EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN Sucipto Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo PENDAHULUAN
|
|
- Doddy Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN EFEKTIVITAS TEKNIK APLIKASI NEP HETERORHABDITIS ISOLAT LOKAL MADURA SEBAGAI AGENS HAYATI PENGENDALIAN RAYAP TANAH (MACROTERMES SP) DI KABUPATEN BANGKALAN DAN SAMPANG Sucipto Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo Abstract The objective of this research was to examine the effectivity of application techniques of Heterorhabditis to control soil termite, Macrotermes sp, in Bangkalan and Sampang. A Factorial blocked randomized design consisted of three treatments and three replications was applied. The techniques used were baiting and spraying with the concentration respectively, 0,5 millions Ij/col, 1 million IJ/ coloni and 1,5 millions IJ/col. The result showed that baiting technique was superior than spraying one in mortality of soil termite in both places. The concentration of 1 million IJ coloni- caused soil termite mortality as much as the concentration at 1,5 millions IJ coloni- but this was higher than the mortality at the concentration of 0,5 millions IJ coloni-. Key words:: Efektivitas, NEP Heterorhabditis, Macrotermes sp. PENDAHULUAN Latar Belakang Rayap tanah (Isoptera :Termitidae) merupakan serangga sosial dan hidup subur diberbagai belahan dunia terutama di daerah tropika dan subtropika. Rayap tanah penting dalam kehidupan manusia sebagai perombak bahan-bahan sisa seperti potongan kayu dan sisa kertas tetapi juga sering kali menimbulkan serangan pada tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan (Taruminkeng, 1992). Serangannya pada tanaman pertanian menyebabkan terjadinya penurunan hasil bahkan menyebabkan kematian pada tanaman inang sehingga menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar. Pada tahun 1995 kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1,67 trilyun rupiah belum termasuk kerugian pada bangunan gedung perkantoran, fasilitas industri dan fasilitas sosial lainnya (Rakhmawati, 1995). Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa rayap telah menyebabkan kerusakan struktur bangunan secara serius dan menimbulkan kerugian hingga jutaan dolar setiap tahun, jauh lebih merusak dibandingkan kebakaran, badai, dan gempa bumi (Anonymous, 1997). Pada 15 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling menganggu di Indonesia (Nandika et al., 1999). 13
2 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) Ditinjau dari kerusakan yang ditimbulkan oleh rayap tanah Macrotermes sp dan Coptotermes curvignathus, rayap tanah C. curvignathus dapat menimbulkan kematian pada inang. Pohon yang terserang C curvignathus tidak menunjukkan gejala awal yang jelas kecuali pada saat pohon akan mati yang ditunjukkan oleh perubahan warna daun. Kerugian yang diakibatkan oleh serangan rayap ini sangat besar, di perkebunan kelapa sawit PT perkebunan IV Torgamba, dari ha atau tanaman kelapa sawit yang berumur 6-11 tahun, ditemukan sebanyak tanaman yang terserang rayap ( De chenon et al., 1993). Sedangkan rayap tanah Macrotermes sp. serangannya tidak menimbulkan kematian pada tanaman inang (Nandika et al., 1999). Teknologi pengendalian rayap pada saat ini masih menitikberatkan pada penggunaan pestisida anti rayap (termitisida) yang diaplikasikan baik melalui teknik perlakuan tanah (soil treatmen), pengawetan kayu (wood preservativation) maupun dengan cara impregnasi termitisida kedalam target. Teknik pengendalian rayap dengan cara ini sangat efektif dan mampu memberikan perlindungan terhadap bangunan gedung dan tanaman-tanaman pertanian, tetapi dapat menimbulkan masalah lingkungan dan berpotensi meracuni manusia (Nandika et al., 1999) Pengendalian hayati di dalam konsep dasar Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan agensia pengendalian hayati yang ada seperti bakteri, virus, jamur, dan nematoda entomopatogen makin memperoleh perhatian besar karena bahaya penggunaan termisida atau senyawa sintetik terhadap serangan hama dan lingkungan. Nematoda entomopatogen merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan rayap tanah tanpa menimbulkan dampak negatif pada musuh alami serangga hama, lingkungan dan tidak meracuni manusia dan vertebrata. Sejauh ini beberapa contoh spesies nematoda yang telah digunakan untuk mengendalikan rayap adalah Heterorhabditis bacteriophora, Steinernema carpocapsae dan Steinernema riobravis (Pearce, 1997). Pengendalian rayap secara terpadu memiliki dasar ekologis, biologi dan tingkah laku serangga ini dan menyandarkan diri pada faktor-faktor mortalitas alami seperti pengendalian hayati yang memiliki dampak negatif yang sangat minimal. Dari uraian diatas uji efektivitas teknik aplikasi nematoda entomopatogen sebagai pengendalian rayap tanah dilapang sangat penting dilakukan. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dikebun Fakultas Pertanian dan Laboraturium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo mulai bulan Januari sampai bulan Agustus
3 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rayap tanah Macrotermes sp., yang ditemukan disekitar tanaman penaung (pohon sono, sawo kecik, mahoni, dan jati) di kampus Universitas Trunojoyo, nematoda entomopatogen Heterorhabditis, media bedding, media BSA, media NA, Galleria mellonella, kertas filter, kayu randu, alkohol 70%, air steril, dan tissue. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini paralon plastik, autoklaf, laminar flow, inkubator, timbangan, mikroskop binokuler, gelas arloji, pinset, jarum ose, saringan ukuran 15 µm dan 30 µm, pipet ependrof 1000 µm, cawan hitung, erlenmeyer, orbital shaker, dan tangki semprot. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Di Lapang a. Perlakuan penyemprotan (spraying) Dilakukan langsung dengan menyemprotkan nematoda entomopatogen pada permukaan sarang rayap tanah yang terlebih dahulu disemprot dengan air untuk melembabkan sarang. Konsentrasi nematoda entomopatogen yang digunakan adalah 0 IJ/m 2, 1,0 juta IJ/m 2, dan 1,5 juta IJ/m 2. Pengamatan terhadap persistensi nematoda entomopatogen dilakukan setiap empat hari. Dengan menggunakan rancangan Acak Kelompok. Dilakukan di empat Kabupaten di Madura b. Pengumpanan (baiting) Dilakukan dengan menggunakan pipa paralon setinggi 25 cm yang dilubangi sisisisinya untuk jalan masuknya rayap tanah dengan umpan (kayu randu) didalamnya yang ditanamkan di dalam tanah. Kayu randu digunakan sebagai umpan rayap tanah untuk mengamati rayap tanah yang terkena nematoda entomopatogen setelah perlakuan semprot (spraying). Dengan menggunakan rancangan Acak Kelompok. Dilakukan di empat Kabupaten di Madura. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Aplikasi Heterorhabditis terhadap Mortalitas Macrotermes sp. Teknik Pengumpanan (Baiting) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Heterorhabditis mempunyai patogenesitas yang tinggi terhadap Rayap Tanah Macrotermes sp. Hal ini dibuktikan dengan tingkat mortalitas rayap yang tinggi. Rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. yang diakibatkan oleh Heterorhabditis berkisar antara 65,03% untuk teknik aplikasi pengumpanan (baiting) dengan 10 hari pengamatan (Tabel 1) pada kabupaten Bangkalan 15
4 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) Tabel 1. Rata-rata persentase rayap tanah Macrotermes sp. pada berbagai teknik pengendalian Dengan cara umpan di Bangkalan. Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan Macrotermes sp. Heterorhabditis Pengumpanan (10 hari 65,03 a Penyemprotan (4 hari 42,21 b Penyemprotan (10 hari 41,94 b Penyemprotan (20 hari 41,49 b Penyemprotan (30 hari b Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 Hasil analisis untuk pengamatan di Kabupaten Sampang menunjukkan bahwa perlakuan dengan metode umpan pada awal pengamatan menunjukkan tingkat mortalitas yang cukup tinggi dimana porsentase kematian mencapai 61,97% (Tabel 2). Tabel 2. Rata-rata persentase rayap tanah Macrotermes sp. pada berbagai teknik pengendalian Dengan cara umpan di Sampang. Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan Macrotermes sp. Heterorhabditis Pengumpanan (10 hari Penyemprotan (4 hari Penyemprotan (10 hari 61,97 a b 33,61 b Penyemprotan (20 hari 35,93 b Penyemprotan (30 hari 32,92 b Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pegumpanan terhadap rayap tanah dengan perlakuan Heterorhabditis menunjukkan bahawa tingkat mortalitas yang dilakukan di Kabupaten Pamekasan menunjukkan bahwa pada 10 hari setelah aplikasi menunjukkan bahwa rata-rata 69,76 (Tabel 3). Kalau dilihat dari semua table diatas untuk aplikasi dengan metode umpan mortalitas tertinggi diperoleh di kabupaten pamekasan dengan nilai 69,76% dan terendah pada kabupaten sampang 51,97 persen. Pada hari 4 mortalitas rayap tanah masih rendah karena nematoda entomopatogen baru diaplikasikan sehingga nematoda entomopatogen dalam masa adaptasi lingkungan dan masa pencarian inang. Pada hari ke 10 mortalitas rayap tanah mulai meningkat karena nematoda sudah banyak yang masuk ke dalam sarang rayap tanah (menemukan inang) dan sudah menyerang rayap tanah. Pada hari ke 20 mortalitas rayap tanah masih tinggi karena di dalam sarang, rayap tanah yang sudah terinfeksi nematoda menularkan nematoda ke rayap tanah yang 16
5 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN lainnya. Ini sangat menguntungkan pengendalian karena penyebaran nematoda akan semakin luas dan jumlah rayap terinfeksi akan semakin banyak. Heterorhabditis mampu bertahan dalam tanah sampai hari ke 30 karena infektif juvenil mengandung cadangan energi karbohidrat, sehingga meskipun berada di luar inang (tidak makan) infektif juvenil bisa hidup dalam beberapa periode yang lama asalkan kondisi lingkungan baik (kelembaban dan temperatur baik, oksigen cukup tersedia) (Woodring dan Kaya, 1988). Mortalitas yang disebabkan oleh nematoda entomopatogen disebabkan bakteri simbion yang berada dalam tubuh nematoda. Penelitian ini menggunakan nematoda jenis Heterorhabditis dengan bakteri simbion photorhabdus. Dimana bakteri simbion ini memproduksi ekstraselluler protease yang berperan penting dalam menimbulkan kematian serangga (Kaya dan Koppenhofer, 1996) dan disamping memproduksi ekstraselluler protease, bakteri juga mampu mengeluarkan senyawa yang bersifat toksin yang dapat membunuh inang (Sulistyanto, 1998). Nematoda entomopatogen mampu membunuh serangga inang karena mengeluarkan bakteri simbion dalam tubuh inangnya. Proses ini diawali dengan masuknya nematoda kedalam tubuh inang. Setelah masuk kedalam tubuh inang nematoda mengeluarkan bakteri simbionnya. Masuknya nematoda kedalam tubuh inang melalui makanan berupa umpan atau melalui penetrasi langsung melalui kutikula. Pada teknik pengendalian pengumpanan (baiting), nematoda lebih memungkinkan masuk melalui makanan yang berupa umpan yaitu kayu randu yang dimasukkan ke dalam paralon yang sebelah sisinya dilubangi terlebih dahulu (Pearce, 1997). Metode semacam ini juga pernah dilakukan oleh Myles (1994) untuk melakukan pengumpanan terhadap rayap Reticulitermes di Kanada. Rata-rata persentase mortalitas rayap tanah pada teknik pengumpanan lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknik penyemprotan. Teknik pengumpanan dilakukan dengan cara memberi umpan di dekat sarang rayap yang sebelumnya telah diinokulasi dengan nematoda Heterorhabditis Teknik pengumpanan ini cenderung akan mengakibatkan kontak yang tinggi antara rayap dengan nematoda. Rayap memiliki kemampuan untuk menerima dan menafsirkan setiap rangsangan bau yang esensial bagi kehidupan, sehingga menyebabkan rayap menemukan umpan yang ditanam dekat sarang (Nandika et al., 1999). Keadaan ini juga mendukung sifat Heterorhabditis, mempunyai sifat hunters (Gaugler, 1993). Hal ini yang mendukung rata-rata persentase mortalitas rayap tanah pada teknik pengumpanan lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknik penyemprotan, karena umpan yang diberikan didalam paralon cepat diketahui keberadaanya sehingga rayap 17
6 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) mendekati umpan dan memakannya. Dengan demikian rayap dalam hal ini sebagai inang dari nematoda mendekat, sesuai dengan sifat Heterorhabditis maka inang yang mendekat langsung diserang. Gaugler et al., (1993). Jadi penetrasi nematoda juga bergantung pada keaktifan gerak serangga sasaran, sedangkan rayap merupakan serangga sasaran yang mempunyai keaktifan gerak yang sangat tinggi dan nematoda tipe ambusher seperti Heterorhabditis sangat bagus untuk diadaptasikan terhadap inang yang mobilitasnya tinggi (Gaugler, 1993). Selain itu Heterorhabditis untuk dapat kontak dengan inang melakukan niktasi yaitu suatu mekanisme kunci untuk kontak dengan inang dengan cara mengangkat seluruh bagian tubuh kecuali bagian posterior diatas substrat dan membentuk postur yang tegak, yang memungkinkan ambusher menyerang inang (Ishibasi dan Kondo, 1990 dalam Lewis et al., 1992). Substrat yang digunakan dalam teknik pengendalian dengan pengumpanan (baiting) ini adalah kertas tissue yang menguntungkan nematoda. Dimana substrat (kertas tissue) ini dililitkan pada umpan (kayu randu) sebelum dimasukkan kedalam paralon. Lingkungan substrat kertas saring diketahui menguntungkan nematoda (Heterorhabditis) yang menggunakan strategi hunters untuk menemukan inang, dibandingkan spesies yang lebih aktif (seperti S. glaseri) yang lebih infektif pada pasir dan tanah (Caroli et al., 1996). Selain dari perilaku nematoda yang menentukan tinggi rendahnya mortalitas rayap, perilaku dari rayap itu sendiri juga menentukan tinggi rendahnya mortalitas. Perilaku rayap yang menyebabkan persentase mortalitas tinggi yaitu rayap-rayap pekerja yang menemukan sumber makanan baru akan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail laying pheromone) yang dapat diikuti oleh rayap pekerja yang lainnya, sehingga kemungkinan terjadi kontak antara nematoda dengan rayap akan lebih banyak (Nandika et al, 1999). Selain itu juga rayap mempunyai kebiasaan bersinggungan saat berpapasan dan memakan rayap yang tidak aktif (baik karena usia atau sakit)(tambunan dan Nandika, 1989). Perilaku ini sangat mendukung dalam hal menularkan nematoda dari rayap yang terinfeksi ke rayap yang sehat. Hal ini akan mengakibatkan rata-rata persentase mortalitas rayap tanah tinggi. Perilaku nematoda dan perilaku rayap dapat menyebabkan tingkat mortalitas tinggi, yang mana ketinggian mortalitas merupakan indikasi dari keberhasilan dari suatu teknik pengendalian. Keberhasilan dari teknik pengendalian pengumpanan (baiting) juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis umpan dan daya tarik umpan yang digunakan dapat mempengaruhi keberhasilan dari suatu teknik pengendalian. Pada penelitian ini jenis umpan yang digunakan adalah kayu randu, karena rayap menyukai bahan-bahan yang mengandung sellulosa tinggi dimana sellulosa 18
7 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN merupakan makanan utama rayap (Nairot, 1970). Dan cara bagaimana umpan ditempatkan di lapangan juga salah satu syarat keberhasilan teknik pengendalian. Pada penelitian ini umpan diletakkan didekat sarang rayap (Nandika et al., 1999). Teknik pengendalian dengan cara pengumpanan (baiting) dapat menyebabkan tingkat mortalitas rayap Macrotermes sp. tinggi, tetapi dari keberhasilan tersebut, ada hambatan yang dapat mempengaruhi tingkat mortalitas rayap tanah. Hambatan yang menyebabkan teknik pengendalian pengumpanan (baiting) ini tidak berhasil, yaitu keadaan dalam paralon (tempat umpan) kelembaban harus terjaga. Jika kelembaban terlalu tinggi (melebihi kelembaban optimum ) maka rayap tidak akan mendekati umpan, jika rayap tidak mendekati umpan maka kontak antara rayap dengan nematoda tidak akan terjadi yang nantinya berpengaruh pada tinggi rendahnya mortalitas rayap. Karakteristik habitat abiotik yang disukai oleh rayap tanah diantaranya adalah kisaran suhu optimum yang baik bagi kehidupan rayap yaitu berkisar antara 21,11 o C-26,60 o C dan kelembaban optimal berkisar antara 95-98%(Nandika et al., 1999). Disamping dapat memberikan tingkat mortalitas yang tinggi terhadap pengendalian rayap tanah, teknik pengendalian pengumpanan (baiting) mempunyai beberapa keuntungan antara lain; (1) ramah lingkungan karena bahan yang digunakan untuk mengendalikan rayap merupakan musuh alami, (2) memiliki sasaran yang spesifik (rayap), (3) mudah dalam penggunaannya, dan (4) mampu mengeliminasi koloni secara total (Frenc, 1994). Teknik Penyemprotan (Spraying) Rata-rata persentase mortalitas rayap tanah Macrotermes sp. pada teknik penyemprotan (spraying) lebih rendah jika dibandingkan dengan teknik pengumpanan (baiting). Pada teknik penyemprotan (spraying) rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. yang diperoleh berkisar antara 42,21% pengamatan 4 hari setelah aplikasi, 41,96% pada pengamatan 10 hari, 41,49 pada pengamatan 20 hari setelah aplikasi begitu pula pada aplikasi 30 hari 37,99% untuk kabupaten Bangkalan. (tabel 1). Pada Tabel 2. menunjukkan teknik aplikasi dengan penyemprotan di Kabupaten Sampang terlihat bahwa lebih rendah bila dibandingkan dengan metode umpan dimana mortalitas pada rayap tanah sebanyak 35,12% pengamatan 4 hari, 33.61% pengamatan 10 hari,35,93% pengamatan 20 hari dan 32,92% pengamatan 30 hari setelah aplikasi serta tidak berbeda nyata pada semua antar pengamatan. Perlakuan dengan metode semprot untuk di Kabupaten Pamekasan dari hasil analisis tingkat mortalitas rayap tanah lebih rendah apabila dibandingkan dengan metode umpan, seperti terlihat pada Tabel 3. Dimana nilai metode umpan 69,97% pada pengamatan 19
8 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) 10 hari setelah aplikasi, sedangkan metode semprot pada 4 hari pengamatan tingkat mortalitas sebanyak 50,76%, 10 hari pengamatan 50,60%, 20 hari pengamata 48,87% dan 30 hari pengamatan. Dari hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan semprot antar pengamatan tidak menunjukkan beda yang nyata, dilihat perbedaan antara kedua metode menunjukkan bahwa metode umpan lebih efektif dan berbeda nyata dengan metode semprot untuk Kabupaten Sumenep seperti yang terlihat pada Tabel 4. Dimana hasil pengamatan terhadap mortalitas rayap tanah memberikan nilai untuk metode umpan sebanyak 60,03% pengamatan 10 hari sedangkan metode semprot pengamatan 4 hari tingkat mortalitas rayap tanah 38,23%, pengamatan 10 hari 36,94%, pengamatan 20 hari 40,49% dan pengamatan 30 hari 38,69% serta tidak menunjukkan beda yang nyata antar pengamatan pada metode semprot. Analisis keragaman menunjukkan bahwa teknik pengendalian pengumpanan (baiting) berbeda sangat nyata dengan teknik pengendalian penyemprotan (spraying). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa teknik pengumpanan (baiting) dan teknik penyemprotan (spraying) berbeda nyata, sedangkan teknik penyemprotan (spraying) pengamatan 10 hari menunjukkan berbeda tidak nyata dengan teknik penyemprotan (spraying) pengamatan 20 hari dan 30 hari setelah aplikasi pada semua lokasi perlakuan (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep). Mortalitas yang diakibatkan oleh teknik penyemprotan lebih rendah jika dibandingkan dengan teknik pengumpanan. Hal ini disebabkan pada teknik penyemprotan dilakukan penyemprotan secara langsung ke sarang rayap yang berupa gundukan tanah, sedangkan keberhasilan nematoda entomopatogen sebagai agensia hayati serangga hama yang hidup didalam tanah sangat bergantung pada kemampuan nematoda untuk menyebar, mempertahankan diri, dan menemukan inangnya didalam tanah. Kemampuan tersebut sangat tergantung sekali pada tipe tanah, kelembaban, suhu dan akar tanaman (Kaya dan Gaugler, 1993). Hal ini mengakibatkan nematoda entomopatogen yang disemprotkan harus melalui pori-pori tanah yang menjadi sarang rayap, dimana sarang rayap tersebut bertekstur lempung dan keadaannya keras sekali. Keadaan yang seperti ini menyebabkan kontak yang akan terjadi antara nematoda dengan rayap relatif sedikit. Hal ini juga didukung dengan sifat Heterorhabditis yang hunters (Gaugler, 1993). Di samping itu penyebaran nematoda dalam tanah liat sangat terbatas, karena tanah liat mempunyai sedikit pori-pori tanah sehingga menyebabkan terhambatnya pergerakan nematoda didalam tanah. Pernyataan ini sesuai dengan Poinar (1990) yang menyatakan persentase juvenil yang mampu menginfeksi larva Galleria mellonella akan semakin 20
9 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN menurun seiring dengan meningkatnya kandungan liat dan debu dalam tanah. Faktor-faktor lingkungan untuk teknik penyemprotan (spraying) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pengendalian rayap tanah, misalnya adanya hujan dan suhu. Nematoda entomopatogen memerlukan air untuk pergerakan dan aktivitasnya, tetapi jika air tersebut didapatkan dalam jumlah yang besar maka nematoda tidak akan melewati pori-pori tanah melainkan akan terbawa air ke lain tempat dan hal ini yang akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya mortalitas rayap tanah. Selain penyebaran nematoda yang sulit pada tanah liat yang memiliki pori-pori sedikit, kondisi sangatlah kering yang berpengaruh pada ketahanan nematoda. Suhu lingkungan yang kurang menguntungkan akan menggagalkan proses penetrasi nematoda kedalam tubuh serangga, dan akan menyebabkan nematoda mengalami kematian (Griffin et al., 1996). Keadaan ini diantisipasi dengan melakukan penyemprotan pada sore hari, hal ini dimaksudkan agar nematoda yang diaplikasikan tidak terkena sinar Ultra Violet (UV) sebab nematoda entomopatogen merupakan agensia pengendali hayati yang rentan terhadap sinar UV. Berdasarkan hasil pengamatan disamping tekstur tanah sarang rayap yang bertekstur lempung dan sangat keras letak koloni rayap pada sarang juga sangat menentukan tinggi rendahnya mortalitas rayap. Letak koloni terdapat pada kedalaman cm bahkan sampai mencapai kedalaman hingga beberapa meter dibawah permukaan tanah dengan ukuran liang-liang kembara selebar 66 mm (Nandika et al., 1999).Kedalamam tersebut bisa mencapai 5-6 meter ( Pearce, 1997). Perbedaan letak koloni tersebut berfungsi untuk melindungi diri dari perubahan cuaca yang kurang menguntungkan (Pearce, 1997; Kemble, 2000).Dengan perbedaan letak tersebut maka penyebaran nematoda entomopatogen dalam sarang juga berbeda. Dengan letak koloni yang beberapa centimeter dan dengan kondisi sarang rayap yang bertekstur liat, nematoda masih mampu menyebar dengan baik, tetapi jika letak koloni mencapai beberapa meter dan dengan kondisi yang tidak menguntungkan (tanah liat dan kering) maka kemampuan nematoda untuk menyebar dan bertahan kecil sekali. Pengaruh Konsentrasi terhadap Mortalitas Macrotermes sp. Uji Duncan menunjukkan konsentrasi 1,5 juta IJ/ koloni dan 1 juta/ koloni berbeda tidak nyata. Mortalitas rayap meningkat seiring dengan penambahan kosentrasi nematoda entomopatogen. Pada konsentrasi 1,5 juta IJ/ koloni sudah dapat menyebabkan kematian rayap sampai dengan 62,60 % Tabel 5. Dalam suatu teknik pengendalian cukup menggunakan konsentrasi 1 juta IJ/ koloni, karena konsentrasi 1 juta IJ/ koloni sudah dapat mengakibatkan mortalitas rayap sampai 61,12 %. Dengan demikian menggunakan 21
10 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) konsentrasi 1 juta IJ/ koloni sudah menghemat 0,5 juta IJ/ koloni. Karena prinsip pertama dalam pengendalian serangan rayap adalah menentukan apakah teknik pengendalian yang akan digunakan baik secara teknik maupun ekonomis layak dilakukan (Nandika et al., 1999). Tabel 5. Rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. pada berbagai konsentrasi nematoda Heterorhabditis di Bangkalan Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan (IJ/Koloni) Macrotermes sp. Heterorhabditis 0,5 Juta 53,09 b 1 Juta 61,12 a 1,5 Juta 62,60 a Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 1,5 juta IJ/koloni dengan mortalitas 63,60% di Kabupaten Sampang tidak menunjukkan beda yang nyata dengan perlakuan dosis 1 juta IJ/koloni dengan mortalitas 63,12%, namun menunjukkan beda yabg nyata dengan perlakuan dosis 0,5 juta IJ/koloni dengan mortalitas 51,03% Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. pada berbagai konsentrasi nematoda Heterorhabditis di Sampang Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan (IJ/Koloni) Macrotermes sp. Heterorhabditis 0,5 Juta 51,03 b 1 Juta 63,12 a 1,5 Juta 63,60 a Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 Dari hasi uji konsentrasi di kabupaten Pamekasan juga menunjukkan perlukan dengan dosis 1 IJ/koloni memberikan nilai mortalitas tertinggi 66,12% dengan dosis yang lain namun tidak menunjukkan beda yang nyata dengan dosis 1,5 juta IJ/koloni (65,94%) dan menunjukkan angka yang berbeda nyata dengan dosis 0,5 juta IJ/koloni Tabel 7. Kalau dilihat dari tabel 5 Kabupaten Bangkalan, Tabel 6 Kabupaten Sampang dan Tabel 8 semua perlakuan dengan dosis yang sama untuk Kabupaten Pamekasan Memberikan nilai tertinggi untuk mortalitas rayap tanah, di ikuti oleh Kabupaten Sampang, Kabupaten Bangkalan terakhir Kabupaten Sumenep. Tabel 7. Rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. pada berbagai konsentrasi nematoda Heterorhabditis di Pamekasan Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan (IJ/Koloni) Macrotermes sp. Heterorhabditis 0,5 Juta 53,11 b 1 Juta 66,12 a 1,5 Juta 65,94 a Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 Tingkat mortaliatas pada rayap tanah di Kabupaten Sumenep menunjukkan bahwa 22
11 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN perlakuan dosis semakin tinggi yang diaplikasikan menunjukkan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Seperti pada Tabel 8 terlihat berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan dosis 1,5 juta IJ/koloni memberikan tingkat mortalitas tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan dosis 1 juta IJ/Koloni dan berbeda nyata dengan dosis 0,5 juta IJ/koloni. Tabel 8. Rata-rata persentase mortalitas rayap Macrotermes sp. pada berbagai konsentrasi nematoda Heterorhabditis di Sumenep Rata-rata persentase mortalitas rayap Perlakuan (IJ/Koloni) Macrotermes sp. Heterorhabditis 0,5 Juta 50,07 b 1 Juta 61,98 a 1,5 Juta 62,12 a Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata pada taraf 0,05 Konsentrasi nematoda entomopatogen yang dipakai sangat berpengaruh pada tingkat mortalitas rayap Macrotermes sp. Pada konsentrasi 1 juta IJ/koloni mengakibatkan mortalitas sebesar 61,12%, dengan nilai mortalitas yang melebihi 50% tersebut maka konsentrasi yang dapat digunakan adalah 1 juta IJ/koloni. Dengan demikian konsentrasi nematoda dalam suatu aplikasi harus diperhatikan sebab menurut Kaya dan Koppenhofer (1996), pada jenis nematoda tertentu, konsentrasi nematoda yang melebihi batas optimalnya akan menciptakan suatu kompetisi dalam hal ruang dan makanan antar nematoda itu sendiri. Perilaku Heterorhabditis yang mempengaruhi tingkat mortalitas rayap tanah adalah sifatnya yang ambusher (menunggu inang sampai mendekat dan kemudian menyerangnya), sehingga menyebabkan mortalitas rayap tanah yang rendah (Gaugler, 1999; dan Berry, 2000). Namun kondisi ini bisa diatasi karena mobilitas rayap tanah yang tinggi, sehingga Heterorhabditis lebih efektif menyerang rayap tanah (Gaugler, 1993). Perilaku rayap tanah yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah adanya feromon penanda jejak (trail laying pheromone) yang dikeluarkan oleh rayap kasta pekerja dan akan diikuti oleh rayap yang ada di belakangnya, sehingga kemungkinan kontak antara Heterorhabditis dengan rayap tanah semakin besar (Nandika et al., 1999). Feromon penanda jejak ini dikeluarkan dari kelenjar sternum (sternal glanddi bagian bawah, belakang abdomen). (Tarumingkeng, 2001). Perilaku lain yang menyebabkan peningkatan mortalitas rayap tanah adalah kebiasaan bersinggungan pada rayap tanah saat berpapasan / trofalaksis (perilaku berkerumun diantara anggota-anggota koloni dan saling menjilat anus dan mulut). Trofalaksis ini bertujuan untuk menularkan protozoa dan menyebarkan feromon dasar pada koloni rayap tanah (Tarumingkeng, 2001; Tambunan dan Nandika, 1989). Dengan perilaku ini secara tidak langsung akan memudahkan penyebaran 23
12 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) Heterorhabditis yang melakukan penetrasi mmelalui lubang-lubang alami seperti mulut, anus, dan spirakel atau penetrasi langsung melalui integumen (Sulistyanto dan Ehlers, 1996). Perilaku lain yang mempengaruhi mortalitas rayap tanah adalah sifat kanibalisme pada kasta pekerja, yaitu membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak reproduktif (karena sudah tua, sakit, atau malas) baik pada kasta reproduktif, kasta prajurit, maupun pada kasta pekerja sendiri (Tambunan dan Nandika, 1989). Kanibalisme ini berfungsi untuk mempertahankanprinsip efisiensi dan konservasi energi serta berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap tanah (Tarumingkeng, 2001). Selain perilaku rayap dan perilaku nematoda, terdapat satu hal yang juga mempengaruhi mortalitas rayap tanah, yaitu suhu optimum. Suhu dalam tanah merupakan faktor pembatas nematoda entomopatogen (Klein, 1990). Secara umum nematoda entomopatogen meningkat aktifitasnya hingga 80% pada suhu C dan menurun hingga 40% pada suhu C (Pioner, 1984). Beberapa jenis Heterorhabditis membutuhkan suhu optimum untuk melakukan reproduksi. Suhu optimum untuk S. carpocapsae adalah C (Grewal et al., 1994). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Teknik pengendalian yang paling efektif mengendalikan rayap tanah Macrotermes sp. adalah teknik pengumpanan (baiting) serta menunjukkan beda yang nyata. 2. Teknik pengumpanan (baiting) dapat menyebabkan mortalitas rayap Macrotermes sp. Sampai 65,03% di Kabupaten Bangkalan, 61,97% di Kabupaten Sampang, 69,76% di Kabupaten Pamekasan dan 60,03% di Kabupaten Sumenep. 3. Teknik smprot (spraying) dapat menyebabkan mortalitas rayap Macrotermes sp. Sampai 42,21% pada pengamatan 4 hari di Kabupaten Bangkalan, 35,93% pada pengamatan 20 hari di Sampang, 50,60% pengamatan 10 hari di Pamekasan dan 40,49% pengamatan 20 hari di Kabupaten Sumenep. 4. Pengaruh konsentrasi terhadap mortalitas rayap tanah menunjukkan bahwa 1 Juta Ij/koloni 61.12% tidak berbeda nyata dengan 1,5 juta IJ/Koloni 62,60% dan berbeda dengan 0,5 juta IJ/koloni di Kabupaten Bangkalan. Begitu pula di Kabupaten Sampang 1 juta IJ/koloni 63,12%, 1,5 juta IJ/koloni 63,60%. Kabupaten 24
13 EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN Saran Pamekasan 1 Juta IJ/koloni 66,12%, 1,5 juta IJ/koloni 65,94% dan Di Kabupaten Sumenep 1 juta IJ/koloni 61,98%, 1,5 juta IJ/koloni 62,12%. 5. Keberhasilan teknik pengumpanan (baiting) bergantung pada : a. tingkah laku dan aktivitas jelajah rayap b. jenis dan daya tarik umpan yang digunakan c. penempatan umpan dilapang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa untuk pengendalian rayap tanah Macrotermes sp. dilapang lebih efektif dilakukan dengan teknik aplikasi pengumpanan (baiting) dengan dosis 1 juta IJ/koloni. Pelaksanan aplikasi sebaiknya dilakukan pada sore hari. DAFTAR PUSTAKA Anonymous Termite control. Web Site Dallas (Pest and Termite Control Company). USA. Boemare, N.E. Lanmond, and H. Mauleon The Entomopathogenic Nematodes Complex, Biology, Life Cycle, and Vertebrate Safety. Biocontrol Sci. Technol. 6 : Caroli, L., I. Glazer, and R. Gaugler Enthomapatogenic Nematode Infectivity Assay: Comparison of Penetration Rate into Different Hosts. Biocontrol Science and Tekhnology. 6: French, J.R.J Physical Barier and Bait Toxicant; The Romeo and Juliet of Future Termite Control. Paper Prepared for The 25 th Annual Meeting. International Researce Group on Wood Preservation Gaugler, R Ecological Genetic of Enthomopatogenic Nematodes. Nematodes and The Biological Control of Insect Pest (R. Bedding. R. Akhurts and H. Kaya. Eds.). CSIRO. Australia Griffin, C.T Effect of Prior Storage Condition on The Infectifitie of Heterorhabditis sp. (Rhabdithida:Heterorhabditidae). Fundamental and Aplied Nematology.19: Kaya dan Stock Techniques in Insect Nematology. Departement of Nematology, University of California USA and College of Natural Sciences and Museum, National University of La Plata Argentina. Kaya, H.K. dan Gaugler, R., Enthomopathogenic nematodes in Biological control. CRC Press. Boca Rabon Florida. Nairot, C The Nest of Termites. In Khrisna, K. And F.M. Weesner (Eds). Biologi if Termites. Nandika, D. dan Y. Rismayadi Ancaman Serangan Rayap Tanah Pada Tanaman Perkebunan. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor. Pearce, M.J., Termites Biology and Pest Management. CAB International. New York. 25
14 Efektivitas Teknik Aplikasi (Sucipto) Poinar, G.O.Jr., Nematodes for Biological Control of Insect. CRC. Boca Raton. Florida. Rakhmawati, D., Prakiraan Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap pada Bangunan Perumahan di Indonesia. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sulistyanto, D. And R.U. Ehlers Eficacy of The Enthomopatogenic Nematodes Heterorhabditis megidis and H. Bacteriophora for The Control of Grubs (P. Horticola and A. Contaminatus) in Golf Course Turf. Biocontrol Science and Tekhnology 6: Tambunan, B. Dan D. Nandika., Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Taruminkeng, R.C., Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) No Bogor. Taruminkeng, R.C., Biologi dan Prilaku Rayap. Pest Control Indonesia. Bulletin IPPHMI edisi 3: Woodring, J.L. and H.K. Kaya., Steinernematid and Heterorhabditid Nematodes : A Hand Book of Biology and Techniques. Southern Cooperative Series Bulletin 331. Arkansas Agric. Experiment Station. Arkansas. 26
EVEKTIFITAS TEKNIK APLIKASI AGENS HAYATI Heterorhabditis, (All Strain) ISOLAT LOKAL MADURA TERHADAP PENGENDALIAN RAYAP TANAH Macrotermes sp.
EVEKTIFITAS TEKNIK APLIKASI AGENS HAYATI Heterorhabditis, (All Strain) ISOLAT LOKAL MADURA TERHADAP PENGENDALIAN RAYAP TANAH Macrotermes sp. DI LAPANG Djunaedy, A. Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fak.
Lebih terperinciPERSISTENSI NEMATODA ENTOMOPATOGEN
EMBRYO VOL. 5 NO. 2 DESEMBER 2008 ISSN 0216-0188 PERSISTENSI NEMATODA ENTOMOPATOGEN Heterorhabditis (All Strain) ISOLAT LOKAL MADURA TERHADAP PENGENDALIAN RAYAP TANAH Macrotermes sp. (Isoptera : Termitidae)
Lebih terperinciDiselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur
APLIKASI TEKNOLOGI PRODUKSI MASSAL NEMATODA ENTOMOPATOGEN SEBAGAI BIOPESTISIDA HAMA WERENG PADA KELOMPOK TANI PADI DI KECAMATAN REMBANG, KABUPATEN PASURUAN Sri Rahayuningtias dan Nugrohorini Progdi Agroteknologi
Lebih terperinciSTUDI KARAKTER EKOLOGI NEMATODA ENTOMOPATOGEN HETERORHABDITIS ISOLAT LOKAL MADURA
EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN 0216-0188 STUDI KARAKTER EKOLOGI NEMATODA ENTOMOPATOGEN HETERORHABDITIS ISOLAT LOKAL MADURA Achmad Djunaedy. Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian Unijoyo Abstract
Lebih terperinciEKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR. Oleh : Nugrohorini 1)
132 Jurnal Pertanian MAPETA, ISSN : 1411-2817, Vol. XII. No. 2. April 2010 : 72-144 EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR Oleh : Nugrohorini 1) ABSTRACT Entomopatogenic
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia
TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama
Lebih terperinciNugrohorini dan Wiwin Windriyanti Progdi Agroteknologi FP UPN Veteran Jawa Timur ABSTRACT I. PENDAHULUAN
FORMULASI BIOPESTISIDA NEMATODA ENTOMOPATOGEN ISOLAT LOKAL SERTA TOKSISITASNYA PADA HAMA TANAMAN KEDELAI (Spodoptera sp.) BIOPESTICIDE FORMULATION OF ENTHOMOPATHOGENIC NEMATODES LOCAL ISOLATE WITH IT S
Lebih terperinciTANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in
TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in Perbanyakan Nematoda Entomopatogen Perbanyakan nematoda entomopatogen dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen
3 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Entomopatogen 1. Taksonomi dan Karakter Morfologi Nematoda entomopatogen tergolong dalam famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae termasuk dalam kelas Secernenta, super
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS-
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Patogenisitas Nematoda Entomopatogen dengan Berbagai Konsentrasi Terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura Mortalitas merupakan indikator patogenisitas nematoda entomopatogen
Lebih terperinciPEMANFAATAN ZEOLIT SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF NEMATODA STEINERNEMA SPP. BERBENTUK GRANULER
JURNAL ZEOLIT INDONESIA Vol 7 No. 2. November 2008 ISSN : 1411-6723 Journal of Indonesia Zeolites PEMANFAATAN ZEOLIT SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF NEMATODA STEINERNEMA SPP. BERBENTUK
Lebih terperinciRayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian
Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian Moh. Wahyu Taufiq/10612028 ( Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati) Salah satu serangga yang dapat menjadi hama dan mengganggu serta sangat merugikan bagi
Lebih terperinciPotensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros. Weiser (1991) mengemukakan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae
Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros Oleh: Erna Zahro in dan Presti Mardiyani P. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman perkebunan (BBPPTP) Surabaya Heterorhabditis sp.
Lebih terperinciMuhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
RAYAP MACROTERMES GILVUS (HAGEN) (ISOPTERA: TERMITIDAE) SEBAGAI HAMA PENTING PADA TANAMAN JARAK PAGAR (J. CURCAS) DI KEBUN INDUK JARAK PAGAR (KIJP) PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT (The Macrotermes gilvus Hagen
Lebih terperinciGambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,
Lebih terperinciEfektivitas Steinernema sp. dalam Pengendalian Hama Serangga Tanah pada Berbagai Tekstur Tanah
ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Efektivitas Steinernema sp. dalam Pengendalian Hama Serangga Tanah pada Berbagai Tekstur Tanah Merina Safitri, Evie Ratnasari, Reni Ambarwati
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat
7 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom : Animalia; Filum: Arthropoda;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,
Lebih terperinciAGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN
AGROVIGOR VOLUME 2 NO. 1 MARET 2009 ISSN 1979 5777 47 NEMATODA ENTOMOPATOGEN HETERORHABDITIS ISOLAT LOKAL MADURA SEBAGAI PENGENDALIAN HAYATI HAMA PENTING TANAMAN HORTIKULTURA YANG RAMAH PADA LINGKUNGAN
Lebih terperinciBIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA
BIOLOGI DAN PENGENDALIAN RAYAP HAMA BANGUNAN DI INDONESIA 5 Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo yaitu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar
Lebih terperinciUji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan
Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan The Study of Chitosan Suspension to Control Termites (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Lebih terperinciJurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : Helmi *), Didik Sulistyanto, Purwatiningsih ABSTRACT
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 55 62 55 Aplikasi Agen Pengendali Hayati terhadap Populasi Hama (Plutella xylostella Linn. dan C. pavonana Zell.) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Kubis di Desa
Lebih terperinciTANTY ERNINGTYAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R
Efikasi Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis sp. dan Steinernema sp. Isolat Bogor Sebagai Bioinsektisida Terhadap Rayap Tanah Coptothermes curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae) TANTY ERNINGTYAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah
TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah milik pemerintah dan 404 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SD di Kota Medan disajikan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama adalah organisme yang menginfeksi tanaman dan merusaknya sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran. Infeksi hama dan penyakit
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PKM-P BIDANG KEGIATAN: PKM-P. Oleh:
LAPORAN AKHIR PKM-P EKSPLORASI DAN UJI POTENSI NEMATODA ENTOMOPATOGEN SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAMA RAYAP (Cryptotermes spp.) YANG PRAKTIS, EFEKTIF DAN RAMAH LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN: PKM-P Oleh: Muhammad
Lebih terperinciAPAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF?
APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF? Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Kesadaran masyarakat akan dampak penggunaan pestisida sintetik
Lebih terperinciUji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium
Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium Power On Termite Soil Test (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera:
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan
Lebih terperinciBAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA
BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, berasal dari bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan pemberian insektisida golongan IGR dengan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian experimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan pemberian insektisida golongan IGR dengan jenis
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Bahan Aktif IGR terhadap Viabilitas Steinernema spp.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Bahan Aktif IGR terhadap Viabilitas Steinernema spp. Salah satu keunggulan dari nematoda entomopatogen adalah dapat diaplikasikan bersama dengan beberapa
Lebih terperinciKeterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk
m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN..i. DAFTAR ISI...iii. DAFTAR TABEL...iv. DAFTAR GAMBAR.v. DAFTAR LAMPIRAN.vi. ABSTRAK.vii. RINGKASAN...
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN..i DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR.v DAFTAR LAMPIRAN.vi ABSTRAK.vii RINGKASAN...viii BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...1 I.2. Permasalahan..2 I.3.
Lebih terperinciEfikasi Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis sp. Isolat Lokal terhadap Diamond Back Moth Plutella xylostella ABSTRACT
Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 Efikasi Nematoda Entomopatogen Heterorhabditis sp. Isolat Lokal terhadap Diamond Back Moth Plutella xylostella Bambang Tri Rahardjo 1, Hagus Tarno
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Gambar 1 : Siklus hidup rayap Sumber :
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Menurut Nandika et al. (2003) sistematika dari rayap (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus
Lebih terperinciPENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI UMPAN HEXAFLUMURON 0.5% TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae)
PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI UMPAN HEXAFLUMURON 0.5% TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae) NOVIANTI SRI WAHYUNI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
Lebih terperinciAnang Kadarsah ABSTRACT
BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 17-22 http://bioscientiae.tripod.com STUDI KERAGAMAN RAYAP TANAH DENGAN TEKNIK PENGUMPANAN PADA TUMPUKAN JERAMI PADI DAN AMPAS TEBU DI PERUSAHAAN JAMUR
Lebih terperinciPATOGENISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. DAN Heterorhabditis spp. TERHADAP HAMA BAWANG MERAH Spodoptera exigua Hubner.
J. Agroland 19 (3) : 176 182, Desember 2013 ISSN : 0854 641X PATOGENISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. DAN Heterorhabditis spp. TERHADAP HAMA BAWANG MERAH Spodoptera exigua Hubner. Pathogenicity
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang
TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Dasar Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun kelengkapan fasilitas di dalamnya. Saat ini terdapat hampir lebih
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Sumberjaya. Kumbang penggerek buah kopi (H. hampei) diambil dan dikumpulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten
1 I. PENDAHULUAN Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat serangan rayap pada kayu bangunan rumah penduduk mencapai 12,5% dari total biaya pembangunan perumahan tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011
Lebih terperinciRayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan Metode Penanggulangannya
Rayap Sebagai Serangga Perusak Kayu Dan Metode Penanggulangannya Apri Heri Iswanto Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih
Lebih terperinciPENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.
PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala
Lebih terperinciPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
UJI EFEKTIFITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. SEBAGAI PENGENDALI PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : SELLY KHAIRUNNISA
Lebih terperinciUJI PATOGENITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN ISOLAT SEMARANG Steinernema sp PADA RAYAP TANAH Macrotermes sp
178 UJI PATOGENITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN ISOLAT SEMARANG Steinernema sp PADA RAYAP TANAH Macrotermes sp Priyantini Widiyaningrum*, Niken Subekti, dan Bambang Priyono Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lebih terperinciSEBARAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. PADA BEBERAPA KAWASAN PERTANIAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN SELATAN
SEBARAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. PADA BEBERAPA KAWASAN PERTANIAN LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN SELATAN Anang Kadarsah 1 dan Jumar 2 1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek
Lebih terperinciEFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET
EFEKTIVITAS TOKSISITAS KITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP (Coptotermes curvignathus HOLMGREN) PADA TANAMAN KARET THE EFFECTIVENESS OF CHITOSAN TOXICITY TO CONTROL THERMITES (Coptotermes curvignathus HOLMGREN)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun
Lebih terperinciPengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2009, Vol. 6, No. 2, 53-59 Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Lebih terperinciUJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI. Oleh :
UJI EFEKTIFITAS BEBERAPA ENTOMOPATOGEN PADA LARVA Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : RIDHA HASANAH SIHOMBING 090301048 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan
TINJAUAN PUSTAKA Bangunan Sekolah Menengah Pertama Kota Medan memiliki 350 sekolah menengah pertama dengan perincian 45 buah milik pemerintah dan 305 buah milik pihak swasta. Rincian sebaran SMP di setiap
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).
PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun
Lebih terperinciFORMULA UTILIZATION of ENTOMOPATHOGENIC NEMATODE Steinernema carpocapsae UNTUK MENGENDALIKAN HAMA ULAT DAUN Spodoptera litura on SOYBEAN PLANTS
FORMULA UTILIZATION of ENTOMOPATHOGENIC NEMATODE Steinernema carpocapsae UNTUK MENGENDALIKAN HAMA ULAT DAUN Spodoptera litura on SOYBEAN PLANTS PEMANFAATAN FORMULA NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema carpocapsaes
Lebih terperinci*Corresponding author : ABSTRACT
UJI EFEKTIFITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN SEBAGAI PENGENDALI PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaidae) DI LABORATORIUM Efficacy Test of Entomopathogenic Nematodes as a
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat pada gambar:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren Menurut Nandika dkk (2003) klasifikasi rayap subteran sebagai berikut : Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat
12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi
Lebih terperinciPATOGENISITAS ISOLAT LOKAL NEMATODA ENTOMOPATOGEN TERHADAP MORTALITAS LARVA Spodoptera litura
PATOGENISITAS ISOLAT LOKAL NEMATODA ENTOMOPATOGEN TERHADAP MORTALITAS LARVA Spodoptera litura Rohmatul Ummah (Nim 10620031) Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN maulana Malik Ibrahim Malang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi
Lebih terperinciPENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USE OF LUBRICANT OIL AND INSECTICIDE TO CONTROL TERMITE IN OIL PALM FARM Angga Pramana Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciPATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH :
PATOGENISITAS Beauveria bassiana PADA Spodoptera litura Fabricius. (Lepidoptera : Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT SKRIPSI OLEH : HENDRA SAMUEL SIBARANI 100301172 AGROEKOTEKNOLOGI/ HPT PROGRAM STUDI
Lebih terperinciIDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON
Bimafika, 2012, 3, 393-398 IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON Tekat Dwi Cahyono Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon Diterima 29-02-2012;
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciKelimpahan dan Pola Penyebaran Nematoda Entomopatogen sebagai Agensia Pengendali Serangga Hama pada Berbagai Lahan di Semarang
Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online, www.jlsuboptimal.unsri.ac.id) Vol. 3, No.1: 55-61, April 2014 Kelimpahan dan Pola Penyebaran Nematoda Entomopatogen sebagai Agensia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap
Lebih terperinciProgram Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:
Efektivitas Cendawan Isolat Lokal Metarhizium sp. terhadap Hama Plutella xylostella Linn. pada Tanaman Kubis di Kota Tomohon (The effects of Local Isolates of the Fungus Metarhizium sp. against Pests Plutella
Lebih terperinciEFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
EFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) PADA KAYU PULAI (Alstonia scholaris) THE EFFECTIVENESS
Lebih terperinciEKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN TANAMAN JAGUNG, KEDELAI DAN KUBIS DI MALANG SERTA VIRULENSINYA TERHADAP Spodoptera Litura Fabricius
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 1 EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN TANAMAN JAGUNG, KEDELAI DAN KUBIS DI MALANG SERTA VIRULENSINYA TERHADAP Spodoptera Litura Fabricius Liza Afifah, Bambang
Lebih terperinciBABHI BAHAN DAN METODE
BABHI BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kasa dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Selain memiliki kandungan protein yang tinggi, kedelai juga dapat diolah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 N ematoda Entomopatogen - ISBN
I. PENDAHULUAN Salah satu kebutuhan bahan pokok penduduk Indonesia adalah pangan. Salah satu kendala utama produksi pangan adalah serangan serangga hama. Disamping menurunkan produksi, serangan hama juga
Lebih terperinciBerburu Kwangwung Di Sarangnya
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Berburu Kwangwung Di Sarangnya Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Sudah puluhan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang
Lebih terperinciPENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
PENGGUNAAN OLI DAN INSEKTISIDA UNTUK MENGENDALIKAN RAYAP DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT USE OF LUBRICANT OIL AND INSECTICIDE TO CONTROL TERMITE IN OIL PALM FARM Angga Pramana Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciKEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BERBAGAI MEDIA PAKAN BUATAN
KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BERBAGAI MEDIA PAKAN BUATAN skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi Oleh Meinita Eka Haryani 4411410015 JURUSAN
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)
PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb) Havil) EFFECT OF PLANTING MEDIA ON RED JABON (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil) Yusran Ilyas ¹, J. A.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada rata-rata suhu laboratorium 28,25'^C dan kelembaban udara laboratorium 95,9% dengan hasil sebagai berikut: 4.1. Waktu Muncul Gejala Awal Terinfeksi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan
14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciISOLAT LOKAL TERHADAP PENGGEREK BUAH KOPI
POTENSI PEMANFAATAN Steinernema sp. ISOLAT LOKAL TERHADAP PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei (Coleoptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM DAN LAPANGAN T E S I S Oleh IDA ROMA TIO ULI SIAHAAN 117001012
Lebih terperinciPENGARUH KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN TERHADAP HAMA Plutella xylostella L. PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L. var. capitata L.
PENGARUH KEPADATAN POPULASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN TERHADAP HAMA Plutella xylostella L. PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L. var. capitata L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO. Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 ABSTRAK
EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 1 Alumni Fakultas Pertanian Universitas Nahdlatul Wathan Mataram 2
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap Mortalitas H. armigera Mortalitas larva H. armigera merupakan parameter pengukuran terhadap banyaknya jumlah
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat berpotensi dalam perdagangan buah tropik yang menempati urutan kedua terbesar setelah
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.
6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriftif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,
Lebih terperinciI. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam
Lebih terperinciUJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SERAI WANGI (CYMBOPOGON
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SERAI WANGI (CYMBOPOGON NARDUS L) TERHADAP MORTALITAS RAYAP Program Studi Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bekasi Email : rahhutamiratih@gmail.com
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan
12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Lapangan
Lebih terperinci