BAB II KERANGKA TEORI. penelitian. Paradigma menjadi langkah awal bagaimana peneliti melakukan kajian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERANGKA TEORI. penelitian. Paradigma menjadi langkah awal bagaimana peneliti melakukan kajian"

Transkripsi

1 BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Paradigma Memahami paradigma adalah hal terpenting dalam melakukan sebuah penelitian. Paradigma menjadi langkah awal bagaimana peneliti melakukan kajian terhadap persoalan yang ditelitinya. Membahas mengenai paradigma tentunya tak lepas dari Thomas Kuhn sebagai tokoh yang paling berjasa dalam memperkenalkan istilah paradigma (paradigm) melalui karyanya The Structure of Scientific Revolution pada tahun Meski seorang ahli ilmu alam, Kuhn berhasil menawarkan sebuah konsep yang disebut dengan paradigma sebagai pintu masuk bagi para sosiolog ketika itu untuk memahami disiplin ilmu mereka. Dalam konsep paradigma yang ditawarkannya, Kuhn menolak pendapat bahwa ilmu pengetahuan muncul secara kumulatif. Menurutnya ilmu pengetahuan muncul secara revolusi. Bagaimana ilmu pengetahuan muncul? Kuhn menggambarkan ilmu pengetahuan muncul dengan paradigma tertentu. Yakni suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari suatu cabang ilmu 11. Dalam konsep Kuhn, ketika ilmuwan bekerja dan mengembangkan paradigma tertentu disebut dengan tahap normal scient. Berikutnya ketika muncul persoalan dan paradigma yang sudah ada tak mampu menjawab persoalan yang timbul sehingga menimbulkan pertentangan dan perbedaan pendapat, tahap inilah yang disebut Kuhn sebagai tahap anomalies. Selanjutnya yang terjadi adalah tahap crisis sebagai puncaknya karena paradigma yang sudah ada mulai diragukan validitasnya dan perdebatan serta perbedaan pendapat 11 Lebih lengkap lihat George Ritzer dalam Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, PT RajaGrafindo Persada, 2002, hal 4

2 yang terjadi semakin memuncak. Maka yang terjadi berikutnya disebut Kuhn tahap revolusi yang menghasilkan paradigma yang baru. Itulah model perkembangan ilmu pengetahuan yang diutarakan Kuhn. (lihat gambar 2.1). Menurut Kuhn munculnya paradigma sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan dari proses revolusi. Kehadiran paradigma yang baru tentu akan lebih dominan, sebaliknya paradigma yang sebelumnya semakin tidak diminati dan ditinggalkan 12. Gambar 2.1. Model Perkembangan Ilmu Pengetahuan 13 Paradigm I Normal Scient Anomalies Crisis Revolution Paradigm II Konsep paradigma yang diperkenalkan Kuhn kemudian dipopulerkan Robert Friedrichs melalui bukunya Sociology of Sociology pada tahun 1970 dalam rangka mencari defenisi yang jelas mengenai paradigma. Sebab, Kuhn tidak menyebutkan secara spesifik tentang defenisi paradigma. Friedrichs lalu menyimpulkan bahwa paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter). George Ritzer lalu memberikan defenisi yang lebih jelas dan rinci. Menurutnya paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh satu cabang ilmu pengetahuan (dicipline). Paradigma 12 Dalam karyanya, Kuhn menyebutkan ada tipe paradigma, yakni; 1) Paradigma metafisik (metaphisical paradigm); 2) Paradigma yang bersifat sosiologis (sociological paradigm) dan; 3) Paradigma konstruk (construc paradigm). Ketiga paradigma itu diredusir oleh Masterman dari konsep yang disampaikan Kuhn. Paradigma metafisik merupakan konsensus terluas dalam sebuah disiplin ilmu yang membatasi bidang dari suatu ilmu sehingga membantu mengarahkan ilmuwan melakukan penelitian. Paradigma sosiologi adalah hasil-hasil ilmu pengetahuan yang diterima secara umum (dalam konsep Kuhn disebut exemplar) termasuk kebiasaan-kebiasaan, keputusan-keputusan. Paradigma konstruk adalah konsep terkecil dari ketiga paradigma. Ibid hal Ibid hal 4

3 membantu merumuskan apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut 14. Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin intelektual 15. Berdasarkan konsep dan pengertian paradigma yang dimaksudkan terdahulu, jelaslah bahwa paradigma menjadi sentral dan fondasi utama bagi ilmuwan dalam melakukan sebuah penelitian. Paradigma ibarat teropong yang dapat diartikan sebagai cara pandang melihat sebuah persoalan. Paradigma merupakan pandangan yang sangat mendasar dari suatu disiplin ilmu yang menjadi pokok penelitian. Dalam sosiologi, meskipun menempati posisi sentral, tetap saja dimungkinkan untuk menggunakan paradigma yang beragam. Hal itu wajar karena menyesuaikan dengan objek persoalannya. Sekarang ini, dalam sosiologi dikenal 3 (tiga) paradigma, yaitu; 1) Paradigma fakta sosial; 2) Paradigma defenisi sosial dan; 3) Paradigma prilaku sosial. Paradigma fakta sosial berasal karya penelitian Durkheim berjudul Suicide pada tahun 1951 dan The Rule of Sociological Methode tahun Durkheim berharap agar sosiologi dapat berdiri sebagai satu disiplin ilmu dengan membangun konsep yang disebutnya dengan fakta sosial (social facts) yang menurutnya menjadi pokok kajian sosiologi. Kelahiran disiplin ilmu sosiologi sebagai induk dari ilmu komunikasi tidak terlepas dari Emile Durkheim sebagai orang pertama yang berusaha melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat positive Auguste Comte dan Herbert 14 Ibid hal Lihat diakses 25 November 2010

4 Spencer 16. Fakta sosial yang dimaksudkan Durkheim adalah barang sesuatu yang untuk memahaminya diperlukan suatu penelitian di dunia nyata seperti orang mencari suatu barang 17. Bentuknya dapat berupa material yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi dan bentuk non material yang merupakan fenomena dalam kesadaran manusia seperti egoisme dan opini. Ada 4 (empat) varian teori yang tergabung ke dalam fakta sosial yakni; 1) Teori fungsionalisme structural; 2) Teori konflik; 3) Teori sistem, dan; 4) Teori sosiolog makro 18. Namun dari keempat teori yang dominan hanya teori fungsionalisme structural dan teori konflik. Pertama, Teori fungsionalisme struktural menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utama dari teori fungsionalisme struktural adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium). Teori ini berpendapat bahwa masyarakat merupakan sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Tokoh teori ini, Robert K Merton berpendapat bahwa objek analisa sosiolog adalah fakta sosial seperti; peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial dan sebagainya. Sebab itu, ia mengajukan konsep fungsi dan disfungsi (struktur sosial pranata sosial yang berdampak positif dan negatif), fungsi manifest (fungsi yang diharapkan), fungsi laten (fungsi yang tidak diharapkan). Namun, hal yang perlu dicatat bahwa masyarakat menurut teori ini 16 Auguste Comte ( ) adalah filsuf yang mempelopori aliran filsafat dan menciptakan istilah sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat secara ilmiah. Pandangan positivisme dalam ilmu pengetahuan yang dimaksudkannya harus memenuhi empat kriteria, yakni 1) Objektif; 2) Fenomenalisme; 3) Reduksionisme dan; 4) Naturalisme. Lebih lengkap lihat Burhan Bungin dalam Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Prenada Media Group, 2008, hal Untuk memisahkan sosiologi dan psikologi, Durkheim membedakan fakta sosial dengan fakta psikologi. Menurutnya, fakta psikologi adalah fenomena yang dibawa manusia sejak lahir (inherited) dan bukan merupakan hasil pergaulan hidup. George Ritzer op. cit hal Ibid hal 21-33

5 senantiasa berada dalam perubahan secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan (equilibrium). Kedua, teori konflik yang menentang teori fungsionalisme structuralis yang berpendapat bahwa masyarakat senantiasa dalam proses perubahan secara terus menerus, dimana setiap elemen yang ada memberikan konstribusi terhadap proses disintegrasi sosial. Ralp Dahrendorf yang merupakan tokoh teori konflik berpendapat bahwa keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah disebabkan adanya tekanan atau pemaksaan dari golongan yang berkuasa. Konsep utama dari teori ini adalah wewenang dan posisi yang dianggap sebagai fakta sosial. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan wewenang dan posisi diantara individu dalam masyarakat itulah yang harusnya menjadi perhatian sosiolog dalam pandangan teori konflik. Menurut Dahrendorf, dalam kondisi ideal konsep-konsep lain seperti kepentingan nyata dan kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompok semu, posisi dan wewenang merupakan merupakan unsur dasar untuk menerangkan bentuk-bentuk konflik sosial. Namun dalam kondisi yang tidak ideal, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses terjadinya konflik sosial. Diantaranya, kondisi teknik dengan personal yang cukup, kondisi politik dengan suhu yang normal, kondisi sosial dengan adanya rantai komunikasi dan faktor lain yang menyangkut cara pembentukan kelompok semu. Aspek terakhir dari teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dengan perubahan sosial. Menurutnya, konflik akan memimpin kearah perubahan dan pembangunan. Paradigma defenisi sosial yang menjadi acuan penelitian ini merupakan hasil karya Weber yang memperkenalkan analisanya tentang tindakan sosial (social action).

6 Berbeda dengan Durkheim, menurut Weber yang menjadi pokok persoalan sosiologi adalah tentang tindakan sosial antar hubungan sosial dan yang menjadi pokok persoalan dalam sosiologi adalah proses pendefenisian sosial dan akibat-akibat dari suatu aksi dan interaksi sosial. Weber menyebutnya dengan tindakan yang penuh arti, maksudnya tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang aktivitasnya mempunyai makna dan arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebab itu, sosiologi didefenisikan sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kausal. Mengacu pada defenisi diatas, terdapat dua konsep dasar yakni konsep tindakan tindakan sosial dan konsep penafsiran dan pemahaman (untuk menjelaskan konsep yang pertama). Selanjutnya Weber juga menawarkan metode yang disebutnya verstehen atau interpretative understanding untuk memahami tindakan sosial. Sedangkan untuk memahami motif tindakan seseorang, Weber menyarankan dua cara, yakni melalui kesungguhan dan mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman si aktor. Konsep kedua dari Weber adalah tentang antar hubungan sosial yang didefenisikannya sebagai tindakan yang beberapa orang aktor yang berbeda, sejauh tindakan itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Ada tiga teori yang termasuk dalam paradigma defenisi sosial. adalah teori aksi (action theory), interaksionisme simbolik (simbolic interaksionism) dan fenomenologi (phenomenology). Teori aksi ini sebenarnya berperan penting dalam mengembangkan kedua teori berikutnya yakni interaksionisme simbolik dan fenomenologi. Beberapa asumsi fundamental dari teori aksi dikemukakan Hinkle yang merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parson, yakni; 1) Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi

7 eksternal dalam posisinya sebagai objek; 2) Sebagai subjek manusia bertindak atau berprilaku untuk mencapai tujuan tertentu; 3) Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik dan prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut; 4) Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya; 5) Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya; 6) Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat mengambil keputusan; 7) Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subjektif seperti motede verstehen, imajinasi, sympathetic reconstruction, atau seakan-akan mengalami sendiri (vicarious experience). Talcott Parsons sebagai pengikut Weber mengembangkan teori aksi dengan melakukan penegasan terhadap perbedaan istilah action dengan behavior. Menurutnya, behavior secara tidak langsung menyatakan kesesuaian secara mekanik antara prilaku (respons) dengan rangsangan dari luar (stimulus). Sedangkan istilah action menyatakan secara tidak langsung suatu aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan individu. Teori interaksionisme simbolik pada dasarnya mengikuti pendekatan Weber dalam teori aksi yang berkembang pertama kali di Universitas Chicago sehingga sering disebut aliran Chicago. Tokoh utama teori interaksionisme simbolik adalah Jhon Dewey dan Charles Horton Cooley kemudian dikembangkan Mead. Mead berpendapat bahwa interaksionisme simbolik mempelajari tindakan sosial dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui barang sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut si aktor. Mead memberikan perbedaan yang tegas dengan behavioralisme yang mempelajari tingkahlaku (behavior) manusia secara objektif dari luar. Herbert Blumer (1962),

8 seorang tokoh interaksionisme simbolik menjelaskan perbedaan antara teori ini dengan teori behaviorisme. Menurutnya, interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi manusia, kekhasan yang dimaksudkannya adalah manusia saling menterjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi berdasarkan makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi dalam proses interaksi manusia bukan berarti dimana adanya stimulus secara otomatis menimbulkan tanggapan atau respon. Melainkan diantarai proses interpretasi yang merupakan proses berfikir dan menjadi kemampuan khas yang dimiliki manusia. Dalam teori interaksionisme simbolik, individual, interaksi dan interpretasi menjadi tiga terminologi yang penting dalam memahami kehidupan sosial. Sedangkan teori fenomenologi menyangkut pokok persoalan ilmu sosial itu sendiri yakni bagaimana kehidupan masyarakat dapat terbentuk. Salah satu tokoh teori ini, Alfred Schutz mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari subjektivitas yang disebutnya antarsubjektivitas dan intersubjektivitas. Konsep ini menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum kepada kesadaran khusus kelompok sosial yang saling berintegrasi. Selain itu konsep intersubjektivitas yang mengacu pada suatu kenyataan bahwa kelompok-kelompok sosial saling mengintegrasikan tindakannya masing-masing dan pengalaman mereka juga diperoleh dengan cara yang sama seperti yang dialami dalam interaksi secara individu. Schutz memusatkan perhatiannya pada struktur kesadaran yang diperlukan untuk terjadinya saling bertindak atau interaksi dan saling memahami antar sesama manusia. Empat hal yang menjadi unsur pokok teori ini adalah; perhatian terhadap

9 aktor, memusatkan perhatian kepada kenyataan yang penting dan kepada sikap yang wajar (alamiah), memusatkan perhatian pada masalah mikro dan memperhatian pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan. Paradigma prilaku sosial dikemukakan B.F. Skinner yang menterjemahkan prinsip-prinsip psikologi aliran behaviorisme ke dalam sosiologi melalui bukunya berjudul beyond freedom and dignity. Menurutnya, kedua paradigma yang disebutkan sebelumnya (fakta sosial dan defenisi sosial) mengandung persoalan yang masih tekateki dan bersifat mistik. Skinner berpendapat objek studi sosiologi yang konkrit dan realistis adalah prilaku manusia yang nampak serta kemungkinan pengulangannya. (behavior of man and contigencies of reinforcement). Dalam pandangan paradigma prilaku sosial yang menjadi pokok persoalan sosiologi adalah tingkahlaku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkahlaku. Dua teori yang masuk dalam paradigma prilaku sosial adalah; teori behavioral sociology yang mengandung konsep dasar reinforcement yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). Maksudnya, perulangan tingkah laku tak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap prilaku itu sendiri. Kedua adalah teori exchange dengan tokoh utamanya George Homan yang mengemukakan pandangannya tentang emergence, psikologi dan metode penjelasan Durkheim sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial Aliran Frankfurt dan Kelahiran Teori Kritis Dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi ada dua tradisi besar pemikiran yang menjadi cikal bakal kelahiran berbagai teori dalam ilmu sosiologi beserta

10 metodologinya. Pertama tradisi pemikiran Prancis dan Inggris yang lebih dikenal dengan positivisme atau sering disebut dengan empirisme, behaviroisme, naturalisme dan sinisme. Kemunculan dan perkembangan tradisi pemikiran Prancis dan Inggris ini sangat dominan dengan pengaruh-pengaruh ilmu alam yang tergolong Aristotelian. Hal terpenting dalam tradisi pemikiran ini adalah pandangannya terhadap realitas sebagai materi. Yang disebut dengan jiwa (mind) tak ubahnya seperti kertas putih (tabula rasa) yang pada hakikat semacam film kamera pada diri manusia; ia sekedar photocopy atau gambaran hasil potret pengalaman indrawi manusia 19. Kedua adalah tradisi pemikiran Jerman yang lebih humanistik yakni memandang manusia sebagai manusia. Tradisi pemikiran ini lebih humanistik dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh filsafat rasionalisme (platonik). Oleh Kant dan Hegel, filsafat rasionalisme menjadi ilham bagi pemikiran keduanya yang melihat manusia bukanlah sebuah film kamera. Pemikiran Kant maupun Hegel pada akhirnya menjadi akar dan dasar pendekatan kualitatif dan menolak dengan tegas tradisi pemikiran Prancis dan Inggris yang melihat realitas sebagai sesuatu yang empiris dan menganggap jiwa manusia tak lebih dari film kamera. Penolakan itu bukan tidak beralasan, bagi Kant dan Hegel sejarah perjalanan umat manusia dipenuhi dengan ide-ide besar yang ternyata bukan berasal dari pengalaman nyata manusia itu sendiri. Contoh ide-ide besar itu adalah persoalan Tuhan, surga dan neraka yang sama sekali bukan berasal dari pengalaman empirik manusia. Tuhan, surga dan neraka sama sekali tidak pernah muncul dalam dunia empiris dan observasi siapapun. Tetapi diyakini dan memberikan dampak yang besar terhadap prilaku kehidupan manusia sehari-hari. Jadi keduanya berpendapat sebagai makhluk yang memiliki kesadaran dan tujuan dalam hidup (purpose creator), 19 Lebih lengkap Lihat Burhan Bungin dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif, 2003, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 4-12.

11 perjalanan manusia adalah perjalanan sejarah ide dan kreasi bukan sekedar perubahan. Pada prinsipnya manusia adalah sumber dan penghasil ide-ide besar. Dunia ide, dunia makna itulah yang menjadi point penting pemikiran Kant dan Hegel untuk memahami manusia. Sebab menurut keduanya, realitas-realitas sosial yang muncul pada dasarnya bersumber dari ide dan makna yang tersembunyi dalam diri manusia bukan sesuatu yang hanya dapat dianggap bersifat empiris seperti dalam tradisi Prancis dan Inggris. Kant dan Hegel menyebut apa yang tampak dipermukaan sebagai wujud prilaku atau realitas sosial berasal dunia makna dan dunia ide atau fakta fenomenologis dan untuk mengetahui makna yang tersembunyi di dalamnya perlu dilakukan proses penghayatan atau interpretative understanding. Teori kritis lahir dari pemikir-pemikir besar dari Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial di Frankfurt (Institut für Sozialforschung) Jerman yang saat itu sedang berlangsung propaganda Hitler. Media dipenuhi prasangka, retorika dan propaganda. Media menjadi alat pemerintah untuk mengontrol publik dan mengobarkan semangat perang. Ternyata media bukanlah entitas yang netral tetapi bisa dikuasai kelompok dominan 20. Aliran sekolah Frankfurt ini banyak memperhatikan aspek ekonomi dan politik dalam penyebaran pesan. Teori kritis ini lahir sebagai wujud keprihatinan terhadap akumulasi dan kapitalisme lewat modal yang besar yang mulai menentukan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ciri khas dari teori kritis ini adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini. Sebab, kondisi masyarakat yang kelihatannya bagus, produktif sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak. Pemikiran aliran Frankfurt yang disebut ciri teori kritik mencoba 20 Uraian lengkap lihat Eriyanto dalam Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, 2001, LKiS, Yogyakarta hal 23.

12 memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Istilah teori kritis dikenalkan Max Horkheimer pada tahun 30-an untuk memaknakan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan dan institusi politik borjuis. Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Sebab Horkheimer menyatakan bahwa semua pemikiran, benar atau salah, tergantung pada keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh pada validitas sains. Pemikiran dari sekolah Frankfurt itu dikembangkan Stuart Hall melalui tulisannya berjudul The Rediscovery of Ideologi; The Return of The Repressed in Media Studies. Hall mengkritik penelitian studi tentang media yang tidak menempatkan ideologi sebagai bagian yang penting. Media dilihat sebagai kekuatan besar yang dapat memanipulasi kesadaran dan kenyataan. Karena itu, media dikuasai kelompok dominan dalam rangka melestarikan kelompok dominan sekaligus memarjinalkan kelompok masyarakat yang tidak dominan. Hall mengajukan gagasan arti pentingnya ideologi dalam studi media untuk membongkar kenyataan palsu yang diselewengkan dan dipalsukan oleh kelompok dominan. Namun media seharusnya bukan dilihat sebagai kekuatan yang jahat yang memang didesain untuk memburukkan kelompok lain. Media menjalankan peranannya seperti itu, melakukan representasi kelompok lain melalui proses yang kompleks, melalui proses pendefenisian dan penandaan. Perhatian Hall terhadap media adalah bagaimana media menciptakan sebuah konsensus sebagai sesuatu yang baik. Dalam proses pembentukan

13 konsensus itu, ia mengemukakan teori mengenai normal dan penyimpangan. Menurutnya teori normal dan penyimpangan itu bukanlah sesuatu yang terjadi secara wajar dan alami seperti seperti pandangan kaum pluralis. Menurutnya, konsensus dihasilkan lewat pertarungan kekuasaan dan dibentuk melalui praktik sosial politik, disiplin legal, dan bagaimana kelas, kekuasaan dan otoritas ditempatkan. Dalam proses itu media memainkan peranan yang penting dan terlibat dalam usaha merekonstruksi yakni bagaimana mereproduksi, memapankan defenisi dari situasi yang mendukung dan melegitimasi struktur, mendukung suatu tindakan dan mendelegitimasi tindakan lain 21. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa media tidak dapat dianggap secara sederhana merefleksikan konsensus yang ada, pandangan kritis berpendapat bahwa hasil konstruksi dan realitas hasil produksi media dipengaruhi kekuatan-kekuatan dan faktor dominan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Menurut Hall ketika media melakukan rekonstruksi terhadap realitas sosial ada dua hal yang harus diperhatikan yakni bahasa dan politik penandaan. Bahasa merupakan sistem penandaan dan media memiliki kemampuan bagaimana memberikan tanda terhadap sebuah realitas. Melalui penggunaan bahasa 22, media mampu melakukan praktik menonjolkan maupun memarjinalkan suatu realitas. Hall berpendapat praktik itu tidak bisa dilepaskan bagaimana wacana dominan membentuk dan membatasi pengertian yang ditandakan media melalui penggunaan bahasa. Makna muncul dari proses pertarungan masing-masing kelompok dengan klaim kebenarannya dan wacana 21 Ibid. hal Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan difahami suatu komunitas. Dalam penggunaannya, makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dengan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata yang membangkitkan makna dalam fikiran orang. Pembahasan mengenai bahasa. verbal maupun non verbal. Lebih lengkap lihat uraian Deddy Mulyana dalam Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Cetakan Ketujuh, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal

14 difahami sebagai arena pertarungan sosial. Hasilnya kelompok yang menang akan menjadi dominan dalam memberikan defenisi, pemahaman dan penafsiran dalam memaknakan suatu realitas. Media memegang peranan penting sebagai alat untuk menyampaikan kepada khalayak bagaimana suatu realitas difahami dan dimaknai. Sedangkan politik penandaan yakni bagaimana praktik sosial dalam membentuk, mengontrol dan menentukan makna. Menurut Hall media menandakan sebuah realitas realitas dengan pandangan tertentu tidak lepas dari unsur ideologi. Akibat dari ideologi dalam media itu membuat realitas hasil konstruksi yang diterima khalayak tampak natural, wajar dan nyata Ideologi dan Hegemoni Salah satu sumbangan konsep tentang ideologi disampaikan Althusser atau dikenal juga dengan ideology strukturalis. Ideologi berdasarkan konsep Althusser adalah dialektika yang dikarakteristikan dengan kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi. Althusser melihat bahwa ideologi adalah sebuah praktik daripada gagasan atau ide. Althusser mengatakan ada dua dimensi hakiki negara, yaitu; 1) Represif (represif state aparatus/rsa) dan; 2) Ideologi (ideological state aparatus/isa). RSA masuk dengan jalan memaksa sedangkan ISA masuk dengan jalan mempengaruhi 23. Namun yang perlu difahami bahwa RSA dan ISA memiliki tujuan yang sama yaitu melanggengkan kekuasaan. RSA dilakukan dengan menggunakan kekerasan melalui penggunaan kekuatan militer dan polisi yang bersifat represif sedangkan ISA berperan menciptakan kondisi untuk melegitimasi sebuah ideologi dengan memanfaatkan sekolah, gereja, dan media agar dapat diterima masyarakat sebagai sesuatu yang benar, absah dan wajar. Dalam konteks ISA, media merupakan salah satu alat yang 23 Eriyanto op.cit. hal 98

15 efektif untuk digunakan bagaimana kekuasaan yang dominan mempengaruhi kelompok yang tidak dominan. Hal penting dari teori ideologi dari pemikiran Althusser adalah subjek dan ideologi. Althusser berpendapat bahwa ideologi adalah hasil rumusan individu-individu yang dalam pemberlakuannya tidak hanya menuntut individu yang bersangkutan melainkan juga membutuhkan subjek. Ideologi membutuhkan subjek dan juga menciptakan subjek, usaha inilah yang dinamakan interpelasi. Setelah subjek tercipta maka akan diarahkan untuk kepentingan penciptanya (individu atau kelompok yang menciptakan ideologi). Atau merujuk kepada kepada faham Marxis strukturalis yang dianut Althusser maka kehidupan manusia sebagai subjek sama artinya dengan subjek bagi struktur kelas yang dominan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa ideologi pada hakikatnya adalah alat untuk menciptakan manusia sesuai dengan dengan kepentingan negara yang identik dengan alat intervensi bagi perjuangan kelas. Konsep interpelasi adalah konsep penting dalam dunia komunikasi. Semua tindakan komunikasi menurut Jhon Fiske pada dasarnya adalah menyapa seseorang, dan dalam penyapaan/penyebutan itu selalu terkandung usaha menempatkan seseorang dalam posisi dan hubungan sosial tertentu 24. Hal yang sama juga terjadi dengan isi media yang berisi tentang interpelasi. Teks berita selalu menyapa seseorang ketika membaca teks berita tersebut. Sebab teks media bukan ditujukan untuk dirinya melainkan ditujukan untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Sebagaimana yang dikatakan Fiske, berita dan proses komunikasi secara keseluruhan pada dasarnya adalah praktik dan proses sosial dan hampir selalu ideologi; interpelasi adalah bagian penting dari praktik ideologi itu. 24 Ibid. hal 100.

16 Hal yang menarik adalah bagaimana ideologi dapat diterima sebagai sesuatu yang seakan-akan benar adanya. Jika Althusser berbicara tentang ideologi dan bagaimana kelompok yang dominan mengontrol kelompok yang tidak dominan, maka ahli filsafat politik asal Itali yakni Antonio Gramsci membangun teori yang dikenal dengan hegemoni (hegemony). Menjelang kejatuhan orde baru, kata hegemoni sempat akrab dan menjadi cap bagi rezim orde baru yang berkuasa. Hegemoni diidentikkan dengan praktik pembodohan dan penindasan yang dilakukan penguasa kepada rakyat. Istilah hegemoni awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu hegeishtai artinya memimpin, kepemimpinan, atau kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Antonio Gramsci berpendapat bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi tetapi juga melalui kekuatan (force) hegemoni 25. Mirip seperti konsep pemikiran Althusser (RSA dan ISA), jika yang pertama dengan cara memaksa maka hegemoni meliputi perluasan dan pelestarian kepatuhan aktif (secara sukarela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguasa lewat kepemimpinan intelektual, moral dan politik. Caranya dengan menguasai basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuankemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi atau penguasa (masyarakat dominan). Di sini terlihat adanya usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Artinya, dengan menggunakan ideologi, masyarakat kelas dominan dapat merekayasa kesadaran masyarakat kelas bawah tanpa disadari sehingga rela dan mendukung kekuasaan kelas dominan. Gramsci membangun suatu teori yang menekankan 25 Ibid. hal 103

17 bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kelompok yang dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan dan kekerasan yang disebut dengan hegemoni. Hegemoni dapat berjalan melalui dua saluran, yakni ideologi dan budaya. Dalam prosesnya, hegemoni terjadi tanpa adanya paksaan dan terlihat sebagai sesuatu yang wajar. Kekuatan hegemoni terletak bagaimana kelompok dominan mampu menciptakan dan menyebarkan cara pandang tertentu yang dominan terhadap kelompok yang didominasi. Selanjutnya, tanpa disadari dan seakan menjadi sebuah kebenaran, cara pandang itu dianut sehingga cara pandang lain menjadi salah. Dari sisi itulah media menjadi alat bagaimana cara pandang yang diciptakan kelompok dominan disebarluaskan sebagai nilai-nilai yang dianggap benar sehingga nilai-nilai diluar dari itu menjadi salah. Tujuannya tetap satu yakni melestarikan kekuasaan elit atau kelompok penguasa 26. Dalam proses produksi berita, menurut Stuart Hall proses hegemoni itu sendiri bahkan menjadi rituil yang sering kali tidak disadari oleh wartawan 27. Maksudnya, tanpa disadari kecendrungan wartawan atau media memberikan porsi yang lebih besar kepada kelompok penguasaha ketimbang buruh ketika ada peristiwa unjukrasa itu merupakan bentuk-bentuk hegemoni yang dilakukan media dalam memproduksi berita. Contoh lainnya adalah bagaimana Harian Kompas, Republik, Terbit dan Pos Kota yang dalam pemberitaan mengenai rencana referendum Aceh tahun 1999 lalu yang masih sangat elitis 28. Salah satu strategi kunci hegemoni 26 Pada era orde baru eksistensi media sangat dipengaruhi penguasa untuk tujuan menghegemoni dan mengapolitisasi warga. Media menjadi perpanjangan tangan penguasa, bahasa politik bermakna ganda untuk tujuan penghalusan maupun kepentingan memperdaya warga negara. Uraian lengkap lihat Siti Aminah dalam jurnal Politik Media, Demokrasi dan Media Politik, Dapat diakses 27 Eriyanto op. cit Hasil analisis isi terkait berita tentang rencana referendum Aceh, keempat media masih terjebak pada pola pemberitaan pers Orde Baru yang elitis-birokratis. Hal itu terlihat ketimpangan sumber berita dari masyarakat Aceh hanya 13 persen sedangkan unsur elit negara 51 persen. Agus Sudibyo op.cit hal

18 adalah melalui nalar awam (common sense). Ketika kelompok dominan mampu menciptakan sebuah gagasan atau ide menjadi sebuah common sense yang tentunya diterima secara umum maka pada dasarnya hegemoni sudah terjadi. Proses penciptaan common sense itulah yang selama ini berhubungan dengan praktik jurnalistik. Misalnya, bagaimana wartawan lebih senang memberitakan aksi buruh yang anarkis daripada aksi yang damai atas dasar kaidah jurnalistik yang disebut dengan nilai berita atau layak berita. Secara terus menerus dan tanpa disadari kondisi itu bakal menggiring anggapan khalayak bahwa demonstrasi identik dengan kekerasan, kerusuhan dan tindakan anarkis Paradigma Kritis dalam Analisis Wacana Kritis Kata wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yakni discourse. Discourse berasal dari Bahasa Latin yakni discursus terdiri atas dua kata dis dan currere yang berarti lari kesana kemari 29. Istilah wacana telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, wacana merujuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Lebih luas lagi, wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan. Di Indonesia, istilah wacana mulai akrab didengar pasca reformasi. Pemahaman terhadap wacana sering dikaitkan dengan diskursus tentang sesuatu hal. Wacana diletakkan pada posisi sesuatu yang layak untuk diperdebatkan dan dibahas. Namun, apa yang dimaksud wacana tergantung dari penggunaannya karena banyak disiplin ilmu yang 29 Secara etimologi kata wacana berasal dari bahasa sanskerta yakni wac/wak/vak yang berarti berkata atau berucap. Sedangkan bentuk ana adalah sufiks (akhiran) yang berarti membendakan (nominalisasi). Jadi wacana diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Lebih lengkap lihat Mulyana dalam Kajian Wacana; Teori, Metode & Apikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005 hal 3-5

19 menggunakan istilah wacana. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat yang memiliki unsur-unsur 30. Sebab itu pengertian terhadap analisis wacana juga berbeda dalam masing-masing studi dan disiplin ilmu. Wacana yang dimaksud adalah Discourse (memakai huruf D besar) yang berarti merangkaikan unsur linguistik dengan unsur non lignuistik untuk memerankan kegiatan, pandangan dan identitas 31. Analisis wacana (discourse analysis) diperkenalkan Harris melalui artikel discourse analysis dalam jurnal language No. 28/ Dalam artikel itu, Harris membicarakan wacana iklan dengan menelaah hubungan antara kalimat-kalimat yang menyusunnya dan kaitannya antara teks dengan masyarakat dan budaya 32. Salah satu ciri dan sifat analisis wacana adalah upaya mamahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi. Analisis wacana kini menjadi salah satu alternatif dalam analisis isi. Analisis wacana kritis adalah analisis wacana yang berasal dari pandangan kritis. Unsur bahasa menjadi aspek penting dalam analisis wacana untuk menggambarkan sebuah objek yang mengandung nilai-nilai ideologi dan tujuan. Setidaknya ada tiga pandangan bahasa dalam analisis wacana yakni; 1) Padangan positivisme-empiris; 2) Pandangan konstruktivisme 33 dan; 3) Pandangan kritis. 30 Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur internal dan ekternal. Unsur internal terdiri dari; 1) kata dan kalimat, dan; 2)Teks dan Konteks, unsur eksternal terdiri dari; 1) Implikatur; 2)Presuposisi; 3)Referensi, 4) Inferensi dan; 5) Konteks. Ibid. hal Berdasarkan pendapat Gee (1999) bahwa discourse (huruf d kecil) yang menjadi perhatian ahli bahasa tentang bagaimana bahasa digunakan pada tempatnya. Sedangkan Discourse (huruf D besar) merangkai unsur linguistik dan non lingustik. Non linguistik diantaranya kepercayaan, perasaan, cara, interaksi, penilaian yang bermakna dan penuh arti dengan cara tertentu. Ibnu Hamad. op. cit. hal Lebih lengkap lihat P. Ari Subagyo dalam Pragmatik Kritis: Paduan Pragmatik dengan Analisis Wacana Kritis, dapat diakses melalui Subagyo-Univ.-SaDhar-Pragmatik-Kritis pdf 33 Padangan positivisme-empiris yang melihat bahwa bahasa adalah media antara manusia dengan sesuatu di luar dirinya, Makanya, ciri pandangan positivisme-empiris selalu memisahkan antara pemikiran dan realitas. Kaitannya dengan analisis wacana adalah, tidak penting dan tidak perlu

20 Pandangan kritis pada dasarnya pandangan yang melakukan koreksi terhadap pandangan konstruktivisme karena dianggap kurang sensitif terhadap proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis dan institusional. Pandangan kritis melihat ada kekuatan-kekuatan sosial dalam masyarakat yang membuat seseorang tidak bisa bertindak netral dan bebas memberikan pemaknaan terhadap suatu objek Sebab itu analisis wacana dalam pandangan kritis adalah membongkar kuasa yang ada dalam proses bahasa, perspektif apa yang digunakan, apa tujuannya dan tema apa yang ingin disampaikan. Perbedaan ketiga paradigma tersebut juga dapat dilihat dari dimensi epistemologis, dimensi ontologi, dimensi metodologis dan dimensi aksiologis. Dimensi epistemologis berkaitan dengan asumsi hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan tentang objek yang diteliti. Dimensi ontologis berkaitan dengan asumsi mengenai objek dan realitas yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup asumi bagaimana memperoleh pengetahuan dari suatu objek. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgment, etika serta pilihan moral peneliti. Paradgima kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang menerapkan epistemologis kritik marxisme dalam proses metodologi penelitiannya. Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA), wacana tidak hanya difahami sebagai studi bahasa saja, tetapi juga untuk menghubungan konteks yakni tujuan dan praktik, termasuk praktik kekuasaan. Ada 5 (lima) hal penting yang mengetahui makna-makna subjektif atau nilai dari pernyataan tentang pengalaman manusia dengan sesuatu di luarnya sepanjang benar menurut kaidah semantik dan sintaksis. Pandangan konstruktivisme yang berpendapat bahasa tidak dapat dilihat hanya sekedar sebagai alat untuk memahami realitas objektif. Pandangan ini berpendapat bahwa manusia sebagai subjek merupakan faktor sentral dalam wacana dan semua hubungan sosial yang terkandung didalamnya. Bahasa difahami sebagai suatu yang memiliki nilai dan tujuan tertentu. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan dan pengungkapan jati diri orang yang berbicara. Sebab itu, analisis wacana yang dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme adalah upaya untuk mengungkap makna atau sesuatu yang tersembunyi dibalik pernyataan-pernyataan itu. Eriyanto. op. cit. hal 4-6.

21 menjadi karakteristik dalam analisis wacana kritis 34. Pertama, tindakan. Artinya, bahwa wacana dianggap sebuah tindakan (action). Dengan demikian wacana harus dipandang sebagai sesuatu yang mempunyai tujuan dan wacana harus difahami sebagai tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkontrol, bukan diluar kendali atau di luar kesadaran. Kedua, konteks. Maksudnya analisis wacana kritis selalu mempertimbangkan konteks dari wacana itu sendiri. Wacana harus dipandang, diproduksi dan dianalisis pada konteks tertentu. Guy Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yakni teks, konteks dan wacana. Teks maksudnya adalah semua bentuk bahasa, baik yang tercetak maupun terucap. Konteks adalah semua situasi dan hal-hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Sedangkan wacana dimengerti sebagai teks dan konteks bersama-sama. Jadi, poin utama dalam analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi. Meski demikian, tidak semua konteks dapat dimasukkan dalam analisis wacana kritis. Konteks yang dimaksud adalah konteks yang dapat mempengaruhi produksi wacana. Konteks tersebut dibagi dalam dua kelompok, yakni; 1) Partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana, jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnik dan agama, dan; 2) Setting sosial tertentu, seperti waktu, tempat, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan secara fisik. Ketiga, Historis. Salah satu hal penting untuk dapat memahami teks adalah dengan cara memperhatikan wacana tersebut dalam konteks historis atau kesejarahan. Dibutuhkan sebuah tinjauan historis untuk memahami sebuah wacana, kenapa wacana itu berkembang dan dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu dan sebagainya. Keempat, Kekuasaan. Dalam analisis wacana 34 Ibid hal 8-14

22 kritis, harus mempertimbangkan faktor kekuasaan dalam proses analisisnya. Sebab, teks atau wacana yang muncul bukan sesuatu yang wajar, alamiah dan netral. Wacana muncul sebagai bentuk dari pertarungan kekuasaan. Hal ini membuktikan bahwa analisis wacana kritis tidak terbatas pada struktur level dan wacana saja, tetapi menghubungkannya dengan kekuasaan dan kondisi sosial politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan dalam analisis wacana kritis penting untuk melihat adanya kontrol yaitu satu atau sekelompok orang mengontrol orang lain melalui wacana. Kontrol itu dapat dilakukan melalui kontrol teks dan kontrol atas struktur wacana. Kelima, Ideologi. Teori klasik mengenai ideologi mengatakan bahwa ideologi 35 dibangun oleh sekelompok orang yang dominan dengan tujuan mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Caranya dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima oleh khalayak. Wacana adalah media komunikasi yang sangat tepat bagi kelompok-kelompok dominan untuk mempersuasi dan mengkomunikasikannya kepada khalayak sehingga tampak absah dan benar. Sebab itu, ideologi merupakan hal penting dalam analisis wacana kritis. Setidaknya ada dua implikasi penting terkait ideologi ini, yakni; 1) Ideologi secara inharen bersifat sosial, tidak personal atau individual sehingga ia membutuhkan share diantara orang-orang pada kelompoknya; 2) Ideologi yang bersifat sosial tetapi digunakan secara internal antara kelompok atau komunitas tertentu sebagai fungsi koordinatif maupun membentuk identitas kelompok atau komunitasnya. Dalam paradigma kritis, analisis wacana berpendapat bahwa media bukanlah sesuatu yang netral melainkan bisa dikuasai oleh kelompok dominan. Wartawan juga 35 Sebuah teks menurut Aart Van Zoest tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi. Dalam pandangan Magnis Suseno, ideologi dipergunakan dalam arti kesadaran palsu, ideologi dianggap sebagai sistem berfikir yang telah terdistorsi disadari atau tidak. Alex Sobur. op. cit. hal 60-68

23 dalam proses produksi berita bukan pihak yang otonom karena adanya ketidakseimbangan dan dominasi. Dalam tradisi CDA, atribut kritis dibangun berdasarkan gagasan kritis dari sekolah Franfurt, khususnya Jurgen Habermas yang berpandangan bahwa ilmu (critical science) harus sampai pada refleksi diri, yakni harus merefleksikan interes-interes awal yang menjadi dasarnya dan mengindahkan konteks historis dari interaksi yang dilibatinya 36. Sebab itu, yang menjadi pertanyaan dalam paradigma kritis adalah siapa yang mengontrol media?, Kenapa ia mengontrol? Keuntungan apa yang bisa diambil dengan kontrol tersebut? Kelompok mana yang tidak dominan dan menjadi objek pengontrolan? Pendekatan Perubahan Sosial Banyak pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis wacana kritis 38. Salahsatunya adalah model pendekatan perubahan sosial (Sosiocultural Change Approach) yang disampaikan Norman Fairclough 39 yang digunakan dalam penelitian ini. Fairclough memfokuskan perhatian dengan melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Untuk melihat bagaimana bahasa membawa nilai ideologi tertentu dibutuhkan analisis secara menyeluruh. Bahasa secara sosial merupakan bentuk 36 P. Ari Subagyo op. cit. 37 Eriyanto op. cit. hal Pendekatan yang dimaksud secara umum dapat dikategorikan dalam 5 (lima) pendekatan, yakni; 1) Analisis Bahasa Kritis (Critical Linguistik) yang banyak dipengaruhi oleh Haliday yang memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan ideologi; 2) Analisis wacana pendekatan Prancis (French Discourse Analysis) disebut juga pendekatan Pecheux yang memandang bahasa dan ideologi bertemu pada pemakaian bahasa dan naterialisasi bahasa pada ideologi; 3) Pendekatan Kognisi Sosial (Social Cognitive Approach) dengan tokohnya Teun A Van Dijk yang melihat faktor kognisi sosial sebagai elemen penting dalam produksi wacana; 4) Pendekatan Perubahan Sosial (Sosiocultural Change Approach) dengan tokoh utamanya Norman Fairclough yang memandang wacana ssebagai praktik sosial; 5) Pendekatan Wacana Sejarah (Dicourse Historical Approahes) dengan tokohnya Ruth Wodak yang melihat bahwa analisis wacana harus menyertakan konteks sejarah bagaimana wacana tentang suatu kelompok atau komunitas digambarkan. Eriyanto. op. cit. hal Dalam beberapa karyanya, Fairclough menyebut bahwa teorinya merupakan gabungan dari linguistic fungsional-sistemik halliday, linguistik fowler dan teori social baru Foucoult. Uraian lengkap lihat Anang Santoso dalam Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis,dapat diakses Analisis-Wacana-Kritis-Anang-Santoso.pdf

24 tindakan dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Sebab itu dalam model analisisnya, Fairclough mengkombinasikan tradisi analisis tekstual (yang melihat bahasa dalam ruang tertutup) dengan konteks yang lebih luas 40. Fairclough membangun model yang mengintegrasikan analisis wacana berdasarkan linguistik dan pemikiran sosial politik secara bersama bersama dan secara umum diintegrasikan dengan perubahan sosial. Sebab itu, model yang disampaikan Fairclough disebut dengan model perubahan sosial (social change). Titikfokus bahasa dalam analisis Fairclough sebagai praktik sosial berimplikasi terhadap dua hal. Pertama wacana dipandang sebagai tindakan yakni ketika seseorang menggunakan bahasa merupakan sebuah tindakan sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia/realitas. Kedua model ini mengimplikasikan adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur sosial. Analisis wacana menurut Fairclough terbagi dalam tiga dimensi yakni teks, discourse practice dan sociocultural practise. (lihat gambar 2.2) Teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Selain itu juga diperhatikan koherensi dan kohesivitas yakni bagaimana kalimat atau antar kalimat memberikan pengertian. Hal itu dianalisis untuk melihat tiga masalah yang disebut Fairclough ideasional, relasi dan identitas 41. Ideasional merujuk pada representasi tertentu yang ditampilkan dalam teks yang umumnya membawa muatan ideologi tertentu. Sedangkan relasi merujuk pada analisis bagaimana kontruksi hubungan diantara wartawan dengan pembaca. Sementara, identitas merujuk pada konstruksi tertentu dari identitas wartawan dan pembaca, serta bagaimana personal dan identitas ditampilkan. Discourse practise merupakan dimensi yang berhubungan dengan 40 Ibid hal Ibid hal

25 proses produksi dan konsumsi teks. Teks berita pada dasarnya dihasilkan lewat proses produksi yang berbeda. Teks berita diproduksi dalam cara yang spesifik dengan rutinitas dan pola kerja yang terstruktur. Perbedaan pola kerja, struktur dan bentuk rutinitas yang berbeda di tiap-tiap insitusi media tentu akan menghasilkan produksi teks yang berbeda juga. Sama halnya dengan konsumsi teks yang juga berbeda dalam konteks sosial yang berbeda juga. Konsumsi teks tersebut dapat dilakukan secara personal maupun kolektif. Sedangkan sosciocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks, seperti halnya konteks situasi, politik media, ekonomi media, atau budaya media tertentu yang memiliki pengaruh terhadap berita yang dihasilkan. Artinya konteks yang dimaksud lebih luas luas dari praktik institusi media dari media sendiri dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya dan politik tertentu. Gambar 2.2. Dimensi Wacana Norman Fairclough 42 Produksi TEKS Teks DISCOURSE PRACTICE SOCIOCULTURAL PRACTICE Konsumsi Teks 2.6. Media Massa dan Rekonstruksi Realitas Politik Media massa 43 dan politik meski berasal dari disiplin ilmu yang berbeda, dalam perkembangannya media massa dan politik adalah dua sisi yang tidak akan 42 Ibid hal Media massa merupakan salah satu turunan dari 4 (empat) tipe komunikasi. Keempat tipe itu, Komunikasi intrapersonal yakni proses dimana kita berbicara dengan diri sendiri tentang ide dan gagasan kita sendiri. Komunikasi interpersonal yakni proses pertukaran pesan, ide atau gagasan yang dilakukan antar pribadi. Komunikasi kelompok yakni proses pertukaran pesan, ide atau gagasan yang terjadi dalam sebuah kelompok orang-orang tertentu. Dan Komunikasi massa (mass communication)

26 pernah bisa dipisahkan. Media dengan kekuatannya melalui berita-berita yang dihadirkan mampu mempengaruhi situasi politik dan proses demokrasi di sebuah negara. Bahkan, kebebasan media dianggap menjadi salah satu indikator demokrasi disebuah negara. Banyak pengertian dan defenisi yang dapat diterjemahkan sebagai politik. Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana, pembagian nilainilai oleh yang berwenang, kekuasaan dan pemegang kekuasaan, pengaruh, tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas tindakan lainnya 44. Namun, hal yang perlu difahami bahwa politik pada dasarnya adalah proses dan pembicaraan. Secara lebih spesifik, pembicaraan yang dimaksud adalah pertukaran simbol dalam bentuk kata-kata yang diucapkan, gerakan tubuh, sikap, perangai dan pakaian. Sebab itu, ilmuwan politik, Mark Roeles menyebutkan bahwa politik adalah pembicaraan atau lebih tepat lagi kegiatan politik adalah berbicara 45. Melalui komunikasi politik 46 membuat media dan politik menjadi saling membutuhkan saling sama lain. Politik sebagai kegiatan yang melibatkan orang banyak dalam proses penyampaian komunikasinya tentu memilih saluran yang tepat dan dapat menjangkau masyarakat secara luas. Sebab, siapapun komunikator politiknya tentu berharap pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi politik dapat menjangkau orang banyak guna mencapai tujuan yang diinginkan. Saluran yang paling efektif adalah saluran komunikasi massa baik secara langsung maupun melalui perantara. Secara langsung yakni proses pertukaran ide, pesan atau gagasan yang menjangkau orang banyak dengan menggunakan media elektronik dan media cetak. Jhon Vivian op cit hal Lihat Dan Nimmo dalam Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media, 2005, PT Remaja Rosdakarya Bandung, Cetakan Keenam, hal 8 45 Ibid. hal 8 46 Komunikasi politik adalah salah satu dari cabang ilmu politik Adapun cabang ilmu politik lainnya yaitu; 1) Perbandingan sistem politik; 2) Pembangunan politik; 3) Analisa Politik 4) Sosiologi politik; 5) Manajemen politik; 6) Etika politik; 7) Psikologi politik; 8) Politik Ekonomi, dan; 9) Komunikasi politik. Lebih lengkap lihat Inul Kencana Syafiie dalam Ilmu Politik, Rineka Cipta, 2000, hal 15

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak

Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak Pengetahun, wawasan, dan pengalaman menjadikan manusia bijak P A R A D I G M A (Penelitian Sosial) I Paradigma Merton universalisme, komunalisme, pasang jarak/ tanpa keterlibatan emosional, skeptisisme

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Pendekatan kualitatif ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: Teori Teori Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Yuliawati, S.Sos, M.IKom Program Studi HUBUNGAN MASYARAKAT http://www.mercubuana.ac.id SOSIOLOGI = SOCIOLOGY= Socius

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat

BAB II KAJIAN TEORI. maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA Dalam kajian pustaka ini penulis ataupun peneliti akan menjabarkan maupun mempaparkan dua konsep diantaranya definisi yang berkaitan erat dengan judul, tema, dan fokus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si KONSEP, MATERI DAN PEMBELAJARAN SOSIOLOGI

Oleh: Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si KONSEP, MATERI DAN PEMBELAJARAN SOSIOLOGI Oleh: Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si KONSEP, MATERI DAN PEMBELAJARAN SOSIOLOGI Sekolah diharapkan mampu memenuhi tuntutan masyarakat, merintis transformasi yang diinginkan masyarakat (melestarikan), menemukan

Lebih terperinci

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme Ada tiga hal penting yang perlu kita tanyakan pada diri kita; Yakni: Apa yang perlu kita ketahui dan pahami tentang Sosiologi dan Politik? Mengapa kita perlu mengetahui dan memahami Sosiologi dan Politik?

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan

BAB III METODE PENELITIAN. Muchammad Nazir dalam bukunya Metode Penelitian menyatakan 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian II CRITICAL THEORIES Bagian II 1 MARXISME Jalur Pengaruh Pemikiran Karl Mark & Teori Kritis Hegel Neo Marxisme Teori Kritis II Marks Muda Karl Mark Marks Tua Engels Kautsky Korsch Lukacs Gramsci Hokheimer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Paradigma Penelitian Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis (critical theory). Aliran pemikiran paradigma ini lebih senang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kritis Paradigma kritis terutama bersumber dari pemikiran sekolah Frankfrut. Ketika itu di Jerman tengah terjadi proses propaganda besar-besaran Hitler. Media dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana adalah bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu praktik sosial, ditinjau dari sudut pandang tertentu (Fairclough dalam Darma, 2009, hlm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang yang peneliti sampaikan, maka jenis penelitian ini lebih cocok dengan penelitian kualitatif. Menurut Raco

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukan lagi menjadi isu baru di Indonesia. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2010. Dikutip dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma yang tertanam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Menurut Patton dalam Tahir 1 Paradigma adalah sebuah pandangan dunia, perspektif umum, cara memecah kompleksitas dunia nyata. Dengan demikian, paradigma

Lebih terperinci

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli

BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER. ketuhanan). Ia dididik dengan tradisi idealisme Jerman dan perduli BAB II TINDAKAN SOSIAL MARX WEBER Max Weber (1864-1920), ia dilahirkan di Jerman dan merupakan anak dari seorang penganut protestan Liberal berhaluan sayap kanan. Weber berpendidikan ekonomi, sejarah,

Lebih terperinci

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik Pokok Bahasan Pada umumnya, dalam dunia ilmu pengetahuan orang mencoba untuk melihat dan menjelaskan suatu fenomena sosial menggunakan alur dan logika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Memilih paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diamalkan oleh manusia dari generasi ke generasi berikutnya. 1 Dakwah. ulama` sepakat bahwa hukum dakwah adalah wajib.

BAB I PENDAHULUAN. dan diamalkan oleh manusia dari generasi ke generasi berikutnya. 1 Dakwah. ulama` sepakat bahwa hukum dakwah adalah wajib. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dakwah merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam keseluruhan ajaran Islam. Dengan dakwah Islam dapat diketahui, dihayati, dan diamalkan oleh manusia

Lebih terperinci

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran Paradigma Memandang Realitas : Sebuah Fondasi Awal Pemahaman semiotika tidak akan mudah terjebak pada urusan-urusan yang teknik metodologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Menurut Egon G. Guba, Denzin dan Yvonna S.Lincoln, pengertian paradigma kritis yaitu suatu cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995:40). Maka teori berguna untuk menjelaskan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme

Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri dari Institut Marxisme Studi Media Perspektif Media Krititis MIKOM Universitas Muhammadiyah Jakarta Aminah, M.Si Teori Kritikal mulai berkembang tahun 1937 (pengkajiannya dimulai tahun 1930) Teori Kritikal eksis sebagai ciri

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi BROADCASTING

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi BROADCASTING Modul ke: Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi BROADCASTING www.mercubuana.ac.id Pengertian Sosiologi Sosiologi Komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mungkin tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti 28. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pascaruntuhnya runtuhnya kekuasaan orde baru terjaminnya kebebasan pers telah menjadi ruang tersendiri bagi rakyat untuk menggelorakan aspirasi dan kegelisahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian Secara harafiah, metodologi dibentuk dari kata metodos, yang berarti cara, teknik, atau prosedur, dan logos yang berarti ilmu. Jadi metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif

Interaksionisme Simbolik dalam Penelitian Kualitatif Salah satu jenis pendekatan utama dalam sosiologi ialah interaksionisme simbolik. Interaksionisme simbolik memiliki perspektif dan orientasi metodologi tertentu. Seperti halnya pendekatan-pendekatan lain

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER Silabus Semester Genap 2013-2014 Dosen : Amika Wardana, Ph.D. Email : a.wardana@uny.ac.id Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta S I

Lebih terperinci

Facebook :

Facebook : 1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan salah satu wadah atau ruang yang berisi berbagai macam informasi. Media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, karena

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian  Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma yang menentukan pandangan dunia peneliti sebagai bricoleur, atau menentukan world view yang dipergunakan dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa bukanlah saluran yang bebas dan netral, demikian pandangan paradigma kritis. Perspektif kritis ini bertolak dari asumsi umum bahwa realitas kehidupan bukanlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan analisis dan bahasan terhadap suatu persoalan penelitian, ada berbagai alternatif metode penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan penelitian. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kerja akademik yang menuntut penerapan prosedur ilmiah tertentu sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar inilah penulis memandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ini. TEORI KONTEKSTUAL TEORI KOMUNIKASI DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga

BAB 1 PENDAHULUAN. diucapkan dan tersampaikan oleh orang yang mendengarnya. Bahasa juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu karena dengan berbahasa kita dapat menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran untuk diucapkan dan tersampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER

BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER BAB II MODERNISASI DAN PERGESERAN BUDAYA SALAMAN DALAM TINJAUAN TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK HERBERT BLUMER A. Teori Interaksionisme Simbolik Yang menjadi objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si

Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Komunikasi dan Politik 1 Oleh : Adiyana Slamet, S.Ip., M.Si Seseorang yang menggeluti komunikasi politik, akan berhadapan dengan masalah yang rumit, karena komunikasi dan politik merupakan dua paradigma

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci