PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Theresia Lenny Lyana NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014

2 PENINGKATAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN PRIA LANSIA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR DI KELURAHAN BACIRO KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Theresia Lenny Lyana NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i

3 ii

4 iii

5 HALAMAN PERSEMBAHAN Berdoa dan berjuang adalah andalan dalam setiap jalan yang ku hadapi. Tetap semangat dan berikan yang terbaik. -lenny lyana- Karya yang tidak sempurna ini kupersembahkan kepada Yesus Kristus yang selalu mendampingiku Bapa, Mama, Adik yang selalu mendukungku Sahabat - Sahabatku dan Keluarga besarkuserta Almamaterku iv

6 v

7 vi

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan, perlindungan, dan cinta kasih-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ungkapan terimakasih yang sedalam - dalamnya kepada : 1. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt, M, Kes, Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berdiskusi serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi. 2. Bapak-bapak warga Kecamatan Gondokusman Yogyakarta atas kontribusinya sebagai responden dalam penelitian ini. 3. Bapak Walikota DIY, Bapak Lurah di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman, dan Ibu Pratelo selaku Ketua Paguyuban Lansia Kelurahan Baciro yang telah memberikan izin penelitian kepada saya. 4. Dosen penguji skripsi yang telah memberikan penilaian, kritik, dan saran yang membangun. 5. Dekan dan semua staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membantu penulis dalam penelitian ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca. Yogyakarta, 11 Mei 2015 Penulis vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi PRAKATA... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI... xv ABSTRACT... xvi BAB I. PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang Perumusan masalah Keaslian penelitian Manfaat penelitian... 6 B. Tujuan Penelitian... 7 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8 A. Pengetahuan, Sikap, Tindakan Pengetahuan... 8 viii

10 2. Sikap Tindakan Pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan B. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan C. Antibiotika Definisi antibiotika Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika Resistensi antibiotika Pemilihan antibiotika Kesalahan penggunaan antibiotika D. Landasan Teori E. Hipotesis BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi operasional D. Lokasi Penelitian E. Subyek Penelitian F. Tempat dan Waktu Penelitian G. Teknik Sampling H. Instrumen Penelitian I. Tata Cara Penelitian Observasi Awal ix

11 2. Permohonan Ijin dan Kerjasama Pembuatan Kuesioner Pencarian Subyek Penelitian Uji Validitas Isi Uji Pemahaman Bahasa Uji Reliabilitas Instrumen Pemilihan Pembicara Seminar Pelaksanaan Seminar Pengumpulan Data J. Analisis Hasil Editing Data coding Processing Analisis hasil a. Uji Normalitas data b. Uji Hipotesis K. Keterbatasan Penelitian BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan tindakan mengenai Antibiotika sebelum diberikan Intervensi Dengan Metode seminar Aspek pengetahuan Aspek sikap dan tindakan x

12 C. Pengetahuan, Sikap, dan tindakan mengenai Antibiotika sesudah diberikan Intervensi Dengan Metode seminar Pengetahuan,sikap,dan tindakan pre intervention dan post interventioni Pengetahuan, sikap, dan tindakan pre intervention dan post intervention II Ttingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden pada pre intervention dan post intervention III D. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Antibiotika sebelum dan sesudah diberikan Intervensi Dengan Metode Seminar Aspek pengetahuan Aspek sikap Aspek tindakan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xi

13 DAFTAR TABEL Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable aspek pengetahuan, sikap dan tindakan Tabel II. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek pengetahuan Tabel III. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek sikap dan tindakan Tabel IV. Pernyataan pada aspek kuesioner yang sulit dipahami oleh responden uji pemahaman bahasa Tabel V. Hasil uji reliabilitas Tabel VI. Hasil uji normalitas Tabel VII. Nilai p value pengetahuan responden Tabel VIII. Nilai p value sikap responden Tabel IX. Nilai p value tindakan responden Tabel X. Data karakteristik demografi responden xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap Gambar 2. Skema pencarin subyek penelitian Gambar 3. Jumlah responden pre intervention pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan Gambar 4. Jumlah responden pre intervention dan post intervention I, II,III pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan Gambar 5. Distribusi jumlah responden pada aspek pengetahuan Gambar 6. Distribusi jumlah responden pada aspek sikap Gambar 7. Distribusi jumlah responden pada aspek tindakan xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran1. Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Perpanjangan Surat Izin Penelitian Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan Lampiran 4. Materi presentasi Lampiran 5. Contoh kuesioner uji pemahaman bahasa yang diisi responden uji pemahaman bahasa Lampiran 6. Hasil uji validitas Lampiran 7. Hasil uji reliabiitas Lampiran 8. Kuesioner pre dan post yang digunakan dalam penelitian Lampiran 9. Pernyataan kesediaan yang diisi responden Lampiran 10. Contoh Kuesioner yang diisi responden Lampiran 11. Dokumentasi Lampiran 12. Hasil uji normalitas data pengetahuan, sikap, dan tindakan Lampiran 13. Hasil uji signifikansi data pengetahuan, sikap, dan tindakan xiv

16 INTISARI Dewasa ini kasus resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika terus meningkat. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan tentang antibiotika, untuk itu perlu edukasi untuk meningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan, salah satunya dengan metode seminar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu menggunakan rancangan time series design dengan pre-intervention dan post-intervention. Penelitian ini melibatkan 32 responden pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random dengan jenis purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan pre-intervention untuk pengetahuan masuk kategori sedang (59%), sikap dan tindakan masuk kategori baik (56%). Postintervention untuk aspek pengetahuan masuk kategori baik yaitu meningkat 31% pada pre-post I menjadi 56%, pre-post II meningkat 19% menjadi 44%, dan prepost III meningkat 56% menjadi 81%. Aspek sikap masuk kategori baik yaitu prepost I meningkat 41% menjadi 97%, pre-post II meningkat 32% menjadi 88% dan pre-post III meningkat 38% menjadi 94%. Aspek tindakan juga masuk kategori baik yaitu pada pre-post I meningkat 44% menjadi 100%, pre-post II meningkat 41% menjadi 97%, pre-post III meningkat 35% menjadi 91%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan metode seminar. Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Seminar, Antibiotika xv

17 ABSTRACT Today the case of resistance to various antibiotics continues to rise. This is due to the lack of knowledge about antibiotics, so that it is necessary to educate in order to improve the knowledge, attitudes, and actions with seminar methods. The research was conducted in Gondokusuman District-Yogyakarta, using quasi-experimental method with time series design. The research involved 32 respondent of the elderly men. The instrument used was questionnaire. Sampling was done by non-random with the type of purposive sampling. The results showed pre-intervention to knowledge in the category of medium (59%), attitudes and actions categorized as good (56%). Post-intervention for knowledge, attitudes, and actions categorized as good. Knowledge increased from 31% in the pre-post I to 56%, pre-post II increased from 19% to 44%, prepost III increased from 56% to 81%. The attitude on Pre-post I increased from 41% to 97%, pre-post II increased from 32% to 88% and pre-post III increased from 38% to 94%. The action on the pre-post I increased from 44% to 100%, prepost II increased from 41% to 97%, pre-post III increased from 35% to 94%. The conclusion of this research is that there is an improving in knowledge, attitude, and action by the seminar method. Keywords: Knowledge, Attitude, Action, Seminar, Antibiotic xvi

18 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menimbulkan terjadinya resistensi antibiotika. Resistensi antibiotika merupakan kejadian di mana antibiotika kekurangan kemampuannya untuk mengontrol atau membunuh pertumbuhan mikrobia (APUA, 2010). Data yang diperoleh dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengenai distribusi antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta tahun 2014 menunjukkan bahwa distribusi obat terbanyak adalah amoksisilin dengan distribusi cap. Data distribusi antibiotika tersebut menunjukan bahwa penggunaan antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta cukup tinggi, maka dibutuhkan pengetahuan yang memadai mengenai antibiotika untuk mencegah penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Menurut dokumen WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance (2001), edukasi tentang penggunaan antibiotika yang tepat dan upaya mencegah terjadinya infeksi merupakan hal yang penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada penggunaan antibiotika seperti edukasi/informasi yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan penggunaan antibiotika yang dapat merugikan masyarakat. 1

19 2 Hasil RISKESDAS (2013) menemukan bahwa terdapat 90,2% ibu rumah tangga di Yogyakarta menyimpan obat antibiotika tanpa resep contohnya neomisin salep. Dewasa ini penggunaan antibiotika irrasional dan kasus resistensi antibiotika masih terus meningkat. Edukasi kesehatan merupakan suatu usaha menyampaikan pesan kesehatan agar masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Dengan adanya edukasi kesehatan diharapkan dapat mengubah perilaku seseorang. Usia dapat mempengaruhi kemampuan setiap individu dalam proses belajar. Semakin bertambahnya usia, kemauan seseorang untuk mencari pengetahuan juga semakin berkurang. Dengan terhambatnya proses belajar, maka tujuan dari pembelajaran yaitu peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku juga akan terhambat pula. Berdasarkan laporan dari WHO tentang resistensi antibiotika di beberapa Negara, khususnya di wilayah Asia Tenggara dilaporkan bahwa berdasarkan data yang tersedia, resistensi antibiotika merupakan masalah yang sedang berkembang. Hasil laporan ini menunjukkan tingkat resistensi sefalosporin generasi ketiga dan fluoroquinolones sangat tinggi, antibiotika ini merupakan dua jenis antibiotika yang umum digunakan oleh masyarakat (Genewa, 2015). Menurut Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN Study) terbukti dari individu, 88% di antaranya mengalami resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%) (Kemenkes, 2011).

20 3 Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya perhatian khusus untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika, dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran salah satu cara yaitu dengan metode seminar. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pria Lansia Tentang Antibiotika Dengan Metode Seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gonokusuman Yogyakarta. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman karena Kecamatan Gondokusuman merupakan salah satu dari beberapa Kecamatan di Kota Yogyakarta yang memiliki jumlah pendudukan yang besar dengan jumlah penduduk jiwa dan terdapat 18 apotek. Alasan pemilihan Kelurahan Baciro sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kelurahan Baciro memiliki komunitas lansia yang sdah terorganisir dengan baik dan memilki struktur kepengurusan yang jelas, sehingga akan memudahkan dalam pencarian subyek penelitian. 1. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti : a. Seperti apakah karakteristik demografi responden di kelurahan Baciro kecamatan Gondokusumn Yogyakarta? b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar? c. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar?

21 4 d. Apakah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria lansia mengenai antibiotika sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan metode Seminar? 2. Keaslian penelitian Penelitian mengenai Peningkatan Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Masyarakat Khususnya Pria Lansia Tentang Antibiotika Dengan Metode Seminar Di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta belum pernah dilakukan. Ada pula penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain : a. Hubungan Antara Karakteristik Sosio-Demografi Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep Di Kalangan Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah Tahun Penelitian oleh Waskitajani ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sikap responden ditinjau dari umur responden, terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep, dan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap maupun tindakan dengan penggunaan antibiotika tanpa resep. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, subjek penelitian, jenis dan rancangan penelitian, serta fokus penelitian, dimana penelitian Swaseli Waskitajani ini melihat hubungan antara karakteristik sosio-demografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep sedangkan yang dilakukan oleh

22 5 peneliti adalah melihat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode seminar. b. Penelitian oleh Marvel Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Antibiotika Di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta Tahun Penelitian yang dilakukan oleh Marvel ini melihat pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika, sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah melihat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode semnar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika. Selain itu, perbedaan dengan penelitian ini terletak pada waktu penelitian, subjek yang diteliti, jenis dan rancangan penelitian serta fokus penelitian. c. Penelitian oleh Firstya Perbedaan Pengaruh Metode Edukasi CBIA dan Ceramah Mengenai Kanker Serviks dan Papsmear Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Perubahan Sikap dan Tindakan Ibu ibu Di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping Ditinjau Dari Faktor Usia Tahun Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi dengan metode CBIA dan metode ceramah mengenai kanker serviks dan popsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan ibu ibu dari faktor usia, sedangkan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah melihat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode seminar. Penelitian oleh Priska Firstya menunjukkan bahwa metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan responden lebih baik

23 6 dibandingkan metode ceramah. Selain itu, perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, subyek penelitian, waktu penelitian, serta jenis dan rancangan penelitian. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan metode seminar sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan dan memperbaiki pelayanan kesehatan bagi masyarakat terkait perilaku kesehatan dan pelayanan informasi obat bagi masyarakat. a. Manfaat praktis 1) Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika setelah diberikan intervensi dengan metode seminar di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. 2) Bagi dinas kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, agar dilakukannya program penyuluhan mengenai antibiotika kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya penggunaa antibiotika yang tidak tepat, serta memperbaiki pelayanan kesehatan bagi masyarakat terkait pelayanan informasi obat.

24 7 3) Bagi tenaga kesehatan Penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada tenaga kesehatan (khususnya apoteker) untuk meningkatkan peran apoteker di bidang kesehatan masyarakat sebagai public educator, dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan materi edukasi sehubungan dengan metode edukasi Seminar tentang Antbiotika. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah metode seminar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat khususnya pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan gondokusuman Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Mendapat gambaran tentang karakteristik demografi masyarakat Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar. c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika sesudah diberikan intervensi dengan metode Seminar. d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai antibiotika ebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode Seminar.

25 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Pengetahuan, Sikap, Tindakan 1. Pengetahuan Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak langsung. Perkembangan teori pengetahuan telah berkembang sejak lama. Menurut Notoadmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Notoadmojo (2012) menjelaskan pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penurunan pengetahuan seseorang yaitu : 1. Pendidikan Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di 8

26 9 pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. 2. Informasi / media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 3. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

27 10 balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. 5. Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. 6. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Anonim dalam duniabaca, 2011).

28 11 Pengetahuan atau aspek kognitif memiliki dampak yang sangat penting dalam membentuk tindakan manusia. Enam tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012b) dalam aspek kognitif meliputi : 1. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. 2. Intersert (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation (menimbang nimbang), individu menimbang nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subyek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. 4. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adaption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. 2. Sikap Sikap merupakan respon tertutup seorang individu terhadap stimulus. Sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu. Berikut ini merupakan diagram proses terbentuknya sikap : Stimulus rangsangan Proses Stimulus Reaksi Tingkah Laku Sikap (tertutup) Gambar 1. Diagram proses terbentuknya sikap (Notoatmodjo, 2012b) Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka terbentuknya tindakan dapat melalui sikap yang dibedakan menjadi dua yaitu :

29 12 1. Sikap tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Sikap terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Sikap memiliki tiga komponen pokok meliputi kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memiliki peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2012b). Menurut Wawan dan Dewi (2011) sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang untuk membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu sebagai berikut :

30 13 1. Komponen kognitif merupakan representasi kepercayaan individu terhadap suatu hal tertentu berupa masalah isu atau problem yang kontroversial. 2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional ini merupakan aspek penting dalam komponen sikap dan bertahan paling lama terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seorang individu. 3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Sama halnya dengan aspek pengetahuan, aspek sikap juga memiliki tahapan tertentu menurut Notoatmodjo (2012b) sebagai berikut ini. 1. Menerima (receiving) Menerima dapat diartikan seorang individu mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2. Merespon (responding) Merespon dapat diartikan seorang individu dapat memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3. Menghargai (valuing) Sikap menghargai dapat ditunjukkan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

31 14 Tahapan tertinggi dari suatu sikap yaitu ketika seorang individu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih serta menerima segala risiko yang akan diterimanya akibat sikap yang dilakukan Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek sikap terbagi menjadi enam menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini. 1. Pengalaman pribadi merupakan dasar pembentukan sikap karena sifatnya yang kuat dalam meninggalkan kesan. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting menimbulkan kecenderungan seorang individu untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap penting. 3. Pengaruh kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seorang individu terhadap berbagi masalah. 4. Media massa berupa surat kabar, radio dan televisi seharusnya menyampaikan pesan yang bersifat obyektif, namun adanya pengaruh dari penulis mempengaruhi sikap seorang individu. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan yang nantinya akan mempengaruhi aspek sikap seorang individu. 6. Faktor emosional terkadang dapat mendasari suatu bentuk dari aspek sikap. Menurut Azwar (2007) sikap memiliki cirri cirri sebagai berikut :

32 15 1. Sikap merupakan sebuah pemikiran dan perasaan, hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau dapat diartikan sebagai pertimbangan pribadi terhadap objek. 2. Sikap memerlukan orang lain yang akan menjadi acuan. Acuan ini merupakan factor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi mengacu pada pertimbangan individu. 3. Sumber daya yang tersedia merupakan faktor pendukung untuk bersiakp positif atau negative terhadap suatu objek maupun stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan terhadap individu tersebut. 4. Sosial budaya berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek. 3. Tindakan Tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata dan terbuka (Notoadmojo, 2012). Perilaku merupakan respon individu yang disebabkan adanya stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2011). Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara atau bunyi, bahasa lisan maupun gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh pihak lain sehingga menghasilkan respon (Notoatmodjo, 2012b). Interaksi faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (di luar diri manusia) menghasilkan perilaku kesehatan. Faktor internal dapat berupa keadaan fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan

33 16 sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Respon individu akibat adanya stimulus dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini. 1. Bentuk pasif Respon individu yang bersifat pasif merupakan respon yang terjadi dalam diri manusia (respon internal) dan tidak secara langsung terlihat oleh orang lain. Respon berbentuk pasif dapat berupa berpikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan. 2. Bentuk aktif Respon individu yang bersifat aktif merupakan respon yang dapat terlihat langsung oleh orang lain. Perilaku kesehatan merupakan respon individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan kondisi sakit dan penyakit, sistem layanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan seseorang. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok menurut (Notoatmodjo, 2012b) yaitu : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance) Perilaku atau upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha melakukan penyembuhan apabila mengalami sakit. Aspek dalam perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga hal yaitu sebagai berikut ini.

34 17 a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit apabila mengalami sakit serta upaya pemulihan kesehatan ketika telah sembuh dari sakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan saat individu dalam keadaan sehat. c. Perilaku mengkonsumsi makanan dan minuman yang berguna untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang ataupun dapat menimbulkan penyakit 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behaviour) Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seorang individu ketika mengalami penyakit atau kecelakaan yang diawali dari pengobatan sendiri maupun mencari fasilitas pelayanan kesehatan. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku seorang individu sebagai respon terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya agar tidak mempengaruhi kesehatannya. Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini : 1. Kesadaran (awareness) merupakan tahapan seorang individu menyadari atau mengetahui terlebih dahulu terhadap suatu stimulus.

35 18 2. Rasa tertarik (interest) merupakan tahapan seorang individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada suatu stimulus. 3. Evaluasi (pertimbangan) merupakan tahapan seorang individu mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya. 4. Mencoba (trial) merupakan tahapan seorang individu mulai mencoba perilaku baru. 5. Adopsi (adoption) merupakan tahapan seorang individu mulai mengadopsi atau melakukan perilaku. Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel contohnya faktor sosio-demografi dan ekonomi yang dimiliki setiap individu yang dapat dijadikan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat (Maulana, 2007). 4. Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan Pengukuran pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu : a. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan atau pernyataan mengenai isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan atau pernyataan ini harus memperhatikan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan dalam penyusunan

36 19 instrumen penelitian berupa kuesioner. Kuesioner yang bertujuan mengkaji tingkat pengetahuan responden dapat menggunakan kata-kata kerja sesuai tahapan pengetahuan yang meliputi tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Budiman dan Riyanto, 2013). Adapun penyusunan kalimat kuesioner pengetahuan sebaiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a. Kalimat sebaiknya menanyakan hal-hal yang penting saja b. Kalimat harus berupa pertanyaan atau pernyataan pasti c. Mengutamakan pertanyaan atau pernyataan umum yang bertahan lama d. Pertanyaan atau pernyataan sebaiknya hanya mempunyai satu gagasan e. Kalimat harus sederhana dan tidak berlebihan supaya inti pertanyaan atau pernyataan dapat dinyatakan dengan jelas f. Menghindari pertanyaan atau pernyataan negatif g. Membuat pertanyaan atau pernyataan dengan alternatif jawaban yang berbeda h. Menghindari alternatif pertanyaan atau pernyataan yang bisa meniadakan atau bertentangan dengan pernyataan lain i. Tidak menjerumuskan responden dengan memberikan pertanyaan atau pernyataan yang tidak ada jawabannya j. Tidak menggunakan kata-kata yang dapat dijadikan petunjuk bagi responden (Budiman dan Riyanto, 2013).

37 20 Pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006): a. Tingkat pengetahuan dikatakan tinggi apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. b. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. c. Tingkat pengetahuan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. b. Pengukuran sikap dan tindakan Sikap dapat diukur dengan menanyakan secara langsung pendapat maupun pertanyaan atau pernyataan responden terhadap sesuatu objek tertentu. Selain itu, dapat dilakukan dengan beberapa pertanyaan atau pernyataan hipotesis kemudian menanyakan pendapat responden mengenai pertanyaan atau pernyataan tersebut (Notoadmojo, 2012), sedangkan pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Teknik pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan melihat atau mengamati tindakan seseorang secara langsung, sedangkan pengukuran tidak langsung yaitu dapat dilakukan dengan wawancara terhadap kegiatan kegiatan yang pernah dilakukan oleh seseorang (Notoadmojo, 2012). Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang dapat digunakan untuk mengukur aspek sikap dan tindakan. Skala Likert mengandung dua kelompok pernyataan yaitu pernyataan favorable dan

38 21 unfavorable. Aitem favorable dalam skala Likert memiliki skor yaitu 4 (Sangat Setuju), 3 (Setuju), 2 (Tidak Setuju), dan 1 (Sangat Tidak Setuju), sedangkan nilai untuk pernyataan unfavorable merupakan kebalikan dari nilai favorable (Budiman dan Riyanto, 2013). Pengukuran sikap dan tindakan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006): a. Sikap dan tindakan dikatakan tinggi apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. b. Sikap dan tindakan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. c. Sikap dan tindakan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. B. Upaya Peningkatan Pengetahuan, sikap, dan Tindakan Upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dilakukan dengan metode edukasi kesehatan. Edukasi kesehatan pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik sehigga diharapkan berpengaruh terhadap tindakan atau perilaku. Berikut adalah beberapa metode yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan antara lain :

39 22 1. Metode Promosi Individual Metode ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Metode ini dapat berupa : a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling) Dengan cara ini kontak antara peserta dengan pemberi informasi lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh peserta dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya, sehingga peserta akan menerima informasi tersebut. b. Wawancara Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan, dimana dalam proses wawancara peneliti dapat melihat dan mengetahui kondisi seseorang, sehingga dapat memberikan informasi sesuai kebutuhannya. 2. Metode Promosi Kelompok Dalam memilih metode promosi kelompok, harus diingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan dari sasaran. Metode yang digunakan untuk promosi kelompok yang pesertanya lebih dari 15 orang adalah metode seminar. Metode seminar dapat digunakan pada sasaran yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maupun tngkat pendidikan rendah. Untuk sasaran yang jumlahnya kurang dari 15 orang maka metode yang digunakan adalah diskusi kelompok atau metode CBIA (Notoatmodjo, 2007).

40 23 3. Metode Promosi Kesehatan Massa Metode promosi kesehatan massa tepat digunakan untuk menyampaikan pesan pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah awareness atau kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku. Metode promosi kesehatan secara massa ini dapat berupa ceramah umum (public speaking), pidato, dan tulisan di majalah atau Koran (Notoatmodjo, 2007). Dari beberapa metode yang telah dipaparkan, metode yang paling efektif untuk peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan pada penelitian ini adalah metode seminar. Seminar adalah suatu metode pengajaran untuk menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan kepada sekelompok sasaran dengan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik sehingga sekelompok sasaran dapat memperoleh informasi. Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar yang pesertanya lebih dari 15 orang.selain itu, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Metode seminar dapat dikatakan berhasil jika narasumber dapat memberikan materi dengan baik dan sistematis. Metode seminar merupakan cara yang paling umum untuk berbagi pengetahuan dan fakta kesehatan. Namun metode ini mempunyai kelemahan, yaitu peserta tidak memiliki kesempatan untuk ikut berperan secara aktif karena komunikasi berlangsung secara sepihak. Oleh karena itu metode ini akan efektif apabila dirangkaikan dengan tanya jawab antara

41 24 nara sumber dengan peserta seminar sehngga terjadi komunikasi dua arah (Soebroto, Ghozali dan Yuliati, 2001). Dari penjelasan di atas terlihat bahwa metode seminar memiliki pengaruh untuk memberikan informasi serta gagasan dan menjadi tempat konfirmasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika. C. Antibiotika 1. Definisi antibiotika Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Ratusan antibiotika telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi. Senyawa senyawa antibiotika sangat berbeda dalam sifat fisik, kimia, dan farmakologinya dalam spectrum antibakteri serta dalam mekanisme kerjanya (Goodman dan Gilman, 2008). 2. Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika Secara umum mekanisme kerja antibiotika adalah sebagai berikut : 1. Senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri meliputi penisilin dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa senyawa yang tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan senyawa antifungi golongan azol (contohnya klotrimazol, flukonazol, dan itrakonazol). 2. Senyawa yang bekerja langsung pad membrane sel mikroorganisme, mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran senyawa senyawa intraseluler, dalam hal ini termasuk senyawa yang bersifat

42 25 detergen seperti polimiksin dan senyawa antifungi poliena nistatin serta amfoterisin B yang berikatan dngan sterol sterol dinding sel. 3. Senyawa yang mempengaruhi subunit ribosom 30S atau 50S sehingga menyebakan penghambatan sintesis protein yang reversible. Obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol golongan tertasikli, eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin 4. Senyawa yang berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, dalam hal ini termasuk aminoglikosida. 5. Senyawa yang mempengaruhi metabolisme asam nukleat bakteri, seperti golongan rifampisin (misalnya rifampin), yang menghambat RNA polimerase, dan golongan kuinolon, yang menghambat topoisomerase. 6. Kelompok antimetabolit termasuk diantaranya trimetropim dan sulfonamida, yang memblok enzim yang penting dalam metabolisme folat. 7. Senyawa antivirus yang terdiri atas beberapa golongan yakni : a. Analog asam nukleat, seperti asiklofir atau gansiklofir, yang secara selektif menghambat DNA polymerase virus, serta zidovudin atau lamivudin, yang menghambat transkriptase balik. b. Inhibitor transcriptase balik non nukleosida, seperti nevirapin atau efavirenz Inhibitor enzim enzim esensial virus lainnya (Goodman dan Gilman, 2008).

43 26 3. Resistensi antibiotika Resistensi antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang terus tumbuh. Hal ini terjadi ketika strain bakteri dalam tubuh manusia menjadi resisten terhadap antibiotik karena penyalahgunaan antibiotika. Resistensi obat menyebabkan semakin sedikit pilihan obat yang dapat dipakai untuk mengobati infeksi. Semakin sering antibiotik digunakan, semakin cepat resistensi timbul. Infeksi yang tadinya dapat ditangani dengan mudah, namun karena antibiotika yang biasa tidak lagi bisa mengatasinya, maka infeksi menjadi sulit ditangani. Mekanisme terjadi resistensi adalah diawali oleh membran luar bakteri gram-negatif merupakan sawar permeabilitas yang mencegah molekul molekul polar berukuran besar memasuki sel. Molekul molekul polar berukuran kecil, termasuk banyak antibiotika masuk ke dalam sel melalui saluran yang terbuat dari protein yang disebut porin. Jika saluran porin yang tepat tidak ada atau terjadi mutasi, maka hal tersebut dapat memperlambat laju atau sama sekali mencegah masuknya obat ke dalam sel, sehingga akan menurunkan konsentrasi efktif obat pada lokasi target. Jika target berada dalam sel dan obat memerlukan transport aktif untuk melewati membrane sel, maka mutasi atau kondisi lingkungan yang menghentikan mekanisme transport ini dapat menyebabkan resistensi. Di samping itu inaktivasi obat merupakan mekanisme kedua yang paling umum pada resistensi antibiotika.sebagai contoh resistensi bakteri terhadap aminoglikosida sering terjadi karena bakteri menghasilkan enzim yang dapat memodifikasi aminoglikosida sedangkan resistensi bakteri terhadap antibiotika β-laktam sering

44 27 terjadi karena bakteri menghasilkan enzim β-laktamase. Perubahan pada target tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami, modifikasi target, atau subtitusi target asal yang rentan dengan alternative lain yang resistensi. Mekanisme resistensi ini terjadi akibat menurunnya pengikatan obat oleh target atau substitusi dengn target baru yang tidak dapat mengikat obat yang ditujukan untuk target aslinya (Goodman dan Gilman, 2008). Faktor faktor yang menentukan kerentanan dan resistensi mikroorganisme terhadap senyawa antibiotika. Keberhasilan terapi antibiotika pada suatu infeksi tergantung pada beberapa faktor antara lain : 1. Konsentrasi antibiotika pada tempat infeksi harus mencukupi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebabnya. 2. Konsentrasi obat pada lokasi infeksi hendaknya tidak hanya mampu menghambat organisme tersebut, namun juga harus tetap di bawah kadar toksiknya. Jika konsentrasi penghambatan bakterisid tidak dapat dicapai secara aman, maka mikroorganisme tersebut dikatakan resisten terhadap antibiotika. 3. Faktor faktor lokal seperti ph rendah, konsentrasi protein yang tinggi juga dapat mengganggu aktivitas obat (Goodman dan Gilman, 2008). 4. Pemilihan antibiotika Pemilihan antibiotika secara optimal dan bijaksana untuk terapi penyakit infeksi memerlukan penilaian klinis dan pengetahuan rinci mengenai faktor faktor farmakologis dan mikrobiologis. Sayangnya, keputusan menggunakan

45 28 antibiotika sering kali dianggap enteng tanpa memperhatikan mikroorganisme penginfeksi potensial atau sifat farmakologis obat tersebut. Antibiotika digunakan dalam tiga cara umum yaitu sebagai terapi empiris, sebagai terapi definitif, dan sebagai terapi profilaksis atau preventif. Ketika digunakan sebagai terapi empiris atau terapi awal, antibiotika yang dipilih harus dapat mengatasi seluruh pathogen yang mungkin, karena organisme penginfeksinya belum diketahui. Terapi kombinasi atau pengobatan dengan obat tunggal berspektrum luas sering digunakan. Namun, jika mikroorganisme penginfeksi telah diketahui, terapi antibiotika yang definitive harus digunakan, yaitu regimen berspektrum sempit dengan toksisitas rendah, untuk menyempurnakan rangkaian pengobatan. Ketika antibiotika digunakan, tujuannya adalah secara selektif memilih obat yang aktif untuk mikroorganisme penginfeksi yang paling mungkin dan yang memiliki potensi paling kecil dalam menyebabkan toksisitas atau reaksi alergipada individu yang diobati tersebut (Goodman dan Gilman, 2008). Berikut langkah-langkah bijak dalam menggunakan antibiotika yaitu : 1. Gunakan antibiotika hanya sesuai dengan petunjuk Dokter, bahkan tanyakan kepada Dokter alasan harus meminum antibiotika. Tanyakan pula alternatif pengobatan (jika ada) selain antibiotika. Hal ini penting karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat indikasi menyebabkan resistensi antibiotika. 2. Gunakan antibiotika sesuai dengan dosis dan jangka waktu yang diresepkan. Antibiotika yang diberikan telah dirancang untuk

46 29 menyelesaikan suatu pengobatan. Jika tidak meminumnya dengan benar dan tidak sesuai dengan aturan yang diberikan, maka bakteri yang kebal terhadap antibiotika akan terus hidup dan berkembang menjadi bakteri yang resisten. 3. Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri dan kuman bukan untuk membunuh virus. Penyakit seperti batuk, pilek dan diare pada umumnya tidak memerlukan antibiotika karena disebabkan oleh virus sehingga dapat sembuh dengan sendirinya, namun jika gejala tersebut bertambah parah periksakan ke Dokter dan tanyakan penyebabnya. 4. Antibiotika harus di Apotek agar terhindar dari resiko membeli obat palsu atau obat yang tidak berkualitas. Saat menebus resep di Apotek, tanyakan kepada Apoteker manakah obat yang mengandung antibiotika dan bagaimana aturan pakainya serta efek samping yang mungkin terjadi agar penggunaan antibiotika lebih efektif dan anda terhindar dari resiko efek samping obat. 5. Jika antibiotika yang diminum telah habis segera hubungi Dokter atau Apoteker, jangan langsung membeli antibiotika berdasarkan resep Dokter terdahulu, karena kondisi penyakitnya berbeda. 5. Kesalahan penggunaan antibiotika 1. Penanganan infeksi yang tidak dapat diobati : Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh virus dapat sembuh dengan sendirinya dan tidak memberikan respon terhadap semua

47 30 antibiotika. Oleh karena itu, terapi antibiotika tidak akan efektif sehingga menjadi tidak bermanfaat. 2. Terapi demam yang tidak diketahui penyebabnya Ada dua macam demam yang penyebabnya tidak diketahui yaitu demam berdurasi singkat, serta tidak terdapat tanda tanda terlokalisasi, kemungkinan berkaitan dengan infeksi virus yang tidak diketahui.oleh karena itu, terapi antibiotika tidak diperlukan dan demam akan berkurang secara spontan. Demam yang bertahan selama selama dua minngu atau lebih, atau yang tidak diketahui penyebabnya dan hanya seperempat saja yang merupakan infeksi seperti infeksi tuberkulosis dan infeksi fungi yang menyebar dan membutuhkan terapi dengan antibiotika yang tidak digunakan untuk infeksi pada umumnya. Pemberian terapi antibiotika yang tidak tepat dapat menyamarkan infeksi penyebab dan menyebabkan keterlambatan diagnosis, serta mencegah diketahui etiologi mikroba akibat diperolehnya hasil kultur yang negatif. 3. Dosis tidak tepat Kesalahan dalam pemberian dosis, dapat berupa kesalahan frekuensi pemberian atau penggunaan dosis yang berlebihan maupun dosis di bawah batas terapeutik. Penggunaan dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan menyebabkan terjadinya seleksi resistensi mikroba. 4. Kurangnya informasi bakteriologis yang memadai

48 31 Separuh dari rangkaian terapi antibiotika yang diberikan kepada pasien di rumah sakit tanpa data mikrobiologis yang mendukung. Gram pada materi yang terinfeksi jarang diperoeh, dan jika tersedia pun hasilnya sering diabaikan dalam pemilihan dan penggunaan obat dalam terapi antibiotika (Goodman dan Gilman, 2008). D. Landasan teori Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman pemahaman baru (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperan sebagai perantara antara responnya dan objek yang bersangkutan. Tindakan/praktik merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Selain itu, tindakan juga adalah respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmojo, 2012). Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut. Menurut Arikunto (2006), tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan tinggi apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan

49 32 dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. Seminar adalah suatu metode pengajaran untuk menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian, atau pesan kepada sekelompok sasaran dengan suatu penyajian (presentasi) dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik sehingga sekelompok sasaran dapat memperoleh informasi. Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar yang pesertanya lebih dari 15 orang. Selain itu, metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Metode seminar memiliki pengaruh untuk memberikan informasi serta gagasan dan menjadi tempat konfirmasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika. Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Ratusan antibiotika telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam terapi penyakit infeksi. Resistensi antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang terus tumbuh. Hal ini terjadi ketika strain bakteri dalam tubuh manusia menjadi resisten terhadap antibiotika karena penyalahgunaan antibiotika. E. Hipotesis Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden yaitu pria lansia dengan metode seminar mengenai antibiotika di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

50 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (quasi eksperimental design). Dalam penelitian ini menggunakan eksperimental semu karena syarat syarat eksperimental sungguhan tidak dapat terpenuhi, seperti tidak adanya randomisasi pada penentuan subyek penelitian, dan kontrol terhadap variael-variabel yang berpengaruh terhadap penelitian (Notoatmodjo, 2010). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series design dengan one group pre intervention dan post intervention I, II, dan III, karena dalam rancangan ini tidak ada kelompok kontrol. B. Variabel Penelitian 1. Variable bebas : Seminar Antibiotika 2. Variable tergantung : Pengetahuan, sikap, dan tindakan. 3. Variabel pengacau : a. Terkendali : Pekerjaan, usia responden, dan tingkat pendidikan terakhir. b. Tak terkendali : intervensi tambahan berupa informasi tentang antibiotika dan Informasi mengenai antibiotika yang didapat baik dari media (TV, majalah, surat kabar) dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. 33

51 34 C. Definisi Operasional 1. Subyek penelitian adalah masyarakat di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta khususnya pria lansia usia 56 tahun ke atas yang bersedia ikut di dalam penelitian serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Kriteria inklusi sebagai berikut : a. Pria lansia berusia 56 tahun ke atas b. Berdomisili di Kelurahan Baciro c. Bisa membaca dan menulis d. Tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang kesehatan e. Bersedia menjadi responden secara sukarela dengan mengisi Surat Keterangan Kesediaan. Adapun kriteria eksklusi responden adalah sebagai berikut : a. Individu sesuai kriteria inklusi namun tidak bersedia mengisi kuesioner b. Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap c. Responden yang tidak bisa mengisi kuesioner sendiri 2. Seminar yang dimaksud adalah seminar tentang Antibiotika yaitu meliputi pemberian informasi tentang pengertian umum antibiotika, cara memperoleh antibiotika, tempat memperoleh antibiotika, carapenggunaan antibiotika, pengertian resistensi antibiotika. 3. Pengetahuan adalah semua hal yang dipahami oleh masyarakat mengenai Antibiotika.

52 35 4. Sikap adalah respon yang diberikan oleh masyarakat terkait dengan Antibiotika. 5. Tindakan adalah sekumpulan sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang Antibiotika. 6. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan tinggi apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. 7. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. 8. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar. D. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman Kotamadya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelurahan Baciro terdiri dari 22 RW yang warganya melibatkan diri dalam proses pengambilan data. Kecamatan Gondokusuman mempunyai jumlah apotek dan jumlah penduduk terbesar kedua di wilayah Kota Yogyakarta, yaitu jumlah penduduk jiwa dan terdapat 18 apotek yang sudah memenuhi ketentuan kebutuhan apoteker menurut Kementrian Kesehatan (Sukamdi, 2015). Pengambilan data pertama berlokasi di kantor Kelurahan Baciro yang merupakan tempat dimana kegiatan seminar dilakukan. Data kedua dan ketiga dilakukan di masing-masing tempat tinggal responden dengan mendatangi responden masing masing, hal ini dikarenakan jumlah responden yang sedikit yaitu 32 orang.

53 36 E. Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini yaitu masyarakat khususnya pria lansia yang berusia 56 tahun ke atas di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dalam penelitian. Lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan masa lansia adalah masa dimana seseorang mengalami perubahan fisik dan psikologis. Bahkan ketika masa tua disebut masa yang mudah dihinggapi segala penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya daya ingat dan pikiran. Untuk itulah perlu adanya perhatian yang khusus kepada lansia agar mereka bisa hidup dengan nyaman. Dengan adanya motivasi yang diberikan diharapkan lansia bisa lebih aktif dalam menjalani kehidupannya dengan cara melakukan kegiatan kegiatan yang dapat menunjang kesehatannya. Pemilihan subyek penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu responden harus masuk kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian, dan kemudahan dalam berinteraksi dengan subyek penelitian (terkait dengan lokasi yang dekat). Kelurahan Baciro sendiri memiliki kelompok lansia yang tergabung dalam komunitas lansia Kelurahan Baciro yang telah terorganisir dengan baik dan memiliki struktur kepengurusan yang jelas (terkait dengan kemudahan dalam pengumpulan subyek penelitian, dan pengambilan data).

54 37 Komunitas lansia Kelurahan Baciro merupakan himpunan komunitas lansia dari 22 RW yang ada di Kelurahan Baciro. Jumlah subyek penelitian diperoleh dengan cara mengetahui populasi umum terlebih dahulu. Populasi umum adalah jumlah keseluruhan pria lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta, yaitu ± 400 orang. Langkah selanjutnya adalah menentukan populasi target dari jumlah populasi umum yaitu sebanyak 56 orang. Populasi target adalah pria lansia yang tergabung dalam komunitas lansia Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang berumur 56 tahun ke atas serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dalam penelitian. Menurut Umar (2007) dan Lodico, Spaulding, and Voegtle (2010) minimal sampel adalah sebanyak 30 sampel untuk tiap kelompok. Pada penelitian ini digunakan satu kelompok data, sehingga kelompok data yang dibutuhkan dalam penelitian ini minimal 30 sampel. Langkah selanjutnya adalah menyebarkan undangan kepada pria lansia yang masuk dalam populasi target yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan untuk menjadi subyek dalam penelitian. Undangan diberikan kepada ketua lansia pada masing masing RW yang ada di Kelurahan Baciro yang kemudian akan disebarkan kepada anggotanya untuk menjadi subyek dalam penelitian. Hasil sampling yang didapatkan adalah sebanyak 38 orang yang didapatkan dari populasi target yang telah ditentukan. Jumlah subyek penelitian yang hadir pada kegiatan seminar dan pengambilan data (dari pre intervention sampai post intervention I, II, dan III) sebanyak 32 orang.

55 38 sebagai berikut: Skema pencarian subyek penelitian dapat dilihat pada gambar yaitu Populasi umum ± 400 orang Populasi target 56 orang Hasil sampling 38 orang masuk kriteria eksklusi 6 orang Subyek penelitian 32 orang Gambar 2.Skema pencarian subyek penelitian. F. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta selama 3 bulan. Penelitian dilaksanakan pada minggu ke IV bulan November 2014, dilanjutkan pada minggu keempat bulan Desember 2014 dan Januari Perincian tempat dan waktu penelitian adalah sebagai berikut: a. Pengambilan data pertama dilaksanakan pada tanggal 22 November 2014 dari pukul WIB, bertempat di Aula Kantor Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. b. Pengambilan data kedua dilaksanakan pada bulan Desember 2014, dan pengambilan data ketiga dilaksanakan pada bulan Januari 2015 bertempat di

56 39 masing masing tempat tinggal responden penelitian yang berlokasi di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. G. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2012). Purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan atas pertimbangan yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan identifikasi karakteristik populasi yaitu ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,2012; Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Pada penelitian ini pengambilan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. H. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Kuesioner yang berisi daftar yang berisikan 40 pernyataan mengenai pengertian antibiotika, cara memperoleh antibiotika, cara penggunaan antibiotika, aturan pakai antibiotika. pernyataan tersebut dibagi menjadi 3 bagian yaitu pernyataan yang menunjukkan tingkat pengetahuan terdapat 20 pernyataan, sikap terdapat 10 pernyataan, dan tindakan terdapat 10 pernyataan. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

57 40 memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal hal yang diketahui (Arikunto, 2010). 2. Materi presentasi yang berupa power point yang memuat materi tentang Antibiotika (definisi antibiotika, cara penggunaan antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika) yang digunakan dalam seminar oleh nara sumber. Dalam kuesioner terdapat satu jenis pertanyaan mengenai fakta dan tiga jenis pernyataan yang terdiri dari pernyataan tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan responden. 1. Pertanyaan mengenai fakta Bagian ini berisi mengenai fakta fakta data demografi responden yang ada pada saat pengisisan kuesioner. Bagian ini diantaranya terdiri dari nama responden, rukun tetangga (RT)/kampong/dusun/desa tempat responden tinggal, tingkat pendidikan terakhir responden, dan usia responden. 2. Pernyataan yang memuat aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan Pada penelitian kuesioner yang digunakan terdiri dari 40 aitem pernyataan yang di susun pada tahap awal penelitian. Aitem kuesioner yang diujikan adalah sebagai berikut: 1. Aspek Pengetahuan terdiri dari 20 aitem pernyataan yang terbagi dalam 10 aitem favorable dan 10 aitem unfavorable. Pokok bahasan aitem-aitem ini meliputi definisi antibiotika, cara penggunaan

58 41 antibiotika, tempat mendapatkan antibiotika, resistensi antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika. 2. Aspek sikap terdiri dari 10 aitem pernyataan yang terbagi dalam 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang antibiotika, dan pemilihan penggunan antibiotika yang tepat. 3. Aspek tindakan berisi 10 aitem yang terdiri dari 5 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika. Aitem kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I berikut : Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable aspek pengetahuan, sikap dan tindakan Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan Favorable Unfavorable Pengetahuan a.definisi 3 1 dan 2 b.cara penggunaan - 11 c.aturan penggunaan 6 dan15 4, 9, 17dan antibiotika 20 d.cara memperoleh 8, dan antibiotika e.tempat mendapatkan antibiotika f. Resistensi antibiotika 7 dan g.pencegahan resistensi antibiotika Sikap a.cara memperoleh 6 dan 7 - informasi tentang antibiotika b.penggunaan antibiotika 5, 8, dan 9 1,2, 3, 4, dan 10 Tindakan a.penggunaan antibiotika 4 dan 5 1, 2, 3, dan 6 b.upaya pencegahan 7, 8, dan 9 10 resistensi antibiotika

59 42 Aitem aitem pernyataan di atas memiliki skor masing masing untuk kemudian dapat diolah dengan uji statistik yang sesuai. Berikut rincian besar skor untuk masing masing pernyataan. Tabel II. Besar skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor Benar 1 Salah 0 Tabel III. Besar skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan Skor Pernyataan (Favorable) Skor Pernyataan (Unfavorable) Sangat Setuju 4 1 Setuju 3 2 Tidak Setuju 2 3 Sangat Tidak setuju 1 4 I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal Observasi awal yang dilakukan adalah pencarian informasi mengenai jumlah pria lansia yang masih aktif di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Jumlah pria lansia yang masih aktif adalah pria lansia yang tergabung dalam komunitas atau organisasi lansia yang ada di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Hasil dari observasi awal adalah keputusan memilih Kelurahan Baciro sebagai lokasi penelitian dan pria lansia yang tergabung dalam komunitas lansia Kelurahan Baciro sebagai subyek penelitian. Peneliti memilih Kelurahan

60 43 Baciro sebagai lokasi penelitian karena, Kelurahan Baciro terdiri dari 22 RW dan masing masing RW memiliki perkumpulan lansia yang terorganisir dengan baik yaitu memiliki struktur kepengurusan yang jelas. 2. Permohonan ijin dan kerjasama Permohonan izin pertama diajukan kepada Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta untuk untuk memperoleh izin melaksanakan penelitian di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Surat izin penelitian dari Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat ditujukan kepada instansi pemerintah tertentu untuk keperluan penelitian (dinas kesehatan, kelurahan, kecamatan, organisasi), dan memiliki batasan waktu yaitu dari tanggal 25 September 2014 sampai 25 Desember 2014, kemudian diperpanjang pada tanggal 23 Februari 2015 sampai 23 Mei Permohonan izin kedua ditujukan kepada Kepala Camat Gondokusuman DIY untuk memperoleh izin melaksanakan penelitian di Kecamatan Gondokusuman yaitu di Kelurahan Baciro, dan izin tersebut diperoleh dari Walikota DIY. Permohonan izin ketiga diberikan kepada Kepala Kelurahan Baciro untuk memperoleh izin melaksanakan penelitian di kelurahan tersebut dan dapat melibatkan masyarakat di Kelurahan Baciro sebagai subyek dalam penelitian, serta untuk peminjaman ruangan di Kantor Kelurahan untuk digunakan dalam penelitian.izin dari Kepala Kelurahan Baciro diperoleh pada tanggal 8 Oktober 2014.

61 44 Permohonan izin keempat ditujukan kepada ketua Komunitas Lansia Kelurahan Baciro untuk memperoleh izin melibatkan lansia khususnya anggota pria lansia dalam peneitian.permohonan izin ini diperoleh pada tanggal 14 Oktober Permohonan izin kelima ditujukan kepada ketua Komunitas Lansia RW yang ada di Kelurahan Baciro untuk melibatkan anggota lansia lansia khususnya anggota pria lansia dalam peneitian, serta membantu dalam hal mengundang para peserta seminar atau subyek penelitian dan observasi (terkait kriteria inklusi yang ditetapkan). 3. Pembuatan kuesioner Kuesioner yang dibuat terdiri dari 3 bagian utama yaitu bagian pertama memuat aspek pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika diukur melalui pernyataan tentang cara memperoleh antibiotika dan tingkat pengetahuan umum tentang antibiotika (pengertian umum, cara penggunaan, resistensi antibiotika, efek samping) dengan jawaban ya dan tidak. Bagian kedua kuesioner mengenai sikap dan bagian ketiga mengenai tindakan penggunaan antibiotika. Pada bagian ini menggunakan skala Likert dengan pilihan 1 Sangat Setuju (SS), 2 Setuju (S), 3 Tidak Setuju (TS), dan 4 Sangat Tidak Setuju (STS).Item pernyataan pada bagian kedua ini dibuat 2 jenis pernyataan yaitu unfavourable dan favourable. Hal ini dilakukan untuk melihat konsistensi jawaban responden dalam setiap pernyataan.

62 45 4. Pencarian subyek penelitian Waktu pencarian subyek penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari Walikota Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Kecamatan Gondokusuman, Kepala Kelurahan Baciro, dan Ketua Komunitas Lansia Kelurahan Baciro. Kemudian dari izin yang diterima diteruskan kepada Ketua Komunitas RW untuk memperoleh informasi lengkap terkait jumlah anggota lansia, pekerjaan, dan pendidikan terakhir pria lansia yang ada di masing masing RW di Kelurahan Baciro, data yang diperoleh digunakan untuk menentukan populasi target. Langkah selanjutnya adalah pencarian subyek penelitian (menggunakan teknik sampling) dengan mendatangi rumah masing masing populasi target atau menemui pengurus di tempat populasi target tersebut (dalam hal ini ketua RT/RW, pengurus organisasi lansia). Peneliti mendatangi subyek penelitian kemudian menyampaikan maksud kedatangan, menjelaskan secara singkat gambaran penelitian yang akan dilakukan, serta menanyakan kesediaan subyek penelitian untuk terlibat di dalam penelitian, dengan memberikan undangan kepada subyek penelitian untuk menghadiri seminar yang akan dilaksanakan. 5. Uji validitas isi Uji validitas isi ketiga aspek dilakukan bersamaan sehingga daftar rekomendasi dari setiap ahli ditindak lanjuti untuk setiap aspek. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini sebagai konfirmasi dari kuesioner sebelumnya. Hal ini dikarenakan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengembangan, yang sudah melalui tahap validitas isi lebih dari dua orang ahli di

63 46 bidangnya. Terdapat seorang ahli yang terlibat hingga proses pengujian validitas konten, yaitu dosen di Fakultas Farmasi yang juga merupakan Kepala Program Studi Profesi Apoteker Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Uji pemahaman bahasa Uji pemahaman bahasa dilakukan kepada 30 responden uji pemahaman bahasa yang memiliki kriteria yang serupa dengan kiteria yang ditetapkan dalam penelitian (Umar, 2005). Uji pemahaman dalam penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sonosewu Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Yogyakarta. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap maksud dan tujuan pernyataan yang dibuat oleh peneliti. Dari 40 butir-butir pernyataan kuesioner yang diujikan, terdapat beberapa butir pernyataan yang dinilai sulit dipahami oleh responden. Berikut hasil pengujian Pemahaman Bahasa pada responden.dipaparkan pada tabel IV. Tabel IV. Pernyataan pada Tiap Aspek Kuesioner yang Sulit Dipahami oleh Lay People No Aspek Pernyataan 1 Pengetahuan 1,7, 11,14 2 Sikap 8 3 Tindakan 10 Butir-butir pernyataan yang dinilai sulit untuk dipahami ini kemudian diperbaiki dari segi struktur kalimat dan kata yang digunakan. Hasil uji pemahaman bahasa menunjukkan terdapat beberapa kalimat yang sulit dipahami karena penggunaan bahasa medis. Proses perbaikan butir-butir pernyataan ini mengikuti salah satu kriteria yang dinyatakan oleh Budiman dan Riyanto (2013)

64 47 yaitu menghindari kalimat yang rumit dengan menuliskannya dalam Bahasa yang sederhana dan jelas. Penyerdehanaan kalimat diharapkan dapat mempermudah responden memahami maksud pernyataan kuesioner. Pemahaman Bahasa ini berpengaruh pada tanggapan responden untuk tiap pernyataan. Apabila struktur kalimat yang digunakan buruk maka akan membingungkan responden dan kemungkinan besar menimbulkan tanggapan yang tidak konsisten. Tanggapan yang tidak konsisten dapat mempengaruhi hasil pengujian reliabilitas. Hasil uji pemahaman bahasa diketahui bahwa bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut dapat dimengerti oleh responden. Pada pengujian bahasa yang kedua tidak ditemukan respon negatif sehingga keempat puluh aitem kusioner dapat dilanjutkan ke tahap pengujian berikutnya, yaitu uji reliabilitas. 7. Uji reliabilitas instrumen Pada penelitian ini, uji reliabilitas ketiga aspek dilakukan bersamaan sesuai tata cara penelitian uji kualitas instrumen. Uji kualitas instrumen ini meliputi uji reliabilitas dan seleksi aitem. Uji kualitas instrumen ini dilakukan sebanyak satu kali. Pada uji yang pertama, dari ketiga aspek yang diujikan kuesioner aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan telah reliabel sehingga tidak perlu dimasukkan kembali ke dalam uji kualitas instrumen selanjutnya. Aitem yang dimasukkan pada pengujian kualitas instrumen merupakan 40 aitem yang telah valid secara konten dari pengujian sebelumnya dan telah melalui uji pemahaman bahasa pada responden.. Reliabilitas menunjukkan konsistensi hasil pengukuran jika pengetesannya dilakukan secara berulang kali terhadap suatu populasi individu

65 48 atau kelompok (Supraktiknya, 2014), dan sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda jika dilakukan kembali pada subyek yang sama (Azwar, 2006). Uji reliabilitas untuk aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan dilihat dari nilai koefisien Cronbac alfa. Koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas tes adalah 0,60, di bawah angka tersebut sebuah tes menjadi kurang memadai untuk digunakan bagi perorangan, sebab hal tersebut menunjukkan bahwa kesalahan baku skor tampak sedemikian sehingga interpretasi skor menjadi meragukan (Supraktiknya, 2014). Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan di Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan jumlah responden 30 orang. Lokasi ini dipilih sebagai tempat uji reliabilitas karena dari segi geografis dan keadaan sosio demografi hampir sama dengan Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa keseluruhan aitem dalam kuesioner memiliki konsistensi yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur hal yang sama secara berulang ulang. Tabel V. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Hasil uji (nilai α) Keterangan Pengetahuan tentang antibiotika 0,712 Reliabel Sikap mengenai antibiotika 0,640 Reliabel tindakan mengenai antibiotika 0,683 Reliabel 8. Pemilihan pembicara seminar Penentuan pembicara seminar diawali dengan memilih nara sumber tepat yang profesional dan memiliki kompetensi di bidangnya yaitu Apoteker, sehingga mampu memberikan informasi dan memotivasi responden mengenai materi yang

66 49 akan diberikan yaitu Antibiotika. Apoteker merupakan professional kesehatan terakhir yang menemui pasien. Apoteker memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pasien mengerti maksud dari terapi obat dan cara penggunaannya yang tepat (Kurniawan dan Chabib, 2010). Hal ini didukung dengan studi tambahan yang menunjukkan bahwa pentingnya edukasi terhadap pasien yang berkesinambungan dan intervensi oleh apoteker menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam kepatuhan pasien (Kurniawan dan Chabib, 2010). Nara sumber yang berperan sebagai pembicara dalam penelitian ini adalah seorang Apoteker, yang juga merupakan seorang dosen di Profesi Apoteker Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 9. Pelaksanaan seminar Seminar dilaksanakan pada tanggal 22 November 2014 pukul Seminar diawali dengan sambutan dari Pengurus lansia Kelurahan Baciro, dan sambutan dari peneliti yaitu ucapan terima kasih untuk para peserta seminar yang juga akan menjadi sebyek dalam penelitian atas kehadiran dan keterlibatan dalam penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian informasi terkait rangkaian acara yang akan dilaksanakan yaitu sebelum seminar, para subyek penelitian akan diberikan informed consent yang selanjutnya diisi dan ditanda tangani oleh subyek penelitian sebagai bukti kesediaannya untuk berpartisipasi di dalam penelitian ini. Setelah mengisi informed consent subyek penelitian diberikan kuesioner pre intervention yang harus dijawab berdasarkan panduan yang diberikan oleh peneliti yaitu pengisian jawaban harus berdasarkan petunjuk dalam kuesioner, semua pernyataan dan pertanyaan dalam kuesioner harus diisi

67 50 secara lengkap dan merupakan jawaban sendiri tanpa melihat jawaban atau bertanya pada peerta lain, kuesioner pre intervention langsung dikumpulkan kepada petugas setelah peserta selesai menjawab. Seminar dimulai dengan sambutan dan perkenalan dari pembicara seminar, dan dilanjutkan dengan pemberian materi seminar kepada peserta seminar. Setelah pembicara selesai memberikan materi, kemudian dilanjutkan dengan sesi pertanyaan oleh peserta seminar terhadap materi yang belum dipahami. Kuesioner post intervention diberikan setelah sesi pertanyaan berlangsung dengan panduan dan petunjuk yang diberikan oleh peneliti. 10. Pengumpulan data a. Pre intervetion dan post intervention I Data diperoleh dari hasil penelitian jawaban kuesioner pre intervetion dan kuesioner post intervention yang dikumpulkan dari setiap subyek penelitian. Untuk Pre intervention dan post intervetion, data diambil dihari yang sama dengan pelaksanaan seminar, dimana data Pre intervention diperoleh sebelum seminar diberikan untuk melihat pengetahuan, sikap, dan tindakan sebelum diberikan intervensi seminar yang kemudian akan dibandingkan juga dengan data post intervention ke I, II dan III. Data post intervetiont I diperoleh langsung sesudah seminar dilaksanakan untuk melihat pengetahuan, sikap, dan tindakan sesudah diberikan intervensi seminar. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan prosedur analisis yang sesuai, namun sebelumnya dilakukan selisih antara nilai pre intervetion dan post intervetion.

68 51 b. Post intervetion II dan post intervention III Data post intervetion II diambil 1 bulan setelah intervensi seminar diberikan, dan data post intervetion III didapatkan 2 bulan setelah intervensi seminar diberikan untuk melihat pengetahuan, sikap, dan tindakan subyek penelitian setelah diberikan intervensi seminar dalam rentang waktu tersebut. Tujuan data diambil 1 bulan dan 2 bulan setelah diberikan seminar adalah untuk melihat apakah dengan rentang waktu tersebut peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan subyek penelitian setelah diberikan seminar tetap mengalami peningkatan yang sama dengan post intervetion I atau terdapat perubahan (baik mengalami peningkatan atau penurunan). J. Analisis Hasil Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data yaitu editing, processing, cleaning, dan analisis data. 1. Editing Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kuesioner hasil penelitian terkait kelengkapan isi jawaban dan pemilihan kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang telah diiisi dan dikembalikan responden tidak semua digunakan dalam analisis data. Dari 38 peserta seminar yang masuk ke dalam kriteria inklusi dan menjadi subyek dalam penelitian berjumlah 32 orang. Untuk data post intervetion, II, III, semua subyek penelitian mengisi semua jawaban dengan lengkap dan sesuai petunjuk yang diberikan. Hal ini didukung oleh pengawasan yang baik dari peneliti dan petugas yang terlibat dalam penelitian.

69 52 2. Data coding Setelah responden menjawab pernyataan yang diajukan oleh peneliti, kemudian penelti melakukan pengkodean data dengan cara scoring. Jawaban ya dan tidak untuk pernyataan pengetahuan pada kuesioner nomor 1-20, setiap jawaban yang dinilai benar diberi skor 1 (satu) dan jawaban yang dinilai salah diberi skor 0 (nol), sedangkan untuk pernyataan sikap dan tindakan kuesioner menggunakan skala Likert. Pilihan jawaban yang diberikan yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Ada dua bentuk skala Likert yaitu pernyataan Positif (favorabel) yang diberi skor 4, 3, 2, 1, dan pernyataan Negatif (unfavorabel) diberi skor 1, 2, 3, Processing Pada tahap ini pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan angka dari setiap butir-butir pernyataan yang dijawab oleh responden berdasarkan pengelompokannya masing masing yaitu pengelompokan data pengetahuan, sikap, dan tindakan, setelah itu dilakukan pemindahan isi data dari kuesioner ke program komputer. 4. Analisis hasil Data dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 95%, menggunakan perangkat lunak R Pada penelitian ini uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk Test. Data dikatakan terdistribusi normal jika p- value >0,05. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji alternatif yaitu uji wilcoxon untuk dua data yaitu pre intervention dan post intervention I, pre intervention dan post intervention II, pre intervention dan post intervention III,

70 53 Pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon karena data yang diperoleh tidak terdistribusi normal (p value 0,05) (Dahlan, 2009). Uji ini digunakan untuk melihat pengaruh intervensi dengan metode seminar yang diberikan terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan responden. Berikut hasil uji normalitas data dan uji hipotesis penelitian. a. Uji normalitas data Uji normalitas sebaran data bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada perbedaan distribusi sebaran skor suatu variable dengan populasi. Dalam penelitian ini pengujian normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan Shapiro-Wilk untuk analisis normalitas data dengan sampel 50. Uji ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuisioner pre intervention dengan post intervention I, II, dan III untuk aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran adalah jika nilai kemaknaan (p)> 0,05 maka sebaran datanya normal, dan jika nilai kemaknaan (p)< 0,05 maka sebaran datanya tidak normal (Dahlan, 2009). Berikut hasil uji normalitas aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan responden.

71 54 Tabel VI. Hasil Uji Normalitas Variabel (nilai α) Keterangan Pengetahuan tentang antibiotika Pre intervention Post intervention I Post intervention II Post intervention III 0,108 0,062 0,005 0,000 Normal Normal Tidak Normal Tidak Normal Sikap tentang antibiotika Pre intervention Post intervention I Post intervention II Post intervention III Tindakan tentang antibiotika Pre intervention Post intervention I Post intervention II Post intervention III 0,519 0, ,060 0,201 0,034 0, Normal Tidak Normal Normal Normal Normal Tidak Normal Tidak Normal Normal b. Uji Hipotesis Uji hipotesis untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika sebelum dan sesudah intervensi dengan metode seminar dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu uji wilcoxon dengan menggunakan program R Nilai p-value menentukan kebermaknaan hasil dari pengujian yang dilakukan.hasil dikatakan signifikan jika nilai p-value < 0,05. Berikut hasil nilai p-value untuk pengetahuan, sikap, dan tindakan responden.

72 55 Tabel VII. Nilai p value pengetahuan responden Klasifikasi data P - value Keterangan Pre intervention dan post intervention I 0,000 Signifikan Pre intervention dan post intervention II 0,046 Signifikan Pre intervention dan post intervention III 2.018e-06 Signifikan Tabel VIII. Nilai p value sikap responden Klasifikasi data P - value Keterangan Pre intervention dan post intervention I 5.887e-06 Signifikan Pre intervention dan post intervention II 3.074e-05 Signifikan Pre intervention dan post intervention III 0,000 Signifikan Tabel IX. Nilai p value tindakan responden Klasifikasi data P - value Keterangan Pre intervention dan post intervention I 0,000 Signifikan Pre intervention dan post intervention II 0,014 Signifikan Pre intervention dan post intervention III Signifikan K. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini hanya memaparkan karakteristik demografi tanpa menghubungkan hal tersebut dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang antibiotika, sehingga tidak diketahui faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan.

73 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan diagram, serta akan dibahas menjadi empat bagian berdasarkan tujuan yang dipaparkan dalam penelitian ini. A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian akan mengkaji beberapa karakteristik subyek penelitian untuk menggambarkan karakteristik data subyek penelitian yang telah kita peroleh dari hasil penelitian (Dahlan,2009). Karakteristik data subyek penelitian yang akan dibahas meliputi umur, tingkat pendidikan terakhir responden, dan jenis pekerjaan. Usia responden yang terlibat dalam penelitian ini berkisar antara usia tahun, oleh karena itu responden dibagi menjadi 4 kelompok usia dengan rentang usia masing masing seperti pada tabel. X di bawah ini. Jumlah responden paling banyak berada pada kelompok usia tahun yaitu sebanyak 10 responden (31,25%) dan jumlah responden paling sedikit berada pada kelompok usia tahun yaitu sebanyak 1 orang (3,13%). Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik (Budiman dan Riyanto, 2013). Menurut Sarwono, pandangan tentang kemunduran lansia harus diubah karena akan mempengaruhi lansia sehingga lansia akan merasa tidak berguna, kurang bersemangat, menjadi pendiam, serta tidak bersemangat hidup, sehingga 56

74 57 perlu adanya perhatian bagi lansia salah satu diantaranya yaitu upaya peningkatan, sikap, dan tindakan pria lansia dengan metode seminar. Tingkat pendidikan responden yang ditentukan oleh peneliti adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir minimal sekolah dasar (SD) dengan asumsi bisa membaca dan menulis. Responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir perguruan tinggi jurusan kesehatan, akademi keperawatan, dan sekolah menengah farmasi tidak diikutsertakan dalam penelitian karena masuk kriteria eksklusi dalam penelitian ini. Dari 32 responden yang terlibat dalam penelitian ini, jumlah tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTP/SMP yaitu sebanyak 10 orang (31,25%) sedangkan jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan paling sedikit adalah Akademi Militer yaitu 1 orang (3,13%). Menurut Gaol (2011) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka cenderung akan memberikan perilaku kesehatan yang baik. Tingkat pendidikan terakhir akan berpengaruh pada pola pikir dari seseorang (Azwar, 2007). Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika yaitu penelitian yang dilakukan oleh Marvel di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta periode maret juni 2011 (Marvel, 2011). Penelitian lain yang menemukan hal yang sama yaitu penelitian yang dilakukan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah periode september desember 2013, mengenai hubungan antara karakteristik sosio-demografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika,

75 58 ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan terakhir terhadap pengetahuan tentang antibiotika (Waskitajani, 2014). Sun et al. (2011) menemukan tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan terakhir dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika. Jenis pekerjaan responden menunjukkan bahwa dari 32 responden yang terlibat dalam penelitian ini, jumlah yang paling banyak adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai pensiunan yaitu 17 orang (53,13%) dan yang terendah adalah responden yang bekerja sebagai Juru Parkir yaitu 1 orang (3,13%). Menurut Robbins (2008), lansia yang bekerja sebagai pensiunan memiliki pengetahuan dan perilaku kesehatan yang baik. Hal ini dikarenakan kualitas positif yang dibawa para pekerja yang lebih tua dari pekerjaan mereka sebelumnya yaitu pengalaman, pemahaman, penilaian, etika, dan komitmen terhadap kualitas. Masyarakat dengan jenis pekerjaan yang menuntut profesionalisme dan keterampilan biasanya memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi sehingga kebutuhan akan kesehatan akan lebih terpenuhi, sebaliknya masyarakat dengan jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan profesionalisme biasanya memiliki tingkat sosio-ekonomi yang rendah. Hal ini akan berpengaruhi pada pemenuhan kebutuhan serta status kesehatan dari seseorang. Dalam penelitian ini, jenis pekerjaan responden yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi adalah responden yang memiliki pekerjaan selain sebagai tenaga kesehatan. Gambaran usia responden, jenis pekerjaan responden, dan tingkat pendidikan terakhir responden pada tabel berikut

76 59 Tabel X. Data karakteristik demografi responden Usia Persentase Tingkat Persentase Pekerjaan Persentase pendidikan terakhir ,87% Tamat SD 15,62% Pesiunan 53,13% % Tamat SMP 31,25% Wiraswasta 25% ,25% Tamat SLTA 31,25% Buruh 9,37% ,25% Juru parkir 6,25% ,13% Tamat PT 21,88% ABRI 6,25% ,50% (sarjana dan D3) B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden mengenai Antibiotika sebelum diberikan Intervensi dengan Metode Seminar 1. Aspek pengetahuan Tingkat pengetahuan seseorang dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu tingkat pengetahuan dikatakan baik apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor 16-20, tingkat pengetahuan dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor 11-15, tingkat pengetahuan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor <11 (Arikunto, 2006). Hasil penelitian berdasarkan gambar 3 di bawah ini, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar yang masuk kategori baik sebanyak 8 orang (25%), kategori sedang sebanyak 19 orang (59%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 5 orang (16%). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar

77 60 sebagian besar berada pada tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 19 orang (59%) sehingga diharapkan setelah diberikan intervensi dengan metode seminar tingkat pengetahuan responden dapat meningkat menjadi kategori baik. 2. Aspek sikap dan tindakan Sikap dan tindakan seseorang dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu sikap dan tindakan dikatakan baik apabila responden menjawab % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor 36-40, dikatakan sedang apabila responden menjawab 56 75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor 31-35, dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar atau mendapat skor <31 (Arikunto, 2006). Hasil penelitian untuk aspek sikap dan tindakan responden menunjukkan hasil yang sama, dimana yang masuk kategori baik sebanyak 18 orang (56%), dan yang masuk kategori sedang sebanyak 14 orang (44%), pada hasil tidak ditemukan responden yang memiliki sikap dan tindakan yang rendah (0%). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar sikap dan tindakan responden tentang antibiotika sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar masuk dalam kategori baik yaitu sebanyak 18 orang (56%) responden yang mampu menjawab % dari seluruh pertanyaan dengan benar, maka diharapkan setelah menerima intervensi dengan metode seminar sikap dan tindakan responden dapat meningkat dan tetap berada pada kategori baik.

78 Jumlah Responden 61 Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki potensi yang tinggi untuk memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik mengenai antibiotika. Menurut Gibney et al (2008) adanya karakteristik sosio-demografi dapat juga mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Melihat jenis pekerjaan lansia di Kelurahan Baciro sebagian besar adalah pensiunan yang masih aktif mengikuti kegiatan dan organisasi, serta memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP/SLTA dan Perguruan Tinggi, sehingga diharapkan setelah diberikan intervensi dengan metode seminar tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden dapat meningkat. Berikut merupakan gambaran jumlah responden yang masuk kategori baik pada pre intervention aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. 70% 60% 50% 59% 56% 56% 44% 44% 40% 30% 20% 10% 25% 16% Baik Sedang Buruk 0% 0% 0% Pengetahuan Sikap Tindakan Gambar 3. Jumlah responden pre intervention pada kategori baik, sedang, dan rendah berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan

79 62 C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden mengenai Antibiotika sesudah Intervensi dengan Metode Seminar 1. Pengetahuan, sikap, dan tindakan pre intervention dan post intervention I a. Aspek pengetahuan Dalam penelitian pengukuran tingkat pengetahuan responden pada post intervention I dilakukan langsung setelah seminar diberikan. Adanya peningkatan pengetahuan responden dilihat dari selisih nilai pre intervention dan post intervention I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang masuk dalam kategori baik sebanyak 18 orang (56%), kategori sedang sebanyak 14 orang (44%), dan tidak terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (0%). Menurut Arikunto (2006) tingkat pengetahuan responden tergolong baik jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar lebih dari %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden mengalami peningkatan dan masuk kategori baik, yaitu sebanyak 18 orang dengan persentasi (56%). Selisih nilai peningkatan pengetahuan responden yang masuk kategori baik dari pre intervention ke post intervention I sebesar 31%. Peningkatan pengetahuan responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tingkat pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Peningkatan pengetahuan responden ini membuktikan bahwa setelah menerima intervensi dengan metode

80 63 seminar responden telah tahu dan paham dengan baik tentang antibiotika, sehingga diharapkan dengan adanya pengetahuan yang baik akan memberikan dampak bagi sikap dan tindakan yang baik pula. Hal ini didukung dengan pernyataan dari Notoatmodjo (2012) yaitu pengetahuan atau aspek kognitif memiliki dampak yang sangat penting dalam membentuk sikap dan tindakan manusia. Menurut Wawan dan Dewi (2011) faktor internal meliputi umur, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan serta faktor ekternal meliputi faktor lingkungan dan sosial budaya kemungkinan dapat mempengaruhi aspek pengetahuan. Aspek pengetahuan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan. Responden dalam penelitian ini paling banyak berpendidikan akhir SMP dan SLTA. Menurut Anonim (2011) semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi juga pengetahuan yang dimiliki responden, salah satunya tentang resistensi antibiotika. b. Aspek sikap Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang masuk kategori baik sebanyak 31 orang (97%), kategori sedang sebanyak 1 orang (3%), dan tidak terdapat responden yang masuk kategori rendah (0%). Menurut Arikunto (2006) sikap responden tergolong baik jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar lebih dari %. Dari hasil diketahui bahwa sebagian besar sikap responden mengalami peningkatan dan masuk kategori baik, yaitu sebanyak 31 orang dengan persentasi (97%). Selisih nilai peningkatan sikap responden

81 64 yang masuk kategori baik dari pre intervention ke post intervention I sebesar 41%. Peningkatan sikap responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap sikap responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Menurut Azwar (2007) banyak faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi perubahan sikap seseorang dalam bertindak yaitu emosi dan pengalaman pribadi sehingga nilai afektif dari seseorang dapat memperkuat nilai suatu obyek untuk terbentuknya suatu sikap yang positif maupun negatif. Reponden dalam penelitian ini adalah pria lanjut usia yang masih aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, sehingga kemungkinan sudah memiliki banyak pengalaman, baik dalam hal proses pembelajaran maupun kehidupan sosial. Hal ini didukung dengan pendapat dari Anonim (2011) yaitu pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk memperkuat nilai suatu obyek untuk terbentuknya suatu sikap yang positif. c. Aspek tindakan Hasil penelitian untuk tindakan responden pada post intervention I yang masuk dalam kategori baik sebanyak 32 orang (100%), dan tidak terdapat responden yang masuk kategori sedang dan rendah (0%). Menurut Arikunto (2006) tindakan responden tergolong baik jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar lebih dari %. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tindakan responden mengalami peningkatan dan masuk kategori baik, yaitu

82 65 sebanyak 32 orang dengan persentasi (100%). Selisih nilai peningkatan tindakan responden yang masuk kategori baik dari pre intervention ke post intervention I sebesar 44%. Peningkatan tindakan responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tindakan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Adanya peningkatan pada aspek tindakan responden tentang antibiotika setelah diberikan intervensi dengan metode seminar, kemungkinan dapat disebabkan oleh peningkatan pada aspek pengetahuan dan sikap responden sebelumnya, yang juga memberikan dampak positif bagi perubahan tindakan responden. Hal ini dikarenakan tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata (Notoadmojo, 2012). 2. Pengetahuan, sikap, dan tindakan pre intervention dan post intervention II a. Aspek pengetahuan Dalam penelitian pengukuran tingkat pengetahuan responden pada post intervention II dilakukan satu bulan setelah seminar diberikan. Adanya peningkatan pengetahuan responden dilihat dari selisih nilai pre intervention dan post intervention II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang masuk dalam kategori baik sebanyak 14 orang (44%), kategori sedang sebanyak 18 orang (56%), dan tidak terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (0%). Menurut Arikunto (2006) tingkat pengetahuan responden tergolong baik

83 66 jika responden mampu menjawab pernyataan dengan benar lebih dari %. Dari hasil diketahui bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden mengalami peningkatan dan masuk kategori baik, yaitu sebanyak 14 orang dengan persentasi (44%). Selisih nilai peningkatan pengetahuan responden yang masuk kategori baik dari pre intervention ke post intervention II sebesar 19%. Peningkatan pengetahuan responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tingkat pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Hasil untuk aspek pengetahuan sedikit mengalami penurunan yaitu dari post intervention I dengan persentasi 56%, turun sebesar 12% menjadi 44% pada post intervention II. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi pengetahuan responden seperti lingkungan dan informasi/media massa. Menurut Notoadmojo (2012) lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap responden. Informasi/media massa juga merupakan faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi pengetahuan responden. Menurut Anonim (2011) media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu

84 67 hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut, dimana adanya penurunan tingkat pengetahuan responden dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan informasi yang bersifat negatif atau bertentangan dengan konsep yang akan diukur. b. Aspek sikap Sikap responden tentang antibiotika sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar pada post intervention II yang masuk dalam kategori baik sebanyak 28 orang (88%), kategori sedang sebanyak 4 orang (12%), dan tidak terdapat responden yang masuk kategori rendah (0%). Dari hasil dapat diketahui bahwa sebagian besar sikap responden pada post intervention II masuk kategori baik, walaupun sedikit mengalami penurunan sebesar 9% dari persentase sebelumnya pada post intervention I. Hasil untuk aspek sikap pada post intervention II didukung oleh hasil uji statistik, dimana nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap sikap responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Adapun faktor-faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil dalam penelitian dan juga dapat mempengaruhi perubahan sikap responden dalam waktu satu bulan setelah intervensi dengan metode seminar. Menurut Wawan dan Dewi (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sikap seseorang yaitu pengaruh oang lain yang dapat menimbulkan kecenderungan seseorang untuk patuh dan searah dengan sikap orang yang dianggap dapat memberikan pengaruh. Faktor kebudayaan dan media massa

85 68 berupa surat kabar, radio dan televisi juga tanpa disadari telah menanamkan dan mengarahkan sikap seseorang, sehingga dapat mempengaruhi perubahan sikap seseorang. c. Aspek tindakan Hasil untuk aspek tindakan responden pada post intervention II yang masuk dalam kategori baik sebanyak 31 orang (97%), kategori sedang sebanyak 1 orang (3%), dan tidak terdapat responden yang masuk kategori rendah (0%). Dari hasil dapat diketahui bahwa sebagian besar tindakan responden pada post intervention II masuk kategori baik, walaupun sedikit mengalami penurunan sebesar 9% dari persentase sebelumnya pada post intervention I. Hasil ini didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tindakan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Adanya penurunan jumlah responden pada aspek tindakan, kemungkinan dapat dipengaruhi oleh adanya selang waktu satu bulan pada post intervention II, dimana dalam selang waktu tersebut, kemungkinan responden mendapatkan pengaruh dari lingkungan sekitarnya seperti informasi/media massa yang dapat mempengaruhi perubahan tindakan responden (Notoatmodjo, 2012). 3. Pengetahuan, sikap, dan tindakan pre intervention dan post intervention III a. Aspek Pengetahuan Hasil penelitian untuk aspek pengetahuan responden pada post intervention III yang masuk kategori baik sebanyak 26 orang (81%), dan

86 69 responden yang masuk kategori sedang sebanyak 6 orang (19%), serta tidak terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah (0%). Dari hasil diketahui bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden pada post intervention III masuk ke dalam kategori baik, dan mengalami peningkatan dari post intervention II sebesar 37%. Adanya peningkatan pengetahuan responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tingkat pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Adanya peningkatan pengetahuan responden yang cukup tinggi dapat disebabkan oleh selang waktu dua bulan pada post intervention III, dimana dalam selang waktu tersebut, kemungkinan responden mendapatkan pengaruh dari luar selain dari intervensi seminar yang diberikan. Faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi pengetahuan responden selain dari intervensi seminar yang diberikan yaitu faktor usia. Responden dalam penelitian ini adalah pria lanjut usia yang masih aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Menurut Anonim (2011) Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan responden adalah informasi/media massa. Menurut Anonim (2011) sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

87 70 kabar, majalah, dan lain-lain juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan seseorang terhadap suatu hal. b. Aspek Sikap dan Tindakan Aspek sikap dan tindakan pada post intervention III menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini masuk dalam kategori baik, yaitu aspek sikap responden yang masuk kategori baik sebesar 30 orang (94%), dan aspek tindakan responden yang masuk kategori baik yaitu sebanyak 29 orang (91%). Pada hasil penelitian, tidak ada responden yang masuk kategori rendah (0%), walaupun untuk tindakan pada post intervention III ini mengalami sedikit penurunan dari post intervention II yaitu sebesar 6%. Adanya peningkatan sikap dan tindakan responden didukung oleh hasil uji statistik dengan nilai p value <0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna terhadap tingkat pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar. Berdasarkan hasil diketahui bahwa aspek sikap dan tindakan pada post intervention III berada pada kategori baik dan mengalami peningkatan serta sedikit penurunan pada aspek tindakan. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya selang waktu dua bulan pada post intervention III, dimana dalam selang waktu tersebut, kemungkinan responden mendapatkan pengaruh dari luar selain dari intervensi seminar yang diberikan. Faktor faktor tersebut menurut Notoatmodjo (2012) dapat berupa faktor pendukung seperti faktor internal (dari dalam diri

88 Jumlah Responden 71 seseorang) dan faktor eksternal (di luar diri seseorang). Faktor internal dapat berupa keadaan fisik dan psikis, dimana jika dihubungkan dengan keadaan fisik responden yang adalah pria lanjut usia, yang sudah mengalami keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia, serta kodisi psikis mereka juga mulai mengalami penurunan seperti aspek psikologis misalnya bingung, panik, depresif, dan apatis. Faktor eksternal yang mungkin dapat mempengaruhi respondenberupa pengaruh dari lingkungan, sosial dan budaya, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 100% 97% 94% 97% 88% 91% 81% 56% 56% 56% 44% 25% Pengetahuan Sikap Tindakan Pre Intervention Post Intervention I Post Intervention II Post Intervention III Gambar 4. Jumlah responden pre intervention dan post intervention I,II, III pada kategori baik berdasarkan aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan mengenai Antibiotika Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi Dengan Metode Seminar 1. Aspek pengetahuan Perbandingan peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden mengenai antibiotika sebelum dan sesudah intervensi dengan metode seminar

89 Jumlah Responden 72 pada pre intervention-post intervention I, pre intervention-post intervention II, dan pre intervention-post intervention III, dapat dilihat dari pengkategorian baik, sedang, dan buruk pada masing masing aspek. Berdasarkan hasil penelitian pada aspek pengetahuan menunjukkan bahwa jumlah responden pada kategori baik untuk pre intervention-post intervention I mengalami peningkatan sebesar 31% dari persentasi 25% pada pre intervention menjadi 56% pada post intervention I. Pada pre intervention-post intervention II juga mengalami peningkatan sebesar 19% dari persentasi 25% pada pre intervention menjadi 44% pada post intervention II. Pre interventionpost intervention III juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 56% dari persentasi 25% pada pre intervention menjadi 81% pada post intervention III. Berikut merupakan gambaran distribusi jumlah responden pada aspek pengetahuan. 90% 80% 81% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 59% 25% 16% 56% 44% 56% 44% 19% Baik Sedang Buruk 0% Pre Intervention 0% 0% 0% Post Post Post Intervention I Intervention II Intervention III Gambar 5. Distribusi jumlah responden pada aspek pengetahuan

90 73 Peningkatan pengetahuan responden tentang antibiotika disebabkan oleh adanya informasi atau edukasi tentang antibiotika yang diberikan melalui intervensi seminar. Peningkatan jumlah responden pada post intervention II dan III (setelah melalui selang waktu satu bulan pada post intervention II dan dua bulan pada post intervention III), kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya pemahaman-pemahaman baru yang didapatkan oleh responden selain dari intervensi seminar yang diberikan yaitu darimedia massa seperti televisi, koran, radio, majalah, dan lain sebagainya (Budiman dan Riyanto, 2013). Faktor lain yang kemungkinan juga dapat mempengaruhi pengetahuan responden adalah pendidikan, di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggiakan semakin luas pula pengetahuannya. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan teakhir SMP/SLTP. Berdasarkan teori semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka tingkat pengetahuan juga akan semakin meningkat (Notoadmodjo,2007). Usia juga kemungkinan dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Responden dalam penelitian ini adalah pria lansia yang sebagian besar adalah pensiunan yang aktif dalam paguyuban lansia di Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Berdasarkan teori semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya (Anonim, 2011). 2. Aspek Sikap Hasil penelitian pada aspek sikap menunjukkan bahwa jumlah responden pada kategori baik untuk pre intervention-post intervention I mengalami

91 Jumlah Responden 74 peningkatan sebesar 41% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 97% pada post intervention I. Pada pre intervention-post intervention II mengalami peningkatan sebesar 32% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 88%, dan pre intervention-post intervention III mengalami peningkatan sebesar 38% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 94%, Pada hasil tidak ditemukan responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah 0%. Berikut merupakan gambaran distribusi jumlah responden pada aspek sikap. 120% 100% 80% 97% 88% 94% 60% 40% 20% 0% 56% 44% Pre Intervention 3% 12% 6% 0% 0% 0% 0% Post Intervention I Post Intervention II Post Intervention III Baik Sedang Buruk Gambar 6. Distribusi jumlah responden pada aspek sikap Aspek sikap dalam penelitian ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh intervensi seminar yang diberikan, sehingga jumlah responden dalam penelitian ini bisa mengalami peningkatan dari pre intervention dan masuk dalam kategori baik. 3. Aspek Tindakan Hasil penelitian pada aspek tindakan menunjukkan bahwa jumlah responden pada kategori baik untuk pre intervention-post intervention I

92 Jumlah Responden 75 mengalami peningkatan sebesar 44% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 100% pada post intervention I. Pada pre intervention-post intervention II juga mengalami peningkatan sebesar 41% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 97% pada post intervention II. Pre intervention-post intervention III juga mengalami peningkatan sebesar 35% dari persentasi 56% pada pre intervention menjadi 91% pada post intervention III. Pada hasil tidak ditemukan responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah 0%. Berikut merupakan gambaran distribusi jumlah responden pada aspek tindakan. 120% 100% 80% 100% 97% 91% 60% 40% 20% 0% 56% 44% 3% 9% 0% 0% 0% 0% Pre Post Post Post Intervention Intervention Intervention Intervention I II III Baik Sedang Buruk Gambar 7. Distribusi jumlah responden pada aspek tindakan Peningkatan pada aspek tindakan kemungkinan dapat disebabkan oleh peningkatan pada aspek pengetahuan dan sikap responden sebelumnya, yang memberikan dampak positif bagi perubahan tindakan responden. Hal ini didukung oleh pendapat Notoadmojo (2012) yaitu tindakan merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Adanya peningkatan dan perubahan tindakan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

93 76 internal dapat berupa keadaan fisik dan psikis, dan faktor eksternal dapat berupa lingkungan sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden adalah informasi tambahan tentang antibiotika saat pengambilan data post intervention II dan III, dan juga adanya kegiatan-kegiatan rutin terkait peningkatan kesehatan masyarakat seperti posyandu lansia, dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas kesehatan setempat yang dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat, sehingga juga dapat meningkatkan sikap dan tindakan responden. Kelurahan baciro sendiri memilki kegiatan rutin seperti posyandu lansia yang diadakan setiap bulan dan penyuluhan dari dinas kesehatan dengan bantuan tenaga kesehatan seperti dokter dan para praktisi kesehatan yang dilakukan setiap bulan pada setiap pertemuan rutin lansia di RW masing-masing yang ada di Kelurahan Baciro.

94 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Mayoritas responden dalam penelitian ini berumur 67 sampai dengan 71 (31,25 %), dengan tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTP/SMP (31,25 %), dan memiliki pekerjaan sebagai pensiunan (53,13 %). 2. Tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan intervensi dengan metode seminar dalam penelitian ini tergolong sedang yaitu (59%). Mayoritas responden memiliki sikap yang baik mengenai antibiotika yakni sebesar (56%). Tindakan responden dalam penelitian ini terkait antibiotika termasuk dalam kategori baik (56%). 3. Tingkat pengetahuan responden sesudah diberikan intervensi dengan metode seminar dalam penelitian ini tergolong baik yaitu pre intervention-post intervention I dan II (56 %), post intervention III (81 %). Responden memiliki sikap yang baik mengenai antibiotika yaitu untuk post intervention I (97%), post intervention II (88%), dan post intervention III (94 %). Tindakan responden dalam penelitian ini terkait antibiotika termasuk dalam kategori baik yaitu untuk post intervention I (100 %), post intervention II (97%), dan post intervention III (91 %). 4. Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan responden tentang antibiotika setelah diberikan intervensi dengan metode seminar yang ditunjukkan dengan hasil pengetahuan, sikap, dan tindakan yang signifikan (p < 0,05). 77

95 78 B. Saran 1. Peneliti selanjutnya perlu membahas lebih lanjut mengenai pengaruh karakteristik demografi responden terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika sehingga dapat diketahui faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti lebih lanjut mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang antibiotika dengan metode seminar dalam rentang waktu yang lebih lama, sehingga dapat diketahui pengaruh pemberian edukasi terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dimiliki oleh responden dalam rentang waktu tersebut.

96 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Definisi Pengetahuan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan, diakses pada 16 September APUA, 2010, What is Antibiotic Resistance and Why is it a problem?, For The Wise Use of Antibiotic diakses tanggal 12 mei Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit rineka Cipta, Jakarta, pp Astuty, Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit,Jakarta, pp Azwar, S., 2007, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 3 5, Budiman dan Riyanto, 2013, Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, pp Dahlan, M.S., 2009, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Dengan Menggunakan SPSS, Salemba Medika, Jakarta, pp. 1, 7, 19, 235. Depkes RI, 2009, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk pasien Pediatri, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, p. 82. Hurlock, B., 1998, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, p. 30. Fitriani, S., 2013 Promosi Kesehatan, Graha Ilmu Edisi ke 2, Yogyakarta. pp. 1-2, 87, Gaol, L, T., 2013, Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosio Ekonomi dan Kebutuhan terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, pp Genewa., 2015, WHO s first global report on antibiotic resistance reveals serious, world wide threat to public health, 79

97 80 diakses tanggal 15 mei Goodman dan Gilman, 2008, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp Henry, F, C., 2006, Goodman and Gilman s The Pharmacologic Basic of Therapeutic 11 th ed: General Principles of Antimikrobial Therapy. Mc Graw Hill, Medical US, pp Huang, S.S., 2007, Pediatrics Journal: Parenteral Knowledge About Antibiotic Use: Results of a Cluster Randomized, Multicommunity Intervention tanggal 10 Oktober Judarwanto, W., 2006, Penggunaan Antibiotika Irasional Pada Anak Vol.8, pp. 56,82,94. Kementerian Kesehatan, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika, Jakarta, pp Kurniawan dan Chabib., Pelayanan Informasi Obat, Graha Ilmu, Jakarta, pp Lodico, M., Spaulding, D., and Voegtle, K., 2010, Methods in Educational Research : from Theory to Practice, San Fransisco, pp Maulana, H. D. J., 2007, Promosi Kesehatan, EGC, Jakarta, p Notoatmodjo, S, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta, pp Notoatmodjo, S, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, pp. 1, 37-38, 60 61, 124, , Notoatmodjo, S., 2012a, Metodologi Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, pp , 87, Notoatmodjo, S., 2012b, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, pp Oyetunde., O, and Femudehin, K, F, 2010, African Journal of Pharmacy and Pharmacology: Evaluation of Use of Antibiotic Without Prescription Among Young Adults, %20et%20al.pdf, diakses tanggal 12 Desember 2014.

98 81 Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis: Prinsip penggunaan Antibiotika, Jakarta, pp Sarwono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta, Graha Ilmu, pp. 42,46, Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2011, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sagung Seto, Jakarta, p. 98. Setiawati, 2008, Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan, Jakarta: TIM. p.36. Sukamdi, dan Sumarni, 2015, Analisis Distribusi Apotek dengan Sistem Informasi Geografis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. pp Suliha, 2002, Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, pp. 34,38. Supraktiknya.A., 2014, Pengukuran Psikologi, USD, Yogyakarta, pp. 198, 206, 268. Tjai, 2007, Obat Obat Penting :Kasiat, Penggunaan dan Efek efek Sampingnya, Elex Media Komputindo, Jakarta, p. 64. Umar, H., 2005, Riset Sumber Daya Manusia, Gramedia Pustaka, Jakarta, p Umar, H., 2007, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta, p. 79. Waltz, dkk., 2010, Measurement in Nursing and Health Research, Springer Publishing Company, New York, pp Wawan, A., Dewi, M., 2011, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Mulia Medika, Yogyakarta, pp World Health Organization, 2001, WHO Global Stratrgy for Containment of Antimicrobial Resistance, Global Strategi, diakses tanggal 28 oktober Widayati, A, and Hiller, J, E., 2010, Beliefs About The Use of Non-Prescribed Antibiotics Among People in Yogyakarta City Indonesia: a Qualitative Study Based on The Theory of Planned Behaviour. Faculty of Health Sciences Research Committee University of Adelaide, Australia, pp

99 LAMPIRAN 82

100 83 Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

101 84 Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian

102 85 Lampiran 3. Surat Izin Dinas Kesehatan

103 86 Lampiran 4. Materi presentasi

104 87

105 88

106 89

107 90 Lampiran 5. Contoh kuesioner uji pemahaman bahasa yang diisi responden

108 91

109 92

110 93

111 94

112 95 Lampiran 6. Hasil uji validitas

113 96

114 97

115 98 Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas 1. Aspek Pengetahuan 2. Aspek Sikap Cronbach Test - Results: $sample.size [1] 30 $number.of.items [1] 20 $alpha [1] Cronbach Test - Results: $sample.size [1] 30 $number.of.items [1] 10 $alpha [1] Aspek Tindakan Cronbach Test - Results: 3.Aspek Tindakan $sample.size [1] 30 $number.of.items [1] 10 $alpha [1] 0.683

116 99 Lampiran 8: Kuesioner Pre dan Post yang digunakan dalam penelitian KUISIONER PENELITIAN ( PREDAN POST ) TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA Tuliskan identitas Bapak pada tempat yang telah tersedia di bawah ini. Data ini hanya untuk keperluan penelitian saja dan dijamin kerahasiaannya. Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : (SD/SMP/SLTA/PT) Pekerjaan : Alamat(RT/RW) : Kampung/Dusun : Desa : Kecamatan :

117 100 PETUNJUK PENGISIAN I. Tingkat Pengetahuan mengenai Antibiotika Berilah tanda cek ( ) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pernyataan di bawah PERNYATAAN JAWABAN Ya Tidak 1. Antibiotika dapat digunakan untuk mengobati segala jenis penyakit. 2. Antibiotika digunakan untuk mengobati penyakit infeksi jamur. 3. Antibiotika digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. 4. Penggunaan antibiotika dihentikan jika gejala penyakit sudah hilang. 5. Antibiotika harus digunakan sampai habis meskipun gejala sudah hilang. 6. Antibiotika harus digunakan sesuai dengan petunjuk dokter. 7. Terjadinya resistensi (kekebalan kuman) dapat disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak sesuai anjuran dokter. 8. Neomisin salep bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter 9. Antibiotika dapat diminum kapan saja, ketika merasa sakit. 10. Tablet Amoksisilin bisa diperoleh di apotek dengan resep dokter

118 Antibiotika dapat diminum bersama susu, teh atau kopi. 12. Antibiotika yang aman dapat juga dibeli di toko/warung obat 13. Antibiotika yang aman harus dibeli di Apotek 14. Antibiotika bisa diperoleh dari bidan/mantri 15. Antibiotika diminum 3-4 kali sehari selama 5 sampai 7 hari 16. Jika saya lupa meminum antibiotika maka saya harus segera minum sesuai dengan dosis dan aturan pakai. 17. Neomisin salep dioleskan/digunakan 1 kali sehari 18. Resistensi artinya bakteri kebal terhadap antibiotika jadi siapapun yang terserang bakteri tersebut tidak dapat diobati dengan antibiotika apapun 19. Jika terjadi resistensi (kekebalan kuman) maka antibiotika tidak dapat membasmi bakteri yang bersangkutan 20. Penggunaan antibiotika yang tepat dapat membahayakan semua orang

119 102 II. Pernyataan Sikap Responden Terkait Antibiotika Berilah tanda Check ( ) pada kolom tersedia yang anda anggap paling sesuai: STS bila Sangat Tidak Setuju TS bila Tidak Setuju S bila Setuju SS bila Sangat Setuju JAWABAN NO PERNYATAAN STS TS S SS 1 2 Setiap kali sakit, saya memilih tidak berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan antibiotika agar lebih berhemat. Menurut saya, saya dapat memberikan antibiotika yang saya gunakan kepada anggota keluarga yang sedang sakit. 3 Saya suka menyimpan antibiotika di kotak obat untuk persiapan. 4 Saya lebih memilih meminum antibiotika ketika batuk daripada obat yang lain. 5 Saya lebih suka menggunakan antibiotika dari dokter/ apoteker daripada menggunakan sisa antibiotika anggota keluarga lain 6 7 Saya lebih suka memperoleh informasi tentang antibiotika dari dokter, apoteker daripada bidan, dan perawat Saya lebih sukamemanfaatkan media internet yang terpercaya sebagai sumber informasi tentang antibiotika daripada brosur/buku kesehatan. 8 Saya lebih suka menghabiskan antibiotika yang digunakan untuk menghindari resistensi. 9 Saya lebih suka membeli antibiotika di apotek meskipun mahal. 10 Saya lebih suka membeli antibiotika di toko/warung obat karena lebih murah.

120 103 III. Tindakan Responden Terkait Antibiotika Berilah tanda Check ( ) pada kolom tersedia yang anda anggap paling sesuai: STS bila Sangat Tidak Setuju TS bila Tidak Setuju S bila Setuju SS bila Sangat Setuju No PERNYATAAN JAWABAN STS TS S S S 1 Saya akan langsung membeli antibiotika di apotek tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu agar lebih hemat. 2 Saya dapat memberikan sisa antibiotika yang saya gunakan kepada anggota keluarga lain yang sedang sakit. 3 Jika merasa sudah sembuh, saya akan menghentikan penggunaan antibiotika. 4 Jika ada luka bernanah saya tidak akan menggunakan antibiotika untuk mengobatinya dengan cara ditaburkan 5 Jika terjadi reaksi alergi antibiotika maka saya akan memeriksakannya ke dokter. 6 Saya akan memberikan antibiotika yang sedang saya gunakan pada hewan peliharaan yang sakit agar lekas sembuh. 7 Saya akan mengatur alarm agar tidak lupa minum antibiotika. 8 Saya akan menerima resep antibiotika yang diberikan oleh dokter supaya sakitnya segera sembuh. 9 Antibiotika yang sudah diresepkan oleh dokter akan saya gunakan sampai habis. 10 Karena takut resisten (kebal) terhadap antibiotika, saya tidak akan mau menggunakan antibiotika yang diresepkan oleh dokter.

121 104 Lampiran 9 :Pernyataan kesediaan yang diisi responden

122 105 Lampiran 10. Contoh Kuesioner yang diisi responden

123 106

124 107

125 108

126 109

127 110

128 111

129 112

130 113

131 114

132 115

133 116

134 117

135 118

136 119 Lampiran 11: Dokumentasi 1. Dokumentasi acara pembukaan seminar oleh pejabat kelurahan dan peneliti 2. Dokumentasi pengisian kuesioner pretest oleh responden

137 Dokumentasi suasana saat seminar berlangsung 4. Dokumentasi nara sumber memberikan informasi kepada responden

138 Dokumentasi pengisian kuesioner posttest oleh responden

139 122 Lampiran 12: Hasil uji normalitas data Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 1. Pengetahuan a. Pretest >shapiro.test(data1$pre) Shapiro-Wilk normality test data: data1$pre W = , p-value = b. Posttest I >shapiro.test(data1$post1) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post1 W = , p-value = c. Posttest II >shapiro.test(data1$post2) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post2 W = , p-value = d. Posttest III >shapiro.test(data1$post3) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post3 W = , p-value =

140 Sikap a. Pretest >shapiro.test(data1$pre) Shapiro-Wilk normality test data: data1$pre W = , p-value = b. Posttest I >shapiro.test(data1$post1) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post1 W = , p-value = c. Posttest II >shapiro.test(data1$post.2) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post2 W = , p-value = d. Posttest III >shapiro.test(data1$post3) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post3 W = , p-value =

141 Tindakan e. Pretest >shapiro.test(data1$pre) Shapiro-Wilk normality test data: data1$pre W = , p-value = f. Posttest I >shapiro.test(data1$post1) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post1 W = , p-value = g. Posttest II >shapiro.test(data1$post2) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post2 W = , p-value = h. Posttest III >shapiro.test(data1$post3) Shapiro-Wilk normality test data: data1$post3 W = , p-value =

142 125 Lampiran 13: Hasil uji signifikansi data Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan 1. Pengetahuan a. Pretest- Posttest I > wilcox.test(data1$pre,data1$post1, paired=t) b. Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post2 V = 106.5, p-value = 0,0007 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 b.pretest- Posttest II > wilcox.test(data1$pre,data1$post2, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post2 V = 106.5, p-value = alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 c. Pretest- Posttest III > wilcox.test(data1$pre,data1$post3, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post3 V = 2, p-value = 2.018e-06 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0

143 Sikap a. Pretest- Posttest I >wilcox.test(data1$pre,data1$post1, paired=t) b. Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post1 V = 17, p-value = 5.887e-06 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 b.pretest- Posttest II >wilcox.test(data1$pre,data1$post2, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post2 V = 42, p-value = 3.074e-05 alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 c. Pretest- Posttest III >wilcox.test(data1$pre,data1$post3, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post3 V = 40.5, p-value = alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0

144 Tindakan a. Pretest- Posttest I >wilcox.test(data1$pre,data1$post1, paired=t) b. Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post1 V = 53, p-value = alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 b.pretest- Posttest II >wilcox.test(data1$pre,data1$post2, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post2 V = 95, p-value = alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0 c. Pretest- Posttest III >wilcox.test(data1$pre,data1$post3, paired=t) Wilcoxon signed rank test with continuity correction data: data1$pre and data1$post3 V = 96.5, p-value = alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0

145 BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Theresia Lenny Lyana, lahir di Kota Maumere, Kabupaten SIKKA, NTT pada tanggal 22 Oktober Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Stefanus Yance dan Theresia Nona Teta. Penulis menempuh jenjang pendidikan dimulai dari TK Bina Wirawan Maumere ( ), kemudian bersekolah di SDK Maumere IV ( ),SMPK Frater Maumere ( ), dan SMA Negeri I Maumere ( ). Selama masa SMP dan SMA penulis aktif dalam berbagai kegiatan yaitu OSIS, mengikuti lomba pidato tingkat kabupaten, dan mengikuti lomba cerdas cermat tingkat kabupaten.pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Kampus yaitu menjadi anggota Divisi Acara Donor Darah 2011, menjadi anggota Divisi Dekorasi dan Dokumentasi kampanye Informasi Obat 2013, dan kepanitiaan berbagai acara seminar. 128

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN REMAJA LAKI-LAKI DI SMK NEGERI 4 KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA (CARA BELAJAR INSAN AKTIF) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN WANITA DEWASA DI DUSUN KRODAN TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE SEMINAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin berkembang ini semakin banyak pula penyakit yang menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan sebagai swamedikasi. Tindakan swamedikasi telah menjadi pilihan alternatif masyarakat

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN SISWI DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TENTANG ANTIBIOTIKA MELALUI METODE SEMINAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :

Lebih terperinci

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik 1 Nita Ayu Toraya, 2 Miranti Kania Dewi, 3 Yuli Susanti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obat merupakan komponen pelayanan kesehatan yang sangat mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul. Disisi lain, kesalahan pemberian

Lebih terperinci

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh :

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : 20.08.06.02 Sejak penemuan antibiotik penggunaan antibiotik meluas pada kesehatan medis manusia, hewan dan tumbuhan. Antibiotika, yang pertama kali ditemukan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK DALAM RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR

SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK DALAM RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK DALAM RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR VATMALA RAHMAWATI 2443012181 PROGRAM STUDI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI Aniq Maulidya, Nila Izatul D III Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Jalan Mataram No.09 Tegal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh: Kiky Putri Anjany J

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh: Kiky Putri Anjany J 1 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI ANTIBIOTIK DAN PENGGUNAANANTIBIOTIK TANPA RESEP DOKTER PADA PELAJAR KELAS X, XI, XII DI SMK NEGERI 2 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN WANITA PRA LANSIA DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK TANPA RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR DESI SETYOWATI

PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK TANPA RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR DESI SETYOWATI PENGARUH PEMBERIAN EDUKASI PADA PASIEN PENGGUNA ANTIBIOTIK TANPA RESEP DI APOTEK X WILAYAH SURABAYA TIMUR DESI SETYOWATI 2443013288 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PRIA USIA LANJUT DI KECAMATAN UMBULHARJO TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA KUTA MBELIN KECAMATAN LAU BALENG KABUPATEN KARO

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA KUTA MBELIN KECAMATAN LAU BALENG KABUPATEN KARO GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA KUTA MBELIN KECAMATAN LAU BALENG KABUPATEN KARO Rini Andarwati Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota)

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA Ruli Yanti ¹; Amaliyah Wahyuni, S.Si, Apt ²; drg. Rika Ratna Puspita³

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO 2012

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO 2012 1 PENINGKATAN PENGETAHUAN IBU IBU MENGENAI PERILAKU PENGOBATAN SENDIRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CBIA DI BEBERAPA KECAMATAN KABUPATEN BANYUMAS BAGIAN SELATAN WACHYU WULANDARI 0808010030 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kader Penyuluh Anti Narkoba Kader adalah seseorang yang dipandang mempunyai kemauan dan kemampuan yang meningkat dalam hal membentuk suatu proses perubahan. Kader juga merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terhadap pengetahuan ibu tentang pola makan balita di Desa Sambirejo,

BAB V PEMBAHASAN. terhadap pengetahuan ibu tentang pola makan balita di Desa Sambirejo, BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data penelitian dan analisa hasil penelitian maka dilakukan pembahasan secara mendalam mengenai hasil penelitian. Pembahasan difokuskan untuk menjawab permasalahan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Limboto Barat Desa Daenaa selama ± 1 minggu. Sampel dihitung dengan menggunakan tabel penentuan besarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTIBIOTIKA 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibiotika merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Setelah digunakan pertama kali tahun 1940an, antibiotika membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia Menurut WHO, anemia gizi besi didefinisikan suatu keadaan dimana kadar Hb dalam darah hemotokrit atau jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG KEJANG DEMAM ANAK TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA (Studi di Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang)

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG KEJANG DEMAM ANAK TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA (Studi di Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang) PENGARUH PENYULUHAN TENTANG KEJANG DEMAM ANAK TERHADAP PENGETAHUAN ORANG TUA (Studi di Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang) LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap penggunaan antibiotik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) MAHASISWI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) MAHASISWI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) MAHASISWI Friska Wulandari 1, Suci Musvita Ayu 2 1,2 Fakultas Kesehatan masyarakat, universitas Ahmad dahlan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Agnesyanti Dwi Pujiawardani (2013) yang berjudul Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Apoteker dalam Pelaporan Efek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR

GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR GAMBARAN PENGETAHUAN SWAMEDIKASI GASTRITIS (MAAG) PADA MAHASISWA NON FARMASI FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antibiotik merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Antibiotik dan obat-obat sejenisnya yang disebut agen antimikrobial,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA INTISARI HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA Nurul Ainah 1, Aditya Maulana PP, M.Sc., Apt 2, Nadya Sari, S.Farm.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT Bernadeth Rante Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu Abstrak : Masalah gizi semula dianggap

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANTIBIOTIK PADA PENGUNJUNG APOTEK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SKRIPSI

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANTIBIOTIK PADA PENGUNJUNG APOTEK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANTIBIOTIK PADA PENGUNJUNG APOTEK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh: YUSUF SHOLIHAN K100110133 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PENYAKIT EPILEPSI ANAK TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... LEMBAR MOTTO..

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... LEMBAR MOTTO.. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... LEMBAR MOTTO.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI..... DAFTAR TABEL.... DAFTAR

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA BALITA DIARE DI RUMAH DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA BALITA DIARE DI RUMAH DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA BALITA DIARE DI RUMAH DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN ABSTRACT Esri Rusminingsih* Diare masih merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami pengeluaran feses secara terus menerus lebih dari tiga kali dalam satu hari dan memiliki karakteristik feses

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. PENGARUH EDUKASI TENTANG KESADARAN SITUASI TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN SITUASI PERAWAT BANGSAL DI RSUD dr.

KARYA TULIS ILMIAH. PENGARUH EDUKASI TENTANG KESADARAN SITUASI TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN SITUASI PERAWAT BANGSAL DI RSUD dr. KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH EDUKASI TENTANG KESADARAN SITUASI TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN SITUASI PERAWAT BANGSAL DI RSUD dr. HARDJONO PONOROGO Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah. Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Karya Tulis Ilmiah. Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TERHADAP TINGGINYA KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA Karya Tulis Ilmiah Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DI KOTA MANADO

PENGARUH PENYULUHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DI KOTA MANADO PENGARUH PENYULUHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DI KOTA MANADO Chalvy Wowiling, Lily Ranti Goenawi, Gayatri Citraningtyas Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado ABSTRACT

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI KAMAR OBAT PUSKESMAS GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI KAMAR OBAT PUSKESMAS GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI KAMAR OBAT PUSKESMAS GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh : ZULIANA STYARINI K 100070029 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antibiotik telah digunakan selama 60 tahun untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi (WHO, 2014). Menurut Kemenkes RI (2011) penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana. Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana. Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RS PARU SIDAWANGI, CIREBON, JAWA BARAT Disusun untuk Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan dan Sikap 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA PADA TAHUN 2010 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA PADA TAHUN 2010 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA PADA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : OKTAVIANI HIDAYATUNNUZAHA K I00060191 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk mencapai Derajat Magister Kedokteran Keluarga Dengan Minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sering terjadi pada penggunaan antibiotik, baik dengan menggunakan resep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sering terjadi pada penggunaan antibiotik, baik dengan menggunakan resep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penggunaan obat yang tidak rasional adalah salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Salah satu obat yang tidak rasional biasanya yang sering terjadi

Lebih terperinci

Kata kunci: Pengetahuan Pria, Andropause

Kata kunci: Pengetahuan Pria, Andropause i ii iii ABSTRAK Pengetahuan Pria Tentang Andropause Di RW 02 Kelurahan Keniten Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo Oleh : Emri Rani Aristi Andropause adalah turunnya kadar hormon testosteron pada pria

Lebih terperinci

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN PENGETAHUAN, KEYAKINAN DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA MASYARAKAT DI KELUARAHAN PADANG BULAN SELAYANG II SKRIPSI OLEH: BAIQ UMMI MURTAFIA NIM 121524166 PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: NURLINA BINTI

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh: REVTY AMELIA K100070004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

: SULCHAN CHRIS WARDANA NIM. J

: SULCHAN CHRIS WARDANA NIM. J PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI PADA POSYANDU GELATIK WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNDONG KABUPATEN BANTUL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

DINATIA BINTARIA S NIM.

DINATIA BINTARIA S NIM. PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN POSTER TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN JAJANAN MURID DI SD KELURAHAN PINCURAN KERAMBIL KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA TAHUN 2011 Oleh: DINATIA BINTARIA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya Pendahuluan Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Definisi antibiotik pd awalnya adalah suatu senyawa (substance) yg dihasilkanolehsatu mikroba, yang

Lebih terperinci