LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WLAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGNONGKO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WLAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGNONGKO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009"

Transkripsi

1 LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WLAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGNONGKO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2009 Istianna Nurhidayati, Nurfitriah Program Studi SI Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten istianna ABSTRACT: Infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia. ISPA menyebabkan 4 iuta dan 5 juta perkiraan kematian pada anak berusia dibawah lima tahun pada setiap tahunnya. Di Puskesmas Karangnongko ISPA temasuk dalam urutan pertama dari 0 besar penyakit pada tahun Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko yang bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dengan mengaitkan faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang meliputi kepadatan hunian, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, jenis bahan bakar memasak, dan saluran pembuangan asap dapur. Penelitian ini menggunakan rancangan case control 55 sampel yang berusia 0-5 tahun. Analisis hasil dengan menggunakan uji Chi Square pada Confident interval (CI) 95% dan - < Untuk mengukur tingkat risiko lingkungan, dengan kejadian ISPA dengan mencari nilai odds Ratio (OR). Hasil analisis diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara lingkungan ftsik rumah yang meliputi faktor kepadatan hunian (OR=4,235 p=0,00), luas ventilasi (OR=5,25 p=0,000), jenis lantai (OR=4,986 p=0,000), jenis dinding (OR=4,68 p=0,000), jenis bahan bakar masak (OR=4,78 p=0,02) dan keberadaan saluran pembuangan asap dapur (OR=9,462 p=0,000). Kesimpulan adalah ada hubungan yang bermakna antara lingkungan fisik rumah yang meliputi kepadatan hunian, luas ventilasi, jenis dinding, jenis bahan bakar masak dan keberadaan saluran pembuangan asap dapur dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko. Saran dari peneliti adalah perlu ditingkatkan dan diperhatikan konstruksi bangunan rumah, perlu penyuluhan tentang pentingnya lingkungan rumah sehat. Kata kunci : Lingkungan fisik rumah, ISPA, balita.

2 A. PENDAHULUAN ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di Negara berkembang. ISPA menyebabkan empat juta dari I 5 juta perkiraan kernatian pada anak berusia di bawah lima tahun pada setiap tahun. Sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi muda (usia kurang dari dua bulan) (WHO, 2002). Hapsara (2004) menyebutkan bahwa di Indonesia penyakit ISPA masih merupakan masalah kesehatan. Berdasarkan keluhan responden Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 200, ISPA termasuk dalam prevalensi tertinggi untuk 0 kelompok penyakit terbanyak nomor tiga sebanyak 24% setelah penyakit gigi dan mulut, serta gangguan refraksi dan penglihatan. Menurut data di Puskesrnas Karangnongko ISPA termasuk dalam sepuluh besar penyakit dan masih menduduki urutan pertama di Puskesmas Karangnongko Klaten. Sepuluh Besar Penyakit Di Puskesmas Karangnongko KlatenTahun 2008 No. Jenis Penyakit Jumlah Paryakit ISPA 3348 Diare 274 Gastitis (maag) 945 Mgrur 752 Gatal-gatal 676 Penyakit kulit lainya 609 Peyakit Gigi lainya 602 Influenza 52 Caries Gigi 33 Hipertensi 76 JUMLAH 034 Berdasarkan data di Puskesmas Karangnongko, kunjungan pasien balita penderita penyakit ISPA meningkat dari 2360 pada tahun 2007 dan mengalami peningkatan kasus pada tahun 2008 menjadi 3348, berarti ada peningkatan kasus sebanyak 988. Berdasar data kesehatan lingkungan tahun 2008 di Puskemas Karangnongko, dari 4285 rumah yang disurvei terdapat 2576 (60%) rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan 709 (40%) rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan (DinKes, 2007). Perumahan merupakan satrah satu kebutuhan pokok manusia, bahwa kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit. Kondisi

3 sanitasi perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menjadi penyebab penyakit ISPA dan Tuberculosis. Pencemaran lingkungan seperti asap yang berasal dari sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, kelembaban dan curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA, oleh karena itu upaya untuk tercapainya tujuan pemberantasan penyakit ISPA ialah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor risiko lingkungan (Depkes, R. I, 2004). B. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan case control yaitu dengan menentukan penyakitnya terlebih dahulu baru ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Populasi penelitian ini adalah balita berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA dan berobat di Puskesmas Karangnongko pada bulan Maret-April 2009, bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Klaten. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Peneliti melakukan teknik purposive sampling pada 3 Desa yang ada di wilayah Kerja puskesmas Karangnongko Klaten. Responden yang digunakan yaitu ibu balita yang berusia 0-5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi serta berada di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Klaten. Pemilihan subjek control dengan cara menyetarakan (matching) individu yang jenis kelamin dan umur dengan interval umur satu bulan. Alat ukur yang diperlukan dalam penelitian ini adalah catatan medik, kuesioner, meteran (roll meter). Catatan medik digunakan untuk menentukan subjek sebagai penderita ISPA atau bukan. Kuesioner digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian yang tidak bisa diukur secara nyata dan hanya bisa dilakukan dengan melakukan wawancara dengan ibu subjek. Meteran (roll meter) digunakan untuk pengukuran luas ventilasi dan luas lantai. Cara mengukumya dengan menarik pita roll meter sesuai dengan yang hendak diukur, kemudian dicatat. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%, a = 5% untuk mengetahui hubungan setiap variabel pada lingkungan fisik rumah dengan variabel kejadian ISPA pada anak balita. Untuk mengetahui tingkat risiko lingkungan rumah terhadap kejadian ISPA digunakan nilai Odd Ratio (OR).

4 C. HASIL DAN PEMBAHASAN. HASIL a. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur Umur balita dibagi lima golongan yaitu mulai dari umur < tahun, -2 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun, 4-5 tahun, lengkapnya disajikan pada table l berikut: Tabel Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Golongan Umur Kasus (Tahun) <l tahun -2 tahun 2-3 tahun 3-4 tahun 4-5 tahun ,6 50,9 6,4 3, ,6 50,9 6,4 36 5,5 Berdasarkan diatas dapat dilihat bahwa balita yang terserang penyakit ISPA paling banyak pada golongan umur -2 tahun sebesar (50,9%). ) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Jenis Kelamin Kasus Laki-laki Perempuan ,5 45, ,5 45,5 Berdasarkan pada tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah kasus ISPA lebih banyak dari jenis kelmain laki-laki yaitu (54,5%).

5 2) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kepadatan hunian Tabel 3 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Kepadatan Hunian Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Kepadatan Hunian Kasus Padat Tidak Padat ,4 34, ,9 69, Berdasarkan pada tabel 3 dapat dilihat bahwa kepadatan hunian pada kelompok kasus 65,5% padat, sedangkan pada kelompok control 69% tidak padat. 3) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan luas ventilasi Tabel 4 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Luas Ventilasi Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Luas Ventilasi Rumah Kasus Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat ,6 36, ,5 74,5 Berdasarkan pada tabel 4 dapat dilihat bahwa luas ventilasi rumah pada kelompok kasus 63,6% tidak memenuhi sayat, sedangkan pada kelompok kontrol 74,5% memenuhi syarat. 4) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis lantai Tabel 5 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Lantai Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Jenis Lantai Rumah Kasus Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat ,2 4, ,8 78,2 Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa jenis lantai rumah pada kelompok kasus 58,2% tidak memenuhi syarat, sedangkan pada kelompok kontrol 78,2% memenuhi syarat.

6 5) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis dinding Tabel 6 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Dinding Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Jenis Dinding Rumah Kasus Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat ,5 34, ,3 72,7 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa jenis dinding rumah balita pada kelompok kasus 65,5% tidak memenuhi syarat, sedangkan pada kelompok kontrol 72,7% memenuhi syarat. 6) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis bahan bakar masak Tabel 7 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Bahan Bakar Memasak (BBM) Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten BBM Kasus Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat ,7 7, ,7 27,3 Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jenis bahan bakar masak keluarga balita pada kelompok kasus 92,7% tidak memenuhi syarat, sedangkan pada kelompok kontrol 72,7% memenuhi syarat. 7) Karakteristik subyek penelitian berdasarkan saluran pembuangan asap dapur Tabel 8 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Keberadaan Saluran Pembuangan Asap Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten Keberadaan Saluran Kasus Pembuangan Asap Tidak Ada Ada ,5 25, ,6 76,4 Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa keberadaan saluran pembuangan asap dapur rumah balita pada kelompok kasus 74,5%

7 tidak ada, sedangkan pada kelompok kontrol 76,4% ada saluran pembuangan asap. 8) Hubungan Antar Variabel Tabel 9 Hasil Analisis Bivariat Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnongko Klaten No. Variabel Df P value OR Cl Kepadata Hunian Luas Ventilasi Jenis Lantai Jenis Dinding BBM Saluran Pembuangan Asap 0,00 0,000 0,000 0,000 0,02 0,000 4,235 5,25 4,986 4,68 4,78 9,462,908<OR<9,402 2,26<OR<,69 2,64<OR<,486 2,066<OR<0,327,472<OR<5,530 3,968<OR<22,560 Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa keberadaan saluran pembuangan asap dapur rumah balita pada kelompok kasus 74,5% tidak ada, sedangkan pada kelompok kontrol 76,4% ada saluran pembuangan asap. Berdasarkan pada Tabel 9 dapat dilihat nilai p tertinggi pada variabel bahan bakar masak yaitu p = 0,02 variabel lainnya dengan nilai sama yaitu p = 0,000 dan nilai OR terbesar pada variabel Saluran Pembuangan Asap yairu OR = 9,462 dengan C = 3,968<OR<22,560 sedangkan nilai OR terendah pada variaber Jenis Dinding yaitu OR = 4,68 dengan CI = 2,066<OR<0, PEMBAHASAN a. Hubungan Antara Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Balita Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil p = 0,000 karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, dengan kata lain rumah yang padat penghuni terbukti merupakan faktor risiko terjadi penyakit ISPA pada balita. Nilai OR = 4,235 menunjukan bahwa balita yang tinggal di rumah padat penghuni memiliki risiko terkena penyakit ISPA 4,235 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang tidak padat penghuni. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sulistiyowati (2003) menyatakan bahwa kepadatan hunian

8 mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Kepadatan hunian yang tidak baik (kurang dari 9 m 2 /orang) akan meningkatkan frekuensi kontak, kepadatan populasi dan konsentrasi serta kedekatan antara orang yang menjadi sumber penularan dan orang yang rentan diantara populasi serta memudahkan penularan dari organisme-organisme penyebab ISPA (WHO, 200). Kepadatan penghuni merupakan perbandingan antara luas lantai dalam rumah dengan jumlah individu yang menghuni rumah tersebut. Untuk empat orang calon penghuni rumah maka diperlukan luas rumah 36 m 2. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 829.MENKES/SK/VII/999 bahwa luas ruang tidur minimal 8 m, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruangan tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun. Kepadatan yang berlebihan akan memudahkan penyakit-penyakit seperti tuberculosis, influenza yarg ditularkan dari satu orang ke yang lain. Di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko untuk kepadatan huniannya masih banyak yang tidak memenuhi syarat atau padat penghuninya karena dalam satu rumah ditempati ada yang lebih dari satu kepala keluarga. b. Hubungan Antara Luas Ventilasi Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil dari uji Chi Square diperoleh hasil p = 0,000 karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dengan kata lain rumah dengan luas ventilasinya tidak memenuhi syarat terbukti merupakan faktor resiko terjadinya penyakit ISPA pada balita. Nilai OR = 5,25 menunjukan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi tidak memenuhi syarat memiliki resiko terkena penyakit ISPA 5,25 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi memenuhi syarat. Hasil penelitan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sulistiyowati (2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kej adian penyakit ISPA. Salah satu upaya mencegah terjadinya ISPA adalah pemasangan genteng kaca dan perbaikan ventilasi yaitu dengan membuat jendela yang dapat dibuka agar terjadi pertukaran udara dalam ruangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan i999 (Kepmenkes RI No 829/MENKES/SK/VII/999) luas minimal ventilasi adalah 0% dari luas lantai. Pengaturan letak ventilasi sedapat mungkin dijauhkan dari

9 sumber pencemar, pengaturan waktu masuk udara segar misalnya pada pagi hari diupayakan dibuka agar terjadi pertukaran udara dalam ruangan. Luas ventilasi adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik dan menghilangkan gasgas yang tidak menyenagkan sehingga pemasangan ventilasi itu sangat penting bagi pembangunan suatu rumah dan itupun harus disesuaikan dengan syarat kesehatan perumahan yaitu l0% dan luas lantai. c. Hubungan Antara Jenis Lantai Dengan Kejadian penyakit ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil p = 0,000 karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, dengan kata lain rumah yang jenis lantainya tidak memenuhi syarat terbukti merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ISPA pada balita. Nilai OR = 4,986 menunjukan bahwa balita yang tinggat di rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat memiliki resiko terkena penyakit ISPA 4,986 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai memenuhi syarat. Makin rendah kualitas lantai rumah resiko terjadinya penyakit ISPA pada Balita semakin tinggi. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanto dkk (2000) bahwa jenis lantai setengah plester dan tanah akan banyak mempengaruhi kelembaban rumah, kondisi rumah yang lembab dan susah dibersihkan merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme pathogen termasuk kuman ISPA. Jenis lantai tanah tidak baik dari segi kebersihan udara dalam rumah dan kemungkinan timbulnya masalah kecacingan, maka sebaiknya agar terhindar dari penyakit gunakan jenis lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan. Di wilayah Puskesmas Karangnongko masih banyak masyarakat yang jenis lantai rumahnya belum memenuhi syarat, sebagian besar masih dari tanah atau setengah plester. d. Hubungan Antara Jenis Dinding Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil p = karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, dangan kata lain rumah yang jenis dinding tidak memenuhi syarat terbukti merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ISPA pada Balita. Nilai OR = 4,68

10 menunjukan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan jenis dinding tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena penyakit ISPA 4,986 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan jenis dinding memenuhi syarat. Dinding rumah yang terbuat dari anyaman dan rumbia, anyaman bambu dan papan atau kayu masih dapat ditembus udara, sehingga dapat mernperbaiki penghawaan, tetapi sulit untuk dapat menjamin kebersihannya dari debu yang menempel didinding. Oleh karena itu sebaiknya memakai bahan dinding yang mudah dibersihkan dan bersifat permanent (Lubis.S.Soesanto, 2000). e. Hubungan Antara Jenis Bahan Bakar Masak (BBM) Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil p = 0,006 karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar masak dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, dengan kata lain rumah yang jenis bahan bakar masaknya tidak memenuhi syarat terbukti merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ISPA pada Balita. Nilai OR = 4,78 menunjukan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan bahan bakar masak tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena penyakit ISPA 4,78 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan bahan bakar masak memenuhi syarat. Hal ini mungkin dikarenakan responden tinggal di daerah pedesaan sehingga mereka memanfaatkan bahan bakar dari alam yaitu kayu bakar dan sebagian lagi menggunakan kompor minyak yang relative rebih mudah dan murah untuk memperolehnya dibandingkan jika menggunakan kompor gas atau lishik. Maka apabila penghawaan rumah tidak baik dan tidak ada saluran pembuangan asap dapur, maka asap akan memenuhi seluruh ruangan. Asap akan memperparah sakit pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan pencemaran udara misal menggunakan kompor gas atau listrik. f. Hubungan Antara Saluran Pembuangan Asap Dapur Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh hasil p = 0,000 karena nilai p < 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara saluran pembuangan asap dapur dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, dengan kata lain rumah yang tidak ada saluran pembuangan asap dapur terbukti merupakan fartor risiko terjadinya penyakit ISPA pada Balita, Nilai OR = 9,462 menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah yang tidak ada saluran pembuangan asap dapur memiliki risiko terkena

11 penyakit ISPA 9,462 kali lebih besar dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang ada saluran pembuangan asap dapur. Keberadaan saluran pembuangan asap dapur sangat penting ketika menggunakan bahan bakar masak terutama kayu dan kompor minyak saluran pembuangan asap dapur diperlukan untuk penyaluran asap keluar ruangan. Sebaiknya diletakan tepat diantara tungku atau dekat dengan tungku (Ditjen PPN & PL, 2003) agar asap dapur dapat langsung keluar rumah dan tidak terhirup oleh penghuni rumah terutama bayi dan balita. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Lubis dkk (996) bahwa ada hubungan yang bermakna antara rumah yang banyak asap dapur dengan kejadian penyakit ISPA. D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, maka kesimpulan panelitian ini adalah "Ada hubungan positif antara lingkungan fisik rumah yang baik dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten" Adapun faktor lingkungan fisik rumah juga berpengaruh yaitu : a) Ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value = 0.00, OR = 4,235 ). b) Ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value = 0,000, OR = 5,25). c) Ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value = 0.000, OR = 4,986). d) Ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value = 0,000, OR = 4,68). e) Ada hubungan yang bermakna arltarajenis bahan bakar masak yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value=0,02, OR=4,78). f) Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan saluran pembuangan asap dapur yang memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Karangnongko Kabupaten Klaten (p value = 0,000, OR = 9,462).

12 DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, H. Mukty, H. A. (2005) Dasar-dasar IImu penyakit paru, cetakan Ke-3, Airlangga University press, Surabaya. Bustan, M. N. (2000) Epidemiorogi penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta. Depkes. R. I. (2002) Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Bakti Husada, Jakarta.. (996) Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Ditjen. PPM &PL, Jakarta.. (2004) Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Bakti Husada Jakarta.. (99) Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Pusat Pendidikankan Tenaga Kesehatan, Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. (2009) Profil Kesehatan Puskesmas Karangnongko. Ditjen PPM & PLP. (2000) Pedoman Teknis Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, Bakti Husada, Jakarta. Ditjen. PPM & PLP. (2003) Prosedur Kerja Surveilans Faktor Resiko penyakit Menular dalam Intensifikasi pemberantasan penyakit Menular Terpadu Berbasis Wilayah, Bakti Husada, Jakarta. Hapsara, H. R. (2004) Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hidayat, A. Azis Alimul. (2007) Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis, Salemba Medika, Jakarta.

13 Hidayati, S., Munowaroh, S. (999) lnfeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita. Pedoman Tatalaksana Praktis untuk Petugas Puskesmas, INRUD, Yogyakarta. Irianto, K. (2004) Gizi dan Pola Hidup Sehat,Yrama Widya, Bandung. Lubis, A, Soewasti, S. S, Kusnindar, Nainggolan, R, Djarismawati, Sukar. (996) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Batuk dengan Nafas Cepat pada Balita, Buletin Penelitian Kesehatan, Jakarta. Notoatmodjo. (997) Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Rineka Cipta, Jakarta. Sastroasmoro, S., Ismail, S. (2002) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, ed.2., Sagung Seto, Jakarta. Soemirat. (2002) Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soesanto, S. S., Lubis, A., Atmosukarto, K. (2000) Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit ISPA dan TB Paru, Medika Litbang Kesehatan Vol. X. No. 2. Hal : 27-30, Jakarta. Sudijono, Anas. (2004) Persada, Jakarta. Pengantar Statistik Pendidikan, PT. Rajagrafindo Sugiyono. (2006) Statistika untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung. Sulistyowati. (2003) Hubungan Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Tahun 2003, Karya Tulis Ilmiah, Kesling-POLTEKES, Yogyakarta. WHO. (2002) Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, EGC, Jakarta.. (200) Planet Kita Kesehatan Kita, Gadjah Mada University press, Yogyakarta. Wulansari, A. (2004) Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Kelembaban, Pencahayaan dan Kepadatan Hunian dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita, Karya Tulis Ilmiah, FKM-UNDIP, Sernarang www. Fkmundip.Or.Id. Download tanggal 23 April 2009.

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK Faktor-Faktor yang Barhubungan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Kebersihan dan Keindahan Kota Martapura Kabupaten OKU Timur Tahun 14 DELI LILIA Deli_lilia@ymail.com Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Menurut laporan World Health Organitation

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL 1) Made Ulandari 1) Bagian Epidemiologi FKM Unismuh Palu ABSTRAK Latar Belakang : Infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan masih tingginya angka

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010 dan diharapkan akan mencapai tingkat kesehatan tertentu yang ditandai oleh penduduknya

Lebih terperinci

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK HUBUNGAN KEMAMPUAN KELUARGA DALAM MERAWAT BALITA YANG ISPA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BERULANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI Ani Murtiana 1, Ari Setiyajati 2, Ahmad Syamsul Bahri 3 Latar Belakang : Penyakit diare sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA

SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA Tuti Susilawati Male. 2013.Gambaran Pelaksanaan Klinik Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit ISPA. Jurusan Kesehatan Masyarakat. Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO Safrizal.SA Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Teuku Umar E-mail: friza.maulanaboet@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA MARINSOUW DAN PULISAN KABUPATEN MINAHASA UTARA. Marten Jeis Takoes*, Grace D. Kandou*, Paul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Ngaglik, Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman Yogyakarta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** ANALISA FAKT RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** * Program Studi Pendidikan Dokter UHO ** Bagian Kimia Bahan Alam Prodi Farmasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling sering mengenai bayi dan anak. Bayi yang masih sangat muda akan sangat mudah tertular, penularan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Disusun untuk Memenuhi salah Satu

Lebih terperinci

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp LAMPIRAN 1 LEMBAR PERTANYAAN ANALISIS PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN RIWAYAT PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI DESA SIHONONGAN KECAMATAN PARANGINAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2016 I. Identitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional melalui pengamatan sesaat atau dalam suatu periode tertentu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat derajat kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah. Pada penentuan derajat kesehatan terdapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit ISPA

Lebih terperinci

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Sri Zein Polumulo. Nim :811408107 Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 Ari Budianto 1) Khoidar Amirus 2) ABSTRAK Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Eti Rohayati ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015 HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI POSYANDU CEMPAKA DAN MAWAR DESA CUKANGKAWUNG TASIKMALAYA PERIODE BULAN APRIL 2015 Oleh : Beti khotipah ABSTRACT Di Negara berkembang dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KELUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGAN KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2008

HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KELUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGAN KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2008 HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KELUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUNTUNGAN KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2008 Evi Naria 1, Indra Chahaya 1 dan Asmawati 2 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang

Lebih terperinci

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN : Vol. Nomor Januari Jurnal Medika Respati ISSN : 97-7 HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA ANAK USIA 6 TAHUN DI PUSKESMAS RAWAT INAP WAIRASA SUMBA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak terutama pada penyakit pneumonia. 2. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci