TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG LEGALITAS EXECUTIVE REVIEW TERHADAP PERATURAN DAERAH (PERDA) Oleh : Deni Daryatno* ABSTRAK Ketentuan dalam Konstitusi, yakni UUD Tahun 1945, Pasal 24 ayat (1) mengatur bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah undangundang. Hal ini berarti perda termasuk objek pengujian Mahkamah Agung sebab dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, perda merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang berada di bawah Peraturan Presiden. Ketentuan lain dalam UU No. 32 Tahun 2004, dalam Pasal 145 ditentukan bahwa Perda yang telah disahkan harus disampaikan kepada pemerintah dalam waktu 7 hari dan apabila bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkannya. Selain itu, diatur pula dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah khusus perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang kemudian pula dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam konteks ini menarik untuk dibahas mengenai executive review terhadap perda dalam hal ditinjau dari UU No. 32 Tahun 2004 serta akibat hukum dalam hal executive review bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daaerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Kewenangan yang diberikan kepada daerah tidak termasuk 6 (enam) bidang, yaitu, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Keenam bidang tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat. Dalam menjalankan penyelenggaraan otonomi daerah, dibentuk peraturan daerah (perda) yang merupakan suatu hak pemerintahan daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Perda ditetapkan kepala daerah (provinsi dan/atau kabupaten/kota) setelah mendapat persetujuan dari DPRD. 1 * Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Unversitas Pakuan, Bagian Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Internasional dan Hukum Acara Administrasi Negara, Konsentrasi Hukum Pemerintahan. 1 Khusus Daerah Nangroe Aceh Darussalam dan Papua, Peraturan Daerah Provinsi dikenal Qanun (berlaku di daerah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku

2 Perda ini berlaku hanya bagi daerah setempat yang mengeluarkan peraturan tersebut, bukan dan tidak berlaku bagi daerah-daerah lain. Kenyataan yang terjadi dan merupakan sejarah bagi negara Indonesia, banyaknya perda yang dibatalkan. Pembatalan suatu perda merupakan akibat dari pengujian terhadap peraturan daerah. Dalam pembatalan perda tersebut dilakukan oleh lembaga eksekutif atau yudikatif. Lembaga eksekutif dalam hal ini pemerintah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Rertibusi Daerah. Sedangkan lembaga yudikatif dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Agung sesuai konstitusi Negara Republik Indonesia. Pengujian perda oleh lembaga eksekutif dikenal dengan executive review dan pengujian oleh lembaga yudikatif dikenal dengan judicial review. Dua Kewenangan pengujian tersebut menimbulkan kegundahgulanaan bagi penulis hingga diangkatlah suatu judul dalam penulisan hukum yaitu Tinjuan Yuridis Tentang Legalitas Executive Review Terhadap Peraturan Daerah (Perda). Penulis mengangkat judul demikian karena penulis menganggap terdapat suatu hal yang janggal dan patut untuk menjadi sorotan karena pengujian perda dengan executive review dirasa bertentangan dengan pengujian perda dengan mekanisme judicial review. Sebab, UUD Tahun 1945 hanya mengatur mengenai Judicial Review dan kedudukan UUD Tahun 1945 lebih tinggi dari pada kedudukan Undang-Undang dimana executive review diatur. Tinjauan Umum tentang Pembentukan Peraturan Daerah Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. 2 Salah satu jenis peraturan perundang-undangan yaitu peraturan daerah (perda). Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh kepala daerah bersama DPRD. Peraturan daearah merupakan instrumen pemerintah daerah untuk di Provinsi Papua. Lihat Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf f UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2 Indonesia, Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 1 angka (2).

3 melaksanakan otonomi daerah. Peraturan daerah dibedakan atas Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. 3 Sedangkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. 4 Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 5 menyatakan bahwa dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas-asas tersebut diantaranya meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. 3 Ibid., Pasal 1 angka (7). 4 Ibid., Pasal 1 angka (8). Oleh karena peraturan daerah termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan, maka asas pembentukannnya pun bedasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana tersebut di atas. Asas pembentukan perda pun dijelaskan pula lebih lanjut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 137 UU tersebut dijelaskan bahwa Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Materi Muatan Peraturan Perundangundangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. 5 Dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, bahwa materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; 5 Ibid., pasal 1 angka (13).

4 c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Pada ayat (2), selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 14 menegaskan bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian Pasal 15, materi muatan perda baik perda provinsi atau kabupaten/kota memuat ketentuan pidana. Namun ketentuan pidana tersebut berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidanadenda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Oleh karena perda merupakan jenis peraturan perundang-undangan maka materi muatan perda sama dengan materi muatan peraturan perundang-undangan. Kemudian mengenai materi muatan perda diatur dalam Pasal 138 (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal terebut dijelaskan bahwa materi muatan Perda mengandung asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Pada ayat (2), selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda dapat yang bersangkutan. Pembentukan Peraturan Perundangundangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. 6 Dengan demikian pembentukan peraturan daerah baik 6 Ibid., Pasal 1 angka (1).

5 Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mencakup tahapan yang sama. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 7 Dalam hal ini perda mempunyai kedudukan sebagai peraturan perundangundangan yang berada di bawah peraturan presiden. Perda dibedakan menjadi Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota, di mana Perda Provinsi mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada Perda Kabupaten/Kota. Pengujian Peraturan Daerah Legislative review merupakan hak pengujian yang dimiliki oleh lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang untuk melakukan peninjauan atau perubahan peraturan perundang-undangan. Istilah lain yang digunakan selain legislative review 7 Ibid, Pasal 7 Ayat (1). adalah political review karena peninjauan atau perubahan undang-undang dilakukan oleh poros kekuasaan yang bersumber dari politik. Legislative review dilakukan oleh lembaga legislatif terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuatnya sendiri atau peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh eksekutif. Apabila suatu peraturan perundang-undangan berupa undang-undang ataupun peraturan daerah ditinjau ulang oleh lembaga yang membentuknya (DPR bersama Presiden atau DPRD bersama Kepala Daerah) sehingga undang-undang atau peraturan daerah dimaksud dicabut dan diterbitkan undangundang atau peraturan daerah yang baru maka hal ini disebut legislative review. 8 Hak menguji (toetsingrecht) juga melekat pada lembaga eksekutif yang disebut dengan pengujian oleh eksekutif (executive review). Executive review merupakan kewenangan dari lembaga eksekutif untuk menguji suatu peraturan perundang-undangannya dan dapat membatalkannya apabila dipandang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi maupun kepentingan umum. Indonesia memberlakukan hal ini pada peraturan 8 Imam Soebechi, Judicial Review Perda Pajak dan Retribusi Daerah (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal

6 daerah di mana pemerintah pusat dapat membatalkan peraturan daerah yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah jika pemerintah pusat berpendapat bahwa rancangan perda yang dibuat oleh pemerintah daerah dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau bertentangan dengan kepentingan umum. 9 Menurut Jimly Asshiddiqie, judicial review adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma. Menyangkut objek dari judicial review, dalam praktik dikenal tiga macam norma hukum yang bisa diuji. Pertama, keputusan normatif yang berisi dan bersifat pengaturan (regeling), Kedua, keputusan normatif yang berisi dan bersifat penetapan administratif (beschikking), Ketiga, keputusan normatif yang berisi dan bersifat penghakiman (judgement/vonnis). Ketiga norma hukum tersebut ada yang merupakan individual and concrete norms (beschikking dan vonnis), dan ada yang berwatak generale and abstract norms (regeling). 10 Karena di atas tadi sudah dilakukan pembatasan mengenai ruang lingkup dari peradilan tata negara, 9 Ibid., hal Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal 1-3. yakni hanya menyangkut kewenangan dari Mahkamah Konstitusi, maka berkaitan dengan objek pengujiannya, di sini lokusnya hanya sebatas pada generale and abstract norms (regeling), dalam implementasi pengujian konstitualitas UU terhadap UUD. Pengujian konstitusionalitas berhubungan dengan kadar kekonstitusionalan UU, baik secara materiil maupun formal. Dalam tradisi Indonesia sekarang pengujian konstitusionalitas menjadi bagian dari fungsi Mahkamah Konstitusi, sedangkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi pengujian legalitas. Artinya, Mahkamah Konstitusi menguji the constitutionality of legislative law or legislation (Produkproduk legislative/uu), sedangkan Mahkamah Agung menjalankan uji the legality of regulation (peraturan hukum di bawah UU). 11 Menurut Mahfud MD, gagasan judicial review dalam suatu negara hukum demokratis dilandasi oleh pemikiran bahwa hukum sebagai produk politik senantiasa memiliki watak yang sangat ditentukan oleh konstelasi politik yang melahirkannya. Hal itu memberi kemungkinan bahwa setiap produk hukum mencerminkan kepentingan kekuatan politik dominan yang mungkin tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan peraturan yang 11 Ibid., hal. 6.

7 lebih tinggi. Dasar ide akan adanya mekanisme judicial review adalah bagaimana caranya memaksa pembentuk undang-undang agar taat kepada konstitusi, agar mereka tidak membuat undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang dasar. Judicial Review adalah pengujian peraturan perundang-undang tertentu oleh hakim (yudikatif). Hal ini berarti hak atau kewenangan menguji (toetsingrecht) dimiliki oleh hakim. Pengujian tersebut dilakukan suatu ketentuan perundangundangan terhadap peraturan perundangundangan yang lebih tinggi atau terhadap konstitusi sebagai hukum tertinggi. Artinya judicial review bekerja atas dasar adanya peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis. Kewenangan judicial review dapat dimiliki oleh hakim di semua tingkat, atau diberikan secara terpusat kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. 12 Adapun yang menjadi dasar pengujian baik secara formal ataupun materiil terhadap suatu undang-undang ataupun peraturan perundang-undangan di bawah undang terpapar dalam Pasal 51 ayat 12 Mahfud MD, Mengawal Arah Politik Hukum Nasional Melalui Prolegnas dan Judicial Review, Artikel dalam Buletin Komisi Yudisial Edisi Vol IV No.4 Februari- Maret (1) UU No. 24 Tahun 2003 untuk pengujian terhadap undang-undang dan Pasal 31A ayat (2) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Bahwa ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, badan hukum publik atau privat, atau, lembaga negara. Yang dimaksud hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Bahwa dalam Pasal 31A ayat (2) UU No.3 Tahun 2009, Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundangundangan di bawah undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang 13 Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 24 Tahun 2003, Penjelasan Pasal 51 ayat (1).

8 masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, atau badan hukum publik atau badan hukum privat. Menurut UUD Tahun 1945, UU No.48 Tahun 2009, dan UU No. 3 Tahun 2009, model pengujian dilakukan dengan judicial review. Hal ini berdasar pada UUD Tahun 1945, bahwa dalam ketentual Pasal 24A ayat (1) berbunyi : Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Peraturan daerah berdasarkan pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan merupakan peraturan perundangundangan yang berada di bawah undangundang. Dengan demikian Mahkamah Agung berwenang melakukan pengujian terhadap peraturan daerah. Selain itu pula dijabarkan lebih lanjut dalam UU tentang Kekuasaan Kehakiman yakni UU No. 48 Tahun 2009 di mana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) huruf (b). Ketentuan Pasal 20 ayat (2) tersebut menentukan : 1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. 2) Mahkamah Agung berwenang: a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain; b. menguji peraturan perundangundangan di bawah undangundang terhadap undangundang; dan c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. 3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. Kemudian mengenai Judicial Review diatur pula dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Agung yakni UU No. 14 Tahun 1985 sebagaiana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 yang kemudian diubah lagi dengan UU No. 3 Tahun Dalam Pasal 31 UU No. 5 Tahun 2004 menentukan : 1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah

9 undang-undang terhadap undang-undang. 2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundangundangan dibawah undangundang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. 3) Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. 4) Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Selain itu, model pengujian peraturan daerah berdasar pada UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 28 Tahun 2009 terdapat model pengujian dengan mekanisme executive preview dan executive review. Executive preview merupakan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah untuk melakukan pengujian terhadap rancangan peraturan perundangundangan sebelum disahkan dan diundangkan. 14 Executive Preview ini berlaku terhadap empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), yaitu terhadap 14 Imam Soebechi, op. cit., hal 199. Raperda Pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR. Dalam UU No.32 Tahun 2004, Pasal 185 UU No. 32 Tahun 2004 mengatur mekanisme executive preview terhadap Rancangan Perda APBD. Pasal 189 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 185 tersebut berlaku untuk executive preview terhadap rancangan perda pajak dan retribusi daerah dan rancangan perda tata ruang. Lain itu pula mekanisme executive preview diatur pula secara khusus dalam Pasal 157 UU No. 28 Tahun 2009, khusus Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Mekanisme executive review terhadap peraturan daerah diatur dalam Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan dalam undang-undang tersebut tersebut berlaku untuk peraturan daerah semua Perda. Untuk perda pajak dan retribusi daerah diatur secara khusus dalam Pasal 158 UU No. 28 Tahun Adapun mekanisme executive review dalam ketentuan Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut : 1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. 2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

10 peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. 3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah rnencabut Perda dimaksud. 5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundangundangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. 6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. 7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku. Khusus untuk perda mengenai pajak dan retribusi daerah, mekanisme executive review berlaku ketentuan UU No. 28 Tahun 2009 dalam Pasal 158 menentukan sebagai berikut : 1) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 2) Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. 3) Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 20 (duapuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden. 5) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 6) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan

11 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud. 7) Jika provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. 8) Jika keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. 9) Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku. Menurut model pengujian dengan judicial review, apabila peraturan daerah setelah dilakukan pengujian oleh Mahkamah Agung dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, maka peraturan daerah tersebut dinyatakan batal atau tidak sah. Sedangkan dengan executive preview dan executive review sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 28 Tahun. Rancangan perda yang dilakuakan pengujian dengan executive preview adalah rancangan perda-perda tertentu diantaranya Perda tentang APBD, dan Rancangan Perda tentang Pajak dan Retibusi Daerah. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Selanjutnya adalah mekanisme executive review. Model pengujian executive review berlaku untuk semua perda, lain halnya dengan mekanisme executive preview. Akibat pengujian perda melalui

12 executive review diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 145. Apabila dilakukan pengujian dengan executive review dan bila hasil pengujian menyatakan bahwa perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, maka Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah rnencabut Perda dimaksud. Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Apabila keberatan) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda, Perda dimaksud dinyatakan berlaku. Khusus untuk Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 157 UU No. 28 Tahun 2009, apabila dilakukan pengujian dengan executive review dan bila hasil pengujian menyatakan bahwa perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri dilakukan paling lambat 20 (duapuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah. Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden. Keputusan pembatalan Peraturan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan, Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud. Jika provinsi/kabupaten/kota

13 tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundangundangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Jika keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah sebagaimana Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku. Legalitas Executive Review Terhadap Peraturan Daerah (Perda) Berdasarkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Penjelasan UU tersebut ditegaskan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah ini terkait dengan urusan penyelenggaraan pemerintahan dan utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Executive review merupakan salah satu bentuk pengawasan tersebut. Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, pemerintah melakukan 2 (dua) cara sebagai berikut : 1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah, yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda Provinsi dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota. 15 Pengawasan tersebut biasa disebut dengan executive preview. 2. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termasuk angka 1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang 15 Indonesia, UU tentang Pemerintahan Daerah, loc. cit., Bagian Penjelasan.

14 berlaku. 16 Pengawasan tersebut biasa disebut dengan executive review. Mengacu pada Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa peraturan daerah setelah disahkan oleh kepala daerah dalam waktu 7 (hari) harus disampaikan kepada pemerintah untuk dilakukan suatu pengujian. Dalam hal peraturan tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut. Apabila diperhatikan, ketentuan yang diatur dalam Pasal 145 ayat (5) dan (6) UU No. 32 Tahun 2004 tersebut di atas, bukanlah upaya pengujian (judicial review) atas peraturan daerah, melainkan upaya pengujian (judicial review) atas Peraturan Presiden. Artinya Pasal 145 UU No. 32 Tahun 2004 tersebut menegaskan kewenangan Mahkamah Agung untuk menguji Peraturan Presiden terhadap undang-undang sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun Mekanisme executive review terhadap perda kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut, istilah executive review dikenal dengan klarifikasi. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap perda dan perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 18 Khusus untuk Perda tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD, dan Tata Ruang sebelum diklarifikasi terlebih dahulu dilakukan evaluasi. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda dan rancangan perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 19 Hasil klarifikasi perda dapat berupa: 1. hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi; dan 2. hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan yang lebih tinggi. Menurut Lia Angelina, Staf Bagian Pengkajian dan Evaluasi Produk Hukum 16 Ibid., Penjelasan. 17 Jimly Assiddqie, Perihal Undang-Undang di Indonesia, (Jakarta : Setjen Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Produk hukum Daerah, Permendagri No.53 Tahun 2011, Pasal 1 angka (17). 19 Ibid., Pasal 1 angka (18).

15 Daerah Kementerian Dalam Negeri, Untuk Perda Provinsi apabila telah sesuai dengan kepentingan umum dan atau tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan maka kementerian dalam Negeri akan mengirimkan surat hasil klarifikasi kepada Gubernur yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri yang isinya bahwa perda telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan sedangakan apabila perda bertentangan maka Kementerian Dalam Negeri akan mengirimkan surat hasil klarifikasi kepada Gubernur yang isinya rekomendasi agar perda dilakukan perubahan atau dicabut bersama DPRD setempat. Untuk perda Kabupaten/Kota surat hasil klarifikasi dikirim oleh Provinsi yang ditandatangani oleh Gubernur. Bila materi muatan perda lebih dari 60% bermasalah maka hasil klarifikasi isinya perda harus dicabut dan apabila materi muatan perda kurang dari 30% maka hasil klarifikasi menghimbau agar dilakukan perubahan terhadap perda. Selanjutnya perda bermasalah baik seluruh atau sebagian baik berupa Pasal atau ayat, maka perda harus dilakukan perubahan oleh Kepala Daerah bersama DPRD dan bila tidak diindahkan maka Menteri Dalam Negeri akan mengusulkan kepada Presiden untuk membatalkannya dengan Peraturan Presiden. 20 UU No. 32 Tahun 2004 menjadi dasar dan sumber hukum bagi kewenangan executive review, yang kemudian executive review ini dijabarkan lebih lanjut dalam UU No. 28 Tahun 2009 khusus untuk Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Oleh karena hal itu, executive review terhadap perda dilakukan berdasar atas ketentuan dalam undang-undang tersebut. Selanjutnya akibat hukum dalam hal executive review bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. untuk menentukan bertentangan atau tidakya executive review dengan peraturan yang lebih tinggi, perlu dianalisis terlebih dahulu legalitas executive review. Executive review terhadap perda sebagaimana telah dijelaskan diatur dalam ketentuan undang-undang tersebut di atas.. Oleh karenanya, executive review berdasar dan bersumber pada ketentuan undang-undang. Untuk menentukan bertentangan atau tidaknya dengan peraturan yang lebih tinggi, secara hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- 20 Lia Angelina, Staf Bagian Pengkajian dan Evaluasi Produk Hukum Daerah Kementrian Dalam Negeri, Wawancara Pribadi Penulis pada tanggal 18 Oktober 2012.

16 undangan, peraturan yang berada di atas undang-undang adalah UUD Tahun Dengan demikian UUD Tahun 1945 menjadi dasar bagi pengujian kewenangan executive review. Selain itu dalam teori hukum berjenjang sebagaimana dikemukakan oleh Penulis dalam kerangka pemikiran teoritis, bahwa peraturan perundang-undangan yang berada di bawah bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya demikian selanjutnya sampai pada norma dasar. Dengan demikian peraturan yang berada di atas tersebutlah yang menjadi dasar konstitusionalitas. Oleh karena kewenangan executive review bersumber pada undang-undang, maka konstiutusionalitas executive review didasarkan pada UUD Tahun Di samping itu, dari segi pembentukannya, peraturan daerah itu mirip dengan undang-undang yaitu dibentuk oleh lembaga legislatif atas pembahasan bersama dan persetujuan bersama dengan lembaga eksekutif. Di dalam proses pembentukan undang-undang dan peraturan daerah itu sama-sama terkandung unsur-unsur sistem perwakilan rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat yang berdaulat melalui pemilihan umum. Karena kepala daerah dewaa ini dipilih langsung oleh rakyat yang berdaulat melalui pemilihan umum, maka baik undang-undang maupun peraturan daerah dapat dikatakan sama-sama produk sistem demokrasi, baik di tingkat lokal ataupun di tingkat nasional. Di dalam sistem demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung yang diterapkan untuk mengisi jabatan-jabatan di lembaga legislatif dan eksekutif tersebut, peranan partai politik sangat menonjol. Meskipun calon Presiden dan calon kepala daerah diajukan sebagai perseorangan, akan tetapi yang mencalonkan untuk menjadi peserta pemilihan umum adalah partai politik atau gabungan partai politik. Karena itu, dalam pencalonan untuk pengisian jabatan di lembaga eksekutif dan di lembaga legislatif, baik di tingkat daerah atupun tingkat pusat, peranan partai politik sangat menonjol. Dengan demikian undangundang dan peraturan daerah sama-sama merupakan produk politik yang mencerminkan pergulatan kepentingan di antara cabang-cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif, baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat, tidak boleh dinilai atau diuji oleh sesame lembaga politik. Pengujian undang-undang dan peraturan daerah itu harus dilakukan melalui mekanisme judicial review dengan

17 melibatkan peranan hakim yang objektif dan imparsial sebagai pihak ketiga. 21 Apabila kita konsisten dengan pengertian UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, maka mau tidak mau harus diartikan bahwa peraturan daerah itu termasuk ke dalam pengertian perundangundangan di bawah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun lagi pula jika dikaitkan dengan pengertian primary legislation versus secondary legislation, yang dapat dikatakan sebagai primary legislation adalah undang-undang, sedangkan peraturan daerah (perda) adalah produk secondary legislation. Sebagai secondary legislation, peraturan daerah itu merupakan bentuk delegated legislation sebagai peraturan pelaksana undang-undang (subordinate legislation). Karena itu, kedudukannya sudah seharusnya ditempatkan langsung di bawah undangundang. Karena itu, kedudukannya tetap berada di bawah undang-undang yang seperti ditentukan oleh Pasal 24 ayat (1) termasuk objek pengujian yang menjadi bidang kewenangan Mahkamah Agung Jimly Assidiqie, Perihal Undang-Undang, op.cit., hal Ibid., hal Dengan demikian, Penulis berpendapat bahwa pengujian peraturan daerah adalah kewenangan Mahkamah Agung bukan kewenangan pemerintah sebab dalam konstitusi hanya mengatur kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undangundang dimiliki oleh Mahkamah Agung, sebab peraturan daerah termasuk dalam peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun Selain itu, Peraturan Presiden yang membatalkan Peraturan daerah juga bagi Penulis bertentangan, sebab Peraturan presiden tersebut tidak berdasar pada peraturan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD Tahun 1945 yang menentukan bahwa Mahkamah Agunglah yang berwenang menguji dan membatalkan peraturan daerah. Oleh sebab itu, ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai executive review bagi Penulis bertentangan dengan UUD Tahun Akibat hukum bertentangannya executive review terhadap Peraturan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD Tahun 1945, maka ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksaannya yang mengatur mengenai executive review harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sehingga

18 kewenangan pengujian peraturan daerah hanya merupakan kewenangan Mahkamah Agung. Penutup Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa executive review merupakan kewenangan pemerintah untuk menguji suatu peraturan daerah terhadap kepentingan umum dan /atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang ditur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang mekanismenya dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 53 Tahun 2011 tentang Produk Hukum Daerah dan oleh karenanya ketentuan-ketentuan peraturan tersebut merupakan sumber dan dasar bagi executive review. executive review bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD Tahun 1945 sebab dalam UUD Tahun 1945 hanya mengatur kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undangundang dimiliki oleh Mahkamah Agung dan peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undangundang oleh karenanya hanya Mahkamah Agunglah yang berwenang menguji peraturan daerah. Selain itu pula, Peraturan Presiden yang membatalkan perda bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD Tahun 1945 sehingga akibat hukum dalam hal executive review bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hal ini UUD Tahun 1945 adalah ketentuan-ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksananya harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap ketentuanketentuan undang-undang yang mengatur executive review oleh pihak yang mempunyai legal standing sehingga kewenangan pengujian peraturan daerah hanya dimiliki oleh Mahkamah Agung.

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at DASAR HUKUM Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Daerah

Pengujian Peraturan Daerah Pengujian Peraturan Daerah I. Latar Belakang Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Lebih terperinci

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. UU NOMOR 10 TAHUN 2004 1. Menimbang: Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan perundang undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5234 ADMINISTRASI. Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan. Teknik Penyusunan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

Page 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengujian Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Dasar Hukum Pengujian Peraturan Memahami pengujian peraturan di Mahkamah

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM PERDA

KEKUATAN HUKUM PERDA SUBSTANSI PENGERTIAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KEPENTINGAN UMUM PRINSIP PENETAPAN RAPERDA MENJADI PERDA KEKUATAN HUKUM PERDA DASAR PERTIMBANGAN PERDA TAHAP RAPERDA DAN PENETAPANNYA PERSIAPAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI,

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 65 HLM, LD No. ABSTRAK : - bahwa peraturan daerah merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH Makna Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Apa informasi yang kalian peroleh

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, 1 SALINAN 2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan terbitnya Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NOTULA KEGIATAN IMPLEMENTASI PERANGKATPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Hari/Tanggal : Rabu- Kamis, 27 28 Mei 2009 Tempat : Hotel Lilianto, Kota Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Peserta :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri I. PEMOHON 1. Abda Khair Mufti (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bagian

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAb BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa produk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 01 (satu) tahun ~ jangka waktu penetapan Prolegda Provinsi Prolegda Provinsi ditetapkan untuk jangka waktu 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk memberikan arah

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bahan Raker, 17-05-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :a.

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG PENGAWASAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN JAKARTA 2010 Sipur 2, 26 Oktober 2010

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Chandra Furna Irawan, Ketua Pengurus Yayasan Sharia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat agar dapat berjalan tertib dan teratur PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Adalah peraturan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KE-2 Registrasi Nomor: 74/PUU-X/2012 Tentang Pemberhentian Sementara Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Di Bawah Undang-Undang Yang Sedang Dilakukan Mahkamah Agung I.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH (Mengenal Pedoman Pengujian Kebijakan Konstitusional) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Disampaikan dalam Workshop Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan daerah (selanjutnya diringkas perda) adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Pasal 1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1

I. PENDAHULUAN.  Tim UJDIH BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat 1 MEKANISME PENCABUTAN / PEMBATALAN PERATURAN DAERAH, PERATURAN KEPALA DAERAH, DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH YANG BERMASALAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA I. PENDAHULUAN http://koran.bisnis.com/read/20160404/251/534142/daya-saing-perda-bermasalah

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG Menimbang : a.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci