FAKTOR PENYEBAB KERENTANAN KEBAKARAN BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN MELAYU KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR PENYEBAB KERENTANAN KEBAKARAN BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN MELAYU KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH"

Transkripsi

1 JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 3, No 4, Juli 2016 Halaman e-issn : FAKTOR PENYEBAB KERENTANAN KEBAKARAN BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT DI KELURAHAN MELAYU KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH Oleh: Yunita Adilla 1, Sidharta Adyatma 2, Deasy Arisanty 2 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Faktor penyebab kerentanan kebakaran berdasarkan persepsi masyarakat di kelurahan melayu kecamatan banjarmasin tengah kota banjarmasin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab kerentanan kebakaran berdasarkan persepsi masyarakat di kelurahan melayu kecamatan banjarmasin tengah kota banjarmasin. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Melayu yang tinggal di Kecamatan Banjarmasin Tengah. Besarnya sampel adalah 336 kepala keluarga yang dijadikan sebagai responden. Teknik yang digunakan adalah teknik acak sederhana (random sampling). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan dengan menggunakan kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian seperti BPBDK, Kantor Kelurahan Melayu dan BPS. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis persentase dan kelas Interval. Hasil Penelitian ini adalah Pemasangan Instalasi Listrik termasuk kedalam kriteria tinggi dengan persentase 94,05%, Penggunaan Kompor termasuk kedalam kriteria rendah dengan persentase 50,30%, Penggunaan Alat Penerangan termasuk kedalam kriteria rendah dengan persentase 80,95%, Penggunaan Obat Nyamuk Bakar termasuk kedalam kriteria rendah dengan persentase 82,14%, Jarak bangunan samping kiri paling banyak sangat rapat/menempel dengan persentase 44,94%, Jarak bangunan samping kanan paling banyak rapat dengan persentase 48,51%, Jarak belakang paling banyak rapat dengan persentase 51,49%, Jenis tembok bangunan paling banyak papan/kasibut dengan persentase 95,83%, Jenis lantai bangunan paling banyak papan/kayu dengan persentase 93,45%, Jenis atap bangunan paling banyak seng/abses dengan persentase 64,29%. Kata Kunci: Faktor, Kerentanan, Kebakaran I. PENDAHULUAN Bencana dalam Undang Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non-alam yaitu faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Peristiwa bencana diantaranya dapat 1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lambung Mangkurat 2. Dosen Program Studi Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lambung Mangkurat 40

2 berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran. Kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana, kebakaran yaitu suatu bencana malapetaka atau musibah yang ditimbulkan oleh api yang tidak diharapkan/tidak dibutuhkan, sukar dikuasai dan merugikan. Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa disebabkan oleh manusia secara langsung maupun tidak langsung atau dapat disebabkan oleh alam. Api yang dapat memicu kebakaran juga memiliki berbagai sumber penyalaan, tidak hanya berasal dari sumber api secara langsung tetapi sumber api dapat disebabkan dari berbagai kegiatan manusia yang secara tidak langsung dapat menimbulkan api (Seri LPPS, 2001). Kebakaran yang disebabkan oleh faktor alam yaitu petir, gempa bumi, letusan gunung berapi dan kekeringan, sedangkan kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia biasanya disebabkan akibat kelalaian diantaranya adalah pemasangan instalasi listrik yang tidak sempurna, penggunaan peralatan memasak, perilaku manusia seperti menyalakan api untuk penerangan ditempat penyimpanan bahan bakar (bensin) yang mudah terbakar, menempatkan obat nyamuk, lilin, lampu teplok yang sedang menyala ditempat yang mudah terbakar, serta penggunaan peralatan listrik yang berlebihan melampaui beban yang aman (Ramli, 2010). Kota Banjarmasin memiliki luas wilayah 98,46 km 2 dan merupakan salah satu kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk paling tinggi diantara 13 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu jiwa. Kota Banjarmasin terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Timur, Banjarmasin Barat, Banjarmasin Tengah dan Banjarmasin Utara. Kecamatan Banjarmasin Tengah merupakan kecamatan yang rentan terhadap kejadian kebakaran, karena kecamatan ini memiliki angka kejadian kebakaran paling tinggi diantara 4 kecamatan lainnya (BPBDK Kota Banjaramasin, 2014). Kelurahan Melayu di Kecamatan Banjarmasin Tengah dalam kurun tiga tahun terakhir memiliki jumlah kebakaran yang tinggi. Luas wilayah Kelurahan Melayu adalah 1,30 km 2 dan penduduknya berjumlah jiwa (BPS Kota Banjarmasin, 2014), dengan jumlah penduduk tersebut membuat Kelurahan Melayu menjadi salah satu kelurahan yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi sehingga tingkat aktifitas penduduknya juga tinggi sehingga rentan terhadap kejadian kebakaran. Berikut data kebakaran per kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Tengah. Tabel 1. Data Jumlah Kebakaran per Kelurahan Kecamatan Banjarmasin Tengah Tahun No Kelurahan Jumlah Kebakaran Jumlah Kelayan Luar Kertak Baru Ilir Mawar Teluk Dalam Kertak Baru Ulu Pekapuran Laut

3 7 Sungai Baru Gadang Antasan Besar Pasar Lama Seberang Mesjid Melayu Sumber : Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran, Tingginya aktifitas penduduk di Kelurahan Melayu membuat peluang terjadinya kebakaran di kelurahan ini semakin besar sehingga Kelurahan Melayu menjadi rentan terhadap bencana kebakaran, maka penelitian ini berjudul Faktor Penyebab Kerentanan Kebakaran Berdasarkan Persepsi Masyarakat di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin. II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerentanan Kerentanan (Vulnerability) adalah kondisi atau karakteristik bangunan yang secara fisik, teknis, arsitektur, lokasi dan lingkungan sekitarnya menyebabkan mempunyai kemampuan rendah dalam menghadapi bahaya kebakaran. Ciri-ciri permukiman yang rentan terjadi kebakaran adalah jarak bangunan yang sangat rapat, jenis bangunan yang mudah terbakar (Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulan Bahaya Kebakaran). 2. Kebakaran Kebakaran merupakan suatu bencana malapetaka atau musibah yang ditimbulkan oleh api yang tidak diharapkan / tidak dibutuhkan sukar dikuasai dan merugikan (Seri LPPS, 2001). 3. Faktor Penyebab Kebakaran Masalah kebakaran di lingkungan permukiman dan perumahan sangat kompleks. Penyebabnya sangat beragam karena menyangkut masyarakat umum yang berjumlah jutaan di berbagai wilayah di Indonesia. Penyebab kebakaran permukiman diantaranya adalah : a. Instalasi listrik Kebakaran yang sering terjadi di pemukiman disebabkan oleh instalasi listrik karena pemasangan instalasi yang tidak sempurna, penggunaan alat atau instalasi yang tidak standar atau kurang aman, penggunaan listrik dengan cara tidak aman, serta penggunaan peralatan yang tidak baik atau rusak. b. Peralatan memasak Penyebab kebakaran yang potensial di lingkungan rumah adalah dari alat masak, baik gas, kompor minyak tanah maupun listrik. Banyak pengguna gas LPG yang kurang paham cara penggunaan gas yang aman, c. Perilaku Penghuni 42

4 Kebakaran di permukiman juga sering terjadi karena perilaku penghuni, misalnya menyalakan api untuk penerangan ditempat penyimpanan bahan bakar (bensin) yang mudah terbakar, menempatkan obat nyamuk, lilin, lampu teplok yang sedang menyala ditempat yang mudah terbakar, atau menggunakan peralatan listrik berlebihan melampaui beban yang aman (Ramli, 2010). III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel, sedangkan kuantitatif yaitu suatu metode yang mencari atau menjelaskan pengaruh dari variabel yang diteliti, dimana ada pengaruh atau tidak, berkorelasi positif atau negatif. Metode penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui (Margono, 2007). Penggunaan metode ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana variasi pada salah satu faktor yang berkaitan dengan variasi pada faktor lain, sehingga berbagai masalah dalam penelitian ini akan dapat terungkap jelas pengaruhnya. A. Pemilihan Daerah Penelitian Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian ini adalah Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah. Hal-hal yang menjadi pertimbangan pemilihan objek penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Banjarmasin Tengah menurut data yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran (BPBDK) Kota Banjarmasin merupakan kecamatan yang paling sering terjadi kebakaran. 2. Kelurahan Melayu dari tahun merupakan salah satu kelurahan yang memiliki jumlah kebakaran yang tinggi menurut data dari BPBDK Kota Banjarmasin. 3. Kelurahan Melayu belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang kerentanan kebakaran. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kuantitas dan kualitas tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan diselidiki dan kemudian ditarik kesimpulannya (Arikunto, 2013). Berdasarkan definisi itu, maka dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan dari subjek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) Kelurahan Melayu yang berjumlah Kepala Keluarga (KK). 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang 43

5 ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul respresentatif (mewakili) (Sugiyono, 2010). teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Teknik Random Sampling, diketahui bahwa dengan jumlah populasi Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Melayu setelah ditarik sampel menjadi 336 Kepala Keluarga (KK). IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Pemasangan Instalasi Listrik Instalasi rumah atau domestik adalah instalasi listrik dengan tegangan ke bumi 300 Volt untuk rumah tinggal, toko, ruang kantor, hotel dan sebagainya serta digunakan untuk penerangan dan keperluan rumah tangga. Alat-alat rumah tangga yang dimaksud adalah peralatan atau perabot rumah tangga yang bekerjanya memerlukan tenaga listrik. Misalnya: setrika listrik, kompor listrik, radio, televisi, alat pemanggang roti dan lain sebagainya (Pesyaratan Umum Instalasi Listrik, 2000). 1) Penggunaan T-Kontak Gambar 1. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan T-Kontak 2) Penggunaan T-Kontak Menumpuk 44

6 Gambar 2. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan T-Kontak (menumpuk) 3) Penggunaan Peralatan Listrik secara Terus-Menerus Gambar 3. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Peralatan Listrik Secara Terus-Menerus 4) Penggunaan Kabel Listrik yang Bersambung dengan Isolasi Gambar 4. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Kabel Listrik yang Bersambung dengan Isolasi 5) Penggunaan Kabel Listrik atau Colokan Listrik yang Terbakar 45

7 Gambar 5. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Kabel Listrik atau Colokan Listrik yang Terbakar 6) Rumah yang terdapat Tikus Gambar 6. Grafik Jumlah Responden yang Rumahnya terdapat Tikus 7) Kabel Listrik Terkelupas akibat Gigitan dari Tikus Gambar 7. Grafik Jumlah Responden yang Kabel Listriknya Terkelupas Akibat Gigitan dari Tikus b. Penggunaan Peralatan Memasak Kompor adalah alat masak yang menghasilkan panas tinggi. Kompor mempunyai ruang tertutup atau terisolasi dari luar sebagai tempat bahan bakar, diproses untuk memberikan pemanasan bagi barang-barang yang diletakkan di atasnya. Kompor diperkenalkan sejak masa kolonial, sehingga menggunakan bahan bakar cair (terutama minyak tanah atau spiritus bakar), gas (bentuk padatan cair LPG atau lewat pipa saluran) atau elemen pemanas (dengan daya listrik). ( online, diakses 27 April 2016). 1) Penggunaan Kompor Minyak 46

8 Gambar 8. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Kompor Minyak 2) Penggantian Sumbu Kompor Minyak Gambar 9. Grafik Jumlah Responden yang Mengganti Sumbu Kompor Minyak 3) Meninggalkan Kompor Minyak saat Memasak Gambar 10. Grafik Jumlah Responden yang Meninggalkan Kompor Minyak saat Memasak 4) Penggunaan Kompor Minyak Terlalu Lama Berjam-jam bahkan Seharian 47

9 Gambar 11. Grafik Jumlah Responden Tentang Penggunaan Kompor Minyak Terlalu Lama Berjam-jam bahkan Seharian. 5) Penggunaan Kompor Gas Gambar 12. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Kompor Gas 6) Tidak Merawat atau Tidak Mengganti Regulator/Selang Kompor Gas Gambar 13. Grafik Jumlah Responden Tentang Tidak Merawat atau Tidak Mengganti Regulator/Selang Kompor Gas 7) Penggantian Regulator Kompor Gas 48

10 Gambar 14. Grafik Jumlah Responden Tentang Penggantian Regulator Kompor Gas 8) Penggunaan Kompor Gas Terlalu Lama Berjam-jam bahkan Seharian Gambar 15. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Kompor Gas Terlalu Lama Berjam-jam bahkan Seharian c. Penggunaan Alat Penerangan saat Listrik Padam Mati listrik adalah sebuah keadaan ketiadaan penyediaan listrik di sebuah wilayah. Penyebab teknis dapat berupa kerusakan di Gardu listrik, kerusakan jaringan kabel atau bagian lain dari sistem distribusi, sebuah sirkuit pendek (korsleting), atau kelebihan muatan ( online, diakses 27 April 2016). 1) Penggunaan Lampu Emergensi 49

11 Gambar 16. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Lampu Emergensi 2) Penggunaan Genset Gambar 17. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Lampu Genset. 3) Penggunaan Lampu Teplok Gambar 18. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Lampu Teplok atau Lampu Semprong 4) Penggunaan Lilin Gambar 19. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Lilin d. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar 50

12 Gambar 20. Grafik Jumlah Responden yang Menggunakan Obat Nyamuk Bakar e. Jarak Antar Rumah Jarak antar bangunan merupakan jarak antar satu rumah dengan rumah yang lainnya. Kategori jarak lebar yaitu lebih dari 3 meter, kategori jarak sedang yaitu antara 1,5 meter sampai 3 meter, sedang kategori jarak rapat yaitu kurang dari 1,5 meter, sangat rapat yaitu menempel atau tidak ada jarak. 1) Jarak samping kiri bangunan Gambar 21. Grafik Jarak Samping Kiri Bangunan Responden 2) Jarak samping kanan bangunan 51

13 Gambar 22. Grafik Jarak Samping Kanan Bangunan Responden 3) Jarak Belakang Bangunan Gambar 23. Grafik Jarak Belakang Bangunan Responden f. Jenis Bangunan 1) Jenis Tembok Bangunan Gambar 24. Grafik Jenis Tembok Bangunan Responden 2) Jenis Lantai Bangunan Gambar 25. Grafik Jenis Lantai Bangunan Responden 3) Jenis Atap Bangunan responden 52

14 4) Gambar 26. Grafik Jenis Atap Bangunan Responden. 2. Kelas Interval a. Pemasangan Instalasi Listrik Dapat dilihat bahwa kriteria pemasangan instalasi listrik berdasarkan hasil skoring dapat dikatakan berada pada kriteria tinggi sebesar 94,05% dalam pemasangan instalasi listrik. b. Penggunaan Kompor 53

15 Dapat dilihat bahwa kriteria penggunaan kompor berdasarkan hasil skoring dapat dikatakan berada pada kriteria rendah sebesar 50,30% dalam penggunaan kompor c. Penggunaan Alat Penerangan saat Listrik Padam Dapat dilihat bahwa kriteria penggunaan alat penerangan saat listrik padam berdasarkan hasil skoring dapat dikatakan berada pada kriteria rendah sebesar 80,95% dalam penggunaan alat penerangan saat lampu padam. d. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar 54

16 Dapat dilihat kriteria penggunaan obat nyamuk bakar berdasarkan hasil skoring dapat dikatakan berada pada kriteria rendah sebesar 82,14% dalam penggunaan obat nyamuk bakar. e. Persentase Faktor Penyebab Kerentanan Kebakaran Berdasarkan Persepsi dari Masyarakat di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah. No Faktor Penyebab Kerentanan Kebakaran Berdasarkan Persepsi dari Masyarakat di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah Tinggi Kriteria Rendah Frekuensi (f) Persentase (%) Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Pemasangan Instalasi Listrik , ,95 2 Penggunaan Kompor , ,30 3 Penggunaan Alat Penerangan 64 19, ,95 4 Penggunaan Obat Nyamuk Bakar 60 17, ,14 Diagram peresentase faktor penyebab kerentanan kebakaran berdasarkan persepsi masyarakat di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjaramasin Tengah menunjukkan pemasangan instalasi listrik berada pada kriteria tinggi dengan 55

17 persentase 94,05% sedangkan penggunaan kompor, penggunaan alat penerangan, dan penggunaan obat nyamuk bakar berada pada kriteria rendah dengan persentase 50,30%, 80,95% dan 82,14%. V.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian yang dilakukan pada masyarakat Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor penyebab kerentanan berdasarkan persepsi masyarakat di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah yaitu faktor pemasangan instalasi listrik yang berada pada kriteria tinggi yaitu 94,05%. 2. Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pemasangan instalasi listrik yang aman di Kelurahan Melayu masih rendah, hal ini ditakutkan akan berakibat fatal seperti terjadinya korsleting listrik sehingga bisa mengakibatkan bencana kebakaran. B. Saran Saran untuk masyarakat di Kelurahan Melayu: 1. Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap ancaman bencana kebakaran harus lebih ditingkatkan lagi dengan mengetahui dan memahami faktor apa saja yang bisa menjadi penyebab kebakaran sehingga kita dapat meminimalisir kejadian kebakaran. 2. Untuk pemerintah dan dinas terkait sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar pengetahuan masyarakat lebih luas lagi tentang faktor-faktor penyebab kebakaran dan solusi bagaimana cara mengatasi api apabila kebakaran terjadi sehingga mereka tidak panik. DAFTAR PUSTAKA Anonim Kota Banjarmasin Dalam Angka Banjarmasin : BPS Anonim Kota Banjarmasin Dalam Angka Banjarmasin : BPS Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta dalam Maydilla Saputri, Upaya Guru Meningkatkan Nilai Ujian Nasional di SMAN 11 Banjarmasin. (Dalam Skripsi) Arikunto, Suyono Cara Dahsyat Membuat Skripsi. Madiun: Jaya Star Nine. Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kebakaran Kota Banjarmasin (BPBDK) Frekuensi Kebakaran di Kota Banjarmasin. Banjarmasin: Pemerintah Kota Banjarmasin. Bungin, B Metode Penelitian. Jakarta: IKAPI Fajaresthy, D Mitigasi Bencana Kebakaran Permukiman Padat di Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung. (Online), 56

18 ( 2008ta-r.pdf). Hungu Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Grasindo Irwanto. Psikologi Umum. Jakarta: Prenhallindo, Ismu, A.1979.Instalasi Cahaya dan Tenaga 1. Jakarta: Depdikbud Jusuf Hanafiah dan Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 3, Jakarta : ECG, 1999) Masduki, M. Ngadiyana, Y.M & Dharmanata, E Pengantar Statistik Banjarmasin: PERCETAKAN MEDIA KAMPUS Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta dalam Maydilla Saputri, Upaya Guru Meningkatkan Nilai Ujian Nasional di SMAN 11 Banjarmasin.(Dalam Jurnal) Muhadi Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung: Peran dan Tindakan Pusat Pelayanan Kebakaran dan Pertolongan Departemen Rhone.Semarang : Tesis Magister, Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Panitia PUIL Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) Jakarta: Yayasan PUIL. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran Banjarmasin: Walikota Banjarmasin. Peraturan Daerah Kota Bandung Pencegahan dan Penanggulangan BahayaKebakaran,(Online),( 012/10/Perda-Nomor-4-Tahun2012.pdf). Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNLAM Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Eja Publisher. Ramli, S Manajemen Kebakaran. Jakarta: DIAN RAKYAT. Seri Forum LPPS No.43. Penanggulan Bencana Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Jakarta: LPPS-KWI. Sudijono, Anas Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALVABETA. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALVABETA. Sujadmiko, Riangga Kejadian Kebakaran Permukiman Kota Bekasi Tahun Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Alam Departemen Geografi. Undang Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Wicaksono, Aryo Rancangan markas pusat dinas kebakaran pemkot semarang. Diakses dari http.//eprints.undip.ac.id/186/2/aryo WICAKSONO.pdf 57

Kata Kunci : Kerentanan, Kebakaran

Kata Kunci : Kerentanan, Kebakaran JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 1, No 2, September 2014 Halaman 90-102 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg KERENTANAN KEBAKARAN DI KELURAHAN SUNGAI ANDAI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran merupakan suatu bencana/musibah yang akibatkan oleh api dan dapat terja mana saja dan kapan saja. Kebakaran yang akibatkan oleh ledakan atau ledakan yang akibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dalam konsep umum adalah wilayah atau ruang terbangun yang didominasi jenis penggunaan tanah nonpertanian dengan jumlah penduduk dan intensitas penggunaan

Lebih terperinci

JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 1, No 1, JULI 2014 Halaman e-issn :

JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 1, No 1, JULI 2014 Halaman e-issn : JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 1, No 1, JULI 2014 Halaman 33-43 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg PENGETAHUAN GURU IPS TERPADU SMP/SEDERAJAT DI KECAMATAN BANJARMASIN

Lebih terperinci

Oleh: Mayang Sari 1, Sidharta Adyatma 2, Ellyn Normelani 2

Oleh: Mayang Sari 1, Sidharta Adyatma 2, Ellyn Normelani 2 JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 3, No 2, Maret 2016 Halaman 33-41 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg PEMANFAATAN AIR SUNGAI ALALAK UTARA OLEH MASYARAKAT DI BANTARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kepadatan serta pertumbuhan penduduk yang terpusat di perkotaan menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan peluang

Lebih terperinci

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebakaran merupakan salah satu jenis bencana yang cukup potensial dengan meninggalkan kerugian yang besar jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015... TENTANG MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN A. UMUM Kebakaran senantiasa menimbulkan hal-hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai kota metropolitan, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota tujuan kaum urban untuk bermukim. Richard L Forstall (dalam Ismawan 2008) menempatkan Jakarta di urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi AGUS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebakaran gedung bertingkat di Indonesia merupakan masalah yang harus ditangani secara serius. Kebakaran merupakan suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah melakukan pengidentifikasian dan analisis mengenai tingkat resiko bencana kebakaran yang dapat terjadi di Kelurahan Babakan Asih dan Jamika, maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Yulia Setiani Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru yuliasetiani@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga pendidikan masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih intensif. Sebuah lembaga pendidikan tidak berbeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam maupun

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 (2) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG BENCANA ABRASI DENGAN PENANGGULANGANNYA DI DESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 19-26 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki luas 650 KM 2 dengan jumlah penduduk tercatat 7.458.564 jiwa. Bila dibandingkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan atau api yang tidak pada tempatnya, di mana kejadian tersebut terbentuk oleh tiga unsur yaitu unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota yang dipicu oleh kegiatan ekonomi menimbulkan berbagai efek. Salah satu efek tersebut adalah peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE PENGENALAN Irman Sonjaya, SE PENGERTIAN Gempa bumi adalah suatu gangguan dalam bumi jauh di bawah permukaan yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda di permukaan. Gempa bumi datangnya sekonyong-konyong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Sebelum seorang peneliti memulai kegiatannya meneliti, mereka harus memulai membuat rancangan terlebih dahulu. Rancangan tersebut diberi nama desain penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan salah satu bencana yang cukup sering melanda beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan dengan kepadatan permukiman yang tinggi.

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja... Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan perubahan skala dan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di

I. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di Negara Indonesia dimana semua kebijakan-kebijakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113

PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113 PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113 Diajukan untuk memenuhi satu syarat dalam menempuh ujian sidang Tugas akhir program studi Desain Komunikasi Visual Disusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3 BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan hal yang penting didalam suatu penelitian ilmiah. Karena penelitian ilmiah harus dilakukan dengan cara-cara atau langkah-langkah tertentu dan

Lebih terperinci

Kata kunci : Motivasi Mahasiswa, Seminar Geografi

Kata kunci : Motivasi Mahasiswa, Seminar Geografi JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 2, Maret 2015 Halaman 16-25 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg MOTIVASI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat

Lebih terperinci

KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH INTISARI

KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH INTISARI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 1-7 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg KERENTANAN BANGUNAN PEMUKIMAN TERHADAP BANJIR DI KECAMATAN BARABAI

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggaunggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran merupakan salah satu peristiwa yang tidak diinginkan dan terkadang tak terkendali. Oleh karena sifatnya yang membahayakan dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan survei. Menurut Tika (2005: 4) metode deskriptif adalah penelitian yang lebih

Lebih terperinci

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI KELURAHAN SADAR BENCANA (KELURAHAN BANJAR-SERASAN KEC.PONTIANAK TIMUR)

LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI KELURAHAN SADAR BENCANA (KELURAHAN BANJAR-SERASAN KEC.PONTIANAK TIMUR) LEMBAR EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI KELURAHAN SADAR BENCANA (KELURAHAN BANJAR-SERASAN KEC.PONTIANAK TIMUR) 1 Lab.Inovasi : KOTA PONTIANAK 2 Nama Instansi/SKPD : Kelurahan Banjar-Serasan Kec.Pontianak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bencana merupakan sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER TABEL III.1 KEPADATAN PENDUDUK KOTA BANDUNG

BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER TABEL III.1 KEPADATAN PENDUDUK KOTA BANDUNG BAB 3 TINGKAT RESIKO KEBAKARAN DI KAWASAN PERMUKIMAN PADAT KECAMATAN BOJONGLOA KALER 3.1 Gambaran Umum Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung merupakan salah satu kawasan perkotaan yang memiliki kepadatan

Lebih terperinci

STANDARD OPERATING PROCEDURS (SOP) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN SERTA PENYELAMATAN DIRI

STANDARD OPERATING PROCEDURS (SOP) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN SERTA PENYELAMATAN DIRI STANDARD OPERATING PROCEDURS (SOP) PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN SERTA PENYELAMATAN DIRI A. UMUM Pencegahan dan penanggulangan serta penyelamatan diri dari bencana kebakaran adalah peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan penulisan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan penulisan untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian. Penelitian memerlukan suatu metode untuk memudahkan penulisan untuk proses pengumpulan dan menampilkan data hasil penelitian yang dilakukan. memperoleh

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI Yunita Larasati, Mayantika Humairoh Utami, Rosa Dwi Pramita, Roisyah, dan Dicky Surya Program

Lebih terperinci

Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas pada Daerah Rawan Kecelakaan di Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin

Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas pada Daerah Rawan Kecelakaan di Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 3, Mei 2015 Halaman 20-37 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas pada Daerah Rawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia secara geologis terletak di jalur lingkaran gempa (ring of

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia secara geologis terletak di jalur lingkaran gempa (ring of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Wilayah Indonesia secara geologis terletak di jalur lingkaran gempa (ring of fire). Jalur sepanjang 1.200 km dari barat sampai ke timur sebagai batas tiga lempengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan ciri-ciri objek atau

BAB III METODE PENELITIAN. bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan ciri-ciri objek atau BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN PENGGUNAAN JENIS ALAT KONTRASEPSI KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN KELAYAN TIMUR KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN

FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN PENGGUNAAN JENIS ALAT KONTRASEPSI KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN KELAYAN TIMUR KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 3, No 3, Mei 2016 Halaman 24-35 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR FAKTOR PEMILIHAN PENGGUNAAN JENIS ALAT KONTRASEPSI KELUARGA

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN TAMBAN MENUJU KOTA BANJARMASIN JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 2, No 1, Januari 2015 Halaman 1-12 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS ULANG ALIK PENDUDUK KECAMATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS KEADAAN DARURAT

Lebih terperinci

- 1 PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

- 1 PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG - 1 PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TA. 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF

oleh : Eka Rianta S. Database and Mapping Officer ACF PEMETAAN RESIKO BERMACAM BAHAYA LINGKUNGAN (MULTI RISK HAZARD MAPPING) DI KELURAHAN KAMPUNG MELAYU, CIPINANG BESAR UTARA DAN PENJARINGAN PROPINSI DKI JAKARTA (complement slides) oleh : Eka Rianta S. Database

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2013, pengambilan sampel sudah dilaksanakan di Pantai Patra Sambolo, Kecamatan Anyer Kabupaten

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat)

MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat) MITIGASI BENCANA TERHADAP BAHAYA LONGSOR (Studi kasus di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat) Nur Ainun Jariyah dan Syahrul Donie Peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang mempunyai peran bagi keperluan pembangunan bangsa Indonesia dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Alat bantu penerangan sangat dibutuhkan pada saat mati lampu. Macammacam

BAB 1 PENDAHULUAN. Alat bantu penerangan sangat dibutuhkan pada saat mati lampu. Macammacam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat bantu penerangan sangat dibutuhkan pada saat mati lampu. Macammacam alat bantu penerangan yang umum digunakan diantaranya adalah lilin, senter, dan emergency lamp.

Lebih terperinci

BAB II KAMPANYE ANTISIPASI KEBAKARAN DI PEMUKIMAN PADAT

BAB II KAMPANYE ANTISIPASI KEBAKARAN DI PEMUKIMAN PADAT BAB II KAMPANYE ANTISIPASI KEBAKARAN DI PEMUKIMAN PADAT 2.1 Kampanye Menurut ( Drs.Anton Venus, M.A 2004 : 8 ) kampanye sosial adalah suatu kegiatan komunikasi untuk mempengaruhi masyarakat dengan merencanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, banyak masyarakat yang mengabaikan banyak hal yang membahayakan tetapi hal tersebut merupakan hal yang cukup sepele. Contoh konkretnya ialah : ketika kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Kota sebagai pusat berbagai kegiatan baik itu kegiatan perekonomian, kegiatan industri, kegiatan pendidikan, perdagangan, hiburan, pemerintahan dan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Geografi

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13 LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu pembangunan kawasan industri banyak dilakukan salah satunya adalah pergudangan yang menunjang produksi suatu perusahaan. Setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebakaran adalah peristiwa yang sering terjadi di lingkungan masyarakat. Dampak dari kebakaran ini adalah kerugian harta dan benda, serta jiwa manusia. Peristiwa

Lebih terperinci

KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI

KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI KERENTANAN DAN KESIAPSIAGAAN DI DESA BAWAK KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN TERHADAP BENCANA BANJIR NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Program

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016

KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

Penataan Kota dan Permukiman

Penataan Kota dan Permukiman Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Markas Pusat Pemadam Kebakaran Pemkot Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Markas Pusat Pemadam Kebakaran Pemkot Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan manusia, harta benda maupun lingkungan. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan pembangunan yang semakin pesat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sedangkan waktu penelitian ini di mulai Pada tanggal 07 Januari 2014 sampai 07

BAB III METODE PENELITIAN. Sedangkan waktu penelitian ini di mulai Pada tanggal 07 Januari 2014 sampai 07 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Teluk Belitung kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Sebelum seorang peneliti memulai kegiatannya meneliti, harus memulai membuat rancangan terlebih dahulu. Rancangan tersebut diberi nama desain penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemilihan tempat di Kecamatan sentajo raya Kabupaten Kuantan Singingi. segi waktu dan biaya penulis merasa terjangkau.

BAB III METODE PENELITIAN. pemilihan tempat di Kecamatan sentajo raya Kabupaten Kuantan Singingi. segi waktu dan biaya penulis merasa terjangkau. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di teluk kecamatan sentajo raya - Kuantan Singingi,. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2014. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PEMAIN U 23 PERSATUAN SEPAK BOLA EAGLE SIDOHARJO PACITAN TENTANG PPC (PENCEGAHAN DAN PERAWATAN CEDERA) TAHUN 2015

PEMAHAMAN PEMAIN U 23 PERSATUAN SEPAK BOLA EAGLE SIDOHARJO PACITAN TENTANG PPC (PENCEGAHAN DAN PERAWATAN CEDERA) TAHUN 2015 Artikel Skripsi PEMAHAMAN PEMAIN U 23 PERSATUAN SEPAK BOLA EAGLE SIDOHARJO PACITAN TENTANG PPC (PENCEGAHAN DAN PERAWATAN CEDERA) TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48 Pewarta-Indonesia, Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci