangga selain menjalankan perannya dalam mengurus keluarganya sehari-hari, juga berperan nyata dalam pengambilan keputusan dan kegiatan produktif terutama di sektor pertanian. Ini dikarenakan adanya suatu tatanan atau sistem yang memungkinkan hal itu terjadi dan berlangsung hingga saat ini. Tunggu Tubang merupakan suatu bentuk kearifan lokal yang turun temurun. Selain merupakan pewaris dari harta turun temurun seperti lahan, rumah, juga diberikan hak dan wewenang kepada kaum perempuan di wilayah Semendo untuk menjalankan perannya dalam bidang pertanian. Banyaknya kasus alih fungsi lahan sawah yang menimbulkan masalah sosial di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini bukan saja menyebabkan berkurangnya lahan sawah sehingga areal panen menyusut, tetapi juga mempengaruhi aspek teknologi usaha tani serta kelembagaan terkait. Tidak hanya menyangkut hilangnya peluang untuk memproduksi padi yang merupakan ancaman untuk mempertahankan swasembada beras, namun juga menyangkut hilangnya kesempatan berusaha dan berkurangnya pendapatan dari sektor pertanian (Sumaryanto et al., 1998). Sebagai ahli waris, Tunggu Tubang mempunyai hak untuk mengelola, mempertahankan keberadaan lahan tersebut, pencegahan terjadinya fragmentasi tanahpun dapat dipertahankan. Sehingga memungkinkan adanya jaminan suplai pangan di wilayah tersebut bahkan ke wilayah sekitar. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan wilayah. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana suatu bentuk kearifan lokal yang masih dipertahankan hingga saat ini yaitu Tunggu Tubang mampu berperan dan mempertahankan sumber daya lahan. Secara lebih spesifik tulisan ini mengungkapkan: apa itu Tunggu Tubang, apa peran dan manfaat yang dirasakan bagi kelangsungan produksi di bidang pertanian dan pelestraian sumber daya lahan serta permasalahan yang bisa timbul di balik peran tersebut. TUNGGU TUBANG DAN PERANANNYA Tubang artinya tabung, terbuat dari ruas bambu yang mempunyai penutup. Kegunaannya adalah untuk menyimpan bahan makanan sehari-hari. Untuk menjaganya agar jangan cepat rusak, maka tubang ini ditempatkan di atas para- 349

3 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin para dapur, sehingga masih dapat diasapi. Tunggu Tubang diartikan menunggui tabung, nama jabatan yang diberikan kepada anak perempuan tertua sebagai penerima waris, pengelola harta pusaka, dari orang tua/ leluhurnya. Walaupun budaya ini terdapat juga di wilayah Kabupaten Lahat, Pagar Alam, bahkan OKU Selatan, namun nuansanya lebih terasa kental di Kabupaten Muara Enim, yaitu di kawasan Semende. Sebelum dihapusnya pemerintahan marga di Sumatera Selatan maka wilayah Semende (orang luar s ering menyebutnya dengan Semendo), meliputi 15 marga. Dari ke lima belas daerah teritorial (marga) tersebut, terdapat tiga marga yang terletak di wilayah Kabupaten Muara Enim yang saat ini ketiga marga tersebut menjadi kecamatan Semende Darat Laut yang meliputi 10 desa, Semende Darat Ulu meliputi 10 desa dan Semende Darat Tengah meliputi 9 desa. Kata Semende mempunyai beberapa pengertian (Tim Peneliti Adat Istiadat Masyarakat Semende, 2002), di antaranya: 1. Berasal dari kata Same dan Nde. Same berarti sama, Nde berarti milik, sehingga bermakna sama memiliki/sama kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik dalam individu maupun dalam arti Jurai. Dari sini membuktikan bahwa masyarakat Semende dalam sistem perkawinannya menarik pertalian keturunan berasas bilateral/parental (pertalian darah menurut garis kedua orang tua yaitu ibu dan bapak). Jadi bukan matrilineal (pertalian darah menurut garis ibu) seperti anggapan orang luar selama ini. 2. Berasal dari Se-Man-Nde artinya rumah kesatuan milik bersama (rumah yang ditunggu oleh anak Tunggu Tubang), tempat berkumpulnya sanak keluarga sewaktu berziarah ke puyang, hari-hari besar, serta acara keluarga. Di beberapa desa yang sudah dikunjungi di wilayah Semende seperti Desa Pulau Panggung, Tanjung Agung, Datar Lebar, Segamit, dan Tanjung Raya, diperoleh informasi bahwa orang yang berhak menjadi Tunggu Tubang ini adalah anak perempuan tertua, kendati dia anak bungsu atau perempuan satu-satunya dalam keluarga itu. Kalau tidak ada anak perempuan maka akan dialihkan kepada salah seorang anak laki-laki yang ada, diutamakan laki-laki tertua dan tentunya setelah menikah, jadi dia diangkat sebagai Tunggu Tubang, ini dinamakan Ngangkit. Seandainya dalam keluarga tersebut tidak dimiliki seorang anakpun, maka kedudukan Tunggu Tubang dialihkan kepada adik perempuan dari Tunggu Tubang sebelumnya. Kehidupan masyarakat Semende sehari-harinya terkait erat dengan adatistiadat dan tidak akan terlepas dari lambang adat yang terdiri dari lima bagian yang masing-masing mempunyai arti sendiri (Anonim, 2009; Zanikhan, 2009): 1. Kujur/tombak, memiliki makna cepat tanggap pada setiap permasalahan, dan jika hal itu merupakan perintah dari meraje, tidak pernah membantah (dalam hal yang baik-baik) dan segera melaksanakannya. Mencerminkan kejujuran, yang dalam bahasa Semende disebut kujur. 350

4 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan 2. Kampak/kapak, yang terdiri dari dua sisi. Ini melambangkan bahwa masyarakat Semende melihat perlakuan yang sama antara pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dalam membina Jurai, mampu menyelesaikan masalah dalam keluarga dengan seadil-adilnya/tidak berat sebelah. 3. Jala/jale, yang digunakan untuk alat menangkap ikan. Jala terdiri dari tiga bagian yaitu pusat jala, daun jala, dan rantai atau batu jala. Jala bila ditarik berawal dari pusat, sehingga rantai yang berbentuk cincin akan terkumpul. Secara filosofis melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat/ keluarga yang dinamakan Jurai yang dikomandoi oleh Meraje. 4. Tebat/kolam. Berbeda dengan sungai, kolam tidak memiliki riak-riak seperti sungai, selalu tenang. Kondisi ini didukung dengan kondisi alam yang dingin dan air gunung selalu mengalir. Kolam ini perlambang kepribadian Tunggu Tubang yang tetap sabar dan konsisten menghadapi persoalan dalam Jurai. Jika ada perselisihan dalam rumah tangga, harus dapat diselesaikan tanpa perlu melibatkan orang tua, mertua, apalagi sampai keluarga besar. 5. Guci, sebagai tempat menyimpan makanan untuk persiapan dan diperlukan ketika ada tamu. Hal ini melambangkan bahwa Tunggu Tubang bersifat hemat dan bila ada Jurai yang bertandang dapatlah dijamu. Merupakan aib, jika ada Jurai yang bertamu, Tunggu Tubang tidak memiliki apa-apa untuk disuguhkan. Bahkan merupakan kebiasaan jika ada Jurai atau keluarga yang datang dari jauh akan kembali ke tempatnya, maka Tunggu Tubang memberikan oleh-oleh. Ini membuktikan warga Semende terbuka untuk menerima tamu baik keluarga dekat atau orang lain. KEKERABATAN ADAT Kekerabatan adat Semende dinamakan Lembage Adat Semende Meraje Anak Belai. Dalam lembaga tersebut yang menjadi kekhususan adalah adanya pengawasan dan bimbingan keluarga terhadap Tunggu Tubang, yang terdiri dari 1. Lebu Meraje (Lebu jurai) ialah kakak atau adik laki-laki dari buyut Tunggu Tubang, lebih tinggi kedudukan dan kekuasaannya dalam segala hal, akan tetapi jarang didapati karena biasanya sampai pada tingkatan Jenang Jurai sudah meninggal. 2. Payung Meraje (Payung Jurai) ialah kakak atau adik laki-laki dari Puyang Tunggu Tubang. Tugasnya melindungi, mengasuh, dan mengatur Jurai tersebut menurut agama dan adat. 3. Jenang Meraje (J enang Jurai) ialah kakak atau adik laki-laki dari nenek Tunggu tubang bertugas mengawasi, memberi petunjuk yang telah digariskan oleh Payung Jurai kepada keluarga itu dan melaporkannya ke Payung Jurai. 351

5 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin 4. Meraje ialah kakak atau adik laki-laki dari ibu Tunggu Tubang, tugasnya sebagai orang yang terjun langsung membimbing dan mengasuh anak belai (Tunggu Tubang) sesuai ajaran agama dan adat. Jadi meskipun Tunggu Tubang adalah seorang perempuan, namun peran dari laki-laki sangatlah penting, karena mereka inilah yang berperan mengawasi Tunggu Tubang. Mereka yang mempunyai status di atas harus ditaati perintahnya sepanjang untuk membangun dan memperbaiki apa yang berhubungan dengan Tunggu Tubang serta harta pusakanya. Mereka akan berada dibelakang, memberi tegoran kalau ada kekurangan yang dilakukan Tunggu Tubang. Oleh karena itu kekuasaan laki-laki akan tetap dihormati. Status Tunggu Tubang adalah Anak Belai (anak yang harus dibela). Yang membelanya adalah Meraje, Jenang Jurai, Payung Jurai, dan Lebu Meraje/Jurai. Meraje adalah pemimpin terhadap Tunggu Tubang, berapapun jumlahnya, hanya saja sewaktu berbicara yang tertua didahulukan. Sebagai orang yang bertugas mengawasi Tunggu Tubang, Meraje diisyaratkan memiliki sifat yang baik dan suri tauladan bagi Anak Belai yang diawasinya yaitu: (i) adil, (ii) mengayomi, (iii) sabar, (iv) berwibawa dan tegas, (v) cerdas dan tanggap mengatasi masalah, serta (vi) bijaksana mengatasi permasalahan dan mengambil keputusan (Tim peneliti Adat Istiadat Masyarakat Semende, 2002). SISTEM PEWARISAN, HAK DAN KEWAJIBAN Di Indonesia, hukum adat waris mengenal adanya empat sistem kewarisan yaitu: (1) sistem kewarisan individual dimana para ahli warisnya mewarisi secara perorangan; (2) sistem kewarisan kolektif, para ahli warisnya secara kolektif (bersama-sama) mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris; (3) sistem kewarisan mayorat lakilaki, yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris meninggal merupakan ahli waris tunggal; dan (4) sistem kewarisan mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat pewaris meninggal merupakan ahli waris tunggal (Soekanto, 2002). Pada umumnya mereka yang menjadi ahli waris adalah mereka yang secara garis keturunan berhubungan atau dekat dengan si peninggal warisan. Di beberapa masyarakat Indonesia, si ahli waris merupakan anak laki-laki atau perempuan saja, namun ada juga kedua-duanya. Tanah yang dikuasai di wilayah Semende ini merupakan tanah ulayat, dimana tanah ini tidak dimiliki secara mutlak, dilarang untuk diperjualbelikan dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia yang lebih dibanding tanah itu sendiri. Terdapat kesamaannya dengan suku Minangkabau, dimana tanah ulayat ini diwariskan secara turun-temurun kepada anak perempuan (Syahyuti, 2006). Sehingga orang luar cenderung mengatakan bahwa adat Semende menganut garis keturunan dari pihak ibu atau yang disebut matrilineal, suatu pendapat yang keliru. Karena kedudukan suami dan isteri dalam suatu rumah 352

6 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan tangga Semende adalah sama, sesuai dengan pengertian Semende itu sendiri yaitu sama-sama memiliki, dalam artian bahwa suami dan isteri mempunyai wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hak dan kewajiban merupakan materi dari peristiwa hukum. Karena peristiwa hukum menimbulkan dan atau menghapus hak dan kewajiban. Harta peninggalan leluhur atau milik orang tuanya dapat diwariskan kepada penerusnya sebelum dan setelah pewaris meninggal. Terkait dengan warisan tersebut, maka perlu ditinjau mengenai hak dan kewajiban ahli waris sehubungan dengan warisan yang diterimanya. Tunggu Tubang diberi hak untuk memakai, menempati, memelihara dan mengambil hasil harta pusaka tersebut tetapi tidak berhak menjualnya, karena harta tersebut milik bersama seluruh anggota kerabat. Hanya saja dikuasakan menurut adat untuk menjaga dan mengurusnya kepada Tunggu Tubang (Tim peneliti Adat Istiadat Masyarakat Semende, 2002). Sehingga keunikan di wilayah Semende ini dikenal dengan sistem pewarisan kolektif, namun pengelolaannya dilakukan oleh anak perempuan tertua. Adapun harta yang diperoleh bukan secara turun temurun dari nenek moyang misalnya diperoleh dari jerih payah suaminya setelah menikah ataupun dihasilkan suaminya sebelum menikah (yang bukan harta keluarga besar) dapat dijual. Keberadaan Tunggu Tubang nyata sampai saat ini. Hal ini terlihat dari kewajiban yang mereka jalankan antara lain: (1) Mengusahakan Sawah agar berhasil baik. Sawah adalah modal utama untuk dapat memelihara kelangsungan hidup bagi kekerabatan; (2) Memelihara dan mengurusi harta pusaka dengan sebaik-baiknya; (3) Mengurus orang tua, mertua, kakek/nenek, serta membiayai adik-adik yang belum dapat hidup mandiri dan menjaga hubungan baik terhadap Apit Jurai (keluarga besar). Dengan demikian, ditinjau dari implementasi perannya, maka Tunggu Tubang ini memiliki fungsi: pemeliharaan, ekonomi dan sosial. Hal ini terkait erat dengan fungsi suatu keluarga (Ahmadi, 1991). Fungsi Pemeliharaan Tunggu Tubang diwajibkan untuk dapat menjaga keberlangsungan produksi bidang pertanian. Hal ini dilakukan agar dia dan keluarga inti dan keluarga besar sepeninggal orang tuanya tetap dapat menikmati hasil sawah, kebun, kolam yang diusahakan. Selain itu, keluarganya juga akan kembali kerumah leluhurnya tersebut seperti pada saat hari besar keagamaan atau harihari lainnya. Merupakan kewajiban Tunggu Tubang untuk menjamu keluarga tersebut. Hal ini dapat dipenuhi dengan terus menerus melakukan pemeliharaan terhadap rumah, sawah, dan peninggalan lain. Dengan demikian, harkat dan martabat manusiapun menjadi lebih diutamakan. Fungsi Ekonomi Berhubungan erat dengan fungsi pemeliharaan di atas, maka dengan fungsi ekonomi, Tunggu Tubang berupaya untuk menyelenggarakan kebutuhan 353

7 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin pokok anggota keluarga intinya dan sewaktu-waktu untuk keluarga besarnya yaitu kebutuhan makan dan minum dan kebutuhan tempat tinggal. Sehubungan dengan fungsinya ini, maka Tunggu Tubang juga memenuhi kebutuhan jasmani keluarga (orang tua, saudara yang belum berkeluarga) seperti untuk pakaian dan kebutuhan sekolah. Fungsi Sosial Dengan fungsi ini, Tunggu Tubang berusaha untuk mempersiapkan anakanaknya bekal dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap yang dianut oleh masyarakat Semende selama ini, mengajarkan peran-peran yang diharapkan akan dijalankan kelak oleh penerusnya. Dengan fungsi ini, maka di dalam keluarga terjadi pewarisan nilai-nilai budaya setempat yang sudah dimiliki oleh generasi tua kepada anak-anaknya seperti bahasa, cara bertingkah laku, sopan satun, dan ukuran tentang baik dan buruknya suatu perbuatan. Selain itu, penguasaan tanah dan rumah atau harta lain yang diwariskan inipun tidak dimiliki secara mutlak. Sifat ini tercermin dari kelembagaan adat Semende yang dilambangkan dengan guci, sehingga disini tercermin azaz keadilan. AKTIVITAS DI BIDANG PERTANIAN: UPAYA PELESTARIAN SUMBER DAYA LAHAN Dahulu, di wilayah yang kini dikenal dengan nama Sumsel, sudah ada undang-undang yang mengatur bagaimana pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat. Ini ditunjukkan oleh Undang-Undang Simbur Cahaya Tahun 1636 tentang Perubahan dan Penambahan Ketentuan-Ketentuan Pokok Marga dan Dusun ( Kusuma, 2004). Pada Bab 3 Pasal 20 undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut: Jika ada orang membakar (ketika membuat) ladang, lantas tanaman orang lain, seperti: durian, kelapa, sirih, dan lain-lain ikut terbakar disebabkan orang yang membakar ladang itu kurang hati-hati, maka orang yang membakar ladang itu dikenakan denda dari 6 sampai 12 ringgit dan harus mengganti harga tanaman yang telah terbakar itu dengan harga yang patut. Selanjutnya Bab 3 Pasal 22 ayat 2 berbunyi: Jika pada malam hari ada kedapatan hewan lepas di jalan besar atau di dalam dusun atau merusak kebun atau ladang orang, maka yang punya kerbau itu di hukum denda sebesar-besarnya 12 ringgit untuk tiap-tiap seekor hewan serta mengganti segala kerugian yang ditimbulkan oleh pelanggaran ini. Undang-Undang Simbur Cahaya ini, jelas menunjukkan bahwa sejak zaman Pemerintahan Marga dahulu, sudah ada ketentuan yang mengatur bagaimana agar masyarakat berlaku tertib dalam berusaha di bidang pertanian dan selanjutnya bagaimana seorang kepala marga yang disebut Pasirah, beserta perangkatnya di dusun dipimpin oleh Kria, Proatin, atau Mangku dapat mengambil tindakan tegas berupa denda bahkan hukuman terhadap pelanggaran yang mengganggu ketertiban umum. 354

8 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan Masyarakat Semende merupakan komunitas adat yang masih arif dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Kearifan lokal itu terlihat ketika akan memilih lokasi atau membuka suatu kawasan hutan untuk dijadikan kebun. Mereka sadar bahwa lahan yang sudah dibuka harus dihutankan kembali yaitu dengan menanam tanamam keras yang fungsi ekologisnya sama dengan tumbuhan hutan. Fungsi ekologis ini terus dipertahankan hingga saat ini, karena lahan sawah, dan kolam ikan yang berada di sekitar rumah maupun di sawah harus terus dapat diairi untuk dapat diperoleh hasilnya. Sehingga konsep pelestarian sumber daya alami memang mereka pertahankan. Sudah menjadi tradisi mereka bahwa orang yang pertama membuka hutan adalah pemilik yang berhak atas lahan tersebut, tentunya setelah mendapat pertimbangan dan izin dari pemimpin adat. Pembukaan lahan ini dilakukan secara berkelompok yang masing-masing memiliki kekerabatan dekat. Aktivitas dan caracara yang dilakukan ini tentunya sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 6 ayat 1 berbunyi: Setiap orang berkewajiban memelihara fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ayat 2 berbunyi: setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan. Sistem penguasaan dan pengelolaan tanah di wilayah Semende oleh para pendahulu yang kini dilanjutkan oleh penerusnya menekankan: (1) Pentingnya pengelolaan sumber daya alam, terutama tanah untuk dapat dikelola secara berkelanjutan, (2) Azaz keadilan, terutama untuk para penerus yakni untuk tetap dapat memberikan rasa aman dan hasil yang sama terkait produksi bidang pertanian, (3) Upaya pencegahan terjadinya fragmentasi tanah, untuk terus menerus dapat dimanfaatkan produksinya oleh keluarga intinya, saudara, atau keponakan yang tinggal dalam satu atap, didistribusikan atau membaginya pada saudara yang tinggal diluar wilayah, mendorong Tunggu Tubang untuk senantiasa dapat terus mempertahankan dan memanfaatkan hasil dari lahan yang diusahakannya. Salah satu bukti dari upaya ini dapat dilihat dari besarnya surplus pangan berupa beras di wilayah Semende Darat Laut (3.116 ton), Semende Darat Ulu (3.770 ton) dan Semende Darat Tengah (3.120 ton) pada tahun 2007 (Lampiran 1). Surplus beras dari wilayah Semende sebesar ton ini tentunya membuktikan wilayah ini eksis dalam menopang kecukupan pangan di Kabupaten Muara Enim. Kegiatan fisik dalam produksi pertanian biasanya dibagi menurut garis gender, walaupun dalam berbagai kondisi terdapat keberagaman dengan normanorma lokal (Suradisastra, 1998). Seperti halnya pada masyara kat lainnya, kaum perempuan di wilayah Semendo memiliki tanggung jawab tinggi untuk memikul beban mencukupi kebutuhan pangan keluarganya. Aktivitas di bidang pertanian, memungkinkan mereka untuk meningkatkan perannya sebagai anggota keluarga yang disumbangkan dalam proses pengambilan keputusan maupun perannya sebagai pengontrol aset produksi bahkan dalam perannya sebagai tenaga kerja yang terlihat dalam keterlibatan mereka sehari-hari terutama pada usaha tani padi seperti menanam, menyiang, memanen, menjemur, dan membersihkan padi. 355

9 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin Di kebun khususnya kopi, kaum perempuan ini terlibat dalam penyiangan dan pemangkasan, pemanenan, penjemuran, dan pengolahan. Usaha agribisnis kopi sudah berkembang di wilayah ini. Bagi penikmat kopi di Kota Palembang, maka kopi Semendo adalah yang dicari. Usaha tani kopi yang semuanya merupakan perkebunan rakyat di Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu dan Semende Darat Tengah berturut-turut untuk tanaman menghasilkan seluas hektar, hektar dan hektar dengan produksi biji kering kopi berturut-turut sebesar ton, ton dan ton (Lampiran 2). Pada pemeliharaan ikan mas, mereka melakukan pemberian pakan dan panen. Ikan mas ini dibudidayakan di dua tempat yaitu kolam dan sawah dengan total luas kolam dan budidaya ikan di sawah di Kecamatan Semende Darat Laut, Semende Darat Ulu dan Semende Darat Tengah berturut-turut seluas 121,2 hektar, 133,49 hektar dan 107,86 hektar dengan produksi berturut-turut sebesar 236,22 ton, 233,06 ton dan 275,85 ton (Lampiran 3). Meskipun harta yang diwariskan selain rumah, berupa lahan terutama untuk sawah, kebun kopi dan kolam ikan, namun masih banyak komoditas pertanian yang dibudidayakan di wilayah Semende ini seperti tanaman pangan diantaranya: jagung, ubi kayu dan ubi rambat; tanaman sayuran seperti kubis, tomat, kacang merah, cabai, kacang panjang, dan bawang daun; tanaman buahbuahan seperti: durian, nangka dan pisang. Sedangkan ternak yang diusahakan adalah: sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam kampung, dan itik. Beberapa aktivitas usaha tani tersebut juga dilakukan bersama dengan kaum prianya. Namun demikian, dengan tanggung jawab yang harus dipikul dalam rumah tangga, seperti menyediakan makanan untuk keluarga dan mencuci, maka hal ini menunjukkan peran ganda dari seorang Tunggu Tubang sehari-hari. Melihat aktivitas, kemampuan Tunggu Tubang dan masyarakat Semende dalam melakukan proses produksi pertaniannya, maka tercerminlah konsep pertanian berkelanjutan seperti yang dikemukakan oleh Reijntjes dkk (2003) m encakup: mantap secara ekologis, berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes. TUNGGU TUBANG DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN (KEKURANGAN DAN KELEBIHANNYA) Saat ini, menjadi seorang penerima warisan, tidaklah membuat seorang perempuan Semende menjadi istimewa dan berkuasa. Dalam kehidupannya sehari-hari, selain melakukan pekerjaan dalam rumah tangga, Tunggu Tubang juga mengelola sawah dan pergi ke kebun kopi. Sebagai ahli waris sekaligus juga sebagai pewaris, mewajibkan mereka untuk tinggal di desa. Sejalan dengan perkembangan zaman, saat ini ada Tunggu Tubang yang tinggal di luar desa karena bekerja sesuai dengan pendidikannya, namun tetap mengupah orang untuk mengurus sawah dan kebun sedangkan rumah ditempati oleh anggota keluarga terdekat. Tradisi Tunggu Tubang di satu sisi dirasakan menjadi suatu kungkungan bagi kemajuan mereka, terutama bagi calon-calon Tunggu Tubang yang sudah 356

10 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan mengenyam pendidikan tinggi. Namun perlu ditekankan bahwa, justru pendidikan tinggi yang melekat pada calon Tunggu Tubang itu diperlukan untuk semakin meningkatkan kemampuan yang bersangkutan agar mampu mengelola harta warisan dan lahan pertanian yang ada, agar terus menerus dapat diperoleh hasilnya. Kawasan Semende justru membutuhkan sentuhan tangan mereka yang berpendidikan tinggi tersebut agar lebih cepat berkembang. Pengelolaan harta waris sebagai salah satu hal yang rumit memang semestinya dipahami, karena sering terjadi peselisihan, terutama jika kaum lakilaki merasa mempunyai hak sesuai dengan keyakinannya. Apalagi jika anak dari ahli waris sudah berkeluarga disertai hasutan dari pihak lain, tentunya akan memperkeruh suasana (Nofiardi, 2009). Disinilah diperlukan pemahaman tentang peran Tunggu Tubang yang akan semakin mudah dipahami dengan semakin tingginya pendidikan. Tuntutan ekonomi terutama pada keluarga yang berdomisili di perantauan, dapat saja menjadi penyebab konflik. Hasil warisan dari sawah dan kebun merupakan harta yang notabene milik bersama dituntut untuk diperoleh. Namun jika karena tuntutan ekonomi, dirasakan pembagiannya tidak adil maka bisa terjadi desakan untuk menjual saja pusaka tersebut. Tentunya disinilah diperlukan kearifan terutama dari para meraje, bahkan pemangku adat setempat. Dengan demikian, mengikuti peran yang dijalankan dan pewarisan yang dilakukan terhadap Tunggu Tubang selama ini maka kelemahannya adalah 1) dirasakan kurangnya rasa keadilan (jangka pendek) karena dikelola oleh seorang saja (Tunggu Tubang), meskipun hasil bumi tersebut dapat dialokasikan kepada saudara atau keluarga yang lain, dan 2) dirasakan sebagai pengekangan terutama bagi mereka yang sudah berpendidikan tinggi. Sedangkan kelebihannya adalah 1) mencegah terjadinya fragmentasi tanah pertanian, 2) pelestarian sumber daya lahan karena lahan diupayakan untuk tetap dapat memberi hasil dan lahan tersebut juga diwariskan pada Tunggu Tubang berikutnya, dan 3) semakin memperkuat rasa kekerabatan karena harta warisan tersebut adalah milik bersama. UPAYA MEMPERKUAT EKSISTENSINYA Menyikapi beberapa permasalahan yang dapat saja timbul, padahal peran Tunggu Tubang ini dirasakan positif dalam pelestarian sumber daya alam terutama lahan, maka untuk melestarikan budaya Tunggu Tubang ini dilakukan melalui penekanan pada aspek manfaat yang dapat dirasakan dengan berperannya lembaga. Hal ini dapat diarahkan pada calon Tunggu Tubang dan Tunggu Tubang itu sendiri serta keluarga dari Tunggu Tubang. Pentingnya pengarahan pada calon Tunggu Tubang mengingat perlunya persiapan dan pemahaman mengenai peran yang akan diemban kemudian hari. Sedangkan terhadap Tunggu Tubang, agar mampu berperan seperti yang sudah dilakukan Tunggu Tubang sebelumnya dalam pemeliharaan harta warisan seperti rumah dan sumber daya lahan (sawah, kolam dan kebun). Terhadap keluarga Tunggu Tubang (saudara ataupun suami) 357

11 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin merupakan hal yang sangat penting untuk menekankan pentingnya kelembagaan Tunggu Tubang tersebut. Karena sering juga terjadi, keinginan untuk memiliki harta warisan dari orang tua atau leluhur sebelumnya dibagi secara merata dan dijadikan hak milik sehingga terjadi fragmentasi tanah. Padahal pemilik tersebut tidak mengelola lahannya karena tidak berada di desa tersebut atau keberadaannya di kota. Penekanan ini penting dilakukan kepada keluarga Tunggu Tubang mengingat si Tunggu Tubang tersebut tidaklah memilikinya secara mutlak, melainkan memanfaatkan hasil untuk keluarga intinya dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan keluarga besarnya pada saat berada di luar desa atau pada saat keluarga besarnya tersebut datang berkunjung ke kampung halamannya. Untuk memperkuat kelembagaan Tunggu Tubang tersebut, dapat dilakukan pembinaan melalui kelembagaan adat yang ada di masing-masing desa baik kepada Tunggu Tubang maupun kepada para Meraje, yang secara hirarki lembaga adat tersebut ada juga di tingkat kecamatan dan kabupaten. Anggota lembaga adat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten terdiri dari unsur pemuka adat, pemuka agama, dan pemuka masyarakat. Sejalan dengan semangat reformasi yang menganut asas desentralisasi memberikan warna baru pada kehidupan masyarakat khususnya dengan lahirnya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang populer dengan undang-undang otonomi daerah, memberikan keleluasaan pemerintah daerah mengatur rumah tangganya, dan memperhatikan hak asal-usul masyarakat dan upaya pemberian wewenang yang jelas kepada rapat adat. Sehingga perlu diupayakan untuk menghidupkan kembali peran pimpinan seperti pasirah dahulu yang juga adalah tokoh adat. Sejak digantikannya pasirah (kepala marga) oleh kepala desa, diakui pembinaan terhadap lembaga adat menjadi lemah, karena seorang kepala desa (bisa berasal dari luar etnik lokal) bukan sebagai cerminan tokoh adat. Sedangkan seorang pasirah adalah wajib dipilih dari tokoh atau pembina adat setempat. Untuk itu diperlukan kemauan politik penyelenggara negara di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mengembalikan fungsi dan memperkuat peran tokoh adat walaupun tidak dengan sebutan pasirah, sebagai mitra pemerintah untuk pembinaan adat di wilayah Semende. Saat ini, di beberapa desa memang sudah terlihat keberadaan lembaga adat yang dapat juga dilihat dari phisik bangunan kantor rapat adat, sebagai tempat berkumpulnya dan berdiskusinya tokoh-tokoh adat dan masyarakat. Tugas dari lembaga adat tersebut adalah: (1) mengusahakan pembinaan, pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat istiadat untuk memperkaya budaya daerah, (2) menyelesaikan urusan adat-istiadat seperti perselisihan yang terjadi dan menciptakan hubungan yang harmonis untuk mengatasi keberagaman yang ada, (3) membantu pemerintah untuk menciptakan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan adat istiadat setempat. Dalam hal ini, pemerintah hendaknya memfasilitasi kelembagaan adat tersebut karena selama ini memang sudah berperan positif dalam menopang terciptanya suasana harmonis untuk penyelenggaraan pemerintahan dan keberhasilan program pembangunan terutama bidang pertanian. 358

12 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan Mengikuti peran Tunggu Tubang di bidang pertanian ini, terkait dengan upaya-upaya mencukupi kebutuhan pangan keluarga melalui peningkatan produktivitas, bagaimana melestarikan sumber daya alam yang ada, agar hasilnya dapat diperoleh secara berkelanjutan dan memperoleh nilai tambah dari usahanya, maka untuk mempertahankan bahkan lebih memperkuat eksistensinya dalam menjalankan fungsinya, perlu dipertahankan bahkan dikembangkan akses yang dapat memberikan peluang lebih besar bagi berperannya kaum perempuan. Akses tersebut terkait dengan pengelolaan sumber daya alami (lahan, tanaman, ternak, ikan dan air), sumber daya insani (pengelola, pekerja), mendapatkan teknologi, modal usaha, dan informasi pasar. Menyikapi hal tersebut, terdapat dua makna dasar dalam pemberdayaan perempuan ini meliputi: peningkatan kemampuan perempuan melalui intervensi berbagai program pembangunan dan peningkatan kewenangan secara proporsional pada perempuan dalam pengambilan keputusan untuk membangun diri dan lingkungannya (Uar, 2004). Oleh karenanya teknologi dan kebudayaan memang mempunyai pengaruh penting terhadap peranan wanita dalam kegiatan usaha tani (Hastuti dan Irawan, 1989). Lembaga Adat (Pesan moral) Keluarga besar/ Apit Jurai Tunggu tubang Sumber Daya Alami -Lahan -Air -Tanaman -Ikan -Ternak Sumber daya Insani - Pengelola - Pekerja -Upaya konservasi -Teknologi tepat guna spesifik lokasi -Modal usaha -Jaminan pasar/ harga -Pemerintah -Swasta Sumber daya lahan berkelanjutan Peningkatan produktivitas Nilai tambah agribisnis Gambar 1. Penguatan Peran Tunggu Tubang dalam Pelestarian Sumber Daya Lahan, Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah Agribisnis Upaya konservasi sumber daya alami sudah dilakukan di wilayah ini, namun perlu ditingkatkan kemampuan pelaksana dalam memilih alternatif cara konservasi, karena hal ini akan terkait dengan jangka waktu dan investasi yang dilakukannya serta manfaat bagi generasi mendatang (Suparmoko, 19 97). 359

13 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin Keterbatasan dana untuk melakukan usaha dibidang pertanian baik langsung maupun tidak langsung, dapat diperoleh dengan mengakses modal. Pemerintah memang sudah melakukan berbagai cara untuk mempermudah masyarakat mengakses modal tersebut. Namun tentunya belum semua masyarakat yang membutuhkannya dilayani. Berbagai upaya tentunya akan terus dilakukan pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mengakses modal usaha ini. Informasi teknologi dapat disampaikan penyuluh kepada Tunggu Tubang melalui kelompok-kelompok tani dalam bentuk pertemuan rutin kelompok maupun sekolah lapang yang cukup gencar dilakukan akhir-akhir ini. Selain itu, perlu adanya jaminan pasar dan harga dari pemerintah (instansi terkait) dan pengusaha (swasta) agar kinerja hasil teknologi yang diperoleh memiliki nilai tambah agribisnis. Pesan moral yang ada pada adat istiadat itu perlu disampaikan untuk terus diingatkan. Hal ini dapat dilakukan oleh pembina adat setempat yang ada di lembaga adat masing-masing baik kepada meraje maupun kepada Tunggu Tubang ataupun oleh Meraje kepada Tunggu Tubang sesuai dengan fungsi dari meraje tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kelembagaan Tunggu Tubang merupakan salah satu contoh tatanan yang berlaku sampai saat ini yang dapat mempertahankan eksistensinya dalam mengelola sumber daya lahan dan mencegah terjadinya fragmentasi tanah sehingga membantu menopang ketahanan pangan wilayah. 2. Aktivitas Tunggu Tubang untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang ada dalam tanggungannya dan menghasilkan produksi pertanian, menunjukkan berjalannya fungsi pemeliharaan, ekonomi dan sosial dari lembaga tersebut. Saran 1. Diperlukan pendidikan dan penyuluhan terutama bidang pertanian untuk meningkatkan kemampuan Tunggu Tubang dalam mengelola warisan seperti lahan pertanian yang adalah milik bersama keluarga besar agar dapat menghasilkan produk pertanian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara berkelanjutan. 2. Perlu ditingkatkan peran tokoh adat melalui rapat adat untuk semakin memperkuat peran lembaga adat di masing-masing desa kawasan Semende sebagai mitra pemerintah dalam membina Tunggu Tubang dan meraje khususnya dan pelestarian budaya Semende pada umumnya. 360

14 Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumber Daya Lahan Berkelanjutan DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A Ilmu Sosial Dasar. Rineka Cipta. Jakarta Anonim, Lambang Pusake Tunggu Tubang. ( Tunggu Tubang. Com/ index.php? option =com-content&view=article&id=57. 8 September 2009) Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim (2008). Muara Enim Dalam Angka Badan Pusat Statistik. Muara Enim. Hastuti, E.L dan B. Irawan Dampak Teknologi dan Kebudayaan terhadap Peranan Wanita dalam Kegiatan Usaha tani. FAE. Vol. 7 No. 2. Kusuma, W Nasib Pemerintahan Marga Di Sum-Sel, di Bawah Bayang-Bayang UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UAD Press. Yogyakarta Nofiardi ( archive.com/rantainet@googlegroups.com/msg11014.html. 8 September 2009). Reijntjes, C., B. Haverkort dan Yogyakarta. AW-Bayer Pertanian Masa Depan. Kanisius, Soekanto, S Hukum Adat Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sumaryanto, Hermanto dan E. Pasandaran Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Pelestarian Swasembada Beras dan Sosial Ekonomi Petani. Prosiding Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumber Daya Lahan dan Air Dampaknya Suparmoko, M Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. BPFE,Yogyakarta. Suradisastra, K Perspektif Keterlibatan Wanita di Sektor Pertanian. FAE, Vol. 16, No.2. Syahyuti, Nilai-Nilai Kearifan Pada Konsep Penguasaan Tanah Menurut Hukum Adat Di Indonesia. FAE, Vol. 24, No. 1. Tim Peneliti Adat Istiadat Masyarakat Semende di Kabupaten Muara Enim Laporan Penelitian Adat Istiadat Masyarakat Semende. Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim. Uar, E. D Demokratisasi Potensi Gender dalam Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat. Nasionalisme Kaum Pinggiran. Salatolohy, F dan R. Pelu (ed). LkiS, Yogyakarta. Zanikhan Perkawinan Tunggu Tubang dan Perkawinan Kambik Anak. ( multiply,com journal/item/ September 2009). 361

15 Yanter Hutapea dan Tumarlan Thamrin Lampiran 1. Jumlah Penduduk, Luas Panen, Produksi, Kebutuhan dan Surplus Beras di Wilayah Semende Tahun 2007 Kecamatan Semende Darat Laut Semende Darat Ulu Semende Darat Tengah Jumlah penduduk (jiwa) Luas panen padi (ha) Produksi padi (ton GKP) Beras tersedia (ton) Kebutuhan beras (ton) Surplus beras (ton) Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim (2008). Muara Enim Dalam Angka Lampiran 2. Luas Tanam dan Produksi Kopi di Wilayah Semende Tahun 2007 Kecamatan Belum menghasilkan Luas tanaman (ha) Menghasilkan Tidak menghasilkan Produksi (ton) Semende Darat Laut ,2 Semende Darat Ulu ,6 Semende Darat Tengah ,6 Jumlah ,4 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim (2008). Muara Enim Dalam Angka Lampiran 3. Luas Areal dan Produksi Ikan Budidaya di Wilayah Semende Tahun 2007 Kecamatan Luas (ha) Kolam Produksi (ton) Luas (ha) Sawah Produksi (ton) Semende Darat Laut 84,0 195,5 37,2 40,7 Semende Darat Ulu 95,6 191,6 37,9 41,5 Semende Darat Tengah 71,9 235,6 36,0 40,2 Jumlah 251,5 622,8 111,1 122,4 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim (2008). Muara Enim Dalam Angka

Eksistensi Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumberdaya Lahan berkelanjutan

Eksistensi Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumberdaya Lahan berkelanjutan Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Eksistensi Tunggu Tubang sebagai Upaya Mempertahankan Sumberdaya Lahan berkelanjutan oleh Yanter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, dan kebudayaan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150).

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150). 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kebudayaan Menurut E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, kesenian,

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pekarangan pada dasarnya merupakan lahan di sekitar rumah yang di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pekarangan pada dasarnya merupakan lahan di sekitar rumah yang di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekarangan pada dasarnya merupakan lahan di sekitar rumah yang di dalamnya tumbuh sayur-mayur, kolam ikan, tanaman buah-buahan dan obatobatan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 P BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT DI KABUPATEN ENREKANG DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan didefinisikan sebagai kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 42 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Provinsi Lampung merupakan penghubung utama lalu lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 kota. Provinsi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum

BAB I PENDAHULUAN. alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para pemerhati dan pemikir hukum belum ada satu pandangan dalam melihat alasan kemunculan hukum, namun dalam usaha-usaha memberikan jawaban akan hukum itu diadakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU 189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik. daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa merupakan sebuah pemerintah terdepan yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan menjalankan fungsi pemerintah secara riil di lapangan. Dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333)

DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333) PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN TEGALSARI DESA TEGALSARI JL. Jend Sudirman no 05 Tlp. (0333) 844069. SALINAN PERATURAN DESA TEGALSARI NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 62 BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 3.1.Letak Geografi 3.1.1. Luas Wilayah Kecamatan bungus teluk kabung merupakan salah satu kecamatan di kota padang,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan letak geografis Desa Sikijang 1. Sejarah Singkat Desa sikijang adalah sebuah desa yang terletak Di Kecamatan Logas Tanah Darat, kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci