BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. pokok bahasan yang akan penulis jabarkan, yaitu yang pertama mengenai. kedua berisi analisis dalam skripsi ini.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. pokok bahasan yang akan penulis jabarkan, yaitu yang pertama mengenai. kedua berisi analisis dalam skripsi ini."

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam Bab III tentang hasil penelitian dan analisis, terdapat 2 sub pokok bahasan yang akan penulis jabarkan, yaitu yang pertama mengenai hasil penelitian yang berisi mengenai kronologi pada Putusan Mahkamah Agung No.1902 K/Pid/SUS/2008 dan No.1198 K/Pid/SUS/2008 dan yang kedua berisi analisis dalam skripsi ini. A.HASIL PENELITIAN Dalam Putusan Mahkamah Agung No K/Pid/SUS/2008 dengan terdakwa Dr.H.Syafruddin telah didakwa secara bersama-sama atau sendiri-sendiri pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi secara pasti oleh terdakwa tetapi pada kurun waktu antara bulan September 2003 sampai dengan juli 2005, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu pada tahun 2003 sampai dengan 2005, bertempat di kantor Koperasi Peternakan Sapi Manalagi Nagari Sungai Lansek Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sawahlunto atau setidak-tidaknya yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Muaro, sebagai yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa diduga melanggar Pasal 3 Undang Undang nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang

2 Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusan ini, terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan karena Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b dari Pasal 143 KUHAP sehingga batal demi hukum. Sedangkan, dalam Putusan Mahkamah Agung No K/Pid/SUS/2011 dengan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan didakwa telah menyalahgunakan kewenangannya ketika menjabat sebagai Pelaksana pada Direktorat Keberatan dan Banding Direktorat Jendral Pajak telah menyetujui keberatan pajak yang diajukan oleh P.T Surya Alam Tunggal sehingga menyebabkan Negara menderita kerugian. Hal yang dilakukan dilakukan oleh terdakwa diduga mengandung unsure memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi yang secara melawan hukum telah menimbulkan kerugian keuangan Negara. Dalam Putusan ini Mahkamah Agung memutuskan terdakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3 B. ANALISIS Pengaturan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menerangkan: Dalam ketentuan ini kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian Negara menunjukan bahwa tindak pidana korupsi, cukup dengan dipenuhinya unsure-unsur perbuatan yang dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat. Bahwa ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1) memang merupakan delik formil, juga ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menerangkan: Dalam undang-undang ini, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam undang undang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada

4 Negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana. Dengan dirumuskannya tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai delik formil, maka adanya kerugian keuangan Negara atau kerugian perekonomian Negara tidak harus sudah terjadi, karena yang dimaksud dengan delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang undang. 1 Dengan demikian, agar seseorang dapat dinyatakan bersalah telah melakukan tindak piadana korupsi seperti yang ditentukan dalam pasal 2 ayat (1), tidak perlu adanya alat-alat bukti untuk membuktikan bahwa memang telah terjadi kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. Dibandingkan ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang undang terdahulu yaitu Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 dapat diketahui bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 merupakan delik formil, sedangkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 3 tahun 1971 merupakan delik materiil, yaitu delik yang dianggap telah terbukti dengan P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar baru, Bandung, 1984, hlm. 202

5 ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. 2 Sebagai pelaku dari tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) telah ditentukan setiap orang. Dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut tidak ditentukan adanya suatu syarat, misalnya syarat Pegawai Negeri yang harus menyertai setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud. Oleh karena itu,sesuai dengan apa yang dimaksud dengan setiap orang dalam Pasal 1 angka 3, menurut penulis pelaku tindak pidana korupsi yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) dapat terdiri atas : a. Orang perseorangan,dan/atau b. Korporasi Jika diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1), maka akan ditemui beberapa unsure sebagai berikut: a) Secara melawan hukum; b) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; c) Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 3 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan secara melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur Ibid R.Wiyono S.H, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 27

6 dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma norma kehidupan social dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. 4 Roeslan Saleh mengemukakan menurut ajaran melawan hukum,yang disebut melawan hukum materiil tidaklah hanya sekedar bertentangan dengan hukum tertulis, tetapi juga bertentangan dengan hukum tidak tertulis. 5 Di dalam sifat melawan hukum secara formil sifat melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum tertulis saja. Sedangkan, menurut ajaran materiil, di samping memenuhi syarat syarat formil, yaitu memenuhi semua unsure yang disebut dalam rumusan delik, perbuatan harus dirasakan masyarakat sebagai tidak boleh atau tidak patut. Dalam kepustakaan hukum pidana, terdapat 2 (dua) fungsi dari ajaran melawan hukum secara materiil, yaitu: 1) Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif, yaitu suatu perbuatan, meskipun oleh peraturan perundangundangan tidak ditentukan sebagai melawan hukum, tetapi jika menurut penilainan masyarakat perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, perbuatan yang dimaksud tetap merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum; Ibid Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum dari Perbuatan Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1987, hlm. 7

7 2) Ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negative, yaitu suatu perbuatan, meskipun menurut peraturan perundang-undangan merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, tetapi jika menurut penilaian masyarakat perbuatan tersebut tidak bersifat melawan hukum, perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum. 6 Oleh karena penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal 2 ayat (1) mencakup perbuatan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan atau normanorma kehidupan social dalam masyarakat, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka dapat diketahui bahwa ajaran sifat melawan hukum materiil yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 adalah sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif. Dengan memperhatikan perumusan ketentuan tentang tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diketahui bahwa unsure melawan hukum dari ketentuan tentang tindak pidana korupsi tersebut merupakan sarana untuk melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. R.Wiyono S.H, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 28

8 Dengan demikian, sebagai akibat hukum dari perumusan ketentuan tentang tindak pidana korupsi tersebut, meskipun suatu perbuatan telah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian Negara, tetapi jika dilakukan tidak secara melawan hukum, perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang Undang nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun Yang dimaksud dengan memperkaya adalah perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih kaya (lagi) dan perbuatan ini sudah tentu dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya menjual atau membeli, menandatangani kontrak, memindahbukukan dalam bank, dengan syarat tentunya dilakukan secara melawan hukum, jika akan dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Di dalam rangka penegakkan hukum pidana korupsi di Indonesia, hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian sering kali menjadi perdebatan antara para penegak hukum, baik antara penuntut umum dan tim pembela maupun para majelis hakim dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Menetapkan hubungan kausal antara kerugian yang ditimbulkan dan perbuatan melawan hukum dimaksudkan untuk menegaskan siapa saja

9 yang dapat dan seharusnya diminta pertanggungjawabanya. Dalam tulisannya, Rosa Agustina menulis: Ajaran kausalitas tidak hanya penting dalam hukum pidana saja,melainkan juga dalam bidang perdata.pentingnya ajaran kausalitas dalam bidang hukum pidana adalah untuk menentukan siapakah yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap timbulnya suatu akibat (strafrechtelijke aanspraakelijkheid) dan dalam bidang hukum perdata adalah untuk meneliti adakah hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga si pelaku dapat juga dipertanggungjawabkan Kalau di dalam hukum pidana persoalan kausalitas adalah khusus mengenai pertanyaan apakah telah dilakukan delik, maka dalam hukum perdata persoalan kausalitas tersebut terutama mengenai persoalan apakah terdapat hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian. Kerugian dalam tindak pidana korupsi sesuai dengan yang dimaksud di dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah kerugian keuangan Negara dan kerugian perekonomian Negara. Namun, banyak pandangan atau penafsiran yang berbeda beda dari para penegak hukum ini untuk memaknai dengan apa itu yang dimaksud dengan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.

10 Berikut penulis akan mencoba menganalisis tentang kerugian Negara dalam kedua Putusan Mahkamah Agung berkenaan dengan tindak pidana korupsi. Putusan tersebut adalah Putusan No K/Pid/SUS/2008 dengan terdakwa Dr.H.Syafruddin yang didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sapi manalagi di Koperasi Peternakan Sapi Manalagi (KPSM) Nagari Sungai Lansek, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Putusan yang ke 2 adalah Putusan Mahkamah Agung No K/Pid/SUS/2011 dengan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan yang didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi di Direktorat Jendral Pajak (Dirjen Pajak). Dalam Putusan Mahkamah Agung No K/Pid/SUS/2008 terdakwa Dr.H.Syafruddin telah memenuhi unsur-unsur untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara. Hal tersebut ditunjukan dalam fakta yang terungkap di pengadilan dalam putusan yaitu : 1) Penyalahgunaan wewenang oleh terdakwa selaku Ketua Koperasi Peternakan Sapi Manalagi (KPSM), dengan tidak digunakannya dana bantuan penggemukan sapi impor sebesar Rp ,00 (tiga milyar seratus lima puluh dua juta sembilan ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus rupiah) guna pengadaaan 600 ekor sapi dengan tidak semestinya.

11 2) Bahwa sapi yang seharusnya diserahkan kepada masyarakat/anggota koperasi tersebut dikelola sendiri oleh KPSM yang disetujui oleh saksi Ir.Zafrul Zamzami sehingga segala akibat dari penyimpangan tersebut menjadi tanggung jawab terdakwa. Dan tidak sesuai dengan pedoman teknis Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No 58i/Kep/M.KUKM/VI/2003. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Barat ditemukan kesimpulan sebagai berikut: 1) Penetapan Koperasi sebagai Koperasi penerima dana bergulir tidak sesuai prosedur karena belum pernah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan, belum pernah dilakukan penilaian oleh dinas Koperindag dan Penanaman Modal (PM) kabupaten sawahlunto/sijunjung dan jumlah anggota koperasi tidak sesuai dengan yang diajukan dalam permohonan; 2) Prosedur pengadaan 600 ekor sapi bantuan (pemilihan dan penetapan harganya) tidak sesuai dengan Keppres No.18 Tahun 2000; 3) Spesifikasi umur dan berat sapi yang diadakan tidak sesuai dengan yang ditentukan;

12 4) Bantuan sapi yang deiberikan oleh pemerintah, ternyata tidak diserahkan kepada masyarakat/anggota koperasi untuk digemukan sesuai dengan tujuan program, sehingga segala akibat dari penyimpangan tersebut menjadi tanggung jawab pengurus koperasi. 5) Dana bantuan tidak diadministrasikan sebagaimana pengelolaan dana bergulir; 6) Dana bantuan digunakan menyimpang, yang seharusnya untuk pengadaan sapi ternyata digunakan untuk keperluan lain; 7) Ditemukan indikasi bahwa dana bantuan digunakan untuk kepentingan/keuntungan pribadi/orang lain/korporasi. Sesuai dengan hasil pemeriksaan terhadap dokumen yang ada, terdapat beberapa pengeluaran kas yang berindikasi memperkaya/menguntungkan diri sendiri/orang lain/suatu korporasi yaitu: 1) Terdapat penarikan uang tunai sebesar Rp ,00 (dua puluh dua juta rupiah) oleh bendahara koperasi dari Bank Bukopin Cabang Padang yang tidak tercatat dalam buku kas menurut dokumen yang ada; 2) Pembelian Isuzu Panther pick-up; 3) Pembelian kendaraan pakan konsentrat;

13 4) Terdapat dua SPK penjualan sapi oleh terdakwa kepada kelompok tani di kabupaten Lima Puluh Kota senilai Rp ,00 (empat ratus dua puluh juta rupiah) yang tidak tercatat dalam buku kas koperasi. Berdasarkan uraian di atas, Dr.H.Syafruddin selaku Ketua pengurus KPSM telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 j.o Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah). Jika diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 2, akan ditemui beberapa unsure sebagai berikut: 1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri/orang lain/suatu korporasi. 2) Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Apabila dicermati unsure-unsur pasal di atas maka tindakan yang dilakukan oleh Syafruddin telah memenuhi unsure pertama dalam pasal

14 tersebut. Hal ini dicerminkan dari tindakan Syafruddin yang telah menggunakan dana bergulir penggemukan sapi tidak sebagaimana mestinya. Terdapat transaksi-transaksi yang tidak dibukukan sebagaimana mestinya sehingga bisa berindikasi bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana tersebut. Maka menurut penulis hal ini termasuk rangkaian kegiatan yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga unsure ini terpenuhi. Dalam Putusan ini, unsure kerugian keuangan Negara yang diakibatkan oleh perbuatan terdakwa adalah sebesar Rp ,56 (tiga milyar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus enam puluh ribu empat puluh enam koma lima puluh enam rupiah). Kerugian keuangan Negara tersebut didasarkan pertimbangan sebagai berikut: 1) Penerima bantuan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pedoman teknis; 2) Sapi yang seharusnya diserahkan kepada masyarakat/anggota koperasi ternyata dikelola sendiri, sehingga segala akibat dari penyimpangan tersebut menjadi tanggung jawab koperasi atau pengurus; 3) Tidak dipisahkannya pembukuan dana bantuan dengan yang lainnya;

15 4) Buku kas tidak dapat dipedomani, ada pengeluaran dan penerimaan yang tidak tercatat; 5) Buku persediaan sapi (pembelian dan penjualan) tidak dapat dipedomani karena tidak dikerjakan dengan tertib; 6) Berat dan harga penjualan sapi tidak dapat diyakini kebenarannya karena tidak didukung dokumen yang cukup sah; 7) Ditemukan indikasi adanya pengeluaran uang kas yang tidak benar. Faktur-faktur pembelian pakan konsentrat, diisi atau ditulis sendiri oleh bendahara, atas perintah dan jumlah yang ditetapkan oleh terdakwa. Sesuai dengan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perekonomian Negara adalah: kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis berpendapat bahwa apa yang dilakukan Syafruddin tidak hanya merugikan keuangan Negara namun juga kerugian terhadap perekonomian Negara. Argumentasinya

16 adalah bantuan sapi yang berjumlah 600 ekor tersebut seharusnya sudah berkembang melalui perguliran, serta masyarakat peternak seharusnya memperoleh keuntungan karena memiliki kesempatan untuk memelihara sapi dan keuntungan dari hasil program penggemukan sapi tersebut berkesempatan membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, namun program ini tidak berhasil karena tindakan yang dilakukan terdakwa selaku pengurus koperasi. Berdasarkan uraian di atas, maka Syafruddin telah memenuhi kedua unsure dalam Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Syafruddin telah terbukti memperkaya diri sendiri secara melawan hukum dan atas tindakannya telah merugikan keuangan Negara dan perekonomian Negara. Maka, penggunaan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menjerat terdakwa Syafruddin dalam putusan No K/Pid/SUS/2008 sudah sangatlah tepat. Dalam Putusan No K/Pid/SUS/2008 ini hakim agung mempunyai pendapat berbeda dalam memandang kerugian Negara. Hakim berpendapat bahwa kerugian Negara haruslah sesuai dengan Pasal 1 angka 22 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi :

17 kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, maka kerugian Negara itu harus nyata, pasti, dan telah terjadi. Bukan dalam bentuk perkiraan atau prediksi. Bahwa setelah berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, rumusan kerugian Negara/daerah mengalami pergeseran makna dibandingkan rumusan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, menurut Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 1 angka 22 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 merumuskan kerugian Negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat melawan hukum, baik sengaja maupun lalai. Dengan rumusan kerugian Negara yang menurut hakim jumlahnya harus nyata dan telah terjadi, maka tindak pidana korupsi dalam hal ini menjadikan tindak pidana korupsi menjadi delik materiil dan bukan lagi delik formil seperti yang disebut dalam Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sudah umum diketahui bahwa pengadaan barang maupun jasa dengan pembiayaan melalui APBN, APBD, bantuan dan pinjaman lembagalembaga internasional pada sector public (termasuk BUMN dan BUMD),

18 dan lembaga-lembaga lain, sarat akan tindak pidana korupsi. Secara teknis kerugian keuangan Negara dalam pengadaan barang berkenaan dengan asset, sedangkan kerugian keuangan Negara dalam pengadaan jasa berkenaan dengan pengeluaran. Bentuk kerugian keuangan Negara dari pengadaan barang dan jasa adalah pembayaran yang melebihi jumlah seharusnya, bentuk kerugian ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut: 1. Markup untuk barang yang spesifikasinya sudah sesuai dengan dokumen tender. Kualitas dan kuantitas barang sudah benar, tetapi harganya lebih mahal. 2. Harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas barang yang dipasok di bawah persyaratan. Harga secara total sesuai dengan kontrak, tetapi kualitas dan kuantitas barang lebih rendah dari yang disyaratkan. 3. Syarat penyerahan barang (terms of delivery) lebih istimewa. Oleh karena syarat pembayaran (terms of payment) tetap, maka ada kerugian bunga. 4. Syarat pembayaran yang lebih baik, tetapi syarat-syarat lainnya seperti kualitas, kuantitas, dan syarat penyerahan barang tetap. Seperti contoh di atas, ada kerugian bunga.

19 5. Kombinasi dari kerugian yang disebutkan di atas, seperti markup dan adanya kerugian bunga. 7 Berikutnya penulis akan mencoba menganalisis kasus tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan Negara dalam Putusan Mahkamah Agung No K Pid/SUS/2011 dengan terdakwa Gayus Halomoan Tambunan dalam dugaan korupsi dalam lingkup Direktorat Jendral Pajak. Dalam Putusan Mahkamah Agung No K Pid/SUS/2011 Gayus Halomoan Tambunan telah melakukan tindak pidana sebagai berikut: 1. Gayus Halomoan Tambunan, Pelaksana pada Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. KEP-036/PJ.01/UP.53/2007 secara bersama-sama dengan Humala Setia Leonardo Napitupulu dan Maruli Pandapotan, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dalam permohonan keberatan wajib pajak P.T Surya Alam Tunggal. 2. Akibat perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp ,00 (lima ratus tujuh puluh juta sembilan Theodarus M.Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta, 2009, hlm. 159

20 ratus lima puluh dua ribu rupiah) atau sekitar jumlah tersebut sebagaimana dalam laporan hasil penghitungan kerugian keuangan Negara atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penanganan keberatan pajak P.T Surya Alam Tunggal Sidoarjo yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 3. Penyalahgunaan kewenangannya yang seharusnya terdakwa Gayus Halomoan Tambunan melakukan penelitian secara cermat, tepat, dan menyeluruh namun tidak dilakukan oleh terdakwa. 4. Bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan uraian di atas Gayus Halomoan Tambunan telah menyalahgunakan kewenangannya selaku Pelaksana pada Direktorat Keberatan dan Banding di Direktorat Jendral Pajak telah lalai dalam menangani masalah keberatan pajak yang diajukan oleh P.T Surya Alam Tunggal, sehingga terdakwa telah melanggar Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 yang berbunyi : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

21 merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah. Jika diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 3, akan ditemui beberapa unsure sebagai berikut: 1. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 2. Menyalahgunakan wewenang kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan; 3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Yang dimaksud dengan menguntungkan adalah sama artinya dengan mendapatkan untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang diperolehnya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah sama artinya dengan mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Yang dimaksud dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan tersebut adalah menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang melekat pada

22 jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikanya kewenangan, kesempatan, atau sarana tersebut. Untuk mencapai tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut, dalam Pasal 3 telah ditentukan cara yang harus ditempuh oleh pelaku tindak pidana korupsi, yaitu: a. Dengan menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi. b. Dengan menyalahgunakan kesempatan yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi. c. Dengan menyalahgunakan sarana yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi. 8 Apabila dicermati pasal di atas maka tindakan yang dilakukan oleh Gayus Halomoan Tambunan telah memenuhi unsure menyalahgunakan kewenangan untuk dapat memperoleh keuntungan untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dalam hal ini adalah P.T Surya Alam Tunggal dalam kasus penanganan keberatan pajaknya. Berikut penulis akan mencoba menjabarkan tentang pajak dan kaitannya dengan keuangan Negara. Hal ini dilakukan untuk melengkapi unsure ke 3 yaitu dengan apa yang dimaksud dengan kerugian keuangan Negara. R.Wiyono S.H, Pembahasan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 38

23 Di dalam penjelasan umum Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 telah dijabarkan bahwa: Seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Pengaturan tentang apa yang dimaksud dengan keuangan Negara selain yang sudah diatur dalam penjelasan pasal di atas, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara umum dicantumkan dalam bab I (Ketentuan Umum), Pasal 1 angka 1: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

24 Pengertian Pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,SH. Dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan adalah : peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment Berdasarkan pengertian di atas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment. Pada umumnya dikenal adanya dua fungsi utama dari pajak, yakni fungsi anggaran (budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Fungsi anggaran pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrument yang digunakan untuk memasukkan dana sebesarbesarnya ke dalam kas Negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrument menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke kas Negara. Dana dari pajak itulah yang kemudian digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan.

25 2. Fungsi pajak untuk mengatur adalah dalam hal ini pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat kea rah yang dikehendaki pemerintah. Oleh karenanya, fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah. 9 Apabila dilihat dari bentuk dan sifatnya penulis berpendapat bahwa pajak mempunyai peranan yang vital sebagai salah satu sumber pemasukan kas keuangan Negara yang akan digunakan sebagai penopang bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa apabila terdapat hambatan dalam pemasukan kas Negara khususnya dalam hal pajak, maka hambatan tersebut secara langsung dapat mengganggu aktivitas pemerintahan yang salah satunya berpengaruh pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, apa yang dilakukan oleh Gayus Halomoan Tambunan yang telah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan mengabulkan keberatan P.T Surya Alam Tunggal yang tidak sesuai dengan mekanisme dan ketentuan hukum mengajukan keberatan pajak yang seharusnya diikuti telah memenuhi unsure merugikan keuangan Negara. Y.Sri Pudyatmoko, S.H, M.Hum, Pengantar Hukum Pajak, Andi offset, Yogyakarta, 2004, hlm. 15

26 Hal ini diperkuat dengan pendapat Hakim Agung dalam Putusan No K Pid/SUS/2011 yaitu : 1. Bahwa bagi Indonesia, Pajak merupakan sumber APBN terbesar sehingga intensifikasi dan extensifikasi perpajakan harus segera dilakukan, sebaliknya setiap gangguan terhadap pemasukan pajak, secara langsung akan mengganggu jalannya roda pembangunan yang ujung-ujungnya semakin memelaratkan rakyat yang sudah melarat; 2. Bahwa kejahatan di bidang restitusi pajak merupakan modus operandi baru di bidang penggelapan pajak. Pemasukkan pajak yang sudah sedemikian sulit, semakin memberatkan income Negara dengan adanya pengembalian pajak fiktif yang harus dilakukan oleh Negara seperti yang terjadi dalam kasus P.T Surya Alam Tunggal. Dalam Putusan Mahkamah Agung No K/Pid/SUS/2011 ini hakim berpendapat bahwa kerugian Negara dalam tindak pidana korupsi tidak terbatas hanya yang bisa dinilai atau nyata. Melainkan dipertimbangkan juga kerugian bagi Negara yang sifatnya potensial atau yang akan terjadi sehingga memenuhi bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil bukanlah delik materiil seperti yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

27 Berdasarkan analisis dari kedua putusan di atas maka akan didapatkan penerapan konsep kerugian Negara dalam hukum pidana korupsi di Indonesia. Meskipun dalam praktik hukum saat ini, para praktisi hukum saat ini seperti hakim maupun jaksa sebagian besar selalu berpendapat bahwa yang dianggap sebagai kerugian Negara adalah kerugian yang bersifat riil atau yang sudah benar benar terjadi. Namun pengungkapan kerugian yang bersifat potensial haruslah tetap dilakukan karena untuk menghitung kerugian Negara yang belum terjadi seperti adanya pendapatan Negara yang akan diterima dan lain sebagainya. Alasan utama dilakukan pengungkapan kerugian yang bersifat potensial di atas adalah mengondisikan dan menyadarkan para penegak hukum bahwa suatu kerugian Negara yang benar-benar merugikan Negara adalah sedemikian luas tidak terbatas pada pengertian kerugian menurut asas kas, tetapi juga berdasarkan asas akutansi lain yang dianut oleh suatu entitas. 10 Dalam kasus Tindak Pidana Korupsi, kesederhanaan makna kerugian yang nyata dan pasti tidak akan dapat diterapkan. Ciri tindak pidana korupsi, khususnya yang berjumlah besar dan melibatkan penyalahgunaan wewenang, adalah benturan kepentingan (conflict of interest), persekongkolan (collusion), dan kesepakatan di mana segala sesuatunya sudah diatur. Theodarus M.Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, Jakarta, 2009, hlm. 89

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan yaitu alasan pemilihan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan metodologi penelitian

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor: 08/PID.SUS.K/2014/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor: 08/PID.SUS.K/2014/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 08/PID.SUS.K/2014/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara

Lebih terperinci

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali

Subbagian Hukum BPK Perwakilan Provinsi Bali 1 2 Sumber Berita : Dugaan Korupsi Pavingisasi Jalan Gajah Mada Tahap II, Dua Tersangka Dijebloskan Ke LP Kerobokan Catatan : Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

P U T U S A N NO : 11/PID.SUS/2011/PT.MDN.-

P U T U S A N NO : 11/PID.SUS/2011/PT.MDN.- P U T U S A N NO : 11/PID.SUS/2011/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA --------PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana Korupsi dalam peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan

Lebih terperinci

KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM. nusabali.com

KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM. nusabali.com KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM nusabali.com Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (bansos) fiktif pembangunan Merajan Sri Arya Kresna Kepakisan di Banjar Anjingan, Desa Pakraman Getakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 21/PID.SUS.K/2014/PT-Mdn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara Tindak Pidana Korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 17/PID.SUS.TPK/2016/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara tindak

Lebih terperinci

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Modul ke: STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Disampaikan pada perkuliahan ETIK UMB kelas PKK Fakultas TEKNIK MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA Program Studi TEKNIK INDUSTRI www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN Oleh Ir. H. Hirwan Jack, MBA, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh A. Pendahuluan Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN 1. Tindak Pidana Jasa Konstruksi Tindak Pidana Jasa konstruksi merupakan salah satu problematika

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang berkembang dengan sangat subur dan tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara. Maraknya korupsi telah mendorong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 58 PK/Pid.Sus/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana khusus pada pemeriksaan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN BUPATI SINJAI NOMOR... TAHUN... TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN BUPATI SINJAI NOMOR... TAHUN... TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN BUPATI SINJAI NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. P U T U S A N Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA --------- PENGADILAN TINGGI MEDAN yang mengadili perkara - perkara tindak pidana korupsi dalam peradilan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor: 4 PK/Pid.Sus/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara tindak pidana korupsi pada pemeriksaan peninjauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan

Lebih terperinci

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK Abdul Latif 116 PENDAHULUAN Unsur melawan hukum dalam perkara korupsi merupakan hal yang penting dan menentukan untuk adanya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan RILIS MEDIA Hasil Eksaminasi Publik Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Provinsi Jambi Tahun 2009 Putusan Pengadilan Tipikor Nomor: 08/PID.B/TPK/2012/PN.JBI (Terdakwa: Drs. A. Mawardy Sabran, MM, Ketua STIE-ASM

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA

KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI PENINGKATAN JALAN NANTI AGUNG - DUSUN BARU KECAMATAN ILIR TALO KABUPATEN SELUMA http://www.beritasatu.com 1 Bengkulu - Kepala Polda Bengkulu, Brigjen Pol. M. Ghufron menegaskan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Sudah Bayar, Terdakwa Korupsi Minta Bebas

Sudah Bayar, Terdakwa Korupsi Minta Bebas Sudah Bayar, Terdakwa Korupsi Minta Bebas PALANGKA RAYA Fried Asahel (39) Mantan Bendahara Pengeluaran pada Sekretariat DPRD Kota Palangka Raya membela diri melalui Penasehat Hukum saat sidang Pengadilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

- 2 - Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

- 2 - Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG RRRRRANCRANGANRRRRRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KE DALAM MODAL PT.BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan

Lebih terperinci

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1 PENGANTAR Kasus tindak pidana yang dituduhkan dan kemudian didakwakan kepada seseorang dalam jabatan notaris telah banyak terjadi di

Lebih terperinci

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Korporasi di Bidang

Lebih terperinci

P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.-

P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.- P U T U S A N NO 93/PID/2013/PT.MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------- PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci