BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang kasus dengan kematian 816 orang (Incidence Rate/Angka Kesakitan =
|
|
- Leony Yuliani Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu masalah kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah perkotaan. Pada tahun 2012, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak kasus dengan kematian 816 orang (Incidence Rate/Angka Kesakitan = 37,11 per penduduk) dan jumlah kabupaten/kota terjangkit 417 (83,9%). Peningkatan ini menunjukkan semakin luasnya penyebaran DBD. Target rencana strategi Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2014 sebesar < 35 per penduduk (Kemenkes RI, 2013). Penyakit DBD dapat menyerang manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Pencegahan gigitan nyamuk menjadi strategi utama untuk menghindari terjangkitnya penyakit DBD karena belum ada obat yang efektif dan vaksin dengue yang spesifik (Tawatsin dkk., 2006). Pengendalian dilakukan terhadap stadium larva melalui Abatesasi dan untuk nyamuk dewasa dengan fogging. Larvasida yang paling luas digunakan di Indonesia adalah Abate SG-1 (Istiana dkk., 2012). Beberapa keluhan dalam penggunaan Abate sebagai pembasmi larva nyamuk adalah bau tidak enak, timbulnya karatan dalam drum penampung air, kemungkinan dampak resistensi terhadap nyamuk dan tingginya resiko yang berdampak terhadap kesehatan manusia apabila digunakan terus-menerus (Rumengan, 2010). Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu insektisida 1
2 2 alami yang lebih aman terhadap lingkungan dan mempunyai potensi resistensi yang lebih rendah. Insektisida alami tersebut dapat diperoleh dari metabolit sekunder beberapa jenis tanaman yang dapat mengendalikan populasi nyamuk. Kandungan racun dari metabolit sekunder dapat memberi tekanan pada insekta, dengan mempengaruhi sistem saraf dan tingkah lakunya (Sharma dkk., 1998). Penggunaan tanaman sebagai larvasida alami, terutama tanaman-tanaman lokal akan sangat bermanfaat bagi peningkatan potensi sumber daya alam lokal. Salah satu tanaman lokal yang dapat digunakan sebagai larvasida alami adalah jahe merah. Minyak atsiri jahe merah memiliki aktivitas sebagai larvasida Ae. aegypti dengan Lethal Concentration 50 % (LC 50 ) sebesar 3,94 ppm (Prasetyo, 2009). Komponen kimia dalam minyak atsiri jahe adalah monoterpenoid [β-felandren, (+)-kamfen, limonen, 1,8-sineol, sitronelol, geranial, geraniol, kurkumen, mirsen, α-pinen, geranilasetat, linalool, neral, sitral, terpineol, borneol] dan seskuiterpenoid [α-zingiberen (30-70%), β-seskuifelandren (15-20%), β-bisabolen (10-15%), (E-E)- α-farnesen, α-kurkumen, zingiberol] (BPOM RI, 2011). Sifat minyak yang tidak larut dalam air menjadi permasalahan baru karena akan membuat perubahan rasa, warna dan bau pada air serta membentuk dua lapisan yang tidak saling campur. Minyak akan berada di atas permukaan air dikarenakan berat jenis minyak lebih kecil daripada berat jenis air. Oleh karena itu, minyak atsiri jahe merah tidak dapat diaplikasikan secara langsung pada tempat penampungan air. Bentuk formulasi yang dipilih dalam penelitian ini
3 3 adalah granul dengan bahan tambahan laktosa yang larut dalam air dan tidak membuat perubahan rasa, warna dan bau pada air. Larva Ae. aegypti biasa bergerak lincah dan aktif memperlihatkan gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar mencari makanan secara berulangulang. Pada saat granul diaplikasikan, granul akan mengendap di dasar penampungan air dan bahan aktif akan terdispersi secara merata ke dalam air sedikit demi sedikit. Komponen minyak atsiri tersebut akan masuk ke dalam organ larva yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu granul minyak atsiri jahe merah efektif membunuh larva Ae. aegypti pada saat di permukaan air maupun pada saat turun di dasar penampungan air untuk mencari makan. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas granul minyak atsiri jahe merah sebagai larvasida terhadap Ae. aegypti dengan melihat nilai LC 50 dan LC 90. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah granul minyak atsiri jahe merah berpotensi sebagai larvasida terhadap Ae. aegypti? 2. Berapakah konsentrasi minyak atsiri jahe merah dalam granul yang dapat mematikan larva Ae. aegypti sebesar 50 % (LC 50 ) dan sebesar 90 % (LC 90 )?
4 4 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui potensi granul minyak atsiri jahe merah terhadap larva Ae. aegypti. 2. Mengetahui konsentrasi minyak atsiri jahe merah dalam granul yang dapat mematikan larva Ae. aegypti sebesar 50% (LC 50 ) dan sebesar 90 % (LC 90 ). D. Tinjauan Pustaka 1. Larvasida Larvasida merupakan golongan dari pestisida yang dapat membunuh larva pra dewasa atau sebagai pembunuh larva. Larvasida berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 suku kata, yaitu Lar berarti larva pra dewasa dan sida berarti pembunuh. Jadi larvasida dapat diartikan sebagai pembunuh larva pra dewasa atau pembunuh larva. Pemberantasan nyamuk menggunakan larvasida merupakan metode terbaik untuk mencegah penyebaran nyamuk. Parameter aktivitas larvasida suatu senyawa kimia dilihat dari kematian larva. Senyawa bersifat larvasida juga bisa digunakan sebagai sediaan insektisida untuk membasmi larva yang belum dewasa dan larva dewasa (Sudarmo, 1989). 2. Granul Granul merupakan kumpulan partikel kecil menjadi gumpalan partikel tunggal yang lebih besar sedangkan partikel awal masih dapat diidentifikasi.
5 5 Umumnya granul dibuat dengan cara melembabkan yaitu menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang ditekan melalui mesin pembuat granul. Granulasi adalah proses pembesaran ukuran partikel individual atau campuran serbuk untuk menghasilkan campuran obat dan eksipien dalam bentuk granul yang lebih besar dan lebih kuat daripada ukuran awal (Parikh, 2005). Prinsip pembuatan granul ada 4 tahap yaitu agregasi campuran serbuk dengan penambahan suatu cairan penggranul, pembagian massa, pengeringan granul dan mengayak bagian yang halus dan sekaligus menyiapkan granul, artinya melonggarkan butiran granul yang masih melekat bersama-sama dari proses pengeringan melalui gerakan yang hati-hati di atas ayakan sehingga terbentuk butiran granul. Granul disebar dalam lapisan tipis dan dikeringkan (Voigt, 1994). 3. Jahe a. Klasifikasi Jahe diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae
6 6 Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale Roscoe (BPOM RI, 2011) b. Nama 1. Nama ilmiah : Zingiber officinale Linn. Var. rubrum 2. Nama daerah : Halia barah (Aceh); jahe sunti (Jawa) 3. Nama asing : red ginger (Inggris); Chiang (Cina) (Herlina dkk., 2002). c. Deskripsi Habitus : Herba, semusim, tegak, tinggi cm Batang : Semu, beralur, membentuk rimpang, hijau Daun : Tunggal, bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, panjang 3 5 cm, lebar 1,5 2 cm, tangkai panjang ± 2 cm, hijau merah. Bunga : Kelopak bentuk tabung, bergigi tiga, mahkota bentuk corong, panjang 2 2,5 cm, ungu. Buah Biji Akar : Kotak, bulat panjang, cokelat. : Bulat, Hitam. : Serabut, putih kotor. (Syamsuhidayat & Hutapea, 1991) d. Kandungan kimia dan efek farmakologis Jahe merah memiliki rasa pedas dan bersifat hangat. Beberapa bahan kimia dalam jahe diantaranya glukosida, sulfonat, minyak atsiri, gingerol, gingerdion, gingerdiol, paradol, shogaol, fenil alkaloid, dan
7 7 enzim proteolitik zingibalin (BPOM RI, 2011). Efek farmakologis yang dimiliki oleh jahe merah diantaranya merangsang ereksi, penghambat keluarnya enzim 5-lipoksigenase dan siklo-oksigenase serta meningkatkan aktivitas kelenjar endokrin, memperlambat proses penuaan, merangsang regenerasi sel kulit, dan bahan pewangi (Herlina dkk., 2002). 4. Minyak Jahe Minyak jahe merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari jahe melalui proses penyulingan. Minyak atsiri jahe merah berwarna kuning cokelat hingga kemerah-merahan, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberi aroma yang khas pada jahe. Berat jenis minyak atsiri lebih kecil dibandingkan dengan air. Dari setiap rimpang jahe umumnya dapat dihasilkan 1-3 % minyak atsiri. Dalam istilah perdagangan internasional minyak jahe dikenal dengan nama ginger oil. Kandungan minyak atsiri dipengaruhi oleh umur tanaman. Semakin tua umur jahe, kandungan minyak semakin banyak sampai mencapai umur optimal (12 bulan). Namun, selama dan sesudah pembungaan, persentase kandungan minyak atsiri tersebut berkurang, sehingga dianjurkan tidak melakukan pemanenan pada saat itu. Oleh karena itu, selain umur tanaman kandungan minyak atsiri jahe juga dipengaruhi oleh umur panen (Herlina dkk., 2002). Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58-2,72% dihitung berdasarkan berat kering. Komponen kimia minyak atsiri jahe adalah monoterpenoid [β-felandren, (+)-kamfen, limonen, 1,8-sineol, sitronelol, geranial, geraniol, kurkumen, mirsen, α-pinen, geranilasetat, linalool, neral,
8 8 sitral, terpineol, borneol] dan seskuiterpenoid [α-zingiberen (30-70%), β- seskuifelandren (15-20%), β-bisabolen (10-15%), (E-E)- α-farnesen, α- kurkumen, zingiberol] (BPOM RI, 2011). 5. Minyak atsiri Minyak atsiri yang dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatil oil) merupakan minyak yang dihasilkan tanaman. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, berasa getir, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri bagi tanaman berfungsi untuk: a. Membantu proses penyerbukan dengan cara menarik larva atau hewan tertentu. b. Mencegah rusaknya tanaman karena larva atau hewan. c. Cadangan makanan dalam tanaman. Sisa dari metabolisme tanaman dapat berupa minyak atsiri. Minyak atsiri yang terbentuk merupakan hasil dari reaksi berbagai persenyawaan kimia dalam tanaman dengan adanya air. Sintesis minyak atsiri dapat terjadi di dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman atau dalam pembuluh resin. Variasi komposisi dalam minyak atsiri dapat disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman penghasil, iklim, keadaan tempat tumbuh, umur pemanenan, metode ekstraksi, dan cara penyimpanan (Ketaren, 1985).
9 9 6. Aedes aegypti a. Taksonomi Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Hexapoda/insecta : Diptera : Culicidae : Aedes : Aedes aegypti (Boror dkk., 1989) b. Morfologi Telur Ae. aegypti berbentuk lonjong, panjangnya ± 0,6 mm dan beratnya 0,0113 mg. Pada waktu diletakkan telur berwarna putih, 15 menit kemudian telur menjadi abu-abu dan setelah 40 menit menjadi hitam. Pada dindingnya terdapat garis-garis menyerupai kawat kasa atau sarang tawon (Sungkar, 2005). Gambar 1. Telur Ae. aegypti (CDC Public Health Image Library, 2008) Larva Ae. aegypti melalui 4 stadium larva dari instar I, II, III dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong
10 10 pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar III berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernafasan berwarna cokelat kehitaman. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). Larva instar IV mempunyai tanda khas yaitu pelana yang terbuka pada segmen anal, sepasang bulu siphon dan gigi sisir yang berduri lateral pada segmen abdomen ke-7 (Sungkar, 2005). Gambar 2. Larva Ae. aegypti (Cutwa, 2008) Sebagaimana larva, pupa juga membutuhkan lingkungan akuatik (air). Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai beberapa minggu (Supartha, 2008).
11 11 Gambar 3. Pupa Ae. aegypti (Zettel, 2008) c. Siklus hidup Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Soegijanto, 2004). 1. Telur 4. Nyamuk dewasa 2. Larva 3. Pupa Gambar 4. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti (CDC, 2012)
12 12 7. Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen / analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium, atau lempeng plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar & Rohman, 2012). Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Posisi dan identifikasi tiap bercak zat terlarut ditunjukkan oleh faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara pusat bercak dan garis awal dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak dihitung dari garis awal tempat penotolan. Nilai Rf dipengaruhi oleh kelembaban zat penjerap, penjenuhan bejana kromatografi, suhu, ph fase diam, ukuran sampel dan parameter pelarut. Beberapa Keuntungan KLT adalah: (1) KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis; (2) identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresens, atau dengan radiasi menggunakan ultra violet; (3) dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi; (4)
13 13 ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar & Rohman, 2012). KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik baik untuk analisis secara kuantitatif atau secara kualitatif. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang telah dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Penggunaan KLT antara lain adalah untuk: menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi dan menentukan efektivitas pemurnian (Gandjar & Rohman, 2012). 8. Kromatografi Gas - Spektrometri Massa Kromatografi Gas - Spektrometri Massa atau dikenal GC-MS (Gas Chromatography - Mass Spectrometry) merupakan gabungan 2 sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling melengkapi dan menguntungkan. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen senyawa dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan menggunakan GC. Pemisahan menggunakan GC dapat menghindari atau menghilangkan efek dari penguapan. Keuntungan menggunakan GC-MS adalah cepat dan akurat dalam memisahkan campuran yang rumit, mampu menganalisis cuplikan dalam jumlah sangat kecil, dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur serta identitas senyawa organik. Sistem pengolahan data yang digunakan adalah dengan komputerisasi. Informasi
14 14 yang diperoleh dari GC-MS ada 2 macam, yaitu informasi hasil GC berbentuk kromatogram dan hasil MS berbentuk spektrum massa. Kromatogram dapat memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang terdapat dalam campuran, sedangkan spektrum massa memberikan informasi tentang jenis dan jumlah fragmen molekul (Agusta, 2000). E. Landasan Teori Minyak atsiri jahe merah berpotensi sebagai larvasida alternatif yang lebih aman untuk kesehatan dan ramah lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas larvasida minyak atsiri jahe merah dengan 5 variasi kadar didapatkan nilai LC 50 sebesar 3,94 ppm (Prasetyo, 2009). Komponen kimia dalam minyak atsiri jahe adalah monoterpenoid [β-felandren, (+)-kamfen, limonen, 1,8-sineol, sitronelol, geranial, geraniol, kurkumen, mirsen, α-pinen, geranilasetat, linalool, neral, sitral, terpineol, borneol] dan seskuiterpenoid [α-zingiberen (30-70%), β- seskuifelandren (15-20%), β-bisabolen (10-15%), (E-E)- α-farnesen, α-kurkumen, zingiberol] (BPOM RI, 2011). Aktivitas insektisida dari senyawa murni yang berasal dari alam dengan LC 50 1 mg/ml merupakan senyawa yang potensial sebagai insektisida hayati (Mc Laughlin & Rogers, 1999). Sihuincha dkk. (2005) melaporkan bahwa formulasi larvasida berbentuk granul melepaskan zat aktifnya ke dalam penampungan air selama 5 bulan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, granul akan melepaskan zat aktif secara perlahan-lahan dan efektif untuk membunuh larva Ae. aegypti.
15 15 F. Hipotesis 1. Granul minyak atsiri jahe merah berpotensi sebagai larvasida alami terhadap Ae. aegypti. 2. Nilai LC 50 dan LC 90 granul minyak atsiri jahe merah 1 mg/ml.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena tingkat kesakitannya yang tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam upaya mendukung program pelayanan kesehatan gigi. Back to nature atau kembali ke bahan alam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor) Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati urutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.
Lebih terperinciOleh: Niluh Putu Febrina Astarini. Prof. Dr. Perry Burhan, M.Sc Dra. Yulfi Zetra, MS Jurusan Kimia-ITS 2010
MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH Citrus grandis, Citrus aurantium (L.) dan Citrus aurantifolia (RUTACEAE) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI DAN INSEKTISIDA Oleh: Niluh Putu Febrina Astarini (1406100015) Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciBeberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :
Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kasus DBD di Indonesia pertama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta pemulihan kesehatan. Hal ini disebabkan karena tanaman banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya diperantarai oleh nyamuk, salah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat Penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor penting dan utama untuk penyakit parah dan sangat menular ke manusia (Lokesh et al., 2010). Vektor utama penyakit malaria di daerah Jawa adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Malaria dan demam berdarah merupakan penyakit tropis dan menimbulkan epidemi yang luas dan cepat (Lailatul et al., 2010). Nyamuk adalah ancaman utama bagi 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Minyak atsiri yang juga dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Minyak tersebut mudah menguap pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah juga pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya (Borror dkk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya dapat menyebabkan rasa gatal saja, nyamuk juga mampu menularkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus memiliki peran penting dibidang kesehatan. Kedua spesies ini merupakan vektor penyakit demam kuning (yellow fever), demam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecombrang (Etlingera elatior) 1. Klasifikasi Berdasarkan Cronquist (1981) serta Ibrahim dan Setyowati (1999), klasifikasi kecombrang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA
PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas disertai bintik-bintik merah pada kulit. Demam Berdarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak atsiri lazim dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau volatile. Definisi minyak atsiri adalah senyawa yang pada umumnya berwujud cair dan diperoleh dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis
Lebih terperinciSISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI
SISTEM DAUR ULANG ANTI NYAMUK ELEKTRIK DENGAN MENGGUNAKAN KULIT DURIAN (Durio zibethinus Murr) UNTUK PENGENDALIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI Asna Umar, Helina Jusuf, Lintje Boekoesoe 1 asnaumarkesmas@gmail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular dapat menyebar dengan berbagai cara, salah satunya melalui perantara serangga (vector borne disease). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
Lebih terperinciDi sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin
Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Usaha proteksi diri terhadap nyamuk Kelambu Repelan Paling digemari masyarakat Praktis Mudah dipakai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris yang dilakukan dengan rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI. Minyak atsiri disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat
11 BAB III DASAR TEORI 3.1 Minyak Atsiri Minyak atsiri disebut juga minyak eteris adalah minyak yang bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai
3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).Penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit menular yang masih menyerang penduduk dunia sampai saat ini. DBD merupakan salah satu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized
III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria (Anopheles), kaki
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Srikaya (A. squamosa L.) 2.1.1 Taksonomi Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen;
Lebih terperinciI. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013
I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorik dengan
27 BAB III METODE PENELITIAN A. Design Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola posttest only with control
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) : Monocotyledonae. : Pandanus
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Pandan Wangi: Regnum Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk pada umumnya dan Aedes aegypti pada khususnya merupakan masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan iklim tropis termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nama umum : Kenikir (Backer and Van Den Brink, 1965).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan kenikir (C. caudatus) Kedudukan tanaman kenikir dan sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae
Lebih terperinciBAB I TINJAUAN PUSTAKA
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Uji Efektivitas Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Tanaman Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl Tanaman yang awalnya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia. Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan ditaksir sebanyak 25 ribu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue. Vektor utama dalam penyebaran infeksi virus dengue
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian Penelitian ini berbentuk eksperimen semu (Quasi ekspperiment) yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit durian (Durio zibethinus Murr) dalam pengendalian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya
Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak ethanol
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang
III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang terdiri dari 4 perlakuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam
TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh Menurut Bulan (2004) klasifikasi dari tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Divisio Sub-Divisio Kelas Sub-Kelas
Lebih terperinciEKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I
EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis
Lebih terperinci