INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (ITPGRFA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (ITPGRFA)"

Transkripsi

1 PERJANJIAN TENTANG SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN (SDGTPP) INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (ITPGRFA) 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 1

2 Latar Belakang PENDAHULUAN Menyusutnya basis keanekaragaman genetik tanaman untuk pertanian dan ketahanan pangan mengancam ketahanan pangan secara global Kebutuhan Sumber Daya Genetik (SDG) tanaman terus meningkat untuk menghadapi perubahan lingkungan, permintaan pasar dan peningkatan produktivitas; Saling ketergantungan SDG secara global; Perlu ditingkatkan kerja sama bilateral, regional dan global untuk pembangunan kapasitas dan pengaturan akses terhadap SDG tanaman (SDGT). 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 2

3 Menurut the Genetic Resources Action Inter Nations (GRAIN): Dari 3,9 juta aksesi koleksi SDG (varietas, strain liar, land races, dll) di seluruh dunia, tanaman ekonomis yang telah dilestarikan: 53% dimiliki oleh negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, Rusia; 16%-nya dimiliki oleh lembaga penelitian pertanian int l (IRRI, ICRISAT, CIMMYT, CIAT, CIP); Hanya 30% yang dimiliki negara berkembang (Indonesia hanya memiliki sedikit) 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 3

4 SEJARAH LAHIRNYA PERJANJIAN SDGTPP Kemerosotan SDGTPP secara global dan perkembangan pengelolaannya; 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 4

5 Pengertian istilah SDGTPP SDGTPP: semua materi genetik yang berasal dari tanaman yang mempunyai nilai nyata maupun potensial untuk sektor pertanian dan pangan; (Perjanjian hanya mengatur SDG tanaman yang mempunyai nilai nyata maupun potensial). Materi genetik: semua materi yang berasal dari tanaman, termasuk materi perbanyakan reproduktif maupun vegetatif, yang mengandung unit-unit fungsional hereditas. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 5

6 KEBUTUHAN SDGTPP 30 tahun mendatang, populasi dunia ± 8,5 milyar peningkatan kebutuhan pangan Peningkatan produktivitas yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduk Konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan SDGTPP merupakan kunci untuk peningkatan produksi dan keberlanjutan pertanian menunjang pembangunan nasional, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 6

7 ISI PERJANJIAN PEMBUKAAN Bagian I PENDAHULUAN: 3 Pasal Bagian II KETETAPAN UMUM: 5 Pasal Bagian III HAK PETANI: 1 Pasal Bagian IV SISTEM MULTILATERAL AKSES DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN: 4 Pasal Bagian V KOMPONEN PENDUKUNG: 2 Pasal Bagian VI KETENTUAN FINANSIAL: 1 Pasal Bagian VII KETENTUAN KELEMBAGAAN: 17 Pasal 2 LAMPIRAN : Daftar Tanaman yang Tercakup dalam Traktat Serta Ketentuan Arbitrasi dan Konsiliasi 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 7

8 PEMBUKAAN Pasal 1 Tujuan Pasal 2 Penggunaan Istilah Pasal 3 Ruang Lingkup BAGIAN II KETENTUAN UMUM Pasal 4 Kewajiban Umum Pasal 5 Konservasi, Eksplorasi, Koleksi, Karakterisasi, Evaluasi dan Dokumentasi Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian Pasal 6 Pemanfaatan Berkelanjutan Sumber Daya Genetik Tanaman Pasal 7 Komitmen Nasional dan Kerja Sama Internasional Pasal 8 Bantuan Teknis BAGIAN III HAK PETANI Pasal 9 Hak Petani 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 8

9 BAGIAN IV SISTEM MULTILATERAL AKSES DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN Pasal 10 Sistem Multilateral Akses dan Pembagian Keuntungan Pasal 11 Cakupan Sistem Multilateral Pasal 12 Akses yang difasilitasi terhadap sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian di dalam Sistem Multilateral Pasal 13 Pembagian keuntungan dalam Sistem Multilateral BAGIAN V KOMPONEN PENDUKUNG Pasal 14 Rencana Aksi Gobal Pasal 15 Koleksi Ex Situ Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian yang Dikuasai oleh Pusat-pusat Penelitian Pertanian Internasional dari Kelompok Konsultatif Penelitian Pertanian Internasional dan Kelembagaan Internasional lain Pasal 16 Jaringan Kerja Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman Pasal 17 Sistem Informasi Global mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 9

10 BAGIAN VI KETENTUAN FINANSIAL Pasal 18 Sumber Daya Finansial BAGIAN VII KETENTUAN KELEMBAGAAN Pasal 19 Badan Pengatur Pasal 20 Sekretaris Pasal 21 Ketaatan Pasal 22 Penyelesaian Sengketa Pasal 23 Amendemen Perjanjian Pasal 24 Lampiran-lampiran Pasal 25 Penandatanganan Pasal 26 Ratifikasi, Penerimaan atau Persetujuan Pasal 27 Aksesi Pasal 28 Mulai Berlakunya Perjanjian Pasal 29 Organisasi Anggota FAO Pasal 30 Pensyaratan Pasal 31 Bukan Pihak Pasal 32 Pengunduran Diri Pasal 33 Pengakhiran Pasal 34 Depositari Pasal 35 Naskah Otentik 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 10

11 Unsur kunci dalam Perjanjian SDGTPP : Sistem Multilateral mengenai Akses dan Pembagian Keuntungan yang difasilitasi. Akses mencakup: 64 genus tanaman termasuk: 35 tanaman pangan (antara lain padi, jagung, singkong dan ubi-jalar) 29 tanaman pakan ternak 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 11

12 TUJUAN PERJANJIAN SDGTPP Mendukung ketahanan pangan dan pertanian yang berkelanjutan: melalui konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan SDGTPP pembagian keuntungan secara adil dan merata yang dihasilkan dari pemanfaatannya. Melindungi Hak Petani: yang didasarkan sumbangan petani dan masyarakat lokal di pusat asal dan pusat keanekaragaman tanaman pertanian. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 12

13 MATERI POKOK PERJANJIAN SDGTPP Pengaturan akses terhadap SDGTPP Pelestarian SDGT; Kebijakan pemanfaatan secara berkelanjutan dan implementasinya; Komitmen para Pihak pada taraf nasional dan internasional; Perlindungan Hak Petani; Sistem multilateral mengenai akses dan pembagian keuntungan, Pembagian keuntungan secara adil dan merata dalam sistem multilateral ; Peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM di bidang pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan SDGT. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 13

14 KOMODITI DALAM SISTEM MULTILATERAL PANGAN Artocarpus sukun Asparagus Avena oats Beta bit Brassica complex dan genus lain Cajanus kacang gude Cicer kacang kecik Citrus jeruk Cocos kelapa Colocasia, Xanthosoma talas Daucus wortel Dioscorea uwi Eleusine finger millet Fragaria strawberry Helianthus bunga matahari Hordeum barley Ipomoea ubi jalar Lathyrus grass pea Lens lentils Malus apel Manihot ubi kayu/singkong Musa pisang Oryza padi Pennisetum pearl millet Phaseolus kacang biji Pisum kacang polong Secale rye Solanum kentang, terung Sorghum sorgum/cantel Triticosecale tritikal /gandum Triticum dkk gandum Vicia kacang babi Vigna kacang tholo Zea jagung 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 14

15 KOMODITI DALAM CAKUPAN SISTEM MULTILATERAL TANAMAN PAKAN TERNAK LEGUM Astragalus chinensis Lupinus albus A. cicer L. angustifolius A. arenarius L. luteus Canavalia ensiformis Medicago arborea Coronilla varia M. falcata Hedysarum coronarium M. sativa Lathyrus cicera M. scutellata L. ciliotus M. rigidula L. hirsutus M. trunculata L. ochrus Melilotus albus L. odoratus M. officinalis L. sativus viciifolia Onobrychis Lespedeza cuneata sativus Ornithopus L. striata Prosopis affinis L. stipulacea P. alba Lotus corniculatus P. chilensis L. subbiflorus P. nigra L. uliginosus P. pallida Pueraria phaseoloides Trifolium : 15 spesies alexandrium, alpestre, ambiguum, angustifolium, arvense, agrocicerum, hybridum, incarnatum, pratense, repens, resupinatum, rueppellianum, semipilosum, ubterraneum, vesiculoum RUMPUT Andropogon gayanus F. rubra Agropyron cristatum Lolium hybridum A. desertorum L. multiflorum Agrostis stolonifera L. perenne A. tenuis L. rigidum Alopecurus pratensis L. temulentum Arrhenatherum elatius Phalaris aquatica Dactylis glomerata P. arundinacea Festuca arundinacea Phleum pratense F. gigantea Poa alpina F. heterophylla P. annua F. ovina P. pratensis LAIN LAIN Atriplex halimus A. nummularia Solsola vermiculata 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 15

16 TINJAUAN Ada kekawatiran dengan meratifikasi perjanjian SDGTPP: Seluruh SDGT Indonesia akan dapat diakses oleh negara lain secara bebas SDGTPP ditujukan untuk penggunaan industri kimia SDGTPP diajukan untuk memperoleh HKI Akan mengakibatkan kepunahan SDGT Indonesia 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 16

17 TINJAUAN (lanjutan) Dalam pelaksanaannya tidak demikian, karena perjanjian ini: Hanya mencakup SDGTPP yang terdapat pada Lampiran 1 yang dapat diakses SDGTPP hanya untuk tujuan konservasi dan pemanfaatan dalam rangka pemuliaan, penelitian dan pelatihan SDGTPP yang diperoleh dari Sistem Multilateral (SM) tidak boleh diberlakukan HKI SDGT harus dilestarikan dan tersedia dalam SM 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 17

18 MANFAAT PENGESAHAN PERJANJIAN SDGTPP (1) Memperoleh bantuan pengembangan kapasitas dari sistem pendukung perjanjian: kemampuan untuk eksplorasi, konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan SDGTPP; Pengembangan kerja sama regional dan internasional dalam hal pengelolaan SDGTPP 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 18

19 MANFAAT PENGESAHAN PERJANJIAN SDGTPP (2) Terjaminnya akses dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan SDGTPP, termasuk pemanfaatannya secara komersial. Mendapatkan manfaat untuk pertukaran SDGTPP dalam mendukung ketahanan pangan dan pertanian yang berkelanjutan; Indonesia juga dapat memperoleh transfer teknologi dari negara Pihak lain atau dari pusatpusat riset pertanian internasional. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 19

20 Kondisi tukar menukar SDGTPP SEBELUM Perjanjian SDGTPP A B H C G D F E 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 20

21 Kondisi tukar menukar SDGTPP SETELAH Perjanjian SDGTPP A B SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP SDGTPP C G D E F 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 21

22 PERTIMBANGAN Kenyataan: Indonesia bukan negara yang kaya koleksi exsitu SDGTPP dibandingkan dengan Pusat-pusat Penelitian pertanian internasional (IARCs) maupun negara-negara maju; Dengan kemudahan akses pada sistem multilateral dan adanya acuan Standar Perjanjian Pengalihan Materi (PPM) atau Material Transfer Agreement (MTA), Indonesia akan mendapat keuntungan dalam pemanfaatan koleksi-koleksi exsitu plasma nutfah yang dikelola negara lain anggota Perjanjian maupun dari IARCs; Dengan meratifikasi Perjanjian tepat waktu, Indonesia dapat duduk dalam Dewan Pengatur (Governing Body) yang akan menyusun prosedur strategis implementasi Perjanjian. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 22

23 Kewajiban Konservasi SDGTPP (1) Melakukan Konservasi, eksplorasi, koleksi, pencitraan, evaluasi dan dokumentasi SDGTPP: Inventarisasi SDGTPP yang mengalami tekanan kepunahan; Pengumpulan SDGTPP potensial yang mengalami tekanan kepunahan atau under utilized. Konservasi insitu dari kerabat liar tanaman budi daya serta tumbuhan liar yang penting untuk pangan 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 23

24 Kewajiban Konservasi SDGTPP (2) Konservasi dan pengembangan SDGT insitu : Inventarisasi SDGT penting untuk pangan & pertanian Pengelolaan dan peningkatan SDGT lekat lahan (on farm) Memberi bantuan Petani yang terkena bencana untuk memulihkan sistem pertaniannya Konservasi in situ dari kerabat liar tanaman budi daya serta tumbuhan liar penting untuk pangan 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 24

25 Kewajiban Konservasi SDGTPP (3) Konservasi Exsitu : Pemeliharaan koleksi SDGT exsitu Regenerasi aksesi koleksi exsitu yang terancam kepunahan Perencanaan terarah dan pelaksanaan koleksi SDGT penting untuk pangan dan pertanian Memperluas cakupan kegiatan konservasi exsitu. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 25

26 IMPLIKASI MERATIFIKASI Perjanjian SDGTPP Membayar iuran anggota yang akan ditentukan dalam Pertemuan Badan Pengatur (Governing Body) Indonesia dapat memperoleh bantuan pendanaan berupa hibah dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan SDGT, terutama untuk pelatihan, pendidikan, penelitian dan pemuliaan SDGT yang berasal dari Indonesia, atau Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragamannya. 8/20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 26

27 KESIMPULAN Indonesia akan diuntungkan apabila mengesahkan Perjanjian ini dan diupayakan segera dilakukan untuk dapat duduk dalam Badan Pengatur (Governing Body), sehingga Indonesia dapat ikut menentukan prosedur strategis implementasi Perjanjian, dengan syarat sudah harus menyerahkan dokumen Ratifikasi ke Sekretariat FAO pada awal Maret /20/2010 MK Pengantar Bioteknologi - Machmud Thohari 27

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyusunan. Perjanjian. Pengalihan Material. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyusunan. Perjanjian. Pengalihan Material. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2009 DEPARTEMEN PERTANIAN. Penyusunan. Perjanjian. Pengalihan Material. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 15/Permentan/OT.140/3/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

1.1. Latar Belakang dan Tujuan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK

Lebih terperinci

Terjemahan Naskah International Treaty on Plant GeneticResources for Food and Agriculture

Terjemahan Naskah International Treaty on Plant GeneticResources for Food and Agriculture TERJEMAHAN: INTERNATIONAL TREATY on PLANT GENETIC RESOURCES for FOOD and AGRICULTURE PERJANJIAN mengenai SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN untuk PANGAN dan PERTANIAN Para Pihak, PEMBUKAAN Yakin akan sifat khusus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

Lebih terperinci

TERJEMAHAN: INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE

TERJEMAHAN: INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE TERJEMAHAN: INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN PEMBUKAAN Para Pihak, Yakin akan sifat khusus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN

Lebih terperinci

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN Oleh DR (IPB) H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS.* SOSIALISASI UU NO 4 TH 2006 Tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA)

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) DEPARTEMEN PERTANIAN Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008 PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL (PPM) ATAU

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK Tim Peneliti : Dr. Bambang Sayaka PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN JL. RAGUNAN 29, PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN 2011 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK SPESIES LIAR DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN ATAS PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STRUKTUR BENIH DAN STRUKTUR KECAMBAH DAN PENGUKURAN KADAR AIR BENIH

STRUKTUR BENIH DAN STRUKTUR KECAMBAH DAN PENGUKURAN KADAR AIR BENIH STRUKTUR BENIH DAN STRUKTUR KECAMBAH DAN PENGUKURAN KADAR AIR BENIH Secara botanis buah normal adalah ovary yang sudah matang (mature ovary), sedangkan biji adalah ovule yang sudah dewasa (mature ovule).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PERTEMUAN TINGKAT MENTERI NEGARA-NEGARA ANGGOTA FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION (FAO) DALAM RANGKA SIDANG KEEMPAT BADAN

Lebih terperinci

II. PLASMA NUTFAH. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 3

II. PLASMA NUTFAH. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 3 II. PLASMA NUTFAH Sumber daya genetik (SDG) atau bahan genetik tanaman yang beragam untuk sifat-sifat penting, hidup dan teridentifikasi dengan baik dapat dipandang sebagai cadangan varietas yang memiliki

Lebih terperinci

The 4 th Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture Tahun 2011;

The 4 th Session of the Governing Body of the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture Tahun 2011; KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PERTEMUAN TINGKAT MENTERI NEGARA-NEGARA ANGGOTA FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION (FAO) DALAM RANGKA SIDANG KEEMPAT BADAN PENGATUR PERJANJIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

2013, No.73.

2013, No.73. 5 2013, No.73 2013, No.73 6 7 2013, No.73 2013, No.73 8 9 2013, No.73 2013, No.73 10 11 2013, No.73 2013, No.73 12 13 2013, No.73 2013, No.73 14 15 2013, No.73 2013, No.73 16 17 2013, No.73 2013, No.73

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Tujuan Pemberlakuan MTA

Latar Belakang dan Tujuan Pemberlakuan MTA Latar Belakang dan Tujuan Pemberlakuan MTA Disampaikan dalam Acara Sosialisasi PP No 41 Tahun 2006 dan MTA di Lingkungan Badan Litbang ESDM Rabu, 7 Juli 2010 Asisten Deputi Pengembangan Legislasi Iptek

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi POLICY BRIEF VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA GENETIK PERTANIAN INDONESIA: Studi Kasus Padi Tim Peneliti: Ening Ariningsih Pantjar Simatupang Putu Wardana M. Suryadi Yonas Hangga Saputra PUSAT SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 734/Kpts/OT. 140/12/2006 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI NASIONAL SUMBER DAYA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 734/Kpts/OT. 140/12/2006 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI NASIONAL SUMBER DAYA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 734/Kpts/OT. 140/12/2006 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI NASIONAL SUMBER DAYA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Pangan Bahan pangan di setiap wilayah berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya. Biasanya tanaman pangan yang digunakan adalah berasal

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

INDOFOOD RISET NUGRAHA. Program Penghargaan bagi Peneliti Unggul Bidang Penganekaragaman Pangan

INDOFOOD RISET NUGRAHA. Program Penghargaan bagi Peneliti Unggul Bidang Penganekaragaman Pangan INDOFOOD RISET NUGRAHA Program Penghargaan bagi Peneliti Unggul Bidang Penganekaragaman Pangan KILAS PROGRAM 1998 2005 disebut BOGASARI NUGRAHA 2006 sekarang disebut INDOFOOD RISET NUGRAHA TEMA PROGRAM

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DI TIMOR BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA

KERAGAMAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DI TIMOR BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA KERAGAMAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DI TIMOR BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA E.Y. Hosang, A. Bire, C.B. Sendow, H.L. Doga, D. Menge, dan C. Hanggongu Balai Pengkajian

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Talas (Colocasia sp) merupakan tanaman pangan dari umbi-umbian yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Talas termasuk dalam suku talas-talasan (Araceae), berwatakan

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

RANCANG TINDAK GLOBAL KEDUA UNTUK SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

RANCANG TINDAK GLOBAL KEDUA UNTUK SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN RANCANG TINDAK GLOBAL KEDUA UNTUK SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN KOMISI SUMBER DAYA GENETIK UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN RANCANG TINDAK GLOBAL KEDUA UNTUK SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Deklarasi Interlaken Tentang Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT)

Deklarasi Interlaken Tentang Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) Deklarasi Interlaken Tentang Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) 1 Guna menghargai arti penting dan nilai sumber daya genetik ternak (SDGT) untuk pangan dan pertanian, khususnya sumbangan untuk keamanan

Lebih terperinci

TUGAS PENGGOLONGAN TANAMAN

TUGAS PENGGOLONGAN TANAMAN TUGAS PENGGOLONGAN TANAMAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Rekayasa Teknologi Produksi Tanaman AGROTEKNOLOGI Kelas D Disusun Oleh : Widi Elsa Nursuci Lestari 150510150095 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2014 LIPI. Perjanjian. Pengalihan. Material. Pedoman PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI, EKSPLORASI DAN UPAYA KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH

INVENTARISASI, EKSPLORASI DAN UPAYA KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH INVENTARISASI, EKSPLORASI DAN UPAYA KOLEKSI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH Sri Rustini, Tri Sudaryono, Joko Triastono, dan Intan Gilang Cempaka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP PLASMA NUTFAH OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP Sejak berakhirnya konvensi biodiversitas di Rio de Jenairo, Brasil, 1992, plasma nutfah atau sumber daya genetik tidak lagi merupakan kekayaan dunia di mana setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber daya genetik (plasma nutfah) yang sangat besar. Oleh karena itu Indonesia termasuk negara dengan megabiodiversity terbesar

Lebih terperinci

LAMPIRAN I.A. Mengesah kan. Tanggal Menerima. Tanggal Ratifikasi

LAMPIRAN I.A. Mengesah kan. Tanggal Menerima. Tanggal Ratifikasi LAMPIRAN I.A Daftar Negara Para Pihak yang Sudah Mendepositkan Instrumen Perjanjian Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan da Pertanian (IT-PGRFA): Nama Negara Tanggal Tandatangan Tanggal Ratifikasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I.A. Tanggal Ratifikasi. Mengesah kan

LAMPIRAN I.A. Tanggal Ratifikasi. Mengesah kan LAMPIRAN I LAMPIRAN I.A Daftar Negara Para Pihak yang Sudah Mendepositkan Instrumen Perjanjian Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan da Pertanian (IT-PGRFA): Nama Negara Tanggal Tandatangan Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

PBMT 4: Pakan Nabati. Anuraga Jayanegara

PBMT 4: Pakan Nabati. Anuraga Jayanegara Bahan pakan nabati PBMT 4: Pakan Nabati - Produktifitas ternak ditentukan oleh genetik (25%) dan lingkungan (75%) dengan pakan sebagai faktor penentu terbesar - Proporsi terbesar bahan pakan ternak, baik

Lebih terperinci

SKALA SAAT EVOLUSI. cenozoikum mesozoikum. proterozoikum. archeozoikum

SKALA SAAT EVOLUSI. cenozoikum mesozoikum. proterozoikum. archeozoikum ASAL-USUL DAN KLASIFIKASI Bahan Kuliah Pengantar Agronomi 1 Waktu dalam jutaan tahun SKALA SAAT EVOLUSI 1000 Era geologi cenozoikum mesozoikum palezoikum proterozoikum peristiwa Evolusi manusia Binatang

Lebih terperinci

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak, PEMBUKAAN Sadar akan nilai instrinsik (bawaan)

Lebih terperinci

Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional

Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional UNECE INTERNATIONAL WORKSHOP ON SEED POTATOES Standar UNECE dalam Kerangka Perjanjian dan Standar Internasional PIER GIACOMO BIANCHI ITALY Chairman of the UNECE Specialized Section on Standardization of

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN

RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Kementerian Pertanian 2011 COMMISSION ON

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk Keprok Maga merupakan salah satu komoditi buah buahan andalan Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif dengan kultivar atau varietas jeruk

Lebih terperinci

BAB VIII PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PADA KULTUR IN VITRO

BAB VIII PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PADA KULTUR IN VITRO BAB VIII PELESTARIAN PLASMA NUTFAH PADA KULTUR IN VITRO Kompetensi Dasar : 1. Mampumerigaitkanperanankulturjaringandalampelestarian plasma nutfah 2. Mampu mengkritisi jumal yang berhubungan dengan materi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1721, 2017 KEMENTAN. Pelepasan Varietas Tanaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMENTAN/TP.010/11/2017 TENTANG PELEPASAN VARIETAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 LAMPIRAN 4 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 TATACARA PERMOHONAN REKOMENDASI DAN UJI ADAPTASI ATAU UJI OBSERVASI YANG DILAKUKAN BERSAMAAN DENGAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peranan sektor pertanian tanaman pangan di Indonesia sangat penting karena keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010,

Lebih terperinci

Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan

Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Hadiatmi, Tiur S. Silitonga, Sri G. Budiarti, dan Buang Abdullah Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Lahan pertanian di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA

KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA MUHAMMAD AGIL (FKH IPB) Pelatihan Penyusunan MTA Konvensi Internasional dan Peraturan Perundang- Undangan Terkait Perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA -1- SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN SUMBER DAYA GENETIK DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN SUMBER DAYA GENETIK DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN SUMBER DAYA GENETIK DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 1 PETUNJUK TEKNIS NOMOR : 26/1801.013/012/JUKNIS/2013 1. JUDUL ROPP : Pengelolaan

Lebih terperinci

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI 11 IV. PLASMA NUTFAH Balitkabi memiliki SDG aneka kacang (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang nasi, kacang gude, kacang tunggak, dan koro-koroan) sebanyak 2.551 aksesi serta aneka umbi (ubi kayu,

Lebih terperinci

MTH Sri Budiastutik, Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih dan Bibit. JKB. Nomor 6 Th. IV Januari

MTH Sri Budiastutik, Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih dan Bibit. JKB. Nomor 6 Th. IV Januari JKB. Nomor 6 Th. IV Januari 2010 50 PENGEMBANGAN SISTEM INSENTIF TEKNOLOGI INDUSTRI PRODUKSI BENIH DAN BIBIT Oleh : MTH Sri Budiastutik Eddy Triharyanto Susilaningsih ABSTRAK Upaya pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

FORMULIR PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN Formulir Model - 1 FORMULIR PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kantor Pusat Kementerian Pertanian Gedung E Lantai

Lebih terperinci

MANFAAT MATA KULIAH. 2.Merancang program perbaikan sifat tanaman. 1.Menilai sifat dan kemampuan tanaman

MANFAAT MATA KULIAH. 2.Merancang program perbaikan sifat tanaman. 1.Menilai sifat dan kemampuan tanaman PEMULIAAN TANAMAN MANFAAT MATA KULIAH Memberikan pengetahuan tentang dasar genetik tanaman dan teknik perbaikan sifat tanaman, sehingga bermanfaat untuk 1.Menilai sifat dan kemampuan tanaman 2.Merancang

Lebih terperinci

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian Benyamin Lakitan Pengertian & Tujuan Pemuliaan Tanaman Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah ilmu atau upaya untuk menghasilkan varietas, kultivar,

Lebih terperinci

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN

KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN KONVENSI STOCKHOLM TENTANG BAHAN PENCEMAR ORGANIK YANG PERSISTEN Para Pihak atas Konvensi ini, mengakui bahwa bahan pencemar organik yang persisten memiliki sifat beracun, sulit terurai, bersifat bioakumulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan daerah tropis. Ubi kayu menjadi tanaman pangan pokok ketiga setelah padi dan jagung.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK TERNAK

PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK TERNAK PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK TERNAK BAMBANG SETIADI 1 dan KUSUMA DIWYANTO 2 1 Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 6002 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA FLORA LAHAN RAWA. Achmadi Jumberi, Muhammad Noor dan Mukhlis. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa PENDAHULUAN

KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA FLORA LAHAN RAWA. Achmadi Jumberi, Muhammad Noor dan Mukhlis. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa PENDAHULUAN KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA FLORA LAHAN RAWA Achmadi Jumberi, Muhammad Noor dan Mukhlis Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa PENDAHULUAN Dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 994

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling

Lebih terperinci

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI Rejuvenasi SDG Kedelai Evaluasi Ketahanan SDG Kedelai terhadap Cekaman Salinitas

IV. PLASMA NUTFAH KEDELAI Rejuvenasi SDG Kedelai Evaluasi Ketahanan SDG Kedelai terhadap Cekaman Salinitas Balitkabi memiliki SDG aneka kacang (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang nasi, kacang gude, kacang tunggak, dan koro-koroan) sebanyak 2.551 aksesi serta aneka umbi (ubi kayu, ubi jalar, suweg,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keragaman hayati yang sangat tinggi. Keunikannya adalah disamping memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. keragaman hayati yang sangat tinggi. Keunikannya adalah disamping memiliki 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Buah-buahan Lokal Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara di dunia yang memiliki keragaman hayati yang sangat tinggi. Keunikannya adalah disamping memiliki

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN

Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN Para Pihak, Sadar akan nilai intrinsik (bawaan) keanekaragaman hayati dan nilai ekologi,

Lebih terperinci

FAO: INDEKS HARGA MAKANAN DUNIA NAIK 6% DI BULAN JULI

FAO: INDEKS HARGA MAKANAN DUNIA NAIK 6% DI BULAN JULI 24 Agustus 2012 GLOBAL FAO: INDEKS HARGA MAKANAN DUNIA NAIK 6% DI BULAN JULI Indeks Harga Makanan FAO, sebuah ukuran perubahan bulanan terhadap harga internasional komoditas pangan dunia, telah melonjak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ASING, BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci