BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI"

Transkripsi

1 BAB II. DASAR PENGETAHUAN PROTEKSI RADIASI A. PENDAHULUAN Bab II tentang Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi direncanakan selesai dalam waktu 2 kali 3 jam (3 x 50 menit) tatap muka. Sebagai Pendahuluan terdiri dari 3 bagian, yaitu deskripsi singkat, relevansi Bab II baik dengan materi kuliah yang pernah diperoleh maupun dengan materi-materi yang akan diperoleh kemudian. Selanjutnya diberikan Tujuan Instruksional Khusus untuk Bab II (Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi). A.1 Deskripsi Singkat. Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi secara sederhana telah diterapkan dalam berbagai bidang yang terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir, khususnya untuk aplikasi di bidang industri dan rumah sakit. Untuk dapat memahami dasardasar pengetahuan proteksi radiasi dengan lebih baik, terlebih dahulu perlu dikenal beberapa macam pengertian yang sangat dasar, seperti filosofi keselamatan radiasi, ketentuan umum proteksi radiasi, prinsip dasar proteksi radiasi eksterna, dan prinsip dasar proteksi radiasi interna. A.2 Relevansi Bab II ini bermaksud memperkenalkan kepada mahasiswa ruang lingkup dasardasar pengetahuan proteksi radiasi secara umum, selanjutnya dengan mengulangi sedikit tentang beberapa pengetahuan yang terkait dengan dasar-dasar fisika radiasi, mahasiswa akan lebih mengerti bahwa dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi mutlak diperlukan dalam mempelajari tentang proteksi radiasi dan keselamatan kerja di berbagai lapangan pekerjaan. Dari materi Bab II ini mahasiswa jugs akan mengetahui bahwa dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi pada mulanya justru untuk memenuhi kebutuhan praktis, baru kemudian berkembang untuk keperluan penerapan-penerapan di berbagai bidang, khususnya terkait dengan masalah proteksi radiasi dan keselamatan kerja, misalnya di industri dan rumah sakit. A.3 Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti pelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat: a. menyebutkan pengertian proteksi radiasi. b. menjelaskan filosofi dan tujuan proteksi radiasi. c. menyebutkan ketentuan umum proteksi radiasi d. membedakan radiasi eksterna dan interna. e. menjelaskan prinsip dasar pengendalian bahaya radiasi eksterna. Universitas Gadjah Mada 1

2 f. menjelaskan prinsip dasar pengendalian bahaya radiasi interns. B. PENYAJIAN Untuk penyajian bahan kuliah ini (Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi) akan dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu uraian beserta contoh-contoh dan ilustrasi yang terkait dengan uraian, latihan soal-soal yang hams diselesaikan mahasiswa, baik sebagai latihan di dalam kelas (acara tatap muka), maupun tugas untuk dikerjakan di rumah, rangkuman dari keseluruhan penyajian. B.1. Uraian II.1. Pendahuluan Proteksi Radiasi atau Fisika Kesehatan atau Kesehatan Radiologis atau Keselamatan Radiasi tidak lain adalah suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknik tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan pemberian perlindungan (proteksi) kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan negatif akibat radiasi pengion. Dalam mengurangi kemungkinan akibat negatif dari radiasi pengion, melalui penelaahan cabang ilmu ini, diusahakan agar sekelompok orang yang berhubungan dengandengan radiasi atau zat radioaktif 1. mempunyai apresiasi tentang keselamatan radiasi, 2. mengerti tentang filosofi kesehatan lingkungan, 3. dapat menjadi kawan yang baik serta dapat memanfaatkan semaksimum mungkin radiasi pengion dengan risiko (kerugian) yang sekecil-kecilnya. Sejak ditemukan sinar-x oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1895 dan kemudian ditemukan unsur radioaktif alam oleh A. Henri Becquerel pada tahun 1898, maka banyak dipelajari interaksinya terhadap organisme hidup maupun benda mati. Kegiatan tersebut makin meningkat lagi setelah ditemukan unsur radioaktif buatan oleh Frederic Joliot dan Irene J. Curie pada tahun Penelitian interaksi antara unsur radioaktif maupun radiasi dan materi (benda) berkembang pesat meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam perkembangan lebih lanjut ternyata tenaga nuklir dapat dimanfaatkan di segala bidang perikehidupan manusia. Misalnya, dalam bidang perindustrian, pertanian, kedokteran, biologi, ekologi, kimia, hidrologi, pertambangan, kelautan, dan bahkan sampai kepada teknologi dirgantara. Pada dasarnya penggunaan tenaga nuklir dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu teknik penyinaran eksterna dan teknik penyinaran interna. Universitas Gadjah Mada 2

3 Yang dimaksud dengan penyinaran eksterna ialah zat radioaktif pemancar radiasi berada di luar tubuh organisme atau benda. Jika suatu benda terkena sinar radioaktif, maka dikatakan benda tersebut terkena radiasi. Proses ini disebut penyinaran atau iradiasi. Sinarsinar radioaktif bersifat dapat menembus benda yang dikenai dan pada saat penembusan itu terjadi proses ionisasi. Proses ionisasi ini dapat berakibat terjadinya perubahan susunan elemen di dalam benda tersebut. Efek lebih lanjut dapat beragam tergantung pada besarnya dosis yang diterima dan jenis atau barang benda yang terkena radiasi. Teknik semacam ini banyak digunakan dalam bidang pertanian, pengawetan, kedokteran, farmasi, dan industri. Sedang yang dimaksud dengan penyinaran interna ialah zat radioaktif berada atau dimasukkan ke dalam tubuh organisme atau benda. Dalam hal ini tubuh organisme atau benda tersebut menjadi radioaktif, sedang pada teknik penyinaran eksterna hal yang demikian tidak terjadi. II. 2. Sumber Radiasi Sumber radiasi dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu yang berasal dari alam dan yang buatan manusia. A. Radiasi Latar Belakang (Alam). Jauh, sebelum sinar-x ditemukan oleh Roentgen dan uranium radioaktif oleh Becquerel yaitu sekitar tahun 1895, manusia sudah dan senantiasa mendapat radiasi dari alam sekitarnya. Radiasi yang diperoleh dari alam sekitarnya disebut radiasi latar belakang (alam). Radiasi latar belakang yang diterima tubuh manusia terdiri dari sinar kosmik dan radiasi pengion lain yang berasal dari radionuklida alam. Beberapa ahli berpendapat bahwa 2 sampai 10 % mutasi alam pada manusia disebabkan oleh radiasi latar belakang. Beberapa ahli yang lain mencoba mencari hubungan antara dosis radiasi latar belakang dengan frekuensi terjadinya perubahan genetik, leukimia dan kanker lain. B. Sumber Radiasi Buatan Manusia. B.1. Sinar-X. Sinar-X dikenal sebagai radiasi yang merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan listrik maupun medan magnet serta mengakibatkan zat fosforesensi dapat berpendar. Kenyataan membuktikan bahwa semakin besar kecepatan elektron yang membentur target, semakin besar daya tembus sinar-x yang ditimbulkannya. Semakin banyak elektron yang membentur target semakin tinggi intensitas sinar-x. Sifat yang penting sinar-x antara lain: Universitas Gadjah Mada 3

4 a. dapat menembus semua bahan dengan daya tembus bergantung dari energi radiasi, nomor atom, densitas dan tebal bahan target, b. merupakan radiasi pengion. B.2. Reaktor Nuklir. Ada beberapa tipe reaktor nuklir berdasarkan reaksi inti yang dipakai. Reaktor yang berdasarkan proses fisi menghasilkan reaksi berantai di dalam reaktor. Sebagai bahan fisi biasanya digunakan U 235 atau Pu 235. Dengan U 235 reaksi fisi berlangsung sebagai berikut: 92U n 1 54 Xe Sr n 1 + disertai dengan pelepasan energi sebesar kira-kira 200 MeV. Mengingat bahwa setiap proses fisi menghasilkan dua atau lebih neutron baru, maka reaksi fisi ini dapat berlangsung terus menjadi suatu reaksi berantai. Yang dapat menimbulkan reaksi fisi hanya neutron thermal (energinya = 0,025 ev), oleh karena itu neutron cepat hasil fisi perlu diperlambat dengan menggunakan moderator. Proses reaksi berantai dalam reaktor perlu dikendalikan dengan menempatkan bahan pengontrol yang biasanya dibuat dari boron atau cadmium (dapt menyerap neutron thermal) yang letaknya teratur. B.3. Radioisotop. Dapat dibuat dalam reaktor nuklir atau akselerator. Ada dua jenis sumber radiasi yaitu sumber radiasi terbungkus dan sumber radiasi terbuka. Sumber radiasi terbuka dapat menyebabkan kontaminasi dalam kondisi normal Nilai Batas Dosis Pengawasan lingkungan oleh petugas higiene industri dan kesehatan masyarakat umumnya didasarkan pada dosis ambang dari efek non-stokastik. Berbeda dengan filosofi pengawasan lingkungan bahan radioaktif dan radiasi pengion penetapan standar keselamatan didasarkan pada efek stokastik yang tidak mempunyai dosis ambang. Untuk keperluan proteksi radiasi efek genetik dianggap sebagai efek stokastik. Efek somatik ada yang stokastik dan ada yang non-stokastik. Contoh yang non-stokastik misalnya katarak pada lensa mata, kerusakan sel kelamin yang mengakibatkan kemandulan. Agar akibat non-stokastik tidak terjadi, diperlukan adanya nilai batas dosis (NBD) ekivalen. A. Sistem Pembatasan Dosis. Sistem pembatasan dosis berdasarkan rekomendasi ICRP ditetapkan sebagai berikut : Universitas Gadjah Mada 4

5 1. Suatu pekerjaan akan dilaksanakan bila memberi keuntungan yang nyata (AZAS MANFAAT). 2. Penyinaran diusahakan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. 3. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melebihi nilai batas dosis (NBD) yang telah direkomendasikan. B. Filosofi Proteksi Radiasi. Butir 2 pada A menunjukkan bahwa nilai batas dosis operasional lebih menentukan daripada nilai batas dosis yang direkomendasikan. Ini berarti bahwa suatu proses, perlengkapan (pelindung radiasi, ventilasi, dan lain-lain), dan faktor-faktor operasional lain, harus dirancang sedemikian rupa sehingga pekerja menerima dosis serendah mungkin tetapi cukup beralasan dan tidak akan melampaui nilai batas dosis operasional. Filosofi proteksi radiasi ini dikenal sebagai konsep ALARA (As - Low - As - Reasonably - Achievable). C. Tujuan Proteksi Radiasi. Tujuan proteksi radiasi ialah membatasi peluang terjadinya risiko stokastik dan mencegah terjadinya efek non-stokastik. II.4. Pembatasan Dosis Nilai batas dosis (NBD) yang ditetapkan adalah penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui dalam setahun, tidak bergantung pada laju dosis, baik untuk radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran media dan alam. Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah dengan risiko kontaminasi tinggi. Nilai Batas Dosis (NBD) untuk penyinaran seluruh tubuh 50 msv (500 mrem) per tahun. Nilai Batas Dosis untuk wanita dalam usia subur 13 msv (1.300 mrem) dalam jangka 13 minggu pada abdomen dan wanita hamil 10 msv (1.000 mrem) pada janin, terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat lahir. Dosis rata-rata pada setiap organ atau bagian jaringan tidak melebihi 500 msv ( mrem) dalam setahun tetapi harus memperhatikan nilai batas dosis efektif 50 msv (5.000 mrem) setahun yang dihitung dengan rumus sebagai berikut. T = W T. H T dengan, W T adalah dosis ekivalen rata-rata pada organ atau jaringan T, Universitas Gadjah Mada 5

6 H T adalah factor bobot untuk organ atau jaringan T. Berikut hubungan nilai faktor bobot terhadap suatu organ tubuh. Tabel II.1. Faktor Bobot I. Gonad 0,25 2. Dada 0,15 3. Sumsum Tulang Merah 0,12 4. Paru-paru 0,12 5. Kelenjar Gondok 0,03 6. Tulang (permukaan) 0,03 7. Organ lain 0,30 Telah ditetapkan pula nilai batas untuk: a. Lensa mata 150 msv ( mrem) setahun, b. Kulit 500 msv ( mrem) dalam setahun. Dalam hal kontaminasi radioaktif pada kulit diambil dosis rata-rata pada permukaan seluas 100 cm 2. Penyinaran khusus yang direncanakan tak boleh diberikan kepada pekerja radiasi, apabila: a. selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada NBD seluruh tubuh (dan usia subur). b. pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan sehingga jumlah dosis melebihi 5 x NBD untuk seluruh tubuh (local). c. wanita usia subur dan menolak. Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat umum, NBD untuk seluruh tubuh 5 msv (500 mrem) dalam setahun (1/10 x NBD pekerja radiasi), demikian pula halnya untuk penyinaran lokal. Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan. Setiap penguasa instalasi nuklir harus menjamin konstribusi penyinaran yang berasal dari instalasmya kepada anggota masyarakat serendah mungkin dan hams dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi yang berwenang, khususnya harus diperkirakan dosis genetik. Untuk penyinaran eksterna: NBD dianggap dipatuhi bila dipenuhi persyaratan factor konversi, factor kualitas dan metode evaluasi dosis. Untuk penyinaran interna: NBD dianggap dipatuhi apabila nilai batas dosis masukan tahunan dan nilai batas turunan kadar radioaktif udara kerja tidak dilampaui. A. Pembagian daerah kerja Universitas Gadjah Mada 6

7 1. Daerah Pengawasan, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi kurang dari 15 msv dalam satu tahun dan bebas kontaminasi. 2. Daerah Pengendalian, yaitu daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi 15 msv atau lebih dalam setahun. Batas daerah kerja Imam diberi tanda yang jelas. B. Daerah Pengawasan: 1. Daerah radiasi sangat rendah, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 1 msv atau lebih dan kurang dari 5 msv dalam satu tahun. 2. Daerah radiasi rendah, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 5 msv atau lebih dan kurang dari 15 msv dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk organ tertentu. C. Daerah Pengendalian: 1. Daerah radiasi sedang, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 15 msv atau lebih dan kurang dari 50 msv dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk organ tertentu. 2. Daerah radiasi tinggi, yaitu yang memungkinkan seseorang menerima dosis 50 msv atau lebih dalam satu tahun atau nilai yang sesuai terhadap organ tertentu. D. D. Daerah Kontaminasi: 1. Daerah kontaminasi rendah, yaitu daerah dengan tingkat kontaminasi yang sama dengan laboratorium perunut radioaktif. 2. Daerah kontaminasi sedang, yaitu daerah yang tingkat kontaminasi radioaktifnya 0,37 Bq/cm 2 (10-5 µci/cm 2 ) atau lebih dan kurang dari 3,7 Bq/cm 2 untuk alfa dan 3,7 Bq/cm 2 (10-4 µci/cm 2 ) atau lebih dan kurang dari 37 Bq/cm 2 (10-3 µci/cm 2 ) untuk bata, sedang kontaminasi udara tidak melebihi sepersepuluh batas turunan kadar zat radioaktif di udara, 3. Daerah kontaminasi tinggi, yaitu daerah dengan tingkat kontaminasi 3,7 Bq/cm 2 atau lebih untuk alfa dan 37 Bq/cm 2 atau lebih untuk beta, sedang kontaminasi udara kadang-kadang lebih besar dari sepersepuluh batas turunan udara. Petugas Proteksi Radiasi (PPR) bertanggungjawab atas terlaksananya tugas-tugas dalam daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis lebih dari 5 msv dalam satu tahun dan dalam daerah kontaminasi. Di daerah yang tidak memungkinkan penerimaan dosis melebihi 5 msv dalam satu tahun, tidak diharuskan adanya pengaturan. Universitas Gadjah Mada 7

8 II.5. Klasifikasi Pekerja Radiasi Untuk tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori pekerja radiasi: a. Kategori A : yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15 msv per tahun. b. Kategori B : yang mungkin menerima dosis lebih kecil dari 15 msv per tahun. A. Pemonitoran Pemonitoran daerah kerja maupun pemonitoran perorangan eksterna dan interna,hasilnya harus dilaporkan secara berkala dan bila dosis yang diterima lebih besar dari NBD atau melebihi 2 x NBMT, maka PPR harus menyerahkan masalah ini kepada dokter instalasi yang bertanggungjawab menaksirkan efeknya. B. Pencatatan Dosis Petugas Proteksi Radiasi (PPR) harus menyimpan untuk jangka waktu 30 tahun dokumen (kartu dosis). Hasil pemonitoran daerah kerja yang digunakan juga untuk menentukan dosis perorangan. Dosis radiasi akibat kecelakaan atau keadaan darurat hams dilaporkan ke instansi yang berwenang. Pengawasan kesehatan hams dilakukan oleh dokter instalasi meliputi: a. sebelum bekerja (hematologi, dermatologi, ophtalmologi, paru-paru, neurologi dan kandungan), b. berkala (sekurang-kurangnya sekali setahun), c. pada waktu pemutusan hubungan kerja (atas biaya penguasa instalasi). Kartu Kesehatan: setiap pekerja memiliki kartu kesehatan, disimpan sekurangkurangnya 30 tahun sejak berhenti bekerja dengan radiasi di bawah pengawasan dokter yang ditunjuk. Perlengkapan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (PPPK) radiasi/kontaminasi harus tersedia dalam instalasi. Penanggulangan keadaan darurat harus dilakukan oleh pekerja yang bersedia secara sukarela, setelah diberi petunjuk dan mengetahui risiko yang mungkin terjadi. II.6. Sumber Radiasi Ekesterna dan Interna Universitas Gadjah Mada 8

9 Yang dimaksud dengan radiasi atau tepatnya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau zarah yang mampu menghasilkan ion, baik secara langsung maupun tak langsung sepanjang lintasannya di dalam bahan. Radiasi yang merupakan gelombang elektromagnetik adalah sinar-x dan sinar gamma, sedangkan yang berupa zarah adalah partikel alpha (kadang dikenal sebagai sinar alpha), partikel beta (kadang dikenal sebagai sinar beta), neutron dan hasil belah inti lainnya. Pada dasarnya radiasi nuklir dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu radiasi eksterna dan radiasi interna. Radiasi eksterna, artinya sumber radiasi berada di luar tubuh organisme. Apabila seluruh tubuh atau organ-organ tubuh terkena paparan radiasi dari zat radioaktif (partikel beta atau sinar gamma) atau dari pesawat pembangkit sinar-x, maka akan mengalami kerusakan. Sudah tentu untuk terjadinya kerusakan itu tergantung pada besarnya dosis yang diterima. Sedang radiasi interna, artinya sumber radiasi berada di dahtin tubuh organisme. Boleh jadi, suatu zat radioaktif masuk ke dalam tubuh melalui alat pernafasan, alat pencernaan makanan, atau penyerapan melalui kulit. Zat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh itu memancarkan radiasi yang dapat membahayakan kesehatan. Seringkali zat radioaktif tersebut terikut dalam proses metabolisme tubuh sehingga terakumulasi di dalam organ tertentu. Karena terakumulasi, maka pancaran radiasinya tentu akan lebih kuat dan lebih berbahaya. Misalnya radioisotop strontium dan fosfor akan niengendap di dalam tulang, radioisotop iodium akan mengendap di kelenjar gondok. Efek radiasi terhadap tubuh manusia mampu mengganggu fungsi normal tubuh dari taraf yang paling ringan hingga fatal. Derajat taraf ini tergantung pada beberapa faktor : a. jenis radiasi: bagi radiasi eksterna jenis radiasi sinar gamma adalah terbuas, sedangkan bagi radiasi interna jenis radiasi partikel alpha adalah terbuas bagi tubuh, lama penyinaran, b. jarak sumber dengan tubuh, dan c. ada tidaknya penghalang antara sumber dan tubuh.. Tubuh terdiri dari sel-sel, ada jenis sel yang bukan main cepatnya membelah diri, dan ada sel yang seakan-akan sudah tak ingin membelah diri lagi. Keragaman 'perbuatan' sel ini sebenarnya selaras dengan konsekuensi fungsi sel yang bersangkutan. Misalnya sel yang suka membelah diri cepat antara lain sel darah putih (lekosit), sel pada selaput lendir (mukosa), saluran pencernaan makanan dan sel yang mempersiapkan bibit keturunan (sperma dan ovum). Sedang sel yang 'mandeg' adalah sel syaraf, sel otot dan sel tulang. Pangaruh radiasi paling besar terhadap mereka yang membelah cepat dan terlemah pada mereka yang paling 'diam'. Universitas Gadjah Mada 9

10 Radiasi yang besarnya di atas dosis yang diperkenankan dapat menimpa seluruh tubuh atau hanya lokal. Radiasi tinggi dalam waktu singkat (pada umumnya peristiwa kasus kecelakaan) menimbulkan efek akut (seketika), sedangkan radiasi rendah tetapi dalam jangka waktu lama (kronik) menimbulkan efek tetunda (late effect). Dengan mengabaikan ketentuan dalam bekerja menggunakan radiasi, sama dengan tidak siap menghadapi macan tetapi pintu kandang terlanjur terbuka. Sejauh manakah bahaya 'macan' yang ada di hadapan ini? II.7. Proteksi Radiasi Karena jelas adanya bahaya radiasi nuklir terhadap manusia atau alam lingkungan, maka perlu adanya proteksi untuk menyelamatkannya. Seperti halnya air, api, racun, dan lain-lain adalah berbahaya bagi organisme hidup. Tetapi apabila dapat dikendalikan, maka mereka akan menjadi sumber yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Misalnya racun, apabila digunakan dosis yang tertentu maka acun dapat menjadi obat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Demikian pula air, api, gunung berapi, dan... radiasi nuklir, jika dikendalikan akan menimbulkan kesejahteraan bagi manusia. Oleh karena itu untuk menghindari segala macam bahaya harus diusahakan penanggulangannya. Tiap program keselamatan radiasi nuklir, selalu mengusahakan agar penerimaan paparan radiasi itu sekecil mungkin, baik paparan dari sumber eksterna maupun sumber interna. Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun perpaduan keduanya. Pada hakikatnya, sebagian besar kriteria proteksi radiasi yang dipakai dewasa ini berdasarkan kenyataan bahwa nilai dosis radiasi ditetapkan tidak menimbulkan efek biologi yang berarti. Karena data tentang pengaruh radiasi dengan intensitas rendah sangat terbatas, maka ketentuan dosis maksimal diizinkan itu ditetapkan serendah-rendahnya sehingga kemungkinan timbulnya kerusakan biologis dapat dihindarkan sejauh-jauhnya. II. 8. Proteksi Radiasi Eksterna A. Sumber bahaya. Bahaya radiasi eksterna berasal dari sumber radiasi yang terdapat di luar tubuh. Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi interna. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat berlainan. Partikel alfa umumnya tidak dianggap sebagai sumber berbahaya eksterna yang potensial karena Jaya tembusnya sangat kecil dengan demikian mudah tertahan pada lapisan luar dari kulit. Bahaya eksterna mungkin ditimbulkan oleh pancaran beta, sinar-x, gamma atau neutron yang dapat menembus lebih dalam ke bagian dalam tubuh. Bahaya Universitas Gadjah Mada 10

11 eksterna dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi radiasi, yaitu memperhitungkan waktu, jarak, dan penahan radiasi. Praktik proteksi radiasi merupakan aspek khusus dari pengendalian bahaya kesehatan lingkungan. Penyinaran radiasi eksterna adalah penyinaran yang berasal dari sumber di luar tubuh manusia, tidak ada kontak fisik dengan sumber radiasi, dan penyinaran tidak ada bila seseorang meninggalkan daerah radiasi atau bila sumber radiasi dipindahkan dari daerah radiasi. Karena itu radiasi eksterna dapat diukur dengan relatif mudah dan teliti, sementara bahaya potensial atau bahaya sesungguhnya dapat diperhitungkan dengan kebenaran. Pada lingkungan industri dalam usaha menghilangkan bahaya merupakan prosedur biasa dan yang pertama dilakukan adalah dalam penyelamatannya. Jika unsur untuk menghilangkan bahaya ini tidak dapat dilakukan, maka usaha dilakukan untuk mengungkung bahaya, dan berarti mengisolasi bahaya dari manusia. Jika dari kedua tindakan pemecahan ini tidak diperoleh keselamatan itu, maka pemaparan terhadap bahaya dapat dicegah dengan mengisolasi manusia. Cara yang tepat untuk aplikasi tindakan proteksi radiasi tergantung pada keadaannya. B. Faktor Proteksi Radiasi. Tindakan pengendalian untuk radiasi eksterna pada manusia dapat dilakukan dengan salah satu atau lebih dari tiga teknik berikut a. mengurangi waktu penyinaran, b. membuat jarak sejauh mungkin dari sumber radiasi, dan c. membuat perisai untuk sumber radiasi. B.1. Faktor Waktu Meskipun banyak dari efek bahaya radiasi bergantung pada laju dosis, namun untuk tujuan pengawasan lingkungan dapat dianggap hubungan "laju dosis x waktu penyinaran = dosis total" selalu berlalcu. Dengan kata lain, makin lama seseorang berada dalam medan radiasi, makin besar pemaparan dan dosis serap yang diterima. D t = Do x t ( 1 ) (dosis = laju dosis mula-mula x waktu) Hubungan antara pemaparan dan waktu, bila kecepatan pemaparan adalah QR/jam dan berada dalam medan radiadi itu selama waktu t jam, maka pemaparan yang diterima adalah sebesar : Q x t Roentgen. Faktor waktu ini memegang peranan dalam hal terjadi kecelakaan atau keadaan darurat di dalam medan radiasi yang kuat. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka pekerjaan harus dilakukan dengan cepat dan tepat serta cermat sekali. Contoh 1: Universitas Gadjah Mada 11

12 Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan radiasi berlaju dosis 10 mrem/jam? Dari rumus (1): D t = Do x t 100 mrem = 10 mrem/jam x t t = 10 jam. Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang mengandung radiasi pengion itu seringkali bergantung pada pekerjaan yang dilakukannya, mungkin lebih lama dari 10 jam. Untuk dapat mengatasi hal ini harus dicoba mengurangi laju penyinaran di tempat tersebut yaitu dengan cara memperbesar jarak antara sumber radiasi dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan radiasi. Contoh 2: Misalnya seorang ahli radiografi ditugaskan untuk melakukan pekerjaan radioaktif 5 hari dalam 1 minggu di medan radiasi 25 mr/jam. Maka penyinaran yang berlebihan ini dapat dicegah dengan membatasi waktu kerja hariannya selama 48 menit, sehingga jumlah penyinaran yang diterima dalam 1 hari hanya 20 mr. Jika volume pekerjaannya membutuhkan waktu penyinaran yang lebih lama, maka petugas ahli radiografi lain harus ditunjuk untuk menggantikannya atau pekerjaan itu harus dirancang bangun kembali untuk mengurangi intensitas medan radiasi pada daerah kerja radiografi. B.2. Faktor Jarak Dengan jelas dapat dirasakan bahwa penyinaran radiasi makin berkurang dengan makin bertambah jauh dari sumber radiasi. Kenyataan ini merupakan alat yang tangguh dalam keselamatan radiasi. Bila ukuran sumber radiasi dibandingkan dengan jarak adalah kecil hingga sumber radiasi dapat dianggap sebagai titik sumber, maka pemaparan akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak terhadap sumber. D r = K 1/r 2 (K = tetapan yang besarnya bergantung pada sumber) atau: D r r 2 =K sehingga dapat ditulis: D r1 x r 1 = D r2 x r 2 = D r3 x r 3 =... = K, tetap ( 2 ) dengan, D r1 = laju dosis pada jarak r 1 dari sumber, D r2 = laju dosis pada jarak r 2 dari sumber, D r3 = laju dosis pada jarak r 3 dari sumber. Universitas Gadjah Mada 12

13 Contoh 3: Sebuah sumber Co-60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis sebesar 50 mrem/jam. Pada jarak manakah laju dosis besarnya 20 mrem/jam? Dengan memakai rumus (2), diperoleh: 50 x (2) 2 = 20 x r 2 r = V10 m. Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika jarak menjadikan dua kali lebih besar, laju dosis berkurang menjadi 1/(2) 2. Jika jarak diperbesar 3 kali, laju dosis berkurang menjadi 1/(3) 2 atau 9 kali lebih kecil. Sebaliknya bila jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan menjadi 4 kali lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9 kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan berlipatganda besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi langsung dengan tangan. Untuk menangani sumber radiasi diperlukan perlengkapan khsus misalnya tang jepit panjang atau pinset. Walaupun aktivitas sumber radiasi kecil dan merupakan sumber radiasi terbungkus, namun larangan memegang sumber secara langsung tetap berlaku, jadi harus menggunakan peralatan tersebut di atas untuk menghindari penerimaan dosis radiasi yang berlebihan pada tangan. Contoh 4: Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 100 mci yang memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31 MeV tiap disintegrasi. Maka kekuatan penyinarannya dapat dihitung dengan formula I = 6 f i E i ( 3 ) sehingga diperoleh I = 6 (1 x 1, x 1,31) = 14,9 Rhf tiap curie Maka untuk sumber 100 mci, laju penyinaran pada jarak 1 ft dari sumber kirakira sebesar 1490 mr/jam. Jika ahli radiografi mengendalikan sumber ini selama 1 jam tiap harinya, maka laju dosis tidak boleh melebihi 20 mr/jam. Pembatasan ini dapat dilakukan dengan memakai slat pengendali jarak jauh yang panjangnya dapat dihitung dengan memakai hukum kebalikan pangkat dua, kira-kira sepanjang 8,65 ft. Jika pekerjaan radiografi hendak dilakukan dengan menggunakan barikade agar nilai batas rata-rata tertinggi mingguan tidak dilampaui, maka laju dosis pada barikade harus sebesar (100 mr/minggu) : (40 jam/minggu) = 2,5 mr/jam. Dengan memakai hukum Universitas Gadjah Mada 13

14 kebalikan pangkat dua diperoleh jarak yang dibutuhkan 23,8 ft. Tetapi bila ruangan untuk pengendaliannya terbatas perlu dipasang perisai, sehingga dengan laju dosis yang diperhitungkan itu tidak akan melebihi penyinaran untuk dosis maksimum mingguan yang diizinkan. B.3. Faktor Perisai Bila harus bekerja pada jarak yang dekat dengan sumber radiasi dan dalam waktu yang lama, perisai dapat mereduksi pemaparan hingga serendah-rendahnya. Keefektifan perisai ditentukan oleh interaksi radiasi dengan atom-atom perisai yang juga tergantung pada macam energi radiasi dan nomor atom materi perisai. Radiasi alpha dapat diserap oleh kertas yang tebalnya lebih kecil dari 1/64 inci dan juga oleh lapisan aluminium. Radiasi beta mempunyai jangicau yang lebih panjang dibandingkan dengan radiasi alpha. Dengan menggunakan perspex setebal 10 mm tenaga radiasi beta sudah terserap secara keseluruhan. Materi perisai yang digunakan dalam radiasi elektromagnetik (radiasi sinar-x dan sinar gamma) ialah bahan-bahan yang mempunyai rapat massa yang tingggi misalnya Pb, U, Au, Fe, Cr, dan Ni. Sementara itu bahan yang mengandung boron, misalnya boral atau campuran Al dan B 4 C, biasa digunakan sebagai perisai neutron. B.3.1. Partikel Alpha (α): Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis saja sudah cukup untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan demikian partikel alpha tidak merupakan persoalan pelik dalam bidang proteksi terhadap sumber radiasi eksterna. B.3.2. Partikel Beta ( ): Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel alpha. Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini perspex setebal,1 cm sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta. Dengan memandang bahwa pancaran beta ini mudah diserap secara keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis itu, maka orang sering sekali menganggap enteng' radiasi beta ini dan kadang-kadang tidak berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian mungkin sebesar 3000 rad per jam. Sebagai kelanjutan, proses penyerapan partikel beta dapat menimbulkan pancaran-x yang dikenal dengan Bremsstrahlung. Bremsstrahlung ini besarnya proporsional dengan bilangan atom (Z) dan zat penyerap dan dengan energi partikel beta (E) yang bersangkutan. Untuk mengetahui perkiraan bahaya Bremsstrahlung, pendekatan hubungan berikut dapat dipakai: Universitas Gadjah Mada 14

15 f = 35 x 10-4 Z E maks ( 4 ) dengan, f = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi foton, Z = nomor atom bahan serap, E = energi partikel beta, MeV. Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil zat yang mempunyai harga Z rendah, umumnya dalam praktik tidak lebih dari 13. Energi rata-rata partikel beta ditentukan oleh distribusi energi partikel umumnya diambil: E rata-rata = 1/3 E maks ( 5 ) Contoh 5: Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi 2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm 3 dan tebal (t d ) yang diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,1 g/cm 2, maka tebal plexiglas yang diperlukan dapat dihitung dengan nimus sebagai berikut: t 1 = t d / ρ = 0,932 cm. Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam waktu lama, oleh karena itu lebih baik digunakan aluminium yang densitasnya (ρ) 2,7 g/cm 3. Sehingga tebal aluminium yang diperlukan adalah: t 1 = 0,41 cm. Contoh 6: Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan pelindung, dengan densitas (ρ) 0,95 g/cm 3, maka tebal botol = 1,06 cm. Andaikan botol polietilen tersebut diisi 37 x 104 MBq Sr-90 maka laju dosis Bremsstrahlung dari sinar beta Y-90 = 0,21 msv/jam dan sinar beta dari Sr-90 = 0,013 msv/jam pada jarak 1 meter. Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0,1 msv/jam bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1,75 cm. B.3.3. Sinar Gamma ( ) dan Sinar-X: Universitas Gadjah Mada 15

16 Proses pelemahan sinar-x atau gamma dalam bahan pelindung bersifat eksponensial. Laju dosis sinar-x atau gamma di suatu titik setelah melalui suatu bahan penyerap, dapat ditulis sebagai berikut: D t = D 0 e -µt ( 6 ) dengan, D o = laju dosis tanpa penahan, µ = koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang bersangkutan dan energi sumber radiasi, (panjang) -1, t = tebal penahan, (panjang) 1. HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu adalah tebal bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi menjadi setengah dari intensitas sebelum dilemahkan oleh penahan. Dari rumus ( 6) untuk t = HVT diperoleh: D t = ½ D o Sehingga diperoleh harga HVT = 0,693 / Dengan kata lain, rumus di atas dapat ditulis menjadi: D t = D o : 2 t/hvt. ( 7 ) Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan penahan yang diperlukan. Contoh 7: Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam suatu tabel atau grafik. Maka untuk mengurangi laju dosis hingga ¼ atau (½) 2 diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVT, sedangkan untuk mengurangi laju dosis hingga ⅛ atau (½) 3 diperlukan bahan penahan setebal 3 kali HVT, dan seterusnya. Dengan Ca7Z yang sama dapat dirumuskan konsep tenth value layer (TVL) sebagai berikut TVL = In 10 / = 2,303 / ( 8 ) Berikut contoh tabel FIVT dan TVL untuk Pb dan H 2 O. Tabel Harga HVT dan TVL untuk Pb dan H 2 O. Energi Pancaran, Pb, cm H20, cm MeV HVT TVL HVT TVL 0,50 0,40 1,25 15,00 50,00 1,00 1,10 3,50 19,00 62,50 1,50 1,50 5,00 20,00 70,00 2,00 1,90 6,00 22,50 75,00 Universitas Gadjah Mada 16

17 Contoh 8: Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb). Laju dosis dari 160 menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi tebal yang dibutuhkan = 4 x 2 mm Pb = 8 mm Pb. Atenuasi radiasi gamma secara kualitatif berbeda dengan atenuasi radiasi alpha dan beta. Kedua partikel ini mempunyai jangkauan tertentu sehingga dapat diserap seluruhnya dalam medium yang dilalui. Sebaliknya radiasi gamma hanya dapat dikurangi intensitasnya bila pelindung dipertebal. Faktor transmisi untuk berbagai jenis bahan pelindung dapat dihitung dengan rumus: I = I O e - t ( 9 ) Untuk harga dapat dilihat dalam tabel atau grafik yang disediakan untuk berbagai jenis bahan pelindung. Contoh 9: Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm 2 Al atau 0,435 g/cm 2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4 g/cm 2 Al atau 33,6 g/cm 2 Pb. Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum untuk energi di antara 0,75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama atau sebanding dengan densitas bahanbpelindung. Untuk energi kuantum lebih rendah dan tinggi, bahan pelindung dengan nomor atom lebih tinggi lebih efektif. Prinsip dasar proteksi radiasi tersebut di atas, yaitu pengendalian radiasi dengan memperhitngkan waktu, jarak dan pelindung radiasi, harus digunakan oleh pars pekerja radiasi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, seperti dalam bidang medik maupun dalam bidang industri lainnya. C. Dalam bidang medik. Operator radiografi diagnostik harus memanfaatkan tabir dan apron Pb untuk mencegah penyinaran seluruh tubuh oleh radiasi hambur. Petugas yang merangkai radium, yang akan dipasang pada pasien sebagai terapi, hams memanfaatkan kaca Pb untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh. Untuk melindungi mata bias digunakan cermin atau kacamata Pb, dan hams diingat bahwa sumber radiasi tidk boleh dipegang langsung dengan tangan. Pasien radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi gonad. Universitas Gadjah Mada 17

18 D. Dalam bidang industri. Operator radiografi industri berlindung dibalik tiang beton, Binding atau bagian lain dari konstruksi untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh selama waktu penyinaran yang cukup lama (sampai beberapa menit). Operator radiografi dilatih mengoperasikan kamera dengan kecepatan tingi tetapi aman, sebab ia menggunakan sumber radiasi Ir-192 dengan aktivitas ratusan curie dengan jarak sekitar 6 meter dari mulut kamera (faktor waktu). Pekerja logging yang menggunakan sumber radiasi neutron Am-Be dengan aktivitas 16 curie seharusnya melakukan tindakan proteksi yang serupa. Untuk melindungi gonad, baik pekerja logging atau gauging maupun pekerja radiografi industri, sebaiknya jangan menjinjing kontener atau kamera sendiri, hal ini untuk menjaga atau mengatur jarak antara gonad dan sumber radiasi. Dalam melakukan perhitungan menggunakan prinsip dasar proteksi radiasi tersebut terdahulu perlu diadakan koreksi terhadap aktivitas sumber radiasi yang digunakan, khususnya bila sumber radiasi tersebut waktu paruhnya rendah, aisalnya dengan cara menghitung atau melihat grafik peiuruhan/ transformasi. E. Neutron. Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi penting yang perlu diketahui: 1. Hamburan kenyal (elastik): Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan penahan dengan cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam tumbukan, neutron kehilangan sebagian energinya yang berpindah kepada inti sasaran. Seluruh energi pindahan ini menjadi energi kinetik inti sasaran. menurut hukum tumbukan yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa neutron adalah yang paling baik untuk merendahkan energi neutron dengan jalan hamburan elastik. Untuk ini dapat digunakan bahan-bahan yang memiliki banyak hidrogen, misalnya air dan paraffin. 2. Hamburan tak kenyal (in-elastik): Dalam proses ini neutron memberikan sebagian energinya kepada bahan yang ditumbuknya dan mengeksitasi inti sasaran, kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu kembali dalam bentuk pancaran gamma. Proses hamburan in-elastik sangat berarti untuk unsur dengan inti yang berat. 3. Penangkap neutron: Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian dalam proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton. Salah satu reaksi penangkap neutron ini adalah 10 B(n,α) 7 Li. Reaksi ini penting artinya dalam proses radiasi, karena partikel alpha yang Universitas Gadjah Mada 18

19 dipancarkan mudah sekali diserap. Reaksi yang paling sering ditemui dalam praktik ialah reaksi 58 Fe(n, ) 59 Fe. Radiasi gamma ini merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam pembulatan penahan, karena itu harus dipakai bahan dengan nomor atom yang tinggi untuk melapisi penahan dengan nomor atom rendah agar dapat menyerap radiasi gamma ini. II. 9. Proteksi Radiasi Interna Bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi interna merupakan persoalan yang sangat penting dalam proteksi radiasi. A. Radioaktivitas sumber radiasi terbuka. Sumber radioaktif terbuka yang disimpan dalam suatu wadah yang tertutup dapat menimbulkan bahaya radiasi eksterna bagi orang yang bcrada disekelilingnya. Zat radioaktif yang tidak disimpan dalam keadaan tertutup dapat merupakan ancaman bahaya radiasi intern. Zat radioaktif dalam jumlah yang kecil sekalipun, yang dilihat dari sudut bahaya eksterna dapat diabaikan, dapat memberikan dosis yang sangat besar, jika zat tersebut mengenai, apalagi masuk ke dalam tubuh. Sekali suatu radioisotop masuk dalam tubuh, ia akan memancarkan radiasinya terhadap tubuh dari dalam sehingga habis aktivitasnya karena proses peluruhan. Hal ini mungkin berlangsung selama beberapa tahun, terus menerus. Sebaliknya zat itu karena proses metabolisme dikeluarkan oleh tubuh, hal ini mungkin selesai dalam beberapa hari saja tetapi bisa juga tertahan dalam, tubuh untuk selama-lamanya. Radioisotop yang tidak sengaja lepas dari tempat penyimpanannya akan mengakibatkan kontaminasi dan merupakan bahaya radiasi intern yang potensial bagi manusia. B. Cara pemasukan dalam tubuh. Ada tiga cara kontaminasi dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan bahaya radiasi interna terhadap tubuh: a. melalui pernafasan, penghirupan udara yang terkena kontaminasi, b. melalui makanan atau mulut, c. melalui absorpsi langsung oleh kulit atau luka pada kulit yang terkena kontaminasi. Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif akan masuk ke dalam paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan ke calam darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari paru-paru dan tertelan kembali masuk ke dalam saluran pencernaan. Universitas Gadjah Mada 19

20 Besarnya zat radioaktif yang masuk melalui pernafasan, kemudian ditelan dan dinafaskan kembali ke luar bergantung pada berbagai faktor, misalnya bentuk fisis dan kimia kontaminan itu sendiri, dan keadaan fisiologi orang yang terkena kontaminasi itu. Begitu juga jika kontaminan tertelan, maka fraksi yang menembus dinding saluran pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan tubuh bergantung pada sifat kontaminasi dan keadaan fisiologis penderita. C. Pengendalian bahaya kontaminasi. Seperti halnya dengan radiasi eksterna, kriteria dalam pengendalian bahaya kontaminasi interna adalah membatasi dosis yang diterima oleh organ tubuh yang dipandang vital sampai tingkatan yang sekecil-kecilnya dan aman. Dengn demikian pengendalian bahaya kontaminasi interna ini tergantung pada pengendalian konsentrasi kontaminan dalam udara, makanan/minuman dan tingkat kontaminasi pada permukaan kulit dan sekitarnya. II. 10. Penutup Bahaya radiasi interna timbul apabila tubuh terkena kontaminasi dengan radioisotop, baik yang berasal dari sumber di luar (eksterna) maupun sumber di dalam (interna). Proteksi radiasi interna adalah usaha perlindungan yang berhubungan dengan tindakan pencegahan atau dapat memperkecil kemungkinan adanya zat radioaktif pada atau di dalam tubuh manusia. Usaha ini dapat dilakukan dengan merancang bangun suatu program dengan tepat, sehingga kontaminasi pada lingkungan ada dalam batas-batas yang masih dapat diterima dan pada tingkat yang serendah-rendahnya (ALARA = As Low As Reasonable Achievable). ALARA terutama penting dalam konteks proteksi radiasi interna. Yang dimaksud dengan kontaminasi adalah terdapatnya zat radioaktif pada atau di dalam tubuh manusia. Sebagai akibat orang yang terkena kontaminasi akan mengalami penyinaran secara terus menerus, walaupun orang tersebut telah meninggalkan daerah tempat terjadinya kontaminasi. Lagi pula radioisotop yang ada dalam tubuh dengan sendirinya akan menetap dalam tubuh. Keluarnya zat radioaktif dari dalam tubuh dapat dipercepat apabila hal tersebut memungkinkan dan hanya dengan usaha yang relatif sulit. Usaha untuk dapat mengatasi serangan biologic yang dapat menimbulkan kelainan akan sangat berarti dalam menentukan dosis serap radiasi dari isotop yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memperkirakan bahaya dari penyinaran radiasi interna relatif sulit. Dengan demikian usaha dapat lebih ditekankan pada tindakan pencegahan terhadap bahaya kontaminasi terhadap petugas yang bekerja dengan zat radioaktif. Zat radioaktif sama halnya dengan bahan toksis lainnya dapat masuk ke dalam tubuh melalui 3 cara: Universitas Gadjah Mada 20

21 a. pernafasan, yaitu dengan menghirup udara yang mengandung debu atau gas radioaktif, b. pencernaan, yaitu dengan minum air yang terkontaminasi atau mencerna makanan yang terkontaminasi atau melalui pemindahan akibat zat radioaktif terkena kulit, dan c. penyerapan melalui kulit atau kulit yang luka. Oleh karena itu tindakan perlindungan terhadap bahaya radiasi interna dapat dirancang bangun secara tepat dengan cara menghambat jalan masuk zat radioaktif ke dalam tubuh atau menahan penyinaran radiasi dari sumber ke manusia. Cara penahanan penyinaran yang efektif dari radiasi ini dapat dilakukan dengan cara zat radioaktif yang dibungkus (tertutup) dan memasukkannya ke dalam wadah atau dengan melakukan pengawasan lingkungan seperti ventilasi dan membenah rumah yang baik (good house keeping), atau petugas diberi pakaian pelindung dan alat proteksi pernafasan. Perlu dijelaskan disini bahwa tindakan penanggulangan ini tidak berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh ahli hygiene industri yang memberi perlindungan bagi pekerja terhadap efek bahaya dari bahan toksis bukan radioaktif. Meskipun demikian tingkat pengendalian yang diperlukan bagi keselamatan radiologi hampir selalu jauh melebihi dari persyaratan yang diberikan untuk keselamatan kimia. Seperti halnya dengan radiasi eksterna, kriteria dalam pengendalian bahaya kontaminasi interna adalah membatasi dosis yang diterima oleh organ tubuh yang dipandang vital sampai tingkatan yang sekecil-kecilnya dan aman. Dengan demikian pengendalian bahaya kontaminasi interna ini tergantung pada pengendalian konsentrasi kontaminan dalam udara, makanan/minuman dan tingkat kontaminasi pada permukaan kulit dan sekitarnya. B.2. Latihan Untuk latihan ada yang dikerjakan di rumah, ada yang 'secara bersama-sama dikerjakan di dalam acara tatap muka. Umpan batik dilakukan dengan cara diskusi pada saat acara tatap muka, atau dengan cara menempel hasil dan komentar-komentar di pagan pengumuman. Soal-soal untuk latihan antara lain sebagai berikut. 1. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 120 mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan radiasi berlaju dosis 12 mrem/jam? 2. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 120 mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan dengan radiasi berlaju dosis 12 mrem/jam? Universitas Gadjah Mada 21

22 3. Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 120 mci yang memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31 MeV tiap disintegrasi. Bicarakan hal ini! 4. Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi 2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm 3 dan tebal (t d ) yang diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,2 g/cm 2, Maka berapa tebal plexiglas yang diperlukan? 5. Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan pelindung, dengan densitas (ρ) 0,96 g/cm 3, maka tentukan tebal botol itu! 6. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam suatu tabel atau graft. Maka untuk mengurangi laju dosis hingga atau (½) 2 diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVT, sedangkan untuk mengurangi laju dosis hingga ⅛ atau (½) 3 diperlukan bahan penahan setebal 3 kali HVT, dan seterusnya. Dengan cara yang sama dapat dirumuskan konsep tenth value layer (TVL). Bicarakan hal ini. 7. Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik dari 225 hingga 15 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb)? 8. Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3 g/cm 2 Al atau 0,435 g/cm 2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4 g/cm 2 Al atau 33,6 g/cm 2 Pb. Bicarakan hal ini! B.3. Rangkuman 1. Dasar pengetahuan proteksi radiasi merupakan salah ilmu pengetahuan di bidang nuklir yang banyak dipakai untuk menerapkan teknologi nuklir yang dewasa ini semakin berkembang maju, khususnya dalam aplikasi di bidang industri dan rumah sakit. 2. Pada awal mempelajari Proteksi Radiasi dan Keselamatan Kerja tidak akan lepas selalu menggunakan dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi sebagai modal utama agar pengetahuan tersebut berkembang terus, dan pelaksanaan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dapat berlangsung dengan cukup aman, terhindar dari adanya bahaya radiasi yang ada, dan dari kegiatannya akan tercapai mengenai kesehatan dan keselamatan kerja radiasi. Universitas Gadjah Mada 22

23 3. Dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan proteksi radiasi, seorang mahasiswa (khususnya mahasiswa Program Studi Teknik Nuklir), harus tahu betul kapan dapat diterapkan konsep dasar pengetahuan proteksi radiasi, dan kapan mau tidak mau harus digunakan konsep dasar pengetahuan proteksi radiasi dalam penerapan teknologi nuklir, khususnya dalam aplikasi di bidang industri dan rumah sakit. C. PENUTUP Bagian penutup terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tes formatif, umpan batik, dan kunci jawaban tes formatif. C.1. Tes Formatif Berikut diberikan contoh tes formatif untuk materi Dasar Pengetahuan Proteksi Radiasi. Selesaikan soal-soal berikut ini. 1. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu ia boleh bekerja daram ruangan dengan radiasi berlaju dosis 8 mrem/jam? 2. Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100 mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu ia boleh bekerja dalam ruangan dengan radiasi berlaju dosis 8 mrem/jam? 3. Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 80 mci yang memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31 MeV tiap disintegrasi. Bicarakan hal ini! 4. Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari plexiglas atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5 MeV dan anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal ini hams dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi 2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm³ dan tebal (t d ) yang diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,0 g/cm 2, maka berapa tebal plexiglas yang diperlukan? 5. Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan pellndung, dengan densitas (p) 0,98 g/cm 3, maka tentukan tebal botol itu! 6. Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan penahan setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan dalam suatu tabel atau grafik. Dengan cara yang sama dapat dirumuskan konsep tenth value layer (TVL). Bicarakan hal ini dan berikan contohnya. Universitas Gadjah Mada 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi Telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN.. 01 A. Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum. 02 Tujuan Instruksional Khusus 02 BAB II FILOSOFI KESELAMATAN RADIASI DAN ALARA... 03 A. Perkembangan Sistem Pembatasan

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

Dasar Proteksi Radiasi

Dasar Proteksi Radiasi Dasar Proteksi Radiasi 101 Tujuan Proteksi Radiasi Mencegah terjadinya efek non-stokastik yang berbahaya, dan membatasi peluang terjadinya efek stokastik hingga pada nilai batas yang dapat diterima masyarakat;

Lebih terperinci

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan-tambah sehingga membentuk massa padat. Dalam adukan beton, semen

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi VII. PELURUHAN GAMMA Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi 7.1. PELURUHAN GAMMA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mempelajari Sub-pokok

Lebih terperinci

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI

BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI BAB V KETENTUAN KESELAMATAN RADIASI Ketentuan Keselamatan Radiasi diatur dengan SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan kerja terhadap radiasi. Ketentuan keselamatan radiasi

Lebih terperinci

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi BAB II Besaran dan Satuan Radiasi A. Aktivitas Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti atom yang

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini pembuatan isotop radioaktif telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN BEKERJA BAGI PETUGAS TERTENTU DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN SUMBER RADIASI PENGION DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan bisa dikatakan tanpa kesehatan yang baik segala yang dilakukan tidak akan maksimal.

Lebih terperinci

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI BAB III BESARAN DOSIS RADIASI Yang dimaksud dengan dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya.

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Oleh : ADI WIJAYANTO 1 Adi Wijayanto Badan Tenaga Nuklir Nasional www.batan.go.id CAKUPAN

Lebih terperinci

Bab 2. Nilai Batas Dosis

Bab 2. Nilai Batas Dosis Bab 2 Nilai Batas Dosis Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

BAB II RADIASI PENGION

BAB II RADIASI PENGION BAB II RADIASI PENGION Salah satu bidang penting yang berhubungan dengan keselamatan radiasi pengukuran besaran fisis radiasi terhadap berbagai jenis radiasi dan sumber radiasi. Untuk itu perlu perlu pengetahuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama.

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. BAB.19 ATOM ATOM Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. MODEL ATOM J.JTHOMSON ( 1910 ) ERNEST RUTHERFORD ( 1911 )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan tak hanya sebatas pembangkit listrik namun sudah merambah ke bidang medis, industri, pemrosesan makanan, pertanian,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI KEPUUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS ENAGA NUKLIR NOOR 01/KaBAPEEN/V99 ENANG KEENUAN KESELAAAN KERJA ERADAP RADIASI KEPALA BADAN PENGAWAS ENAGA NUKLIR, enimbang : a. bahwa pemanfaatan zat radioaktif dan/atau

Lebih terperinci

PELURUHAN RADIOAKTIF

PELURUHAN RADIOAKTIF PELURUHAN RADIOAKTIF Inti-inti yang tidak stabil akan meluruh (bertransformasi) menuju konfigurasi yang baru yang mantap (stabil). Dalam proses peluruhan akan terpancar sinar alfa, sinar beta, atau sinar

Lebih terperinci

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi yang lebih tinggi dari sinar alpha. Partikel sinar beta memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan partikel alpha. Sinar β merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6

Dokumen yang Perlu Dipahami 1 Label Peringatan 2 ALARA 2 Dosimeter 3 Risiko Radiasi 3 Prinsip Proteksi Radiasi 5 Aturan Keselamatan Umum 6 Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BIDANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN Jl. Tamansari 71, Bandung 40132 Telp. 2503997 ext. 444 Daftar Isi Dokumen yang Perlu Dipahami 1

Lebih terperinci

PELURUHAN SINAR GAMMA

PELURUHAN SINAR GAMMA PELURUHAN SINAR GAMMA Pendahuluan Radioaktivitas disebut juga peluruhan radioaktif, yaitu peristiwa terurainya beberapa inti atom tertentu secara spontan yang diikuti dengan pancaran partikel alfa (inti

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 3 BAB II STRUKTUR DAN INTI ATOM 5 A Struktur Atom 6 B Inti atom 9 1. Identifikasi Inti Atom (Nuklida) 9 2. Kestabilan Inti Atom 11 Latihan 13 Rangkuman Bab II. 14 BAB III PELURUHAN

Lebih terperinci

U Th He 2

U Th He 2 MODUL UNSUR RADIOAKTIF dan RADIOISOTOP Radiasi secara spontan yang di hasilkan oleh unsure di sebut keradioaktifan, sedangkan unsure yang bersifat radioaktif disebut unsure radioaktif.unsur radioaktif

Lebih terperinci

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT FISIKA MODERN Radiasi Benda Hitam 1. Suatu benda hitam pada suhu 27 0 C memancarkan energi sekitar 100 J/s. Benda hitam tersebut dipanasi sehingga suhunya menjadi 327 0 C.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI A. Materi Pembelajaran : Struktur Inti LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI B. Indikator Pembelajaran : 1. Mengidentifikasi karakterisrik kestabilan inti atom 2. Menjelaskan pengertian isotop,isobar

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id APA ITU KIMIA INTI? Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

MAKALAH PROTEKSI RADIASI MAKALAH PROTEKSI RADIASI PENGERTIAN, FALSAFAH, DAN ASAS PROTEKSI RADIASI DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 NAMA : 1. A MUIS MUALLIM (15001) 2. ALMIN PRABOWO ANWAR (15002) 3. ANDI MUTMAINNAH IVADA DEWATA (15003)

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id SINAR KATODE Penemuan sinar katode telah menginspirasi penemuan sinar-x dan radioaktivitas Sinar katode ditemukan oleh J.J Thomson

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penggunaan teknologi nuklir disadari benar bahwa selain dapat diperoleh manfaat bagi kesejahteraan manusia juga ditemui posisi bahaya bagi keselamatan manusia.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR: 12/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN KERJA PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. No.1937, 2014 BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN

Lebih terperinci

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah : X. ADMILNISTRASI Dalam bekerja dengan radioisotop dan sumber radiasi lainnya, kita hams selalu berhati-hati terhadap efek biologis dari radiasi. Radiasi tak terlihat dan tak terasa, hanya setelah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-x pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang No.185, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Keselamatan. Keamanan. Zat Radio Aktif. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5728). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Runusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi inti yang terjadi pada proses peluruhan radio

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN. TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-x oleh William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 tahun kemudian, penemuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 Tentang : Pemakaian Isotop Radioaktip Dan Radiasi

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 Tentang : Pemakaian Isotop Radioaktip Dan Radiasi Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 Tentang : Pemakaian Isotop Radioaktip Dan Radiasi Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 9 TAHUN 1969 (9/1969) Tanggal : 18 APRIL 1969 (JAKARTA) Sumber : LN 1969/18;

Lebih terperinci

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI suatu emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel 2 3 Peluruhan zat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

RADIOAKTIF 8/7/2017 IR. STEVANUS ARIANTO 1. Oleh : STEVANUS ARIANTO TRANSMUTASI PENDAHULUAN DOSIS PENYERAPAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF REAKSI INTI

RADIOAKTIF 8/7/2017 IR. STEVANUS ARIANTO 1. Oleh : STEVANUS ARIANTO TRANSMUTASI PENDAHULUAN DOSIS PENYERAPAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF REAKSI INTI RADIOAKTIF Oleh : STEVANUS ARIANTO PENDAHULUAN SIFAT-SIFAT UNSUR RADIOAKTIF PANCARAN SINAR RADIOAKTIF SINAR,, HVL BAHAN STRUKTUR INTI ATOM ENERGI IKAT INTI KESTABILAN INTI ATOM HUKUM PERGESERAN WAKTU PARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti yang telah kita ketahui pada dasarnya setiap benda yang ada di alam semesta ini memiliki paparan radiasi, akan tetapi setiap benda tersebut memiliki nilai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang

Lebih terperinci

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta Rendi Akhbar 1, Galih Anindita 2, dan Mochamad Yusuf Santoso 3 1,2,3 Program studi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi Fisika Radiasi Materi Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi PENDAHULUAN kecil dan berbeda, sama atom- Perkembanagn Model Atom : * Model Atom Dalton: - Semua materi tersusun dari partikel- partikel yang sangat

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sinar-X merupakan sepenggal spektrum gelombang elektromagnetik yang terletak di ujung energi tinggi spektrum gelombang elektromagnetik di bawah dan bersinggungan

Lebih terperinci

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie Radioaktivitas Inti atom yang memiliki nomor massa besar memilikienergi ikat inti yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan nomor massa menengah. Kecenderungan inti atom yang memiliki nomor massa besar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.

Lebih terperinci

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI

FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI FISIKA INTI DI BIDANG KEDOKTERAN, KESEHATAN, DAN BIOLOGI Stuktur Inti Sebuah inti disusun oleh dua macam partikel yaitu proton dan neutron terikat bersama oleh sebuah gaya inti. Proton adalah sebuah partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-16 CAKUPAN MATERI 1. INTI ATOM 2. BILANGAN ATOM DAN BILANGAN MASSA 3. MASS DEFECT 4. RADIOAKTIVITAS 5. WAKTU PARUH

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI

PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN PESAWAT SINAR-X MAMOGRAFI Rahmat, Budi Santoso, Kristiyanti Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir-BATAN ABSTRAK PERANCANGAN KONSUL UNTUK OPERATOR PADA PEREKAYASAAN

Lebih terperinci

RONTGEN Rontgen sinar X

RONTGEN Rontgen sinar X RONTGEN Penemuan sinar X berawal dari penemuan Rontgen. Sewaktu bekerja dengan tabung sinar katoda pada tahun 1895, W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016 PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi, Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang, 65145, Telp. 085784638866,

Lebih terperinci

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6

2. Dari reaksi : akan dihasilkan netron dan unsur dengan nomor massa... A. 6 KIMIA INTI 1. Setelah disimpan selama 40 hari, suatu unsur radioaktif masih bersisa sebanyak 0,25 % dari jumlah semula. Waktu paruh unsur tersebut adalah... 20 hari 8 hari 16 hari 5 hari 10 hari SMU/Ebtanas/Kimia/Tahun

Lebih terperinci

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20 PREDIKSI UN FISIKA 2013 1. Perhatikan gambar berikut Hasil pengukuran yang bernar adalah. a. 1,23 cm b. 1,23 mm c. 1,52mm d. 1,73 cm e. 1,73 mm* 2. Panjang dan lebar lempeng logam diukur dengan jangka

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 12-16 Malang 65145, Telp. 085784638866

Lebih terperinci

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x.

5. KIMIA INTI. Kekosongan elektron diisi elektron pada kulit luar dengan memancarkan sinar-x. 1 5. KIMIA INTI A. Unsur Radioaktif Unsur radioaktif secara sepontan memancarkan radiasi, yang berupa partikel atau gelombang elektromagnetik (nonpartikel). Jenis-jenis radiasi yang dipancarkan unsur radioaktif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR U M U M Pemanfaatan tenaga nuklir telah berkembang pesat dan secara luas di berbagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF Leli Yuniarsari, Kristiyanti, Bang Rozali, Beny Syawaludin Pusat Rekayasa Perangkat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI DI DALAM HOTCELL 101 INSTALASI RADIOMETALURGI Suliyanto, Muradi, Endang Sukesi I. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Kawasan puspiptek Gedung 20, Serpong

Lebih terperinci