BAB VI. TEKNIK PROTEKSI RADIASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. TEKNIK PROTEKSI RADIASI"

Transkripsi

1 BAB VI. TEKNIK PROTEKSI RADIASI Yang dimaksud dengan teknik proteksi radiasi adalah upaya proteksi Jiasi dengan cara menerapkan teknologi dan prosedur kerja dengan maksud erkecil penerimaan dosis radiasi para pekerja radiasi dan anggota masyarakat. Prosedur yang dilakukan adalah dengan meminimalkan sumber bahaya, mengungkung sumber bahaya, dan mengungkung orangnya. Meminimalkan sumber bahaya dapat dilakukan dengan: a. Mengupayakan agar bahan radioaktif atau sumber radiasi yang digunakan seminirnal mungkin b. Bahan radioaktif 4yang digunakan dipilih yang rendah tingkat radiotoksisitasnya c. Prosedur kerja yang praktis atau sederhana Jika langkah meminimalkan sumber bahaya masih belum cukup maka dilakukan mangungkung sumber bahaya, antara lain dengan menyediaan fasilitas misalnya kotak sarung tangan, almari asap dan lain sebagainya. Selanjutnya jika belum di anggap cukup perlu mengungkung orangnya, yaitu dengan melengkapi dengan pakaian pelindung. Teknik proteksi radiasi dibedakan didasarkan posis sumber radiasi terhadap tubuh, yaitu sumber radiasi di dalam tubuh dan sumber radiasi di luar tubuh. A. Teknik Proteksi Radiasi Interna. Sumber radiasi ada dalam tubuh terjadi jika ada sejumlah zat radioaktif masuk dalam tubuh. Penyianaran oleh sumber radiasi tersebut akan terus berlangsung sampai dengan sumber radiasi keluar dan tubuh. Pengurangan aktivitas zat radioaktif dalam tubuh tergantung pada umur effektif zat radioaktif dalam tubuh tersebut, yang tergantung pada jenis radionuklida dan proses biologi dalam tubuh. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan agar zat radioaktif tidak masuk dalam tubuh. Untuk maksud tersebut perlu diketahui mekanisme masuknya zat radioaktifdalam tubuh. Masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh berasal dan sumber zat radioaktif di luar tubuh yang menyebar melalui media air, udara, dan tanah (makanan) melalul gerbang pernafasan, pencemaan dan kulit. Sehubungan dengan kefektifan upaya proteksi radiasi intema tergantung pada usaha ingkungan sumber zat radioaktif agar tidak masuk daerah kerja, sehingga kadar zat radioaktif dalam udara daerah kerja dipertahankan serendah mungkin. Setiap pekeerjaan yang menangani zat radioaktif ada keungkinan terlepasnya zat radioaktif ke daerah kerja, yang selanjutnya akan mencemari lingkungan kerja atau lingkungan yang lebih luas. Bahan yang digunakan dalam ruangan kerja yang menangai Universitas Gadjah Mada 1

2 bahan radioaktif harus mudah didekontaminasi, dengan permukaan yang muadh dibersihkan dan dihindari sudut ruangan yang tajam. Proteksi radiasi intema meliputi pengendalian penyebaran kontaminan radioaktif, pengendalian keradioaktifan lingkungan, pengendalian pemasukan kontaminan radioaktif ke dalam tubuh dan pencegahan kontaminansi permukaan. 1. Pengendalian penyebaran kontaminan radioaktif Pelepasan kontaminan radioaktif dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang terencana dan yang tidak terencana atau kecelakaan. Pelepasan terencana terjadi pada kondisi normal sehingga akibat pelepasan mi pekerja radiasi tidak menerima dosis terikat yang melebihi ketentuan keselamatan radiasi yang berlaku. Pelepasan yang tidak terencana terjadi jika kondisi tidak normal atau kecelakaan sehingga perlu diambil tindakan proteksi radiasi. Pelepasan kontaminan radioaktifjuga dapat dibedakan berdasaran selang waktu pelepasan, yaitu pelepasan yang terus menerus (kontinue) atau disebut akut yang terjadi pada operasi normal, dan pelepasan yang singkat yang terjadi pada kondisi tidak normal yang biasanya aktivitasnya lebih besar. Penanganan zat radioaktif terbuka atau yang mudah menyebar perlu dilakukan dengan hati-hati agar zat radioaktif tersebut tidak menyebar ke lingkungan, Iebih-lebih jika zat radioaktif tersebut adalah cairan atau serbuk. Dalam penanganan zat zatioaktif terbuka, radionuklida di kelompokkan didasarkan pada sifat fisik, kimia, keradioaktifan, kemudahan menyebar, dan tingkat racun, yang disebut dengan tingkat radiotoksisitas. Dalam upaya teknik proteksi radiasi interna telah ditetapkan nilai batas jumlah yang ditangani untuk masing-masing jells laboratorium. Cara pendendalian penyebaran untuk zat radioaktif tidak mudah menyebar adalah dengan baki yang diberi alas kertas penyerap, dengan harapan kontaminasi yang mungkin terjadi terbatas pada kertas penyerap tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan catatan kontaminasi udara yang mungkin terjadi tidak memungkinkan mengakibatkan masukan tahunan ke dalam tubuh tidak Iebih dan sepersepuluh Nilai Batas Masukan Tahunan. Jika ada kemungkinan masukan ke dalam tubuh Iebih besar dari batasan tersebut di atas maka perlu sarana kusus, misalnya kemungkinan mengakibatkan masukan tahunan dalam tubuh 1 sampai 10 kali NBMT maka dapat menggunakan lemari asam yang dilengkapi dengan blower di dekat ujung cerobong. Blower di ujung cerobong dimaksudkan jika terjadi kebocoran pada pipa pembuangan maka aliran udara dan luar masuk ke pipa pembuangan tersebut. Kecepatan udara di dalam pipa pembuangan untuk penanganan yang menimbulkan uap atau gas sebesar 1 m/s sedangkan jika untuk Universitas Gadjah Mada 2

3 penanganan zat meimbulkan debu yang mudah mengendap di permukaan maka kecepatan aliran udara pada pipa pembuangan dapat sampai dengan 20 mis. Sebelum gas buang dilepas ke lingkungan, perlu dibersihkan dengan melewatkan sistem pembersihan udara, dengan melewatkan sistem penyerap atau filter, bila mana penlu rnenggunakan filter absolut yang dapat menangkap zarah dengan ukuran 3 µm dengan efeisiensi 99,9%. Penanganan zat radioaktif yang berujud serbuk dengan jurnlah relatif besar, upaya pembatasan penyebaran dengan sarana yang tertutup antara lain kotak sarung tangan (glove box) untuk pemancar beta dan alfa, serta sel panas (hotcell) untuk pemancar gama. Tekanan udara dalarn glove box dikendalikan 2-2,5 cm air raksa di bawah tekanan udara dilingkungannya, agar jika terjadi kebocoran aliran udara dan luar ke dalam. Didampaing penyediaan sarana yang sesuai dengan kebutuhannya, genclalian penyebaran dilakukan dengan penyusunan prosedur kerja yang baik. 2. Pengendalian tingkat kontaminasi di Iingkungan. Upaya pengendalian tingkat kontaminasi di lingkungan daerah kerja, gan memperhatikan hal-hal berikut pada saat pembangunan instalasi tersebut. a. Permukaan di daerah kerja, termasuk mebeler harus dibuat dengan bahan yang mudah dibersihkan. Diupayakan sudut ruang tidak tajam, dan dihindaral lekukan yang berlebihan. b. Sistem pemipaan limbah cair dibedakan atara limbah cair yang radioaktif dan non;- radioaktif. c. Tempat penyimpan limbah dibedakan antara tempat penyimpan limbah radioaktif dan non-radioaktif d. Tersedia sarana dekontaminasi barang dan orang e. Adanya aturan lalulintas barang dan orang yang dikaitkan dengan upaya pencegahan penyebaran zat radioaktif f. Sistem ventilasi yang balk, yang memungkinkan aliran udara dan tempat yang Iebih bersih, dan pencegahanan arab sebaliknya. Udara dan sistem ventilasi dibersihakan dulu sebelum dilepeskan ke lingkungan melalui cerobong. Sistem pembersihan udara dilakukan dengan meiewatkan bahan penyerap dan sistem filter absulut. Tingkat dispersi lepasan gas dan cerobong tergantung pada tinggi cerobong dan kondisi cuaca di lingkungan tersebut. Universitas Gadjah Mada 3

4 3. Pengendalian masukan zat radioaktif Pemasukan zat radioaktif ke dalam tubuh melewati tiga gerbang yaitu pemafasan, pencemaan, dan kulit. Untuk pengendalian masukan zat radioaktif, dengan melengkapi dengan sarana proteksi radiasi yang sesuai. Sarara proteksi tersebut digunakan sesual dengan maksud dan penggunaan alat tersebut. Sarana perlengkapan bantu pernafasan dibedakan menjadi 2 yaitu a. Perlengkapan bantu pernafasan yang dilengkapi dengan penyaring khusus debu, uap, dan atau gas tertentu. b. Perlengkapan dengan catu udara sendiri. Pengendalian masukan melewati gerbang pencernaan dilakukan dengan elakukan prosedur kerja yang balk, misalnya kewajiban menggunakan sarung tangan dan cuci tangan sehabis melakukan pekerjaan tertentu. B. Teknik proteksi radiasi eksterna Sumber radiasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu sumber radiasi terbuka clan terbungkus. Sumber radasi terbungkus merupakan sumber radiasi yang berada di luar tubuh atau sumber radiasi eksterna. Proteksi radiasi eksterna biasanva terkaitmenggunaan mesin untuk memproduksi radiasi misalnya pesawat sinar-x, dan akselerator elektron, serta sumber radiasi yang terbungkus. Teknik proteksi radiasi ekstema dilakukan dengan menerapkan 4 cara sebagai berikut: a. menggunakan sumber radiasi sekecil mungkin sesuai dengan tujuan penggunaan radiasi pengion tersebut. Jika menggunakan zat radioaktif, dengan aktivitas serendah mungkin, dan jika menggunanak alat atau mesin maka intensitas radiasi serendah mungkin. b. Pembatasan jangka waktu kerja c. Bekerja sejauh mungkin dan sumber radiasi d. Menggunakan perisai radiasi 1. Pembatasan kuat sumber radiasi. Untuk suatu tujuan tertentu perlu dibatasan kuat sumber radiasi yang digunakan, agar risiko yang diterima serendah mungkin tetapi tujuan pemanfaatan sumber radiasi tersebut tetap dapat dicapai. Dengan demikian akan menghemat serta perlengkapan proteksi radiasi. Semakin besar kuat maka akan diperlukan bahan perisai yang semakin banyak untuk keperluan proteksi radiasi. Universitas Gadjah Mada 4

5 2. Pembatasan jangka waktu kerja Untuk penggunaan sumber radiasi tertentu maka laju dosis akan anding tunis dengan kuat sumber, sehingga dosis radiasi yang diterma pekerja berbanding lurus dengan jangka waktu kerja dengan t adalah jangka waktu kerja. Pembatasan jangka waktu kerja dengan mengupayakan agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan rencana kerja yang dituangkan dalam prosedur kerja yang jelas. Dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi dibatasi dengan nilai batas turunan, yaitu nilai batas dosis dalam jangka waktu tertentu yang diturunkan dan nilai batas dasar, yaitu nital batas dosis 5 rem per tahun, misalnya nilai batas dosis kuartalan, mingguan dan lain sebagainya. Jika jangka waktu kerja cukup lama maka dapat dikerjakan oleh beberapa sehingga masing-masing pekerja masih di bawah nilai batas dosis tersebut. Untuk menghindari kesatahan dalam pengerjaan pertu direncanakan dan dibuat prosedur yang sederhana, jika perlu dengan tatihan mengerjakan pekerjaan serupa hanya saja tidak di medan radiasi. 3. Memelihara jarak aman Laju dosis berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, sehingga untuk menurunkan taju dosis ditakukan dengan mengerjakan pada jarak yang sejauh mungkin tetapi pekerjaan dapat ditakukan dengan baik. Perlengkapan yang digunakan antara lain tang panjang yang memungkinkan pekerja radiasi dapat mengerjakan pekerjaannya dalam jarak yang cukup jauh. Persamaan 6-2 tersebut terlihat bahwa penurunan laju dosis radiasi dapat dilakukan dengan cara menjauhkan dan sumber radiasi, misalnya dengan menjauhkan sehingga jarak menjadi 4 kali maka laju dosis akan menjadi seperenambelasnya. 4. Penggunaan perisai radiasi. Cara menurunkan laju dosis di daerah kerja dapat dilakukan dengan menggunakan perisai radiasi. Jenis perisai tergantung pada jenis radiasi. Untuk partikel bermuatan, tebal perisai tergantung pada jangkaunya, dan rienggunakan bahan perisai yang nomor atomnya rendah agar tidak terbentuk sinar abar. Universitas Gadjah Mada 5

6 Sedangkan untuk radiasi netron, digunakan perisai yang mnomor atom rendah, biasanya yang mengandung banyak atom hidrogen, atau atom yang mempunyai tampang tangkapan yang besar, misalnya cadmium, boron dan lain sebagainya. Untuk radiasi gama biasanya digunakan bahan perisai yang berat jenisnya besar, misalnya beto, timbal dan lain sebagainya. Beberapa bahan perisai gama yang banyak digunakan terinci pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Tebal persepuluh bahan perisai radiasi gama (g cm2) Sumber radiasi Au-198 Ir Cs-137 Fe-59 Co-60 Ra-226 Air (Siemens, 1996) Bata 1,4-1, Bahan perisai, berat jenis g cm 3 Beton Beton Besi 1,8-2,4 barit 7,8-7, ,8-3, Gelas timbal 3,2-4, Timbal 10-11, Hubungan fluks radiasi gama untuk berkas sejajar pada persamaan (2-12) dapat dituliskan dengan nilai tebal persepuluh, berikut Jika perisai cukup tebal maka persamaan 6-3 di kalikan dengan faktor pertumbuhan (B), yang nilainya B 1. Persamaan (6-3) dan (6-4) untuk berkas yang sejajar, oleh karenanya untuk berkas yang tidak sejajar, yang dpengaruhi oleh bentuk sumber radiasi, serta sifat sumber radiasi maka perlu di koreksi dengan suatu faktor yang tergantung bentuk sumber tersebut. Universitas Gadjah Mada 6

7 C. Perisai Struktural Perisai struktural sangat dibutuhkan jika radiasi yang digunakan mempunyai, daya tembus, kuat sumber radiasi, dan energi yang tinggi, misalnya radiasi gama dan netron.. Perisai struktual adalah suatu perisai radiasi yang juga merupakan bahan struktur dan bangunan instalasi radiasi tersebut. Oleh karenanya persyaratan perisai struktural tersebut mampu menurunkan laju dosis sampai dengan tingkat tertentu, dan mempunyai sifat fisik yang baik yang memenuhi syarat sebagai bahan struktur. Dengan pertimbangan proteksi radiasi perisai struktural berfungsi untuk mnurunkan laju dosis radiasi di daerah di sekitar fasilitas radiasi tersebut sampai dengan nilai batas dosis yang diperkenankan. Ruang fasilitas radiasi dirancang sedemikian rupa sehingga sehingga aman, tidak dioperasikan jika pintu dalam keadaan terbuka, dan seandainya pintu a tetapi dapat beroperasi maka radiasi pasti akan melewati perisai structural tersebut. Beberapa contoh instalasi radiasi yang memerlukan perisai struktural adalah reaktor nuklir, tempat penyimpanan limbah radioaktif aktivitas tinggi, ruang radioterapi, ruang radiodiagnostik, iradiator, dan lain sebagainya. 1. Bahan Perisai Struktural Bahan perisai struktural harus memenuhi persyaratan sebagai bahan man, dan mampu menurunkan laju dosis radiasi. Bahan-bahan yang banyak digunakan terinci pada Tabel 6.2. No Tabel 6.2. Berat jenis bahan bangunan komersial Bahan Barium sulfat alam Beton barit Bata soft Bata hard Beton agregat ferofophosphorus Granit Beton agregat Ilmenite Timbal Gelas timbal Limestone Marble Plaster pasir Beton Baja (NCRP, 1976) Berat jenis, g cm 3 Rentang Rerata 4,5 3,6-4,1 3,6 1,4-2,3 1,65 2,05 2,6-2,7 4,8 4,4-4,7 2,6 3,83 11, 3,27 2,1-2,8 2,46 2,6-2,86 2,7 1,6-1,9 1,54 2,35 2,25-2,4 7,8 Efektifitas penurunan laju dosis sangat dipengaruhi oleh berat jenis bahan, semakin tinggi berat jenis bahan akan semakin efektif untuk menurunkan laju dosis, sehingga untuk penurunan laju dosis yang sama bahan perisai radiasi yang mempunyai berat jenis yang lebih tinggi diperlukan perisai yang lebih tipis. Universitas Gadjah Mada 7

8 2. Nilai batas laju dosis Nilai batas laju dosis daerah di sekitar instalasi radiasi ditentukan oleh rang dan tingkat pemanfaatannya. Berdasarkan kelompok orang yang menggunakan ruang tersebut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu a. Daerah terkontrol, yaitu daerah yang diperuntukkan bagi pekerja radiasi, sehingga nilai batas laju dosis tersebut didasarkan pada nilai batas dosis bagi pekerja radiasi. Nilai Batas Dosis pekerja radiasi 5 rem per tahun. b. Daerah tidak terkontrol, yaitu daerah yang diperuntukkan bagi bukan pekerja radiasi, sëhingga nilai batas laju dosis tersebut didasarkan pada nilai batas dosis bagi anggota masyarakat umum. Nilai Batas Dosis anggota masyarakat umum 0,5 rem per. Tingkat pemanfaatan daerah tersebut dikuantitatifkan dengan faktor anfaatan atau faktor okupansi (T), yang nilainya 0 sampai dengan 1, semakin tinggi tingkat pemenfaatannya maka semakin tinggi nilai faktor pemanfaatannya. Untuk kelompok orang yang dilindungi, misalnya anak-anak, maka faktor anfaatan diambil maksimal yaitu sama dengan 1. Perhitungan untuk perisai struktural yang merupakan perisai permanen sehingga nilai batas dosis untuk jangka waktu yang panjang. Untuk ini nilai batas yang mewakili kegiatan pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang tersebut, antar aim mingguan. Oleh karenanya nilai batas dosis dinyatakan dengan nilai batas dosis mingguan. Berdasarkan hal tersebut di atas, nilai batas dosis daerah terkontrol 0,1 rem per minggu, dan untuk daerah tidak terkontrol 0,01 rem per minggu. Untuk radiasi gama atau sinar-x, maka Nilai batas mingguan untuk daerah terkontrol setara dengan 0,1 R dan untuk daerah tidak terkontrol setara dengan 0,01 R. dengan P : nilai batas dosis mingguan. 3. Beban kerja Beban kerja dinyatakan dengan beban kerja mingguan, yaitu besarnya radiasi pada jarak 1 meter dalam jangka waktu satu minggu.pada umumnva untuk mencapai tujuan penggunaan radiasi pengion, radiasi tidak selalu diarahkan pada seluruh arah. Untuk menghitung tebal perisai untuk suatu arah tertentu, maka beban kerja mingguan perlu di koreksi dengan faktor penggunaan, suatu faktor yang menyatakan fraksi penggunaan radiasi pada arah tersebut. karenanya nilai dan fator penggunaan mempunyai rentang dan 0 sampai dengan 1. Universitas Gadjah Mada 8

9 Paparan radiasi yang mengenai perisai dapat dibedakan menjadi 2 yaitu radiasi primer dan radiasi sekunder. Disebut radiasi primer jika arah radiasi tersebut merupakan radiasi primer Iangsung dan sumber. Radiasi sekunder jika radiasi tersebut merupakan radiasi sekunder, yang dapat berupa radiasi hasil hamburan sasaran atau bocor menembus rumahan sumber radiasi. Semua perisai struktural akan menerima paparan radiasi balk primer dan sekunder. a. Radiasi primer Untuk menghitung tebal perisal akibat radiasi primer, paparan maksimum untuk daerah disebelahnya dinyatakan dengan paparan radiasi pada jarak 1 meter dan sumber tanpa perisai sebagai berikut Beban kerja mingguan (W) setelah dikoreksi dengan faktor penggunaan pada arah tersebut (T) sama dengan Wx T sehingga penurunan paparan radiasi atau faktor transmisi perisai yang diperlukan: Untuk menghitung tebal perisai primer didasarkan besarnya faktor insmisi perisai dapat menggunakan grafik jika tersedia grafik hubungan factor transmisi perisai untuk bahan perisai yang dimaksud debgan tebal perisai. Jika dapat diselesaikan secara analitis dengan menggunakan persamaan berikut: dengan B adalah faktor pertumbuhan, dan t koefisien atenuasi. b. Radiasi hamburan Radiasi hamburan terjadi akibat radiasi primer menumbuk sasaran, sehingga akan terjadi hamburan Compton yang telah dibicarakan pada Bab 1. Energi radiasi terhambur tergantung pada sudut hambur yang nantinya menentukan nilai koefisien atenuasi untuk arah hamburan tersebut. Letak sumber radiasi hambur pada sasaran. Untuk kuat sumber radiasi hamburan telah di tentukan tetapan a yang menyatakan rasio radiasi terhamabur dibanding radiasi primer yang tergantung pada energi dan sudut hambur. Tatapan a tersebut ditentukan secara numeris, terinci pada Tabel 6.3. Universitas Gadjah Mada 9

10 Tabel 6.3. Tetapan a, perbandingan intensitas terhambur dengan radiasi mula-mula, untuk luas lapangan 400 cm 2 Sumber Sudut hambur, o Cs 137 Co 60 0,0065 0,0060 0,0050 0,00 0,0041 0,0023 0,0029 0,0009 0,0019 0,0006 (NCRP, 1976) Dengan menggunakan persamaan (6-7), maka untuk radiasi hamburan faktor penggunaan selalu diambil = 1, sehingga dapat disusun persamaan berikut: F = luas lapangan, cm 2 d sec d sca = jarak titik yang dimakdud dengan sasaran, m = jarak titik sumber dengan sasaran, m c. Radiasi bocor Radiasi bocor adalah radiasi yang lobs dan rumahan sumber radiasi pada bukan arah radiasi guna pada saat pesawat dioperasikan. Untuk maksud mi banyaknya radiasi bocor yang dipersyaratkan dapam perancangan sumber radiasi sebesar 0,1%. Oleh karenanya dengan persamaan (6-6), faktur penggunaan U = I dapat disusun hubungan sebagai berikut Masing-masing perisai struktural dihitung kebutuhan tebalnya baik sebagai perisai primer, perisai sekunder hamburan, maupun sekunder bocor, yang selanjutnya tebal perisai ditentukan sama dengan kebutuhan tebal perisai terbesar di tambah dengan satu atau dua kali tebal paronya. Universitas Gadjah Mada 10

11 DAFTAR PUSTAKA BAPETEN, 1999, Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, No.01/Ka- BAPTEN/V- 99, BAPETEN, Jakarta Cember, H, 1988, Introduction to Helath Physics, 4 th, Pergamon Press, New York IAEA, 1973, Radiation Protection Procedures, Safety Series No. 38, IAEA, Viena. Morgan, Z., Turner, J., E., 11967, Principles of Radiation Protection, John Wiley & Sons, mc, New York. NCRP, 1976, Structural Shielding Design And Evaluation For Medical Use Of X Rays And Gamma Rays Of Energies Up To 10 MeV, NCRP report No. 49, NCRP, Washington Price, W.,J., 1958, Nuclear Radiation Detecttion, 2, McGraw-Hill Book Company, New York. Siemens, 1996, Medical Engineering, Data formulas, And Facts, Publicis MCD Verlag, Erlangen. Tsoulfannidis, N, Measurement and Detection of Radiation, Hemisphere Publishing Corporation, New York. Wiryosimin, S.,1995, Mengenal Asas Proteksi Radiasi, Penerbit ITB, Bandung. Situs BAPETEN ; http//: Universitas Gadjah Mada 11

RENCANA PROGRAM KEGIATAN. Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti

RENCANA PROGRAM KEGIATAN. Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti RENCANA PROGRAM KEGIATAN Nama Matakuliah : Proteksi Radiasi Dan Keselamatan Kerja Kode/sks : TKN 364/3 sks Prasyarat : 1. Deteksi Dan Pengukuran Radiasi 2. Fisika Atom Dan Inti Status kuliah : Wajib DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi Telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99

Lebih terperinci

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI BAB III BESARAN DOSIS RADIASI Yang dimaksud dengan dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya.

Lebih terperinci

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta Proceeding 1 st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 581 1770 Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta M. Tekad Reza R 1, Galih Anindita,

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR

PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR YOGYAKARTA, 3OKTOBER 0 PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR Kristiyanti, Ferry Suyatno Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir-BATAN Gd 7 Kawasan Puspiptek Serpong Email untuk korespondensi

Lebih terperinci

BAB II RADIASI PENGION

BAB II RADIASI PENGION BAB II RADIASI PENGION Salah satu bidang penting yang berhubungan dengan keselamatan radiasi pengukuran besaran fisis radiasi terhadap berbagai jenis radiasi dan sumber radiasi. Untuk itu perlu perlu pengetahuan

Lebih terperinci

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta Rendi Akhbar 1, Galih Anindita 2, dan Mochamad Yusuf Santoso 3 1,2,3 Program studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan-tambah sehingga membentuk massa padat. Dalam adukan beton, semen

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60 PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60 Kristiyanti, Budi Santoso, Abdul Jalil, Sukandar PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, Gedung 71, Tangerang Selatan, 15310 ABSTRAK. PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Timbal atau timah hitam, merupakan jenis logam yang banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan berbagai jenis perangkat logam, hal ini sudah diketahui oleh

Lebih terperinci

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60 PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60 Kristiyanti, Budi Santoso, Abdul Jalil, Sukandar Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir (PRPN) BATAN E-mail : kristiyantiwst@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016 PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi, Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang, 65145, Telp. 085784638866,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN Ismail T., Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI Ketentuan Keselamatan Radiasi diatur dengan SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan kerja terhadap radiasi. Ketentuan keselamatan radiasi

Lebih terperinci

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6 Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BIDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN Jl. Tamansari 71, Bandung 40132 Telp. 2503997 ext. 444 Daftar Isi Dokumen yang Perlu Dipahami 1

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI EKSTERNA DI PTAPB-BATAN YOGYAKARTA

PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI EKSTERNA DI PTAPB-BATAN YOGYAKARTA PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI EKSTERNA DI PTAPB-BATAN YOGYAKARTA Suparno -BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail:ptapb@batan.go.id ABSTRAK PENGUKURAN DAN EVALUASI KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN. TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi VII. PELURUHAN GAMMA Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi 7.1. PELURUHAN GAMMA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mempelajari Sub-pokok

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan bisa dikatakan tanpa kesehatan yang baik segala yang dilakukan tidak akan maksimal.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI B.Y. Eko Budi Jumpeno Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070 PENDAHULUAN Pemanfaatan

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id SINAR KATODE Penemuan sinar katode telah menginspirasi penemuan sinar-x dan radioaktivitas Sinar katode ditemukan oleh J.J Thomson

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi Fiqi Diyona 1,*, Dian Milvita 1, Sri Herlinda 2, Kri Yudi Pati Sandy 3 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM No. 12/ Tahun VI. Oktober 2013 ISSN 1979-2409 EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM Endang Sukesi I dan Suliyanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -BATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI Suliyanto, Muradi, Endang Sukesi I. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Kawasan puspiptek Gedung 20, Serpong

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN PROTEKSI RADIASI DALAM PROSES PEMINDAHAN BAHAN PASCA IRADIASI

EVALUASI KEGIATAN PROTEKSI RADIASI DALAM PROSES PEMINDAHAN BAHAN PASCA IRADIASI No.04 / Tahun II Oktober 2009 ISSN 1979-2409 EVALUASI KEGIATAN PROTEKSI RADIASI DALAM PROSES PEMINDAHAN BAHAN PASCA IRADIASI Muradi, Sjafruddin Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK EVALUASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2008

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2008 PEMANTAUAN RAIOAKTIVITAS UARA BUANG INSTALASI RAIOMETALURGI TAHUN 2008 Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PEMANTAUAN RAIOAKTIVITAS UARA BUANG INSTALASI RAIOMETALURGI TAHUN 2008. Pemantauan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL PERISAI RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON DUET

RANCANGAN AWAL PERISAI RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON DUET RANCANGAN AWAL PERISAI RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON DUET Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 ykbb Yogyakarta 55281 Email : rany@batan.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini pembuatan isotop radioaktif telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi BAB II Besaran dan Satuan Radiasi A. Aktivitas Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti atom yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI

PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI Rahmat, Budi Santoso, Kristiyanti Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir-BATAN ABSTRAK PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Oleh : ADI WIJAYANTO 1 Adi Wijayanto Badan Tenaga Nuklir Nasional www.batan.go.id CAKUPAN

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penggunaan teknologi nuklir disadari benar bahwa selain dapat diperoleh manfaat bagi kesejahteraan manusia juga ditemui posisi bahaya bagi keselamatan manusia.

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI Dira Rizki Martem 1, Dian Milvita 1, Helfi Yuliati 2, Dyah Dwi Kusumawati

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR: 12/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

OPTIMASI SHIELDING NEUTRON PADA THERMALIZING COLUMN REAKTOR KARTINI

OPTIMASI SHIELDING NEUTRON PADA THERMALIZING COLUMN REAKTOR KARTINI OPTIMASI SHIELDING NEUTRON PADA THERMALIZING COLUMN REAKTOR KARTINI Fidayati Nurlaili 1, M. Azam 1, K. Sofjan Firdausi 1, Widarto 2 1). Jurusan Fisika Universitas Diponegoro 2). BATAN DIY ABSTRACT Shield

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS ALPHA DAN BETA DI PERMUKAAN LANTAI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2009

EVALUASI PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS ALPHA DAN BETA DI PERMUKAAN LANTAI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2009 No.05 / Tahun III April 2010 ISSN 1979-2409 EVALUASI PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS ALPHA DAN BETA DI PERMUKAAN LANTAI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2009 ABSTRAK Endang Sukesi, Sudaryati, Budi Prayitno Pusat

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF Leli Yuniarsari, Kristiyanti, Bang Rozali, Beny Syawaludin Pusat Rekayasa Perangkat

Lebih terperinci

BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI

BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI A. PENDAHULUAN Bab II tentang Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi direncanakan selesai dalam waktu 2 kali 3 jam (3 x 50 menit) tatap muka. Sebagai Pendahuluan

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Januari 2007 Pengantar Sejak tahun 2000 BATAN telah ditunjuk oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA PENDAHULUAN Disamping sebagai senjata nuklir, manusia juga memanfaatkan energi nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu pemanfaatan energi nuklir secara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG ASPEK PROTEKSI RADIASI DALAM DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN BEKERJA BAGI PETUGAS TERTENTU DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN SUMBER RADIASI PENGION DENGAN

Lebih terperinci

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO Ruminta Ginting, Ratih Kusuma Putri Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ABSTRAK EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU SAMPLING UDARA UNTUK MENGUKUR KONTAMINAN RADIOAKTIF BETA DI UDARA DALAM LABORATORIUM AKTIVITAS SEDANG

PENENTUAN WAKTU SAMPLING UDARA UNTUK MENGUKUR KONTAMINAN RADIOAKTIF BETA DI UDARA DALAM LABORATORIUM AKTIVITAS SEDANG ISSN 852-4777 PENENTUAN WAKTU SAMPLING UDARA UNTUK MENGUKUR KONTAMINAN RADIOAKTIF BETA DI UDARA DALAM LABORATORIUM AKTIVITAS SEDANG Sri Wahyunigsih (1) dan Yusuf Nampira (1) 1. Pusat Teknologi Bahan Bakar

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci

PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN

PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN Kristiyanti, Budi Santoso, Leli Yuniarsari, Wiranto B.S. Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

PENANGANAN LlMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH PASCA PENGGANTIAN HEPA FILTER DI IRM

PENANGANAN LlMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH PASCA PENGGANTIAN HEPA FILTER DI IRM ISSN 1979-2409 Penanganan Llmbah Radioaktif Padat Aktivitas Rendah Pasca Penggantian Hepa Filter Di IRM (Susanto, Sunardi, Bening Farawan) PENANGANAN LlMBAH RADIOAKTIF PADAT AKTIVITAS RENDAH PASCA PENGGANTIAN

Lebih terperinci

Pembahasan soal UAS Fisika dan Kimia Dasar 2

Pembahasan soal UAS Fisika dan Kimia Dasar 2 Pembahasan soal UAS Fisika dan Kimia Dasar 2 1. Dalam sebuah pipa yang luas penampangnya 0,1 m2 air mengalir dengan laju aliran 1 m/s. Berapa m /s debit aliran air tersebut? A. 10 B. 1 C. 0,1 D. 0,01 Diketahui

Lebih terperinci

ANALISIS PAPARAN RADIASI LINGKUNGAN RUANG RADIOLOGI DI RUMAH SAKIT DENGAN PROGRAM DELPHI

ANALISIS PAPARAN RADIASI LINGKUNGAN RUANG RADIOLOGI DI RUMAH SAKIT DENGAN PROGRAM DELPHI ANALISIS PAPARAN RADIASI LINGKUNGAN RUANG RADIOLOGI DI RUMAH SAKIT DENGAN PROGRAM DELPHI Toto Trikasjono 1, Kamila Hanifasari 2, Budi Suhendro 3 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER 1. Nama Mata Kuliah : RADIOKIMIA 2. Kode / SKS : TKN 3. Prasyarat : Kimia Dasar, Fisika Dasar, Fisika Atom dan Inti 4. Status Matakuliah : Wajib 5. Deskripsi

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa proses pembuatan kaos

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

RENCANA PERKULIAHAN FISIKA INTI Pertemuan Ke: 1

RENCANA PERKULIAHAN FISIKA INTI Pertemuan Ke: 1 Pertemuan Ke: 1 Mata Kuliah/Kode : Fisika Semester dan : Semester : VI : 150 menit Kompetensi Dasar : Mahasiswa dapat memahami gejala radioaktif 1. Menyebutkan pengertian zat radioaktif 2. Menjelaskan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 11/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG IZIN KONSTRUKSI DAN OPERASI IRADIATOR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 11/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG IZIN KONSTRUKSI DAN OPERASI IRADIATOR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 11/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG IZIN KONSTRUKSI DAN OPERASI IRADIATOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan tenaga nuklir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan tak hanya sebatas pembangkit listrik namun sudah merambah ke bidang medis, industri, pemrosesan makanan, pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 12-16 Malang 65145, Telp. 085784638866

Lebih terperinci

PRA RANCANGAN KONTAINER TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS 192 Ir

PRA RANCANGAN KONTAINER TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS 192 Ir ABSTRAK PRA RANCANGAN KONTAINER TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS 192 Ir Suhartono, Suparno, Suryantoro Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PRARANCANGAN KONTAINER TEMPAT PENYIMPANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF Leli Yuniarsari, Kristiyanti, Bang Rozali,Beny Syawaludin PRPN BATAN, Kawasan PUSPIPTEK,

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 21% dari seluruh kematian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama.

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. BAB.19 ATOM ATOM Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. MODEL ATOM J.JTHOMSON ( 1910 ) ERNEST RUTHERFORD ( 1911 )

Lebih terperinci

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET PANDUAN PENGGUNAAN KIT ATOM-INTI Oleh : Sukardiyono dan Yusman Wiyatmo Disampaikan pada Pelatihan Kepala Laboratorium Fisika SMA Kabupaten Kebumen dan Purworejo 11 Agustuas 2012 PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI

Lebih terperinci

Studi Cacahan Radiasi Sr-90 dan Am-241 untuk Beberapa Filter Rokok Komersial Menggunakan Detektor Geiger-Muller

Studi Cacahan Radiasi Sr-90 dan Am-241 untuk Beberapa Filter Rokok Komersial Menggunakan Detektor Geiger-Muller Studi Cacahan Radiasi Sr-90 dan Am-241 untuk Beberapa Filter Rokok Komersial Menggunakan Detektor Geiger-Muller Study on Amount of Radiation Intensity of Sr-90 and Am-241 for some Commercial Cigarette

Lebih terperinci

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN PESAWAT SINAR-X DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SLEMAN YOGYAKARTA

ANALISIS KESELAMATAN PESAWAT SINAR-X DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SLEMAN YOGYAKARTA ANALISIS KESELAMATAN PESAWAT SINAR-X DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SLEMAN YOGYAKARTA Toto Trikasjono, Djoko Marjanto 1, Bety Timorti 2 1 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

PENGUNGKUNGAN SUMBER 85 Kr, 133 Xe, 198 Au, DAN 24 Na PASCA IRADIASI

PENGUNGKUNGAN SUMBER 85 Kr, 133 Xe, 198 Au, DAN 24 Na PASCA IRADIASI PENGUNGKUNGAN SUMBER 85 Kr, 133 Xe, 198 Au, DAN 24 Na PASCA IRADIASI Wijono, Pujadi, dan Gatot Wurdiyanto Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN ABSTRAK PENGUNGKUNGAN 85 Kr, 133 Xe,

Lebih terperinci