BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan memiliki luas wilayah sekitar km 2. Klasifikasi geografis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan memiliki luas wilayah sekitar km 2. Klasifikasi geografis"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia dan memiliki luas wilayah sekitar km 2. Klasifikasi geografis Kalimantan Tengah terdiri dari daerah rawa-rawa dengan luas km 2, sungai-sungai dan danau sekitar km 2, daerah tanah lainnya sekitar km 2, dan bagian terbesar dari propinsi ini adalah hutan belantara yang luasnya mencapai km 2. Secara astronomis, Provinsi Kalimantan Tengah terletak pada dan Lintang Utara Lintang Selatan. Kalimantan Tengah juga seringkali disebut dengan nama Bumi Tambun Bungai ( =article&id=1&itemid=8). Bahasa Dayak Ngaju merupakan bahasa asli salah satu suku Dayak yang berlokasi di Kalimantan Tengah. Ngaju memiliki makna hulu dengan tambahan makna orang yang kurang maju, kurang sopan santun, dan kurang pendidikan (Durasid, dkk., 1990: 14). Sehubungan dengan hal tersebut, Durasid, dkk. (1990: 11) juga mengatakan bahwa istilah Dayak Ngaju ini dipopulerkan secara positif oleh orang asing yang bernama Dr. August Harderland pada tahun Penutur bahasanya seringkali disebut orang Kahayan dan Kapuas. Orang-orang dari suku Dayak Ngaju dulunya tidak mengenal istilah penamaan secara keseluruhan tersebut dan hanya menyebut dirinya oloh Kahayan atau oloh Kapuas yang berarti 1

2 2 orang Kahayan atau orang Kapuas. Penamaan ini disebabkan oleh penuturnya yang bertempat tinggal di sepanjang aliran hulu sungai Kahayan dan sungai Kapuas. Jadi, dapat dikatakan bahwa Bahasa Kahayan merupakan penamaan secara khusus, sedangkan Bahasa Dayak Ngaju adalah penamaan secara umum. Durasid, dkk. (1990: 21) juga mengatakan bahwa bahasa Dayak Ngaju memiliki 3 (tiga) macam dialek, yaitu Kahayan Kapuas Ngawa (Kahayan Kapuas Hilir), Kahayan Ngaju (Kahayan Hulu), dan Kapuas Ngaju (Kapuas Hulu). Bahasa Dayak Ngaju yang disingkat menjadi BDN, seperti halnya bahasa-bahasa Nusantara lainnya termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Sebagai bahasa asli, tentu saja BDN merupakan bahasa utama yang pertama kali dikuasai dan digunakan sehari-hari dalam lingkungan keluarga maupun pergaulan. Muhadjir (2002) mengatakan bahwa menurut Sensus Penduduk 1980 (SP 80), keseluruhan penduduk Kalimantan berjumlah jiwa yang terbagi atas jiwa penduduk asli dan jiwa penduduk pendatang. Di Kalimantan Tengah, pendatang tersebut berturut-turut berasal dari Jawa (38.279), Madura (22.740), dan Bugis (5.098). Bahasa Dayak memiliki berpuluh varian dengan jumlah keseluruhan penutur sebanyak jiwa dan BDN memiliki jumlah penutur paling banyak, yaitu jiwa. Jadi, BDN merupakan bahasa mayoritas yang digunakan di Kalimantan Tengah. Berikut ini merupakan tabel persebaran penutur Bahasa Dayak.

3 3 Tabel 1.1 Distribusi Penutur Bahasa Dayak di Kalimantan Tengah Bahasa Dayak Jumlah Penutur Ngaju Ma anyan Ot Danum Kenyan Apo-Kayan 411 Kenya Bahau 382 Dayak Bakau 19 Jumlah Sumber: Sensus Penduduk Tahun 1980 via Muhadjir (2002) Masyarakat yang tinggal di Kalimantan Tengah sebagian besar merupakan masyarakat multilingual karena banyaknya suku pendatang yang masuk, seperti suku Banjar, Jawa, Madura, Batak, dan lain-lain. Tiga bahasa yang dominan digunakan adalah Bahasa Dayak Ngaju, Bahasa Banjar, dan Bahasa Indonesia. Bahasa Dayak Ngaju digunakan oleh masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari di ranah keluarga dan pergaulan sesama yang menuturkan bahasa tersebut. Selain itu, ada Bahasa Banjar yang digunakan oleh masyarakat di Kalimantan Tengah dengan dialek Kuala. Bahasa Banjar merupakan bahasa asli suku Banjar yang berada di Kalimantan Selatan dengan jumlah penutur menurut SP 80 adalah sebanyak jiwa. Bahasa di luar Kalimantan disebut bahasa pendatang, jadi Bahasa Banjar masih termasuk dalam Bahasa Kalimantan. Bahasa Banjar Kuala disini akan disingkat menjadi BBK. Durasid, dkk., (1990: 19) mengatakan bahwa di kota-kota kabupaten dan Kotamadya Palangka Raya, BBK menjadi bahasa kedua. Mata pencaharian terbesar dari suku Banjar adalah berdagang, maka dari itu banyak pedagang yang hijrah ke Kalimantan Tengah dan menjadikan bahasanya sebagai lingua franca di tempat-tempat berdagang. Di

4 4 samping itu, masyarakat suku Dayak juga menguasai bahasa Indonesia yang wajib digunakan di lingkungan sekolah sebagai bahasa formal untuk pendidikan. Selanjutnya Bahasa Indonesia akan disingkat menjadi BInd. Situasi multilingual ini sudah gamblang di Kalimantan Tengah dan dewasa ini hampir tidak pernah ditemui orang suku Dayak Ngaju yang hanya menguasai bahasa ibunya saja, kecuali penutur-penutur yang sudah lanjut usia dan tidak pernah meninggalkan desanya. Bahasa Inggris dewasa ini merupakan bahasa asing yang telah dipelajari dan digunakan untuk berkomunikasi dalam dunia internasional. Era globalisasi mengharuskan setiap orang mempelajari bahasa Inggris dan ini bukan merupakan hal yang mudah bagi semua orang. Latar belakang bahasa yang berbeda dapat menghambat pembelajaran bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing bagi pembelajarnya. Bahasa Inggris termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo-Eropa dan tentu saja unsur-unsur pembentuk bahasanya berbeda dengan bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa lain, contohnya saja rumpun bahasa Austronesia. Singkatan BI akan dipergunakan untuk menyebutkan Bahasa Inggris. BI merupakan bahasa asing bagi sebagian besar orang-orang Indonesia, yang dipersempit lagi menjadi orang-orang yang berasal dari suku Dayak Ngaju. Bahasa pertama yang dikuasai adalah BDN dan kemudian berkontak dengan bahasa lain seperti BBK dan BInd. Pengaruh bahasa-bahasa ini akan terlihat dampaknya pada pembelajaran BI. Hal ini dikarenakan BI bukan merupakan bahasa kedua bagi penutur BDN dan lingkungan sekitar pun tidak menuntut untuk menjadikan bahasa tersebut sebagai bahasa kedua. Namun kontak bahasa juga

5 5 tidak dapat dihindari karena BI merupakan mata pelajaran wajib atau muatan lokal yang dijumpai di setiap sekolah, baik itu dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Di Palangka Raya, terdapat sebuah universitas yang bernama Universitas Palangka Raya yang memiliki program studi Pendidikan Bahasa Inggris dan mahasiswanya dituntut untuk mempelajari bahasa Inggris dengan baik dan benar, karena misi dari program studi ini adalah menciptakan guru-guru yang profesional. Dengan demikian, BI sengaja dipelajari untuk diajarkan kembali dan tentu saja pembelajarnya diharuskan untuk menguasai bahasa target, baik secara lisan maupun tertulis. Jika BI belum dikuasai dengan baik dan benar, maka belum dapat disebut sebagai profesional dan akhirnya akan menciptakan efek domino pada orang yang diajarkan dengan salah. BDN dan BI tentu saja memiliki perbedaan dan salah satu unsur kebahasaan yang terlihat cukup kentara perbedaannya adalah pada tataran fonologi. Perbedaan sistem fonologi ini dapat berdampak negatif jika tidak dapat dibedakan dengan benar. BI merupakan bahasa yang memiliki fonem yang cukup beragam, sedangkan BDN tidak memiliki variasi sebanyak BI. Sebagai contoh, bahasa Dayak Ngaju yang masuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia, hanya mengenal /p/ dan tidak mengenal /f/ dan /v/ yang akan menyebabkan berubahnya bunyi dalam pelafalan. Dalam bahasa Inggris, ketiga fonem tersebut jelas berbeda dan dapat dibuktikan dengan pasangan minimal. Kata /fæn/ dan /væn/ bermakna kipas angin dan mobil gerbong, dan jika dilafalkan dengan /p/ menjadi /pæn/,

6 6 maka maknanya menjadi rinjing. Bahasa Dayak Ngaju pada dasarnya hanya mengenal /p/ saja. Ortografis Pelafalan Penutur BI Pelafalan Penutur BDN (1) fan kipas angin /fæn/ /pen/ (2) van mobil gerbong /væn/ /pen/ (3) pan rinjing /pæn/ /pen/ Tidak menutup kemungkinan bahwa orang dari suku Dayak Ngaju dapat melafalkan /f/ juga. Hal ini dapat terjadi karena keadaan multilingual di Kalimantan Tengah. Dalam BBK, /f/, dan /v/ juga tidak dikenal. Jadi, kedua bahasa itu tidak memungkinkan penuturnya untuk melafalkan /f/. Namun ada BInd yang telah menyerap /f/ dari bahasa asing dan pada kenyataannya di lapangan sudah banyak orang suku Dayak Ngaju yang dapat melafalkannya. Ini berarti BInd juga telah memberikan pengaruh positif terhadap pelafalan BI yang dilakukan oleh suku Dayak Ngaju. Sistem fonologi bahasa yang satu akan berbeda dengan bahasa yang lainnya. Jika dalam suatu sistem fonologi sebuah bahasa yang sederhana melakukan kontak dengan bahasa yang lebih kompleks, maka akan terjadi beberapa perubahan. Contoh yang didapat di dalam data misalnya sebagai berikut. Ortografis Pelafalan Penutur BI Pelafalan Penutur BDN (4) zero nol /zɪərəʊ/ /zero/ (5) riddance pembebasan /rɪdns/ /ridɜns/ (6) drink minum /drɪŋk/ /driŋ/ Pada contoh (4) terdapat dua diftong pada BI, yaitu /ɪə/ dan /əʊ/. Jika dilafalkan oleh penutur BDN, maka akan terjadi proses perubahan bunyi yang disebut monoftongisasi. Diftong /ɪə/ dan /əʊ/ tidak dimiliki oleh BDN, maka dari itu untuk memudahkan pelafalan, penutur berusaha untuk melafalkan bunyi yang

7 7 setidaknya mirip dengan kedua diftong tersebut, yaitu vokal tunggal /e/ dan /o/. Kemudian pada contoh (5), proses yang terjadi adalah epentesis yang ditandai dengan penambahan fonem vokal /ɜ/ di antara konsonan /d/ dan kluster /ns/. Pada contoh (6) terjadi pelesapan pada /k/ pada kata /drɪŋk/ dan juga naiknya posisi lidah dari /ɪ/ pada posisi tinggi depan terbuka menjadi /i/ pada posisi tinggi depan tertutup. Selain contoh-contoh tersebut, masih banyak lagi proses perubahan bunyi yang terjadi pada pelafalan BI oleh penutur BDN. Selain unsur-unsur fonologis, orang-orang dari suku Dayak Ngaju juga mengalami kesulitan secara ortografis. Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, BI dan BDN berasal dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Sistem ortografis BI tidak semuanya sama dengan pelafalannya, sedangkan pada BDN, sistem ortografisnya tidak jauh berbeda dengan pelafalannya. Jika tidak melihat kamus BI yang dilengkapi dengan fonetik, atau tidak pernah mendengar sama sekali dari sumber lisan, maka dapat dipastikan pelafalannya akan mengalami kesulitan. Sebagai contoh kata determine menentukan yang dilafalkan sebagai /dɪˈtəːmɪn/. Banyak orang melakukan kesalahan karena pola pikir yang dimiliki terhadap kata yang berakhiran mine akan dilafalkan sebagai /maɪn/. Lain halnya dengan BDN, sebagai contoh kata bahalap bagus, jika ditranskripsikan ke dalam fonetik tidak akan jauh berbeda secara otografis, yaitu /bahalap/. Maka dari itu, aspek ortografis BI dapat mengacaukan konsep ortografis awal yang sudah dimiliki oleh penutur BDN dan kekacauan ini mempengaruhi pelafalan pada BI. Analisis kontrastif dapat meliputi semua tataran pada mikrolinguistik. Pada penelitian ini, aspek kebahasaan yang diteliti hanya pada tataran fonologi

8 8 saja. Perbandingan perbedaan dan persamaan unsur fonologis antara BDN dan BI inilah yang disebut dengan analisis kontrastif. Topik mengenai pengontrasan bahasa-bahasa ini dan juga proses perubahan bunyi yang dilakukan oleh penuturnya menarik untuk diteliti, maka dari itu penulis mengangkat permasalahan-permasalahan yang didapatkan dari data dan dituangkan ke dalam judul tesis Analisis Kontrastif Sistem Fonologi Bahasa Dayak Ngaju dan Bahasa Inggris. Selain kedua bahasa utama yang dikontraskan, BBK dan BInd juga akan dijelaskan sebagai bahasa pendukung. Hal ini dilakukan guna menjelaskan mengapa ada penutur yang dapat melafalkan fonem tertentu yang tidak terdapat pada BDN, karena keadaan multilingual di Kalimantan Tengah cukup menggambarkan bahwa telah masuk pengaruh bahasa lain terhadap BDN. Dengan ditemukannya persamaan dan perbedaan tersebut, diharapkan akan memberikan kemudahan dalam pengajaran, serta memberikan pemahaman tentang bunyi-bunyi dalam BI untuk mendapatkan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1.2 Rumusan Masalah Sebagaimana dikemukakan pada latar belakang bahwa pada BDN dan BI terdapat persamaan dan perbedaan pada sistem fonologi dan adanya proses perubahan bunyi yang terjadi pada pelafalan BI yang dilakukan oleh penutur BDN, maka permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana persamaan dan perbedaan bunyi vokal BDN dan BI? 2. Bagaimana persamaan dan perbedaan bunyi konsonan BDN dan BI?

9 9 3. Bagaimana proses perubahan bunyi yang terjadi pada pelafalan BI oleh penutur BDN? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pengontrasan sistem fonologi BDN, BI, BBK, dan BInd dan proses perubahan bunyi yang terjadi pada pelafalan BI yang dilakukan oleh penutur BDN adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan bunyi vokal BDN, BI, BBK, dan B.Ind. 2. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan bunyi konsonan BDN, BI, BBK, dan B.Ind. 3. Mendeskripsikan proses perubahan bunyi yang terjadi pada pelafalan BI oleh penutur BDN. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan membawa manfaat yang baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat-manfaat yang diharapkan tersebut adalah sebagai berikut Manfaat Teoretis Manfaat teoretis yang didapatkan dari penelitian ini adalah bertambahnya pengetahuan tentang persamaan dan perbedaaan unsur fonologis BDN dan BI, baik dari bunyi vokal dan konsonan, bunyi diftong, triftong, dan kluster, alofon, distribusi fonem, pasangan minimal, maupun pola suku kata untuk mahasiswa yang mempelajari BI. Selain itu, penelitian ini juga memberikan pengetahuan

10 10 tentang proses perubahan bunyi yang dilakukan penutur BDN terhadap pelafalan BI sehingga mahasiswa dapat menggunakannya sebagai perbaikan. Manfaat lainnya dari penelitian ini adalah adanya sumbangsih untuk memperkaya kepustakaan yang berhubungan dengan kajian analisis kontrastif antara BDN dan BI Manfaat Praktis Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan membawa manfaat praktis dalam pengajaran BI kepada pembelajar yang berlatar belakang bahasa ibu BDN. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu memprediksi kesalahan dan kesulitan pembelajar BI yang memiliki latar belakang BDN sehingga dapat dijadikan acuan sebagai perbaikan. 1.5 Tinjauan Pustaka BDN memiliki fonem vokal dan konsonan yang berjumlah 22 (dua puluh dua) buah. Penelitian Dempwolff (1937) via Misrita (2005) menyatakan bahwa ada 4 (empat) fonem di dalam BDN, yaitu /i/, /ɛ/, /a/, dan /U/. Sebelumnya pada Bab I telah dijelaskan bahwa Bahasa Kahayan merupakan penamaan secara khusus dari BDN. Durasid, dkk. (1990: 39) dalam bukunya yang berjudul Struktur Bahasa Kahayan juga menyatakan hal serupa. Sementara itu, penelitian Santoso, dkk. (1991: 13) menambahkan fonem /u/ dalam BDN sehingga menjadi 5 (lima) fonem. Ristati (2006: 156) menyebutkan bahwa fonem dalam BDN ada 5 (lima) dengan memasukkan fonem /o/.

11 11 Fonem /u/ hanya merupakan alofon dari fonem /U/ dan tidak bersifat fonemis karena tidak ditemui kontrasnya. Penelitian Santoso, dkk. (1991: 13) mengkontraskan kata /uluh/ uluh ulur dan /UlUh/ uluh orang, sehingga ditarik kesimpulan bahwa fonem /u/ dan /U/ merupakan fonem yang berbeda. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan membuktikan bahwa untuk kata ulur dalam BDN dilafalkan /UlUh/ yang sama persis pelafalannya dengan kata orang. Ini menunjukkan bahwa kata uluh merupakan homonim pada BDN. Fonem /o/ dalam penelitian Ristati (2006: 72) dibuktikan oleh pengontrasan beberapa kata berikut. /kado/ kado kado dan /kadu/ kadu melapor /buko/ buko kerdil dan /buku/ buku buku /lampok/ lampok keramas dan /lampuk/ lampuk dodol durian Kata kado merupakan kata serapan dari BInd yang dalam BDN sendiri padanannya adalah /panɛŋa/ panenga hadiah, pemberian, kado. Kata /buko/ buko dan /lampok/ lampok tidak dikenali informan sebagai kosa kata BDN. Kamus Dwibahasa Dayak Ngaju Indonesia tidak dilengkapi dengan transkripsi fonetik, maka dari itu jika melihat dari kamus, masih tidak diketahui bagaimana cara melafalkan kosa kata dengan benar. Kata buko merupakan variasi bebas dari buku yang bermakna memisahkan dua ruas, sedangkan lampok yang diketahui informan sama dengan kata lampuk yang bermakna dodol durian. Untuk kata kerdil, padanannya di dalam BDN adalah /kariŋɛ/ karinge dan kata keramas dapat dipadankan dengan frase /nata kuluk/ nata kuluk. Kosa kata lain yang

12 12 disebutkan dalam penelitian Ristati (2006: 81-82) merupakan kata serapan dari BI, seperti /otot/ otot otot, /toko/ toko toko, /polisi/ polisi polisi, /kado/ kado kado, /obat/ obat obat, /ñoña/ nyonya nyonya, /orkes/ orkes orkes, /motor/ motor motor, /roh/ roh roh, /odol/ odol odol, pasta gigi, /paktor/ paktor faktor, dan /oktober/ oktober oktober. Beberapa dari kosa kata serapan yang disebutkan memiliki padanan di dalam BDN, contohnya /otot/ otot, /kado/ kado, dan /obat/ obat yang memiliki padanan /Uhat tulaŋ/ uhat tulang, /panɛŋa/ panenga, dan /tatamba/ tatamba. Durasid, dkk. (1990: 39) mengatakan bahwa /o/ hanya merupakan variasi bebas dari /U/ karena dalam ucapan sehari-hari penutur BDN tidak dapat membedakan dengan baik antara /U/ dan /o/ dan sering terjadi pertukaran bunyi tanpa disadari. Contohnya sebagai berikut. /UlUh/ uluh dan /oloh/ oloh memiliki arti orang /danum/ danum dan /danom/ danom memiliki arti air /mihup/ mihup dan /mihop/ mihop memiliki arti minum. Durasid, dkk., (1990), Santoso, dkk (1991), dan Ristati (2006) sama-sama menyatakan bahwa pada BDN terdapat 18 (delapan belas) buah fonem konsonan, yaitu /p/, /b/, /t/, /d/, /c/, /j/, /k/, /g/, /s/, /h/, /m/, /n/, /ñ/, /ŋ/, /l/, /r/, /w/, dan /y/. Bahasa Inggris memiliki 38 (tiga puluh delapan) fonem yang terbagi atas vokal dan konsonan. BI memiliki 14 (empat belas) fonem yang terdiri atas 5 (lima) vokal panjang, yaitu /i:/, /u:/, /ɛ:/, /ɑ:/, dan /ɔ:/ dan 9 (sembilan) vokal pendek yang terdiri dari /i/, /ɪ/, /e/, /æ/, /ə/, /ʌ/, /u/, /ʊ/, dan /ɒ/. Vokal BI pada penelitian ini merupakan vokal yang berdasarkan Received Pronunciation (RP).

13 13 Istilah Received Pronunciation (RP) dicetuskan oleh seorang linguis bernama A. J. Ellis pada tahun 1869, namun hanya menjadi istilah yang digunakan secara luas untuk mendeskripsikan aksen dari elit sosial setelah seorang ahli fonetik bernama Daniel Jones mengadopsinya pada edisi kedua dari buku English Pronouncing Dictionary pada tahun Verhaar (2012: 39) mengatakan bahwa perbedaan antara vokal panjang dan vokal pendek menyangkut lamanya pelafalan sebuah vokal. Vokal pendek memiliki pelafalan yang lebih singkat waktunya dibandingkan dengan vokal panjang. Dalam BI, vokal panjang dan vokal pendek bersifat distingtif atau membedakan makna. Fonem konsonan BI berjumlah 24 (dua puluh empat) buah, yaitu /p/, /b/, /t/, /d/, /k/, /g/, /f/, /v/, /θ, /ð/, /s/, /z/, /ʃ/, /ʒ/, /h/, /l/, /r/, /m/, /n/, /ŋ/, /w/, dan /y/. BI yang digunakan pada penelitian ini adalah BI yang menggunakan Received Pronunciation (RP). Penelitian tentang analisis kontrastif pernah dilakukan oleh Noworini (2002) dengan judul Interferensi Fonologis Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Prancis. Penelitian yang dilakukan oleh Noworini ini sebagian besar mengulas mengenai kesulitan dan kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar Bahasa Prancis yang berbahasa ibu Bahasa Indonesia karena topik yang diangkat adalah tentang interferensi bahasa. Di samping itu, Noworini membanding-bandingkan dua bahasa tersebut dari aspek fonologisnya dan mendapatkan perbedaan dari masingmasing bahasa. Faktor Sosiolinguistik juga diangkat sebagai salah satu penyebab terjadinya interferensi dalam penelitiannya. Selain itu ada penelitian pada tahun selanjutnya yang dilakukan oleh Kussemiarti (2003) yang berjudul Interferensi Fonologis Bahasa Indonesia

14 14 Dalam Pelafalan Bunyi Ucapan Bahasa Inggris: Studi Kasus Mahasiswa PTS di Kotamadya Yogyakarta. Dalam tesis ini juga terdapat perbandingan antara dua bahasa dengan analisis kontrastif, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Selain itu tulisan (grafem), juga mempengaruhi interefensi karena dalam bahasa Inggris satu grafem tidak melambangkan satu bunyi saja, sedangkan dalam bahasa Indonesia hampir semua bunyi dilambangkan dengan grafem yang mirip. Nguyen (2004) meninjau sistem fonologi dua bahasa dalam tesisnya yang berjudul Perbandingan Sistem Fonologi Bahasa Indonesia dan Sistem Fonologi Bahasa Vietnam. Penelitian ini membanding-bandingkan persamaan dan perbedaan dua bahasa berbeda, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Vietnam. Kesalahan pelafalan yang terjadi pada Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur Bahasa Vietnam dikarenakan oleh tiga hal, yaitu ketidaktahuan kaidah pelafalan fonem-fonem Bahasa Indonesia, perbedaan fonologis masing-masing bahasa, dan adanya pengaruh atau gangguan pelafalan fonem-fonem Bahasa Vietnam terhadap Bahasa Indonesia. Sarim (2005) juga melakukan penelitian mengenai Sistem Fonologi Bahasa Thai dan Bahasa Indonesia: Sebuah Studi Kontrastif dan Analisis Kesalahan Pada Pembelajar Kedua Bahasa. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nguyen (2004) dengan membandingkan-bandingkan dua bahasa, yaitu Bahasa Thai dan Bahasa Indonesia. Hanya saja pada penelitian ini menggunakan analisis kesalahan yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya.

15 15 Bertolak dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya, peneliti tidak menyinggung mengenai interferensi, faktor Sosiolinguistik, gangguan berbahasa, dan analisis kesalahan. Keempat tesis yang telah dikemukakan tersebut semuanya membahas tetang persamaan dan perbedaan dengan menggunakan teori analisis kontrastif. Maka dari itu, untuk membedakan dengan penelitian yang telah ada peneliti akan membahas proses perubahan bunyi terhadap BI yang dipelajari oleh penutur BDN. 1.6 Landasan Teori Pada landasan teori, hal-hal yang akan dipaparkan sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut Kontak Bahasa O Grady (1993: 272) mendefinisikan...language contact, which occurs when speakers of one language frequently interact with the speakers of another language or dialect. Kontak bahasa dapat terjadi ketika penutur dari satu bahasa seringkali berinteraksi dengan penutur dari bahasa lain atau dialek lain. Pada penelitian ini, kontak bahasa yang terjadi adalah ketika penutur BDN menggunakan BI yang mana keduanya merupakan bahasa berbeda. Selain itu penutur BDN juga sebelumnya telah melakukan kontak dengan BBK dan BInd. Weinreich (1968: 1) mengatakan...two or more languages will be said in contact if they are used alternately by the same person. The language-using individuals are thus the locus of the contact. Bahasa dapat dikatakan berkontak jika ada dua atau lebih bahasa digunakan secara bergantian oleh satu orang yang

16 16 sama. Maka dari itu, individu pengguna bahasa merupakan tempat dari kontak itu sendiri. Kedua teori di atas sama-sama menyebutkan bahwa syarat kontak bahasa setidaknya terjadi ketika dua bahasa bertemu dan sering digunakan secara bergantian oleh penutur suatu bahasa. Interaksi yang dilakukan oleh penutur bahasa dengan pengguna bahasa lain inilah yang dikatakan sebagai kontak bahasa. Sebagai contoh, penutur BDN berbicara dengan penutur BBK dengan menggunakan bahasa BBK. Penggunaan bahasa BBK oleh penutur BDN ini dapat dikatakan kontak bahasa karena di samping bahasa ibunya sendiri, ada bahasa lain yang dikuasai dan dapat digunakan secara bergantian sesuai dengan lingkungannya Fonologi dan Fonetik Definisi fonologi yang dideskripsikan Fromkin dan Rodman (1993: 216) adalah the phonology of a language is then the system and pattern of the speech sounds. Pendapat ini mendefinisikan fonologi sebagai sistem dan pola bunyi yang dimiliki oleh suatu bahasa. Bunyi distingtif atau bunyi yang membedakan dalam fonologi disebut fonem. Jika dibandingkan dengan O Grady (1993: 57) yang mengatakan the component of a grammar made up of the elements and principles that determine how sounds pattern in a language, fonologi diartikan sebagai komponen dari sebuah tata bahasa yang terbuat dari elemen dan prinsip yang menentukan bagaimana pola-pola bunyi dalam sebuah bahasa. Keduanya setuju bahwa fonologi membentuk pola-pola bunyi di dalam bahasa.

17 17 Fonetik dan Fonologi memiliki hubungan erat yang disebutkan oleh Fromkin dan Rodman (1993: 216) phonetics is a part of phonology,..., provides the means for describing speech sound; phonologists study the ways in which these speech sounds form systems and patterns in human language. Fonetik merupakan bagian dari fonologi dan fonetik merupakan penyedia alat untuk mendeskripsikan bunyi-bunyi dengan alat-alat ucap. Para ahli fonologi mempelajari cara-cara bagaimana bunyi-bunyi membentuk sistem dan pola dalam bahasa manusia. Jadi, fonetik tidak dapat dilepaskan dari fonologi karena hubungan kedua ilmu ini tidak dapat dipisahkan dan untuk mempelajari fonologi dibutuhkan alat, yaitu fonetik, untuk mendeskripsikan bunyi-bunyi tersebut Analisis Kontrastif Hakuta dan Cancino (1977) via Els, dkk. (1984: 37) dalam penelitian yang dilakukannya menyatakan bahwa pengertian analisis kontrastif sendiri adalah sebagai berikut. Contrastive analysis differs from the other three approaches in so far that it does not actually take the L2 learner into account. This approach is based on the similarities and differences that exist between two (or more) languages, at the same time taking into account a number of axioms about L2 learning behaviour. Analisis kontrastif membedakannya dari ketiga pendekatan yang lain adalah sejauh ini pendekatan ini tidak melibatkan pelajar bahasa kedua (B2). Pendekatan ini didasarkan pada persamaan dan perbedaan yang ada antara dua bahasa atau lebih, pada saat yang sama melibatkan sejumlah aksioma tentang perilaku pembelajaran B2. Analisis kontrastif mencakup aspek linguistik. Aspek linguistik berkaitan dengan struktur dan pemakaian bahasa dalam rangka

18 18 membandingkan dua atau beberapa bahasa. Aspek-aspek linguistik tersebut dapat meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. Menurut Els dkk. (1984: 38), terdapat tiga tujuan dari analisis kontrastif yaitu: (1) memberikan pandangan mengenai persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa (2) menjelaskan dan memprediksikan masalah-masalah dalam pembelajaran bahasa asing, dan (3) menyusun materi pelajaran untuk pengajaran bahasa. Dua tujuan yang disebutkan oleh Els dkk. tersebut akan dijabarkan dalam penelitian ini, yang tidak dilakukan hanya tujuan ketiga. Parera (1997: ) mengatakan bahwa analisis kontrastif atau yang disingkat menjadi anakon terbagi atas dua, yaitu anakon keras dan anakon lunak. Anakon keras yang dikatakan oleh Parera dipelopori oleh Robert Lado. Jika anakon keras dimulai dengan membandingkan kedua bahasa untuk memprediksikan kesulitan-kesulitan yang terjadi di lapangan, maka anakon lunak dimulai dari temuan yang didapatkan dari lapangan yang kemudian dijelaskan dengan perbandingan dua atau lebih bahasa yang diteliti. Anakon lunak digunakan untuk memperhitungkan kesulitan-kesulitan yang dijumpai dalam pembelajaran B2, dengan kata lain kesulitan tersebut haruslah ditemukan terlebih dahulu baru kemudian dianalisis menggunakan perbandingan bahasa yang diteliti. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan anakon lunak, yaitu dengan mengumpulkan data di lapangan, melihat kesulitan yang dialami oleh pembelajar B2, dan baru kemudian dianalisis dengan anakon.

19 Proses Perubahan Bunyi Proses perubahan bunyi ini dapat terjadi karena kontak bahasa, sebagaimana dikatakan O Grady (1993: 272) another cause of linguistic change is language contact, which occurs when speakers of one language frequently interact with the speakers of another language or dialect. Salah satu penyebab terjadinya perubahan linguistik adalah kontak bahasa yang terjadi ketika penutur dari sebuah bahasa seringkali berinteraksi dengan penutur bahasa atau dialek lain. O Grady (1993: 46-49) menjelaskan tentang beberapa proses umum yang terjadi pada saat bahasa diucapkan. 1. Asimilasi (Assimilation), yaitu sejumlah proses berbeda sebagai hasil dari pengaruh dari satu segmen pada segmen yang lain. Asimilasi memiliki efek pada penambahan efisiensi pengucapan melalui sebuah penyederhanaan dari pergerakan pengucapan. 2. Disimilasi (Dissimilation), yaitu kebalikan dari asimilasi yang menjadikan dua bunyi menjadi kurang mirip. Proses ini terjadi dimana satu segmen dibuat kurang seperti segmen lain dalam lingkungannya dan lebih jarang terjadi daripada asimilasi. 3. Metatesis (Metathesis), yaitu proses peletakan ulang sebuah untaian segmen, dalam artian bunyi dapat berpindah-pindah posisi yang dilakukan agar mudah diucapkan. 4. Epentesis (Epenthesis), yaitu proses yang menyisipkan sebuah segmen silabik atau nonsilabik di dalam sebuah untaian segmen yang ada. Penyisipan tersebut dapat berupa bunyi vokal maupun konsonan.

20 20 5. Pelesapan (Deletion), yaitu proses penghilangan sebuah segmen dari konteks fonetik tertentu, baik itu vokal maupun konsonan. Sementara itu, Muslich (2012: 118) membagi jenis-jenis perubahan bunyi menjadi 9 (sembilan), yaitu asimilasi, disimilasi, modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, dan anapkitis. Penjelasannya adalah sebagai berikut. 1. Asimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyibunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi. 2. Disimilasi, yaitu perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. 3. Modifikasi fonem, yaitu perbuhan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. 4. Netralisasi, yaitu perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. 5. Zeroisasi, yaitu penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Zeroisasi dengan model penyingkatan biasa disebut dengan kontraksi. Zeroisasi diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai berikut. a. Aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata.

21 21 b. Apokop, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata. c. Sinkop, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata. 6. Metatesis, yaitu perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. 7. Diftongisasi, yaitu perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. 8. Monoftongisasi, perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). 9. Anaptiksis (suara bakti), yaitu perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah. Anaptiksis dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis sebagai berikut. a. Protesis, yaitu proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata. b. Epentesis, yaitu proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. c. Paragog, yaitu proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata. 1.7 Metode Penelitian seperti berikut. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan metode yang telah ditentukan

22 Sumber Data Sumber data terbagi atas 2 (dua), yaitu sumber lisan dan sumber tulisan. Sumber data lisan dalam penelitian ini diambil dengan cara mengumpulkan data dari informan sebagai data primer dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan. Instrumen tersebut berupa daftar 300 kosa kata yang mewakili seluruh fonem di dalam BI yang selanjutnya akan direkam dan dicatat ke dalam bentuk transkripsi fonemis. Informan tersebut dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan adalah sebagai berikut. a. Mahasiswa aktif di perguruan tinggi pada tingkat Strata-1, baik laki-laki maupun perempuan. b. Mahasiswa berumur antara tahun. c. Mahasiswa berbahasa ibu BDN, kedua orangtuanya merupakan penutur asli BDN, dan menggunakan bahasa tersebut di lingkungan keluarga sehari-hari. d. Mahasiswa menguasai BBK dan BInd. e. Mahasiswa minimal pernah mempelajari Bahasa Inggris selama 6 tahun. f. Alat ucap tidak cacat dan tidak cadel. g. Sehat jasmani dan rohani. Informan untuk penelitian ini berjumlah 3 (tiga) orang. Kriteria-kriteria di atas ditujukan pada mahasiswa yang masih aktif di perguruan tinggi yang usianya berkisar antara tahun. Harding dan Riley (1986: 39) mengatakan bahwa ada 4 (empat) jenis kedwibahasaan berdasarkan tahapan usia pemerolehan bahasa kedua (B2), yaitu kedwibahasaan masa kecil (infant bilingualism), kedwibahasaan

23 23 masa kanak-kanak (child bilingualism), kedwibahasaan masa remaja (adolescent bilingualism), dan kedwibahasaan masa dewasa (adult bilingualism). Usia mahasiswa dari tingkat terbawah biasanya dimulai dari 18 tahun dan pada penelitian ini dibatasi sampai dengan usia 24 tahun. Rentang usia ini masuk ke dalam kedwibahasaan masa remaja (adolescent bilingualism) karena orang-orang dalam rentang usia ini menjadi dwibahasawan setelah masa pubertas. Informan haruslah merupakan penutur asli BDN dan di lingkungan keluarganya menggunakan BDN juga, maka dari itu sebaiknya kedua orangtua informan juga merupakan penutur asli. Karena informan telah lama tinggal di Kalimantan Tengah, tentu saja menguasai BBK dan BInd. Hal ini didasari oleh keadaaan multilingual di Kalimantan Tengah yang menjadikan lingkungan pergaulan dan pendidikan mengharuskan penguasaan kedua bahasa tersebut. Kontak dengan BI pada pendidikan di masa yang lalu tidak secepat pada masa kini, ada sebagian penutur yang baru mengenal BI pada tingkat SMP atau SMA. Maka dari itu, setidaknya pernah mempelajari BI minimal 6 (enam) tahun karena jangka waktu ini dirasa cukup memadai untuk seseorang memiliki kedekatan kontak dengan BI. Kontak ini pun harus memperhitungkan tempat mereka mempelajari BI, karena keadaan di desa dan kota memiliki perbedaan. Maka dari itu, untuk mendapatkan penuturan BI yang dinilai cukup baik para informan dipilih dari daerah perkotaan, yaitu Kota Madya Palangka Raya. Hal yang terakhir menjadi kriteria adalah informan harus memiliki alat ucap yang normal, dengan kata lain tidak cacat dan tidak cadel, serta sehat jasmani dan rohani. Hal ini ditujukan untuk menghindari bunyi-bunyi yang tidak sesuai dengan bunyi yang diproduksi oleh orang normal.

24 24 Selain itu, kondisi informan harus sehat agar data yang didapatkan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kemudian untuk sumber data tulisan, penelitian ini juga menggunakan tulisan dari penemuan peneliti sebelumnya untuk mendukung sumber data lisan dan kamus Bahasa Inggris yang menggunakan Received Pronunciation (RP) Metode Pengumpulan Data Prosedur diawali dengan menyiapkan instrumen yang berupa daftar katakata yang mewakili fonem-fonem yang akan diteliti. Instrumen berupa daftar 300 kosa kata dalam BI yang diambil dari Oxford Advanced Learner s Dictionary yang menggunakan RP dan mewakili setiap fonem BI dan persebarannya dalam suku kata. Selanjutnya, peneliti melakukan perekaman dengan informan dan mencatatnya pada lembar data. Hasil perekaman tersebut ditranskripsikan ke dalam bentuk transkripsi fonetis. Kemudian hal yang selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis data dan kemudian diklasifikasikan serta dideskripsikan. Informan diminta untuk memberikan informasi dengan menggunakan instrumen yang telah dibuat. Peneliti menggunakan teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam berguna agar peneliti dapat mengulang-ngulang kembali hasil dari perekaman yang telah dilakukan dan mencatat hasilnya pada kartu data. Jika terdapat kesalahan pada pencatatan awal, maka dapat diperbaiki dengan mendengarkan ulang rekaman tersebut.

25 Metode Analisis Data Langkah pertama yang dilakukan adalah membanding-bandingkan dua bahasa, yaitu BDN dan BI untuk mendapatkan persamaan dan perbedaannya. Hal ini didasari oleh analisis kontrastif, yang kemudian menggunakan, distribusi fonem, pengklasifikasian alofon, dan pasangan minimal. BBK dan BInd juga dimasukan ke dalam perbandingan bahasa sebagai bahasa pendukung untuk menjelaskan mengapa penutur BDN dapat melafalkan fonem yang tidak terdapat di dalam bahasanya. Hal ini dikarenakan kontak dengan kedua bahasa tersebut tidak dapat terelakan pada masyarakat Kalimantan Tengah. Setelah itu, langkah terakhir adalah mendeskripsikan proses perubahan bunyi yang terjadi pada BI yang dilafalkan oleh penutur BDN. 1.8 Hipotesis Berdasarkan dari rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam fonem vokal, alofon, distribusi fonem, pasangan minimal, diftong, triftong, dan pola suku kata dalam BDN dan BI. 2. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam konsonan, kluster, alofon, distribusi fonem, dan pasangan minimal dalam BDN dan BI. 3. Terdapat proses perubahan bunyi pada vokal, konsonan, diftong, triftong, dan kluster pada pelafalan BI oleh penutur BDN.

26 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Deskripsi Perbandingan Vokal Bahasa Dayak Ngaju dan Bahasa Inggris, Bab III Deskripsi Perbandingan Konsonan Bahasa Dayak Ngaju dan Bahasa Inggris, Bab IV Deskripsi Proses Perubahan Bunyi, dan Bab V Penutup.

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau Javanese Learners of English (JLE), dikatakan menguasai bahasa Inggris (BI) tidak hanya ditunjukkan

Lebih terperinci

PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA DI KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA DI KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA JURNAL PENA INDONESIA (JPI) Jurnal Bahasa Indonesia, Sastra, dan Pengajarannya Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 ISSN: 22477-5150 PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON PERUBAHAN BUNYI PADA TUTURAN RESMI YANG DIGUNAKAN MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON Ayu Fauziyah dan Indrya Mulyaningsih IAIN Syekh Nurjati Cirebon ayufauziyah69@yahoo.co.id Abstrak Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa pesan lisan, maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese BAB I I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese Learners of English or JLE) rata-rata mempunyai kebiasaan untuk mengucapkan bunyibunyi bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan oleh setiap anggota masyarakat. Bahasa berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. a. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. a. Latar Belakang BAB I Pendahuluan a. Latar Belakang Dalam premis telah disebutkan bahwa bunyi bunyi lingual condong berubah karena lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut bias berdampak pada dua kemungkinan.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND

PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND ` 163 PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND Markub Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan Email: maskub2@yahoo.co.id Abstrak Bahasa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Oeh: Theresia Budi Sucihati, M.Pd. Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI NGAWI Mahasiswa dalam peraturan dipungkiri bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir semua anak yang dilahirkan. Kemampuan itu dapat diperoleh tanpa harus memberikan pengajaran khusus

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga 320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, bahasa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa. Mudahnya informasi yang

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU Oleh GAGA RUKI NPM 1110013111061 Ditulis untuk Memenuhi

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa merupakan periode seorang individu memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa merupakan periode seorang individu memperoleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerolehan bahasa merupakan periode seorang individu memperoleh bahasa atau kosakata baru. Periode tersebut terjadi sepanjang masa. Permulaan pemerolehan bahasa terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena interferensi bahasa sangat lumrah terjadi pada masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau yang juga disebut dwibahasa. Fenomena tersebut dalam sosiolinguistik

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa simpulan mengenai penelitian ini, yaitu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa simpulan mengenai penelitian ini, yaitu 141 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikaji pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa simpulan mengenai penelitian ini, yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : 1402408303 BAB 4 FONOLOGI Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang runtutan bunyibunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua berdasarkan objek studinya,

Lebih terperinci

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa Pertemuan Ketiga By Munif Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik Berdasarkan Pembidangannya Berdasarkan Sifat Telaahnya Beradasarkan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang 109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah bangsa Indonesia berhasil lepas dari belenggu penjajahan dengan diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahasa Indonesia memiliki peran yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG

PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno Fakultas Sastra, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : 1402408261 4. Tataran Linguistik (1) : fonologi Ketika kita mendengar orang berbicara, tentang berpidato atau bercakapcakap, maka kita akan runtunan bunyi bahasa yang berubah-ubah.

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN

BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN BENTUK DAN FUNGSI RAGAM BAHASA GAUL REMAJA KOTA METROPOLITAN (Studi Kasus Pemakaian Ragam Bahasa Gaul Siswa SMA Negeri 66 Jakarta) Disusun Oleh: LATHIFATUL ULYA - 13010113140136 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS

Lebih terperinci

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN Syamsul Bahri Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa Jepang (goi) terbagi atas wago, kango dan gairaigo. Wago ( 和語 ) adalah kosakata bahasa Jepang asli yang biasanya ditulis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008:24).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti

Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti Bab 5 Ringkasan Seperti kita ketahui bahwa di seluruh dunia terdapat berbagai bahasa yang berbedabeda baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti terdapat beberapa

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi Tahun 2012, oleh Riana

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi Tahun 2012, oleh Riana 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Gaul pada Tabloid Edisi 15-21 Tahun 2012, oleh Riana Penelitian tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik dan teori tradisional. Teori sosiolinguistik yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM A. PENGANTAR Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa. Fonologi secara Etimologi berasal dari kata fon, yang artinya bunyi dan logi yang berarti ilmu. Fonologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dijadikan acuan bagi para guru untuk lebih menekankan aspek

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dijadikan acuan bagi para guru untuk lebih menekankan aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis kesalahan berbahasa bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan pelajar dalam mempelajari bahasa kedua. Hasil dari analisis kesalahan ini kemudian dijadikan

Lebih terperinci

KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA

KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA KAJIAN FONOLOGI DAN LEKSIKON BAHASA JAWA DI DESA WANAYASA KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh: Fita Andriyani Eka Kusuma pendidikan bahasa dan sastra jawa phitaandriyani@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem bunyi yang digunakan oleh sekelompok orang untuk berkomunikasi. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam melakukan sebuah penelitian, tentu harus ada acuan atau teori-teori yang digunakan oleh peneliti. Begitu pula dalam penelitian ini. Penelitian tentang gejala kelainan pelafalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU Ditulis Kepada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA

KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA KAIDAH FONOTAKTIK GUGUS KONSONAN KATA-KATA BAHASA INDONESIA YANG BERSUKU DUA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Ilmu yang mempelajari hakekat dan ciri-ciri bahasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,1983).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588 ), konsep adalah gambaran mental dari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588 ), konsep adalah gambaran mental dari BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk. 1985:46).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. menganalisis bunyi bahasa secara umum. Fonologi mempunyai dua

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. menganalisis bunyi bahasa secara umum. Fonologi mempunyai dua BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Fonologi Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Fonologi mempunyai dua cabang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ciri khas ini bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran bahasa asing, berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh pembelajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Tarigan (2008:1) bahwa:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono, 2011). Fenomena tersebut merupakan fenomena yang dapat terjadi secara bersamaan. Pemertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersosial atau hidup bermasyarakat tidak pernah meninggalkan bahasa, yaitu sarana untuk berkomunikasi satu sama lain. Dengan berbahasa kita memahami apa yang orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia (BI) di SMA dan MA dilaksanakan dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang di dalamnya berisi keterampilan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA 1 PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA FERY FREDY ANDRIAN Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana abstract This study focused

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut. 1. Nada tertinggi penutur

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, dan menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Silfi Pitriyanti, 2014 Penggunaan Abreviasi Pada Ranah Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berbahasa merupakan salah satu kegiatan sehari-hari manusia dalam berkomunikasi, yang artinya dengan berbahasalah manusia saling berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan (1) lokasi dan subjek penelitian, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut dihuni oleh beragam suku dengan bahasa yang beragam pula, bahkan tidak sedikit satu pulau didiami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Nama : Nugraheni Widyapangesti NIM : 1402408207 TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI Runtutan bunyi dalam bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL Leli Triana Masuad Edy Santoso Universitas Pancasakti Tegal

Lebih terperinci

PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa

PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa Editor: : Prof. Dr. Sumarlam, MS Asih Anggarani Tri Wuryan Taruni Priyanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sarana utama dalam berkomunikasi antar sesama manusia. Sebagian besar mengambil bentuk lisan/ tertulis, dan verbal/ ucapan. Tanpa bahasa, manusia akan

Lebih terperinci