BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STP, SKP, dan SKPT merupakan dasar penagihan pajak.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STP, SKP, dan SKPT merupakan dasar penagihan pajak."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Definisi STP Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Di dalam melakukan penagihan pajak, Surat Tagihan Pajak merupakan dasar dari penagihan pajak. Sesuai dengan Pasal 18 (1) UU No. 6/1983 yang berisi STP, SKP, dan SKPT merupakan dasar penagihan pajak. Surat Tagihan Pajak (STP) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak yang lain sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur dalam Undang- undang Nomor 19 Tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun Oleh karena STP merupakan dasar dari penagihan pajak, maka pengertian pajak dapat dilihat sebagai berikut: Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tidak ada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut untuk menutupi biaya produksi barang- barang dan jasajasa yang kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penagihan pajak sebagaimana yang di atur dalam Undang- undang, adalah :

2 Serangkaian tindakan agar penanggungan pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperigatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyandraan, menjual barang- barang yang telah disita. Dengan melihat definisi penagihan pajak di atas dapat dikatakan bahwa penagihan pajak merupakan suatu cara yang dilakukan oleh aparatur Direktorat Jendral Pajak guna menagih pajak berdasarkan atas STP/SKP/SKPT berhubungan karena Wajib Pajak tidak melunasi kewajiban perpajakannya sebagian dan keseluruhan Fungsi Surat Tagihan Pajak Fungsi Surat Tagihan Pajak : 1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak Wajib Pajak; 2. Sebagai sarana menegakan sanksi administrasi beerupa bunga dan atau denda; 3. Sebagai alat untuk menagih pajak Penerbitan Surat Tagihan Pajak Direktorat Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: 1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar;

3 2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga; 4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tetap membuat faktur pajak; 6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak Sanksi Administrasi Jumlah penagihan yang terdapat dalam Surat Tagihan Pajak dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Sebesar jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak (yaitu PPh yang tidak atau kurang bayar dalam tahun berjalan maupun kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung dari hasil penelitian Surat Tagihan Pajak) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat

4 terhutangnya pajak atau bagian tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. 2. Sebesar sanksi administrasi berupa denda yaitu 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Sanksi ini dikenakan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menerima Surat Tagihan Pajak dengan alasan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak pada nomor 4, 5, dan Definisi PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak yang ditujukan pada subjek pajak atas pengasilan atau pendapatan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri selama dalam tahun pajak yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun takwim atau tahun kalender (1 Januari s/d 31 Desember). Dimana subjek pajak wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. Hal ini diperjelas dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan bahwa : Berdasarkan angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri untuk setiap bulan satu kali adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terhutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak lalu dikurangi dengan:

5 1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana maksud Pasal 22; 2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negri yang boleh dikreditkan sebagaimana dalam pasal 24 di bagian 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak. (Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, 2000 : 389) Pemotongan PPh Pasal 21 Yang dimaksud Pemotongan PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000 untuk memotong PPh Pasal 21, termasuk Pemotongan PPh Pasal 21 adalah pemberi Kerja yang terdiri dari : 1. Orang Pribadi 2. Badan (termasuk BUT) 3. Penyelenggara kegiatan 4. Bendaharawan pemerintah termasuk Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instasi atau lembaga pemerintah, lembagalembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.

6 5. Dana Pensiun, TASPEN, PT, ASTEK, Penyelenggara, JAMSOSTEK Subjek Pajak PPh Pasal 21 Menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2000 yang berbunyi : 1. Yang menjadi subjek pajak, adalah 1. Orang Pajak 2. Warisan yang belum terbagi 3. Badan yang terdiri dari PT. BUMN, atau dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) 5. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri; 2. Subjek Pajak dalam negeri, yaitu : 1. Objek Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat kedudukan di Indonesia; 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; 3. Warisan yang terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

7 3. Subjek Pajak luar negeri, yaitu : 1. Objek pajak yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; 2. Objek pajak yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. (Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, 2000 : 370) Pengecualian Subjek Pajak PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan adalah: 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima

8 atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia Objek Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, disebut sebagai Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiunan bulanan, upah, honororium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;

9 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan, Uang tunjangan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenisnya; 4. Honoarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan jasa kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari : 5. Tenaga Ahli, Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film. Foto model, pragawan/ pragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya, Olahragawan, Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, Pengarang, penelitian, dan penerjemah, pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekenomi, dan sosial, Agen iklan; 6. Pegawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi ajasa kepada suatu kepanitian, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan, pembawa pesanan atau yang menemukan langganan, peserta perlombaan, petugas penjaja barang dagangan; 7. Petugas dinas luar asuransi peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan, Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya,

10 8. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan- tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun yang diterima oleh pensiuanan termasuk janda atau duda dan atau anak- anaknya. 9. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit) 10. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan Pengecualian Objek Pajak PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : 1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan

11 oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan norma perhitungan khusus (deemed profit); 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Mentri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; 4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah; 5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja; 6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. 2.3 Penghitungan PPh Pasal 21 dan STP Contoh 1 : Penghitungan PPh Pasal 21 (Pegawai Tetap) Tn. A status menikah dan mempunyai satu orang anak bekerja pada PT. Bakti Jaya dengan memperoleh gaji sebulan Rp ,- PT. Bakti Jaya masuk program Jamsostek, premi asuransi, kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja setiap bulan masing- masing Rp ,- dan Rp ,- sedangkan yang ditanggung oleh Tn. A setiap bulan masing- masing Rp ,- dan Rp 5.000,-. Di samping itu, pemberi kerja juga menanggung iuran pensiun yang dibayarkan ke yayasan dan pensiun yang

12 pendiriannya telah disahkan oleh disahkan oleh Mentri Keuangan dan iuran THT masing- masing sebesar Rp ,- dan Rp ,- sedangkan yang ditanggung Tn. A masing- masing sebesar Rp ,- dan Rp ,-. Hitunglah PPh Pasal 21 terhutang tahun 2010! Penyelesaian contoh 1: Gaji sebulan Rp ,- Premi asuransi kecelakaan kerja Rp ,- Premi asuransi kematian Rp ,- Penghasilan bruto satu bulan Rp ,- Penghasilan bruto satu tahun (12 x Rp ) Rp ,- - PENGURANGAN : Biaya jabatan (5% x Rp ,-) Rp ,- Iuran pensiun (12 x Rp ,-) Rp ,- Iuran JHT (12 x Rp ,-) Rp ,- Rp ,- Penghasilan netto Rp ,- Penghasilan tidak kena pajak : - Untuk Wajib Pajak Rp ,- - Tambahan Wajib Pajak Kawin Rp ,- - Tambahan 1 anak Rp ,- Jumlah Penghasilan tidak kena pajak Rp ,- Penghasilan Kena Pajak Rp ,-

13 PPh Pasal 21 setahun : Rp ,- x 5% Rp ,- Rp ,- x 15% Rp ,- Rp ,- Hasil pajak terhutang yang harus dibayar di tahun 2010 adalah sebesar Rp ,- Contoh 2 : Perhitungan STP (Sanksi Administrasi) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2011 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan Kurang Bayar sebesar Rp ,-. Hitunglah jumlah pajak yang harus dibayar! Penyelesaian contoh 2: Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan Pajak pada tanggal 30 Juni 2011 dengan perhitungan sebagai berikut : Pajak terutang Rp ,- Berdasarkan hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan bayar Pajak Penghasilan sebesar : Rp ,- Bunga = 3 bulan x 2% x Rp ,- Rp ,- Jumlah yang harus dibayar Rp ,- Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh fiskus terhadap Surat Pemberitahuan Wajib Pajak maka pajak terhutang Wajib Pajak terdapat kekurangan bayar sebesar Rp ,- dan pajak yang harus dibayar oleh

14 Wajib Pajak adalah sebesar keterlambatan penyetoran dikalikan denda bunga sebesar 2% ditambah atas pajak kurang bayarnya sehingga menjadi Rp , Pengendalian Intern Pengendalian Intern atau yang sering disebut juga pengawasan intern terdiri dari dua kata yaitu pengendalian dan intern. Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua yang terjadi sudah sesuai dengan rencana yang di tetapkan, pemerintah yang dikeluarkan dan prinsip yang dianut juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Dalam hal ini tindakan pengawasan dijalankan agar setiap kegiatan berjalan sesuai dengan rencana untuk mencapai hasil atau sasaran yang ditetapkan. Pengawasan dapat dilakukan sebelum atau sesudah suatu kegiatan yang belum dilaksanakan, sedang dilaksanakan atau sudah selesai. Pengawasan mengisyaratkan umpan maju (feedforward), yaitu bahwa tujuan, rencana, kebijaksanaandan standar telah ditetapkan dan di komunikasikan kepada para manajer yang bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan. Dengan demikian, pengawasan yang efektif tergantung kepada perencanaan awal. Pengawasan juga didasarkan atas konsep umpan balik (feedback)yang menilai pelaksanaan dan mengusulkan tindakan koreksi untuk menjamin pencapaian tujuan.

15 Dalam hal tertentu, pengawasan juga mengakibatkan perubahan dalam rencana dan tujuan awal, atau dalam pembentukan rencana baru. Pengawasan atau pengendalian intern memiliki definisi sendiri pula. Ikatan Akuntansi Indonesia (2001 : 319.2) mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh Dewan Komisaris, manajemen dan personal lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian (1) keandalan pelaporan keuangan (2) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dari definisi pengendalian intern diatas terdapat beberapa konsep dasar sebagai berikut ini : 1. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern itu sendiri bukan merupakan suatu tujuan. Pengendalian intern merupakan suatu tindakan yang bersifat persuasif dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas. 2. Pengendalian intern dijadikan oleh orang. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedomana kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain. 3. Pengendalian intern dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan

16 komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan menyebabkan pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak. 4. Pengendalian intern ditunjukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan : pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi. Pengendalian intern merupakan usaha atau tindakan-tindakan yang tepat dan jujur yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Pelaksanaannya melibatkan seluruh anggota organisasi, bukan dibebankan pada bagian tertentu saja, sehingga memberikan keyakinan memadai atas seluruh aktivitas organisasi. Pengendalian intern suatu organisasi dianggap sebagai Kantor Pelayanan Pajak terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan dapat dicapai yaitu meningkatkan pendapatan negara. Pengendalian intern bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia. Tujuan pengendalian intern menurut Mulyadi (2002 : 1880), yaitu : 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Mendorong efisiensi dan efektifitas operasional 3. Ketaatan kepada hukum dan peraturan

17 Berikut penjelasan dari pengertian diatas : 1. Keandalan pelaporan keuangan Manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan Laporan Keuangan bagi investor, kredit dan pengguna lainnya, manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesionalisme untuk menjamin bahwa informasitelah disiapkan sesuai dengan Standar Pelaporan yang ada. Misalnya, Prinsip Akuntansi yang berlaku umum. 2. Mendorong efisiensi dan efektivitas operasional Pengendalian dalam sebuah organisasi adalah alat untuk mencegah kegiatan dan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif. 3. Ketaatan kepada hukum dan peraturan Banyak sekali hukum dan peraturan yang harus diikuti oleh pengusaha diantaranya berkaitan tidak langsung dengan Akuntansi. Misalnya: undang- undang lingkungan hidup dan undang- undang perburuhan. Peraturan yang lain sangat erat kaitannya dengan akuntansi. Contoh : Undang- undang Perpajakan dan Undang- undang Perseroan. Selain tujuan diatas pengendalian juga harus mempunyai unsur- unsur yang dapat meningkatkan kemungkinan dipercayanya data pemeriksaan, serta tindakan pengamanan setiap dokumen pembayaran pada Kantor Pelayanan Pajak.

18 Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Pernyataan Auditing Nomor 69 pada buku Standar Profesional Akuntan Publik (2002 : 319,4) menyatakan macam unsur serta penjelasan tentang unsur tersebut adalah : Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian merupakan gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat/ memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Faktor- faktor yang mempengaruhi tadi termasuk : 1. Integritas dan nilai- nilai etika, Adalah produk standar dari standar etika dan prilaku, bagaimana standar tersebut dikomunikasikan dan dijalankan di dalam suatu perusahaan/ organisasi; 2. Komitmen terhadap kompetensi Meliputi pertimbangan manajemen terhadap tingkat kompetensi dari pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkatan tersebut berubah menjadi keterampilan dan pengetahuan; 3. Partisipasi Dewan Komisaris atau Komite Audit Dewan komisaris yang efektif adalah yang independen dari manajemen dan anggota- anggotanya aktif menilai aktivitas manajemen. Agar efektif komite audit memelihara komunikasi baik dengan auditor atau audit intern;

19 4. Filosofi dan gaya operasi manajemen Manajemen melalui aktivitasnya, memberikan tanda yang jelas kepada pegawai tentang pentingnya pengendalian; 5. Struktur organisasi Perusahaan/ organisasi membatasi garis tanggung jawab dan wewenang yang ada, serta menghubungkan garis arus komunikasi; 6. Penetapan wewenang dan tanggung jawab Mencakup pentingnya pengendalian, organisasi formal, rencana operasi, deskripsi tugas pegawai, dokumen kebijakan perbedaan kepentingan dan kode etik prilaku formal; 7. Kebijakan dan prosedur kepegawaian Pegawai yang kompeten dan dapat dipercaya penting dalam menyediakan pengendalian yang efektif Penaksiran Resiko Penaksiran resiko terdiri dari metode catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasikan, menghimpun, menganalisis, mengelompokan, mencantumkan, dan melaporkan transaksi satuan usaha untuk menyelenggarakan pertanggungjawabkan aktiva dan kewajiban yang bersangkutan dengan transaksi tersebut. Sistem Akuntansi yang efektif mempertimbangkan pembuatan metode dan catatan yang akan :

20 1. Mengindentifikasikan ancaman resiko 2. Estimasi resiko 3. Estimasi keuangan 4. Estimasi manfaat dan pengorbanan Informasi dan komunikasi akuntansi 1. Sistem yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan 2. Informasi yang dihasilkan dapat membantu manajemen dalam membuat keputusan 3. Adanya penerimaan tentang peran dan tanggung jawab mengenai Pengendalian Intern Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap Lingkungan Pengendalian dan penaksiran resiko yang diciptakan oleh manajemen untuk memberikan keyakian memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai. Aktivitas pengendalian dapat dikelompokan kedalam prosedur yang bersangkutan dengan: 1. Otoritas yang tepat terhadap aktivitas dan transaksi; 2. Pemisahan fungsi; 3. Perencanaan dan penggunaan dokumen yang memadai; 4. Perlindungan terhadap akses dan pengguna aktiva;

21 5. Pengecekan independen terhadap kinerja Pemantauan 1. Supervisi yang efektif 2. Pelaporan pertanggungjawaban 3. Internal auditing 2.5 Pengendalian Intern Terhadap STP PPh Pasal 21 Pengendalian intern sangat berpengaruh pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, dimana dalam pelaksanaannya akan berdampak secara langsung pada pemeriksaan untuk mencari adanya resiko salah saji dalam pengujian dengan mempertimbangkan faktor- faktor yang berkaitan dengan resiko tersebut. Dalam Standar Profesioanal Akuntan Publik (Ikatan Akuntansi Indonesia) (2001 : 801,6), dinyatakan sebagai berikut : dalam suatu entitas penerimaaan mencakup pengetahuan tentang pengendaliana intern yang relevan dengan Laporan Keuangan yang dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- undangan yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan, jumlah yang tercantum dalam Laporan Keuangan dan tentang apakah Pengendalian Intern tersebut telah dioperasikan untuk mengidentifikasi tipe potensi salah saji potensi, untuk mempertimbangkan faktor- faktor yang berdampak terhadap resiko salah saji material dan untuk mendisain pengujian subtrantif.

22 Pengendalian Intern Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak diatur dalam Standar Audit Pemerintah Paragraf 4.30, 4.31 dari Badan Pemeriksa Keuangan (2000 : 26-27), yaitu : 4.30 Standar Umum Keempat : Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan pada Standar Audit Pemerintah, harus meiliki Pengendalian Intern. Pengendalian Intern tersebut harus di-review oleh pihak lain yang kompeten Pengendalian Intern disusun oleh organisasi atau lembaga audit harus dapat memberikan keyakinan yang memadai, bahwa organisasi itu lembaga tersebut: (1) Telah menerapkan dan memenuhi Standar Akuntansi yang berlaku, (2) Telah menetapkan dan memenuhi kebijakan dan prosedur audir yang memadai sifat dan Lingkungan Pengendalian Intern atau Lembaga audit tergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan kepada staf dan organisasi atau lembaga dari segi biayay dan manfaat yang semestinya. Dengan demikian Pengendalian Intern yang disusun oleh organisasi atau yang disusun oleh organisasi atau lembaga audit secara individual bervariasi begitu pula mengenai dokumentasinya. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dititik beratkan pada bagaimana kantor pajak meneliti dan memeriksa penerimaan pajak pegawai- pegawai perusahaan, tetapi adakalanya Wajib Pajak PPh Pasal 21 terlambat atau sama sekali tidak memenuhi kewajiban tersebut. Maka dengan demikian Direktorat Jendral Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak yang berwewenang akan mengenakan sanksi yang sebelumnya akan diterbitkan STP PPh Pasal 21.

23 Pemeriksaan pajak dalam menunjang Pengendalian Intern dapat diketahui dari penjelasan Hardi (2003 : 87-88) yang menyatakan : Bahwa Peranan Pemeriksaan Pajak dapat dikatakan cukup dominan dalam mendongkrak penerimaan negara yang berasal dari pajak. Itulah sebabnya siapapun orangnya jika ia berada pada porsi sebagai otoritas Pajak yang dibebani tugas berat untuk mengurangkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak maka secara logis ia akan memakai pemeriksaan pajak sebagai salah satu alat kendali dalam menunjang pengendalian intern untuk menjelaskan tugas mengamankan penerimaan negara. Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa untuk menciptakan suatu Pengendalian Intern dalam Kantor Pelayan Pajak harus terdapat koordinasi dari struktur organisasi. Pengendalian Intern yang baik dapat membantu manajemen di dalam mengawasi jalannya kegiatan Kantor Pelayanan Pajak dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan, serta memberikan kepastian agar transaksi- transaksi yang dilakukan dalam Kantor Pelayanan Pajak dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki potensi untuk menjadi wajib pajak.

Lebih terperinci

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS A. Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulisan pelaksanaan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B) Pertemuan 2 48 P2.1 Tq8eori Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 Adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan

Lebih terperinci

Pengertian Pajak Penghasilan 21

Pengertian Pajak Penghasilan 21 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Siti Resmi, 2011:1), pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN Thomas Sumarsan Goh Dosen FE Universitas Methodist Indonesia ABSTRAK PPh Pasal 21 merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pengertian Umum Perpajakan Ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam undang-undang No. 6 tahun 1983 yang telah di ubah dengan undang-undang No.9 tahun 1994 dan terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengertian pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991;747) yaitu: Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi BAB II DASAR TEORI A. Pengertian pajak Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2009: 9) pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) 3.1.1 Dasar

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber terpenting dalam penerimaan negara dan dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Pembagian dan Sistem Pemungutan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum 6 BAB II LANDASAN TEORETIS 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum Undang-undang pajak, sebagai bagian dari hukum yang mengikat warga negara merupakan elemen penting dalam menunjang pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Mengenai Pajak 1. Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, khususnya para ahli bidang keuangan negara, ekonomi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Fungsi, Pembagian, dan Sistem Pemungutan Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 PRISMA UTAMA CONSULTANT MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21 SERI PERPAJAKAN Ivan Christian K, S.E., M.M. 2010 J L. J U P I T E R U T A M A N O. 10 B A N D U N G 4 0 2 8 6 PENGERTIAN PPh PASAL 21

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengantar Perpajakan Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. 1. Dasar Dasar Perpajakan II. 1.1. Definisi, Unsur dan Fungsi Pajak Menurut Undang-Undang RI No.6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah

Lebih terperinci

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI HARTANTI Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika Jl.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Pajak Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut : Menurut P.J.A Andriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP) Sistem perpajakan yang lama sudah tidak sesuai dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Disamping itu sistem perpajakan yang lama belum dapat

Lebih terperinci

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi Pasal 21 UU No. 7 Th 1983 std UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak PMK No. 252/PMK.03/2008 ttg PER. 14/PJ/2013 tgl 18 April 2013 PER. 31/PJ/2012 tgl 27 Des 2012 PMK No. 162/PMK.11/2012 PER.

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan psl 21

Pajak Penghasilan psl 21 LOGO Pajak Penghasilan psl 21 Hari Gini Korupsi PAJAK. Apa Kata DUNIA...??!! Mengenal Lebih Dekat Pendahuluan (Kronologi perubahan UU PPh) PAJAK PENGHASILAN Katanya Orang Bijak Taat Pajak.. UU. 7 Th. 83

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA,

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak dapat dirasakan secara langsung oleh wajib pajak

Lebih terperinci

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara.

BAB II. rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak digunakan untuk membiayai. untuk membiayai penyelenggaraan negara. BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar-Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Dalam suatu Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan

Lebih terperinci

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang berarti peranannya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global, maka organisasi-organisasi maupun perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah untuk ke empat kalinya diubah pada tahun 2008

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI (Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar 11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 yang menjadi Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha LAMPIRAN 81 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 545/PJ./2000, Tgl. 29-12-2000 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 545/PJ./2000 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 0 IDENTITAS PEMOTONG PAJAK NAMA NO. TELEPON - NO. FAKS - JENIS USAHA KLU NAMA PIMPINAN PERUBAHAN DATA ADA, PADA LAMPIRAN TERSENDIRI TIDAK ADA A. DALAM YANG BERSANGKUTAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL RINGKASAN REKONSILIASI KETERANGAN LABA BRUTO USAHA Penjualan Neto -/- HPP 1. Penjualan Neto a. Metode Pengakuan Pendapatan Akrual - Akrual b. Potongan Penjualan > Metode Realisasi > Metode Penyisihan c.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar Pajak Secara Umum II.1.1 Definisi Pajak Menurut Mardiasmo (2006) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. 2.1 Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini terdiri

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengetian dan Fungsi Pajak Salah satu usaha untuk merealisasikan kemandirian suatu bangsa dalam hal pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5424 EKONOMI. Pajak. Penghasilan. Usaha. Peredaran Bruto. Tertentu. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 PAJAK 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag Disusun Oleh : 1. M. Romzul Huda (2013115189) 2. Erwin Luthfi Andri (2013115199)

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 17 BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26 PENGERTIAN PPh Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang. Pengertian pajak tersebut juga tercantum dalam pasal 1 angka 1 UU No.28 tahun 2007

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan kampus. Untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB III TATA CARA PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI PADA PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk.

BAB III TATA CARA PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI PADA PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk. BAB III TATA CARA PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PEGAWAI PADA PT JASA MARGA (PERSERO) Tbk. CABANG SEMARANG 3.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah iuran wajib masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Definisi Kepatuhan Wajib pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta (2006), istilah kepatuhan berarti ketaatan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1 Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN. Mangasi Sinurat, SE, M.

PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN. Mangasi Sinurat, SE, M. PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN Mangasi Sinurat, SE, M.Si ABSTRAK Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut Mangkoesoebroto (Timbul Hamonangan, 2012: 9) pajak adalah suatu pungutan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DEPARTEMEN KEUANGAN RI LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PENGHASILAN DAN PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 PEGAWAI TETAP ATAU PENERIMA PENSIUN ATAU TUNJANGAN HARI TUA / TABUNGAN HARI TUA (THT)

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikutip oleh Erly Suandy (2009 : 2) bahwa : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci