PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (HEVEA BRASILIENSIS MUELL. ARG.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (HEVEA BRASILIENSIS MUELL. ARG.)"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (HEVEA BRASILIENSIS MUELL. ARG.) Atak Sumedi 1, Edy Budiarso 2 dan Irawan Wijaya Kusuma 3 1 Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2 Laboratoriun Pengeringan dan Pengawetan Kayu Fahutan Unmul, Samarinda. Samarinda 3 Laboratoriun Kimia Hasil Hutan Fahutan Unmul, ABSTRACT. Utilization of Liquid Smoke from Coconut Shell Waste as Preservative of Rubber Wood (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). This study was conducted to determine the level of concentration and duration of the immersion liquid smoke most effective in preserving wood rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) against termites and fungi attacks between the concentration of a dye in 20%, 30% and 40%, and duration of the immersion of 1 week and 2 weeks. Liquid smoke is a mixture of wood smoke from colloidal dispersions in water prepared by the condensation of liquid smoke from carbonisation. Retention of test samples measured 3x2x10 cm, whereas for the penetration test measured 3x2x5 cm and wood damage measured 4x2x10 cm. Preservative liquid smoke consisted of four levels, i.e. a2 (concentration 20%), a3 (concentration 30%), a4 (concentration 40%) and control (concentration 0%). The research resulted that the higher the concentration of preservative liquid smoke in the preservation of rubber wood, the higher the retention value. Similarly, the longer the immersion, the higher the retention value. Resistance to soil termites occured in wood samples with concentrations of preservatives 30% and 40%, while resistance to the fungus occured in all concentrations of preservatives. Length of immersion had no effect on the termite and fungal attacks. The higher the concentration of preservative liquid smoke, the lower the percentage of wood damage. Length of immersion did not significantly affect the percentage of rubber wood damage. The higher the concentration of preservative liquid smoke, the lower the value of penetration in the wood, but the longer the immersion was a higher penetration. The average value of blue stain fungi attacked on wood with a concentration of 20%, 30% and 40% preservatives by immersion of one week and two weeks were 0% respectively, whereas in control samples or without treatment on first day to seventh day the level of blue stain fungi attack had reached 100%. For the resistance of rubber wood against soil termites and blue stain fungal attacks, it can be used the liquid smoke with a concentration of 20% and one week immersion. It is needed to do research on the chemical content of liquid smoke that contribute to the durability of wood destroying pests. It is needed deeply research on the effects of smoke liquid preservative on the properties of wood, construction, wood gluing and other wood products. It is needed to do research on the comparison of retention, penetration and the percentage of damage between the wood preservative of liquid smoke with other preservatives. Kata kunci: asap cair, tempurung kelapa, pengawet kayu karet. Kebutuhan akan kayu terus meningkat, namun ketersediaan kayu semakin merosot yang diakibatkan oleh cara pengelolaan dan kegiatan eksploitasi hasil hutan yang tidak menerapkan asas kelestarian. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan jenis-jenis 1

2 2 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 kayu yang selama ini belum digunakan secara maksimal dengan sebaik-baiknya. Kenyataan yang ada menunjukkan, bahwa tidak semua jenis kayu mempunyai tingkat keawetan yang sama. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu memiliki kira-kira jenis kayu. Dari jumlah tersebut, 15 20% di antaranya memiliki sifat keawetan alami yang tinggi, sedangkan yang lainnya (80 85%) terdiri dari jenis-jenis dengan keawetan alami yang rendah dan kurang menguntungkan bagi pemakainya (Duljapar, 1996). Pada saat ini jumlah jenis kayu dengan keawetan tinggi semakin berkurang, sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan keawetan jenis-jenis kayu yang bermutu rendah yang penggunaannya masih sangat terbatas. Salah satu dari jenis kayu yang tingkat keawetannya rendah adalah kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). Penggunaan kayu karet sebelumnya hanya sebagai kayu bakar, padahal jenis ini mempunyai kerapatan sedang dan warnanya yang cerah, cocok digunakan untuk bahan meubel atau furnitur. Tetapi kayu karet mempunyai kelemahan yaitu mudah terserang jamur biru, sehingga dalam pemanfaatan meubel atau furnitur akan mengurangi nilai keindahan dari produk yang dihasilkan. Rayap atau anai-anai merusak tanaman karet terutama bila pada tanaman tersebut terdapat bagian kayu yang terbuka yang dapat dimakannya (Setyamidjaja, 1993). Selanjutnya dijelaskan, bahwa rayap tanah dapat juga merusak perakaran dan tunggul atau batang dengan cara membuat lorong-lorong di luar atau di dalam kulit batang. Prasetiyo dan Yusup (2005) mengemukakan, bahwa serangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi karena hidupnya terisolir di dalam kayu. Selama ini pengawetan kayu oleh masyarakat menggunakan bahan pengawet sintetis. Yoesoef (1979) mengelompokkan jenis bahan pengawet berdasarkan sifatsifat kimia dan fisikanya ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) kelompok bahan pengawet berupa minyak seperti kreosot, ter, batu bara dan lain-lain, (2) kelompok bahan pengawet yang larut dalam minyak, seperti pentaklorophenol, kuprinaftenat dan lain-lain, (3) kelompok bahan pengawet yang larut dalam air seperti senyawa arsen, boraks, asam borat, garam khrom, chlorida seng, sulfat tembaga, sodium pentakloroforat. Penggunaan bahan pengawet sintetis ini di samping biayanya tinggi juga dapat menimbulkan efek samping terhadap lingkungan. Masyarakat di pedesaan terbiasa mengawetkan kayu dengan cara merendam kayu dalam genangan air atau aliran air dengan maksud agar supaya zat-zat yang terdapat di dalam kayu yang disenangi oleh jamur pewarna ataupun bubuk kayu dapat larut. Namun belum ada hasil penelitian yang membuktikan kebenaran ini. Pada kondisi demikian diperlukan bahan pengawet yang ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang berpeluang untuk diaplikasikan adalah asap cair. Menurut Gilbert dan Knowlew (1975) dalam Oramahi (2007), asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil karbonisasi. Asap cair juga merupakan suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas. Selanjutnya dijelaskan, bahwa asap cair juga merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase terdispersi cairan (partikel dalam asap mempunyai ukuran tertentu dan medium pendispersi gas (uap gas). Bahan dasar untuk pembuatan asap cair dapat berasal dari berbagai macam bahan baku, seperti kayu dan lain-lain. Persyaratannya dari bahan

3 Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair 3 dasar itu tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pemanfaatan asap cair telah banyak digunakan untuk mengawetkan makanan seperti daging, ikan, mie, bakso dan buah-buahan (Sugiono, 2006). Tempurung kelapa merupakan salah satu alternatif bahan baku yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap cair untuk pengawetan. Pari (2008) menjelaskan, bahwa asap cair dari tempurung kelapa mengandung senyawa asam phenolat dan karbonil. Ketersediaan tempurung kelapa di lapangan, khususnya di Samarinda dan sekitarnya sangat berlimpah dan belum dimanfaatkan, bahkan untuk membuangnya saja membutuhkan biaya. Data kuantitatif ketersediaan tempurung kelapa ini belum terpublikasi secara ilmiah melalui penelitian, tetapi di lapangan tampak sekali kelimpahannya, seperti yang terdapat di Desa Handil Baru, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh karenanya, dalam penelitian ini dilakukan analisis pemanfaatan asap cair dari tempurung kelapa untuk pengawetan kayu karet (H. brasiliensis). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan lama perendaman asap cair yang paling efektif dalam pengawetan kayu karet terhadap serangan rayap dan serangan jamur pewarna di antara konsentrasi 20%, 30% dan 40%, serta lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu. Hasil penelitian terhadap pemanfaatan asap cair ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat yang berkepentingan terhadap pengawetan kayu karet untuk mengurangi atau meninggalkan penggunaan bahan pengawet sintetis. METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Poltanesa), sedangkan kegiatan laboratoris dilaksanakan di Laboratorium Sifat-sifat Kayu dan Analisis Produk Poltanesa. Analisis kandungan kimia asap cair dilakukan dengan alat GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry), di Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) Bogor. Waktu efektif yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 6 bulan, meliputi kegiatan penyiapan contoh uji, pembuatan asap cair, pengamatan serangan rayap dan uji ketahanan terhadap jamur. Bahan penelitian berupa tempurung kelapa digunakan sebagai bahan dasar asap cair kayu karet yang digunakan sebagai contoh uji, air bersih untuk bahan campuran asap cair, minyak tanah untuk pembakaran awal, asap cair untuk bahan pengawet, cat untuk pengecatan di daerah potongan sampel (radial) agar asap cair tidak meresap terlalu banyak lewat pori-pori tersebut. Alat penelitian yang digunakan berupa tungku pembakaran untuk membuat asap cair, chainsaw untuk memotong batang kayu karet, circular saw untuk memotong dan membelah contoh uji, timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji, pirolisis GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry) untuk alat uji kandungan asap cair, plastik milimeter block untuk mengukur luas serangan jamur, desikator untuk

4 4 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 mendinginkan contoh uji dan menghindari penyerapan uap air dari udara, bak plastik berdiameter 40 cm untuk perendaman contoh uji, cangkul untuk membuat lubang uji rayap, gelas ukur untuk mengukur banyaknya asap cair, gergaji tangan untuk memotong contoh uji sesuai ukuran, ketam listrik untuk menghilangkan bulu contoh uji, oven untuk menurunkan kadar air contoh uji, meteran untuk mengukur panjang contoh uji, spidol untuk pemberian kode contoh uji, tali rapia untuk membuat batas plot penelitian, penggaris untuk mengukur kedalaman penetrasi asap cair yang masuk ke pori-pori kayu. Sebelum diberi perlakuan bahan pengawet, terlebih dahulu diukur kadar airnya sesuai dengan DIN dengan cara contoh uji ditimbang beratnya untuk mengetahui kadar air kayu segar. Contoh uji dikeringudarakan di bawah naungan atap selama kurang lebih 3 minggu, kemudian ditimbang beratnya. Contoh uji dengan ukuran 2x2x2 cm sebanyak 10 contoh dimasukkan ke dalam ruang konstan dengan suhu 16 C dan kelembapan 40% selama 3 minggu hingga mendapatkan massa yang konstan, selanjutnya ditimbang dan contoh uji dimasukkan ke dalam oven (+103 C) selama 48 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit atau hingga dingin dan kemudian ditimbang untuk mengetahui massa kering tanur. Pengukuran penetrasi dilakukan dengan cara contoh uji yang telah direndam selama satu minggu dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40% dilap sampai kering kemudian dipotong tengahnya dan diukur di keempat sisinya (tepi rembesan) dengan penggaris, kemudian dibuat rataannya. Pengujian contoh uji di lapangan terhadap rayap dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur seperti semua contoh uji yang telah diawetkan 1 minggu dan 2 minggu dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40%, dikeringkan di ruang konstan selama 3 minggu kemudian contoh uji ditimbang terlebih dahulu sebelum diujikan ke sarang rayap. Setelah ditimbang, contoh uji diletakkan di sarang rayap dengan cara ditanam dengan menggunakan cangkul sedalam 15 cm dengan susunan berbeda-beda atau berselang-seling termasuk juga contoh uji untuk kontrolnya. Selanjutnya contoh uji ditutup dengan tanah dan dibiarkan selama 4 bulan. Setelah 4 bulan ditanam, contoh uji diangkat dan dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam ruang konstan selama 3 minggu, setelah itu ditimbang lagi untuk mendapatkan kehilangan berat terhadap serangan rayap. nilai persentase kehilangan berat contoh uji dihitung berdasarkan JWPA standard 11(1) (1992). Pengujian contoh uji di lapangan terhadap serangan jamur biru adalah dengan cara contoh uji yang diujikan terhadap jamur berukuran 2x2x2 cm dengan mengacu pada Saragih (2007). Sebanyak 70 contoh uji yang terdiri dari 60 potong direndam dalam konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu, jumlah contoh uji untuk kontrol sebanyak 10 potong. Setelah contoh uji diukur dimensinya, dilakukan penimbangan massanya, dilakukan perendaman kecuali kontrol, selanjutnya contoh uji diangkat dari perendaman kemudian ditimbang lagi dan dimasukkan kembali ke ruang konstan. Kemudian contoh uji ditimbang dan dapat diujikan di lapangan termasuk kontrol dengan cara dibiarkan

5 Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair 5 terbuka di lapangan dengan kondisi yang teduh atau diberikan atap selama 3 minggu dan diamati setiap hari. Tingkat serangan jamur biru diukur luas serangannya dan dihitung dalam persentase luas dengan menggunakan rumus: luas yang terserang % serangan jamur = x 100% luas permukaan seluruhnya HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Nilai Kadar Air dan Kerapatan Berdasarkan hasil penelitian kayu karet diperoleh nilai rataan kadar air kayu, kerapatan normal dan kerapatan kering tanur seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Nilai Kadar Air, Kerapatan dan Koefisiensi Variasi Kayu Karet Objek yang diteliti KV Kadar air 13,81 2,86 Kerapatan normal (g/cm 3 ) 0,67 2,49 Kerapatan kering tanur (g/cm) 0,57 3,11 Keterangan: KV = koefisien variasi Pada Tabel 1 terlihat, bahwa kayu karet mempunyai nilai kadar air sebelum diawetkan sebesar 13,81% dengan nilai KV sebesar 2,86%. Nilai kerapatan normal dan kerapatan kering tanur berturut-turut sebesar 0,67 dan 0,57 g/cm 3, dengan nilai KV masing-masing sebesar 2,49% dan 3,11%. Nilai kadar air rataan sebesar 13,81% menunjukkan bahwa kadar air tersebut berada pada kisaran antara % dari berat kayu kering mutlak (Soenardi, 1974). Selanjutnya dijelaskan oleh Yoesoef (1974), bahwa persentase kadar air kayu tersebut bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis kayu, posisi ketinggian dalam batang, tempat tumbuh dan keadaan iklim. Kadar air kayu karet sebesar 13,81% memberikan nilai yang agak tinggi (>10%) yang menunjukkan bahwa kayu yang akan diawetkan tersebut pada kondisi kadar air yang cukup seragam. Hal ini berarti bahwa keseragaman kadar air kayu yang diawetkan tidak akan menyebabkan perbedaan pengaruh yang besar pada hasil proses pengawetan (retensi dan penetrasi bahan pengawet) kayu. Kerapatan normal rataan kayu karet dalam pengkondisian di ruang konstan sebelum dilakukan proses pengawetan sebesar 0,663 g/cm 3 dan kerapatan kering tanur rataan sebesar 0,570 g/cm 3. Nilai kerapatan normal dan kering tanur ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Martawijaya dkk. (1981), bahwa kerapatan kayu karet berkisar antara 0,56 0,70 g/cm 3, kerapatan normal 0,68 g/cm 3 dan kerapatan kering tanur 0,62 g/cm 3, sedangkan menurut Anonim (1981) kayu karet termasuk dalam kelompok kayu kerapatan sedang dengan nilai kisaran 0,60 0,75 g/cm 3.

6 6 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 Nilai KV pada kerapatan normal dan kerapatan kering tanur masing-masing sebesar 2,489% dan 3,107% menunjukkan nilai yang cukup rendah (<10%). Hal ini berarti bahwa kayu yang akan diawetkan tersebut berada pada kondisi yang cukup seragam. Tingkat Serangan Jamur Biru (Blue Stain) Dalam kurun waktu 4 bulan pengujian contoh uji yang telah melalui proses perendaman dengan konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu, ternyata contoh uji tidak ada yang terserang jamur biru (blue stain), sedangkan contoh uji kontrol pada hari pertama hingga hari terakhir sudah terserang jamur biru sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa asap cair sebagai bahan pengawet dapat pula menghambat pertumbuhan jamur biru dengan efektif. Tabel 2. Tingkat Serangan Jamur Biru pada Kayu Karet Lama Konsentrasi Tingkat serangan perendaman Kontrol minggu minggu Retensi Bahan Pengawet Akibat Perbedaan Konsentrasi Bahan Pengawet dan Lama Perendaman Setelah proses pengawetan dengan metode rendaman dingin selama 1 dan 2 minggu, maka dilakukan pengukuran nilai retensi bahan pengawet yang masuk atau tinggal di dalam kayu. Hasil pengukuran rentensi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Retensi Bahan Pengawet Asap Cair pada Masing-masing Konsentrasi dan Lama Perendaman pada Kayu Karet Perlakuan a1 a2 a3 KV KV KV r (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) ( g/cm 3 ) b1 b2 0,04 0,05 18,24 17,52 0,05 0,07 9,56 7,21 0,07 0,08 11,66 11, ,0537 0,0657 (g/cm 3 ) 0,0420-0,0605-0, Keterangan: a1 = konsentrasi 20%. a2 = konsentrasi 30%. a3 = konsentrasi 40%. b1 = perendaman 1 minggu. b2 = perendaman 2 minggu Pada Tabel 3 terlihat, bahwa nilai retensi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair 20%, 30% dan 40% berkisar antara 0,04 0,08 g/cm 3 (40 80 g/m 3 ). Pada perendaman 2 minggu, retensi bahan pengawet dari yang terbesar hingga yang terkecil berturut-turut adalah pada perlakuan a3b2, a2b2 dan a1b2 yaitu masing-masing 0,08 g/cm 3, 0,07 g/cm 3 dan 0,05 g/cm 3. Pada perendaman 1 minggu, retensi bahan pengawet dari yang terbesar hingga yang terkecil berturut-turut adalah pada perlakuan a3b1, a2b1 dan a1b1 yaitu masing-masing 0,07 g/cm 3, 0,05 g/cm 3

7 Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair 7 dan 0,04 g/cm 3. Berdasarkan data di atas dapat dikemukakan, bahwa lamanya perendaman dan konsentrasi bahan pengawet mempengaruhi nilai retensi. Setelah dilakukan analisis keragaman diperoleh hasil, bahwa perbedaan perlakuan yaitu faktor A (konsentrasi bahan pengawet) dan faktor B (lama perendaman) memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap retensi kayu karet, sedangkan faktor interaksi (AB) memberikan pengaruh yang tidak signifikan. Penetrasi Asap Cair pada Kayu Karet Pada Tabel 4 terlihat, bahwa nilai penetrasi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair 20%, 30% dan 40% berkisar antara 10,356 18,392 mm, yang mana nilai penetrasi bahan pengawet asap cair dari yang terbesar ke yang terkecil adalah perlakuan a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 18,392 mm, kemudian berturut-turut a2b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 16,086 mm, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 14,798 mm, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 12,584 mm, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 10,406 mm dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 10,356 mm. Tabel 4. Nilai Penetrasi dan Koefisien Variasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet a1 a2 a3 Perlakuan r KV KV KV (mm) (mm) (mm) b1 14,798 7,22 12,584 0,66 10,406 1,71 5 b2 18,392 2,52 16,086 4,34 10,356 1,62 5 (mm) 16,595-14,335-10, (mm) 12,596 14,945 Berdasarkan hasil pengujian statistika pada 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap nilai penetrasi yaitu faktor konsentrasi bahan pengawet (faktor A) dan faktor lamanya perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 3 level yaitu konsentrasi 20%, 30% dan 40% sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 5. Persentase Kerusakan Kayu Akibat Perbedaan Konsentrasi Bahan Pengawet Asap Cair dan lama Perendaman Kerusakan kayu yang diamati adalah kehilangan berat contoh uji setelah uji rayap. Data hasil perhitungan kehilangan berat sampel uji disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat, bahwa persentase kerusakan kayu pada berbagai kombinasi perlakuan antara konsentrasi bahan pengawet asap cair dan lama perendaman berkisar antara 0,2 37%, yang mana tingkat kerusakan kayu dari yang terbesar hingga yang terkecil secara berurutan adalah perlakuan a0b2 (konsentrasi 0%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai persentase kerusakan sebesar 37,0%,

8 8 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 kemudian a0b1 (konsentrasi 0%, lama perendaman 1 minggu) 33,9%, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) 7,8%, a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) 7,0%, a3b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) 0,9%, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) 0,6%, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) 0,3% dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai persentase kerusakan sebesar 0,2%. Tabel 5. Nilai Kerusakan Kayu Karet dan Koefisien Variasinya pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Antara Konsentrasi Bahan Pengawet dan Lama Perendaman a0 a1 a2 a3 Perlakuan KV KV KV KV r b1 33,941 7,58 7,841 14,34 0,618 56,34 0,335 5, ,68375 b2 37,024 13,00 7,021 13,06 0,934 24,41 0,204 63, , ,4825-7,4310-0,7760-0, Keterangan: a0 = kontrol. a1 = konsentrasi 20%. a2 = konsentrasi 30%. a3 = konsentrasi 40%. b1 = perendaman 1 minggu. b2 = perendaman 2 minggu Hasil pengujian statistika pada 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap kerusakan kayu adalah faktor konsentrasi (faktor A) dan faktor lama perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 4 level yaitu konsentrasi 0%, 20%, 30% dan 40% sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet terhadap Persentase Kerusakan Kayu SK DB JK KR F hit F tab 5% F tab1% Perlakuan , , ,836** 2,14 2,91 A , , ,344** 2,74 4,06 B 1 7, , ,866 ns 3,98 7,01 AB 3 43, , ,637* 2,74 4,06 Galat , , Jumlah , Keterangan: ns = non signifikan. * = signifikan pada taraf kepercayaan 95%. ** = sangat signifikan pada taraf kepercayaan 99% Pada Tabel 6 terlihat, bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap tingkat kerusakan kayu, tetapi hanya faktor A yang memberikan pengaruh sangat signifikan, sedangkan faktor B tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Faktor interaksinya (AB) memberikan pengaruh yang signifikan yang diakibatkan masih adanya dominasi pengaruh faktor A. Setelah dilakukan analisis sidik ragam dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD) terdapat hasil seperti pada Tabel 7.

9 Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair 9 Tabel 7. Nilai Penetrasi dan Koefisien Variasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet a1 a2 a3 Perlakuan KV KV KV r (mm) (mm) (mm) b1 14,798 7,22 12,584 0,66 10,406 1,71 5 b2 18,392 2,52 16,086 4,34 10,356 1,62 5 (mm) 16,595-14,335-10, (mm) 12,596 14,945 Tabel 7 menunjukkan, bahwa nilai penetrasi masing-masing konsentrasi bahan pengawet asap cair yaitu 20%, 30% dan 40% berkisar antara 10,356 18,392 mm, yang mana nilai penetrasi bahan pengawet asap cair dari yang terbesar ke yang terkecil adalah perlakuan a1b2 (konsentrasi 20%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 18,392 mm, kemudian berturut-turut a2b2 (konsentrasi 30%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 16,086 mm, a1b1 (konsentrasi 20%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 14,798 mm, a2b1 (konsentrasi 30%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 12,584 mm, a3b1 (konsentrasi 40%, lama perendaman 1 minggu) dengan nilai sebesar 10,406 mm dan yang terkecil a3b2 (konsentrasi 40%, lama perendaman 2 minggu) dengan nilai sebesar 10,356 mm. Hasil pengujian statistika 2 faktor yang diduga berpengaruh terhadap nilai penetrasi yaitu faktor konsentrasi bahan pengawet (faktor A) dan faktor lamanya perendaman (faktor B), yang mana faktor A sebanyak 3 level yaitu konsentrasi 20%, 30% dan 40%, sedangkan faktor B sebanyak 2 level yaitu lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu seperti terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Penggunaan Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet terhadap Penetrasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet SK db JK KR F hit F tab F tab 0,05 0,01 Perlakuan 5 260, , ,94** 2,62 3,90 A 2 197, , ,93** 3,40 5,61 B 1 41, , ,03** 4,26 7,82 AB 2 21, , ,92** 3,40 5,62 Galat 24 7, , Jumlah , Keterangan: ** = sangat signifikan pada taraf kepercayaan 99% Pada Tabel 8 terlihat, bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat signifikan, yang mana faktor A ( konsentrasi bahan pegawet) dan faktor B ( lamanya perendaman) serta interaksinya (AB) masing-masing memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan pengaruh tersebut (faktor A dan B), maka dilakukan uji lanjut dengan uji LSD seperti pada Tabel 9.

10 10 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 Tabel 9. Hubungan Signifikansi Antar Pasangan Perlakuan dari Faktor A terhadap Nilai Penetrasi Bahan Pengawet Asap Cair pada Kayu Karet LSD A (mm) a1 a2 a3 a1 16,595-2,26** 6,214** a2 14, ,954** a3 10, Keterangan: LSD 0,05 = 0,7363; LSD 0,01 = 0,9978 Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ada perbedaan efek yang sangat signifikan antara perlakuan a1 (konsentrasi bahan pengawet 20%) dengan a2 (konsentrasi bahan pengawet 30%) dan a3 (konsentrasi bahan pengawet 40%) serta antara a2 (konsentrasi bahan pengawet 30%) dan a3 (konsentrasi bahan pengawet 40%), yang mana nilai penetrasi paling besar terdapat pada perlakuan a1 dengan nilai penetrasi sebesar 16,595 mm, kemudian a2 dengan nilai penertasi sebesar 14,335 mm dan paling rendah a3 dengan nilai penetrasi sebesar 10,381 mm. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet, maka semakin rendah nilai penetrasi pada kayu atau dengan kata lain nilai konsentrasi berbanding terbalik dengan nilai penetrasi. Perbandingan terbalik antara konsentrasi dengan penetrasi pada penggunaan bahan pengawet asap cair disebabkan oleh terlalu padatnya bahan pengawet pada konsentrasi tinggi, sehingga sulit menembus dinding sel hingga jauh ke dalam pada kayu karet (sulit diabsorbsi oleh kayu) mengakibatkan tidak mencapai kedalaman penetrasi yang maksimal. Hal tersebut sesuai pernyataan Dayadi (2005), bahwa dalamnya penetrasi juga dipengaruhi oleh jenis kayu, kadar air kayu, kerapatan kayu, kandungan bahan-bahan kimia dalam kayu, ketebalan dinding sel kayu, sifat permeabilitas dinding sel kayu, ukuran kayu, jenis bahan pengawet, konsentrasi bahan pengawet, kelarutan bahan pengawet, rasio volume larutan bahan pengawet terhadap volume kayu dan letak kayu dalam bak perendaman. Hasil Uji Kandungan Kimia Asap Cair Analisis terhadap kandungan kimia asap cair dilakukan dengan menggunakan alat pirolisis GC-MS dengan hasil seperti ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Kimia Asap Cair Tempurung Kelapa No Nama Persentase R. Time Area 1 Acetic acid (CAS) ethylic acid 31,93 5, Phenol (CAS) Izal 19,85 16, Acetic acid ( CAS) ethylic acid 13,21 5, Phenol,2-methoxy-(CAS) guaiacol 4,00 18, Camphor 3,24 17, Tetradecane (CAS) n-tetradecane 3,02 23, propanone,1-hydroxy-(CAS) acetol 1,86 7, Tridecane (CAS) n-tridecane 1,83 22, Hexadecane (CAS) n-hexadecane 1,60 7, Eicosane (CAS) n-eicosane 1,53 25, Keterangan: R. Time = waktu keluarnya peak/senyawa berdasarkan titik didih uap. Area = luas molekul

11 Sumedi dkk. (2011). Pemanfaatan Asap Cair 11 Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap asap cair, diketahui bahwa senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan serangan rayap antara lain: senyawa-senyawa phenol. Senyawa phenol yang meliputi phenol izal, guaiacol, hydroxyl dan propanone diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa phenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu (Girard, 1992). Senyawa-senyawa asam seperti asetic acid dan ethylic acid mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis yang meliputi tetradecane, hexadecane dan eicosane merupakan polisiklis aromatis (HPA) yang dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard, 1992). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin tinggi nilai retensinya. Demikian pula semakin lama perendaman, maka semakin tinggi pula nilai retensinya. Ketahanan terhadap rayap tanah terdapat pada contoh uji dengan konsentrasi bahan pengawet 30% dan 40%, sedangkan ketahanan terhadap jamur terjadi pada semua konsentrasi bahan pengawet. Lama perendaman tidak berpengaruh terhadap serangan rayap dan jamur. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin rendah persentase kerusakan kayu. Lama perendaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persentase kerusakan kayu karet. Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet asap cair yang diberikan pada pengawetan kayu karet, maka semakin rendah nilai penetrasinya. Namun semakin lama perendaman ternyata semakin tinggi penetrasinya. Nilai rataan tingkat serangan jamur biru pada konsentrasi 20%, 30% dan 40% dengan lama perendaman 1 minggu dan 2 minggu adalah sebesar 0%, sedangkan pada contoh uji kontrol atau tanpa perlakuan pada hari ke 1 hingga hari ke 7 tingkat serangan jamur biru sudah mencapai 100%. Saran Untuk ketahanan kayu karet terhadap serangan rayap tanah dan jamur biru, dapat menggunakan asap cair dengan konsentrasi 20% dan lama perendaman 1 minggu. Perlu penelitian terhadap kandungan kimia asap cair yang berperan terhadap ketahanan dari hama perusak kayu. Perlu penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh bahan pengawet asap cair terhadap sifat-sifat kayu, pengerjaan, perekatan dan produk-produk dari kayu lainnya. Perlu penelitian terhadap perbandingan retensi, penetrasi dan persentase kerusakan kayu antara bahan pengawet asap cair dengan bahan pengawet lainnya.

12 12 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 DAFTAR PUSTAKA Anonim Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius, Yogyakarta. Dayadi, I Pengaruh Beberapa Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengawet terhadap Keteguhan Rekat kayu Lamina Meranti Merah (Shorea spp.) dan Resistensi Rayap Kayu Kering. Tesis Magister Program Studi Magister Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. Duljapar Pengawetan Kayu. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Girard Asap Cair sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak Post. Martawijaya, A.; I. Kertasujana; K. Kadir dan S.A. Prawiro Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Kerja Sama Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Oramahi Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak Post. Pari, G Proses Produksi dan Pemanfaatan Arang, Briket Arang dan Cuka Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Prasetyo, K.W. dan S. Yusuf Mencegah dan Membasmi Rayap. PT Agro Media Pustaka, Tangerang. 64 h. Saragih, N.H Keefektifan Proses Pengawetan Non Kimia dengan Metode Perendaman dalam Air Dingin dan Air Panas untuk Mencegah Serangan Jamur Biru pada Kayu Karet. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Setyamidjaja Karet, Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta. Soenardi Ilmu Kayu Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sugiono Asap Cair Tempurung Kelapa. Disinfektan Pengganti Formalin. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Yoesoef Pengawetan Kayu I. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Yoesoef Teknologi Kayu. II Pengawet Kayu. Pusat Pendidikan Kehutanan, Cepu. Perum Perhutani, Cepu.

13

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN

PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN PENGAWETAN ROTAN KURANG DIKENAL SEBAGAI BAHAN BAKU MEBEL MENGGUNAKAN RENDAMAN DINGIN The Preservation of Lesser Known Species Rattan as Raw Material Furniture by Cold Soaking Saibatul Hamdi *) *) Teknisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA Minto Supeno Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155 Intisari Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

Eva Nurmarini 1, Supriyanto Wagiman 2 dan Bandi Supraptono 3 1 Politeknik Pertanian Negeri, Samarinda. 2 Laboratorium Industri Hasil Hutan Fahutan

Eva Nurmarini 1, Supriyanto Wagiman 2 dan Bandi Supraptono 3 1 Politeknik Pertanian Negeri, Samarinda. 2 Laboratorium Industri Hasil Hutan Fahutan KETEGUHAN LENTUR STATIS DAN KETEGUHAN REKAT KAYU LAMINA DARI KAYU PALELE [CASTANOPSIS JAVANICA (BLUME.) A.DC.] DAN MALAU (PALAQUIUM QUERCIFOLIUM BURCKL.) Eva Nurmarini 1, Supriyanto Wagiman 2 dan Bandi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CUKA KAYU GALAM PADA PENGAWETAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SERANGAN RAYAP

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CUKA KAYU GALAM PADA PENGAWETAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SERANGAN RAYAP Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1 Maret 2015 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CUKA KAYU GALAM PADA PENGAWETAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SERANGAN RAYAP

Lebih terperinci

SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN

SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN SIFAT PENYERAPAN BAHAN PENGAWET PADA BEBERAPA JENIS KAYU BANGUNAN Absorption Property of Preservative on Several Building Woods Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) PENGASAPAN PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) Tujuan Pengasapan: Pengawetan (Antibakteri, Antioksidan) Pengembangan

Lebih terperinci

APLIKASI ASAP CAIR DARI KAYU LABAN

APLIKASI ASAP CAIR DARI KAYU LABAN APLIKASI ASAP CAIR DARI KAYU LABAN (Vitex pubescens Vahl) UNTUK PENGAWETAN KAYU KARET (Application of Liquid Smoke Vitex pubescens Vahl Wood for Preservation Rubber Wood) Hendra Prawira, H A Oramahi, Dina

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 7 12 PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL MENGGUNAKAN PEREKAT POLIVINIL ACETAT (PVAc) DENGAN BAHAN PENGAWET BORAKS DAN IMPRALIT COPPER KHROM BORON (CKB)

Lebih terperinci

KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk

KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk KEAWETAN DAN KETERAWETAN KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla) UMUR 7 TAHUN DARI AREAL HPHTI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SKRIPSI Oleh: Odi Lorano Sitepu 041203025/ Teknologi Hasil Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan dan obat-obatan.namun demikian, hasil hutan yang banyak dikenal penduduk adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan bulan Juli 2009. Laboratorium Pengujian Hasil Hutan (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JAKA DARMA JAYA 1, NURYATI 1, BADRI 2 1 Staff Pengajar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET Siti Hosniah*, Saibun Sitorus dan Alimuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PENELITIAN BERBAGAI JENIS KAYU LIMBAH PENGOLAHAN UNTUK PEMILIHAN BAHAN BAKU BRIKET ARANG

PENELITIAN BERBAGAI JENIS KAYU LIMBAH PENGOLAHAN UNTUK PEMILIHAN BAHAN BAKU BRIKET ARANG 7. Sudrajat R., S. Soleh," Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif ', Balitbangtan, 1994. 8. Sudrajat, "Penelitian Pembuatan Briket Arang dari Batang dan Tempurung Kelapa", Lokakarya Energi Nasional, 1985.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang akan dilakukan selama 4 bulan, bertempat di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA

PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No.1, Juni 0 : 9 16 PERBAIKAN MUTU KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN CARA FISIK DAN KIMIA THE QUALITY IMPROVEMENT OF LOW STRENGHT CLASS WOOD BY PHYSICAL AND CHEMICAL

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM

KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci : papan partikel, konsentrasi bahan pengawet, asap cair, kayu mahoni, kayu sengon PENDAHULUAN KETAHANAN PAPAN PARTIKEL LIMBAH KAYU MAHONI DAN SENGON DENGAN PERLAKUAN PENGAWETAN ASAP CAIR TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING Cryptotermes cynocephalus Light. Agus Ngadianto 1, Ragil Widyorini 2 dan

Lebih terperinci

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING

PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING PERLAKUAN KIMIA DAN FISIK EMPAT JENIS ROTAN SESUDAH PENEBANGAN CHEMICAL AND PHYSICAL TREATMENT OF FOUR RATTAN SPECIES AFTER FELLING Prof.Dr.Ir.Djamal Sanusi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Karakterisasi Briket Arang Pengujian karakteristik briket meliputi kadar air, kadar abu, dekomposisi senyawa volatil, kadar karbon terikat, kerapatan dan nilai kalor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Laboratorium Bioenergi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling)

Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling) Perlakuan Kimia dan Fisik Empat Jenis Rotan sesudah Penebangan (Chemical and Physical Treatments of Four Rattan Species after Felling) Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1

OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 Catatan Teknis (Technical Notes) 3umal.TeknoL dun Zndustd Pangan, Vol. Xm, No. 3 Th. 2002 OPTlMASl PEMURNIAN ASAP CAIR DENGAN METODA REDISTILAS1 [Optimation of Liquid Smoke Purification by Redistilation

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PIROLISIS CANGKANG SAWIT TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS ASAP CAIR

PENGARUH SUHU PIROLISIS CANGKANG SAWIT TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS ASAP CAIR Akreditasi LIPI Nomor : 452/D/2010 Tanggal 6 Mei 2010 PENGARUH SUHU PIROLISIS CANGKANG SAWIT TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS ASAP CAIR ABSTRAK Ratnawati dan Singgih Hartanto Program Studi Teknik Kimia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) Padil, Sunarno. Tri Andriyasih Palm Industry and Energy Research Group (PIEReG) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN

PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN PENGARUH ASAM BORAT TERHADAP PENGAWETAN KAYU JABON DENGAN METODE PENGAWETAN RENDAMAN PANAS DINGIN SKRIPSI Oleh : JANUARDO PUTRA SIREGAR 081203015 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor

Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pirolisis, kondensor, plastik, nampan, cawan aluminium, oven, timbangan, cawan porselen, parang,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb.

DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb. DAYA TAHAN ROTAN YANG DIAWETKAN DENGAN CUKA KAYU GALAM TERHADAP SERANGAN BUBUK Dinoderus minutus Farb. THE RESISTANT OF RATTAN THAT IS PRESERVED BY GALAM VINEGAR TO ATTACK OF Dinoderus minutus Farb POWDER

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Papan partikel dari campuran limbah rotan dan penyulingan PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp) Particle Board from Mixture of Rattan Waste and Gemor

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA (Pterocarpus indicus) Some Physical Properties of Angsana (Pterocarpus indicus) Sapwood Belly Ireeuw 1, Reynold P. Kainde 2, Josephus I. Kalangi 2, Johan A. Rombang 2

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc.

Sidang Tugas Akhir. Penyaji: Afif Rizqi Fattah ( ) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Sidang Tugas Akhir Penyaji: Afif Rizqi Fattah (2709 100 057) Dosen Pembimbing: Dr. Eng. Hosta Ardyananta ST, M.Sc. Judul: Pengaruh Bahan Kimia dan Waktu Perendaman terhadap Kekuatan Tarik Bambu Betung

Lebih terperinci

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH

ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH ITM-05: PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN PADA AKTIVASI ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN ASAM KLORIDA DAN ASAM FOSFAT UNTUK PENYARINGAN AIR KERUH Futri Wulandari 1*), Erlina 1, Ridho Akbar Bintoro 1 Esmar Budi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU

TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU TEKNOLOGI ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA, TONGKOL JAGUNG, DAN BAMBU SEBAGAI PENYEMPURNA STRUKTUR KAYU S.P. Abrina Anggraini Program Studi Teknik Kimia, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Jl. Telaga

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU KARET MENGGUNAKAN BAHAN ORGANIK DENGAN TEKNIK PERENDAMAN PANAS

PENGAWETAN KAYU KARET MENGGUNAKAN BAHAN ORGANIK DENGAN TEKNIK PERENDAMAN PANAS Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (1) : 57-64 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (1) : 57-64 PENGAWETAN KAYU KARET MENGGUNAKAN BAHAN ORGANIK DENGAN TEKNIK PERENDAMAN PANAS Preserving of Rubber Wood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN Peningkatan daya tahan bambu dengan proses pengasapan untuk bahan baku kerajinan....effendi Arsad PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN Improved Durability of

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

Keterangan: 1. Nama Penulis 2. Nama Dosen Pembimbing I 3. Nama Dosen Pembimbing II

Keterangan: 1. Nama Penulis 2. Nama Dosen Pembimbing I 3. Nama Dosen Pembimbing II PENGOLAHAN SABUT KELAPA MENJADI ASAP CAIR DENGAN MENGGUNAKAN PROSES PIROLISIS Yoseph Ratu Badin 1, S.P Abrina Anggraini 2, Susy Yuniningsih 3 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Tribhuwana

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DENGAN METODE PERENDAMAN. Oleh: ALFI OKTAVIYANOR

PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DENGAN METODE PERENDAMAN. Oleh: ALFI OKTAVIYANOR PEMANFAATAN ASAP CAIR SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DENGAN METODE PERENDAMAN Oleh: ALFI OKTAVIYANOR NIM: 110500025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT ADSORPSI KARBON AKTIF KAYU DAN TEMPURUNG KELAPA PADA LIMBAH CAIR BATIK DI KOTA PEKALONGAN

ANALISIS SIFAT ADSORPSI KARBON AKTIF KAYU DAN TEMPURUNG KELAPA PADA LIMBAH CAIR BATIK DI KOTA PEKALONGAN DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.mps.14 ANALISIS SIFAT ADSORPSI KARBON AKTIF KAYU DAN TEMPURUNG KELAPA PADA LIMBAH CAIR BATIK DI KOTA PEKALONGAN Nihla Nurul Laili 1,2,a), Mahardika Prasetya Aji 1,b),

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

EFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT EFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP (Coptotermes curvignathus Holmgren) PADA KAYU PULAI (Alstonia scholaris) THE EFFECTIVENESS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Bab ini menguraikan secara rinci langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam proses penelitian agar terlaksana secara sistematis. Metode yang dipakai adalah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan

PERESAPAN BAHAN PENGAWET. 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan PERESAPAN BAHAN PENGAWET 1. Faktor-faktor terhadap Peresapan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peresapan kayu dapat dibedakan faktor dari luar dan faktor dari dalam kayu. Faktor dari luar meliputi

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB 2 BAMBU LAMINASI

BAB 2 BAMBU LAMINASI BAB 2 BAMBU LAMINASI 2.1 Pengertian Bambu Laminasi Bambu Laminasi adalah balok/papan yang terdiri dari susunan bilah bambu yang melintang dengan diikat oleh perekat tertentu. Pada tahun 1942 bambu laminasi

Lebih terperinci

BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU MERANTI DAN ARANG KAYU GALAM

BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU MERANTI DAN ARANG KAYU GALAM Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu Meranti dan Arang Kayu Galam...Yuniarti dkk. BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU MERANTI DAN ARANG KAYU GALAM CHARCOAL BRIQUETTE FROM MERANTI WOOD SAW DUST AND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

Program Studi Teknik Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala, Nangroe Aceh Darussalam

Program Studi Teknik Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala, Nangroe Aceh Darussalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014 RANCANG BANG UN UNIT PENGHASIL ASAP CAIR YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGERING KABINET Hendri Syah, Sri Harluti, Juanda Program Studi Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA TAHAN RAMBAT API KAYU LAPIS DENGAN CARA PELABURAN NATRIUM SILIKAT PADA VENIR

PENINGKATAN DAYA TAHAN RAMBAT API KAYU LAPIS DENGAN CARA PELABURAN NATRIUM SILIKAT PADA VENIR PENINGKATAN DAYA TAHAN RAMBAT API KAYU LAPIS DENGAN CARA PELABURAN NATRIUM SILIKAT PADA VENIR THE IMPROVEMENT OF FIRE RETARDANT OF THE PLYWOOD WITH THE POTASSIUM SILICATE MELTING ON THE VENEER Djoko Purwanto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris L.) Dengan Asap Cair Ampas Tebu Terhadap Serangan Hama Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.

Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris L.) Dengan Asap Cair Ampas Tebu Terhadap Serangan Hama Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren. Pengawetan Kayu Pulai (Alstonia scholaris L.) Dengan Asap Cair Ampas Tebu Terhadap Serangan Hama Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.) Preserving Wood Pulai (Alstonia scholaris L.) With Liquid

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG Bayu Murti 1, J.P. Gentur Sutapa 2 1. Alumni Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, UGM 2. Dosen

Lebih terperinci

ASETILASI KAYU RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.), CEMPEDAK (Artocarpus integer Merr.), DAN RAMBAI (Baccaurea montleyana Muell. Arg) HASIL PENELITIAN

ASETILASI KAYU RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.), CEMPEDAK (Artocarpus integer Merr.), DAN RAMBAI (Baccaurea montleyana Muell. Arg) HASIL PENELITIAN ASETILASI KAYU RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.), CEMPEDAK (Artocarpus integer Merr.), DAN RAMBAI (Baccaurea montleyana Muell. Arg) HASIL PENELITIAN Oleh: Jendro Zalukhu 081203017 / Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci