BAB I PENDAHULUAN. negara sebagai wujud pemenuhan persamaan di muka hukum (equality before the

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. negara sebagai wujud pemenuhan persamaan di muka hukum (equality before the"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Pemberian Bantuan Hukum Bantuan Hukum adalah hak setiap warga negara sebagai wujud pemenuhan persamaan di muka hukum (equality before the law) 1 bagi setiap warga negara Indonesia. Yuris menganggap setiap hak sebagai barang tidak berrwujud. Dengan demikian, Bantuan Hukum adalah suatu barang tidak berwujud (intangible property), milik setiap warga negara, maupun penduduk yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penulis berpendapat bahwa hak atas Bantuan Hukum tersebut merupakan hak konstitusional setiap orang yang timbul sebab ada janji yang dibuat secara sepihak (unilateral voluntary obbligation) oleh antara lain Negara, sebagai suatu subjek hukum secara sukarela atau cuma cuma. Namun demikian, hakikat keilmuan dari kewajiban yang wajib dipikul oleh Negara tersebut, dalam hal ini hakikat Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan yang bersifat cuma-cuma, belum terlalu memperoleh perhatian dalam studi keilmuan kurikulum. Hal itulah yang telah menjadi alasan yang pertama mengapa Penulis tertarik untuk mengangkat judul: Bantuan Hukum Sebagai 1 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 4.

2 Suatu Perikatan yang Bersifat Cuma Cuma untuk penelitian dan penulisan skripsi kesarjanaan Penulis. Alasan yang kedua mengapa Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pada akhirnya menulis suatu skripsi kesarjanaan dengan judul sebagaimana telah dipaparkan di atas adalah bahwa, meskipun Bantuan Hukum telah diatur secara khusus dan diakui dalam beberapa peraturan perundang undangan, baik yang pernah maupun tengah berlaku di Indonesia, antara lain misalnya diatur di dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Khususnya Pasal 69 sampai dengan Pasal 74, 2 namun belum terlihat di sana sifat-sifat atau hakekat, karakteristik, cuma cuma dari Bantuan Hukum tersebut. 3 Pasal 69 KUHAP misalnya, hanya merekam keinginan pembuat undang undang bahwa penasehat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP. 4 Kaedah hukum Pasal 69 KUHAP tersebut sama sekali tidak mengatakan apakah sifat dari suatu Bantuan Hukum tersebut. Demikian juga dengan penjelasan Pasal 69 KUHAP misalnya, belum dinyatakan 2 Pasal KUHAP adalah Pasal Pasal di bawah judul Bab VII tentang Bantuan Hukum. 3 Memang kata cuma cuma ada dicantumkan di luar Bab VII itu, yaitu dalam pasal 56 Ayat (2). Namun demikian apakah sifat cuma cuma itu adalah tanpa menerima honorarium, misalnya uang transport. Penjelasan pasal 56 hanya mengatakan cukup jelas. Dalam kenyataannya hampir tidak ada tenaga penasehat hukum sebagaimana dimaksud oleh pasal 56 Ayat (2) yang tidak menerima uang honorarium atau pengganti uang transportasi misalnya dari pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemerikasaan dalam proses peradilan? 4 Bab VII, Bantuan Hukum, UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3 di sana sifat dari Bantuan Hukum yang diberikan. Penjelasan Pasal tersebut hanya menegaskan bahwa apa yang diatur dalam Pasal 69 tersebut cukup jelas. Dalam Peraturan Perundang undangan di daerah, ada pula pengaturan mengenai Bantuan Hukum. Hanya saja, berbagai peraturan di daerah yang Penulis dapatkan dalam pra-penelitian yang dilakukan sendiri oleh Penulis, tidak dapat Penulis jumpai apakah hakikat dari pemberian Bantuan Hukum oleh Pemerintah Daerah yang diatur dalam peraturan perundang undangan di aras daerah itu. Ambil contoh, di Kota Semarang. Di daerah itu, ada peraturan Walikota Semarang No. 10 tahun 2010 tentang Fasilitas Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin Kota Semarang yang dimuat dalam Berita Daerah Kota Semarang tahun 2010 No. 10. Namun, setelah Penulis teliti dengan cermat aturan tersebut, Penulis tidak menemukan secara tersurat (tegas) penjelasan mengenai sifat pemberian Bantuan Hukum yang ada dalam peraturan daerah tersebut. Demikian pula dengan aturan yang sama di Kota Salatiga yaitu dalam Peraturan Walikota Salatiga No. 51 tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga. Setelah Penulis teliti dalam peraturan perundang undangan tersebut, aturan itu hanya memuat bahwa Bantuan Hukum yang diberikan kepada masyarakat oleh Pemerintah Kota sebatas untuk menjalankan tugas dari bagian hukum Pemerintah Kota Salatiga. Dalam peraturan tersebut tidak mengatur secara tegas tentang bagaimana Bantuan Hukum serta maksud dan sifat dalam Bantuan Hukum tersebut.

4 Mengapa sifat dari Bantuan Hukum itu tidak juga dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang undangan, antara lain seperti peraturan perundang undangan yang telah Penulis gambarkan diatas? Apakah para pembuat peraturan perundang undangan tersebut merasa tidak perlu untuk menyatakan secara tegas sifat Bantuan Hukum tersebut, mengingat hal itu Bantuan Hukum adalah sesuatu yang selalu bersifat cuma cuma? Ataukah sebetulnya ada alasan apa? Hal inilah yang juga menjadi alasan Penulis yang ketiga, mengapa Penulis memilih judul: Bantuan Hukum Sebagai Suatu Perikatan yang Bersifat Cuma-Cuma sebagai judul penelitian dan penulisan skripsi kesarjanaan ini Latar Belakang Masalah Adapun hal yang melatarbelakangi penelitian dan pada akhirnya penulisan skripsi kesarjanaan dengan judul sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah, bahwa sifat cuma-cuma dari Bantuan Hukum baru dinyatakan secara tegas (expressed) dalam peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia, 22 tahun setelah tahun 1981 dengan berlakunya KUHAP. 5 Ditandai dengan penempatan sifat cuma cuma dari Bantuan Hukum dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Kemudian lima tahun kemudian dalam PP No. 83 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma Cuma, secara tegas sifat Bantuan Hukumnya itu dinyatakan. Hanya saja, apa hakikat dari Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan voluntir yang bersegi 5 UU No. 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

5 satu sebagaimana telah penulis kemukakan di atas, belum begitu mendapat perhatian dalam kajian ilmiah. Dengan kaitannya dengan itu, pengertian dari perikatan bersegi satu atau yang dikenal dalam kontrak sebagai nama ilmu hukum dengan perikatan voluntir (unilateral voluntary obligation) itu adalah suatu janji (promise) atau pelaksanaan suatu tindakan (undertaking) oleh satu pihak. 6 Pihak yang melaksanakan tugas (perikatan/obligation) tersebut harus memiliki kapasitas (capacity) untuk mengikatkan dirinya sendiri secara sah (capacity to contract) Pengikatan diri sendiri yang dilakukan oleh hanya satu pihak itu juga terjadi mengikat si orang atau pihak yang mengikatkan dirinya sendiri tersebut mengikat orang atau pihak itu juga mempunyai kekuasaan untuk itu (power to contract). Pihak atau orang yang mengikatkan dirinya sendiri tersebut juga harus memiliki kehendak yang nyata (present intention) untuk mengikatkan dirinya sendiri supaya melakukan pembayaran, atau untuk melakukan sesuatu. Dus, sama dengan orang atau pihak yang bersangkutan mengikatkan dirinya sendiri secara suka rela atau voluntir untuk melaksanakan sesuatu (to perform) atau untuk melaksanakan sesuatu bagi atau terhadap orang lain yang identitasnya sudah tertentu. Dalam kaitannya dengan itu, perlu ditegaskan di sini bahwa ada suatu pandangan yang sudah merupakan suatu kebenaran terkecuali apabila pandangan itu di belakangan hari nanti mungkin akan dibuktikan sebaliknya bahwa cukup hanya dengan 6 Uraian mengenai unilateral voluntary obligation Perikatan Bersegi Satu, Cuma-Cuma ini Penulis ambil seluruhnya dari buku Jeferson Kameo SH, LLM, Ph.D Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univerrsitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

6 seseorang mengucapkan semata-mata suatu janji saja maka secara moral janji yang diucapkan oleh orang itu mengikat. Berbagai research dalam ilmu hukum membuktikan bahwa memang secara umum, pandangan semacam itu sudah pernah ada dan dapat dilacak kembali, setidak-tidaknya dalam pernyataan Grotius yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai bapak hukum internasional itu. Di samping Grotius, dapat dilihat dalam karya beberapa filsuf yang memelajari hukum, mereka yang tergabung dalam filsafat beraliran hukum alam. Sifat satu sisi atau unilateral dan voluntir dari janji atau promise itu nampak dari beberapa kenyataan berikut ini. Pertama, bahwa janji tersebut hanya melibatkan suatu pernyataan kehendak dari satu pihak saja. Kedua, bahwa janji itu hanya menampakan beban pertanggungjawaban kepada satu pihak saja. Janji seperti itu tidak membutuhkan atau tidak mempersyaratkan penerimaan (acceptance) yang harus dilakukan oleh pihak lain. Ketiga, bahwa janji seperti itu tidak membutuhkan persetujuan (assent) dari pihak yang diuntungkan dari sesuatu (janji) yang diberikan oleh si pembuat janji. Keempat, bahwa pihak yang diuntungkan dari suatu janji yang diberikan oleh seorang pembuat janji itu bisa saja meliputi siapa saja yang berada dalam suatu rangkaian jumlah orang yang mendengar atau mengetahui janji itu.yang dimaksud dengan siapa saja yang berada dalam suatu rangkaian jumlah orang tersebut misalnya; siapa saja yang menemukan suatu barang milik si pembuat

7 janji yang hilang. Dus, tidak merupakan sesuatu yang bersifat mewajibkan (obligatory) apabila si orang yang dituju oleh manfaat yang diberikan oleh si Pembuat janji itu menolak janji atau manfaat yang telah dijanjikan. Kelima, bahwa janji juga bersifat voluntir atau sukarela (gratuitous). Adapun yang dimaksud dengan voluntir artinya meskipun dalam kenyataannya kadangkala menang tak terhindarkan harus ada suatu pemenuhan kewajiban tertentu janji yang diberikan itu tidak membutuhkan suatu pembayaran ataupun pelaksanaan kegiatan apapun oleh pihak lain yang mengetahui atau mendengar janji itu. Sifat voluntir dari janji seperti telah dikemukakan di atas itu, dapat dilihat misalnya, pada orang yang berjanji untuk memberikan donasi atau sumbangan kepada suatu lembaga amal. Janji yang demikian itu, pada umumnya semata-mata bersifat sukarela. Sama halnya dengan suatu janji untuk memberikan suatu penghargaan atau hadiah, sehubungan dengan dikembalikan suatu barang yang hilang, juga dapat digolongkan perbuatan yang bersifat sukarela. Sifat voluntir itu tidak hilang dengan fakta yang (niscaya) sulit dihindari. Yaitu, fakta bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan; dalam hal ini, yang dimaksud dengan sesuatu yang harus dilakukan terrsebut adalah; misalnya mengembalikan; dengan cara menyerahkan barang yang hilang itu kedalam tangan si pemilik barang. Mengingat adalah merupakan sesuatu yang niscaya, bahwa harus ada pengembalian barang yang hilang oleh orang yang menemukan barang tersebut, diserahkan kepada si pemilik barang, maka tindakan penyerahan barang itu

8 kemudian dikategorikan sebagi suatu tindakan hukum untuk memenuhi persyaratan atas kewajiban yang dilekatkan secara otomatis pada janji tersebut. Itulah sebabnya kemudian muncul gagasan dari sementara jurist bahwa hal itu dapat digolongkan sebagai suatu perikatan voluntir bersyarat. Padahal, hal itu tak perlu. Janji atau perikatan bersegi satu itu, kadang kala, dapat diperbandingkan dengan the polliciatio, suatu institusi hukum yang dikenal dalam hukum Romawi; pactum est duorum concencus atque conventio, policitatio vero offerentis promissum. Stair, Juris Skotlandia, sempat melakukan suatu studi perbandingan untuk menemukan karakteristik yang unik dari apa yang di dalam kontrak sebagai nama ilmu hukum disebut disebut dengan janji, pollicitation atau penawaran atau offer, juga pakta atau pactum dan kontrak dalam pengertian perjanjian. Menurut Stair, dapat saja keliru apabila orang memersamakan janji dengan pollicitation yang memiliki kandungan ijab, penawaran atau offer. Menurut Stair, suatu janji adalah sesuatu yang sangat jelas dan murni. Dalam janji, masih menurut Stair, tidak ada sedikitpun terkandung atau tersirat di dalamnya suatu persyaratan. Sedangkan dengan apa yang dimaksud dengan persyaratan tersebut adalah, bahwa harus ada suatu penerimaan (kabul) atau acceptance dari pihak yang lain terrhadap janji tersebut, Untuk membantah adanya tuntutan penerimaan harus ada dalam janji, Stair kemudian menyatakan hasil amatannya. Bahwa janji atau promise saat ini sudah umum diterima sebagai sesuatu yang mengikat. Lebih jauh, Stair berpendapat

9 bahwa hukum kanonik (the canon law), juga sudah tidak lagi memberlakukan pengecualian terhadap de nudo pacto 7 yang dilakukan oleh hukum sipil. Sementara itu, di tempat yang lain, pakta atau pactum atau paction, dalam kontrak sebagai nama ilmu hukum, didefinisikan, duorum pluriumve in idem placitum consensus atque conventio. Para Yuris atau the institutional writers seperti Bankton menggolongkan institusi seperti pakta atau compact menjadi janji atau kontrak. Mereka, para institutional writers itu mendefinisikan bahwa suatu janji adalah keadaan dimana seseorang mewajibkan dirinya sendiri kepada orang lain, tanpa adanya suatu apapun kewajiban timbal balik maupun kontraprestasi yang bernilai atau sebagaimana sistem hukum Inggris menyebutnya sebagai valuable consideration. Itulah alasan mengapa suatu janji disebut sebagai suatu kewajiban atau perikatan yang bersifat cuma-cuma (gratuotius obligation). Sejalan dengan kedua Yuris di atas, Bell mendefinisikan suatu janji sebagi suatu perhubungan hukum. Menurut Bell, dalam perhubungan hukum demikian, kontraprestasi atau consideration tidak merupakan sesuatu yang hakiki yang harus terlebih dahulu ada atau yang harus disiapkan terlebih dahulu untuk mengantisipasi perbuatan suatu janji. Pandangan Bell ini mendefinisikan sekali lagi, pandangan yang dituntut oleh hukum dan berlaku dalam sistem hukum di Skotlandia apabila dijumpai peristiwa ada pihak yang memberikan, atau 7 Yang dimaksud dengan de nundo pacto adalah mere promise, atau janji saja!

10 menyerahkan, atau membayar, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Bell menambahkan bahwa suatu janji dapat bersifat absolut atau kondisional, bersyarat. Janji itu mengikat apabila dilakukan sebagai suatu perhubungan hukum yang bersifat final. Maksud dari perkataan final adalah bahwa seseorang tidak lagi akan menarik kembali apa yang telah diperjanjikannya. Sebaliknya bukan merupakan suatu janji apabila hanya sekedar dinyatakan sebagi suatu keinginan yang masih bersifat mungkin akan dilaksanakan. Meskipun demikian suatu janji dapat saja tidak lagi mengikat atau dibebaskan oleh suatu penolakan, baik penolakan tesebut dilakukan secara terangterangan atau secara tersirat dan diam-diam. Janji demikian itu dapat pula dibebaskan apabila teryata tidak dilaksanakan persyaratan yang telah dicantumkan dalam janji bersangkutan. Apakah prespektif unilateral voluntary obligation sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas juga berlaku dalam pemberian bantuan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia? Hal inilah yang menyebabkan Penulis merumuskan masalah sebagaimana dikemukakan dibawah ini. I.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka pokok pemasalahan yang akan diteliti adalah: bagaimana pemberian bantuan hukum sebagai suatu perikatan yang bersifat cuma cuma?

11 I.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: mengetahui bagaimana pemberian bantuan hukum sebagai suatu perikatan yang bersifat cuma cuma. I.5. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan penulis untuk melakukan penelitian ini adalah penelitian hukum. Maksud dari penelitian hukum adalah mencari dan menemukan prinsip pinsip dan kaedah kaedah hukum yang mengatur bagaimana Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan yag bersifat cumacuma (gratuitous). Satuan amatan; adalah peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan Bantuan Hukum yang bersifat cuma cuma seperti Undang Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP; Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU lama) dan Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang baru; Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat; Undang-Undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum; Surat Edaran No. 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum; Peraturan Walikota Salatiga No. 51 tahun 2008 tentang Tugas, Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural Pada Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga; Peraturan Walikota Semarang No 10 tahun 2010 tentang Fasilitas Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin Kota Semarang.

12 Sedangkan satuan analisis penelitian ini yaitu: bagaimana pemberian bantuan hukum (Bantuan Hukum) sebagai suatu perikatan yang bersifat cuma cuma (gratuitous).

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Bab ini berisi gambaran mengenai hasil penelitian dan analisis Penulis terhadap peraturan peraturan yang mengatur tentang Bantuan Hukum yang berlaku hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi menurut Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam Bab ini akan diketengahkan gambaran dari suatu hasil penelitian Penulis. Gambaran hasil penelitian dimaksud bukanlah penelitian terhadap studi kepustakaan seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam Bab ini Penulis akan melakukan tinjauan pustaka untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah yang telah Penulis kemukakan di Bab I, bagaimana pemberian Bantuan Hukum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN R GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

Pihak-pihak (the parties to contract) yang terlibat dalam putusan 2. diputus pada tanggal 21 September 2004 adalah Livio Tarantino 3.

Pihak-pihak (the parties to contract) yang terlibat dalam putusan 2. diputus pada tanggal 21 September 2004 adalah Livio Tarantino 3. Putusan 137/Pdt.G/2004.PN.SMG 1 Pihak-pihak (the parties to contract) yang terlibat dalam putusan 2 yang diputus pada tanggal 21 September 2004 adalah Livio Tarantino 3. Livio Tarantino (Livio) yang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akses kepada keadilan (access to justice) dan kesamaan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, yang mana hal itu terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum 1. Dalam

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak semakin berkurang, walaupun usaha untuk mengurangi sudah dilakukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk menekan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak Dapat Dikuasainya Bill of Lading oleh Importir dalam Perdagangan Internasional", dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan mengapa Penulis memiliki judul; Hubungan Kerja. berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. Adapun alasan mengapa Penulis memiliki judul; Hubungan Kerja. berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Adapun alasan mengapa Penulis memiliki judul; Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 25 TAHUN 2009 TLD NO : 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 25 TAHUN 2009 TLD NO : 24 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 25 TAHUN 2009 TLD NO : 24 PERATUAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa guna memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus

BAB I PENDAHULUAN. Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul: Kompetensi Absolut PTUN dalam Memutus Obyek Sengketa Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan

Lebih terperinci

KOMISI PENGUJI PENGUJI III. Krishna Djaya Darumurti, SH., MH DIUJI PADA TANGGAL 29 JUNI Mengetahui. Dekan Fakultas Hukum

KOMISI PENGUJI PENGUJI III. Krishna Djaya Darumurti, SH., MH DIUJI PADA TANGGAL 29 JUNI Mengetahui. Dekan Fakultas Hukum KOMISI PENGUJI PENGUJI I PENGUJI II Titon Slamet Kurnia, S.H., M.H Jeferson Kameo., SH., LL.M., Ph.D PENGUJI III Krishna Djaya Darumurti, SH., MH DIUJI PADA TANGGAL 29 JUNI 2012 Mengetahui Dekan Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas perlindungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak

Lebih terperinci

BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH. A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP

BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH. A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP Prespektif Fiqih Murâfa ah 1. Asas Praduga Tak Bersalah Asas Praduga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Sebagaimana judul Bab ini, berikut di bawah ini Penulis menggambarkan suatu analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul dari adanya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan Pembuktian merupakan bagian dari tahapan pemeriksaan perkara dalam persidangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH pp PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman di berbagai bidang kehidupan membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidup yang serba mudah dan praktis. Keberhasilan yang dicapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( ) BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK (Email) 1. Pengertian Alat Bukti Dalam proses persidangan, alat bukti merupakan sesuatu yang sangat penting fungsi dan keberadaanya untuk menentukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

PEMBELAAN TIM PENASEHAT HUKUM TAK RELEVAN JAKSA TETAP MINTA TAMHER-RAHAYAAN DIPENJARAKAN DUA TAHUN

PEMBELAAN TIM PENASEHAT HUKUM TAK RELEVAN JAKSA TETAP MINTA TAMHER-RAHAYAAN DIPENJARAKAN DUA TAHUN PEMBELAAN TIM PENASEHAT HUKUM TAK RELEVAN JAKSA TETAP MINTA TAMHER-RAHAYAAN DIPENJARAKAN DUA TAHUN rudiyanto.blog.kontan.co.id Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak Nota Pembelaan (Pledooi) Walikota Tual

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

TENTANG. 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran

TENTANG. 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan bantuan hukum

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma bagi Terdakwa yang tidak mampu di Pengadilan Negeri Salatiga, kesimpulan-kesimpulan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR : 3 TAHUN 2010 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR : 3 TAHUN 2010 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR : 3 TAHUN 2010 TENTANG PENERIMAAN SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA 28 /PUU-VIII/2010 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 28 /PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Hak Tersangka/ Terdakwa Untuk mengajukan Ahli I. PEMOHON 1. Dr. Y.B. Purwaning

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN GUBERNUR PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum. Negara Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai konsekuensi bahwa menempatkan hukum di tempat yang tertinggi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN - 1 - Draft Ke 4 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA 3.1 Hak-Hak Tersangka Tidak Mampu Dalam Perundang-Undangan Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Alat bukti adalah segala sesuatu yang oleh undang- undang ditetapkan dapat dipakai membuktikan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA KEPADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konsep Negara hukum tersebut memberikan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya Implementasi Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dalam Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945). Terdapat tiga prinsip dasar negara hukum yaitu: supremasi hukum, persamaan dihadapan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan hal yang penting saat pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena berdasarkan tahapan pembuktian inilah terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2016. TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci