BAB I PENDAHULUAN (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan"

Transkripsi

1 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) setelah perubahan menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, sedangkan UUD NRI Tahun 1945 sebelum perubahan mengatur bahwa Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat 1. Setelah perubahan diatur bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi terletak pada suatu lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi berada di tangan rakyat dan kedaulatan tersebut di pegang secara langsung oleh rakyat. Pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia lebih lanjut diwujudkan melalui penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah, dengan diundangkanya Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 2 (selanjutnya disingkat UU No. 32 Tahun 2004). Undang-Undang ini mempuyai peran strategis dalam rangka pengembangan demokrasi, keadilan, pemerataan kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan 1 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar sebelum perubahan 2 Lembaran Negara Republik Indonesia ( yang selanjutnya disebut LNRI) Tahun 2004 No.125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut TLNRI) No. 4437

2 10 daerah serta menata daerah untuk menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3 Pelaksanaan pemerintahan yang demokratis pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah dilaksanakan dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menetapkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali dan diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD. Sedangkan aturan tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diatur dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah. 4 Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Karena pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah (yang selanjutnya disingkat Pilkada) berada pada bab tentang pemerintahan daerah, maka pengaturan Pilkada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah. 5 Masyarakat di daerah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari warga negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bagian umum. 4 Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara MK dalam praktik,disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung MKRI, Jakarta 24 Agustus 2009 h.19 5 Ibid

3 11 Karena itu, masyarakat di daerah harus diberi kesempatan untuk ikut menentukan masa depan daerahnya masing-masing, antara lain memilih kepala daerah dan wakil kepala daerahnya secara langsung, 6 dan berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 maka dilaksanakanlah pemilihan umum kepala dan wakil kepala daerah secara langsung atau atau sering disingkat Pilkada Langsung. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun tentang penyelenggaran Pemilu (selanjutnya disingkat UU No.22 Tahun 2007), perubahan ketentuan Pilkada juga terjadi yaitu dilaksanakannya pemilihan secara langsung oleh rakyat, juga Pilkada yang tadinya masuk dalam rezim pemerintahan daerah, kemudian ditentukan menjadi rezim pemilu. Akibat yang timbul adanya pergeseran tersebut maka penyelesaian sengketa hasil Pilkada yang tadinya dilakukan oleh Mahkmah Agung kemudian berpindah ke Mahkamah Konstitusi. 8 Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2007, 9 Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menentukan: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Pasal 24C ini mengatur secara tegas kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilu baik pemilu yang dilakukan secara 6 H. Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,2005, h LNRI Tahun 2007 No.59, TLNRI No Maruarar Siahaan, Loc.cit. 9 Ahmad Zaenudin, www. Ahmad_ Zaenudin blogshop.com, Sabtu 19 September 2009

4 12 nasional maupun pemilu yang dilakukan untuk memilih kepala dan wakil kepala daerah. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan tentang hasil pemilu ini juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkmah Konstitusi (selanjutnya disebut UU No.24 Tahun 2003) 10 Juncto Pasal 12 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan-ketentuan tersebut menegaskan menegaskan bahwa salah satu kewenangan konstitusional MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. 11 Berdasarkan ketentuan pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 keberatan mengenai hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon diajukan ke Mahkamah Agung atau menjadi kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan tersebut kemudian dicantumkan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun (Selanjutnya disebut UU No.12 Tahun 2008) pada Pasal 236C menentukan: Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan 10 LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLNRI No Maruar Siahaan op.cit h Ibid 13 LNRI No.59 Tahun 2008,LNRI 4844

5 13 kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang- Undang ini diundangkan. Pengajuan perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah kepada Mahkamah Konstitusi setelah lahirnya Pasal 236C tersebut, tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa sebelum berlalu tenggang waktu 18 bulan Mahkamh Konstitusi berpendapat diperlukan terlebih dahulu tindakan hukum untuk mengalihkan wewenang tersebut oleh Mahkamah Agung. 14 Sebuah pendapat berbeda sumbernya mengemukakan bahwa tindakan hukum demikian tidak diperlukan dan dengan ketentuan dalam Pasal 236C tersebut Mahkamah Konstitusi sudah berwenang selanjutnya ketentuan Pasal 236C merupakan pilihan forum bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukannya, apakah kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Tampaknya hal tersebut mendorong percepatan pangalihan kewenangan dari Mahkamah Agung, sehingga kemudian pada tanggal 29 Oktober 2008 Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkmah Konstitusi bersama-sama menandatangani Berita Acara Pengalihan Wewenang Mengadili perselisihan hasil pilkada sebagai pelaksaaan Pasal 236C UU No.12 Tahun 2008 di atas. 15 Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada merupakan kewenangan yang baru dimiliki oleh Mahkamh Konstitusi karena sebelumnya merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sehingga pengalihan kewenangan ini juga merupakan hal yang menarik untuk dibahas karena berhubungan dengan perkembangan ketatanegaraarn kita 14 Ibid h Ibid h.21

6 14 khususnya ditinjau berdasarkan Hukum Tata Negara dan karenanya juga berdampak pada perkembangan hukum acara Mahkamah Konstitusi. Contoh Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan hasil Pilkada adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Persilisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi yang diajukan oleh Drs. Parlemen Sinaga, M.M dan Dr. Budiman Simanjuntak, M.kes sebagai Pemohon terhadap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara sebagai Termohon.Yang menjadi permasalahan utama dalam permohonan yang diajukan oleh pemohon tersebut adalah keberatan terhadap hasil perhitungan suara pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan berdasarkan penetapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah daerah dan wakil kepala daerah Dairi tahun 2008 putaran kedua bertanggal 13 Desember Kasus Pilkada Dairi ini menarik ditinjau dari sudut pandang Hukum Tata Negara karena yang melaksanakan kewenangan memutus perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi yang keputusanya berdasarkan landasan-landasan Hukum yang telah disebutkan diatas. Dalam kasus ini akan dilihat bagaimana Mahkamah Konstitusi melaksanakan kewenangannya berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya.

7 15 B. Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan utama dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi alasan diajukannya Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi? 2. Apakah yang menjadi landasan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya memutus perselisihan hasil Pilkada? 3. Bagaimanakah Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui: 1. Proses pelaksanaan Pilkada Kabupaten Dairi putaran pertama dan kedua. 2. Dasar diajukannya permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. 3. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. 4. Tugas dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman. 5. Perkembangan hukum acara serta ketentuan beracara perkara Perselisihan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi. 6. Mengetahui Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan yang menjadi Manfaat Penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Secara Teoretis

8 16 Pembahasan masalah-masalah diatas diharapkan akan menambah wawasan pembaca, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil Pilkada. 2. Manfaat Secara Praktis Bermanfaat bagi pembaca dan semua orang yang berminat mempelajari dan mendalami pelaksanaan kewenangan MK dalam memutus perselisihan Pilkada. Penulisan ini diharapkan mampu menggambarkan pelaksanaan kewenangan MK dalam Putusannya Nomor 60/PHPU.D-VI/2008 tentang Putusan MK terhadap perselisihan Pilkada Kabupaten Dairi. D. Keaslian Penulisan Sepanjang yang penulis ketahui Penulisan mengenai Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi) yang diangkat menjadi judul skripsi ini yang kemudian dijadikan sebagai dasar perumusan dan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum. Begitu juga berdasarkan data yang penulis dapatkan dari perpustakaan Fakultas Hukum USU Judul ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dilihat dari substansi pembahasan serta studi kasus yang diangkat penulis dalam skripsi ini,maka dapat dipastikan bahwa skripsi ini belum pernah ditulis

9 17 oleh orang lain sehingga dengan demikian skripsi ini merupakan karya penulis yang asli dan dapat penulis pertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan kepustakaan yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Paham Kedaulatan yang Dianut di Indonesia Kedaulatan merupakan terjemahan dari kata Souvereignty (bahasa Inggris) atau Souvereinete (bahasa Prancis) atau Sovranus (bahasa Italia) yang semuanya yang semuanya diturunkan dari kata latin superanus yang berarti yang tertinggi. Franz Magnis Suseno Menyebutkan; Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak tergantung dan tanpa terkecuali. 16 Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menyebutkan; Kedaulatan dalam arti yang bersifat teknis ilmiah kata kedaulatan itu biasanya diidentikkan dalam pengertian kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaran kegiatan bernegara. 17 Jika dilihat dari segi internal atau kedaulatan internal dapat dikatakan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menganut teori atau paham kedaulatan yang unik. UUD NRI Tahun 1945 menggabungkan konsep kedaulatan Rakyat, kedaulatan hukum, dan kedaulatan Tuhan secara sekaligus. 18 Pasal 1 ayat (2) menyatakan, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.Ketentuan ini mencerminkan 16 Hendarmin Ranadireksa, visi bernegara Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokus Media,Bandung,2007 h Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT.Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007,h Ibid h.149.

10 18 bahwa Undang-Undang NRI Tahun 1945 menganut kedaulatan rakyat atau demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang dasar atau constitution democracy sedangkan pasal 1 ayat (3) menegaskan, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Inilah yang dimaksud dengan paham kedaulatan hukum yang pada pokoknya menganut prinsip supremasi hukum. Hukumlah yang merupkan penglima tertinggi, bukan politik ataupun ekonomi. Artinya baik konsep kedaulatan rakyat maupun konsep kedaulatan hukum samasama dianut oleh UUD NRI Tahun Bersamaan dengan itu, gagasan kedaulatan Tuhan juga diakui dan dianut dalam UUD NRI Tahun pertama, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengakui bahwa perjuangan kemerdekaan dapat berhasil Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa... kedua, pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan...negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,... ketiga, pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa sebelum memangku jabatan setiap presiden dan / atau wakil presiden diharuskan bersumpah atau berjanji dengan menyatakan Demi Allah (untuk disumpah); keempat pasal 29 ayat (2) menyatakan : negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu. 20 Hanya saja paham kedaulatan Tuhan itu tidak terjelma atau diwujudkan dalam diri raja atau ratu seperti paham teokrasi (Theocracy) yang pernah 19 Ibid 20 Ibid

11 19 dibuktikan pada sejarah negara-negara eropa di masa lalu.ide kedaulatan Tuhan itu diwujudkan dalam prinsip kebebasan setiap individu dalam sistem demokrasi dan dicerminkan pula dalam sistem hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar. kedaulatan Tuhan itu terintegrasi secara sistematis di dalam paham kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi). Artinya paham Ketuhanan Yang Maha Esa itu menyatu dalam demokrasi dn negara hukum. 21 Selain kedaulatan yang telah dibahas di atas UUD NRI Tahun 1945 juga menganut Kedaulatan Politik, Ekonomi, dan Sosial seperti yang tercantum pada Bab XIV UUD NRI 1945, pasal 33 ayat (4), pasal 33 ayat (3), pasal 33 (2), pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Hubungan Paham Kedaulatan Rakyat dengan Pelaksanaan Pemilu dan Demokrasi Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 23 Ciri-ciri negara hukum menurut International Commision of Jurists pada konferensinya di Bangkok pada tahun 1965 adalah sebagai berikut : 24 a. Perlindungan konstitusional artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. c. Pemilihan umum yang bebas. d. Kebebasan menyatakan pendapat. 21 Ibid h Ibid h Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Fatkhurohman dkk, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h.6

12 20 Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri-ciri tersebut. Sebagai contoh adalah pelaksanaan pemilihan umum yang bebas yang berhubungan dengan paham kedaulatan rakyat yang diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun Paham kedaulatan rakyat yang dianut di Indonesia mempuyai arti bahwa rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Negara yang berkedaulatan rakyat adalah negara demokrasi, negara dikatakan berkedaulatan rakyat adalah apabila rakyat berperan serta langsung maupun tidak langsung menentukan nasib dan masa depan negara. Dan negara yang berkedaulatan rakyat adalah apabila ada kejelasan tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Untuk itu konstitusi negara yang berkedaulatan rakyat akan mencantumkan dengan jelas pasal-pasal HAM yang berisikan hak-hak asasi manusia yang harus dilaksankan negara sekaligus tidak boleh dilanggar dilanggar oleh negara,penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kontrak sosial, kontrak sosial diartikan sebagai kepercayaan,persetujuan,sekaligus pemberian mandat rakyat kepada penyelenggaran negara yang dipilih dalam pemilihan umum. 25 Pelaksanaan dari kedaulatan rakyat menurut Hendarmin Ranadireksa : 26 a. Pemilihan Umum. b. Referendum. c. Kebebasan berkumpul dan berserikat. d. Kebebasan menyatakan pendapat. e. Hak untuk tahu. 25 Hendarmin Ranadireksa, loc. cit 26 Ibid h

13 21 f. Desentralisasi pemerintahan dan dekonsentrasi kekuasaan g. Hukum yang berkedaulatan rakyat. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni demos yang berarti rakyat atau penduduk setempat dan cratein atau kartos yang berarti pemerintahan. Jadi secara bahasa (etimologi) demokrasi adalah pemerintahan rakyat banyak. Dalam pengertian peristilahan (terminologis) Abraham Lincoln ( ) presiden Amerika Serikat yang ke-16 mengatakan bahwa Democracy is government of the people, by the people and for the people atau demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Karena itu pemerintahan dikatakan demokratis jika kekuasaan negara berada ditangan rakyat dan segala tindakan negara ditentukan oleh kehendak rakyat. 27 Negara demokrasi ialah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri dengan persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri oleh Ismail Sunny diartikan sebagai wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu negara. Pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendatipun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak sama. 28 Indonesia memiliki ciri demokrasi tersendiri yaitu demokrasi pancasila. Dalam demokrasi pancasila pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan melalui mekanisme perwakilan. rakyat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya untuk 27 H. Deddy Ismatullah, Asep A. Sahid Gatara Fh, Ilmu Negara Dalam Perspektif Kekuasaan,Masyarakat,Hukum dan Agama, CV. Pustaka Setia, Bandung,2007 h Fatkhurohman dkk, op.cit h.9

14 22 menentukan kebijaksanaan dalam berbagai segi politik negaranya. Walaupun demokrasi perwakilan yang dianut dalam pelaksanaannya tidak menafikan demokrasi langsung partisipatoris. 29 Dari uraian di atas jelaslah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang berarti bahwa kedaulatan sepenuhnya ada di tangan rakyat, sedangkan pelaksanaannya atau realisasinya sebagian melalui saluran perwakilan dan sebagian lagi melalui demokrasi langsung. 30 Dalam pelaksanaannya demokrasi sangat membutuhkan berbagai lembaga politik. Robert A. Dahl dalam bukunya Perihal Demokrasi menerangkan lembaga politik yang diperlukan demokrasi diantaranya: 31 a. Para pejabat yang dipilih. Pemegang atau kendali terhadap segala keputusan pemerintahan mengenai kebijakan secara konstitusional berada ditangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi pemerintahan demokrasi modern ini merupakan demokrasi perwakilan. b. Pemilihan Umum yang jujur,adil,bebas dan berperiodik. Para pejabat dipilih melalui Pemilu. c. Kebebasan berpendapat, warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa halangan dan ancaman dari penguasa. Bentuk-bentuk demokrasi dilihat dari sudut pandang cara penyaluran kehendak rakyat dibedakan menjadi: 32 a. Demokrasi langsung, yakni rakyat langsung mengemukakan kehendaknya dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat. b. Demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif yakni rakyat menyalurkan kehendaknya dengan memilih wakil wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini pada umumnya negara-negara mennjalankan demokrasi perwakilan mengingat jumlah 29 Ibid 30 Ibid 31 H.Deddy Ismatullah, Asep A. Sahid Gatara Fh, loc.cit 32 Ibid h.120

15 23 penduduk yang cenderung bertambah banyak dan wilayah negara yang semakin luas sehingga demokrasi langsung sulit untuk dilaksanakan. c. Demokrasi perwakilan dengan sistem refrendum yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi dewan ini dikontrol oleh pengaruh dengan sistem refrendum dan inisiatif rakyat. Pemilu adalah sarana demokrasi yang dari padanya dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki kursi di lembaga politik negara legislatif dan/atau ekskutif. Melalui Pemilu rakyat memilih figur yang dipercaya yang akan mengisi jabatan eksekutif dan/atau jabatan legislatif. Dalam Pemilu rakyat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih secara bebas dan rahasia menjatuhkan pilihan kepada figur yang dinilai sesuai aspirasinya. Tentu tidaklah mungkin seluruh aspirasi dapat ditampung. Dari sekian banyak pilihan aspirasi maka suara terbanyak pemilih dinyatakan sebagai pemenang karena ia mewakili kehendak rakyat yang terbanyak pula. Aspek terpenting dalam demokrasi adalah mengakui dan menghormati suara mayoritas. 33 Pelaksanaan Pemilihan Umum (yang dalam hal ini menyangkut pelaksanaan Pilkada) bertujuan mewujudkan kedaulatan rakyat, adapun tujuan dari pelaksanaan Pemilihan Umum (General Election) atau pemilu menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie pada pokoknya dapat dirumuskan menjadi empat yaitu: 34 a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib. b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan. c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara. 33 Hendarmin Ranadireksa, Op.cit h Jimly Asshiddiqie, op.cit h.754

16 24 Untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati, dan walikota beserta wakilnya masing-masing maka rakyatlah sendirilah yang secara langsung harus menentukan melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang bersifat langsung. 35 Untuk memilih wakil-wakil rakyat dan juga memilih para pejabat publik tertentu yang akan memegang tampuk kepemimpinan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan eksekutif baik ditingkat pusat, provinsi,maupun kabupaten/kota diadakan pemilihan umum secara berkala yaitu setiap lima tahun sekali. Mekanisme pemilihan umum ini merupakan perwujudan penyaluran aspirasi dan kedaulatan rakyat secara langsung sesuai dengan kalender ketatanegaraan setiap lima tahunan. 36 Sejarah politik mencatat, Pilkada telah dilakukan dengan tiga jenis sistem. yakni sistem penunjukan / pengangkatan oleh pemerintahan pusat (masa kolonial Belanda, Jepang (UU No.27 Tahun 1902)); UU No.22 Tahun 1948; Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 Joncto Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960) sistem pemilihan perwakilan semu (UU No.18 Tahun 1965;UU No.5 Tahun 1974) dan sistem pemilihan perwakilan ( UU No.22 Tahun 1999) Pengertian Mahkamah Konstitusi dan Kewenangannya Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada 35 Ibid, h Ibid h Joko J.Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Lembaga Penelitian,Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2008, h. 158

17 25 Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun Sedangkan menurut pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24C UUD NRI 1945 Joncto Pasal 10 UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, mengatur bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk: a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun c. Memutus pembubaran partai politik. d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Kemungkinan terjadinya perselisihan tentang hasil pemilu sangat terbuka dalam setiap pelaksanaan pemilu di suatu negara, terlebih bagi Indonesia yang menapaki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Oleh karenanya, pada setiap negara demokratis terdapat lembaga pengawas dan/atau pemantau pemilu guna memperkecil terjadinya kecurangan atau pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu. Di samping itu, lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu juga sangat penting keberadaannya. 39 Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu. Pasal 74 ayat (2) UU No.23 Tahun 2004 menyatakan bahwa: 38 Pasal 1 Sub 1 UU No.24 Tahun 2003 Tentang MK,LNRI Tahun 2003 No.98, TLNRI No Fatkhurohman dkk, op.cit h.49

18 26 Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi hanya dapat diajukan terhadap hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi : Terpilihnya calon anggota DPR. Penentuan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan. Kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi menurut pasal 74 ayat (2) tersebut di atas kemudian mengalami perkembangan sejak dikeluarkanya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang pada Pasal 236C menentukan: Penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas bulan) sejak Undang-Undang ini diundangkan, dan ditandatanganinya berita acara pengalihan wewenang mengadili dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 29 Oktober 2008 oleh Ketua Mahka mah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksaaan Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tersebut. Metode Pengumpulan Data Metode merupakan suatu cara yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan untuk menunjang usaha penyusunan dan pembahasan skripsi. Metode pegumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah berupa bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar dan Perundanganundangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia serta

19 27 putusan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang diteliti adalah bahan pustaka berupa buku-buku, karya ilmiah serta dari situs internet. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini maka skripsi ini dibuat kedalam beberapa bab dan sub bab sebagai berikut: Bab I : Pendahulan, menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan. Bab II : Menguraikan tentang Pelaksanaan Pilkada Dairi Sebagai Perwujudan Kedaulatan Rakyat, yang terbagi kedalam lima sub bab yaitu: A. Pengertian Pilkada B. Landasan yuridis pelaksanaan Pilkada C. Syarat- syarat pencalonan Kepala Daerah D. Pelaksanaan Pilkada Dairi: 1. Pilkada Dairi putaran pertama 2. Pilkada Dairi putaran kedua E. Perselisihan hasil Pilkada Dairi Pasca Putaran Kedua Bab III : Menguraikan tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pilkada, yang terbagi kedalam tiga sub bab yaitu : A. Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

20 28 2. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Bagian Dari Kekuasaan Kehakiman B. Perkembangan Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi C. Landasan yuridis pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan pilkada Bab IV: Menguraikan tentang Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstistusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada Dairi (Studi kasus putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2008), yang terdiri dari lima sub bab yaitu: A. Proses Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi oleh Drs. Parlemen Sinaga dan dr.budiman Simanjuntak M.Kes 1. Pengajuan Permohonan 2. Pendaftaran Permohonan dan Jadwal Persidangan 3. Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak B. Pemeriksaan perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi 1. Pemeriksaan Administratif 2. Pemeriksaan Pendahuluan 3. Pemeriksaan Persidangan C. Proses Pembuktian dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi. D. Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi dalam memutus perselisihan Pilkada Dairi. E. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi (Putusan MK No. 66/PHPU.D-VI/2009)

21 29 Bab V : Menguraikan tentang Penutup yang terdiri dua sub bab yaitu: A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada I. PEMOHON Dani Muhammad Nursalam bin Abdul Hakim Side Kuasa Hukum: Effendi Saman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi) PELAKSANAAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Dairi) Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN

Lebih terperinci

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 08/PMK/2006 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA KEWENANGAN KONSTITUSIONAL LEMBAGA NEGARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilkada itu dilaksanakan, berikut implikasi-implikasinya, juga bisa dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. pilkada itu dilaksanakan, berikut implikasi-implikasinya, juga bisa dijadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan kepala daerah yang bebas dan adil merupakan salah satu indikator prosedural bagi ada tidaknya demokrasi di suatu negara. Bagaimana pilkada itu dilaksanakan,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum. Pasca perubahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci