JURNAL TERNAK. Edy Susanto dan Wenny Ladhunka N. A. Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi di Pasar Tradisional Kota Lamongan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL TERNAK. Edy Susanto dan Wenny Ladhunka N. A. Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi di Pasar Tradisional Kota Lamongan"

Transkripsi

1 Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 02, Des bg JURNAL TERNAK JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Edy Susanto dan Wenny Ladhunka N. A. Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi di Pasar Tradisional Kota Lamongan Muridi Qomarudin, Ratna Kumala Dewi dan Nuril Hudah Pengaruh Pemberian Vaksin AI (Avian Influenza) terhadap Produktivitas Telur Ayam Layer Edy Susanto dan Ana Sutomo Analisis Insidensi Penyakit Flu Burung pada Itik (Anas Domesticus) di Peternakan Rakyat Kabupaten Lamongan Tahun Arif Aria Hertanto, Wardoyo dan Fatikhul Mufid Hubungan Berat Badan Tetas DOD dengan Persentase Kematian Selama Umur 0-7 Hari (Studi Kasus di Kelompok Ternak Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Edy Susanto Kajian Suplementasi Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE- UMMB) dalam Ransum Ternak Ruminansia Korban Erupsi Gunung Berapi di Indonesia Juni 2013 Volume : 04, Nomor : 01 i A L A M A T R E D A K S I : K A M P U S P U S A T U N I S L A, J L. V E T E R A N N O. 5 3 A L A M O N G A N T E L P / F A X ( ) , W E B S I T E : H T T P : / W W W. J U R N A L T E R N A K. W O R D P R E S S. C O M

2 Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 02, Des JURNAL TERNAK JURNAL ILMIAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan diterbitkan sebagai media penyampaian ilmu, teknologi dan informasi ilmiah di bidang peternakan. Jurnal ini memuat tulisan berupa hasil penelitian, hasil pengabdian masyarakat, kajian pustaka dan atau review jurnal yang diterbitkan secara berkala 2 kali dalam setahun (juni dan desember). Editor Pengelola Ir. Wardoyo, M.MA Edy Susanto, S.Pt, M.P. Ir. Mufid Dahlan, M.MA Dewan Editor Ilmiah Prof. Dr. Ir. Ifar Subagiyo, M.Agr.St, F.Peternakan UB Firman Jaya, S.Pt, M.P., F. Peternakan UB Alamat Redaksi Kampus Pusat UNISLA, Jl. Veteran 53A Lamongan, Telp/Fax (0322) , Website : i

3 Jurnal Ternak, Vol. 05, No. 02, Des DAFTAR ISI 1. Analisis Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi di Pasar Tradisional Kota Lamongan Edy Susanto dan Wenny Ladhunka N. A Pengaruh Pemberian Vaksin AI (Avian Invluenza) terhadap Produktivitas Telur Ayam Layer Muridi Qomarudin, Ratna Kumala Dewi dan Nuril Hudah Analisis Insidensi Penyakit Flu Burung pada Itik (Anas Domesticus) di Peternakan Rakyat Kabupaten Lamongan Tahun Edy Susanto dan Ana Sutomo Hubungan Berat Badan Tetas DOD dengan Persentase Kematian selama Umur 0-7 Hari (Studi Kasus di Kelompok Ternak Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan). Arif Aria Hertanto, Wardoyo dan Fatikhul Mufid Kajian Suplementasi Plant Extract Urea Mollases Block (PE-UMMB) dalam Ransum Ternak Ruminansia Korban Erupsi Gunung Berapi di Indonesia Edy Susanto ii

4 ANALISIS KUALITAS MIKROBIOLOGIS DAGING SAPI DI PASAR TRADISIONAL KOTA LAMONGAN Edy Susanto * dan Wenny Ladhunka N. A.* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Pengumpulan data penelitian dilaksanakan mulai tanggal 04 maret 2013 sampai dengan 19 Juni 2013 di 3 pasar tradisional kota Lamongan dan di Laboratorium Peternakan Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis kualitas mikrobiologi daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan. Materi penelitian ini adalah sampel daging sapi yang di ambil di 3 pasar tradisional di Kota Lamongan dengan total sampel sebanyak 14 sampel. Metode penelitian berupa non eksperimental dengan teknik total populasi, menggunakan perhitungan t-test. dengan parameter yang diukur adalah kandungan mikroorganisme (TPC), kadar air dan ph sesuai atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologi daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena dari perhitungan dengan dk n-1 = ( 14-1 = 13 ), serta dengan α = 5% harga t tabel =2,160 untuk t hitung ph yaitu 10,73, menunjukkan hasil t hitung > dari t tabel begitu pula nilai t hitung Total Plate Count (TPC) 2,73, menunjukkan nilai t hitung > dari t tabel, kecuali nilai kadar air yang menunjukkan hasil t hitung < dari t tabel yakni sebesar 1,67 yang berarti tingkat kadar air daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan sesuai dengan standar. Dengan demikian cemaran mikroorganisme pada daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan masih belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. KATA KUNCI : Daging Sapi, TPC, Pasar Lamongan PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Soeparno, 2005). Daging berperan cukup besar dalam konteks ketahanan pangan nasional karena merupakan salah satu komoditas dengan kandungan gizi yang cukup lengkap (Usmiati, 2010). Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta ph yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroorganisme ini dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga daging tersebut rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Penyediaan daging sapi yang kandungan mikrobanya tidak melebihi Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) sangat diharapkan dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan daging sapi yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) persyaratan mikrobiologi dalam daging sapi yang beredar di Indonesia adalah Total Plate Count(TPC) 1 x10 6 CFU/g(SNI 3932, 2008). Sedangkan pada kondisi normal menurut Yanti dkk. (2008) nilai ph daging sapi berkisarantara 5,46 6,29. Nilai ph daging sapi relatif rendah (asam), disebabkan oleh akibat peruraian glikogen otot oleh enzim-enzim glikolisis secara anaerob menjadi asam laktat (Soeparno, 2005). Dan menurut Aberle, et al. (2001), yang menyatakan bahwa nilai kadar air rata-rata daging mempunyai kisaran 65-80%. Kerusakan daging umumnya disebabkan oleh adanya kontaminasi kuman. Menurut Jay (1992) dalam Hutasoit, dkk (2013)dan Lawrie (2003), bahwa sumber kontaminasi daging biasanya dimulai dari saat pemotongan ternak sampai konsumsi. Rumah pemotongan hewan (RPH) dan pasar tradisional memberikan kemungkinan terbesar untuk kontaminasi bakteri, selain itu kontaminasi juga bisa berlangsung dengan cara kontak langsung pada permukaan yang tidak higienis, para pekerja, udara, dan perjalanan daging mulai dari ruang pelayuan, pembekuan, pengiriman, pengemasan, penjualan dan penanganan di rumah tangga. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

5 Pasar tradisional merupakan salah satu tempat pemasaran daging, tempat tersebut merupakan tempat yang rawan dan berisiko cukup tinggi terhadap cemaran mikroba patogen. Sanitasi dan kebersihan lingkungan penjualan (pasar) perlu mendapat perhatian baik dari pedagang itu sendiri maupun petugas terkait untuk meminimumkan tingkat cemaran mikroba.akan tetapi keberadaan pasar tradisional memberikan peran besar baik bagi kebutuhan primer masyarakat maupun dalam pembangunan struktur ekonomi perkotaan,tidak terkecuali di Kota Lamongan. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang analisis kualitas mikrobiologi daging sapi dipedagang pasar tradisional di Kota Lamongan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan melakukan pengambilan sampel di pasar tradisional di Kota Lamongan yaitu pasar Sidoharjo, pasar Ikan lamongan dan pasar Lamongan Indah, dilanjutkan dengan pengujian mikrobiologi di Laboratorium Peternakan Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan pada tanggal 04 maret 2013 sampai 19 Juni Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah non eksperimental. Penelitian non eksperimental merupakan bentuk penelitian dimana peneliti (eksperimer) meneliti data yang sudah ada (dalam arti tidak sengaja di timbulkan) dan peneliti tinggal merekam serta mencatat hasil (Arikunto, 2006). Penelitian inimenggunakan teknik populasi dan analisa data uji dua fihak dengan menggunakan perhitungan rumus t-test. Penelitian ini sebagai salah satu bentuk eksplorasi kualitas mikrobiologi daging sapi yang ada di pasar tradisional di Kota Lamongan. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Penentuan ukuran sampel pada penelitian ini mengacu pada Sugiyono (2011), dimana dalam penentuan ukuran sampel dinyatakan bahwa semakin besar jumlah sampel maka semakin kecil tingkat kesalahan, sebaliknyasemakin kecil jumlah sampel, maka semakin besar tingkat kesalahan.berdasarkan hasil surveypra-penelitian diketahui bahwa pasar tradisional yang ada di Kota Lamongan terdiri dari 3 pasar yang memiliki total populasi berbeda-beda, yaitu pasar Sidoharjo memiliki jumlah populasi 12 penjual, pasar Ikan Lamongan terdapat 2 populasi penjual daging sapi, sedangkan untuk pasar modern Lamongan Plaza terdapat 1 populasi penjual. Sehingga dari data tersebut total pedagang daging sapi di pasar tradisional di kota Lamongan ada 15 pedagang daging sapi, yang dari kesemuanya itu waktu penjualan dimulai dari pukul WIB sampai pukul WIB. Menurut Sugiyono (2011), rumus untuk menghitung sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya adalah sebagai berikut S = Keterangan : P=Q=0,5. d=0,05 S= jumlah sampel. Berdasarkan rumus tersebut, dapat diambil taraf kesalahan 5%, sehingga jumlah sampel yang diambil adalah 14 sampel. Variabel yang diamati adalah TPC, Ka dan ph. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan pengujian hipotesis deskriptif uji dua pihak (two tailed test). Apabila hasil perhitungan menunjukkan t hitung t tabel maka H 0 diterima (Sugiyono,2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran ph (Derajat Keasaman) Berdasarkan hasil analisis t hitung diketahui bahwa ph daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan rata-ratanya adalah 5,98, sedangkan nilai t hitungnya adalah 10,73. Sehingga nilai ph tidak sesuai dengan standar.hal ini dibuktikan dengan analisis t hitung dengan dk n-1 = ( 14-1 = 13 ), α = 5% harga t tabel =2,160, diperoleh hasil t hitung > dari t tabel atau jatuh pada JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

6 daerah penerimaan H a maka H 0 ditolak dan H a diterima, yakni nilai ph daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan tidak sesuai dengan nilai ph standar. Buckle et al (1985)dalam Prabowo (2010) menyatakan bahwa ph rendah berada sekitar menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan ph tinggi berada sekitar menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat, sehingga hal ini lebih memungkinkan terjadinya perkembangan mikroorganisme. Nilai ph adalah sebuah indikator penting untuk kualitas daging. Pengamatan terhadap ph, penting dilakukan karena perubahan ph berpengaruh terhadap kualitas pangan yang dihasilkan (Suparno 1998 dalam Zamroni 2013). Hampir semua mikroba tumbuh pada tingkat ph yang berbeda. Sebagian bakteri tumbuh pada ph mendekati netral Anonim (2013) dalam Zamroni(2013). Kadar Air (Ka) Berdasarkan hasil analisa dari t hitung dengan dk n-1 = ( 14-1 = 13 ), untuk α = 5% harga t tabel = 2,160, diperoleh hasil t hitung Ka daging sapi di pasar tradisional kota lamongan adalah 1,67, sehinggat hitung < dari t tabel atau jatuh pada daerah penerimaan H 0 maka H 0 diterima dan H a ditolak, yakni tingkat kadar air daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan sesuai dengan standar. nilai dari rata ratakadar air daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan adalah 74,37 %. Menurut Buckle et.al. (1987) dalam Damongilala (2009) bahwa pengaruh kadar air sangat penting sekali dalam menentukan daya awet suatu bahan pangan karena kadar air mempengaruhi sifat sifat fisik (organoleptik), sifat kimia, dan kebusukan oleh mikroorganisme. Analisis kadar air dilakukan dengan meggunakan metode oven. Kadar air dihitung sebagai persen berat, artinya berapa gram berat sampel, dengan selisih berat dari sampel yang belum diuapkan dengan sampel yang telah diuapkan (dikeringkan). Jadi kadar air dapat diperoleh dengan menghitung kehilangan berat sampel yang dipanaskan (Damongilala, 2009). Total Plat Count (TPC) Berdasarkan analisis t hitung nilai TPC daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan adalah 2,73 sehingga nilai TPC tidak sesuai dengan SNI. Hal ini dibuktikan dengan analisis t hitung dengan dk n-1 = ( 14-1 = 13 ), α = 5% harga t tabel = 2,160, diperoleh hasil t hitung > dari t tabel atau jatuh pada daerah penerimaan H a maka H 0 ditolak dan H a diterima. Sedangkan hasil rata rata nilai TPC adalah 3,2 x Dari hasil tersebut dan berdasarkan survei pada saat penelitian hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu higiene dan sanitasi responden maupun lingkungan terkait. Dari hasil wawancara dengan responden, profil responden berdasarkan higinitas dan sanitasi diketahui bahwa jumlah prosentase untuk kreteria baik (sumber kontaminasi bakteri sedikit) hanya 21%. Menurut Hafizah (2010) dalam Yuliani (2011), bahwa Semakin baik sanitasi dan higiene makanan atau minuman maka semakin sedikit jumlah mikroba pada makanan dan minuman tersebut. Sanitasi berhubungan dengan lingkungan serta alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan sedangkan higiene berhubungan dengan sikap food handler dalam pengolahan dan penyajian makanan, Hafizah (2010) dalam Yuliani (2011). Hasil perhitungan jumlah mikroba pada sampel dengan pengenceran berbeda, disajikan dalamtabel 1 berikut ini : JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

7 Tabel 1. Hasil Perhitungan Jumlah Mikroba Sampel dengan Pengenceran Berbeda Sampel Penanaman Total bakteri CFU/gr Kontrol 0 1 Penanaman I Penanaman II 1,7 x Penanaman I Penanaman II 0,9 x Penanaman I Penanaman II 4 x Penanaman I Penanaman II 1 x Penanaman I Penanaman II 1,7 x Penanaman I Penanaman II 10,5 x Penanaman I Penanaman II 0,2 x Penanaman I Penanaman II 0,1 x Penanaman I Penanaman II 0,6 x Penanaman I Penanaman II 3 x Penanaman I Penanaman II 10 x Penanaman I Penanaman II 0,2 x Penanaman I Penanaman II 0,3 x Penanaman I Penanaman II 11 x 10 6 Rata rata x 3 x 10 6 Sumber : Data Primer, 2014 (diolah) Berdasarkan tabel di atas, hasil perhitungan jumlah total bakteri menunjukkan bahwa jumlah koloni terbanyak terdapat pada sampel daging sapi nomor 14 dengan total bakteri mencapai 11 x Lokasi jualan berada di pasar LI (Lamongan Indah), meskipun pasar tergolong bersih dan permanen, namun belum tentu menjamin cemaran mikroba semakin sedikit. Sumber dari kontaminasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, tidak hanya di pengaruhi oleh hygiene dari lokasi dan personal. Menurut Jay, (1992) dan Lawrie, (2003) dalam Suada (2012) menyatakan bahwa sumber kontaminasi daging biasanya dimulai dari saat pemotongan ternak sampai konsumsi. Rumah pemotongan hewan (RPH) memberikan kemungkinan besar untuk kontaminasi bakteri, selain itu kontaminasi dengan cara kontak langsung pada permukaan yang tidak higienis, para pekerja, udara, dan perjalanan daging mulai dari ruang pelayuan, pembekuan, pengiriman, pengemasan, penjualan dan penanganan di rumah tangga juga berpengaruh terhadap kualitas daging. Menurut Fardiaz (1992) dalam Irwansyah (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam yaitu (a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, ph, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat; (b). Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur,kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

8 Alat distribusi yang digunakan oleh responden untuk mengangkut daging sapi dari lokasi pemotongan menuju pasar, didominasi dengan alat distribusi sepeda motor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Endang (2009) dalam Herlinawati, dkk (2011) bila transportasi dilakukan dengan tidak layak akan mengakibatkan jumlah total mikroba yang tinggi pada daging dan kuman-kuman yang memang secara normal ada dalam tubuh hewan sehingga aktivitas mikroba didalamnya semakin subur. Kualitas daging itu sendiri juga sangat mempengaruhi,menurut Soeparno (1998) dalam Komariah (2008), aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh sifat fisik daging diantaranya besar kecilnya karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan processing. Kemungkinan lain diperoleh dari nilai kadar air dan ph. Semakin tinggi kadar air suatu produk maka semakin banyak pula bakteri yang tumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herawati (2008), bahwa makin tinggi aktivitas air umumnya makin banyak bakteri yang tumbuh, karena kandungan air dalam bahan pangan selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan. Rendaahnya nilai ph pada sampel juga mendukung terjadinya perkembangan mikroorganisme pada daging. Sehingga hasil pengujian TPC menunjukkan cemaran mikroba yang beragam dan melebihi batas standar. Buckle et al (1985) dalam Prabowo (2010) menyatakan bahwa ph rendah berada sekitar menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan ph tinggi berada sekitar menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat, sehingga hal ini lebih memungkinkan terjadinya perkembangan mikroorganisme.adapun menurut Buckle et.al (1987) dalam Zamroni (2013), selain zat makanan, suhu, ph dan aktivitas air, pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh waktu, potensial redoks, struktur biologi dan faktor pengolahan produk itu sendiri. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologi daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena dari perhitungan dengan dk n-1 = ( 14-1 = 13 ), serta dengan α = 5% harga t tabel =2,160untuk t hitung ph yaitu 10,73, menunjukkan hasil t hitung > dari t tabel begitu pulanilai t hitung Total Plate Count (TPC)2,73, menunjukkan nilai t hitung > dari t tabel,kecuali nilai kadar air yang menunjukkan hasil t hitung <dari t tabel yakni sebesar 1,67yang berarti tingkat kadar air daging sapi di pasar tradisional di Kota Lamongan sesuai dengan standar. REFERENSI Aberle ED, Forrest JC.Gerrand DE, Mills EW Principles of Meat Science. Fourth Ed. Amerika. Kendal/Hunt Publishing Company. Arikunto, S Prosedur Penelitian, Rineka Cipta. Jakarta. Badan Standar Nasional Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Standar Nasional Indonesia (SNI) No Damongilala Lena Jeane., Kadar Air dan Total Bakteri Pada Ikan ROA (Hemirhampus SP) Asap dengan Metode Pencucian Bahan Baku Berbeda. Jurnal Program Studi Teknologi Hasil Perikanan FPIK UNSRAT. Manado. Herlinawati Ida, Sa idah Farikhatus, Yunista Sri Hasil Penelitian Cemaran Mikroba Daging Sapi di Pasar Tradisional. Jurnal. Fakultas Pertanian Program Studi Produksi Ternak, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin. Kalimantan Selatan. Hutasoit Kartini, Suarjana I Gusti Ketut, Suada I Ketut Kualitas Daging Se I Sapi di Kota Kupang Ditinjau dari Jumlah Bakteri Coliform dan Kadar Air. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Denpasar. Bali. Irwansyah M., Analisis Kualitas Mikrobiologi Chiken Nugget Yang Beredar Di Pasar Tradisional Di Kota Lamongan. Proposal Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Lamongan. Lawrie, R.A Ilmu Daging Edisi Kelima. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. UI Press, Jakarta. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

9 Prabowo Ibnu Panji., Pemilihan Pengawetan Produk Olahan Daging Menjadi Dendeng Sapi. Jurusan Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Soeparno. 2005, Ilmu Dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Standard Nasional Indonesia SNI 3932, Mutu Karkas dan Daging Sapi. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Suanda I Ketut, Muhatmin H, Boentong Rizkia Kontaminasi Bakteri Eschercia Coli pada Daging Se I Sapi yang di Pasarkan di Kota Kupang. Indonesia Medicus Veterinus.ISSN : Fakkultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Bali Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Sugiyono, Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.Bandung Usmiati, S Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Yanti, H., Hidayati dan Elfawati Kualitas Daging Sapi Dengan Kemasan Plastic PE (Polyethylen) dan plastic PP (Polypropylen) di pasar arengka kota Pekanbaru. J. Peternakan. 5(1): Yuliani Ade, Atmaja Ning, Rizal Dian, Meilaty Ika Pengujian Total Mikroba Metode Standar Plate Count. Laporan. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jawa Barat Zamroni E. Syafi i Analisis Kualitas Mikrobiologi Bakso Cilok di Lingkungan Sekolah Dasar di Kota Lamongan. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Islam Lamongan. Lamongan JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

10 PENGARUH PEMBERIAN VAKSIN AI (AVIAN INVLUENZA) TERHADAP PRODUKTIVITAS TELUR AYAM LAYER Muridi Qomarudin*, Ratna Kumala Dewi * dan Nuril Hudah* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 maret sampai dengan 24 mei 2013 dengan lokasi penelitian yakni di peternakan ayam petelur Gunung Rejo Makmur I. Vaksinasi tepatnya pada pukul wib atau setelah proses pengambilan telur Proses pengambilan serum dilakukan pada hari ke-16 yaitu hari senin tanggal 14 juli Pengambilan serum dilakukan pada sore hari setelah proses pengambilan telur, darah diambil dari vena sayap (V. brachialis). Pencatatan titer antibody, dan pencatatan produksi telur di lakukan setiap hari dari masing-masing perlakuan dan ulangan selama 25 hari. Dari data pencatatan hasil produksi telur ayam layer yang di peroleh selama 25 hari akan di lakukan analisis sidik ragam yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan lima ulangan. Berdasarkan hasil uji statistik pada produktifitas telur, F Hitung sebesar 0,0029 dan F Tabel 5% sebesar 5,32 maka F hitung lebih kecil dari F table, rata rata dari kedua penelitian P0 2,991 dan P1 3,088 dan dapat di simpulkan bahwa produktifitas telur tidak di pengaruhi secara nyata oleh pemberian vaksin AI (Avian Influenza). Tidak terdapat pengaruh nyata pemberian vaksin AI (P1) dan tanpa vaksin (P0) terhadap produksi telur dengan F hitung 0,0029 < F tabel 5 % (5,32) tetapi Vaksin AI protektif terhadap virus flu burung. Kata Kunci : Ayam Layer, Vaksin AI, Produktivitas Telur PENDAHULUAN Industri ayam ras petelur sebagai salah satu penunjang industri pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 3,8 % pada tahun Data yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik, 2004 dalam Multiningrum, 2014) menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terjadi peningkatan populasi ayam ras petelur sebesar 8,27 % di bandingkan dengan tahun Peningkatan jumlah ayam ras petelur tersebut berdampak pada peningkatan jumlah produksi telur sebesar 6,89% pada tahun yang sama. Virus Avian Influenza yang menyebabkan penyakit flu burung menyerang sistem pernafasan unggas dan hewan lainnya, serta manusia. Investigasi yang telah dilakukan melalui kajian seroepidemiologi pada berbagai jenis unggas membuktikan bahwa Propinsi Aceh telah termasuk provinsi hot spot (contaminated area) flu burung. Titer antibodi terhadap virus Avian Influenza subtipe H5N1 dari yang tertinggi sampai yang terendah ditemukan pada layer (18,9%), diikuti broiler (6,4%), itik (5,2%), ayam buras (2,4%), dan entog (2,0%) (Erina, 2006). Hot spot di wilayah Indonesia lainnya dilaporkan oleh peneliti terdahulu bahwa titer antibodi unggas terhadap Avian Influenza subtipe H5N1 mencapai 90% di Kalimantan, dan berkisar antara 40 90% di Sumatra Utara dan Lampung. Selama ini, antigen yang sudah banyak diteliti untuk dijadikan sebagai kandidat vaksin terhadap flu burung diperoleh dari virus low pathogenic avian influenza (LPAI). Namun, beberapa strain LPAI dapat bermutasi di bawah kondisi lapang menjadi virus highly pathogenic avian influenza (HPAI) sehingga bersifat sangat infeksius dan fatal (Rimmelzwaan et al., 2001), Karena itu diperlukan penelitian mengenai efektifitas virus AI (Avian Influenza) terhadap strain ayam petelur dan produktifitasnya. Virus AI yang ditemukan tahun secara genetik dan antigenik berbeda dengan virus AI yang ditemukan saat terjadi kasus AI tahun Tentunya perubahan tersebut tidak lepas dari karakter dasar virus AI yang mudah bermutasi. Perubahan ini juga dipicu dari pemilihan vaksin yang tidak tepat. Jika vaksin yang digunakan tidak mampu memberikan perlindungan dengan sempurna, maka ayam yang tertular akan nampak sehat namun di dalam tubuhnya terjadi perbanyakan virus terus menerus. Hal ini akan menimbulkan cemaran virus (viral shedding) yang sangat tinggi di lingkungan kandang. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

11 1 Vaksin merupakan salah satu faktor penting dalam mengendalikan AI. Oleh karenanya pengkajian vaksin harus secara terus menerus dilakukan untuk memastikan apakah vaksin masih memberikan perlindungan yang sempurna. Riset terdahulu, ayam arab (Breakel silver) yang diimunisasi dengan vaksin komersial menunjukkan repons titer antibodi yang positif meningkat. Hal ini berarti bahwa vaksin komersial Avian Influenza (H5N1) bersifat imunogen karena terbukti dapat menggertak sistem imunitas ayam petelur yang berimplikasi pada terbentuknya antibodi di dalam serum yang memiliki titer antibodi 24 pada bulan pertama pascavaksinasi. Frekuensi titer antibodi serum 24 meningkat pada bulan kedua yang mencapai 100%, dan titer antibodi protektif 100% bertahan pada bulan ketiga pascavaksinasi (Darmawi dan Hambal, 2011). Diperlukan penelitian tentang pengaruh pemberian vaksin AI terhadap produktivitas ayam layer. METODE PELAKSANAAN Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 maret sampai dengan 24 mei 2013 dengan lokasi penelitian yakni di peternakan ayam petelur GUNUNG REJO MAKMUR I dengan populasi ayam ekor yang berada di desa Gunung Rejo, Kecamatan Kedung Pring, Kabupaten Lamongan. Materi Penelitian Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam berjenis Isa Brown masa produksi umur 21 minggu sebanyak 40 ekor, berat rata- rata 1,7-1,8 kg dengan rata-rata produksi 70 %. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : kosentrat merek new hope 7583: 35%, dedak :15%, jagung : 50%. Penelitian ini menggunakan 2 petak kandang jenis baterai. Tiap satu petak di tempati 10 ekor ayam layer dengan persekat 1 ekor ayam layer, Dengan ukuran tinggi 30 cm, lebar kandang 40 cm dengan panjang kandang 2 meter untuk sepuluh ekor. Kandang terbuat dari bambu dengan lantai rak besi dan bahan untuk tiap sekat bambu. Penelitian ini menggunakan vaksin AI jenis H5N1 produk Medion yang di injeksikan pada 20 ekor ayam layer pada masa produksi 70% dengan Spet Insulin ukuran 1 ml 2 bh. Metode Penelitian Penelitian tentang pengaruh vaksin AI terhadap produksi ayam layer ini dilakukan secara eksperimental. Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan lima ulangan dengan P0 = (Tanpa vaksin) dan P1 = (Vaksin AI ). Analisis Data Dari data pencatatan hasil produksi telur ayam layer yang di peroleh selama 25 hari akan di lakukan analisis sidik ragam. HASIL DAN PEMBAHASAN Rerata produktifitas telur selama penelitian dari masing masing perlakuan disajikan dalam Table 1 berikut ini : Tabel 1.1 Produktifitas telur selama penelitian Perlakuan Ulangan Rata rata P0 2,92 2,88 2,96 3,08 3,12 2,991 P1 3,04 3,04 3,16 3,2 3 3,088 Ket : Tidak berpengaruh nyata Dari hasil uji statistik pada produktifitas telur, F Hitung sebesar 0,0029 dan F Tabel 5% sebesar 5,32 maka F hitung lebih kecil dari F table, dan dapat di simpulkan bahwa produktifitas telur tidak di pengaruhi secara nyata oleh pemberian vaksin AI (Avian Influenza). JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

12 1 Grafik 1. Data produksi awal sebelum penelitian Grafik 2. Data produksi telur saat penelitian Rataan produktifitas masing-masing perlakuan berkisar antara 70-80% dengan rata-rata sekitar 75%. Jumlah telur yang dihasilkan mulai hari ke-1 sampai hari ke-25 dari kelompok ayam yang divaksin AI dan tanpa vaksin sangat bervariatif. Pada minggu pertama pasca vaksinasi produktifitas telur dalam keadaan stabil antara P0 (tanpa vaksin) dan P1 (vaksin AI). Pada minggu kedua terjadi peningkatan di perlakuan P1 (76%), ini di karena sistem hypothalamus akan berpengaruh pada anterior pituitary dan posterior pituitary, anterior pituitery akan mempengaruhi ke Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteonizing Hormone (LH) kemudian mempengaruhi sistem ovary yang berpengaruh ke estrogen kemudian terjadi esterus dan kemudian terjadi proses pembentukan telur sedangkan posterior pituitary akan berpengaruh kepada FSH, LH kemudian ke oxitoxine yang akan mempengaruhi urteri. pada hal tersebut akan meningkatkan mineral dalam darah. Minggu ke-3 hari kedua P0 dan P1 mengalami penurunan produksi telur, hal ini di sebabkan ayam mengalami stress karena pengambilan serum. Stres pada ayam mempengaruhi system hormonal yaitu enrdrogin berpengaruh ke hipofisa dan akan memyebabkan ACTH (adreno karticotropik) meningkat hal ini akan menyebabkan sistem pada ginjal tergangu sehinga glucorticoroid akan memepengaruhi kinerja hormon produksi yang lainya. Minggu ke empat produktifitas telur pada P1 menunjukkan peningkatan hal ini dikarenakan titer antibody pada ayam mulai terbentuk dan system hormonal bekerja dengan maksimal. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

13 1 Hasil Uji Titer Antibody NO NAMA JENIS TERNAK JUMLAH HASIL PENGUJIAN TITER Ab ND (DUA PANGKAT) KETERANGAN KECAMATAN KEDUNGPRING DS GUNUNG REJO 1 NURIL HUDAH AYAM PETELUR VAKSIN + 2 NURIL HUDAH AYAM PETELUR VAKSIN - JUMLAH Sumber Dinas peternakan UPT LABORATORIUM KESEHATAN HEWAN TUBAN (tgl 15 juli 2014). Titer antibody AI (Avian Influenza) dianggap protektif bila sama atau lebih besar 2 pangkat 4. Adanya antibodi dalam tubuh menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan pernah terpapar oleh suatu antigen. Antibodi akan terbentuk bila tubuh menerima vaksinasi, antibody maternal, ataupun infeksi alami (Webster and Hulse, 2004). Vaksin yang banyak digunakan oleh peternak yaitu vaksin tunggal yang hanya memiliki protektivitas terhadap macam penyakit, sedangkan pada ayam di Indonesia diberikan beberapa macam dan beberapa kali pengulangan vaksinasi (booster). Ayam merupakan hewan yang mudah mengalami stress, vaksinasi termasuk salah satu faktor yang memicu tingkat stress ayam tingkat stress pada ayam mempengaruhi tingkat produktifitasnya sehingga hal ini sangat merugikan peternak. KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh nyata pemberian vaksin AI (P1) dan tanpa vaksin (P0) terhadap produksi telur dengan F hitung 0,0029 < F tabel 5 % (5,32) tetapi Vaksin AI protektif terhadap virus flu burung. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya bisa mengunakan jenis vaksin yang lain terkait dengan respon positif terhadap titer antibondy atau produktifitas ayam petelur yang lebih baik. REFERENSI Darmawi dan Hambal, M., Respon antibodi serum ayam Breakel silver terhadap vaksin Avian influenza. J. Kedokteran Hewan, 5(2): Erina, Kajian Epidemiologi Penyebaran Avian Influenza Pada Pasar Unggas Tradisional di Nanggroe Aceh Darussalam. Laporan Hasil Penelitian, Departemen Pertanian, Jakarta. Multiningrum, F Analisis Pengembangan Agribisnis Peternakan ayam petelur di Indonesia. Diakses tanggal 20 mei Webster, R. G., and Hulse, D. J Microbial Adaptation and Change : Avian Influenza. Rev. sci.tech. Off. Int. Epiz WHO meeting on development and evaluation of influenza pandemic vaccines, 2-3 November 2005; http :// research/diseases/influenza / mtg / en / index2.html. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

14 1 ANALISIS INSIDENSI PENYAKIT FLU BURUNG PADA ITIK (Anas Domesticus) DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN Edy Susanto* dan Ana Sutomo* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Pengumpulan data penelitian dilaksanakan mulai tanggal tanggal 01 Mei sampai dengan 20 Juni 2013 di lingkup pemerintahan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit Flu Burung pada itik di Kabupaten Lamongan pada tahun Penelitian ini sesuai dengan tujuan serta manfaat yang dihasilkan, adalah merupakan tipe penelitian penjelasan (eksplanatif research) dengan melakukan pengamatan (non eksperimen). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan quisioner sebagai alat pengumpul data yang utama.variabel yang diamati adalah lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya itik yang terjadi flu burung tahun 2007 sampai tahun Analisis data menggunakan statistik regresi berganda empat prediktor dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan dari tahun 2007 sampai tahun 2012 terjadi kasus flu burung pada itik sebanyak 3 kasus pada tahun Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antar faktor yang meliputi lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung di peternakan rakyat Kabupaten Lamongan tahun dengan ditunjukkan nilai koefisien regresi = - 7,714. Namun mempengaruhi pola sporadik insidensi flu burung pada itik tahun 2012 akibat curah hujan yang sangat tinggi di tahun tersebut. Kata Kunci : Insidensi, Flu Burung, Itik (Anas Domesticus) PENDAHULUAN Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza ) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas (Departemen Kesehatan RI, 2005). Unggas penular tersebut adalah burung, bebek, ayam, selain itu dapat ditularkan oleh beberapa hewan yang lain seperti babi, kuda, anjing laut, ikan paus, dan musang. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit ini ditularkan dari burung ke burung tetapi dapat menular ke manusia (Mulyadi dan Prihatini, 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi virus-virus H5N1 clade 2.1 pada golongan ayam (gallinaceous) seperti ayam layer, ayam broiler, ayam kampung bersifat sangat pathogen, menyebabkan sakit perakut dan kematian dalam jumlah tinggi, sedangkan itik dan unggas air lainnya relatif lebih tahan terhadap infeksi virus-virus ini (Wibawa et al., 2012) Hasil investigasi Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dari berbagai laporan masyarakat tentang kematian itik pada bulan September November 2012, di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan berbagai tingkat mortalitas antara 8.3% - 100% menunjukkan hasil berdasarkan analisis filogenetik, isolat-isolat H5N1 virus yang diisolasi dari itik ini termasuk dalam clade Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang berada di belahan pantai utara Propinsi Jawa Timur dengan karateristik daratan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo. Kabupaten Lamongan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Jombang, Mojokerto dan Gresik. Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Lamongan memegang peranan yang sangat penting dalam jalur lalu lintas perdagangan unggas serta sebagai tempat budidaya usaha perungasan yang mensuplay sebagian besar kebutuhan daging unggas di pasar-pasar Kota Surabaya. Letak yang strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian influenza atau Flu burung. Wilayah Kabupaten Lamongan merupakan daerah endemis penyakit Flu Burung. Pola beternak umbaran tanpa kandang yang jelas sangat rentan untuk dapat terjangkit penyakit Flu JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

15 1 Burung lagi, masih ditambah kebiasaan hidup serumah dengan ternak seperti di dapur atau jadi satu dengan ternak lainnya. Satu kandang dapat terdiri atas ayam kampung, mentog, itik, angsa bahkan kalkun atau unggas liar lainnya. Selain jalur transportasi kendaraan darat, jalur irigasi Bengawan Solo merupakan sumber penularan yang bisa membawa virus Avian influenza ini masuk ke wilayah Kabupaten Lamongan. Kesadaran masyarakat disekitar tanggul Bengawan Solo untuk membakar dan mengubur ayam yang mati mendadak masih kurang dan mereka memilih untuk membuang bangkai ayam yang mati ke aliran sungai akan mempercepat penyebaran virus ini. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis insidensi penyakit Flu Burung pada itik di Kabupaten Lamongan pada beberapa tahun terakhir. MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkup pemerintahan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan, selama 2 bulan mulai tanggal 01 Mei s/d 20 Juni Materi Penelitian Materi Penelitian adalah data kasus flu burung pada itik yang terjadi di Kabupaten Lamongan tahun , data diambil dengan kuisioner kepada responden di lingkup Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Metode Penelitian Penelitian ini sesuai dengan tujuan serta manfaat yang dihasilkan, adalah merupakan tipe penelitian penjelasan (eksplanatif research) dengan melakukan pengamatan (non eksperimen), karena menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis tanpa memberikan perlakuan (Singarimbun,1989). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan quisioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Variabel Penelitian Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel variabel utama dalam sebuah penelitian dan penentuan fungsinya masing masing (Azwar, 2010). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : Lokasi, Musim, Jenis Itik, Teknis Budidaya Itik. Analisis Data Setelah dilakukan pengumpulan data kemudian data dianalisa menggunakan analisa regresi berganda dan distribusi frekuensi. Analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam analisis regresi, variabel yang mempengaruhi disebut Independent Variable (variabel bebas) dan variabel yang dipengaruhi disebut Dependent Variable (variabel terikat). Jika dalam persamaan regresi hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka disebut sebagai persamaan regresi sederhana, sedangkan jika variabel bebasnya lebih dari satu, maka disebut sebagai persamaan regresi berganda (Kurnia, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Umum Lokasi Penelitian Luas wilayah Kabupaten Lamongan sebesar hektar yang terbagi menjadi 27 kecamatan dan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu: Bagian Tengah - Selatan merupakan dataran rendah yang relatif agak subur yang membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung dan Kembangbahu. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

16 1 Bagian Selatan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu batu dengan kesuburan sedang. Terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokoro. Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo. Kawasan ini meliputi Kecamatan Sekaran,Maduran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun dan Glagah. Daerah Babat adalah daerah strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian influenza atau Flu burung. Wabah Avian Influenza atau flu burung ini masuk kedaerah Kabupaten Lamongan melalui alat transportasi, pakan unggas, rak/tempat telur, telur konsumsi, daging konsumsi, bahkan ayam layer afkiran yang masih hidup dan diduga sudah terinfeksi dijual murah di pasar tradisional atau diedarkan dari desa kedesa yang berasal dari daerah yang teridentifikasi kasus Avian infuenza. Selain jalur transportasi kendaraan darat, jalur irigasi Bengawan Solo merupakan sumber penularan yang bisa membawa virus Avian Influenza ini masuk kewilayah Kabupaten Lamongan. Kesadaran masyarakat disekitar tanggul Bengawan Solo untuk membakar dan mengubur ayam yang mati mendadak sangat kurang dan mereka memilih untuk membuang bangkai ayam yang mati ke aliran sungai akan mempercepat penyebaran virus ini. Anggapan masyarakat dengan adanya kematian itik merupakan hal yang biasa terjadi, dan tidak akan menyebabkan penyakit pada manusia, haruslah dirubah. Dengan tidak membakar dan mengubur bangkai itik yang mati mendadak ini maka virus akan tetap ada dalam lingkungan yang tercemar. Dalam bangkai itik virus ini akan bertahan lebih kurang 32 hari. Sehingga dalam kurun waktu itu virus akan terus menginfeksi unggas peliharaan yang ada didaerah yang tercemar. Kasus aktif akan terus terjadi dalam jangka waktu yang lama. Kebanyakan masyarakat setelah mengetahui kalau itik peliharaannya ada yang mati mendadak segera menjual itik yang masih hidup juga merupakan sumber penularan. Unggas yang terinfeksi dan dijual di pasar tradisional, atau pedagang ayam keliling akan mempunyai dampak yang sangat besar dalam hal penularan penyakit Avian influenza ini. Perjalanan unggas yang telah dijual dalam jangka waktu satu hari bisa berpindah Desa, Kecamatan, bahkan Kabupaten. Daerah yang menjadi lalulintas perjalanan unggas ini juga akan tercemar penyakit ini. Selain itu itik yang teriinfeksi akan kontak dengan itik - itik lain yang ada dalam pasar tersebut atau tempat penampungan itik, sehingga akan membantu proses penularan wabah HPAI ini. Pengaruh Faktor Faktor Penyebab Insidensi Flu Burung pada Itik peternakan rakyat Kabupaten Lamongan tahun Berdasarkan perhitungan analisa regresi berganda diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh faktor lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung pada itik di Kabupaten Lamongan tahun , hal ini ditunjukkan koefisien a (-7,714). Hal ini disebabkan flu burung hanya terjadi pada tahun 2012 karena curah hujan tertinggi adalah pada tahun Pola penyebaran penyakit flu burung pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 adalah sporadik. Pola sporadik adalah pola penyebaran penyakit yang mewabah dalam waktu yang sangat cepat (Akoso, 1993). Penyakit-yang-umum yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi disebut sebagai endemik. Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit), lingkup yang lebih luas ("epidemi") atau bahkan lingkup global (pandemi). Menurut WHO, suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi: timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan, agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius, agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

17 1 Analisis Distribusi Frekuensi Faktor Faktor yang mempengaruhi Insidensi Flu Burung pada Itik Tahun Tabel 1. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan Lokasi Kondisi Frekuensi per tahun Presentase (%) Wilayah Rawa rawa Jalur Perdagan gan ,6 Unggas Dataran ,4 Daerah aliran bengawa n Solo Total Kasus aktif 1 0 rawa-rawa lalu lintas unggas dataran aliran B.Solo Grafik 1. Analisis Faktor Lokasi terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 1 dan grafik 1 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 menunjukkan yang paling banyak adalah pada daerah jalur lalu lintas perdagangan unggas jumlah 2 kasus (66,6%), sedangkan di daerah dataran terjadi 1 kasus aktif AI (33,4 %). Jadi terlihat persentase tertinggi adalah daerah jalur lalu lintas perdagangan unggas. Dengan letak yang strategis sebagai penghubung jalur lalu lintas perdagangan unggas antar Kabupaten, maka sangat dimungkinkan Kabupaten Lamongan juga mengalami wabah penyakit hewan menular yaitu Avian Influenza atau Flu burung. Wabah Avian Influenza atau flu burung ini masuk ke daerah Kabupaten Lamongan melalui alat transportasi, pakan unggas, rak/tempat telur, telur konsumsi, daging konsumsi, bahkan ayam layer afkiran yang masih hidup dan diduga sudah terinfeksi dijual murah di pasar tradisional atau diedarkan dari desa kedesa yang berasal dari daerah yang teridentifikasi kasus Avian infuenza (Prasetya, 2007). JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

18 1 Tabel 2. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan musim Kondisi Wilayah Frekuensi per tahun Presentase (%) Hujan Kemarau Total Kasus Aktif 1 0 Hujan Kemarau Grafik 2. Analisis Faktor Musim terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 2 dan grafik 2 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2012 menunjukkan musim hujan ada 3 kasus 100%, musim kemarau 0 kasus atau 0%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Berdasarkan data pengamatan curah hujan, rata rata curah hujan tertinggi adalah di Brondong tahun 2012 terendah di Kayen dan Gandang tahun 2007, 2008 dan Pergantian Musim dari musim Kemarau ke Musim Penghujan menyebabkan turunnya kekebalan/imunitas pada itik sehingga serangan penyakit akan lebih mudah masuk tubuh. Kurangnya sinar matahari dan kondisi lingkungan yang basah akan menyebabkan virus Avian influenza ini akan semakin lama berada pada suatu lingkungan (Prasetya, 2007). Tabel 3. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan jenis itik Kondisi Wilayah Frekuensi per tahun Presentase (%) Mojosari Hibrid Peking Lokal Total Kasus Aktif 1 0 Mojosari Peking Grafik 3. Analisis Faktor Jenis Itik terhadap insidensi flu burung pada Itik JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

19 1 Tabel 4. Distribusi frekuensi kasus aktif flu burung pada itik berdasarkan teknis budidaya Kondisi Wilayah Frekuensi per tahun Presentase (%) Tradisional ,4 Semi Intensif ,6 Intensif Total Kasus Aktif 1 0 Tradisional Intensif Grafik 4. Analisis Faktor Teknis Budidaya terhadap insidensi flu burung pada Itik Berdasarkan tabel 3 dan grafik 3 dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2007 sampai tahun 2012 menunjukkan pada jenis itik Hibrid sebanyak 3 kasus atau 100%, pada itik Mojosari, Peking dan itik Lokal tidak terjadi kasus atau 0,0%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada jenis itik Hibrid. Berdasarkan tabel 4 dan grafik 4 diatas dari 3 kasus aktif AI pada itik di Kabupaten Lamongan tahun 2007 sampai tahun 2012 menunjukkan pada teknis budidaya semi intensif sebanyak 2 kasus atau 66,6%, pada teknis budidaya tradisional terjadi 1 kasus atau 33,4%. Jadi terlihat persentase tertinggi adalah pada teknis budidaya secara semi intensif. Peternak di beberapa daerah yang menerapkan sistem semi intensif kadang kadang masih melepaskan itiknya untuk mencari pakan di persawahan sekitar kandang. Apabila makanan bagi itik yang tersedia di sawah yang sebelumnya habis maka gerombolan itik tersebut akan berpindah ke sawah lain yang masih menyediakan makanan bagi itik tersebut. Perpindahan itik ini bisa berlangsung dalam beberapa hari dan dalam jarak yang cukup jauh. Kondisi ini sangat mendukung terjadinya penyebaran virus oleh itik yang terserang penyakit flu burung dari satu tempat ke tempat lainnya melalui pengeluaran (shedding) virus dari tubuh itik (Hewajuli,2012). KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antar faktor yang meliputi lokasi, musim, jenis itik dan teknis budidaya terhadap insidensi flu burung di Kabupaten Lamongan tahun dengan ditunjukkan nilai koefisien regresi = - 7,714. Namun mempengaruhi pola sporadic insidensi flu burung pada itik tahun 2012 akibat curah hujan yang sangat tinggi di tahun tersebut. REFERENSI Akoso, B.T Manual Kesehatan Unggas Panduan bagi Petugas Teknis, Penyuluhdan Peternakan. Kanisius.Yogyakarta. Azwar Metode Penelitian. Pustaka Belajar. Yogyakarta. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

20 1 Departemen Kesehatan RI Laporan kasus flu burung. di akses tanggal 12/2/2012. Hewajuli, D. A.,2012. Sinar Tani. BalitVet. Bogor Kurnia, A Analisis Regresi. regresi.09., diakses tanggal 20/7/2013. Mulyadi dan Prihatini, Diagnosis Laboratorik Flu Burung (H5N1). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Prasetya, R Penanggulangan Avian Influenza Berbasis Peran Serta Masyarakat di Kabupaten Lamongan Tahun Laporan Tim PDSR Kabupaten Lamongan. WHO (2004). Avian Influenza (Flu Burung) dan bahaya penularannya ke manusia. Tanggal akses 21/5/2013 Wibawa,H. Walujo B.P, Putu.N, Handayani.S, Miswati. Y, Rohmah. A, Andesyha, E, Romlah, Sari. R, Safitria. K,2012. Buletin Laboratorium Veteriner. Vol:12,No:4. Jogjakarta. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

21 2 HUBUNGAN BERAT BADAN TETAS DOD DENGAN PERSENTASE KEMATIAN UMUR 0-7 HARI (STUDI KASUS DI KELOMPOK TERNAK SUMBER REJEKI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN) Arif Aria Hertanto *, Wardoyo* dan Fatikhul Mufid* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Penelitian ini dilaksanakan mulai 12 April 2013 sampai dengan 30 Mei 2013 di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan berat badan tetas day old duck (DOD) dengan presentase kematian selama masa neonatal. Materi penelitian ini adalah 100 ekor DOD di kelompok ternak Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan studi kasus. Data hasil pengamatan disusun berdasarkan strata menurut berat badan tetas DOD sehingga dapat diketahui tingkat kematian berdasarkan berat badan terendah sampai dengan yang tertinggi dengan range antar strata 5 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase kematian DOD terbesar adalah pada kelompok berat tetas > 40 gram yakni sebanyak 58 %. Hal ini diperkirakan karena dipengaruhi oleh berat awal telur, semakin tinggi berat telur maka semakin sulit keluar dari cangkang ketika menetas. Hasil analisis korelasi sebesa r = 0,934 menunjukkan bahwa semakin tinggi berat tetas DOD selama umur 0-7 hari maka semakin tinggi pula presentase kematiannya.. KATA KUNCI : Berat Badan Tetas, DOD, Persentase Kematian PENDAHULUAN Usaha peternakan itik di Kabupaten Lamongan bukan merupakan hal baru tetapi sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun, dan telah berkembang diberbagai pelosok pedesaan yang menyatu dalam satu sistem usaha pertanian, usaha peternakan yang mereka lakukan berfungsi dan bermanfaat sebagai tabungan keluarga, sumber pangan bergizi bagi masyarakat dan bahkan berkembang sebagai sumber pendapatan rutin bagi keluarga. Pada umumnya ternak-ternak mereka dipelihara secara tradisional artinya pada pagi hari dikeluarkan dari kandang untuk mencari pakan secara alami dilapangan pekarangan, diperairan umum, dan atau dilepas dilahan produksi seperti sawah dan tambak pada pasca panen dan pada sore harinya atau menjelang sore hari ternak-ternak itu dihalau untuk dikumpulkan ketempat kandang baik yang bersifat sementara ataupun kandang yang sudah permanen. Karena dipelihara dialam, maka ketersediaan pakan baik kualitas maupun secara kuantitas tidak bisa diketahui secara pasti tetapi biasa yang dijumpai jenis pakan dilapangan antara lain jenis tanaman, air yang disukai itik, hydrila, siput air, serangga, jenis udang, ikan yang berukuran kecil, biji-bijian, rumput, sisa padi dari pasca panen. Adapun beberapa jumlah pakan yang dihabiskan atau jenis yang dimakan tidak terkontrol atau dikendalikan oleh pemilikya. Demikian pula kemampuan masing-masing ternak untuk mengkonsumsi pakan yang tersedia sehingga produksi yang dihasilkan seperti telur mempunyai bobot maupun ukuran yang sangat beragam. Umumnya telur yang dihasilkan rata-rata digunakan untuk telur tetas yang penetasannya menggunakan teknik manual dan mesin tetas. Penetasan teknik manual biasayan menggunakan cara pengeraman dengan induk ayam atau itik manila. Begitu pula yang terjadi pada kelompok ternak Sumber Rejeki di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang merupakan sentra peternakan itik di Kabupaten Lamongan hingga kini total populasi ternak itik di kelompok ternak Sumber Rejeki adalah ekor. Mekanisme penetasan yang dilakukan adalah menggunakan mesin tetas. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

22 2 Dari hasil penetasan di kelompok ternak tersebut, bahwa selama masa neonatal yaitu masa setelah awal menetas hingga 7 hari DOD dikeluarkan dari mesin tetas, banyak masyarakat yang mengeluh karena terjadi kematian sehingga merasa dirugikan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian tindakan penelitian untuk mengetahui hubungan berat badan tetas Day Old Duck (DOD) dengan persentase kematian selama masa neonatal (umur 0-7 Hari). MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Tawangrejo, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan yang merupakan daerah sentra peternakan itik di Kabupaten Lamongan. Adapun waktu pelaksanaannya yakni dimulai tanggal 12 April 30Mei Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor DOD di Kelompok Ternak Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan yang diamati selama masa neonatal, box DOD. Pelaku penetasan disyaratkan harus mempunyai pengalaman lebih dari 1 tahun. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi dan Survey, yakni dengan melengkapi format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2006). Hal ini dilakukan melalui survey pendahuluan mengenai sistem budidaya itik. Selanjutnya dilakukan studi kasus dari sistem budidaya tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer yang bersifat kuantitatif yaitu dengan melakukan pengamatan berat badan tetas DOD dan persentase kematian DOD selama masa neonatal kemudian mencatatnya pada blangko pengamatan. Metode sampling yang digunakan adalah total sampling yaitu mengambil data anggota kelompok ternak Sumber Rejeki dalam 2 minggu masa penelitian yang memiliki kegiatan penetasan DOD. Data hasil pengamatan akan disusun berdasar strata (stratified) menurut berat badan tetas DOD sehingga dapat diketahui tingkat kematian berdasarkan berat badan terendah sampai dengan yang tertinggi dengan range/ interval antar strata 5 gram. Karena menurut Windyarti (2012), berat badan terendah adalah mencapai 32 gram dan yang tertinggi mencapai 47 gram. Analisis Data Data yang diperoleh dari pengamatan DOD yang mati dari berat tetas DOD yang beragam akan ditabulasi, disusun secara sistematis terstruktur untuk memudahkan melakukan analisis. Data yang ada kemudian diolah, baik secara deskriptif maupun kuantitatif. Adapun analisis yang dilakukan antara lain: Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk menelaah mortilitas DOD berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan. Hasil pengelolaan data disajikan dalam bentuk tabel, bagan, dan uraian. Analisis Statistik Adapun analisis statistik yang digunakan adalah dengan analisa korelasi/analisa hubungan, dengan rumus X = berat tetas DOD Y = prosentase kematian JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

23 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Topografi Lokasi penelitian ini adalah Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Secara astronomis, Desa Tawangrejo terletak pada (-7,07) o (-7,09) o LS dan 112, 37 o -112, 39 o BB. Terletakdidataran rendah berjarak ± 6,4 km dari ibu kota Lamongan kearah barat laut (Google Map, 2013). Adapun batas wilayah Desa Tawangrejo yakni sebelah utara berbatasan dengan Desa Kemlagigede, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukorejo, sebleh barat berbatasan dengan Desa Turi dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambak Ploso. Desa Twangrejo memiliki 3 Dusun yaitu: Dusun Getung, Dusun Deo, Dusun Kauman, dengan luas wilayah ± 380 ha jumlah penduduk 3571 KK mempunyai potensi Agraris yakni, 80% wilayah merupakan lahan pertanian, 60% penduduk bermata pencaharian sebagai petani, 45 % peternak, 40% sedangkan penduduk bermata pencaharian selain beternak hanya 15% yang terdiri dari pedagang 5% PNS 4%, lain-lain 6%. Jumlah peternak itik Desa Tawagrejo 306 KK dengan jumlah ekor. Adapun produksi telur pada tahun 2010 adalah kg dan daging : kg. dari produksi tersebut ditopang nilai pakan local 80% dari ikan cepret dan besusul serta lepok dan 20% dari dedak halus, yang terkoordinir dalam satu usaha pakan itik di desa. Pemasaran produksi daging kg dan telur kg keluar daerah, sedangkan DOD sebesar ekor untuk kebutuhan sendiri maupun luar daerah yang ditetaskan secara alami, memakai ayam, juga menggunakan alat mesin penetas. Adapun pengolahan hasil telur asin terdapat 10 orang pengrajin dengan produksi ± 50kg perhari yang dipasarkan untuk konsumsi masyarakat setempat dan keluar desa. Perkembangan peningkatan produksi pada usaha budidaya itik Kelompok Wanita Tani Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamogan. Selain peningkatan produksi pengembangan usaha ekonomi kreatif berbasis budidaya itik pada Kelompok Wanita Tani Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan memberikan kontribusi penurunan angka kemiskinan pada tahun 2006 terdapat 272 KK miskin, pada tahun 2009 turun menjadi 179 KK miskin dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (kesehatan masyarakat dan perbaikan gizi). Keadaan Umum Kelompok Kelompok tani ternak itik Sumber Rejeki berlokasi di Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, sudah sejak lama secara turun temurun yang memiliki pengurus perempuan, dengan adanya musyawarah para pengurus yang dipelopori oleh tokoh masyarakat setempat sehingga pada tanggal 21 Maret 2006 ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Desa Tawangrejo dalam pembentukan kelompok tani ternak wanita Sumber Rejeki yang beranggotakan 18 orang dengan jumlah populasi ternak ekor serta mendapat pengukuhan sebagai kelompok kelas PEMULA. Seiring waktu berjalan kelompok ternak sumber rejeki bertambah jumlah anggotanya yang diikuti peningkatan jumlah kepemilikan ternak atau populasi itik setiap orang, pada tanggal 25 Agustus 2009 kelompok tani ternak Sumber Rejeki yang beranggotakan 25 orang dengan jumlah populasi ekor mendapat pengukuhan kelompok kelas LANJUT. Pada tanggal 07 Desember 2011 kelompok tani ternak Sumber Rejeki yang beranggotakan 40 orang dengan jumlah populasi ekor mendapat pengukuhan sebagai kelompok kelas MADYA. Sampai saat ini kelompok tani ternak Sumber Rejeki telah tumbuh berkembang yang beranggotakan 40 orang dengan jumlah populasi ekor, ini berarti kelompok sumber rejeki menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak berdirinya kelompok sejak tahun Keadaan Umum Peternakan Itik Di Desa ini ± 80% merupakan hamparan sawah, tambak, dengan pola tanam selama 1 tahun yaitu ikan-ikan padi yang mana limbah pertanian dan hasil sampingan seperti dedak ikanikan yang berukuran kecil atau secara local disebut cepret, maka oleh masyarakat setempat JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

24 2 dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak yaitu itik, disamping pakan alinnya seperti siput air, serta pakan, serta pakan alami lainnya. Dengan demikian, bahwa berdasarkan uraian keterangan diatas, bahwa usaha peternakan itik semakin diminati oleh masyarakat dan dari hasil survey dapat diketahui bahwa dari 306 KK di Desa ini mempunyai jumlah populasi ekor pada tahun 2010 : telur kg : daging itik kg yang mana dari produksi tersebut dilapang oleh ketersediaan pakan secara local 80% ikan cepret, siput air 20% sebagai sumber protein. Sedangkan produksi DOD berjumlah ekor dengan menggunakan mesin tetas meupun penetasan secara alami. Yaitu pengeraman dengan induk ayam, atau itik manila (menthok). Dari jumlah produksi DOD seperti tersebut diatas, beberapa masyarakat memberikan keterangan bahwa untuk kebutuhan bibit masih mendatangi dari luar daerah kabupaten yaitu Mojokerto, kecamatan Mojosari, Desa Modopuro, dengan cara menukar itik jantan atau induk afkir ditukar itik dara atau meri dan selanjutnya dipelihara sampai produksi telur, baik untuk konsumsi atau untuk telur tetas. Dari uraian diatas hasil survey dapat diketahui dari riwayat asal usul induk yang dipelihara oleh peternak yang menghasilkan telur tetas secara teknis beragam asal usulnya yaitu induk local maupun calon induk yang didatangkan dari luar daerah dengan demikian dapat diperkenalkan bahwa telur tetas yang dihasilkan bukan dari induk-induk yang memang diperoleh tidak melalui seleksi secara teknis yaitu melalui seleksi induk. Sex ratio jantan dan betina pada saat kawin, bahwa yang ideal adalah satu pejantan dapat membuahi enam sampai delapan ekor betina. Cara ini adalah yang terbaik karena dapat menghasilkan telur berdaya tunas 75-83%, berdaya tetas 80-87% (Windhiyarti, 2000). Apabila digunakan ekor betina akan dihasilkan telur dengan daya tunas 52-67% dan daya tetas 66-75% artinya dari 100 butir telur yang dihasilkan oleh itik betina hanya butir saja yang bertunas dan jika telur-telur ini ditetaskan hanya 66-75%, yang akan menetas (Windhiyarti, 2012). Lama perkawinan tentunya dipastikan terjadinya perkawinan antara jantan dan betina bahwa paling sedikit 2 minggu pemeliharaan sebelum telur yang dihasilkan untuk ditetaskan jadi sebaiknya jangan menetaskan telur sebelum 2 minggu pemeliharaan. Tentunya bahwa telur yang ditetaskan tidak dapat diambil atau berasal dari sembarang induk Untuk itu semestinya mereka harus memahami ada beberapa criteria yang harus dipenuhi yakni: 1) Memilih telur tetas tidak berasal dari induk yang pertama kali bertelur biasanya umur 6 bulan. Bahwa telur ini tidak layak ditetaskan, atau dipakai sebagai bibit, karena mempunyai kulit kerabang yang terlalu tipis dan akan menghasilkan anak itik yang lemah dan bulunya jarang. Dan daya tahan tubuhnya kurang kuat. 2) Telur tetas yang berasal dari induk yang sudah terlalu tua (umur >3,5 tahun) biasanya kulit kerabangnya terlalu tebal. Setelah ditetaskan, telur ini menghasilkan anak itik yang kecil dengan perkembangan tubuh yang lambat. 3) Juga telur yang berasal dari induk yang baru pulih dari rontok bulu tidak bisa dipakai untuk bibit atau ditetapkan, walaupun ukuran telur itu besar, dan telur itu terlalu banyak mengandung air dan kuning telurnya terlalu kecil. Sebaiknya induk tersebut ditunggu sekitar sebulan lagi. Karena telur yang akan dihasilkan bagus untuk ditetaskan telur tersebut mempunyai putih telur yang lebih kental dan kuning telur yang lebih besar. Stabilitas masa produksi telur kurang diperhatikan, jika produksi belum stabil mencapai diatas 70% dari jumlah induk maka sebaiknya hasil telurnya tidak digunakan telur tetas dan sebaiknya untuk telur konsumsi. Hubungan Berat Badan Tetas Day Old Duck (DOD) dengan Presentase Kematian Selama Umur 0-7 Hari Berdasarkan hasil tabulasi data, dapat diketahui bahwa keberhasilan penetasan dikelompok ternak sumber rejeki adalah 85% sebagaimana tergambar pada table 1 berikut : JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

25 2 Table1. Keberhasilan Penetasan No Keadaan Presentase 1 Tidak menetas 15% 2 Menetas 85% TOTAL 100% Dimana dari DOD yang menetas terdapat 9,1 % DOD mengalami kematian dan sebagian besar yakni 90,9% hidup. Lebih jelas dapat dilihat pada table 2 berikut : Table 2. Kondisi DOD Yang Menetas No Kondisi Presentase 1 Hidup 90,9% 2 Mati 9,1% TOTAL 100% Berat tetas DOD, adalah faktor yang diteliti dalam penelitian ini, sehingga DOD yang mentas baik yang hidup maupun yang mengalami kematian pada masa neonatal dikelompokkan dalam beberapa kelompok berat. Adapun data lebih jelas tentang kematian DOD pada masa neonatal berdasar kelompok berat badan tetas dapat dilihat pada table 3 berikut : Table 3 persentase mortalitas berdasar kelompok berat tetas No Berat Tetas Frekuensi Presentase <36 gr gr >40 gr Tidak menetas % 23% 58% 15% TOTAL 100% Dari hasil tersebut didapat bahwa presentase kematian DOD terbesar adalah pada kelompok berat tetas >40 gram yakni sebanyak 58%. Hal ini diperkirakan karena dipengaruhi oleh berat awal telur, semakin tinggi berat telur maka semakin tinggi pula mortalitas DOD umur 0-7 hari. Berdasarkan analisis korelasi diketahui bahwa r = 0,934, artinya semakin besar berat tetas maka kematian DOD umur 0-7 hari semakin tinggi. Hal ini di duga DOD yang mempengaruhi berat tetas yang tinggi membutuhkan nutrisi yang lebih besar, sehingga pada umur 0-7 hari tersebut kebutuhan tidak tercukupi akibatnya terjadi banyak kematian. Menurut Indratiningsih (1996), berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadap anak yang akan dihasilkan. Pengalaman para pembibit menunjukkan bahwa telur-telur dengan berat lebih dari 40 gram memiliki daya tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan telur yang memiliki berat antara gram. Berat telur yang seragam akan menghasilkan anak hasil tetasan yang seragam pula. Berdasarkan hasil penelitian ada pengaruh berat telur terhadap presentasi (%) daya tetas. Intinya pemilihan telur tetas sangat penting dilakukan sebelum penetasan berlangsung. KESIMPULAN DAN SARAN Hubungan berat badan tetas Day Old Duck (DOD) dengan presentase kematian selama masa neonatal dikelompok ternak Sumber Rejeki Desa Tawangrejo Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan adalah semakin tinggi berat tetas DOD semakin tinggi pula presentase kematiannya. Hal ini dibuktikan dengan nilai perhitungan r = 0,934. REFERENSI Anonimous Neonatal. diakses tanggal 04 Mei JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

26 2 Blakely. J. Dan Bade. D.H Ilmu Peternakan. Terjemahan dari: Bambang Srigandono. Cetakan kesepuluh. Yogyakarta. UGM Press Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih Itik, Permasalahan dan Pemecahan. Jakarta. Penebar Swadaya. Rasyaf. M Beternak Itik Komersial. Edisi kedua. Yogyakarta. Kanisius Suharmisi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka cipta. Jakarta. Suharno, B., dan K. Amri Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. Windhyarti, S.S Beternak Itik Tanpa Air. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

27 2 KAJIAN SUPLEMENTASI PLANT EXTRACT UREA MOLLASES MULTINUTRIENT BLOCK (PE-UMMB) DALAM RANSUM TERNAK RUMINANSIA KORBAN ERUPSI GUNUNG BERAPI DI INDONESIA Edy Susanto* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan Abstrak Persoalan penanganan tanggap darurat terhadap ternak ruminansia korban erupsi gunung berapi adalah penyediaan asupan pakan yang cukup. Suplementasi ransum ternak tersebut dapat dilakukan dengan konsep mengurangi jumlah penggunaan pakan yang bulky melalui alternatif teknologi Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE-UMMB). Karya Ilmiah ini termasuk jenis penelitian Deskriptif dengan metode Studi Pustaka yaitu kajian ilmiah tentang suatu masalah yang dianalisis dari berbagai konsep dan teori literatur pustaka. Jenis data yang diambil adalah data sekunder kemudian diolah dengan analisis isi (content analysis) dengan berdasar pada informasi dan telaah pustaka dari artikel ilmiah, jurnal dan text book. Hasil kajian ilmiah ini menunjukkan bahwa Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE-UMMB) dapat digunakan dalam suplementasi pakan, berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan terbukti bahwa penambahan Ekstrak Yucca schidigera sebesar 0,05 % dalam UMMB menunjukkan keunggulannya dalam hal berat badan, efisiensi blok dan kelayakan ekonomi terhadap usaha pembesaran anak sapi Bos indicus. Diperlukan penelitian dan percobaan lebih mendalam tentang plant extrak berdasarkan jenis vegetasi tanaman di Indonesia dan pengaruh PE-UMMB terhadap performans ternak ruminansia di Indonesia. Kata Kunci : Gunung Berapi, PE-UMMB, Plant Extract, Ruminansia PENDAHULUAN Vulkanolog terkenal Tom Simkin dan Lee Siebert dalam bukunya "Volcanoes of the World" menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang secara geografis di dominasi oleh gunung api yang terbentuk akibat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo- Australia dan merupakan bagian dari cincin api pasifik (Holosen, 2006). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat bahwa Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif dengan kurang lebih 5 juta penduduk yang berdiam di sekitarnya. Gunung paling aktif adalah Kelud dan Merapi di pulau jawa (PVMBG, 2013). Erupsi (letusan) gunung berapi telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat dan makhluk hidup di sekitarnya. Erupsi gunung Merapi yang berawal pada tanggal 26 Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada tanggal 6 November 2010 telah mengakibatkan korban meninggal mencapai 275 orang, rawat inap sejumlah 576 orang dan pengungsi sebanyak orang (BNPB, 2010). Kerugian sumberdaya antara lain : lahan, air, tanaman dan ternak juga cukup besar, sementara khusus di sektor pertanian kerugian akibat erupsi Merapi ini diperkirakan mencapai Rp. 5,821 triliun (KOMPAS, 2010). Priyanti dan Ilham (2011) mengestimasi total kerugian pada usaha peternakan mencapai Rp. 88,320 milyar berdasarkan jumlah ternak mati, ternak yang sudah dijual dan akan dijual, kerusakan kebun pakan ternak dan menurunnya produksi susu. Berdasarkan data-data tersebut diketahui bahwa erupsi gunung berapi sangat berdampak pada usaha peternakan khususnya ternak ruminansia (Sapi Potong, Sapi Perah, Kerbau, Kambing dan Domba). Wilayah tersebut sebagian besar terbakar dan tertutup abu pada berbagai ketebalan, dimana kawasan yang paling banyak tertutup bahan abu adalah lahan-lahan pertanian, termasuk kebun hijauan pakan ternak. Lahan-lahan ini mengalami kerusakan dengan tingkat kerusakan sangat berat sampai kerusakan ringan. Pakan berkonstribusi langsung terhadap 60-70% komponen produksi (Mc.Donald et al., 2000). Ternak ruminansia mempunyai lambung majemuk yang berfungsi mencerna bahan pakan berserat tinggi seperti rumput dan limbah pertanian. mikroba di dalam rumen mampu JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

28 2 menghasilkan enzim spesifik dalam merubah bahan pakan tersebut menjadi protein dan VFA (Volatile Fatty Acid) sebagai sumber asam amino dan energi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi ternak tersebut (Czerkaweski, 1991 ; Soejono, 1998). Pada masa tanggap darurat erupsi gunung berapi, maka langkah tepat yang harus dipersiapkan adalah penyediaan asupan pakan yang cukup guna menjaga produksi dan menekan kerugian usaha peternakan. Usaha pemenuhan kebutuhan pakan ternak ruminansia disaat emergency telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Perusahaan Swasta. Menteri Pertanian Suswono menyatakan telah mengirim 500 ton pakan ternak sapi perah ke wilayah peternakan terdampak gunung Kelud (DETIK.COM, 2013). Usaha tersebut secara teknis sangat sulit dan tidak ekonomis karena sifat pakan basal ternak ruminansia cenderung bulky/volumeneous (memerlukan banyak tempat) baik dalam distribusi maupun penyimpanannya. Faktor lain adalah ketersediaan bahan pakan ini sangat bergantung pada musim. Jika erupsi gunung berapi terjadi di musim kemarau, maka sumber bahan pakan ternak ruminansia ini akan sangat sulit didapat. Perlu kajian teknologi pakan ternak ruminansia yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut. Hal yang sangat mungkin dilakukan adalah mengurangi penggunaan bahan pakan basal yang bentuk dan karakteristiknya bulky dan bergantung pada musim dengan cara suplementasi bahan pakan yang unvolumeneous dan tersedia sepanjang musim. Suplementasi ransum ternak ruminansia pada saat terdampak erupsi gunung berapi mutlak diperlukan karena ketersediaan hijauan pakan yang terbakar dan hancur akibat erupsi. Pakan suplemen merupakan pakan yang dipakai untuk memperbaiki nilai gizi pakan basal (Tim Laboratorium IPB, 2013). Teknologi suplementasi yang telah banyak berkembang di Indonesia diantaranya UMMB, SPM dan SPMTM. Suharyono (2009) telah melaporkan tentang manfaat Urea Molases Multinutrien Block (UMMB), Suplemen Pakan Multinutrient (SPM) dan Suplemen Pakan Multinutrient Tanpa Molases (SPMTM) dapat meningkatkan produksi dan perbaikan hasil fermentasi rumen, bahkan untuk penurunan produksi gas metana mampu menurunkan 15 60% bila dibanding dengan pakan yang biasa diberi oleh peternak (Suharyono et al., 2010). Baru-baru ini banyak penelitian tentang perbaikan fungsi ruminan. Salah satu teknologi yang banyak diteliti di negara-negara maju adalah plant extraction. Metode plant extraction merupakan alternatif metode eksplorasi secondary metabolites di dalam tanaman yang mengacu pada metabolisme rumen untuk memperbaiki efisiensi pakan dan produktivitas ternak (Benchaar et al., 2007). Proses ini menghasilkan plant extract yang berisi senyawa penting yang dibutuhkan ternak ruminansia diantaranya essential oil serta enzim endogen dan cairan pencernaan yang dapat mengoptimalkan produksi volatile fatty acid (VFA) dalam rumen guna meningkatkan kecernaan nutrien dan produktivitas ternak. Plant extract juga memiliki potensi untuk menekan jumlah protozoa dalam rumen sehingga protein pakan bisa diserap secara optimal (Tekeli et al., 2007). Upaya mencukupi kebutuhan ternak ruminansia korban erupsi yang kekurangan pakan hijauan sangat mungkin dilakukan dengan cara penambahan plant extract dalam produk suplemen pakan yang selama ini sudah ada seperti UMMB. Kombinasi teknologi plant extract dalam bentuk block (padatan berbentuk balok) melalui penambahan pada Urea Mollases Multinutrient Block atau disebut PE-UMMB merupakan kajian ilmiah yang sangat menarik dan bermanfaat. Produk suplementasi PE-UMMB diharapkan bisa menekan kerugian usaha peternakan ruminansia yang terdampak erupsi gunung berapi di Indonesia. MATERI DAN METODE PENELITIAN Jenis Karya Ilmiah Karya Ilmiah ini termasuk jenis penelitian Deskriptif. Kasim, dkk. (2011) menjelaskan bahwa Penelitian Deskriptif (descriptive research), yang biasa disebut juga Penelitian Taksonomik (taxonomic research) dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel dengan masalah dan unit yang diteliti. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

29 2 Metode Penulisan Metode penulisan karya ilmiah yang digunakan adalah Studi Pustaka. Kerlinger (2002) menjelaskan bahwa metode Studi Pustaka adalah suatu kajian ilmiah tentang suatu masalah yang dianalisis dari berbagai konsep dan teori literatur pustaka. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang diambil adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder melalui media teknologi informasi yang terpercaya baik media cetak maupun media online (Abidin, 1995). Analisis Data Data diolah dengan analisis isi (content analysis) dengan berdasar pada informasi dan telaah pustaka dari artikel ilmiah, jurnal dan text book yang relevan (Nazir, 1999). Pengambilan simpulan dan saran didasarkan atas analisis dan sintesis. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Metabolisme Pencernaan Ruminansia Kajian suplementasi Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE-UMMB) untuk ternak ruminansia korban erupsi gunung berapi harus diawali dengan pengetahuan kebutuhan nutrisi ternak itu. Penentuan kebutuhan nutrisi tersebut lazim didasarkan pada mekanisme yang terjadi di dalam sistem pencernaan ternak ruminansia. Metabolisme Nutrisi Ruminansia Makanan ternak ruminansia pada dasarnya mengandung 40% selulose, hemiselulose, dan pati yang dicerna oleh jasad renik dalam rumen, sedangkan 25% karbohidrat terlarut air dan fruktan dicerna secara enzimatis (Tillman dkk., 1984). Preston and Leng (1987) menyatakan bahwa secara umum metabolisme pencernaan ruminansia di berbagai negara menghasilkan senyawa penting diantaranya : 1) VFA Energy, 2) Glucogenic energy, 3) Amino acids, dan 4) long chain fatty acids (LCFA). Mekanisme penggunaan nutrisi tersebut untuk kehidupan ternak ruminansia bisa digambarkan seperti pada gambar 1 dan gambar 2 berikut. Gambar 5. Substrat Metabolik dan Fungsi Produktif pada Ternak Ruminansia (Preston and Leng, 1987) JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

30 2 Gambar 2. Sumber Nutrisi Untuk Metabolisme Ternak Ruminansia (Preston and Leng, 1987). Macam makanan sangat berpengaruh terhadap konsentrasi jasad renik utamanya ketersediaan hijauan dan pakan penguat. Aktivitas pemanfaatan makanan oleh jasad renik rumen dicerminkan bahwa di dalam retikulo-rumen hanya tinggal 30% ketika masuk abomasum, sehingga 70% telah dirubah oleh jasad renik tersebut menjadi senyawa yang larut dan diabsorbsi tubuh (Tillman dkk., 1984). Kondisi ternak ruminansia korban erupsi gunung berapi tentunya akan sangat kekurangan asupan nutrisi tersebut sehingga metabolisme ruminan akan terganggu dan berakibat menurunnya performans dan produktivitas ternak. Suplementasi merupakan hal yang sangat mungkin dilakukan guna menjaga kenormalan fungsi metabolisme tersebut. Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Fase Produksi Kondisi ternak ruminansia korban erupsi gunung berapi tentunya cukup beragam, diantaranya masih ada yang dalam fase pertumbuhan (pedet, cempe dan lain sebagainya), fase induk yang bereproduksi, fase penggemukan, fase laktasi dan lain-lain. Kartadisastra (1997) dalam Ismartoyo (2011) menyatakan bahwa jumlah kebutuhan nutrisi bergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan, nisbi udara) serta berat badannya. Widayati dan Widalestari (1996) dalam Ismartoyo (2011) menambahkan bahwa pakan yang di berikan jangan sekedar untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti selsel yang rusak dan untuk produksi. Fase pertumbuhan ternak ruminansia sangat membutuhkan asam amino untuk jaringan sintesis dan glukosa untuk oksidasi dalam jaringan tertentu ( misalnya, otak ) (Preston and Leng, 1987). Kebutuhan nutrisi sapi potong berdasarkan fase produksinya disajikan pada tabel 1 berikut ini. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

31 3 Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Sapi Potong (Kearl, 1982; Umiyasih dan Anggraeny, 2007) JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

32 3 Pemberian rumput lapangan sebagai sumber hijauan untuk ruminansia tidak dapat meningkatkan produksi dan hanya menyokong kebutuhan zat-zat pakan untuk memenuhi kebutuhan pokok (Obst et al., 1978 ; Van Soest, 1994). Sehingga perlu diperhatikan kebutuhan nutrisi ternak tersebut pada masing-masing fase produksi sesuai prinsip balance ration. Keseimbangan Energi dan Protein Efisiensi sintesis protein mikroba rumen dinyatakan dalam gram protein mikroba yang dibentuk per kg bahan organik tercerna (Haryanto, 2012). Protein kasar yang masuk retikulo-rumen berasal dari makanan dan saliva, dapat berupa protein murni ( terdiri dari asamasam amino yang diikat dengan ikatan peptide) dan Nitrogen Non Protein/NPN ( Tillman, dkk., 1984). Kebutuhan energi pada sapi post-partum lebih banyak diperoleh dari jaringan lemak tubuh (adipose tissue) yang dioksidasi karena konsumsi energi dari pakan tidak akan mencukupi kebutuhan sehingga terjadi neraca energi yang negatif (negative energy balance). Oleh karena itu, penambahan energi dalam pakan pada periode post-partum tidak terlalu mempengaruhi produksi susu (Remppis et al., 2011). Cadangan energi dalam bentuk lemak tubuh akan dimobilisasi menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) dan digunakan sebagai sumber energi oleh hati, sehingga sering dijumpai kejadian perlemakan hati yang dapat menyebabkan penurunan proses gluconeogenesis. Meskipun hasil penelitian sinkronisasi ketersediaan energi dan protein di dalam rumen memberikan respon positif terhadap performans ternak, nampaknya tidak semuanya demikian. Yang et al. (2010) menyatakan masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang keseimbangan energi dan protein ini sebelum diterapkan di tingkat lapang. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa sintesis protein mikroba rumen juga dipengaruhi oleh adanya unsur-unsur lain, seperti sulfur, fosfor dan mineral-mineral lain. Kebutuhan Suplementasi Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas ransum ruminansia dan meningkatkan hasil produksi yang optimal yaitu dengan cara kombinasi bahan pakan atau penambahan pakan suplemen. Karena pakan suplemen terdiri atas bahan baku yang memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi, sehingga kebutuhan ternak dapat terpenuhi (Suharyono, dkk. 2010). Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa ketika pasokan protein memadai maka kualitas energi juga dapat menjadi faktor pembatas, ketersediaan glukosa pada hewan dapat ditingkatkan dengan suplementasi (Tauqir et al., 2011). Glukosa yang cukup akan dioksidasi menjadi NADPH untuk mensintesis VFA khususnya asam asetat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak hanya bergantung pada proses pencernaan ruminan tetapi by-pass protein suplement sangat penting untuk meningkatkan penyerapan energi VFA (Hvelplund, 1991). Data yang diambil dari Bangladesh dan Kuba menunjukkan suplementasi 50 gr/hr tepung ikan pada ransum jerami amoniasi dan mollases menghasilkan peningkatan bobot badan sapi potong sebesar tiga kali lipat dengan PBB mencapai gr / hr (Bakrie et al., 1996). Preston and Leng (1987) melaporkan bahwa tingkat konsepsi sapi yang merumput dimusim kemarau cukup rendah karena asupan energi dan protein murni dari hijauan pakan yang tidak memadahi. Hal ini membenarkan laporan dari Moseley et al. (1982) bahwa kualitas energi yang terbaik adalah dalam bentuk glucogenic energy dan VFA energy. Hal tersebut tidak cukup ditambahkan energi dan by-pass protein melalui suplementasi Urea-mollases, akan tetapi perlu senyawa prekursor pembentuk glucogenic energy dan VFA energy yang di dapat dari ekstrak tenaman / plant Extract, juga diperlukan senyawa antimikroba yang dapat menekan jumlah protozoa rumen guna mengoptimalkan penyerapan protein (Takeli et al., 2007). Hal ini yang mendasari pentingnya suplementasi Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE-UMMB) terhadap ternak ruminansia korban erupsi gunung berapi di Indonesia. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

33 3 Prinsip dan Metode Plant Extraction Metabolisme Plant Extract Dalam Rumen Beberapa studi dilakukan untuk mengetahui pengaruh plant Extract terhadap produksi VFA di dalam proses pencernaan ternak ruminansia (Cardozo, et al., 2013) seperti pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Pengaruh natural plant extract terhadap konsentrasi VFA, proporsi asam asetat dan asam propionat pada 2 jam setelah pemberian pakan dari hari 1 8 proses fermentasi (Cardozo, et al., 2013). K e Keterangan : b CTR = Control, MIX = campuran proporsi yang sama dari semua ekstrak, CIN = kayu manis, GAR = bawang putih, YUC = yucca, ANI = adas, BIJIH = oregano, dan PEP = merica Ekstrak tumbuhan alami (natural plant extract) memiliki sifat antimikroba yang dapat memberikan alternatif untuk mengubah kondisi rumen karena kemampuan mereka untuk meningkatkan energi atau penggunaan protein dalam rumen ( Kamel, 2001). Ada bukti bahwa beberapa minyak esensial mengurangi tingkat deaminasi asam amino, tingkat produksi amonia dan jumlah bakteri amonia memproduksi. Oleh karena itu, ekstrak tumbuhan alami dapat digunakan untuk memanipulasi fermentasi rumen dengan modulasi selektif spesies mikroba tertentu (Takeli et al., 2007). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi dosis optimal, dan pengaruh waktu adaptasi pada metabolisme N dalam rumen. Thalib et al. (1995) dalam (Takeli et al., 2007) menemukan bahwa ketika plant extract mengandung ekstrak menthol diberikan secara oral pada domba, jumlah protozoa menurun JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

34 3 sebesar 57 % dan konsentrasi bakteri meningkat sebesar 69 % dalam cairan rumen. Sehingga menghambat degradasi protein dalam rumen dan berpotensi meningkatkan pasokan protein pada saluran pasca rumen (Fernandez et al. 1997; Takeli et al., 2007). Metode Plant Extraction Penentuan metode ekstraksi tanaman (plant extraction) bergantung pada jenis tanaman dan substrat yang akan di ekstrak. Kamel (2000) mengutip beberapa jenis tanaman beserta komponen utamanya seperti disajikan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Jenis dan Komponen Utama Senyawa Tanaman (Kamel, 2000) Di Indonesia banyak tanaman yang bisa diektraksi diantaranya daun waru. Pertiwi, dkk. (2013) melaporkan bahwa daun waru (Hibiscus tilliaceus) dapat diberikan untuk ternak ruminansia dengan kandungan protein 18,09% (Rika, 2007). Putra (2006), melaporkan daun waru mengandung saponin yang mampu menurunkan protozoa dan meningkatkan bakteri rumen, sehingga memperbaiki metabolisme rumen. Turunnya populasi protozoa berbanding lurus dengan penurunan produksi gas metana. Hal ini disebabkan 25% bakteri metanogenik bersimbiosis dengan protozoa (Bryden and Annison, 1998). Pembentukan metana berpengaruh negatif terhadap hewan ternak itu sendiri, yaitu dapat menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia tercerna. Handa et al. (2008) dalam Benchaar et al. (2008) memaparkan bahwa secara umum metode ektraksi tanaman bisa dilakukan dengan langkah : 1) pengumpulan dan otentikasi bahan tanaman & pengeringan, 2) pengurangan ukuran, 3) ekstraksi, 4) penyaringan, 5) pengkonsentrasian, dan 6) pengeringan & reconstitusi. Kualitas ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : bagian tanaman yang digunakan sebagai awal material, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, prosedur ekstraksi, dan rasio bahan tanaman dengan pelarut dan lain-lain. Pada percobaan skala laboratorium, semua parameter harus dioptimalkan dan dikendalikan selama ekstraksi. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

35 3 Metode terkini dalam ekstraksi tanaman antara lain : 1) Microwave Assisted Extraction (MAE) yaitu dengan penyerapan material melalui gelombang mikro elektromagnetik yang dirubah menjadi energi panas (Jain et al., 2009). 2) Ultrasonication Assisted Exraction (UAE) yaitu penggunaan gelombang suara berfrekuensi tinggi yang diinteraksikan dengan material bahan (Dai and Mumper, 2010). 3) Supercritical Fluid Extraction (SFE) yaitu penggunaan suhu lingkungan yang bertekanan tinggi untuk mencegah denaturasi plant extract (Tonthubthimthong et al., 2001). Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE-UMMB) Penggunaan suplemen pakan dalam bentuk balok padat/block mempunyai beberapa keuntungan diantaranya : 1) kemudahan transportasi, 2) kemudahan penyimpanan dan penggunaan, dan 3) mengurangi resiko dibandingkan dengan pendekatan lain, seperti memberikan sejumlah kecil urea dalam air minum serta penaburan larutan urea pada pakan berserat (FAO, 2007). Salah satu bentuk PE-UMMB kombinasi antara plant extract dan UMMB telah dilaporkan oleh Mirza et al. (2002) menggunakan ekstrak tanaman Yucca schidigera (100% powder made USA) sebesar 0,05% dari berat UMMB. Komposisi pembuatan PE-UMMB tersebut disajikan pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Ingredient dan Komposisi Kimia PE-UMMB (Mirza et al., 2002) Prosedur pembuatan PE-UMMB tersebut adalah dengan proses dingin yaitu semua bahan dicampur secara mekanis, Ekstrak tanaman Yucca schidigera dicampurkan dalam molases sebelum dicampur dengan bahan lainnya. Kemudian baru dicampur satu per satu dengan setiap bahan mulai dari urea hingga tepung biji kapas. Campuran dicetak dengan berat 5 kg kemudian dipadatkan dengan pres hidrolik. Setelah 24 jam PE-UMMB dapat dibungkus dengan plastik untuk menjaga kualitasnya (Mirza et al., 2002). Terdapat pengaruh suplementasi PE-UMMB terhadap performans anak sapi Bos indicus seperti disajikan pada tabel 5 berikut ini. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

36 3 Tabel 5. Konsumsi PE-UMMB dan Performans Anak Sapi Bos indicus selama masa percobaan (Mirza, et al., 2002) Nilai ekonomis suplementasi PE-UMMB pada usaha pembesaran anak sapi potong juga dihitung oleh Mirza et al. (2002) seperti disajikan pada tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Nilai Ekonomis Suplementasi PE-UMMB pada Usaha Pembesaran Anak Sapi Bos indicus (Mirza et al., 2002) Berdasarkan penelitian tersebut dibuktikan bahwa penambahan Ekstrak Yucca schidigera sebesar 0,05 % dalam UMMB menunjukkan keunggulannya dalam hal berat badan, efisiensi blok dan kelayakan ekonomi (Mirza et al., 2002). Penelitian tentang suplementasi Plant Extract Urea Mollases Multinutrient Block (PE- UMMB) di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan. Berbagai vegetasi tanaman yang ada bisa dieksplorasi dengan pola penelitian seperti yang dilakukan oleh Mirza et al.,( 2002). Produk tersebut nantinya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif menekan kerugian usaha ternak ruminansia akibat erupsi gunung berapi. Strategi Pemanfaatan PE-UMMB saat Emergency FAO (2007) melaporkan bahwa di masa lalu, peran UMMB sebagai suplemen pakan basal selama periode musim dingin yang parah di Mongolia dan wilayah dataran tinggi China telah dapat menekan jumlah kematian sapi. Hal tersebut juga berlaku selama periode kekeringan dan setelah banjir di negara-negara seperti India, Sudan dan Zimbabwe. Selama periode kekeringan, hanya tersisa tanaman yang berserat dan mengandung lignin tinggi yang tersedia untuk pakan. Dalam situasi darurat (emergency) seperti terjadinya erupsi gunung berapi maka keberadaan PE-UMMB merupakan sumber pasokan nitrogen, mollases dan multinutient untuk mikroba rumen. Kesederhanaan bentuk suplemen padat dan kompak (block) tersebut merupakan jaminan ketersediaan pasokan energi untuk ternak rumiansia. Groce (1998) menyebutkan bahwa produksi yang cepat, kemudahan dalam transportasi serta kemudahan dalam penyimpanan merupakan beberapa keuntungan dari teknologi suplementasi pakan solid dalam situasi bencana. JURNAL TERNAK Vol. 04 No.01 Juni

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014 ANALISIS INSIDENSI PENYAKIT FLU BURUNG PADA ITIK (Anas Domesticus) DI PETERNAKAN RAKYAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 7 Edy Susanto* dan Ana Sutomo* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014

Jurnal Ternak, Vol.05, No.02, Des. 2014 ANALISIS KUALITAS MIKROBIOLOGIS DAGING SAPI DI PASAR TRADISIONAL KOTA LAMONGAN Edy Susanto * dan Wenny Ladhunka N. A.* * Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA 1. Peningkatan Populasi = 2. Peningkatan Produksi Daging = 3. Peningkatan Produksi Telur = 4. Peningkatan Konsumsi Daging = 5. Peningkatan Konsumsi Telur = Jml. Populasi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan mendasar manusia dalam bertahan hidup adalah adanya pangan. Pangan merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 C-33 Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Ajeng Nugrahaning Dewanti dan

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA METRO BIDANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DINAS DAN KESEHATAN HEWAN Jln. Jend. Sudiman No 155, Kota Metro, Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2016), Kuta, Bali, INDONESIA, 15 16 Desember 2016 KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL Artiningsih

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 175 PEMANFAATAN CHLORELLA DALAM PAKAN YANG DISUBTITUSI TEPUNG ISI RUMEN TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING Dhandy Koesoemo Wardhana 1), Mirni Lamid 2), Ngakan Made Rai W 3) 1)Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton)

KEADAAN SAMPAI DENGAN BULAN 02 NOPEMBER 2012. Januari - April Mei - Agustus September - Desember Januari - Desember Produksi (ton) Komoditi : Padi REALISASI PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TAHUN 2012 KABUPATEN LAMONGAN 1 Sukorame 1.896 6,03 11.431 1.342 6,03 8.091 - - - 3.238 6,03 19.522 2 Bluluk 2.975 6,61 19.671 1.842 6,61 12.179

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA

PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA PENGARUH PERENDAMAN DALAM BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI, DAYA AWET DAN WARNA DAGING SAPI Rizka Zahrarianti, Kusmajadi Suradi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp

Lebih terperinci

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase MURNI SARI, IDA BAGUS NGURAH SWACITA, KADEK KARANG AGUSTINA Laboratorium Kesmavet, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN PREVIEW III TUGAS AKHIR PREDIKSI PERKEMBANGAN LAHAN PERTANIAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN LAMONGAN Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita, ST., MT. Merisa Kurniasari 3610100038

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data 4.1.1 Latar Belakang Instansi/Perusahaan Kabupaten Lamongan adalah salah satu wilayah yang mempunyai peranan cukup penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Hewan. Peternakan. Alat. Mesin. Penggunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 72) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG ALAT DAN MESIN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia, selain kebutuhan sandang dan papan. Sandang dan papan menjadi kebutuhan pokok manusia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia akan gizi menuntut dikembangkannya berbagai industri pangan. Salah satu sektor yang turut berperan penting dalam ketersediaan bahan pangan

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio

Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio LAMPIRAN 124 Lampiran 1 Gambar cara pengukuran, corak dan pola warna bulu itik Alabio Gambar 1.1 Penampilan itik Alabio jantan dewasa Gambar 1.2 Penampilan itik Alabio betina dewasa Gambar 1.3 Pengukuran

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak 189.223 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Lamongan Tahun 2013 sebanyak 17 Perusahaan Jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009 VUCER LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009 Judul : UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN PERLUASAN PEMASARAN BAKSO BEKU DENGAN MESIN PENGEMAS VAKUM DI RUMAH BAKSO SEHAT Ketua Anggota : Agus Susilo,

Lebih terperinci