KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG (TOETSINGSRECHT) ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG (TOETSINGSRECHT) ARTIKEL"

Transkripsi

1 KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG (TOETSINGSRECHT) ARTIKEL Oleh: MAT SARDIN NPM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015 i

2 KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (TOETSINGSRECHT) AUTHORITY CANCELLATION OF REGIONAL REGULATIONS IN PERSPECTIVE AUTHORITY TESTING OF LAWS (TOETSINGSRECHT) Mat Sardin 1 ; Darmini Roza 2 ; Nurbeti 3 1. Law Department of Post Graduate Program Bung Hatta University 2. Faculty of Law, Ekasakti University 2. Faculty of Law, Bung Hatta University msdn_73@yahoo.com Abstract The region regulations are contrary to the public interest and/or legislation higher can be canceled by the central government; The decision to cancellation of region regulations stipulated by presidential decree. In practice cancellation region of regulation implemented by the minister of home affairs decree, through the clarification procedure known as a repressive control. There are problems discussed in this research: First, how is authority cancellation of the region regulation in the perspective toetsingsrecht of regulations of law?. Secondly, how is authority cancellation of region regulation by the minister of home affairs seen from of authority theory?. Third, how is authority cancellation of region regulation by the minister of home affairs seen from the principles of the rule of laws?. This research is normative law research about the cancellation of authority to region regulations with is using research methods statute approach and conceptual approach. While the analysis of primary and secondary legal materials used in this research is a qualitative analysis. The results reseach showed that: First, authority cancellation of region regulation seen from in perspective toetsingsrecht of regulation of law any inconsistency between the provisions in the state constitution of the Republic of Indonesia the year 1945 with regulations of laws under it. Second, authority cancellation of region regulation by the minister of home affairs seen from the authority theories is flawed authority. Third, authority cancellation of region regulation by the minister of home affairs seen from in the rule of law is un accordance with the principle of legality the rule of state. Keywords: authority, cancellation, region, regulation. Pendahuluan Ketentuan mengenai Negara Indonesia sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1 Ayat (3) yang menyatakan bahwa: Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum adalah negara yang sistem penyelenggaraan pemerintahannya adalah berdasarkan atas hukum dengan mewujudkan keadilan bagi warganya. Burkens mengatakan bahwa, negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Suatu negara yang dalam penyelenggaraan segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara 1

3 atau penguasa, semata-mata berdasarkan atas hukum atau diatur oleh hukum. 1 Dalam Pasal 18 Ayat (6 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa: Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 145 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah; Ayat (3) Keputusan pembatalan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1). Dalam praktik pembatalan Peraturan Daerah dilaksanakan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri melalui prosedur klarifikasi yang dikenal dalam konsep pengawasan represif. Pembatalan peraturan daerah dengan pranata hukum Kepmendagri belum final sebagai keputusan pembatalan Perda oleh pemerintah, karena keputusan tersebut harus dikukuhkan atau dikemas ulang dalam bentuk Perpres baru kemudian ditindak lanjuti dengan pembatalan atau perubahan Perda oleh pemerintah daerah. Penelitian ini membahas permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah dalam Perspektif Hak Menguji Peraturan Perundang-Undangan (Toetsingsrecht)?; 2) Bagaimana Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Teori Kewenangan?; dan 3) Bagaimana Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Prinsip Negara Hukum?. Tujuan penelitian adalah: (1) Untuk mengetahui dan menganalisis Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah dalam Perspektif Hak Menguji ( Toetsingsrecht) Peraturan Perundang-undangan; (2) Untuk mengetahui dan menganalisis Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Teori Kewenangan; dan (3) Untuk mengetahui dan menganalisis Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Prinsip Negara Hukum. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana peneliti menempatkan sistem norma hukum atau kaidah hukum sebagai objek kajian. 2 Peneliti mengkaji pembatalan peraturan daerah dari sistematika berdasarkan 1 Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum Dan Demokrasi Di Indonesia, Cetakan ke-1, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm Soerjono Soekanto, 2011, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Press, Jakarta, hlm

4 ketaatan pada struktur hukum secara hierarkis untuk memberikan sebuah preskripsi terhadap kewenangan pembatalan peraturan daerah di kaitkan dengan teori kewenangan dan asas legalitas sebagai prinsip negara hukum, artinya membahas atribusi kewenangan pembatalan peraturan daerah diperoleh melalui oleh lembaga legislatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang ( statute approach) dan pendekatan konseptual ( konseptual approch). Peneliti melihat bagaimana hukum positif tertulis mengenai kewenangan pembatalan peraturan daerah sinkron atau serasi dengan peraturan perundang-undangan lainnya, sebagaimana teori hierarki hukum (Stufenstheory) bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus berdasar dan bersumber dengan tegas pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya, 3 dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: Lex superior derogat legi inferiori; Lex spesialis derogat legi generali; dan Lex posterior derogat legi priori. Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. berasal dari beberapa bahan relevan, yaitu: Sumber data sekunder hukum yang 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945); 3 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 94 2) Peraturan perundang-undangan mengatur tentang hierarki peraturan perundangundangan, yaitu: (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 3) Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan peraturan daerah, yaitu: a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Undang- Undang Pokok Tentang Pemerintahan Daerah. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan f. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah. 3

5 4) Peraturan pemerintah yang terkait dengan pengawasan daerah dan pengawasan produk hukum daerah, yakni: (a) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 Tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. (b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. (c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. 5) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma), yaitu: (a) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1993 Tentang Hak Uji Materiil. (b) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Hak Uji Materiil. (c) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil. (d) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil. Analisis Data Data berupa bahan hukum di analisis dengan teknik analisis kualitatif. Bahan hukum dan bahan non hukum baik berupa asas-asas hukum, postulat serta doktrin dan pendapat para ahli yang dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta hukum digunakan untuk mengkaji kewenangan pembatalan peraturan daerah dilihat dari teori hak menguji peraturan perundang-undangan, teori kewenangan, dan prinsip negara hukum Indonesia. Sedangkan tahapan menganalisis bahan hukum mengikuti pandangan F. Sugeng Istanto, 4 yakni melalui tiga tahapan: 1). Pertama, bahan hukum yang didapat disistematisasi, ditata dan disesuaikan dengan objek yang diteliti. 2). Kedua, bahan hukum diuraikan dan dijelaskan sesuai objek yang diteliti berdasarkan teori. 3). Ketiga, bahan hukum dievaluasi dan dinilai dengan menggunakan ukuran-ukuran yang berlaku. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah dalam Perspektif Hak Menguji Peraturan Perundang-Undangan Bentuk kontrol atas peraturan daerah, diantaranya dengan menguji peraturan perundang-undangan, sebagaimana terdapat di dalam ketentuan Pasal 24A Ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa: Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Begitu juga di dalam Pasal 24C dinyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar. Pasal 24A Ayat (1) 4 Yuslim, 2014, Ringkasan Disertasi; Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten/ Kota Menurut Undang- Undang Dasar 1945, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, hlm

6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 24C Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 inilah menjadi ketentuan dasar mengenai Kewenangan Menguji Peraturan Perundang-Undangan di Negara Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan Pasal 24A Ayat (1) dan Pasal 24C Ayat (1) dipertegas lebih lanjut di dalam Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang dinyatakan bahwa: Ayat (1). Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi; Ayat (2). Dalam hal suatu Peraturan Perundangundangan diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. Di dalam Ketentuan Pasal 11 Ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa: Mahkamah Agung mempunyai kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan di dalam Ketentuan Pasal 31 Ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dinyatakan bahwa: Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan lebih dipertegas lagi pada Ketentuan Ayat (2) dinyatakan bahwa: Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Dalam rangka mengatur lebih lanjut ketentuan untuk menilai materi Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang- Undang maka dibuatlah Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil yaitu hak Mahkamah Agung untuk menilai meteri muatan Peraturan Perundang-Undangan yaitu kaidah hukum tertulis yang mengikat umum di bawah Undang-Undang terhadap Perturan Perundang-Undangan tingkat lebih tinggi. Di dalam Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Permohonan keberatan adalah suatu permohonan yang berisi keberatan terhadap berlakunya suatu Peraturan Perundang- Undangan yang diduga bertentangan dengan suatu Peraturan Perundang-Undangan tingkat lebih tinggi yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk mendapat putusan; ayat (2) dinyatakan bahwa: Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Agung atas berlakunya suatu Peraturan Perundang-Undangan tingkat lebih rendah dari Undang-Undang; selanjutnya pada 5

7 Ayat (3) dinyatakan bahwa: Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Peraturan Perundang- Undangan. Landasan yuridis tentang pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mulai diatur dengan ditetapkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang di sahkan dan mulai berlaku pada tanggal 7 Mei Di dalam ketentuan Pasal 113 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa: Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah selambat-lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan; selanjutnya di dalam Pasal 114 dinyatakan bahwa: (1) Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya; Berdasarkan ketentuan Pasal 223 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa: Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 223 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Presiden Republik Indonesia berdasarkan kewenangan yang berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 30 Desember Pembatalan Peraturan Daerah merupakan manifestasi dan bentuk pengawasan preventif dan pengawasan represif atas penyelenggaraan otonomi daerah. dilihat dari kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan tidak konsisten dengan ketentuan yang diatur di dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. Peraturan Daerah termasuk jenis hierarki peraturan perundang-undang yang kedudukannya berada dibawah Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah. Dasar kewenangan pembentukannya adalah atribusi kewenangan melalui Konstitusi Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia. 6

8 Oleh karenanya, pembatalan Peraturan Daerah juga harus melalui mekanisme sebagaimana diatur di dalam Konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku, dengan memperhatikan asas lex superior derogat legi inferiori dimana peraturan perundangundangan yang rendah atau berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pembatalan peraturan daerah harus melalui uji materi dan atau uji formil oleh Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 24A UUD B. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Teori Kewenangan Pembatalan peraturan daerah oleh pemerintah secara implisit dapat ditemui pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah yang disahkan dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli Dalam Bab V diatur tentang pengawasan terhadap daerah di dalam Pasal 42 menyatakan bahwa: Putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Dewan Pemerintah Daerah, jikalau bertentangan dengan kepentingan umum, Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya, dapat ditunda atau dibatalkan, bagi Propinsi oleh Presiden dan bagi lain-lain Daerah oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas. Selanjutnya pada ketentuam Pasal 45 menyatakan bahwa: Untuk kepentingan pimpinan dan pengawasan maka Pemerintah dapat: a. meminta keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah; b. mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan tentang segala sesuatu yang mengenai pekerjaan mengatur dan mengurus rumah tangga daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah. Di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak mengatur kewenangan pembatalan Peraturan Daerah ataupun aspek hukum pengujian atas Peraturan Daerah oleh Mahkamah Agung melalui judicial review seperti yang ditafsirkan selama ini. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh pemerintah daerah terkait pembatalan suatu peraturan daerah sebagaimana ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan derivasi lainnya bukanlah upaya pengujian (judicial review) terhadap peraturan daerah melainkan suatu bentuk pengujian atas instrumen hukum berupa peraturan presiden, peraturan menteri dan/ atau peraturan gubernur yang apabila produk hukum tersebut membatalkan suatu peraturan daerah dan terhadap keputusan tersebut timbul keberatan oleh pemerintahan daerah yang dibatalkan peraturan daerahnya. Itupun masih menyisakan permasalahan hukum karena 7

9 secara de facto pembatalan peraturan daerah dengan menggunakan pranata hukum berupa keputusan menteri dalam negeri yang tergolong kedalam beschekking, bukan dengan pranata hukum berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri, bukan dengan Peraturan Gubernur juga bukan dengan Peraturan Presiden yang tergolong kedalam regelling sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan mengenai Peraturan Daerah di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dapat ditemukan pada Pasal 1 Angka (25) dinyatakan bahwa: Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota; Di dalam ketentuan Pasal 236 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Ketentuan mengenai Pembatalan Peraturan Daerah di atur Pasal 91 Ayat (3) yang dinyatakan bahwa: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Ayat (2), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai wewenang: a. membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota; d. memberikan persetujuan terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan dan susunan Perangkat Daerah kabupaten/kota; Dalam Ketentuan Pasal 245 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Rancangan Perda Provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Menteri sebelum ditetapkan oleh gubernur; di dalam Ayat (3) dinyatakan bahwa: Rancangan Perda kabupaten/kota yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota. Pasal 249 Ayat (1) Gubernur wajib menyampaikan Perda Provinsi dan peraturan gubernur kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan. (2) Gubernur yang tidak menyampaikan Perda Provinsi dan peraturan gubernur kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri. Ayat (3) Bupati/wali kota wajib menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan. Ayat (4) Bupati/wali kota yang tidak menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi 8

10 administratif berupa teguran tertulis dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Selanjutnya Pasal 250 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Pasal 251 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. Ayat (2) Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Ayat (3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota. (4) Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Menteri dan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Ayat (7) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda atau peraturan gubernur diterima. Ayat (8) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan bupati/wali kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota atau peraturan bupati/wali kota diterima. Pasal 252 Ayat (1) dinyatakan bahwa: Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi. 9

11 Pembatalan peraturan daerah yang hanya menggunakan Kepmendagri telah terjadi pergeseran kewenangan pembatalan peraturan daerah yang bertumpu pada Menteri Dalam Negeri sebagai satu-satunya pejabat pemerintah yang berwenang secara mutlak untuk melakukan pembatalan terhadap peraturan daerah jika di dalam klarifikasi dan evaluasi ditemukan ditemukan alasan untuk pembatalannya. Pembatalan peraturan daerah dengan Kepmendagri justru tidak memberikaan ruang bagi pemerintah untuk mengajukan upaya keberatan hukum kepada Mahkamah Agung, karena Kepmendagri tidak bisa dijadikan sebagai objek sengketa di Mahkamah Agung. Produk hukum pembatalan peraturan daerah yang dapat dijadikan objek sengketa di Mahkamah Agung terkait pembatalan peraturan daerah hanyalah dalam bentuk peraturan presiden, peraturan menteri dalam negeri, atau peraturan gubernur sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah junto PP No 79 Tahun 2005 dan Permendagri No 53 Tahun 2011 sebagai mana diganti dengan Permendagri No 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 9 Januari Adapun pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Permendagri No 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dapat dilihat di dalam konsiderans-nya dinyatakan: a. bahwa pembentukan produk hukum daerah diperlukan untuk menunjang terwujudnya pembentukan produk hukum daerah secara sistemik dan terkoordinasi; b. bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah yang mengatur mengenai Peraturan dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah perlu disesuaikan dengan dinamika perkembangan pengaturan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; Kewenangan Pembatalan Peraturan daerah dilihat dari toeri kewenangan, diberikan atribusi kewenangan kepada pemerintah melalui Undang-Undang, dilaksanakan dengan peraturan presiden (Perpres). Selanjutnya ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah, Pengawasan Represif terhadap peraturan daerah yang digolongkan ke dalam Kebijakan Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri di atur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah, di dalam Pasal 1 angka (8) dinyatakan bahwa: Pengawasan Represif adalah Pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan Daerah; sedang yang dimaksud dengan kebijakan daerah di sebutkan di dalam angka (7), dinyatakan 10

12 bahwa: Kebijakan Daerah adalah aturan, arahan, acuan, ketentuan dan pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah yang mengatur mengenai Peraturan dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah diganti dengan Permendagri No 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Permendagri No 1 Tahun 2014 menentukan evaluasi dan klarifikasi sebagai mekanisme kontrol Pemerintah Pusat terhadap Produk hukum daerah. Dari uraian dan ketentuan Pasal-Pasal yang disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa, Rancangan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan pengkajian dan penilaian terhadap untuk mengetahui ada tidaknya suatu rancangan Perda bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Jadi evaluasi dilakukan terhadap rancangan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan klarifikasi dilakukan terhadap hasil evaluasi rancangan Perda dan terhadap Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota. Keputusan ( beschikking) dengan peraturan (regelling) keduanya sama-sama mempunyai arti hukum, tetapi kedua-duanya berbeda satu sama lain. Peraturan bersifat mengatur, terutama mengatur kepentingan umum, baik dalam hubungan antar warga negara maupun dalam hubungan antara organ negara dengan warga negara. Sedangkan Keputusan, sifatnya tidak mengatur, melainkan menetapkan berlaku atau tidaknya sesuatu, memutuskan sah tidaknya sesuatu. Jika dilihat dari teori bagaimana kewenangan pembatalan peraturan daerah di peroleh, maka kewenangan pembatalan peraturan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kewenangan pembatalan peraturan daerah yang diperoleh dari atribusi kewenangan kepada pemerintah yakni atribusi kewenangan kepada presiden. Kewenangan pembatalan peraturan daerah ini ditetapkan dengan peraturan presiden (Perpres); dan (2) kewenangan pembatalan peraturan daerah oleh Menteri Dalam Negeri, yang penetapannya ditetapkan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Kewenangan ini dibedakan menjadi dua: pertama, kewenangan yang diperoleh melalui atribusi kewenangan pembatalan peraturan daerah khusus tentang pajak daerah, retribusi daerah, tata ruang daerah, APBD, Perubahan APBD, dan tentang pertanggungjawaban APBD melalui mekanisme klarifikasi dan sejalan dengan pengawasan preventif; kedua, kewenangan pembatalan peraturan daerah lainnya yang 11

13 bertentangan dengan kepentingan umum atau bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya melalui mekanisme evaluasi terhadap peraturan daerah yang bermasalah sejalan dengan pengawasaan represif. C. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Prinsip Negara Hukum Kewenangan pembentukan peraturan daerah sebagai akibat pelaksanaan otonomi dan tugas pembantuan, yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 18 Ayat (2) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dengan ketentuan pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diamandemen, tidak menggunakan nomenklatur peraturan daerah. Pengaturan mengenai peraturan daerah mulai diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Pokok Tentang Pemerintahan Daerah yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli Dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dinyatakan: Dengan peraturan daerah, sesuatu daerah dapat menyerahkan kewajibannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau kepada Dewan Pemerintah Daerah dibawahnya untuk dijalankan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, juga memuat nomenklatur Peraturan Daerah yaitu: di dalam ketentuan Pasal 31 Ayat (4) dinyatakan bahwa: Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Peraturan Daerah dapat menyerahkan untuk diatur dan diurus urusanurusan rumah tangga Daerahnya kepada Daerah tingkat bawahannya, peraturan itu untuk dapat berlaku harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi Daerah tingkat ke I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi Daerah-daerah lainnya. Dari analisis terhadap peraturan perundangan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa: Kepala Daerah adalah alat dari daerah yang bersangkutan mempunyai kekuasaan yang sangat luas walaupun terbatas. Berhubung dengan itu, maka berlainan daripada waktu yang telah lampau, maka penghasilan dan segala emolumenten yang melekat kepada jabatan Kepala Daerah tersebut akan ditetapkan oleh Daerah itu sendiri dengan peraturan daerah. Oleh karenanya sangat diperluakan mekanisme pengawasan terhadap peraturan daerah. Pengawasan preventief atas peraturan daerah yang mengatur hal tersebut di atas masih diperlukan, agar supaya dapat mencegah timbulnya diskriminasi yang tidak sehat antara daerah-daerah. 12

14 Dari ketentuan UUD 1945 dapat dilihat bahwa ketentuan menguji peraturan perundang-undangan hanya ada dua, yaitu: (1) Hak Menguji peraturan perundang-undangan yakni undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar adalah atribusi kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi; dan (2) Hak Menguji peraturan perundang-undangan yakni peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang adalah atribusi kewenangan kepada Mahkamah Agung. Di dalam Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 justru dikenal tiga bentuk produk hukum pembatalan sebuah Perda yakni: Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), dan Peraturan Gubernur. Untuk melaksanakan perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang, maka dibentuklah UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 22 Juni Sebagai bentuk penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu antara lain: materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum, maka dibentuklah UU No. 12 Tahun 2011 yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 12 Agustus Di dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2) diatur mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan UUD 1945; dan kewenangan Mahkamah Agung melakukan pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan di bawahundang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang. Pembatalan Peraturan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Kepmendagri adalah cacat wewenang, sehingga membawa konsekuensi yuridis bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri dapat dibatalkan. Adanya cacat wewenang atas pembatalan Peraturan Daerah serta tidak adanya pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Peraturan Daerah, maka dalam praktek ditemukan berbagai model pelaksanaan pembatalan. Pembatalan Peraturan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Kepmendagri adalah termasuk aturan kebijakan untuk mengatasi kemacetan pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelayanan umum kepada masyarakat. Berdasarkan asas praesumptio iustae causa (asas praduga rechtmatigheid), maka Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda melalui klarifikasi adalah sah sepanjang belum ada pembatalan terhadap 13

15 Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda tersebut. Secara normatif sulit untuk merasionalkan sebuah peraturan daerah yang masuk dalam rumpun peraturan ( regelling) dapat dibatalkan oleh Kepmendagri yang masuk dalam rumpun keputusan administratif ( beschikking). Pembatalan peraturan daerah melalui Kepmendagri menunjukkan inkonsistensi hukum. Pilihan penggunaan instrumen hukum Kepmendagri tidak memiliki payung hukum yang jelas juga merupakan disparitas hukum yang mendasar. Pembatalan peraturan daerah menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan dengan peraturan ( regelling) bukan dengan ketetapan ( beschikking), namun jika dilihat dari prinsip negara hukum maka pembatalan peraturan daerah jika ditetapkan dalam bentuk peraturan (regelling) juga tidak tepat. Asas negara hukum dan asas sistem konstitusional mengandung keharusan adanya tertib hukum, bahwa setiap hukum harus terkait dan tersusun dalam suatu sistem, dimana kaidah yang satu tidak boleh mengesampingkan kaidah lainnya secara semena-mena. Ajaran mengenai hierarki peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa peraturan peundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang tingkatannya lebih tinggi. Apabila peraturan peundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, maka peraturan peundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah itu dapat dibatalkan, bahkan dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena pertentangan itu menyangkut ketentuan-ketentuan hukum, maka sudah semestinya menjadi wewenang kekuasaan kehakiman. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan, yaitu sebagai berikut: 1. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah dalam Perspektif Hak Menguji Peraturan Perundang-undangan terjadi inkonsistensi yaitu tidak adanya sinkronisasi antara ketentuan Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 junto Pasal 9 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan junto Pasal 20 ayat (2) huruf b, dan ayat (3) UU No 48 Tahun 2009 junto Pasal 31 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 yang mengatur masalah kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 junto Pasal 145 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang diganti dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta peraturanperaturan pelaksanaanya yang mengatur masalah pembatalan peraturan daerah, 14

16 dimana peraturan daerah dipandang sebagai bagian dari sistem hukum nasional dan termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan. 2. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Teori Kewenangan adalah cacat wewenang yaitu tidak pernah dengan atribusi kewenangan melalui Undang-Undang melainkan hanya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang pembentukannya didasarkan sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri dilihat dari Prinsip Negara Hukum adalah bertentangan dengan asas legalitas dan mengakibatkan ketidakpastian hukum. Tindakan menteri Dalam Negeri membatalkan Peraturan Daerah dengan menggunakan pranata hukum berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) bertentangan dengan perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak sesuai dengan prinsip negara hukum, bahwa setiap hukum harus terkait dan tersusun dalam suatu sistem, dimana kaidah yang satu tidak boleh mengesampingkan kaidah lainnya. Daftar Pustaka Abdul Aziz Hakim, 2011, Negara Hukum Dan Demokrasi di Indonesia, Cetakan ke-1, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Didik Sukriono, 2013, Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi; Kajian Politik Hukum Tentang Konstitusi, Otonomi Daerah dan Desa Pasca Perubahan Konstitusi, Setara Press, Malang. HM. Agus Santoso, 2013, Menyingkap Tabir Otonomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Miftah Thoha, 2009, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Edisi Pertama, Cetakan Ke-2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Ni matul Huda, 2009, Otonomi Daerah; Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, Pustaka Pelajar, Yogyakarta , 2010, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, cetakan ke-8, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Soerjono Soekanto, 2011, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Press, Jakarta. Yuslim, 2014, Ringkasan Disertasi; Kewenangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten/ Kota Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. 15

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration 1 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh : Ni Luh Putu Arianti A.A Ariani Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak;

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI

AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI AKIBAT HUKUM ATAS DIBATALKANNYA PERATURAN DAERAH MELALUI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI Oleh : A.A.NGR.Wiradarma Dr.Putu Gede Arya Sumerthayasa,SH,MH I Nengah Suharta, SH,MH Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP HASIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA YANG TELAH MELALUI PROSES EXECUTIVE REVIEW

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP HASIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA YANG TELAH MELALUI PROSES EXECUTIVE REVIEW 77 BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP HASIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA YANG TELAH MELALUI PROSES EXECUTIVE REVIEW Pemerintah Pusat memiliki kewenangan pengawasan terhadap Pemerintah daerah. Pengawasan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar Email: kheldaayunitaa@gmail.com Abstract The regulation of the village is one of the types

Lebih terperinci

Jurnal Panorama Hukum

Jurnal Panorama Hukum ANALISIS YURIDIS KETENTUAN PASAL 152 AYAT (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MENGENAI KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA OLEH MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

DUALISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DENGAN PERATURAN PRESIDEN DAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Oleh : I Gde Edi Budiputra 1 ABSTRACT

DUALISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DENGAN PERATURAN PRESIDEN DAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Oleh : I Gde Edi Budiputra 1 ABSTRACT DUALISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DENGAN PERATURAN PRESIDEN DAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Oleh : I Gde Edi Budiputra 1 ABSTRACT Local regulations are local regulations that are established

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kewenangan Pengawasan Produk Hukum Daerah oleh Pemerintah

BAB V PENUTUP. 1. Kewenangan Pengawasan Produk Hukum Daerah oleh Pemerintah 137 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kewenangan Pengawasan Produk Hukum Daerah oleh Pemerintah Keberadaan produk

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI. Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PERSEPEKTIF DESENTRALISASI Dr. KURNIASIH, SH, M.Si DIREKTUR PRODUK HUKUM DAERAH DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI 2016 LEMBAGA-LEMBAGA DALAM

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDA OLEH MENTERI DALAM NEGERI

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDA OLEH MENTERI DALAM NEGERI ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDA OLEH MENTERI DALAM NEGERI Novira Maharani Sukma Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang, Semarang Email: noviramaharani@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH. Oleh : Yohanes Pattinasarany ABSTRACT

KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH. Oleh : Yohanes Pattinasarany ABSTRACT 73 KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH Oleh : Yohanes Pattinasarany ABSTRACT In accordance with article 145 paragraph (2), and paragraph (3) Law no. 32 In 2004 the cancellation of local regulation authority

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK Ketentuan dalam Konstitusi, yakni UUD Tahun 1945, Pasal 24 ayat (1) mengatur bahwa Mahkamah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri I. PEMOHON 1. Abda Khair Mufti (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN Validitas peraturan daerah berkaitan dengan adanya perubahan undangundang yang menjadi landasan pembentukannya dan implikasinya terhadap kebijakan penegakan hukum Oleh : Widiarso NIM: S. 310907026 BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1

I. PENDAHULUAN.  Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1 MEKANISME PENCABUTAN / PEMBATALAN PERATURAN DAERAH, PERATURAN KEPALA DAERAH, DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH YANG BERMASALAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA I. PENDAHULUAN http://koran.bisnis.com/read/20160404/251/534142/daya-saing-perda-bermasalah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan daerah (selanjutnya diringkas perda) adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Pasal 1

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengujian Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Dasar Hukum Pengujian Peraturan Memahami pengujian peraturan di Mahkamah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

MEKANISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BERDASARKAN ASAS LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI

MEKANISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BERDASARKAN ASAS LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 8 No. 2, Oktober 2017 109 MEKANISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BERDASARKAN ASAS LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

Magister Hukum Udayana Mei 2015 (UDAYANA MASTER LAW JOURNAL)

Magister Hukum Udayana Mei 2015 (UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) DUALISME PEMBATALAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DENGAN PERATURAN PRESIDEN DAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI Oleh: I Gde Edi Budiputra 1 ABSTRACT Local regulations are local regulations that are established

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang I. PEMOHON Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) KUASA HUKUM Prof.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PENGHAPUSAN KEWENANGAN PEMERINTAH UNTUK MEMBATALKAN PERDA; MOMENTUM MENGEFEKTIFKAN PENGAWASAN PREVENTIF DAN PELAKSANAAN HAK UJI MATERIIL MA Oleh: M. Nur Sholikin * Naskah diterima: 24 pril 2017; disetujui:

Lebih terperinci

ANALISIS REGULASI JKN DAN REGULASI TERKAIT DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA OLEH: RIMAWATI

ANALISIS REGULASI JKN DAN REGULASI TERKAIT DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA OLEH: RIMAWATI ANALISIS REGULASI JKN DAN REGULASI TERKAIT DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA OLEH: RIMAWATI FAKULTAS HUKUM - UGM TUJUAN KEGIATAN 1. Memberikan gambaran analisis regulasi JKN dan regulasi terkait di

Lebih terperinci

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

Kewenangan pembatalan peraturan daerah Kewenangan pembatalan peraturan daerah Oleh : Dadang Gandhi, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang Email: dadanggandhi@yahoo.co.id Abstrak Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI Oleh : I Gusti Made Agus Mega Putra Ni Made Yuliartini Griadhi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH norma-normappkn8ekelompok5.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan

Lebih terperinci

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI

ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/JULI PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1 I. PENDAHULUAN. HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1 Kinerja di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

PENDEKATAN DINAMIS PRINSIP OTONOMI DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

PENDEKATAN DINAMIS PRINSIP OTONOMI DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PAJAK DAERAH ABSTRAK PENDEKATAN DINAMIS PRINSIP OTONOMI DAERAH TERHADAP KEBIJAKAN PAJAK DAERAH Oleh Prihatini Putri Utami Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Pemerintahan Daerah, Fakultas Hukum Universitas Udayana Keseriusan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh: RUBY QUMAIRI NIM.

ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh: RUBY QUMAIRI NIM. SINKRONISASI PASAL 36 AYAT (2) PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN TERHADAP PASAL 23 AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL TERKAIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa terhadap judul dan topik pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengesahan perjanjian internasional

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Chandra Furna Irawan, Ketua Pengurus Yayasan Sharia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Muhammad Hafidz. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 57 ayat (3) Undang -Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), dalam hal ini diwakili oleh Dr. H. Jeje Jaenudin, M.Ag. Kuasa Hukum Muhammad Mahendradatta,

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945), Negara Indonesia ialah

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUUXII/2014 Pengesahan dan Persetujuan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON 1. T. Yamli; 2. Kusbianto, SH,

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 41 TAHUN 2001 TANGGAL 28 NOVEMBER 2001 TENTANG PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 41 TAHUN 2001 TANGGAL 28 NOVEMBER 2001 TENTANG PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 41 TAHUN 2001 TANGGAL 28 NOVEMBER 2001 TENTANG PENGAWASAN REPRESIF KEBIJAKAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan pengawasan represif

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016), pp. 459-458. DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI ABSTRACT: Oleh : I Nyoman Wahyu Sukma Suriyawan I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana Authority to legislate

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci