PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH WARGA SIPIL (STUDI: POLDA SUMBAR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH WARGA SIPIL (STUDI: POLDA SUMBAR)"

Transkripsi

1 PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH WARGA SIPIL (STUDI: POLDA SUMBAR) Irwandy Hendrik 1, Dr.Uning Pratrimaratri 1, Syafridatati 2 Jurusan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Irwandy_Hendrik@yahoo.co.id Abstract The Police Department is one of the institutions that have the task in the field of public order. The Police Department has the authority to issue permits the use of firearms by civilians. Possession of firearms by civilians, whether legal or illegal are often misused. The problem in this study are: (1) What is the role of the police in tackling the misuse of firearms (2) What factors a barrier to tackling the misuse of firearms (3) What efforts to overcome a barrier in tackling the misuse of firearms. This research uses the juridical socio legal approach that is by doing research in West Sumatera regional police. Source data obtained from the primary data and secondary data, primary data obtained from conducting interviews, secondary data obtained from studies of the document. Such Data in qualitative analysis. From the results it can be concluded: (1) the role of the police in tackling the misuse of firearms, such as conducting an investigation if there is misuse of firearms (2) restricting Factor in tackling the misuse of firearms is the cost of the investigation, the society does not give information, limitations of the equipment owned by the police (3) efforts are being made in tackling the misuse of firearms through tightened management of firearms permits. Key Words: Role, Police Abuse, Firearms, Pendahuluan Kepolisian suatu institusi yang telah memisahkan diri dengan TNI, ini dapat dilihat dari Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1999 tentang langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI dan merupakan landasan formal berjalannya reformasi di tubuh Polri. Pada tahun 2000 diterbitkan pula Keputusan Presiden Nomor 89 tentang kedudukan Polri yang langsung berada dibawah Presiden dan kemudian dipertegas dengan keluarnya TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dengan Polri dan TAP MPR Nomor 1

2 VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Polri. Landasan-landasan formal tersebut diatas merupakan latar belakang disusunnya Undang- Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pengganti Undang-Undang Polri yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun Pelaksanaan tugas maupun peran serta Polri yang telah disusun dan ditentukan dalam Undang- Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian telah dirumuskan dan memperhatikan kedudukan Polri sebagai alat Negara sesuai dalam bunyi TAP MPR Nomor VII tentang Polri dimana dalam pertimbangannya yaitu bahwa dalam kehidupan masyarakat diperlukan aparat keamanan yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum (Law enforcemet) berupa Kepolisian Negara Republik Indonesia, oleh sebab itu, Polri merupakan alat Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang Kepolisian Preventif dan represif dalam rangka Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Sistem). Semenjak berpisah dengan TNI tahun 1999, wajah Polri berubah dari sebuah institusi berbasis militer menjadi berbasis sipil, perubahan paradigma ini tidak saja membuat penampilan Polri lebih lembut, lunak, dan bersahabat dengan masyarakat, tetapi juga menegaskan Polri sebagai alat Negara yang berfungsi sebagai menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta menegakkan supremasi hukum yang berbasis pada perlindungan hak sipil warga Negara. Aksi-aksi kekerasan massa dan tindak kriminal yang disertai kekerasan sepertinya telah menjadi tren di negeri ini. Berita-berita terdengar silih berganti, dari mulai tawuran kelompok masyarakat, pelajar, mahasiswa, pemuda sampai masyarakat petani dan lain sebagainya. Belum lagi aksi-aksi yang menggunakan senjata api baik yang ilegal maupun yang legal, baik dilakukan penjahat maupun oleh oknum aparat. Semakin terasa bahwa sebuah rasa aman dan nyaman semakin lama semakin merambat menjadi barang yang mahal harganya. Jati diri sebagai bangsa yang ramah tamah seperti yang dipahami selama ini seperti serta merta hilang ketika melihat fenomena kekerasan yang kerap terjadi. Di tengah masalah seperti ini 2

3 wacana penggunaan senjata api oleh masyarakat sipil kembali mengemuka. Karena tinggi frekuensi perampokkan atau aksi-aksi melawan hukum lainnya dengan menggunakan senjata api, sehingga banyak pihak yang kemudian meminta pemerintah untuk memperketat perizinan kepemilikan senjata api. Rasa aman tidak cukup didapat hanya dengan adanya perangkat hukum. Sehingga masyarakat merasa perlu untuk mengamankan dirinya sendiri dari segala ancaman marabahaya yang bisa muncul seketika. Maka kepemilikan senjata api adalah salah satu jawabannya. Alasan lain bagi masyarakat sipil memiliki senjata adalah karena proses kepemilikan tersebut bisa dilakukan dengan proses yang relatif gampang juga dengan harga yang terbilang murah - apalagi bagi orangorang yang memiliki uang banyak. Karena sifatnya yang gampang dan murah ini maka orang ingin memiliki senjata api. Tercatat sejak awal tahun 2012, sekitar izin kepemilikan senjata api dikeluarkan untuk warga sipil. Tercatat pihak berwenang telah mengeluarkan surat izin kepemilikan senjata api non organik ke masyarakat. Senjata tersebut terdiri dari senjata api dengan peluru tajam, karet dan gas. "Senjata api non organik yang diberikan izin ke masyarakat sebanyak , berupa senjata api peluru tajam pucuk, peluru karet pucuk, gas pucuk," ujar Irjen Saud Usman Nasution, 7 Mei lalu. Kepemilikan senjata api memang bukan merupakan tindakan haram. Karena dalam peraturan perundang undangan sudah diatur yakni dalam UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Sedangkan untuk biaya pengurusan izin diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada kepolisian negara Republik Indonesia. Dalam undang-undang disebutkan bahwa izin kepemilikan senjata api juga diberikan kepada pejabat seperti pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, diretur utama, dan direktur keuangan; pejabat pemerintah, yakni menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, juga gubernur, wakil gubernur, Sekda, Irwilprov, 3

4 Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR, TNI/Polri dan purnawirawan. Adapun senjatasenjata yang boleh dimiliki antara lain adalah : Selain senjata api yang memerlukan izin khusus (IKHSA). Contoh kasus Mengungkap kasus perampokan di Banda Olo, Padang, Selasa (2/10), membuahkan hasil. Dua dari 10 anggota sindikat perampok lintas provinsi yang beraksi di Banda Olo, berhasil diciduk polisi. Mereka ditangkap pada waktu dan lokasi berbeda. Satu dari mereka ditembak polisi karena berusaha kabur, demikian di wartakan Harian Singgalang edisi Sabtu (6/10). Sepanjang 2012, inilah untuk pertama kali, pelaku rampok berhasil ditangkap di Padang. Dari 309 kasus pencurian dengan kekerasan sepanjang 2012, sebanyak 12 kasus berupa perampokan bersenjata. Kita tidak menutup mata bahwa masih banyak dari kasus perampokan tersebut belum terungkap, seperti kasus perampokan bersenjata api yang beraksi di Pasar Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, yang mengakibatkan seorang tewas atas perampokan tersebut. Demikian pula kasus perampokan di Dharmasraya juga belum diusut tuntas. Dari uraian latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil? 2. Faktor apakah yang menjadi penghambat untuk menanggulangi penyalahgunaan senjata api? 3. Upaya apakah untuk mengatasi penghambat dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api? Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu metode pendekatan dengan melakukan penelitian dengan melihat perkembangan hukum di masyarakat Kepolisian Daerah Sumbar. 2. Jenis Data Adapun jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 4

5 a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan pihak Polda Sumbar (AKBP.Zaini, Kasubdit Sosbud Dit Intelkam Polda Sumbar dan Briptu Umul Chair). b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor Kepolisian Polda Sumatera Barat Padang yaitu Berita Acara Pemeriksaan (BAP). 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan guna memperoleh keterangan dari nara sumber yang erat kaitannya dengan pemecahan masalah yang diteliti oleh penulis di lapangan. b. Studi dokumen ataupun studi kepustakaan, yaitu penulis mengambil bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti di lapangan. 3. Teknik Analisa Data Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah dengan menggunakan pengolahan data yang bersifat kualitatif yaitu dengan menjabarkan data yang diperoleh menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Peran Kepolisian dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Senjata Api Oleh Warga Sipil. Polri senantiasa berusaha mewujudkan keamanan yang kondusif, penegakkan hukum secara tegas, konsisten, transparan, serta melaksanakan fungsi dan tugas sesuai dengan Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002, menjamin rasa keadilan serta memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dalam era reformasi saat sekarang ini Polri terus membangun kemitraan dengan masyarakat dengan menekankan komunikasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku serta memperhatikan keberagaman secara santun dan menghargai. Setiap perorangan atau pejabat yang akan mengurus izin kepemilikan dan 5

6 penggunaan senjata api harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, yakni: 1. Memiliki kemampuan atau keterampilam menembak minimal klas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri. Sertifikat tersebut disahkan oleh Polri (Pejabat Polri yang ditunjuk) Mabes Polri atau Polda. 2. Memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan. 3. Memenuhi persyaratan mediam psikologis dan persyaratan lain Peranan POLRI dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Senjata Api oleh Masyarakat Sipil di Kota Padang, dalam hal ini Polda Sumbar telah melakukan upaya penanggulangan penyalahgunaan senjata api seperti: 1. Melakukan pendataan kepemilikan senjata api, 2. Melakukan pengecekan secara periodik setiap setahun sekali kepada pemilik senjata api baik senjata api maupun surat dokumen kepemilikan/penggunaan senjata api, 3. Melakukan penarikan/penggudangan senjata api yang surat dokumennya sudah mati atau masa berlakunya sudah habis, 4. Penerbitan izin kepemilikan dan penggunaan senjata api maupun senapan angin dan senjata replika/mainan dalam rangka pengawasan dan pengendalian (Skep Kapolri No.Pol 82 tahun 2004), 5. Melakukan tindakan/upaya hukum sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Aturan yang mengatur tentang Penyalahgunaan Senjata Api oleh warga sipil, dalam hal ini penyidik 6

7 menggunakan Undang-undang darurat No.51 tahun 1951 tentang senjata api. Menurut Dit Intelkam Polda Sumbar, dari tahun tercatat ada 20 kasus penyalahgunaan senjata api. Sebelum tahun 2005, Polri telah memberikan izin kepemilikan pucuk senjata legal kepada warga sipil untuk kepentingan bela diri. Sejak 2004, kepemilikan senjata api sesungguhnya telah dibatasi sehingga senjata api yang mulanya dimiliki perseorangan sipil dikembalikan lagi kepada aparat kepolisian. Bagi pemilik senjata yang izinnya habis, tetapi belum mengembalikan senjatanya kepada polisi, akan dipidana sesuai dengan UU Darurat Nomor 12 Tahun Pihaknya memperkirakan setidaknya masih ada pucuk senjata api yang masih beredar di kalangan warga sipil di sekitar Padang. Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh polisi antara lain diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Perkapolri 8/2009 ), serta di dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian ( Perkapolri 1/2009 ). Berdasarkan Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa: 1. Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. 2. Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk : a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang 7

8 e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa dan f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup. Penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila (Pasal 8 ayat [1] Perkapolri 1/2009): a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat. d. Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat [2] Perkapolri 1/2009). Jadi, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Sebelum menggunakan senjata api, polisi harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara (Pasal 48 huruf b Perkapolri 8/2009): 1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas 2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya dan 3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi Bagaimana pertanggungjawaban polisi terhadap penggunaan senjata 8

9 api? Jika ada pihak yang dirugikan atau keberatan karena penggunaan senjata api, petugas polisi yang bersangkutan wajib membuat penjelasan secara terperinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat tindakan yang telah dilakukan (Pasal 49 ayat [2] huruf a Perkapolri 8/2009). Selain itu, setelah menggunakan senjata api, polisi harus membuat laporan terperinci mengenai evaluasi pemakaian senjata api. Laporan tersebut berisi antara lain (Pasal 14 ayat [2] Perkapolri 1/2009): a. tanggal dan tempat kejadian b. uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, sehingga memerlukan tindakan kepolisian c. alasan/pertimbangan penggunaan kekuatan d. rincian kekuatan yang digunakan e. evaluasi hasil penggunaan kekuatan f. akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan tersebut. Laporan inilah yang akan digunakan untuk bahan pertanggungjawaban hukum penerapan penggunaan kekuatan, serta sebagai bahan pembelaan hukum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata terkait penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan (Pasal 14 ayat [5] huruf e dan f Perkapolri 1/2009). Pada prinsipnya, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan (senjata api) dalam tindakan kepolisian yang dilakukannya (Pasal 13 ayat [1] Perkapolri 1/2009). Oleh karena pertanggung jawaban secara individu terhadap penggunaan senjata api oleh polisi, maka penggunaan senjata api yang telah merugikan pihak lain karena tidak mengikuti prosedur dapat dituntut pertanggungjawabannnya secara perdata maupun secara pidana. Dasar hukum: 9

10 1. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian 2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. B. Faktor-Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Senjata Api Masalah yang timbul di lingkungan Polda Sumbar dirasakan masih tersendatsendat, hal ini disebabkan adanya dua (2) faktor : a. Faktor Intern 1. Kurangnya partisipasi dari tenaga praktisi di lingkungan Polri terhadap penyalahgunaan senjata api 2. Kurangnya tenaga peneliti di bidang hukum Kepolisian, khususnya dalam penyalahgunaan senjata api 3. Biaya yang ditimbulkan dalam penyelidikan penyalahgunaan senjata api memerlukan biaya yang besar Kesulitan-kesulitan tugas Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api di pengaruhi beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor undang- Undang 2. Faktor penegak hukumnya 3. Faktor sarana / alatalat 4. Faktor masyarakat b. Faktor Ekstern Untuk memerangi kejahatan diperlukan juga bantuan informasi dan daya tangkal dari masyarakat. Karena pada hakekatnya penggunaan senjata api bercampur baur dengan masyarakat. Informasi-informasi dengan cara melapor kepada Kepolisian merupakan salah satu bantuan yang sangat paling 10

11 berharga. Keengganan untuk melapor / menjadi saksi dalam peristiwa penyalahgunaan senjata api yang dilihatnya merupakan keuntungan bagi penyalahgunaan senjata api, dan disisi lain menghambat kinerja tugas pihak Kepolisian. C. Upaya-upaya yang Dilakukan Kepolisian dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Senjata Api Pihak Kepolisian juga melakukan upaya penaggulangan penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil yaitu dengan cara: Memperketat prosedur didalam memperoleh izin kepemilikan senjata api, dengan cara menseleksi setiap rekomendasi yang diajukan oleh sipemohon, juga meningkatkan pengawasan terhadap pemegang izin senjata api. Selain melakukan pengetaatan terhadap pemberian izin senjata api, aparat keamanan harus tegas memberlakukan berbagai produk hukum untuk menjerat pihak-pihak yang menyalahgunakan senjata api, termasuk juga mencegah peredaran senjata api illegal sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi : barang siapa tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat menerima, memperoleh, menyerahkan, atau mencoba menyerahkan, mencoba menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak mendapatkan hukuman penjara selama 20 tahun. Dan dari hasil penelitian dari penulis di tempat izin menembak di Sekolah Polisi Negara Polda Sumbar, Sekolah Kepolisian Negara (SPN) hanya menerima surat penunjukkan dari Polda Sumbar untuk pelaksanaan / melakukan tes atau uji praktek menembak kepada si pemohon senjata api. Dengan kriteria lulus sebagai berikut : Tes keahlian menembak 11

12 merupakan bagian yang sangat penting oleh karena itu setelah usai tahap rekomendasi, tes psikologi dan fisik. Pada bagian tes ini agak fleksibel, tes keahlian dapat dilakukan di Polda setempat atau ditempat yang dipilih oleh pemohon. Untuk mendapatkan sertifikat lulus dengan score 85 sampai 120 hingga kualifikasi kelas I sampai kelas III, calon harus lulus tes keahlian. Kualifikasi kelas III harus bisa berhasil menggunakan sepuluh peluru dan membidik target dengan poin antara 121 sampai 130, untuk kualifikasi kelas II dengan poin 131 sampai 140, dan untuk kelas yang terbaik kelas I 141 sampai 150 dengan nilai terbaik. Setiap senjata api yang akan diterimakan kepada pemilik senjata api itu dapat ditembakkan dulu oleh pihak Kepolisian di labfor (Laboratorium Forensik). Simpulan 1. Peran Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil seperti: a. Melakukan pendataan kepemilikan senjata api, b. Melakukan pengecekan secara periodik setiap setahun sekali kepada pemilik senjata api baik senjata api maupun surat dokumen kepemilikan / penggunaan senjata api, c. Melakukan penarikan / penggudangan senjata api yang surat dokumennya sudah mati atau masa berlakunya sudah habis, d. Penerbitan izin kepemilikan dan penggunaan senjata api maupun senapan angin dan senjata replika/mainan dalam rangka pengawasan dan pengendalian (Skep KapolriNo.Pol 82 tahun 2004), e. Melakukan tindakan/upaya hokum sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. 2. Faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api, pihak Kepolisian juga sering mengalami kesulitan dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api yaitu masyarakat ini dikarenakan masyarakat sendiri tidak memberikan informasi bahwa 12

13 terjadi penyalahgunaan senjata api, pengetahuan masyarakat tentang hokum sendiri kurang, pelaku yang melarikan diri, banyaknya beredar senjata api rakitan sehingga pihak Kepolisian kesulitan untuk menyelidikinya karena sulit mana senjata illegal dan legal. 3. Upaya pihak Kepolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api dapat dilakukan dengan kebijakan criminal dalam masyarakat baik penal yakni melalui jalur hokum pidana yang akhirnya akan dikenakan sanksi pidana berupa melalui pidana penjara, sedangkan non penal kebijakan yang diambil bukan melalui pidana akan tetapi melalui tindakan persuasive atau pendekatan secara sosiologis, selain itu melakukan razia terhadap masyarakat yang menggunakan senjata api, penyuluhan hukum kepada masyarakat, menghentikan izin kepemilikan senjata api bagi warga sipil dan senjata api yang dimiliki oleh warga sipil akan segera ditarik. Saran 1. Sebaiknya Pihak Kepolisian mengevaluasi bagaimana member rekomendasi yang lebih efektif, baik dalam tes, maupun penunjukkan orang oleh instansi tertentu dan pemegang senjata api mestinya adalah orang yang secara psikologi tepat. 2. Sebaiknya pemberian izin senjata api harus dihentikan sesuai dengan petunjuk Kapolri tentang penggunaan senjata api oleh warga sipil dengan alas an karena terjadi penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil itu sendiri. 3. Pihak Kepolisian harus dapat bertindak tegas dan konsisten menindak penyalahgunaan senjata api. 4. Sebaiknya penyidikan penyalahgunaan senjata api harus diselesaikan dengan jalur pengadilan dengan menggunakan Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 agar pelaku penyalahgunaan senjata api memiliki sifat jera. 13

14 Daftar Pustaka A. Buku-buku AKP Dodi Pribadi Sik, Seminar tentang Tugas dan wewenang Kepolisian di Fakultas Hukum Unand Prog Ekstensi tanggal 11 Mei Awaloedin Djamin. Masalah dan Issue manajemen Polri dalam era reformasi, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan hukum pidana, Bandung, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung DPM. Sitompul. Beberapa tugas dan wewenang Polri, Perkembangan Hukum Kepolisian Divisi Pembinaan Hukum Polri. Jakarta B. Peraturan Perundangundangan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. UU Darurat nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api. C. Sumber Lain Alumni Akademi Kepolisian tahun Kepemilikan senjata api di tangan sipil, Diakses tanggal 27 April 2013 pukul WIB. Harian Singgalang. Tentang Sumber Target Perampokan. 08 Oktober Ramli Lubis. Tentang Kepemilikan Senjata Api. 23 Mei Momo Kelana. Memahami Undang- Undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Suwardji dkk, Kamus Badan Intelijen Keamanan Kepolisian PT. Panca Darma Sejati, Jakarta H. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang Tugas dan wewenang Kepolisian Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aturan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. aturan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke IV dijelaskan bahwa tujuan dari Negara Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain,

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain, A. Latar Belakang Setiap tahun pemerintah mengeluarkan dana untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jumlah subsidi BBM yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), selain cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu 83 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab I dan Bab II, dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Langkah-langkah Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan izin kepemilikan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang 39 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang telah diuraikan di dalam Bab II, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.POLRI menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan senjata api,salah satu jenis kejahatan menggunakan senjata api yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1883, 2015 POLRI. Senjata Api. Non Organik. Perizinan. Pengawasan. Pengendalian. Pencabutan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki keterbatasan, baik dalam hal ketersediaan personil, peralatan dan anggaran operasional. Oleh karena itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai suatu negara hukum bangsa Indonesia mempunyai sistem peradilan dan catur penegak hukum. Namun dalam komponen peradilan yang cukup urgen adalah Kepolisian. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari serta ketimpangan strata sosial yang terjadi dalam masyarakat, menimbulkan kecemburuan sosial yang menjadi

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ No.2096, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pengelolaan Senjata Api. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin; penggunaan senjata api; Tindakan Kepolisian;

BAB III PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin; penggunaan senjata api; Tindakan Kepolisian; 73 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. a. Upaya Preventif Untuk mencegah kejahatan menggunakan senjata

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SENJATA API NONORGANIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA/ TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan,

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, yaitu: Seorang anggota Polri yang menyalahgunakan senjata api dapat mempertanggungjawabkannya karena

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2009 POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. POLRI dalam memberantas peredaran minuman keras illegal khususnya di

BAB III PENUTUP. POLRI dalam memberantas peredaran minuman keras illegal khususnya di 69 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah saya analisa mengenai peran POLRI dalam memberantas peredaran minuman keras illegal khususnya di wilayah hukum Polres Sleman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan 1 ` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan, globalisasi dan regionalisme telah menjadi salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar kata senjata, mungkin terbayang dalam pikiran kita adalah suasana perang, perampokan atau kekerasan bersenjata lainnya. Keras, tetapi sebenarnya, begitu kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya; Mengingat : U

2017, No Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya; Mengingat : U BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1040, 2017 POLRI. Senjata Api Nonorganik TNI/POLRI. Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api. Pencabutan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

I. PENDAHULUAN. menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti strafbaar feit. Dalam perundang-undangan negara kita II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam Hukum Pidana. Istilah tindak dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.15/Menhut-II/2014 TENTANG PENGELOLAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN, SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DAN BADAN USAHA MILIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kondisi di Negara saat ini, masyarakat dihadapkan pada kondisi ekonomi yang semakin sulit dimana tingkat persaingan hidup semakin tinggi. Suatu kenyataan hidup

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 38 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN F. Pengertian Polisi Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut : Pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat.

BAB III PENUTUP. Yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut : Pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat. 51 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN PERANAN POLRI MEMELIHARA KAMTIBMAS DAN MENEGAKKAN HUKUM. Oleh: Kombes Pol. DR. W. Marbun, S.H.,M.Hum Analis Utama Divkum Polri.

PUSANEV_BPHN PERANAN POLRI MEMELIHARA KAMTIBMAS DAN MENEGAKKAN HUKUM. Oleh: Kombes Pol. DR. W. Marbun, S.H.,M.Hum Analis Utama Divkum Polri. PERANAN POLRI MEMELIHARA KAMTIBMAS DAN MENEGAKKAN HUKUM Oleh: Kombes Pol. DR. W. Marbun, S.H.,M.Hum Analis Utama Divkum Polri Pada FGD dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara

Lebih terperinci

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA

Lebih terperinci

JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA)

JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA) JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA) Diajukan Oleh : MARLON PARDAMEAN SIMANJUNTAK N P M : 100510243 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.POL. : 1 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH A. Prinsip-Prinsip Penggunaan Senjata Api Dalam Tugas Kepolisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun juga dapat kita lihat dari segi kualitas. Peningkatan kejahatan tersebut. keadaan ekonomi yang tidak menentu.

BAB I PENDAHULUAN. namun juga dapat kita lihat dari segi kualitas. Peningkatan kejahatan tersebut. keadaan ekonomi yang tidak menentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, angka kriminalitas pun mengalami peningkatan. Peningkatan kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia selain mempunyai tugas pokok, fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki aturan tata tertib

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (BT), Kabupaten Wonosobo berjarak 120 Km dari Ibu Kota Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. (BT), Kabupaten Wonosobo berjarak 120 Km dari Ibu Kota Jawa Tengah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 7.11'.20 sampai 7.36'.24 garis lintang selatan (LS),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Polres Bantul terbukti kurang berhasil dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hal

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan ketenagalistrikan

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN SENJATA API

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN SENJATA API PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN ABSTRAK SENJATA API Oleh: Anak Agung Ngurah Bayu Ariadi Pembimbing : I Made Tjatrayasa I Made Walesa Putra Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara hukum asas taat dan hormat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi yang sangat cepat dewasa ini membuat cara yang digunakan untuk melakukan kejahatan semakin maju dan beraneka ragam jenisnya. Kejahatan dan pelanggaran

Lebih terperinci

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.791, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Sentaja Api. Penggunaan. Pejabat PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-06/K.BNPT/11/2013 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Senjata api boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa

BAB III PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Senjata api boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah penulis sajikan pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan

BAB I PENDAHULUAN. media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia olahraga belakangan ini semakin beragam, bahkan media atau alat peraganya pun bermacam- macam. Airsoft gun merupakan salah satu kegiatan olahraga

Lebih terperinci

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp

Jurnal Ilmu Hukum ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp ISSN 2302-0180 7 Pages pp. 18-24 PERANAN DIREKTORAT INTELIJEN KEAMANAN (INTELKAM) DALAM PENANGANAN KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Polda Aceh) Faisal Riza 1,3,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya masyarakat lakukan dalam memperingati hari raya idul fitri, peringatan pergantian tahun baru, perayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

PROSES PERADILAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PROSES PERADILAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PROSES PERADILAN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA Eflando Cahaya Chandan Pradana ABSTRAK Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung

Lebih terperinci

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu A. Pengertian Penegakan Hukum Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Penegakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kejahatan (Crime) yang terjadi dalam masyarakat biasanya dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kejahatan (Crime) yang terjadi dalam masyarakat biasanya dilakukan oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan (Crime) yang terjadi dalam masyarakat biasanya dilakukan oleh sebagian masyarakat itu sendiri, biasanya masyarakat melakukan hal itu karena adanya desakan ekonomi,

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA KEPADA ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi: Perkara No:96/Pid.B/2012/PN.PDG) ARTIKEL

PENJATUHAN PIDANA KEPADA ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi: Perkara No:96/Pid.B/2012/PN.PDG) ARTIKEL PENJATUHAN PIDANA KEPADA ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi: Perkara No:96/Pid.B/2012/PN.PDG) ARTIKEL Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN INFORMASI

PERATURAN KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN INFORMASI PERATURAN KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN INFORMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah :

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah penulis utarakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 di dalam Pasal 1 ayat (3) menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang - I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API DINAS DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai perkembangan dunia hukum tentu tidak akan ada habisnya. Dunia hukum saat ini menjadi perbincangan bahkan perdebatan baik di kalangan aparat maupun

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN.

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN Sandro Fernando 1, Uning Pratimaratri 1, Syafridatati 11 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. II tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan yaitu:

BAB III PENUTUP. II tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan yaitu: 95 penghambat yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum disiplin dan kode etik profesi polri tersebut diatas. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan aturan dan fakta yang dianalisis dalam pembahasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci