BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap organisasi amat bergantung pada mutu sumber daya manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap organisasi amat bergantung pada mutu sumber daya manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi amat bergantung pada mutu sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Organisasi sekurang-kurangnya memiliki satu persamaan. Mereka akan memperkerjakan karyawan yang kompeten dan bermotivasi. Kebutuhan ini semakin kuat ketika organisasi bergulat dengan tantangan-tantangan globalisasi yang sangat dinamis. Agar mampu bersaing dan berkembang dengan pesat, banyak organisasi memasukkan pendidikan karyawan, pelatihan, dan pengembangan sebagai strategi utama organisasi. Oleh karena itu setiap organisasi bukan lagi melakukan investasi dalam rangka pengembangan SDM yang dimilikinya, melainkan seberapa besar investasi yang harus dibuat. Dalam arti, pilihan yang tersedia bukan antara perlu adanya pengembangan SDM atau tidak, melainkan dalam bidang apa pengembangan itu dilakukan dengan intensitas yang bagaimana dan melalui pengunaan teknik pengembangan apa. Alasan fundamental untuk mengatakan demikian adalah baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun untuk menjawab tantangan masa depan organisasi (Saigan. 2012:182).

2 2 Organisasi menunjukkan dengan adanya penyelengaraan program pengenalan yang sangat kompeten sekalipun belum menjamin para pegawai baru serta merta dapat melaksanakan tugas dengan memuaskan. Dalam arti bahwa pegawai baru tersebut masih memerlukan pelatihan tentang berbagai segi tugas pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. Kemampuan pegawai baru yang digabung dengan dengan program pengenalan dan pelatihan tertentu belum sepenuhnya menjamin hilangnya kesenjangan antara kemampuan kerja dan tuntutan tugas (Saigan. 2012:183). Para pegawai yang sudah berpengalaman pun selalu memerlukan peningkatan kemampuan. Di sinilah pentingnya pengembangan SDM, karena suatu pelatihan dapat bersifat pengembangan bagi pegawai yang bersangkutan dalam mempersiapkan tanggung jawab yang besar dalam tugas dan tujuan organisasi. Keberhasilan sebuah organisasi/perusahaan khususnya pengembang bisnis properti sangat bergantung pada kemampuan perusahaan tersebut untuk mencapai kinerja yang optimal. Kinerja yang optimal dapat dicapai melalui pengorganisasian koordinasi yang baik. Di sinilah peran kepala Divisi HRD dalam mengkoordinasikan para staff untuk meningkatkan kinerja para karyawan dalam bentuk pelaksanaaan pelatihan-pelatihan karyawan, hal itu pula perlu adanya sebuah evaluasi pelatihan untuk mengukur sejauh mana

3 3 program pemberdayaan/pelatihan sudah berjalan maksimal atau sebaliknya. PT. Agung Podomoro Land, Tbk (APLN) sebagai salah satu perusahaan properti besar di Indonesia membutuhkan karyawan bermutu dan professional dalam masing-masing bidangnya. APLN mendirikan sebuah Divisi yang bernama Human Resources Learning Center (HR LC), Divisi ini bertanggung jawab dalam memberikan pelatihan bagi para karyawannya. Pelatihan dalam HR LC meliputi proses persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil pelatihan yang diperoleh dari peserta/karyawan. HR LC dalam melakukan proses pelatihan perlu adanya koordinasi yang baik. Koordinasi yang baik dilaksanakan berdasarkan struktur dan pembagian kerja yang efisien. Berdasarkan data sekunder penulis dalam melakukan kegiatan Internship pada HR LC, penulis menemukan permasalahan terkait proses koordinasi dalam struktur HR LC. Senior Manager merupakan koordinator utama yang memiliki wewenang dan tanggung jawab penuh terhadap proses pelatihan di HR LC. Penulis melihat bahwa koordinasi masih belum maksimal dalam proses pelaksanaannya, dalam artian adanya diskrepansi koordinasi antara pelaksanaan dengan hasil evaluasi pelatihan. Dari permasalahan itu Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini difokuskan.

4 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam KTI ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh koordinasi (coordination) terhadap kualitas pelaksanaan/kinerja (performance) pelatihan Team Engagement yang diselenggarakan oleh Human Resources Learning Center PT. Agung Podomoro Land, Tbk? 2. Bagaimana penilaian (evaluation) para peserta terhadap materi, pelatih, dan proses pelatihan Team Engagement yang diselenggarakan oleh Human Resources Learning Center PT. Agung Podomoro Land, Tbk sepanjang tahun 2013 tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh koordinasi (coordination) terhadap kualitas pelaksanaan/kinerja (performance) pelatihan Team Engagement yang diselenggarakan oleh Human Resources Learning Center PT. Agung Podomoro Land, Tbk. 2. Untuk mengetahui penilaian (evaluation) para peserta terhadap materi, pelatih, dan proses pelatihan Team Engagement yang diselenggarakan oleh Human Resources Learning Center PT. Agung Podomoro Land, Tbk sepanjang tahun 2013 tersebut

5 5 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi perusahaan, untuk membantu memberikan solusi terhadap masalah koordinasi dan efektifitas evaluasi karyawan terhadap pelaksanaan pelatihan karyawan HR Learning Center PT. Agung Podomoro Land, Tbk. 2. Bagi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dapat memberikan informasi kepada mahasiswa sebagai referensi. F. Kerangka Konseptual Pada bagian ini penulis akan mendeskripsikan konsep-konsep yang digunakan dalam bahasan KTI ini. F.1 Koordinasi Proses koordinasi menjadi sebuah komponen penting dalam teori organisasi yang dijelaskan March & Simon dalam Godwyn (2012:186). Kinerja yang dilakukan harus sesuai dengan struktur yang ada dalam sebuah organisasi. Koordinasi adalah penyatuan kerja dalam suatu organisasi untuk membuat sistem yang saling bergantung satu sama lain dan mengurangi ketidakpastian dari informasi yang diterima. Proses koordinasi dapat bermanfaat untuk menentukan keputusan dan kebiasaan untuk merespon dengan cepat setiap permasalahan yang

6 6 muncul. Tanpa koordinasi, individu-individu akan kehilangan peranan mereka dalam organisasi sehingga dapat merugikan pencapaian tujuan perusahaan. Studi awal tentang koordinasi dalam sosiologi organisasi menempatkan koordinasi sebagai suatu fungsi yang penting dalam organisasi. Teori yang menonjol adalah teori Contigency, yang mengedepankan peran struktur dan proses, baik formal maupun informal, dengan fokus pada rasionalitas, formalisasi, dan standarisasi (mengikuti gagasan Weberian). Teori ini menjelaskan bagaimana lingkungan organisasi yang berbeda memerlukan pilihan yang berbeda pula antara struktur formal dan informal dalam menentukan model koordinasinya, di mana koordinasi informal dilihat sebagai alternatif bagi struktur formal (Meyerson, Weick dan Kramer 1996:166). F.2 Tipe-tipe koordinasi Organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal.

7 7 Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini: a) Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan atau pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur. b) Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan atau pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah koordinasi antarbadan (instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena

8 8 koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat. F.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Koordinasi Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi sebagai berikut: F.3.1 Kesatuan tindakan Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya, agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, konsep kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Kesatuan dari usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari tiap kegiatan individu sehingga terdapat keserasian dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu. Hal ini dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

9 9 F.3.2 Komunikasi Komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengkoordinasikam sebagian atau dibagi-bagi dalam bagian atau sub bagian yang melaksanakan visi dan misi organisasi di bawah pimpinan seorang pemimpin atau manajer serta para bawahan mereka. Tanpa komunikasi maka organisasi hanya merupakan kumpulan orang-orang yang terbagi dalam tugas dan fungsi masing-masing yang melaksanakan aktivitas tanpa keterkaitan satu sama lain (tanpa sinkronisasi dan harmonisasi). Organisasi tanpa komunikasi sama dengan organisasi yang menampilkan aspek individual dan bukan menggambarkan aspek kerjasama (Liliweri Alo. 1997:291). F.3.3 Pembagian kerja Secara teoritis Durkheim menjelaskan bahwa pembagian kerja merupakan proses interaksi sosial yang paling baik karena individu dapat menghadapi berbagai kondisi pekerjaan mereka dalam suatu kelompok. Dalam suatu organisasi modern memiliki spesialisasi kerja yang berbedabeda, pandangan Durkheim tentang pembagian kerja (Division of labor) sebuah organisasi modern dapat disebut sebagai solidaritas organik, di mana terdapat perbedaan atau spesialisasi pekerjaan di dalamnya, maka terbentuklah sebuah ketergantungan di antara satuan organisasi yang satu dengan yang lain. Adanya pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi.. (Liliweri Alo. 1997:274).

10 10 F.3.4 Disiplin Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha untuk memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan secara suka rela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Dapat dikatakan bahwa terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu yang bersifat prefentif dan yang bersifat korektif: a. Pendisiplinan Preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika sesorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. b. Pendisiplinan Korektif jika ada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya akan dikenakan sanksi disipliner. Berat atau ringannya suatu sanksi tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi. Pengenaan sanksi pun harus memiliki nilai pelajaran dalam arti mencegah orang lain melakukan pelanggaran serupa (Siagian. 2012:306).

11 11 F.4 Kebutuhan akan koordinasi James D.Thompson menyebutkan tiga macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan organisasi: 1. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependent), bila satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung kepada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir. 2. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependent), di mana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaan terlebih dahulu sebelum satuan yang lain bekerja. 3.Saling ketergantungan timbal balik (reciporal interdependent) merupakan hubugan memberi dan menerima antarsatuan organisasi (Devi. 2013:35). F.4.1 Mekanisme-mekanisme Pengkoordinasian Dasar Mekanisme-mekanisme dasar untuk pencapaian koordinasi adalah komponen-komponen vital dalam manajemen yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:

12 12 1. Hierarki manajerial. Rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang formal, hubungan tanggung jawab, dan akuntabilitas yang jelas dapat menumbuhkan integrasi bila dirumuskan secara jelas dan tepat serta dilaksanakan dengan pengarahan yang tepat. 2. Aturan dan prosedur. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur adalah keputusan-keputusan manajerial yang dibuat untuk menangani kejadiankejadian rutin, sehingga dapat juga menjadi peralatan yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan rutin. 3. Rencana dan penetapan tujuan. Pengembangan rencana dan tujuan dapat digunakan untuk pengkoordinasian melalui pengarahan seluruh satuan organisasi terhadap sasaran-sasaran yang sama. F.5 Kinerja Menurut Zainur Roziqin (2010: 42) kinerja secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan untuk menentukan apakah pekerjaan individu tersebut baik atau sebaliknya. Kinerja sebagai perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu dalam periode tertentu pula. Kinerja dinyatakan sebagai suatu perwujudan kerja aparatur yang selanjutnya akan dijadikan dasar penilaian atas tercapai atau tidaknya target dan tujuan suatu organisasi pemerintahan.

13 13 Siagian (2012:68) menyatakan ukuran kinerja bisa diukur melalui instrumen-instrumen yang ada, misalnya secara kualitas, secara kuantitas, perencanaan kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, pendapat atau pernyataan yang disampaikan, daerah organisasi kerja, maupun keputusan yang akan diambil. Dalam pengukuran kinerja perlu diperhatikan soal ketepatan waktu dalam proses pecapaian tujuan dan target sebuah organisasi. Berbagai langkah lalu dilakukan guna meningkatkan kinerja karyawan/pegawai. Organisasi menyadari tanpa adanya kinerja dan sistem kinerja yang kondusif akan melemahkan tujuan dari organisasi itu sendiri. Pendidikan dan pelatihan dilakukan dengan tujuan untuk mendongkrak kinerja karyawan (Zainur Roziqin. 2010: 43). F.5.1 Indikator Kinerja Ukuran secara kuantitatif dan kualitatif yang menunjukan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, adalah sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perseorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Saigan (2012:78) kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi, antara lain:

14 14 1.Kuantitas kerja: Volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal 2.Kualitas kerja: Kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan 3.Pemanfaatan waktu: Pengunaan masa kerja yang diseusaikan dengan kebijaksanaan perusahaan 4.Kerjasama: Kemampuan menangani hubungan dalam pekerjaan selain mendominasi kriteria tersebut, juga menunjuk performance atau kinerja dihasilkan oleh adanya tiga hal, yaitu: a.kemampuan atau ability dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to perform). b.kemauan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berpretasi (willingness to perform). c.kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform). Berdasarkan keseluruhan definisi di atas dapat kita lihat bahwa kinerja pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting. Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besar kinerja pegawai yang bersangkutan. F.5.2 Hubungan Koordinasi dengan Kinerja (Pelatihan) Koordinasi di dalam satuan organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikembangkan dalam mencapai tujuan yang telah

15 15 ditetapkan. Koordinasi adalah penyatuan kerja dalam suatu organisasi untuk membuat sistem yang saling bergantung satu sama lain dan mengurangi ketidakpastian dari informasi yang diterima. Tanpa koordinasi, individuindividu akan kehilangan peranan mereka dalam organisasi sehingga dapat merugikan pencapaian tujuan perusahaan. Studi awal tentang koordinasi dalam sosiologi organisasi menempatkan koordinasi sebagai suatu fungsi yang penting dalam organisasi, March & Simon dalam Godwyn (2012:186). Pelaksanaan koordinasi ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Untuk itu pimpinan atau atasan perlu memperhatikan dan melakukan koordinasi yang berkelanjutan untuk mencegah terjadinya ketidakefektifan dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi yang tepat akan memotivasi karyawan sehingga menimbulkan antusias tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan. Jadi, koordinasi yang tepat merupakan cara untuk mencapai suatu kinerja yang optimal didalam organisasi. Pada organisasi HR LC pencapaian kinerja optimal sama halnya dengan suksesnya sebuah pelaksanaan pelatihan. Koordinasi pelatihan juga merupakan salah satu aspek administrasi pelatihan. Administrasi pelatihan berarti mengkoordinasi aktivitas sebelum, selama, dan setelah program. Di antaranya (Kaswan. 2013:132): a. Mengkomunikasikan kursus dan program kepada karyawan b. Mendaftarkan karyawan di kursus dan program c. Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam pembelajaran

16 16 d. Menata fasilitas pelatihan dan ruangan e. Menguji peralatan yang akan digunakan dalam pembelajaran f. Memiliki peralatan backup (misalnya kertas fotokopi untuk slide, jika OHP atau LCD) tidak berfungsi g. Mendistribusikan materi evaluasi (misalnya tes, survey, ukuran reaksi) h. Memfasilitasi komunikasi antara pelatih dan peserta pelatihan selama dan sesudah pelatihan j. Merekam penyelesaian kursus dalam rekaman pelatihan atau file kepegawaian Koordinasi yang baik memastikan bahwa peserta pelatihan tidak diganggu oleh hal-hal (seperti ruangan yang tidak nyaman, materi yang tidak terorganisasi dengan baik) yang dapat mengganggu pembelajaran. Aktivitas sebelum pembelajaran meliputi mengkomunikasikan kepada pelatih tujuan program, tempat pelaksanaan, nama orang yang bisa dihubungi jika ada masalah, dan pekerjaan praprogram yang harus diselesaikan. Buku pembicara, handout, dan videotape yang harus dipersiapkan. Terakhir, program pelatihan harus diorganisasikan dengan baik dalam arti semua aktivitas pelatihan harus dikoordinasi. Paparan diatas membahas mengenai pengertian koordinasi dengan perspektif sosiologi, tipe-tipe koordinasi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kebutuhan akan koordinasi, beserta mekanismemekanisme pengkoordinasian, dan hubungan koordinasi terhadap kinerja

17 17 pelaksanaan pelatihan. Maka berdasarkan rumusan masalah pertama dalam KTI ini yaitu pengaruh koordinasi (coordination) terhadap kinerja (performance) pelatihan Team Engagement. Maka penulis akan memaparkan konsep pelatihan sebagai pengintegrasian konsep koordinasi di atas. Alasan pertama, koordinasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengorganisasian pada pelaksanaan program pelatihan. Alasan kedua, konsep pelatihan sebagai konsep analisis untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu tentang penilaian (evaluation) para peserta terhadap materi, pelatih, dan proses pelatihan Team Engagement sepanjang tahun F.6 Definisi pelatihan Pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawan yang meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih efektif (Kaswan, 2013:2). Proses pelatihan difokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dan penerapan pemahaman serta pengetahuan pada pelaksanaan tugas tertentu. Dale dalam Kaswan (2013:3) menjelaskan umumnya yang diinginkan dari hasil pelatihan ialah penguasaan atau peningkatan ketrampilan. proses pelatihan dikendalikan oleh pemilik keahlian yang diajarkan atau ahli yang membantu mengembangkan ketrampilan melalui pengamalan terstruktur.

18 18 F.7 Fungsi dan tujuan pelatihan F.7.1 Fungsi pelatihan Pelatihan sebagai suatu proses pendidikan mempunyai sejumlah fungsi yang strategis bagi sumber daya manusia di lingkungan industri. Komaruddin Sastradipoera (2006:133) menjabarkan fungsi strategis pelatihan yang meliputi fungsi edukatif, fungsi pembinaan, fungsi marketing sosial, dan fungsi administratif. Berikut ini merupakan penjabaran dari keempat fungsi pelatihan tersebut: a. Fungsi Edukatif Pelatihan berfungsi untuk mempersiapkan sejumlah tenaga menjadi tenaga terdidik dan terlatih yang mempunyai kemampuan profesional, dan kompetensi yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan jabatan. b. Fungsi Pembinaan Pelatihan berfungsi sebagai suatu proses untuk membina dedikasi, loyalitas, disiplin, mental, dan semangat korps agar bermanfaat bagi dirinya sebagai warga sosial di dalam organisasi industri. c. Fungsi Marketing Sosial Pelatihan berfungsi untuk menyampaikan, mengkomunikasikan, dan menyebarluaskan misi industri kepada masyarakat.

19 19 d. Fungsi Administratif Hasil pendidikan dalam bentuk pelatihan akan menjadi data yang akan melengkapi data sumber daya manusia, khususnya yang berkaitan dengan pribadi dan kompetensi para karyawan yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan industri untuk membuat keputusan, termasuk promosi, mutasi, rotasi, karir, kaderisasi kepemimpinan, dan kompensasi. F.7.2 Tujuan pelatihan Menurut Hamalik (2005:57) secara umum, pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik. Selain itu, pelatihan berfungsi untuk meningkatkan produktifitas kerja, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan ketepatan perencanaan sumber daya manusia, meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, dan meningkatkan perkembangan pegawai.

20 20 F.8 Unsur-unsur program pelatihan Program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program tidak hanya memberikan acuan, melainkan juga menjadi patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan. Unsur-unsur program pelatihan menurut Hamalik meliputi peserta pelatihan, pelatih (instruktur), lamanya pelatihan, bahan latihan, dan metode pelatihan (Hikmawati. 2012:13). F.8.1 Peserta pelatihan Salah satu hal yang penting dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang menjadi peserta pelatihan tersebut karena peserta akan sangat menentukan format pelatihan. Para peserta pelatihan adalah individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam pelatihan ke pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak pada perusahaan. Penetepan calon peserta erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut menentukan efektivitas perkerjaan. Oleh karena itu perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik berdasarkan kriteria, antara lain (Hikmawati. 2012:15) : - Akademik, jenjang pendidikan dan keahlian - Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu - Pengalaman kerja, pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaan

21 21 - Motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap pekerjaannya - Pribadi, menyangkut aspek moral dan sifat-sifat yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut - Intelektual, tingkat berfikir, dan pengetahuan, diketahui melalui seleksi F.8.2 Pelatih (Instruktur) Dalam pelaksanaan program pelatihan, peran pelatih mendominasi dalam penyampaian materi pelatihan. Untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan program pelatihan, dibutuhkan seorang pelatih yang memiliki kualifikasi yang baik. Kriteria utama yang dibutuhkan seorang pelatih menurut adalah (Hikmawati. 2012:18): - Menguasai materi yang diajarkan - Terampil mengajar secara sistematik, efektif, dan efesien. - Mampu menggunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus mata pelajarannya. Selain itu beberapa perilaku dan kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang pelatih atau trainer yaitu sikap terbuka, mau menerima saran, tepat waktu, memiliki ketrampilan mendengar, berpengetahuan yang luas, ketrampilan berbicara, organisatoris, kreatif, non direktif (tidak memerintah), penampilan yang rapi, tidak bertindak sebagai bos, fleksibel, sabar, praktis, menghargai peserta, berani jujur, mempunyai rasa humor, ramah dan adil,

22 22 mendorong peserta, suportif, mampu berimprovisasi, dan menghargai pendapat. F.8.3 Materi pelatihan Materi pelatihan merupakan faktor terpenting dalam pelaksanaan pelatihan. Materi pelatihan disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari oleh para peserta. Persiapan materi pelatihan perlu memperhatikan faktorfaktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta pelatihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan, dan lamanya pelatihan. Untuk melengkapi materi pelatihan, perlu disediakan sejumlah referensi terpilih yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan (Hamalik. 2005:68). Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada supaya isi (content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si partisipan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential atau tidak. Jika termasuk hal yang bersifat essential, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang perlu diajarkan dalam pelatihan, bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan peserta pelatihan dalam memahami materi tersebut.

23 23 F.9 Metode pelatihan Pelatihan sebaiknya tidak digunakan apabila karyawan kurang memiliki motivasi (Kaswan. 2013:180). Pelatihan sebaiknya digunakan ketika karyawan kurang memiliki pengetahuan untuk melakukan kinerja dan kurang memiliki: a. Sumber daya yang ada tersedia untuk mendesain, menyampaikan, dan menindaklanjuti pelatihan. b. Strategi alternatif peningkatan kinerja tidak akan menyentuh penyebab yang melandasi masalah kinerja SDM atau tidak dapat memamfaatkan kesempatan peningkatan kinerja SDM Untuk memilih metode pelatihan yang sesuai dengan situasi tertentu, pertama definisikan secara cermat apa yang ingin diajarkan. Selanjutnya memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan itu. Metode sebaiknya memenuhi kondisi minimal yang dibutuhkan agar pembelajaran yang efektif terjadi, antara lain (Kaswan. 2013:186). a. Memotivasi peserta pelatihan meningkatkan kinerjanya; b. Secara jelas menggambarkan ketrampilan yang diharapkan; c. Memberi kesempatan kepada peserta pelatihan berperan serta secara aktif; d. Menyediakan kesempatan/waktu untuk praktik; e. Memberi umpan balik tepat waktu mengenai kinerja peserta pelatihan; f. Memberi sarana untuk penguatan pada saat peserta belajar; g. Terstruktur dari tugas sederhana sampai yang kompleks;

24 24 h. Bisa diadaptasi terhadap masalah-masalah spesifik; i. Mendorong transfer yang positif dari pelatihan ke pekerjaan Metode pelatihan dapat dikelompokkan dalam tiga cara: presentasi informasi, metode simulasi, dan pelatihan on-the job (OJT) ((Kaswan. 2013:199): a. Teknik presentasi informasi meliputi ceramah/kuliah, konferensi/diskusi, kursus korespondensi, video/compact disk (CD), pembelajaran jarak jauh, multimedia interaktif (CD/DVD), internet dan intranet, intelligent tutoring, dan perkembangan organisasi program peningkatan organisasi yang sistematik dan berjangka panjang. b. Metode simulasi meliputi studi kasus, bermain peran, behavior modeling (pemodelan perilaku), simulasi interaktif untuk tim virtual/maya, teknik inbasket, simulasi bisnis. c. Metode on-the job training meliputi pelatihan orientasi, magang, on the job training, near-the job training (menggunakan peralatan yang mirip tetapi jauh dari pekerjaan itu sendiri), rotasi pekerjaan, penugasan komite (atau dewan eksklusif junior), penugasan understudy, on-the job coaching, dan manajemen kinerja

25 25 F.10 Evaluasi pelatihan Memeriksa hasil suatu program membantu dalam mengevaluasi keefektifannya. Efektivitas pelatihan mengacu kepada manfaat yang diperoleh perusahaan dan peserta pelatihan dari pelatihan. Manfaat/keuntungan untuk peserta pelatihan mungkin meliputi belajar ketrampilan atau perilaku baru. Manfaat untuk perusahaan mungkin meningkatnya penjualan dan pelanggan yang lebih puas. Dalam manajemen SDM, terdapat beberapa fungsi dan fungsi evaluasi merupakan salah satu diantaranya, selain perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan. Program pelatihan sebagai salah satu strategi pengembangan SDM yang memerlukan fungsi evaluasi efektivitas program yang bersangkutan (Kaswan. 2013:220). Evaluasi program pelatihan merupakan pengumpulan secara sistematis terhadap informasi deskriptif dan penelitian yang diperlukan untuk membuat keputusan pelatihan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, nilai, dan modifikasi aktivitas pembelajaran yang bervariasi (Wener dan Desimon dalam Kaswan. 2013:233). Kaswan menjabarkan definisi yang dimaksud memberikan gambaran tentang apa yang sedang dan telah terjadi, sedangkan informasi penilaian mengkomunikasikan pendapat atau kepercayaan tentang apa yang telah terjadi. Kedua, penilaian meliputi pengumpulan informasi secara efektif menurut rencana yang ditentukan sebelumnya untuk memastikan bahwa informasi itu cocok dan bermanfaat. Terakhir, evaluasi dilakukan untuk membantu manajer, karyawan, dan professional HRD

26 26 membuat keputusan berdasarkan informasi mengenai program dan metode. Misalnya, jika bagian dari program tersebut tidak efektif, program tersebut perlu diperbaiki atau ditinggalkan; jika program tersebut terbukti bernilai, program itu mungkin direplikasikan di bagian lain organisasi. Brikerhoff dalam Kaswan (2013:237), menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang menetukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Brikerhoff, dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation), penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation), pengumpulan informasi (collecting information), analisis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting), pembuatan laporan (reporting information), pengelolaan evaluasi (managing evaluation) dan evaluasi untuk evaluasi. F.10.1 Fungsi evaluasi pelatihan Menurut Fauzi (2011:76), fungsi utama evaluasi adalah memberikan data informasi yang benar mengenai pelaksanaan suatu pelatihan sehingga penyelenggaraan pelatihan tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat, apakah pelatihan itu akan diteruskan, ditunda atau sama sekali tidak dilaksanakan lagi. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan berfungsi sebagai suatu usaha untuk: a.menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan pelatihan

27 27 b.menemukan faktor pendorong dan pemghambat pelaksanaan pelatihan c.menemukan penyimpangan atau kekeliruan pelaksanaan pelatihan d.memperoleh bahan untuk penyusunan saran perbaikan, perubahan, penghentian, atau perluasan pelatihan. F.10.2 Tujuan evaluasi pelatihan Evaluasi program pelatihan dapat memiliki beberapa tujuan dalam organisasi. Menurut Philips dalam Kaswan (2013:136), evaluasi dapat membantu: a.menentukan apakah program mencapai tujuannya b.mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program, yang dapat mengarah pada perubahan, seperti yang dibutuhkan c.menurukan rasio biaya-keuntungan program pelatihan d.menentukan siapa yang seharusnya berpartisipasi dalam program pelatihan di masa yang akan datang e.mengindentifikasi peserta mana yang paling mendapat manfaat atau yang paling tidak mendapat manfaat dari program itu f.mengumpulkan data untuk membantu dalam membesarkan program tersebut di masa yang akan datang g.membangun database untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan

28 28 F.10.3 Model evaluasi pelatihan Sebuah model evaluasi menetapkan kriteria dan fokus penilaian. karena program pelatihan dapat dievaluasi dari sejumlah perspektif, amat penting merinci sudut pandang mana yang akan dipertimbangkan. Banyak kerangka evaluasi yang berbeda disarankan serta barbagai model evaluasi juga banyak dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Pendekatan evaluasi yang paling luas dan banyak digunakan di berbagai organisasi atau perusahaan adalah Model Evaluasi Empat Level (Kaswan. 2013:138). Model ini menyajikan adanya empat tahap dalam mengevaluasi pelatihan. Alasan banyaknya menggunakan model ini adalah karena kesederhanaan dan kemudahan diaplikasikan. F Model evaluasi empat level Kirkpatrick Menurut Kirkpatrick dalam Kaswan (2013:140) evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu sebagai berikut. a. Reaction Level Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih.

29 29 Dengan kata lain, peserta akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pelatihan lebih lanjut. Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang diberikan, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. b. Learning Level Menurut Kirkpatrick, learning can be defined as the extend to which particiants change attitudes, improving knowledge, and/ or increas skill as a result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat pelatih ajarkan dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal yang terkait: a) pengetahuan apa yang telah dipelajari?, b) sikap apa yang telah berubah?, c) ketrampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki?

30 30 c. Behaviour Level Evaluasi pada level ketiga ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level kedua. Penilaian sikap pada level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian pada level ke 3, tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain, yang perlu dinilai adalah bagaimana peserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperolah selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level ke tiga ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan. d. Result Level Evaluasi hasil dalam level keempat ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Result level termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antarnya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turn-over dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja

31 31 maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program. G. Metode Penelitian Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Pada penelitian ini penulis akan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat subyek tertentu yang diteliti (dalam hal ini adalah bagian HRD PT Agung Podomoro, Tbk.). Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah karena peneliti ingin memahami secara mendalam permasalahan pada koordinasi dari pandangan mereka dalam permasalahan tersebut. Kemudian, subyek penelitian adalah pelaku atau aktor yang bekerja di bagian HR Learning Center hanya sedikit jumlahnya (subyek dan kasus tertentu). Alasan terakhir adalah karena scope kajian bersifat sempit, yaitu hanya pada proses pelatihan yang dilakukan oleh bagian HRD pengembangan perusahaan ini. Hal itupun mengenai salah satu pelatihan yang penulis anggap penting, yaitu Team Engagement yaitu kekuatan dan ketrampilan individu dalam menciptakan hasil tim untuk mengenali bagaimana kekuatan kita dan tim membuahkan hasil yang lebih baik, dengan pendekatan 9 prinsip berhubungan baik dengan orang lain dan 12 prinsip bekerjasama lebih baik memahami dan memberikan kontribusi di dalam tim.

32 32 Untuk lebih rinci, hal ini akan penulis sampaikan pada paparan berikut. 1. Observasi adalah kegiatan yang setiap saat kita lakukan. Kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut (Kriyantono. 2012:234). Observasi merupakan metode pengumpulan data dalam dua bentuk yaitu: interaksi dan percakapan (conversation). Artinya selain perilaku nonverbal juga mencakup perilaku verbal dari orang-orang yang diamati. Observasi yang dilakukan berkaitan dengan proses kegiatan pelaksanaan pelatihan dan interaksi sosial karyawan yang berlangsung pada HR Learning Center Agung Podomoro Land, Tbk. 2. Wawancara semi terstruktur yaitu peneliti mewawancarai staf dan pimpinan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disediakan, tetapi dengan cara lebih luwes, tidak kaku, masih dapat melakukan improvisasi lapangan. 3. Wawancara mendalam secara intensif adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Sejumlah informan kunci yang dijumpai akan dikenai wawancara mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif (Kriyantono. 2012:288). Peneliti melakukan wawancara kepada karyawan HR Learning Center Agung Podomoro Land, Tbk untuk meminta keterangan yang berhubungan dengan masalah koordinasi pada HR tersebut.

33 33 4. SGD/FGD. Small Group Discussion/Focus Group Discussion atau Group Interviewing bisa disebut sebagai metode riset ataupun metode pengumpulan data. Jadi FGD adalah metode pengumpulan data atau riset untuk memahami sikap dan perilaku khalayak. Biasanya terdiri dari 6-12 orang yang secara bersamaan dikumpulkan, diwawancarai dengan dipandu oleh moderator. Moderator memimpin responden (peserta diskusi) tentang topik yang dipersiapkan melalui diskusi yang tidak terstruktur. Moderator dapat dirangkap oleh periset atau diperankan orang lain (Kriyantono. 2012:289). 5. Pengumpulan data sekunder, diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Data sekunder ini bersifat melengkapi data primer, data sekunder dalam penelitian ini bersifat data internal dalam organisasi HR Learning Center (evaluasi penilaian kualitas pelatihan). Dalam pengumpulan data sekunder ini peneliti ingin melihat persepsi peserta pelatihan terhadap kualitas pelatihan yang diselenggarakan oleh HR Learning Center Agung Podomoro Land, Tbk. Data sekunder ini akan diperoleh melalui sumber data (APIP Training) berupa arsip hasil evaluasi di HR L.C. G.1 Subjek penelitian Subjek penelitian dalan karya tulis ini ini adalah karyawan dalam Divisi HR Learning Center PT Agung Podomoro Land,Tbk.

34 34 G.2 Teknik pengumpulan data Menurut Moleong (2004: 187) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.teknik pengumpulan data akan dipakai untuk memperoleh dua jenis data: data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek yang diteliti. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari subyek yang diteliti, melainkan melalui pihak lain. Data primer dikumpulkan melalui observasi, wawancara (semi-terstruktur, tersetruktur, mendalam), diskusi (FGD/SGD). Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui dokumentasi (arsip, notulen, dll). G.3 Akurasi data Menurut Kriyantono (2012: 72) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. a. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan:

35 35 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu: 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, ornag berada, orang pemerintahan; 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. b. Triangulasi dengan metode menurut Patton dalam Kriyantono (2012: 73) terdapat dua strategi, yaitu: 1. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data; 2. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. c. Triangulasi penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan suatu

36 36 tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainnya. d. Triangulasi dengan teori, menurut Kriyantono (2012:74) berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation). Jika analisis telah menguraikan pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis, maka penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaing. Dengan kata lain bahwa dengan Triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan : 1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan; 2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data; 3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan. G.4 Analisis data Analisis data kualitatif (Moleong. 2004:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jaan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

37 37 Teknik yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode nonstatistik, berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara, observasi, maupun data-data internal (sekunder). Data yang diperoleh peneliti dilaporkan apa adanya sesuai fakta di lapangan, selanjutnya dianalisis dan dipaparkan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran fakta yang ada untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Tahap-tahap dalam anlisis data dalam penelitian kualitatif (Moleong. 2004:250) a. Reduksi data Data yang diperoleh selama pelaksanaan internship cukup banyak untuk itu dipilih sesuai kebutuhan dan relevansinya dengan masalah dan tujuan penelitian, kemudian dikelompokan berdasarkan konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini. b. Penyajian Data Setelah data direduksi, tahap selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian, dalam bentuk teks yang bersifat naratif. c. Verifikasi dan Penarikan kesimpulan Langkah ketiga dalam analisis kualitatif adalah penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan verifikasi data yang telah di disajikan dalam bentuk naratif, dan atas dasar hasil verifikasi itu peneliti menarik

38 38 sebuah kesimpulan. Verifikasi diperlukan bila peneliti merasa ragu atas hasil penelitiannya. Hal ini dilakukan dengan menyampaikan hasil sementara yang dicapai kepada subyek yang diteliti untuk memperoleh konfirmasi. Dengan demikian, hasil penelitian sungguh menandakan apa yang terjadi di lapangan sebagaimana subyek penelitian pahami dan alami. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dicapai sungguh otentik, persis sama seperti yang terjadi di lapangan. Kutipan langsung akan dipakai untuk membantu peneliti memastikan bahwa penelitian sungguh otentik sebagaimana yang terjadi di lapangan. H.Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah Sistematika yang dipergunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah: BAB I. PENDAHULUAN Dalam bab ini merupakan bagian yang memaparkan mengenai koordinasi dalam interaksi sosial serta tentang ilustrasi pembahasan mengenai proses koordinasi yang terkadang tidak berjalan dengan semestinya pada HR Learning Center PT Agung Podomoro Land, Tbk yang merupakan obyek pembahasan dalam Karya tulis ini. Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang konsep-konsep yang menjadi pokok bahasan pada KTI ini. Di antaranya adalah pendekatan koordinasi, tipe-tipe koordinasi, faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi, kebutuhan akan koordinasi, masalah-masalah pencapaian koordinasi yang

39 39 efektif, mekanisme pengkoordninasian dasar, kinerja dan evaluasi kinerja (pelatihan). BAB II. DESKRIPSI PERUSAHAAN Pada Bab ini dijabarkan profil dari perusahaan yang mencakup sejarah dan profil perusahaan, logo, visi, misi, dan nilai, struktur organiasi perusahaan, struktur organisasi Direktorat HRD, struktur organisasi HR Learning Center, pembagian kerja HR Learning Center, proses pelatihan HR Learning Center. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan menjawab permasalahan yang diuraikan dalam rumusan masalah, yaitu mengenai pengaruh koordinasi (coordination) terhadap kualitas pelaksanaan (kinerja/performance) pelatihan dan penilaian (evaluation) para peserta terhadap materi, pemateri, proses dan fasilitas pelatihan HR Learning Center Agung Podomoro Land, Tbk. Pada bab ini juga akan dilakukan analisis terhadap kondisi yang dialami secara teoritis. BAB IV KESIMPULAN Pada bab ini terdiri atas dua sub bagian yaitu kesimpulan dan saran, penulis akan menyimpulkan pokok-pokok temuan dan hasil analisa dari KTI ini dan memberi saran mengenai riset selanjutnya, pengalaman penulis dalam melakukan penelitian, dan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh HR Learning Center Agung Podomoro Land, Tbk dalam mencari jalan keluar atas permasalahan yang terjadi.

KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK

KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK Julius / Pramono PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan Training atau pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melakukan pekerjaan, baik pekerjaan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi adalah sumber daya manusia yang baik. Manusia memiliki peranan penting dalam memenangkan kompetisi

Lebih terperinci

BAB I. saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu. pembagian kerja (Friedson 1976; Durkheim 1984). Friedson (1976:310)

BAB I. saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu. pembagian kerja (Friedson 1976; Durkheim 1984). Friedson (1976:310) BAB I A. Latar Belakang Kerja dalam organisasi modern dijalankan oleh satuan-satuan kerja yang saling tergantung dengan melakukan tugas-tugas terspesialisasi dalam suatu pembagian kerja (Friedson 1976;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat memberi daya dukung yang optimal terhadap kemajuan

Lebih terperinci

Teknik Presentasi Informasi, meliputi ceramah/kuliah, konferensi/diskusi, media audiovisual, pembelajaran jarak jauh/kursus korespondensi, internet

Teknik Presentasi Informasi, meliputi ceramah/kuliah, konferensi/diskusi, media audiovisual, pembelajaran jarak jauh/kursus korespondensi, internet Perubahan bekerja setiap saat dan salah satu tanda organisasi yang hebat adalah mereka memiliki komitmen untuk terusmenerus melatih dan mendidik orang-orangnya sehingga mereka memiliki pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Pegawai 2.1.1 Pengertian Pengembangan Pegawai Pengembangan pegawai dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan atau jabatan akibat kemajuan ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Sumber Daya Manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mangkunegara (2002) menyatakan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Khairul Dabutar (2005) melakukan penelitian dengan judul Peranan Koordinasi terhadap Efektivitas kerja pegawai pada Dinas Pendapatan Kota Medan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Suatu perusahaan atau organisasi dibentuk dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu, dan tujuan utama dari suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sumber daya manusia kini makin berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur peraturan dilakukan melalui proses dan dilakukan berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB 6. PELATIHAN, ORIENTASI & PENGEMBANGAN

BAB 6. PELATIHAN, ORIENTASI & PENGEMBANGAN Pemahaman mengenai cara merancang sistem pelatihan, orientasi dan pengembangan yang dikaitkan dengan strategi bisnis organisasi Pemahaman mengenai metode-metode dalam pelatihan Pemahaman mengenai sosialisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koordinasi 2.1.1 Pengertian Koordinasi Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

Kualitas kualitas Penting seorang Juara

Kualitas kualitas Penting seorang Juara Kualitas kualitas Penting seorang Juara 1. Kemampuan Komunikasi 4,69 2. Kejujuran/Integritas 4,59 3. Kemampuan bekerjasama 4,54 4. Kemampuan interpersonal 4,5 5. Beretika 4,46 6. Motivasi/Inisiatif 442

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM Setelah kita mempelajari proses perencanaan, kemudian dilakukan proses rekrutmen, seleksi, selanjutnya yang akan kita bahas adalah tentang pelatihan dan pengembangan karyawan.

Lebih terperinci

METODE DAN JENIS PELATIHAN

METODE DAN JENIS PELATIHAN METODE DAN JENIS PELATIHAN Perubahan bekerja setiap saat dan salah satu tanda organisasi yang hebat adalah mereka memiliki komitmen untuk terus-menerus melatih dan mendidik orang-orangnya sehingga mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Kerja 2.1.1 Pengertian Pembagian Kerja Induk kajian pembagian kerja adalah analisis jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang masing-masing jabatan. Pekerjaan (job) terdiri dari sekelompok tugas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang masing-masing jabatan. Pekerjaan (job) terdiri dari sekelompok tugas yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembagian Kerja 2.1.1 Pengertian Pembagian Kerja Tugas merupakan suatu kewajiban dalam pekerjaan yang telah ditentukan dalam organisasi untuk melaksanakan pekerjaan yang telah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. sebuah organisasi adalah prinsip koordinasi, karena sebuah organisasi

BAB II LANDASAN TEORITIS. sebuah organisasi adalah prinsip koordinasi, karena sebuah organisasi 4 BAB II LANDASAN TEORITIS a. Pengertian Koordinasi Salah satu prinsip yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan sebuah organisasi adalah prinsip koordinasi, karena sebuah organisasi memiliki anggota-anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan lembaga yang berperan penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualifikasi dan kompetensi

Lebih terperinci

Koordinasi. 1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi. 1. Pengertian Koordinasi Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas. Dengan adanya penyampaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Pelatihan Pelatihan karyawan merupakan aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan karyawan pun harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Satu hal yang penting yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Satu hal yang penting yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, baik perusahaan yang bergerak dibidang industri, perdagangan maupun jasa akan berusaha untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, pastinya manusia

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, pastinya manusia BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kedisiplinan 2.1.1 Pengertian Disiplin Disiplin karyawan dalam manajemen sumber daya manusia berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Kerja 2.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 177 UU No. 34 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 177 UU No. 34 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) didasarkan pada Pasal 177 UU No. 34 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahan. Setiap organisasi dituntut untuk siap menghadapi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bertahan. Setiap organisasi dituntut untuk siap menghadapi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, mensyaratkan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar tetap bertahan. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan di dunia usaha yang semakin ketat dan seiring dengan majunya teknologi, menuntut setiap perusahaan untuk selalu melakukan yang terbaik dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggambarkan realitas yang kompleks dan memperoleh pemahaman makna dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis a. Pengertian Auditing dan Internal Auditing Istilah auditing dikenal berasal dari bahasa latin yaitu : audire, yang artinya mendengar. Orang yang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dan pencapaian tujuan perusahaan. Karena perusahaan merupakan suatu organisasi besar

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pemiga Orba Yusra (2006) judul skripsi: Pengaruh Pelatihan Terhadap

BAB II URAIAN TEORITIS. Pemiga Orba Yusra (2006) judul skripsi: Pengaruh Pelatihan Terhadap 18 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pemiga Orba Yusra (2006) judul skripsi: Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Ikaindo Industri Karbonik Indonesia, Medan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen berhubungan dengan suatu usaha untuk mencapai sasaransaran tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang telah tersedia dengan sebaik-baiknya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perhatian khusus karena unsur tersebut yang mengendalikan unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perhatian khusus karena unsur tersebut yang mengendalikan unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting dan memerlukan perhatian khusus karena unsur tersebut yang mengendalikan unsur-unsur yang lainnya.sumber

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL

MANAJEMEN OPERASIONAL MANAJEMEN OPERASIONAL SUBSISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA Astrid Lestari Tungadi, S.Kom., M.TI. PENDAHULUAN Subsistem yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia dalam hal keterampilan dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karyawan sebagai sumber daya utama perusahaan dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan memberikan kinerja yang optimal sehingga konsumen

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA MANAJEMEN AUDIT ATAS FUNGSI PERSONALIA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

BAB 4 ANALISA MANAJEMEN AUDIT ATAS FUNGSI PERSONALIA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 39 BAB 4 ANALISA MANAJEMEN AUDIT ATAS FUNGSI PERSONALIA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 4.1 Analisa terhadap Fungsi Personalia Pada bagian ini, akan dipaparkan hasil analisa atas fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. efisien untuk mencapai tujuan tertentu didalam suatu organisasi. Dasar-dasar manajemen adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. efisien untuk mencapai tujuan tertentu didalam suatu organisasi. Dasar-dasar manajemen adalah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Setelah mengemukakan latar belakang penelitian yang diantaranya memuat rumusan masalah dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan peningkatan kinerja para guru karena para guru merupakan pejuang pendidikan yang langsung berhadapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Menurut Sadili (2006,P.16) manajemen pada dasarnya adalah upaya mengatur segala sesuatu (sumber daya) untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (2003

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

Fakultas Komunikasi dan Bisnis Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

Fakultas Komunikasi dan Bisnis Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan The secret of business is to know something that nobody else knows -Aristotle Onassis Rahasia dari bisnis adalah mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain -Aristotle

Lebih terperinci

KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK

KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK KOORDINASI DAN EVALUASI PELATIHAN KARYAWAN HUMAN RESOURCES LEARNING CENTER PT. AGUNG PODOMORO LAND, TBK KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Julius Yunarto Cipto Nugroho 091003862/SOS PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Ruang lingkup audit operasional atas fungsi Sumber Daya Manusia pada PT.

BAB IV PEMBAHASAN. Ruang lingkup audit operasional atas fungsi Sumber Daya Manusia pada PT. BAB IV PEMBAHASAN Ruang lingkup audit operasional atas fungsi Sumber Daya Manusia pada PT. Danayasa Arthatama Tbk. mencakup pelaksanaan seluruh fungsi manajemen dan ketaatan manajemen terhadap kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan peningkatan kontribusi yang baik kedalam organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan peningkatan kontribusi yang baik kedalam organisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam suatu lembaga baik itu dalam perkantoran, perusahaan, maupun organisasi lainnya, untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan tertentu dengan menggunakan tenaga manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kumpulan resources yang tidak berguna. Selain itu, sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kumpulan resources yang tidak berguna. Selain itu, sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan sumber daya yang paling penting dan menentukan dalam arah dan perubahan organisasi. Tanpa manusia sebagai penggeraknya, organisasi menjadi kumpulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi menghadapi perubahan seiring dengan perkembangan bisnis, perubahan lingkungan bisnis, serta tuntutan yang semakin tinggi dari pelanggan. Organisasi dihadapkan

Lebih terperinci

pertama di lapangan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui informasi terkait strategi

pertama di lapangan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui informasi terkait strategi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Latar Penelitian dilakukan pada PT Energi Mega Persada yang berada di Jalan HR. Rasuna Said, Komplek Rasuna Epicentrum, Bakrie Tower lantai 22 lantai 32. 3.2 Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepala Sekolah pada suatu waktu dan guru-guru tetap menjalankan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Kepala Sekolah pada suatu waktu dan guru-guru tetap menjalankan aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ada berbagai pendapat menyangkut pola, peran dan tanggung jawab Kepala Sekolah pada suatu lembaga pendidikan. Ketika ada atau tidak ada Kepala Sekolah pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Pada masa sekarang ini, manajemen bukan lagi merupakan istilah yang asing bagi kita. Istilah manajemen telah digunakan sejak dulu, berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu : 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mendapat pengertian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, maka penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan organisasi mengatasi berbagai tantangan dan berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan organisasi mengatasi berbagai tantangan dan berhasil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan organisasi mengatasi berbagai tantangan dan berhasil meraih kesuksesan bergantung pada berbagai faktor. Misalnya mengelola sumber daya manusia

Lebih terperinci

MOTIVASI KERJA DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI FAKULTAS DAKWAH IAIN AR-RANIRY

MOTIVASI KERJA DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI FAKULTAS DAKWAH IAIN AR-RANIRY MOTIVASI KERJA DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI FAKULTAS DAKWAH IAIN AR-RANIRY Oleh: Ernawaty Nasution Jurusan Magister Administrasi Pendidikan Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perubahan zaman yang begitu cepat, setiap instansi / perusahaan otomatis harus siap menghadapinya, karena kalau tidak siap perusahaan akan sulit untuk dapat bersaing,

Lebih terperinci

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna. Beberapa definisi yang kerap kali dijumpai antara lain : kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Untuk memahami apa itu manajemen sumber daya manusia, kita sebaiknya meninjau terlebih dahulu pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC

BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC BAB IV AUDIT OPERASIONAL ATAS FUNGSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT ABC IV.1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey) Tahap survei pendahuluan merupakan tahap awal yang harus dilaksanakan oleh seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring perubahan zaman dan bertambahnya usia manusia, maka kebutuhan hidup nya pun akan meningkat. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan fisik dan kebutuhan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia (MSDM)

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia (MSDM) 9 II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan suatu sumber daya yang tidak dapat diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Prenhallindo, Jakarta, 1998, Hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Prenhallindo, Jakarta, 1998, Hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan yang didirikan mempunyai beberapa tujuan, tujuan yang dimaksud adalah mencari laba, berkembang kearah yang lebih baik, memberi lapangan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing di

I. PENDAHULUAN. rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing di I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di dalam organisasi tersebut. Untuk itu dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan aset penting dan berperan sebagai faktor penggerak utama dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (1997), MSDM adalah suatu kebijakan dan praktek yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek orang atau SDM dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Kualitatif Setiap penelitian yang dilakukan baik itu menggunakan metode kualitatif ataupun kuantitatif, selalu akan berangkat dari sebuah masalah. Masalah

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen pada dasarnya memiliki arti yang sangat luas, pengertian manajemen dapat diartikan sebagai suatu seni dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah merupakan sebuah konsep teoritik yang membahas mengenai beberapa metode yang digunakan dalam penelitian. Beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan dan Pelatihan Menurut Rahmawati (2008:110) pelatihan merupakan wadah lingkungan bagi karyawan dimana mereka memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen pegawai merupakan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang telah ditentukan serta budaya kerja yang dianut

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN 5.1 Karakteristik Kepemimpinan Pemimpin di Showa Indonesia Manufacturing yang ada menggunakan prinsip keterbukaan terhadap karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai prosedur untuk menjadi seorang pegawai ataupun karyawan di sebuah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai prosedur untuk menjadi seorang pegawai ataupun karyawan di sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dlihat dari fenomena yang ada, jumlah pencari kerja di Indonesia lebih banyak dibanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Lulusan mahasiswa dari Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perubahan politik dan administrasi pemerintahan melalui pemberian otonomi luas kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Banyak para ahli berusaha untuk memberikan pengertian tentang manajemen, walaupun definisi yang dikemukakan mereka berbeda satu sama lainnya, namun pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena dengan adanya program tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelatihan merupakan suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelatihan merupakan suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan merupakan suatu proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus seseorang atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode penelitian

Lebih terperinci

Pertemuan Kedua Ketiga Manajemen Sumber Daya Manusia

Pertemuan Kedua Ketiga Manajemen Sumber Daya Manusia Pertemuan Kedua Ketiga Manajemen Sumber Daya Manusia Persamaan MSDM dan Manajeen Personalia adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mendongkrak kekuatan internal organisasi untuk tetap

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk mendongkrak kekuatan internal organisasi untuk tetap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Industri yang semakin pesat dan maju, memaksa perusahaan untuk mendongkrak kekuatan internal organisasi untuk tetap bertahan dalam persaingan global

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi fungsi perencanaan, pengorganisasian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. normatif, menunjukan kepada praktisinya apa yang harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. normatif, menunjukan kepada praktisinya apa yang harus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PARADIGMA Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigma

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005), dengan judul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. 1 Metode dapat diartikan juga sebagai suatu cara atau teknis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian didasarkan kepada pendekatan penelitian kualitatif didasari pertimbangan sebagai berikut : a. Penelitian secara spesifik fokus pada proses praktikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan Indonesia jangka panjang yaitu Indonesia yang maju dan mandiri, adil dan demokratis, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

TRAINING and EVALUATION PHASE

TRAINING and EVALUATION PHASE TRAINING and EVALUATION PHASE Permasalahan perlunya pelatihan Proses pelatihan Prinsip dari teori belajar Jenis pelatihan Pengukuran efektivitas program pelatihan Proses Pelatihan Adalah proses yang mengajarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Perencanaan Pengembangan Karier

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Perencanaan Pengembangan Karier BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1. Perencanaan Pengembangan Karier Mathis dan Jackson (dalam Naliebrata, 2007) mendefinisi kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Radha (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan dan

BAB II URAIAN TEORITIS. Radha (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan dan BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Radha (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Terhadap Peningkatan Produktivitas kerja karyawan pada PDAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen 1. Pengertian Manajemen Ilmu manajemen sampai saat ini sudah berkembang. Hal ini membuktikan bahwa ilmu ini memang dibutuhkan tidak saja oleh kelompok tertentu tetapi

Lebih terperinci