PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA KASUS HEPATITIS B NON-KOMPLIKASI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Disusun Oleh: Rahardian Estu Primawati NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 ii

2 iii

3 iv

4 ORANG SUKSES ADALAH ORANG YANG DAPAT MEMBANGUN FONDASI DARI BATU-BATU YANG DILEMPARKAN OLEH ORANG LAIN KEPADANYA (David Brinkley) Karya kecilku ini kupersembahkan untuk Allah SWT Orang tuaku tercinta (Ayah dan Ibu) Adikku tersayang Nine Keluarga besarku tercinta dan Almamaterku v

5 vi

6 KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, atas anugerah, dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Drug Related Problems (DRPs) pada Kasus Hepatitis B Non-Komplikasi Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Juni 2007 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga terselesaikannya skipsi ini, terutama kepada: 1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dan meluangkan waktunya untuk menguji, memberikan kritik dan saran demi terselelesainya skripsi ini. 2. Christine Patramurti, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi S-1 Farmasi atas bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan studi di fakultas farmasi. 3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi selama penulisan skripsi ini. 4. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi selama penulisan skripsi ini. vii

7 5. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan demi terselesaikannya skripsi ini. 6. Erna Tri Wulandari, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih telah memberikan bimbingan, masukan, serta motivasi selama penulis menempuh masa kuliah. 7. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian, sehingga skripsi ini dapat terlaksana. 8. Bapak dan Ibu di bagian personalia dan rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah membantu kelancaran pengambilan data penelitian ini. 9. Ayah dan ibu tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, pengertian, dan dukungan tiada henti selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga besar Eyang kakung dan Eyang putri (Sragen dan Klaten) tercinta terima kasih atas doa, cinta, dan dukungannya selama ini. 11. Adikku Nine tersayang yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi untuk kakaknya menyelesaikan skripsi. 12. Teman dan sahabatku semua yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman di kost Agatha semuanya, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 14. Teman-teman Farmasi seperjuangan angkatan 2001 semuanya, terima kasih atas kebersamaan dan pengalamannya selama menjalani kuliah dan praktikum. viii

8 15. Semua teman-teman di Farmasi yang telah memberikan dorongan dan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini. 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu di sini, baik secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis ix

9 x

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN iv HALAMAN PERSEMBAHAN v HALAMAN LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi vii x DAFTAR ISI.. xi DAFTAR TABEL.. xv DAFTAR GAMBAR. xviii DAFTAR LAMPIRAN.. xix INTISARI.. xx ABSTRACT.. xxi BAB I. PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang Perumusan masalah Keaslian penelitian 3. Manfaat penelitian. B. Tujuan Penelitian xi

11 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7 A. Anatomi dan Fisiologi Hati. B. Patofisiologi Hepatitis B. 1. Definisi.. 2. Etiologi Epideminologi Patogenesis 5. Gambaran klinis a. fase inkubasi b. fase prodormal (preikterik). c. fase ikterik... d. fase penyembuhan Diagnosis a. pemeriksaan serologi... b. pemeriksaan virologi... c. pemeriksaan biokimiawi. d. pemeriksaan histologi Pengobatan Penatalaksanaan terapi.. a. tujuan terapi. b. sasaran terapi... c. strategi terapi Pencegahan xii

12 C. Drug Related Problems (DRPs).. D. Keterangan Empiris BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 30 A. Jenis dan Rancangan Penelitian.. B. Definisi Operasional... C. Subjek Penelitian. D. Bahan Penelitian. E. Lokasi Penelitian. F. Jalannya Penelitian.. 1. Tahap perencanaan (persiapan). 2. Tahap pengambilan (pengumpulan) data.. 3. Tahap analisis data 4. Pembahasan kasus. G. Kesulitan BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 37 A. Gambaran Kasus Pasien Hepatitis B Non-Komplikasi Jenis kelamin. 2. Umur. B. Pola Pengobatan Hepatitis B Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna 2. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan 3. Obat yang bekerja sebagai analgesik. 4. Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat xiii

13 5. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler.. 6. Obat hepatoprotektor Obat obat hormonal. 8. Obat untuk otot skelet dan sendi 9. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi Obat yang mempengaruhi gizi, dan darah.. C. Kajian Drug Related Problems (DRPs) DRP Butuh Obat (Need Additional Drug Therapy).. 2. DRP Tidak Butuh Obat (Unnecessary Drug Therapy). 3. DRP Salah Obat (Wrong / Ineffective Drug) 4. DRP Dosis Kurang (Dosage too low) DRP Dosis Berlebih (Dosage too high) DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction). D. Outcome Pasien... E. Rangkuman Pembahasan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 61 A. Kesimpulan. B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 65 BIOGRAFI PENULIS.. 71 xiv

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel IV. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B.. 18 Rekomendasi The American Association For The Study of Liver Disease untuk terapi farmakologi untuk hepatitis B kronik 22 Distribusi pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan kelompok umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari - Juni Distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari - Juni Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran cerna yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang bekerja sebagai analgesik yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni xv

15 Tabel X. Tabel XI. Tabel XII. Tabel XIII. Tabel XIV. Tabel XV. Tabel XVI. Tabel XVII. Tabel XVIII. Tabel XIX. Golongan dan jenis obat hepatoprotektor yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat hormonal yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat untuk otot skelet dan sendi yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi gizi dan darah yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 1 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 2 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 3 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 4 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 5 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni xvi

16 Tabel XX. Tabel XXI. Tabel XXII. Tabel XXIII. Tabel XXIV. Tabel XXV. Tabel XXVI Kajian DRPs kasus 6 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kajian DRPs kasus 7 pada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Hasil analisis DRPs yang terjadi dalam pengobatan hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Kasus DRP butuh obat pada pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni Kasus DRP dosis kurang pada pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni Kasus DRP dosis berlebih pada pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni Kasus DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction) pada pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni xvii

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Letak hati (Anonim, 2008)... 7 Gambar 2. Gambaran hati secara makro (Anonim, 2008)... 8 Gambar 3. Struktur dari partikel HBV (Anonim, 2008) Gambar 4. Grafik fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B (Anonim, 2008) Gambar 5. Grafik petanda serologi pasien hepatitis B (Anonim, 2008).. 19 Gambar 6. Diagram prosentase pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni xviii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni xix

19 INTISARI Penyakit hepatitis B menduduki peringkat ke sepuluh angka kematian terbesar di dunia dan merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Hepatitis B merupakan penyakit hepatitis yang paling sering berpotensi menjadi kronik dan mengalami pengerasan hati bahkan sampai berlanjut kanker hati. Banyak terapi pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengobati hepatitis B. Dalam proses terapi, memungkinkan timbulnya Drug Related Problems (DRPs) yaitu permasalahan yang muncul dalam farmasi klinis atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji adanya Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B Non- Komplikasi di Instalasi Rawat Inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan menggunakan rancangan deskriptif-evaluatif. Data yang diperoleh bersifat retrospektif dan dianalisa secara deskriptif karena data yang diperoleh tidak dianalisa mengenai hubungan sebab-akibat tetapi disajikan menurut keadaan apa adanya. Drug Related Problems yang terjadi dalam pengobatan pada kasus hepatitis B nonkomplikasi dikaji dengan metode SOAP, kemudian dibandingkan dengan standard pengobatan hepatitis B. Dari hasil penelitian, diperoleh 7 kasus hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni Profil pasien: berdasarkan jenis kelamin, pasien laki-laki yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Sedangkan berdasarkan kelompok umur, pasien dengan kelompok umur >18 55 tahun paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan yaitu obat hepatoprotektor sebesar 86%. Prosentase Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi: butuh obat sebesar 14%, tidak butuh obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian), salah obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian), dosis kurang sebesar 14%, dosis berlebih sebesar 28%, efek samping obat dan adanya interaksi obat sebesar 14%, dan ketidakpatuhan pasien sebesar 0%. Sedangkan outcome pasien, sebanyak 86% memberikan hasil terapi membaik, dan sebanyak 14% keluar atas permintaan sendiri (APS). Kata kunci: Drug Related Problems, dan hepatitis B non-komplikasi xx

20 ABSTRACT Hepatitis B is on the tenth rank of the world mortality rate and on the third rank of the cause of death in Indonesia. Hepatitis B is hepatitis variant which highly potential becomes chronic, liver cirrhosis and liver cancer. They are many medical therapies for hepatitis B medication. Drug Relating Problems (DRPs), the problems which are the most frequently appear in clinical pharmacy or unwanted events facing by the patient in the drug use theraphy process, is possible to exist in theraphy process. The purpose of this research is to evaluate DRPs on a hepatitis B noncomplication case existing in the Unit of Hospitalization of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in during period January June This research is a non-experimental research using a descriptive-evaluative research design. This research got retrospective data and the data were analyzed by using descriptive analysis. The data were not analyzed on the cause and effect relationship but were show in nature. The existing Drug Related Problems in medication of hepatitis B non-complication case were analyzed using SOAP method, then were compared to the hepatitis B medication standard. The result of this research, 7 cases hepatitis B non-complication in the hospitalized unit of Panti Rapih Hospital Yogyakarta in during period January June The patient profile: gender-based, man patients more than women patients there was 86%. Based on age, patients with >18-55 years old which mostly happen there was 86 %. The class of drug therapy which was mostly used was hepatic protector drug for 86%. The existing Drug Related Problems (DRPs) percentages in hepatitis B non-complication medication were: 14% of need for additional drug therapy, 0% of unnecessary drug therapy (not findings in research), 0% of wrong drug (not findings in research), 14% of dosage too low, 28% of dosage too high, 14% of adverse drug reaction and drug interaction. The patient outcome: 86% of patients showed in good condition, and 14% of patients were out from hospital by the patients request. Keywords: Drug Related Problems (DRPs), hepatitis B non-complication xxi

21 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Hepatitis merupakan salah satu penyakit yang menyerang pada hati karena adanya infeksi atau peradangan yang disebabkan oleh virus hepatitis. Diantara sekian banyak macam penyakit hepatitis, yang paling sering berpotensi menjadi kronik dan mengalami pengerasan hati bahkan sampai berlanjut menjadi kanker hati adalah hepatitis B. Penyakit hepatitis B menduduki peringkat ke sepuluh angka kematian terbesar di dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, ada sekitar 2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi virus hepatitis B dan sekitar 400 juta diantaranya mengalami infeksi hepatitis B kronik. Dari jumlah tersebut, menurut Asian Liver Foundation dilaporkan bahwa 75% terdapat di Asia (Anonim, 2005b). Penyakit hepatitis di Asia Tenggara khususnya di Indonesia, merupakan penyebab kematian nomor tiga. Data sampai dengan Juli 2004, sedikitnya 22,5 juta orang terkena penyakit hepatitis. Dari jumlah tersebut sekitar 15 juta orang menderita hepatitis B (Anonim, 2005a). Indonesia juga termasuk dengan angka prevalensi hepatitis yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 10% - 20%. Bahkan di beberapa daerah mencapai lebih dari 20% (Sulaiman dan Julitasari, 1998). Virus hepatitis B merupakan salah satu penyebab utama hepatitis kronik dan karsinoma hepatoseluler (KHS) serta menyebabkan 1 juta kematian tiap tahunnya (Oswari, 2000). Virus ini dapat masuk ke sirkulasi darah dan menginfeksi cairan tubuh melalui transfusi darah, seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang 1

22 2 tidak steril, dan dari wanita hamil yang terinfeksi kepada bayi yang dilahirkan (Anonim, 2004). Penyakit hepatitis B merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limiting disease), dengan atau tanpa gejala klinik berat. Namun 90% bayi penderita hepatitis B dan 10% penderita dewasa biasanya tidak dapat sembuh dan dapat menjadi kronis persisten dalam waktu yang lama atau persistant life-long chronic (Lubis, 1991). Hepatitis B juga sering disebut sebagai silent infection karena banyak orang tidak tahu jika telah terinfeksi. Penderita hepatitis B kronik dapat bertahan dengan penyakitnya hingga puluhan tahun tanpa gejala (symptom). Walaupun penderita dapat bertahan dengan penyakitnya tanpa gejala, hepatitis B dapat merusak hati dengan diam-diam untuk beberapa tahun. Oleh karena itu perlunya dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui bahwa telah terinfeksi virus hepatitis B (Anonim, 2004). Sampai saat ini, belum ditemukan obat modern yang secara spesifik dapat menyembuhkan penyakit hati (hepatitis), serta makin meningkatnya angka kejadian hepatitis menjadi salah satu pertimbangan penulis memilih topik mengenai penyakit hepatitis, khususnya hepatitis B non-komplikasi. Penelitian dilakukukan di Rumah Sakit Panti Rapih, mengingat bahwa rumah sakit ini termasuk salah satu rumah sakit swasta Katholik terbesar di Yogyakarta yang memiliki pelayanan rawat inap serta dapat memberikan terapi pada pasien hepatitis B non-komplikasi dan memiliki unit rekam medik.

23 3 Berdasar dari latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan adanya berbagai upaya penelitian. Penelitian yang dilakukan kali ini ditekankan pada kajian Drug Related Problems (DRPs) pada penyakit hepatitis B non-komplikasi. 1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. seperti apakah profil pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007? b. seperti apakah pola pengobatan pada penanganan pasien hepatitis B nonkomplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007? c. apakah ada drug related problems (DRPs) yang mencakup: 1). tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) 2). butuh obat (need for additional drug therapy) 3). obat salah (wrong drug/ineffective drug) 4). dosis terlalu rendah (dosage too low) 5). efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction) 6). dosis terlalu tinggi (dosage too high) d. seperti apakah outcome pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007?

24 4 2. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) yang sudah pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu: a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap R. S Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 (Krismayanti, 2007). b. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Kanker Prostat yang Dirawat di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Tahun 2005 (Kurniati, 2007). c. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005 Desember 2007 (Larasati, 2007). d. Kajian Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Evaluasi Drug Related Problems-nya pada Bedah Orthopaedi Kasus Fraktur di Unit Bedah Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus September 2007 (Utami, 2008) Penelitian dengan topik kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non-komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 sejauh ini belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

25 5 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non-komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni b. Manfaat praktis Bagi pihak farmasis Rumah Sakit, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran pola pengobatan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian terapi kepada pasien hepatitis B nonkomplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan : 1. tujuan umum Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non-komplikasi di instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yoggyakarta periode Januari Juni tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. mengetahui profil pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007.

26 6 b. Mengetahui pola pengobatan (profil terapi) yang diberikan pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni c. mengkaji terjadinya Drug Related Problems (DRPs) yang mencakup: 1). tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) 2). butuh obat (need for additional drug therapy) 3). obat salah (wrong drug/ineffective drug) 4). dosis terlalu rendah (dosage too low) 5). efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction) 6). dosis terlalu tinggi (dosage too high) d. mengetahui outcome pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007.

27 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hati Hati terletak di dalam rongga perut, tepatnya di sebelah kanan atas rongga perut, di bawah sekat diafragma (Japaries, 1996). Secara kasar, hati berbentuk seperti prisma (segitiga) siku-siku, dengan sudut siku-sikunya (ada yang tidak siku, tapi membulat seperti kulit bola) terletak di sudut kanan atas rongga perut, puncak prisma tadi mengarah ke kiri sampai ke ulu hati. Tepinya yang dekat ke tepi lengkung iga, melancip (Japaries, 1998). Berat hati pada manusia dewasa kira-kira gram. Berat jenisnya sedikit lebih besar dari air, yaitu 1,05 dengan konsistensi lunak kenyal namun rapuh. Permukaan licin, berwarna coklat kemerahan. Hati menerima hampir 25% cardiac output, kira-kira 1500 ml aliran darah per menit (Lingappa, 1995). Gambar 1. Letak hati (Anonim, 2008) Hati dibagi menjadi 2 lobus mayor dan 2 lobus minor (Stine dan Brown, 1996). Lobus kiri terdapat di epigastrum, tidak terlindungi oleh tulang rusuk 7

28 8 (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Darah masuk ke hati melalui 2 sumber, yaitu arteri hepatik (membawa darah dari sirkulasi sistemik) dan vena portal (membawa darah secara langsung dari saluran gastrointestinal). Darah keluar dari hati melalui vena hepatik, dan empedu keluar melalui duktus hepatikus. Empedu kemudian melalui saluran empedu normal menuju usus halus atau melalui duktus sistikus menuju kandung empedu untuk disimpan (Stine dan Brown, 1996). Gambar 2. Gambaran hati secara makro (Anonim, 2007) Hati jika dilihat secara mikroskopis, terdiri dari sel-sel hati (hepatosit). Tiap unit hepatosit disebut lobulus (baga kecil) hati (Japaries, 1996). Lobulus berbentuk silindris dengan diameter sekitar 1-2 mm. Hati manusia terdiri atas sekitar lobulus (Guyton dan Hall, 1997). Di tengah-tengah setiap lobulus hati itu tampak rongga pembuluh darah balik yang disebut vena pusat atau vena sentralis yang merupakan percabangan vena porta yang membawa darah dari usus (Japaries, 1996). Sel-sel hati tersusun berderet menuju ke arah pusat lobulus hati (tempat vena sentral). Vena sentral lobulus hati memiliki percabangan yang disebut sinusoid, yaitu saluran darah berdinding dan berongga luas. Pada sinusoid, menempel sel-sel

29 9 endothelial dengan permeabilitas yang tinggi. Sinusoid juga mengandung sel-sel fagosit yang disebut sel Kupffer (Stine dan Brown, 1996). Sel Kupffer bertugas memakan benda asing atau bibit penyakit yang mungkin menyelinap masuk ke hati. Antara sel Kupffer dan deretan sel-sel hati terdapat celah yang disebut celah Disse. Celah ini untuk mengalirkan getah bening dari hati ke luar hati, dan bergabung dengan getah bening seluruh tubuh untuk kembali menyatu dengan darah di daerah dada. Sinusoid ini mampu mengembang sehingga menampung banyak darah (Japaries, 1996). Tiga pembuluh lainnya di setiap sudut luar heksagon (area portal): cabang dari vena portal, cabang dari arteri hepatik, dan saluran empedu. Darah mengalir ke dalam hati melalui cabang arteri hepatik dan vena portal, melalui sinusoid, dan mengalir keluar melalui vena sentral. Empedu dihasilkan di hepatosit, dan mengalir keluar melalui kanalikuli empedu (terletak di antara perbatasan hepatosit) menuju saluran empedu. Lobulus- lobulus bukan merupakan unit fungsional yang berdiri sendiri-sendiri. Setiap pasang vena portal/arteri hapatik mengalirkan darah tidak hanya ke satu lobulus tetapi ke suatu area sel-sel yang meliputi 2 lobulus atau lebih. Area ini disebut asinus (Stine dan Brown, 1996). Fungsi hati tidak sedikit, diantaranya membantu pencernaan lemak (oleh empedu yang dihasilkan hati). Fungsi lainnya meliputi: mengatur kadar gula darah, menyimpan gula berlebihan, memusnahkan racun tertentu, menonaktifkan obatobatan, menyimpan vitamin tertentu, memproduksi protein (zat putih telur) darah, menyimpan darah, mengolah kolesterol menjadi garam empedu, mengolah zat merah darah yang tidak dipakai lagi, memproduksi sel darah merah (di masa janin dalam

30 10 kandungan), menghasilkan zat (faktor) pembekuan darah, dan masih banyak lagi. Namun jika digolongkan, fungsi hati secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 golongan saja, antara lain: 1. berfungsi penampung dan penyaring darah. 2. berfungsi produksi empedu. 3. berfungsi dalam pengolahan (metabolisme) dari berbagai zat gizi, seperti: protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin (Japaries, 1996). B. Patofisiologi Hepatitis B 1. Definisi Hepatitis merupakan suatu penyakit peradangan pada hati. Penyebabnya yang paling umum adalah infeksi dari salah satu dari 5 virus hepatitis yang disebut hepatitis A, B, C, D, dan E (Anonim, 2000a). Hepatitis B adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B virus). Diameter virus hepatitis B yang terbesar berukuran 42 nm yang disebut partikel Dane dengan 3200 pasang basa tiap genomnya. Basa tersebut diselubungi double-stranded (serat ganda) virus DNA suatu anggota famili Hepadnaviridae (Zuckerman, 1996). Hepatitis B dapat golongkan menjadi: hepatitis B akut dan hepatitis B kronis.

31 11 2. Etiologi Gambar 3. Struktur dari partikel HBV (Anonim, 2007) Virus Hepatitis B adalah virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B virus). Diameter virus hepatitis B yang terbesar berukuran 42 nm yang disebut partikel Dane dengan 3200 pasang basa tiap genomnya. Basa tersebut diselubungi double-stranded (serat ganda) virus DNA suatu anggota famili Hepadnaviridae. Virus (partikel) ini terdiri atas selubung luar dan inti pusat. Selubung luar mengandung antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dan inti pusat mengandung molekul tunggal dari sebagian double-stranded DNA, sebagai HBV core antigen hepatitis B (HBcAg) yang berdiameter 27 nm, hepatitis B e antigen (HBeAg), DNA, dan DNA polymerase (Raebel, Mercier, and Pai, 2005). 3. Epideminologi Penyakit hepatitis B telah menjadi epidemik pada sebagian Asia dan Afrika dan hepatitis B telah menjadi endemik di China, dan berbagai negara Asia (William, 2006). Kebanyakan orang terinfeksi HBV sejak masa kecil, dan 8-10% dari penderita terinfeksi secara kronik. Anak-anak yang terinfeksi HBV sebagian

32 12 besar berkembang menjadi infeksi kronik. Sekitar 90% bayi terinfeksi HBV selama tahun pertama hidupnya, dan 30-50% dari anak-anak antara umur 1-4 tahun yang terinfeksi HBV berkembang menjadi infeksi kronik. Sebanyak 5-10% penderita berkembang menjadi hepatitis kronik, morbiditas kronik, mortalitas, dan karsinoma hepatoseluler (Garcia, 1992). Penyakit hepatitis B mula-mula dikenal sebagai serum hepatitis, karena diperkirakan hanya dapat ditularkan lewat darah melalui: suntikan, transfusi, cuci darah, operasi, luka (koreng, borok, frambesia) yang terciprat darah penderita hepatitis B yang masih infektif, jarum atau alat tusuk tato (perajahan kulit), tindikan dan sejenisnya, yang tidak disterilkan dengan baik dan digunakan banyak orang sekaligus. Namun kemudian diketahui, bahwa virus hepatitis B (HBV) tidak hanya dapat ditemukan dalam darah penderita, tetapi semua cairan badan lain, seperti: air liur, getah liang vagina, air mani (sperma), air susu ibu, keringat, dalam urin dan juga tinja. Di samping itu, ditemukan pula bukti bahwa penyakit hepatitis B, dapat ditularkan lewat serangga penghisap darah (misalnya: nyamuk, kepinding, dan sebagainya) (Japaries, 1996). Macam penularannya ada 2 yaitu: a. secara vertikal Cara penularan vertikal terjadi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B kepada janin, bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan, dan anaknya.

33 13 b. secara horizontal Cara penularannya dapat terjadi antar satu orang ke orang lain yang sederajat yang diakibatkan oleh penggunaan alat suntik yang tercemar (tidak steril), tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama, serta hubungan seksual dengan penderita (Anonim, 2007). Di Indonesia sendiri, penularan horizontal ternyata yang lebih sering terjadi (Japaries, 1996). 4. Patogenesis Pada saat virus hepatitis B (HBV) masuk ke dalam tubuh, HBV akan bermigrasi ke hati, dimana replikasi utamanya terjadi. Periode inkubasi HBV adalah 1-6 bulan, lebih lama daripada HAV. Replikasi HBV terjadi di nuklei sel hati, dengan diproduksinya HBsAg pada sitoplasma sel dan terpapar pada permukaan sel (Raebel et al., 2005). Pada saat periode inkubasi, maka tubuh akan memberikan tanggapan kekebalan (immune response). Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B, yaitu: a. Jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Pada tahap ini akan terjadi 4 stadium siklus HBV yaitu fase replikasi (stadium 1 dan 2), dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi kadar HBsAg, HBV DNA, HBeAg, AST, dan ALT serum akan meningkat, sedangkan anti-hbs dan anti-hbe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4) keadaan sebaliknya terjadi, yaitu kadar HBsAg, HBV DNA, HBeAg, dan ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan anti-hbs dan anti-hbe menjadi positif (serokonversi). Keadaan

34 14 demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa, dimana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat. b. Jika tanggapan kekebalan tubuh melemah, maka pasien tersebut akan menjadi carrier inactive. Keadaan ini ditemukan pada 3-5% penderita dewasa, dan 95% neonatus dengan sistem imunitas imatur, serta 30% anak usia kurang dari 6 tahun. Hal ini dikarenakan gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier inactive atau menjadi menjadi hepatitis B kronis. c. Jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua diatas), maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronik. Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat mengakibatkan terjadinya proses inflamasi/injury, fibrotik, akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatif. Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepatoseluler (Suharjo dan Cahyono, 2006). 5. Gambaran klinis Umumnya hepatitis B menunjukkan gambaran klinis melalui 4 fase, yaitu: a. fase inkubasi Setelah virus hepatitis B (HBV) memasuki tubuh kita, tidak langsung timbul gejala. Diperlukan waktu antara 6 minggu hingga 6 bulan untuk virus

35 15 hepatitis B menyesuaikan diri dan berkembang biak dalam inti sel-sel hati. Masa itu disebut masa tunas (inkubasi). b. fase prodormal (preikterik) Gejala prodormal penyakit hepatitis B terjadi pada semua penderita dan dapat berlangsung selama satu minggu atau lebih sebelum ikterik timbul (meskipun tidak semua penderita hepatitis B mengalami ikterik), karena pada umumnya gejala penyakit hepatitis B ringan, mirip seperti gejala influenza seperti malaise, kelesuan, anoreksia, sakit kepala, demam ringan, pilek, dan tenggorokan sakit. Namun selain gejala diatas, pasien hepatitis B mengeluh otot-otot dan persendian terasa pegal atau nyeri, cepat lelah, artralgia, arthritis, urtikaria, ruam kulit sementara dan nyeri perut sebelah (bagian) kanan dan atas perut (daerah ulu hati atau sebelah kanan ulu hati). c. fase ikterik Fase ini ada kalanya terjadi sejak timbulnya gejala awal, tapi yang lebih sering, timbul kuning (ikterik) adalah 5-10 hari setelahnya. Fase ini biasanya berlangsung 4-6 minggu. Jika daya tahan tubuh penderita cukup kuat, gejalanya baru akan mereda, dan kemungkinan penderita sembuh atau merasa lebih sehat. Nafsu makan kembali timbul, dan demam menghilang waktu urin menjadi lebih gelap dan feses menjadi lebih pucat. Hati membesar moderat dan nyeri, limpa terasa membesar pada sekitar 25% penderita. Sering terdapat limfadenopati yang nyeri jika ditekan. Pemeriksaan urin pada saat timbulnya penyakit menunjukkan adanya bilirubin dan urobilinogen berlebihan.

36 16 d. fase penyembuhan Tanda-tanda akan terjadinya penyembuhan adalah perasaan yang semakin enak, nafsu makan kembali secara bertahap, gejala kuning memudar, nyeri perut dan kelelahan menghilang. Tapi ada kalanya hati masih agak membesar (belum normal seperti semula), dan tes fungsi hati masih sedikit abnormal. Pemulihan dimungkinkan bila daya tahan tubuh cukup baik untuk mencegah kerusakan sel hati oleh virus hepatitis B. Sekitar 75% penderita, kesembuhan tuntas (klinis dan laboratorium) terjadi 3-4 bulan setelah timbulnya gejala kuning. Pada sebagian lainnya penyembuhan terjadi lebih lambat (Japaries, 1996). Secara ringkas, fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B, dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini. 2008). Gambar 4. Grafik fase yang terjadi pada penyakit hepatitis B (Anonim,

37 17 6. Diagnosis Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah gejala klinik yang ditandai dengan peningkatan intermiten alanin aminotransferase (ALT) lebih dari 10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B didasarkan pada: pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi, dan histologi. a. Pemeriksaan serologi Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah: HBsAg, HBeAg, anti HBe, dan HBV DNA. Secara serologi, infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif. Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA, derajat nekro-inflamasi, dan adanya serokonversi HBeAg. Sedangkan hepatitis B kronis sendiri dibedakan berdasarkan HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif. b. Pemeriksaan virologi Dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum. Hal ini sangat penting untuk menggambarkan tingkat replikasi virus. Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis inaktif dengan hepatitis B kronis.

38 18 c. Pemeriksaan biokimiawi Pada pemeriksaan biokimiawi, yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas kroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. d. Pemeriksaan histologi Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis, dan menentukan manajemen anti viral (Suharjo dan Cahyono, 2006). Secara ringkas, definisi dan kriteria dianositik hepatitis B dapat dilihat pada tabel I dan gambar 5 berikut ini. Tabel I. Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B (Suharjo dan Cahyono, 2006) Keadaan Definisi Kriteria Diagnostik Hepatitis B kronis Carrier HBsAg inaktif Proses nekro-inflamasi kronis hati disebabkan oleh infeksi persisten virus hepatitis B. Dapat dibagi menjadi hepatitis B kronis dengan HBeAg positif (+) dan HBeAg negatif (-). Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa disertai proses nekro-inflamasi yang signifikan. 1. HBsAg + > 6 bulan. 2. HBV DNA serum > 10 5 copies/ml. 3. Peningkatan kadar ALT/AST secara berkala/persisten 4. Biopsi hati menunjukkan hepatitis kronis (skor nekroinflamasi >4) 1. HBsAg + > 6 bulan. 2. HBeAg -, anti HBe + 3. HBV DNA serum > 10 5 copies/ml. 4. Kadar ALT/AST normal. 5. Biopsi hati menunjukkan tidak adanya hepatitis yang signifikan (skor nekroinflamasi <4).

39 19 Gambar 5. Grafik petanda serologi pasien hepatitis B (Anonim, 2008) 7. Pengobatan Sampai saat ini, belum ditemukan obat modern yang secara spesifik dapat menyembuhkan penyakit hati (hepatitis). Manajemen terapi hepatitis biasanya bersifat suportif. Bersifat suportif, lebih dikaitkan dengan kemampuan obat sebagai pemasok energi (alternatif kelaziman minum manis yang dianjurkan bagi penderita hepatitis) (Donatus, 1992). Terapi suportif juga bisa dilakukan dengan cara: mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang, istirahat yang cukup, menjaga keseimbangan cairan tubuh, menghindari obat yang yang bersifat hepatotoksik, dan menghindari alkohol. Pasien harus mencegah terjadi kelelahan (tidak boleh memforsir tubuhnya), dan harus istirahat total (bed-rest) dalam fase akut. Manajemen terapi ini juga termasuk memonitor perkembangan penyakit hati kronik dan mencegah penyebaran serta komplikasi penyakit (Raebel, 1997). Selain manajemen terapi secara suportif, pengobatan (terapi) hepatitis harus bersifat kuratif dan preventif. Bersifat kuratif artinya obat hepatitis harus menunjukkan keaktifan anti-radang dan perangsangan regenerasi sel. Preventif artinya obat hepatitis harus dapat menunjukkan kemampuan mencegah atau

40 20 melindungi sel hati terhadap serangan ulang virus atau senyawa endogen yang berpotensi sebagai hepatotoksin. Pasien memerlukan perawatan di rumah sakit jika pasien mengalami dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGPT-SGOT >10 kali nilai normal, vomiting yang lama, kegagalan koagulasi, dan bila ada kecurigaan hepatitis fulminan (Raebel, 1997). 8. Penatalaksanaan Terapi Penatalaksanaan terapi pada penyakit hepatitis B dapat diuraikan sebagai berikut: a. tujuan terapi Tujuan terapi hepatitis B adalah untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan mencegah karsinoma hepatoseluler pada saat pengobatan, serta mencegah terjadinya komplikasi setelah menjalani prosedur terapi (Suharjo dan Cahyono, 2006). Terapi yang dilakukan diharapkan juga dapat menjaga dan meningkatkan kualitas hidup pasien. b. sasaran terapi Pada penatalaksanaan terapi hepatitis B, yang menjadi sasaran terapi adalah nilai atau kadar HBV DNA serta kadar bilirubin dan SGOT/SGPT dalam darah. Terapi dilakukan untuk sedapat mungkin menurunkan kadar HBV DNA serendah mungkin, serokonversi HBeAg, dan normalisasi kadar ALT (bilirubin dan SGOT/SGPT dalam darah). Sasaran sebenarnya adalah

41 21 menghilangnya HBsAg, namun sampai saat ini keberhasilannya hanya berkisar 1-5%, sehingga sasaran tersebut tidak digunakan (Suharjo dan Cahyono, 2006). c. strategi terapi Strategi terapi pada pasien hepatitis B meliputi terapi farmakologis dan terapi non-farmakologis. 1). terapi farmakologis Terapi farmakologi untuk hepatitis B bertujuan untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan mencegah karsinoma hepatoseluler (Suharjo dan Cahyono, 2006). Hal ini yang harus menjadi perhatian dokter dalam meresepkan (memilih) obat yang rasional (artinya: mempertimbangkan keamanan jangka panjang, efikasi, dan biaya) agar tujuan terapi dapat tercapai, efek samping dapat dihindari, serta pasien tetap dapat melanjutkan pengobatan sesuai dengan target yang diharapkan. Prinsip umum pemilihan obat pada pasien hepatitis B adalah: a). sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal. b). hindarkan penggunaan: obat-obat yang mendepresi susunan syaraf pusat (terutama morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral, dan obat-obat hepatotoksik.

42 22 c). gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolisme hati. Tabel II. Rekomendasi The American Association For The Study of Liver Disease untuk terapi farmakologi untuk hepatitis B kronik (Suharjo dan Cahyono, 2006). HBeAg HBV DNA (>10 5 copies/ml) ALT Strategi Pengobatan x BANN Efikasi terhadap terapi rendah Observasi, terapi bila ALT meningkat. + + > 2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa, lamivudin, atau adefovir. End point terapi: serokonversi HBeAg dan timbulnya anti HBe. Durasi terapi: Interferon selama 16 minggu Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi serokonversi HBeAg. Adefovir minimal 1 tahun. Bila tidak memberikan respon atau ada kontraindikasi, interferon diganti lamivudin atau adefovir. Bila resisten terhadap lamivudin,berikan adefovir. - + > 2 x BANN Mulai terapi dengan: interferon alfa, lamivudin, atau adefovir. Interveron atau adefovir dipilih mengingat kebutuhan perlunya terapi jangka panjang. End point terapi: normalisasi kadar ALT dan HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak terdeteksi. Durasi terapi: Interferon selama 1 tahun. Lamivudin selama > 1 tahun. Adefovir selama > 1 tahun. Bila tidak memberikan respon atau ada kontraindikasi interferon diganti lamivudin atau adefovir. Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir x BANN Tidak perlu terapi ± + Sirosis hati Terkompensasi: lamivudin atau adefovir Dekompensasi: lamivudin (atau adefovir), interferon kontraindikasi, transplantasi hati. ± - Sirosis hati Terkompensasi: observasi Dekompensasi: rujuk ke pusat transplantasi hati. BANN: Batas Atas Nilai Normal

43 23 Saat ini, di Indonesia ada 5 jenis obat yang telah disetujui (direkomendasikan) untuk terapi hepatitis B kronis yaitu interferon alfa- 2b, lamivudin, adefovir dipivoxil, peginterferon alfa-2a, dan entecavir (analog nukleosid) (Suharjo dan Cahyono, 2006). (1). Interferon alfa-2b (Intron-A) Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung, tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Salah satu kekurangan interferon adalah efek samping (antara lain: gejala flu, depresi dan sakit kepala) dan pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 juta MU, 3 kali/minggu selama 16 minggu. (2). Lamivudin Lamivudin merupakan antivirus melalui efek penghambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg, dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan plasebo. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama 1 tahun, dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Resiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan semakin lamanya pemberian.

44 24 (3). Adefovir dipivoxil (Hepsera) Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine monophosphate (damp), yang telah disetujui FDA untuk digunakan sebagai antivirus terhadap hepatitis B kronik. Cara kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccdna virus. Dosis yang direkomendasaikan untuk dewasa adalah 10mg/hari oral paling tidak selama 1 tahun. Adefovir memberikan hasil yang lebih baik secara signifikan (p<0,001) dalam hal respon histologi, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg, dan penurunan kadar HBV DNA. Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin disamping resiko resistennya lebih kecil, adefovir juga dapat menekan YMDD mutant yang resisten terhadap lamivudin. (4). Peginterferon alfa-2a (Pegasys) Peginterferon alfa-2a (pegasys) diberikan dalam bentuk injeksi. Untuk terapi tunggal dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu, sedangkan untuk terapi kombinasi dosisnya 180 mcg 1 kali seminggu dalam kombinasi dengan ribavirin. Terapi biasanya dilakukan untuk 6 bulan hingga setahun. Obat ini dapat menyebabkan atau memiliki efek samping gejala seperti flu, insomnia, mudah marah, depresi, gangguan konsentrasi, dan cemas. Peginterferon dapat pula dikombinasikan dengan lamivudin. Kombinasi peginterferon dengan lamivudin akan menghasilkan serokonversi dengan HBeAg, normalisasi ALT, penurunan HBV DNA,

45 25 dan supresi HBsAg. Peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan lamivudin. (5). Entecavir Adalah obat yang diminum sehari sekali, dengan hampir tidak ada efek samping selama 1 tahun. Dipertimbangkan sebagai obat antivirus oral yang paling poten untuk hepatitis B kronik hingga kini (Anonim, 2005). 2). terapi non farmakologis Terapi non-farmakologis dapat diartikan terapi dengan tidak menggunakan obat, atau lebih menitikberatkan kepada peningkatan daya tahan tubuh pasien. Karena pada dasarnya penyakit hepatitis B sekitar 90% dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease) dengan daya tahan tubuh yang baik. Untuk dapat meningkatkan daya tahan tubuh, hal yang dapat dilakukan oleh pasien hepatitis B antara lain dengan jalan mengurangi aktivitas (kegiatan) fisik yang berlebihan (tidak memforsir tubuh), cukup istirahat, mengkonsumsi makanan yang seimbang dan bergizi, mengkonsumsi buah-buahan yang disamping mengandung banyak vitamin juga sekaligus mempunyai manfaat sebagai hepatoprotektor, diet sesuai dengan kebutuhan, serta menjaga kebersihan lingkungan (perbaikan hygiene sanitasi lingkungan).

46 26 9. Pencegahan Upaya pencegahan dan pemberantasan hepatitis dapat dilakukan dengan cara perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan pribadi, mengurangi penyebaran dari carrier, pendidikan kesehatan pada golongan resiko tinggi, dan dengan pemberian vaksin (vaksinasi) hepatitis pada penyedia pelayanan kesehatan, anggota keluarga, dan partner seksual dari carrier, bayi pasien carrier, dan semua bayi. C. Drug Related Problems (DRPs) Permasalahan dalam farmasi klinis terutama muncul karena pemakaian obat. Drug Related Problems (DRPs) atau sering diistilahkan dengan Drug Therapy Problems (DTPs) adalah permasalahan yang muncul dalam farmasi klinis atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat dan secara aktual atau potensial bersamaan dengan outcome yang diharapkan (Cipolle,1998). Drug Related Problems (DRPs) ini menjadi sangat penting dan harus dikuasai oleh para farmasis yang bekerja di Rumah Sakit yang dalam 10 tahunan ini sedang giat mempraktikkan farmasi klinik (Sari, 2003). Masalah-masalah dalam kajian DRPs menurut Cipolle, Strand, and Morley (1998) adalah seperti berikut ini. 1. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) Dikatakan tidak perlu obat yaitu jika pasien akan mengalami komplikasi akibat mendapat obat yang tidak dibutuhkan. Pasien mendapat obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit, pasien tidak sengaja terkena racun di antara obat atau bahan kimia yang menyebabkan penyakit, masalah-masalah pengobatan

47 27 yang dihubungkan dengan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau perokok, kondisi yang lebih baik dirawat dengan terapi tanpa obat, pasien yang melakukan terapi obat lebih dari yang dianjurkan. 2. Butuh obat (need for additional drug therapy) Dikatakan butuh obat yaitu jika pasien akan mendapat risiko tinggi bila tidak mendapat terapi tambahan. Pasien dalam kondisi pengobatan baru yang membutuhkan terapi obat baru, pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien dalam kondisi pengobatan yang membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensial. Pasien dengan kondisi memburuk dapat dicegah dengan terapi profilaksis atau sebelum operasi. 3. Obat salah (wrong drug/ineffective drug) Dikatakan obat salah yaitu jika pasien bermasalah dengan pengobatan yang tidak efektif. Pasien mendapat obat yang tidak efektif (sesuai) dengan indikasi pengobatan. Pasien mengalami komplikasi akibat mendapat obat yang tidak dibutuhkan. Pasien alergi dengan pengobatan. Pasien kontraindikasi dengan obat, pasien menerima obat yang efektif namun mahal dan tidak aman, pemakaian obat infeksi (antibiotik) yang sudah resisten, pasien sulit disembuhkan dengan terapi obat baru, pasien menerima kombinasi obat yang tidak dibutuhkan. 4. Dosis terlalu rendah (dosage too low) Dikatakan dosis terlalu rendah jika dosis obat tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek (mencapai respon) pada pasien, interval dosis yang terlalu

48 28 jarang (lebar) untuk menghasilkan respon, konsentrasi obat dalam serum di bawah jarak terapetik yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu pendek untuk menghasilkan respon. 5. Efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction) Dikatakan efek samping obat jika obat diberikan menyebabkan alergi, adanya faktor resiko, bioavaibilitas obat berubah oleh adanya interaksi dengan obat lain atau dengan makanan, dan hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat. 6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high) Dikatakan dosis terlalu tinggi jika dosis obat tersebut terlalu tinggi (melebihi) untuk pasien, jika kadar (konsentrasi) obat dalam serum terlalu tinggi (di atas jarak terapeutik yang diinginkan), dosisnya terlalu cepat dinaikkan, terjadi akumulasi obat karena penyakit kronis, dan interval dosisnya berlebihan. 7. Ketidaktaatan pasien (noncompliance) Dikatakan pasien tidak taat jika pasien tidak menggunakan obat tersebut karena ketidaktahuan cara pemakaian (aturan pakainya), pasien tidak membeli obat yang dianjurkan karena tidak adanya biaya atau karena mahal, pasien tidak menerima regimen obat yang tepat, terjadi medication error (pada peresepan, penyerahan obat, dan monitoring pasien), pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang disarankan.

49 29 D. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengobatan pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007, serta diharapkan pula dapat memberikan gambaran tentang ada atau tidaknya Drug Related Problems (DRPs) dan bagaimana cara pengatasannya.

50 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non komplikasi di Instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007, termasuk jenis penelitian non-eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji (Supratiknya, 2001). Peneliti hanya melakukan observasi atau pengamatan terhadap subjek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptifevaluatif. Data yang diperoleh bersifat retrospektif dan untuk menganalisis data tersebut digunakan analisa deskriptif karena data yang diperoleh tidak dianalisis mengenai hubungan sebab-akibat tetapi disajikan menurut keadaan apa adanya. B. Definisi Operasional 1. Penyakit hepatitis B non-komplikasi adalah penyakit hepatitis disebabkan oleh virus DNA yang disebut HBV (hepatitis B virus) tanpa penyakit penyerta. 2. Kajian adalah melihat dan mengumpulkan kembali data tindakan terapi yang menggunakan obat dan menyesuaikannya dengan prosedur atau standar medis yang ada. 3. Drug Related Problems adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami pasien dalam proses terapi dengan obat secara aktual atau potensial yang 30

51 31 terjadi secara bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat pasien mendapat pengobatan. 4. Tipe Drug Related Problems dalam penelitian ini adalah: a. tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) Artinya pasien memperoleh pengobatan yang tidak memiliki indikasi yang sesuai pada saat itu b. butuh obat (need for additional drug therapy) Artinya jika muncul kondisi yang membutuhkan permulaan terapi obat baru, membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk memperoleh efek sinergis/poten. c. obat salah (wrong drug/ineffective drug) Artinya jika ditemukan obat yang tidak tepat (tidak efektif) dengan gejala atau diagnosis. d. dosis terlalu rendah (dosage too low) Artinya jika dosis obat tersebut terlalu rendah dari dosis terapeutik (dosis yang dianjurkan) untuk menghasilkan respon yang diinginkan dari pasien. e. efek samping obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction) Artinya melihat kejadian efek samping obat dari gejala yang dikeluhkan oleh pasien selama menerima terapi obat, di luar gejala penyakit utamanya.

52 32 f. dosis terlalu tinggi (dosage too high) Artinya jika dosis obat tersebut terlalu tinggi atau melebihi dari dosis yang dianjurkan untuk pasien. 5. Pasien hepatitis B non-komplikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap yang dalam rekam medis didiagnosis akhir sebagai hepatitis B tanpa penyakit penyerta pada periode Januari Juni Pola pengobatan adalah penggolongan atau mengelompokkan obat yang digunakan dalam terapi pasien hepatitis B non-komplikasi selama dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 berdasarkan golongan obat, kelompok obat, dan jenis obat. 7. Outcome adalah kondisi pasien saat keluar dari rumah sakit (membaik, sembuh, atau meninggal dunia) setelah pasien menjalani pengobatan di R S Panti Rapih Yogyakarta. 8. Lembar rekam medik adalah catatan dokter, apoteker, dan perawat yang berisi data klinis pasien hepatitis B non-komplikasi di R S Panti Rapih yang meliputi: nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis, diagnosis masuk dan keluar, jenis obat yang digunakan serta aturan pakainya. C. Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis keluar hepatitis B non-komplikasi pada lembar rekam medik yang menjalani rawat inap di R.S Panti Rapih periode Januari Juni 2007.

53 33 D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar catatan medik (medical record) pasien dengan diagnosis keluar hepatitis B non-komplikasi di instalasi rawat inap R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni E. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di instalasi rekam medik R.S Panti Rapih Yogyakarta, Jalan Cik Ditiro 30 Yogyakarta F. Jalannya Penelitian Penelitian tetang kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B non-komplikasi, dilakukan dalam 4 tahap. 1. Tahap Perencanaan (Persiapan) Tahap perencanaan atau persiapan diawali dengan survei jumlah pasien hepatitis B non-komplikasi yang menjalani rawat inap di R S Panti Rapih Yogyakarta selama periode Januari Juni 2007 yang diperoleh dari unit rekam medik. 2. Tahap Pengambilan (Pengumpulan) Data Tahap ini adalah tahap penggumpulan data dari pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari Juni Data yang diambil terdiri atas: nomor catatan medik, jenis kelamin, umur, lama perawatan, anamnesis, diagnosis masuk, diagnosis keluar/akhir, riwayat

54 34 penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, obat yang diresepkan selama perawatan (meliputi: dosis, frekuensi pemberian, dan bentuk sediaan obat), serta data penunjang lainnya (seperti: pemeriksaan fisik dan data laboratorium). Data yang diperoleh sebanyak 7 data yang diambil secara non-random dari daftar pasien hepatitis B non-komplikasi pada bagian rekam medik. 3. Tahap Analisis Data Analisis data dilakukan dengan melihat karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur, kemudian menggelompokkan obat yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi berdasarkan golongan obat dan jenis obat, setelah itu dihitung jumlah kasus yang terjadi DRPs dan dikelompokkan berdasarkan tipe atau jenis DRPs. Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat tidak dapat diamati, karena penelitian ini bersifat retrospektif. Untuk tata cara analisa hasil dilakukan sebagai berikut ini. 1. Distribusi jenis kelamin pasien pada kasus hepatitis B non komplikasi 2. Distribusi umur pasien pada kasus hepatitis B non-komplikasi dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu umur < 5 tahun, >5 12 tahun, >12 18 tahun, > tahun, dan > 55 tahun. 3. Persentase umur pasien pada kasus hepatitis B non-komplikasi dihitung berdasarkan jumlah kasus masing-masing kelompok umur, kemudian dibagi dengan jumlah seluruh kasus yang ada lalu dikalikan 100%. 4. Persentase golongan dan jenis obat yang digunakan dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kasus yang menggunakan golongan dan jenis obat

55 35 yang sama, kemudian dibagi dengan jumlah seluruh kasus dan dikalikan 100%. 5. Kajian penggunaan obat pada kasus hepatitis B non-komplikasi di R S Panti Rapih dilakukan dengan mengidentifikasi DRPs seperti berikut ini. a. Tidak perlu obat (unnecessary drug therapy) b. Butuh obat (need for additional drug therapy) c. Obat salah (wrong drug/ineffective drug) d. Dosis terlalu rendah (dosage too low) e. Efek Samping Obat (adverse drug reaction) dan interaksi obat (drug interaction) f. Dosis terlalu tinggi (dosage too high) Kajian DRPs yang terjadi dalam pengobatan pada kasus hepatitis B nonkomplikasi dilakukan dengan melihat standar yang ada. Standar yang digunakan disini adalah Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) tahun 2000, MIMS Indonesia tahun 2006, dan Drug Information Handbook (DIH) tahun Pembahasan kasus Pembahasan kasus dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) dan dianalisa berdasarkan standar pengobatan hepatitis B dan pustaka yang sesuai

56 36 G. Kesulitan Penelitian retrospektif mempunyai kelemahan yaitu peneliti tidak dapat mengamati perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan analisis tipe DRPs, yaitu terjadinya (adanya) efek samping obat, dan interaksi obat. Selain itu, penulis mengalami kesulitan dalam membaca catatan terapi (rekam medik) yang kurang jelas, penggunaan bahasa daerah dalam penulisan keluhan pasien, atau catatan medik tidak lengkap (misalnya: tidak mencantumkan tanda vital harian, data laboratorium kurang lengkap, dan lain sebagainya).

57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Pasien Hepatitis B Non-Komplikasi Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, diperoleh 7 kasus hepatitis B non-komplikasi. Dari data yang ada, diperoleh gambaran seperti berikut ini. Gambaran kasus pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada gambar 6 dan tabel III berikut ini. 1. Jenis Kelamin perempuan 14% laki-laki 86% Gambar 6. Diagram prosentase pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan jenis kelamin di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 Dari data gambar 6, dapat diketahui bahwa jumlah pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada jumlah pasien hepatitis B nonkomplikasi dengan jenis kelamin perempuan. 37

58 38 2. Umur Tabel III. Distribusi pasien hepatitis B non-komplikasi berdasarkan kelompok umur di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Kelompok Umur Jumlah Kasus Persentase (%) 1 5 tahun > 5 12 tahun >12 18 tahun >18 55 tahun > 55 tahun - 0 Dari tabel III dapat diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur, pasien hepatitis B non-komplikasi di Rumah Sakit Panti Rapih pada periode Januari Juni 2007 ditemukan lebih banyak pada kelompok umur >18 55 tahun (usia dewasa) dengan persentase 86% dan kelompok umur >12 18 tahun (usia remaja) dengan persentase 14%. Untuk kelompok umur balita ( 5 tahun), anak-anak (>5 12 tahun), dan lansia (>55 tahun) pada penelitian tidak ditemukan. Hal ini dikarenakan pada usia balita dan anak-anak hepatitis B lebih bersifat asimtomatik, sedangkan pasien dewasa gejala klinis lebih tampak. B. Pola Pengobatan Hepatitis B Pada penelitian ini, untuk mengetahui pola pengobatan pasien hepatitis B nonkomplikasi dapat diketahui dengan melihat: golongan obat, kelompok obat, dan jenis obat. Gambaran secara umum distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B non-komplikasi di R S Panti Rapih periode Januari Juni 2007 menurut kelas terapinya disajikan dalam bentuk tabel IV berikut ini.

59 39 Tabel IV. Distribusi penggunaan obat pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Kelas terapi obat Jumlah Kasus (n=7) Persentase (%) 1 Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan Obat yang bekerja sebagai analgesik Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler Obat hepatoprotektor Obat obat hormonal Obat untuk otot skelet dan sendi Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi Obat yang mempengaruhi gizi, dan darah 3 71 Pada tabel IV dapat dilihat, berdasarkan kelas terapi, obat yang paling banyak digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi adalah obat untuk hati yaitu sebesar 86%. Penggunaan obat untuk hati banyak digunakan karena memang subjek penelitiannya adalah pasien hepatitis B non-komplikasi dan terapi ini untuk melindungi hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Selain obat untuk hati, penggunaan obat yang bekerja pada sistem saluran cerna, obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan, dan obat yang mempengaruhi gizi dan darah juga banyak digunakan. Obat-obat tersebut diperlukan untuk mengatasi gejala influenza, perut yang terasa tidak enak, mual, muntah, dan kehilangan nafsu makan, selain itu juga serta sebagai asupan makanan. Secara rinci golongan dan jenis obat yang digunakan dalam terapi atau pengobatan hepatitis B non komplikasi disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.

60 40 1. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna Tabel V. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran cerna yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1. Antiulserasi Khelator dan Sukralfat Inpepsa 1 (14%) senyawa kompleks - Rebamipid Mucosta 1 (14%) Penghambat Esomeprazol Nexium 1 (14%) pompa proton 2. Obat untuk Obat yang Asam Urdahex 1 (14%) gangguan empedu bekerja pada kantung empedu Ursodeoksikolat Enzim pencernaan Pankreatin Tripanzym 1 (14%) Golongan obat yang bekerja sistem pencernaan yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi yaitu antiulserasi dan obat untuk gangguan empedu. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah antiulserasi yaitu sebesar 43%. Antiulserasi yang digunakan yaitu yang bekerja sebagai khelator dan senyawa kompleks serta panghambat pompa proton. Pada kasus ini, antiulserasi diindikasikan untuk mengatasi nyeri pada lambung atau nyeri abdomen. Khelator dan senyawa kompleks merupakan zat pelindung ulkus. Sukralfat merupakan obat antiulserasi yang mekanisme kerjanya melindungi mukosa dari serangan asam pepsin yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein pada permukaan tukak. Zat ini juga menetralkan asam, menahan kerja pepsin dan mengadopsi asam empedu. Penghambat pompa proton yaitu esomeprazol adalah obat-obat yang menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim adenosin

61 41 trifosfat hidrogen kalium (pompa proton) dari sel parietal. Penghambat pompa proton harus digunakan hati-hati pada pasien dengan penyakit hati. Rebamipid digunakan untuk terapi ulkus gaster dalam kombinasi dengan penghambat pompa proton. Selain antiulserasi, golongan obat yang digunakan yaitu obat untuk gangguan sekresi pencernaan. Obat untuk gangguan sekresi pencernaan yang gunakan yaitu obat yang bekerja pada kantung empedu dan enzim pencernaan. Obat yang bekerja pada kantung empedu berfungsi untuk melarutkan batu empedu yang terbentuk dari kolesterol, garam kalsium, bilirubin, dan protein. Enzim pencernaan diberikan pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan sehingga makanan dapat tetap dicerna dengan baik. 2. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan Tabel VI.Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1. Mukolitik Bromheksin HCl Mucohexin 1 (14%) Ambroxol HCl Mucopect 1 (14%) 2. Obat batuk dan Difenhidramin Sanadryl exp 1 (14%) Ekspektoran 3. Antihistamin nonsedatif Setirizin dihcl Ryzen 1 (14%) Golongan obat yang bekerja sistem saluran pernafasan yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi yaitu mukolitik, obat batuk dan ekpektoran, serta antihistamin non-sedatif. Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah mukolitik yaitu sebesar 42%. Pada kasus ini, obat mukolitik diindikasikan untuk mengatasi gejala influenza seperti batuk-pilek yang biasanya merupakan gejalagejala awal dari penyakit hepatitis.

62 42 Antihistamin adalah zat-zat yang efektif untuk menekan (mengatasi) alergi. Obat antihistamin yang diberikan pada pasien hepatitis B non-komplikasi untuk mengatasi gejala alergi seperti demam (hay fever) yang terjadi pada pasien. 3. Obat yang bekerja sebagai analgesik Tabel VII. Golongan dan jenis obat yang bekerja sebagai analgesik yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1. Analgesikantipiretik Analgesik Non-opioid Parasetamol Sistenol 1 (14%) Jenis obat analgesik-antipiretik yang digunakan dalam terapi hepatitis B nonkomplikasi yaitu analgesik non-opiod. Parasetamol merupakan obat analgesikantipiretik yang diindikasikan untuk mengatasi atau meredakan demam sekaligus mengurangi rasa nyeri yang timbul akibat demam. 4. Obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat Tabel VIII. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat 1. Obat mual dan vertigo Jenis Obat Nama Nama Jumlah Generik Dagang Kasus Antiemetik Domperidon Vometa 1 (14%) Golongan obat sistem syaraf pusat yang digunakan dalam terapi adalah obat mual dan vertigo yaitu domperidon. Domperidon merupakan obat antiemetik. Antiemetik adalah zat-zat yang efektif untuk menekan rasa mual dan muntah. Obat antiemetik yang diberikan pada pasien hepatitis B non-komplikasi untuk mengatasi gejala mual dan muntah yang terjadi pada pasien.

63 43 5. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler Tabel IX. Golongan dan jenis obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1. Diuretikum Diuretik hemat kalium Spironolakton Aldactone 1 (14%) Diuretik kuat Furosemid Lasix 1 (14%) Golongan obat yang bekerja sistem kardiovaskuler yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi yaitu diuretikum. Obat golongan diuretik yang digunakan dalam terapi ini termasuk jenis diuretik hemat kalium dan diuretik kuat. Spironolakton dan furosemid merupakan obat diuretikum yang diindikasikan untuk membantu mengatasi masalah edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Penggunaan kombinasi diuretika mungkin efektif untuk edema yang resisten terhadap pengobatan dengan satu diuretika. Misalnya diuretika kuat dapat dikombinasikan dengan diuretika hemat kalium. Obat golongan diuretikum tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit. 6. Obat Hepatoprotektor Tabel X. Golongan dan jenis obat hepatoprotektor yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Hepatoprotektor Nama Dagang Jumlah Kasus 1 Hepatoprotektor Curcuma, silymarin, Cursil 2 (28%) xanthorrhiza Schizandrae frucus HP Pro 5 (71%)

64 44 Hepatoprotektor adalah obat yang bekerja melindungi kesehatan (fungsi) hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Hepatoprotektor memberikan perlindungan terhadap virus, kuman, atau toksin. Obat hepatoprotektor yang diberikan, berisi bahan alami (tradisional) yang banyak digunakan di Asia. Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorrhiza (temulawak) merupakan tanaman obat (fitofarmaka) yang diketahui mengandung senyawa kurkumin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Kemampuan antiinflamasi ini berhubungan dengan kemampuan menurunkan tingkat ALT dan AST. Selain itu, kurkumin juga mempunyai kemampuan menstimulasi sekresi empedu oleh hati (kolelitolitik) dan ekskresinya ke duodenum, sehingga memetabolisme lemak. Silybum marianum (Silimarin) memiliki kemampuan antihepatotoksik melalui aksi antioksidan. Selain itu silimarin dapat meningkatkan laju sintesis asam ribonukleat ribosom melalui stimulasi dari nulkeolar polimerase I. Protein ini mensintesis dan mempercepat proses regenerasi sel (Czygan et al, 2001). Schizandrae chinensis memiliki kemampuan (efektif) dalam melawan hepatitis virus dan hepatitis terinduksi kimia. Schizandrae menunjukkan tingkat ALT rendah pada pasien hepatitis virus kronik (Sinclair, 1998). Selain itu, Schizandrae (HP Pro) dapat menghentikan nekroinflamasi dan normalisasi fungsi hati. Bahan-bahan alami di atas memang telah terbukti dapat melindungi fungsi hati, sehingga obat-obat ini menjadi pilihan untuk diresepkan pada pasein hepatitis B nonkomplikasi di R.S Panti Rapih. Hal ini dikarenakan belum adanya obat modern yang secara spesifik dapat menyembuhkan penyakit hepatitis B.

65 45 7. Obat-obat hormonal Tabel XI. Golongan dan jenis obat hormonal yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah kasus 1. Kortikosteroid Antiinfamasi Deksamethason Kalmethason 1 (14%) sistemik Metilprednisolon - 1 (14%) Golongan obat hormonal yang digunakan dalam terapi hepatitis B nonkomplikasi yaitu kortikosteroid. Jenis obat kortikosteroid yang digunakan dalam terapi ini termasuk antiinflamasi sistemik. Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi (antiradang). Deksametason dan metilprednisolon diindikasikan untuk menekan reaksi radang dan reaksi alergi. 8. Obat untuk otot skelet dan sendi Tabel XII. Golongan dan jenis obat untuk otot skelet dan sendi yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1 Obat untuk penyakit reumatik dan gout Antiinflamasi Non-steroid (AINS) Meloksikam - 1 (14%) Golongan obat otot skelet dan sendi yang digunakan dalam terapi hepatitis B non-komplikasi adalah untuk penyakit reumatik dan gout. yaitu meloksikam. Meloksikam merupakan obat antiinflamasi non-steroid (AINS), diindikasikan untuk

66 46 terapi jangka pendek nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang sendi dan seringkali juga digunakan untuk terapi jangka panjang rheumatoid arthritis. 9. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi Tabel XIII. Golongan dan jenis obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Generik Nama Dagang Jumlah Kasus 1 Antibiotik Kuinolon Levofloksasin - 1 (14%) Sefalosporin (Generasi III) Sefotaksim Na Clacef 1 (14%) Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi pada pasien hepatitis B non-komplikasi yaitu antibiotik. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba (terutama fungi), yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Penggunaan antibiotika pada pasien hepatitis B non-komplikasi untuk terapi infeksi. Biasanya digunakan pada kasus abses hati jika abses ini diakibatkan karena infeksi bakteri. Antibiotika yang digunakan dalam terapi pasien hepatitis B non-komplikasi yaitu golongan kuinolon, dan sefalosporin. Antibiotika golongan kuinolon bekerja dengan cara menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu. Sedangkan antibiotika golongan sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba (Tjay dan Rahardja, 2002). Golongan sefalosporin yang digunakan yaitu sefalosporin generasi ketiga.

67 Obat yang mempengaruhi gizi dan darah Tabel XIV. Golongan dan jenis obat yang mempengaruhi gizi, darah, dan sistem imun yang digunakan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 No. Golongan Obat Jenis Obat Nama Dagang Jumlah kasus 1 Vitamin dan Vitamin B kompleks Becombion 1 (14%) Multivitamin Menadion Vit K 1 (14%) 2. Suplemen gizi Lecithin murni (PPC 95%) Lesichol 4 (57%) 3. Fitofarmaka Ekstrak herba Phyllantus niruri L. Stimuno 2 (28%) Golongan obat yang mempengaruhi gizi, dan darah yang digunakan pada pasien hepatitis B non-komplikasi meliputi vitamin (multivitamin), suplemen gizi, dan fitofarmaka. Golongan obat multivitamin dan suplemen gizi digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Hal ini karena biasanya panyakit hati menimbulkan gejala-gejala seperti: lemah, malaise, dan lain sebagainya. Lecithin memiliki kemampuan sebagai suplemen (penunjang) fungsi hati. Phyllantus niruri L. merupakan bahan obat alami (fitofarmaka) yang dipercayai (efektif) sebagai imunodulator, sebagai terapi tambahan untuk infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri, membantu meningkatkan daya tahan tubuh, dan menjaga kesehatan fungsi hati.

68 48 C. Kajian Drug Related Problems (DRPs) Dalam proses terapi terhadap pasien, perlu memperhatikan kerasionalan atau ketepatan dalam pemberian obat. Rasional dalam hal ini meliputi tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi, serta apakah obat yang diberikan ada potensi interaksi (efek samping) yang besar atau tidak. Jika terapi yang diberikan terhadap pasien tidak tepat, maka akan menimbulkan Drug Related Problems (DRPs). Padahal seharusnya dalam pemberian terapi obat, meminimalkan atau bahkan tidak menimbulkan DRPs kepada pasien. Terapi atau pengobatan dianggap berhasil jika tercapai efek terapeutik dan meminimalkan adanya atau timbulnya efek samping. Faktor penentu keberhasilan sebuah terapi atau pengobatan bergantung dari ketepatan diagnosis serta ketepatan pemilihan obat. Kajian DRPs bertujuan untuk melihat serta menganalisa proses penatalaksanaan terapi terhadap pasien hepatitis B non-komplikasi. Pembahasan tentang DRPs akan disajikan dengan menganalisa data setiap pasien (per kasus) yang terdapat dalam lembar rekam medis, meliputi terapi yang dilakukan pada pasien, data hasil laboratorium, dan perkembangan pasien selama dirawat. Pembahasan kajian DRPs dalam kasus hepatitis B non-komplikasi secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel XV XXI seperti berikut ini.

69 49 Tabel XV. Kajian DRPs kasus 1 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 39 tahun / Perempuan Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: Pusing, nyeri pada ulu hati, batuk, demam, lemas, mata tampak kuning. Diagnosis Utama: susp.ikterik Diagnosis Akhir: hepatitis B OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 13/02 Hb: 12,5 g % ; Lekosit: 6, /ul ; Eritrosit: 4, /ul ; Hematokrit: 37,2 % ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 1,5 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 53,1 % ; Limfosit: 18,7 % ; Monosit: 26,4 % H MCV: 79,5 fl L ; MCH: 26,7 pg L ; MCHC: 33,6 g/dl ; RDW-CV: 16,4 % H Bilirubin total:16,85 mg/dl H ; Bilirubin direk: 15,95 mg/dl H ; Bilirubin indirek: 0,90 mg/dl H SGOT: 1648,1 U/L H SGPT: 1619,0 U/L H Ureum: 14 mg/dl Creatinin: 0,8 mg/dl Glukosa darah sewaktu: 121 mg/dl H - Tanggal 15/02 SGOT: 710,0 U/L H SGPT: 951,8 U/L H Anti HBs: 94,00 Anti HBc: 0,03 Anti HCV: non-reaktif - Tanggal 18/02 SGOT: 130,8 u/l H SGPT: 371,0 u/l H Nilai Normal Monosit : 0,0 11,2% MCV: 80,0 96,0 fl MCH: 26,7 31,0 pg RDW-CV: 11,6 14,8% SGOT: 0,00 0,38 U/L SGPT: 0,00 41,00 U/L Bilirubin total: 0,21 1,3 mg/dl Bilirubin direk: 0,00 0,25 mg/dl Bilirubin indirek: 0,00 0,70 mg/dl Kadar gula darah puasa: mg/dl Kadar gula darah post prandial: mg/dl Kadar gula darah sewaktu: mg/dl Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi (Obat) yang digunakan Inf. Asering Lesichol (Lecithin murni/ppc 95%) (3x1) Sanadryl exp (Difenhidramin) (3x10 cc) Inpepsa (Sukralfat) (3x10 cc) HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1) ASSESSMENT 1. Pasien menerima terapi Inpepsa (3x10cc), merupakan obat antitukak yang diindikasikan untuk untuk mengatasi nyeri pada lambung atau nyeri abdomen. Dosis Inpepsa yang diberikan kurang, karena menurut standar, dosis yang digunakan 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur. REKOMENDASI 1. Inpepsa ditambah dosisnya yaitu 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur.

70 50 Tabel XVI. Kajian DRPs kasus 2 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 47 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: Pernah opname hepatitis B thn Riwayat Alergi: - Anamnesis: ± 2 minggu perut keras, batuk, kadang sesak nafas. Diagnosis Utama: obs.ascites susp.cirhosis hepatitis Diagnosis Akhir: chronic hepatitis B. OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 13/02 Hb: 12,0 g % L ; Lekosit: 6, /ul ; Eritrosit 3, /ul L ; Hematokrit: 35,3 % L ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 6,2 % ; Basofil: 0,5 % ; Neutropil: 43,7% ; Limfosit: 35,1% ; Monosit: 14,5 % MCV: 91,7 fl ; MCH: 31,2 pg H ; MCHC: 34,0 g/dl ; RDW-CV: 14,4 % Bilirubin total: 1,85 mg/dl H ; Bilirubin direk: 0,80 mg/dl H ; Bilirubin indirek: 1,05 mg/dl H Albumin: 2,81 g/dl L Globulin: 5,43 g/dl H SGOT: 62,2 U/L H SGPT: 28,1 U/L Fosfatase Alkali: 426 U/L H Gula darah sewaktu: 129 mg/dl H - Tanggal 15/02 HBsAg Rapid stick: + HBeAg: 0,00 - Tanggal 17/02 Albumin: 2,64 g/dl L Nilai Normal Hb (untuk laki-laki): 13,00 18,00 g % Eritrosit: 4,50 6, / Ul Hematokrit: 40,00 54,00 % MCH: 26,7 31,0 pg Bilirubin total: 0,20 1,3 mg/dl Bilirubin direk: 0,00 0,25 mg/dl Bilirubin indirek: 0,00 0,70 mg/dl Albumin: 3,40 4,80 g/dl Globulin: 3,20 3,90 g/dl SGOT: 0,00 38,0 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 180,00 U/L Kadar gula darah puasa: mg/dl Kadar gula darah post prandial: mg/dl Kadar gula darah sewaktu: mg/dl Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi Obat yang digunakan Inf D5% Aldactone (Spironolakton) (3x100mg) Becombion (Vitamin B complex) (1x1) Lasix (Furosemid) (1x1) Vit K (Menadion) (1x1 amp i.m/i.v) Levofloksasin (1x500mg ) ASSESSMENT 1. Pasien menderita penyakit hepatitis B kronik, namun pasien tidak menerima terapi obat hepatitis B. Dalam hal ini pasien butuh obat untuk terapi hepatitis B kronik. 2. Pasien menerima terapi Aldactone (3x100 mg), yang merupakan obat diuretikum hemat kalium yang diindikasikan untuk mengatasi masalah edema. Dosis Aldacton yang diberikan berlebih. Menurut standar, dosis Aldactone untuk mengatasi edema yaitu mg/hari. REKOMENDASI 1. Pasien diberikan terapi untuk hepatitis B kronik. Obat yang sering digunakan untuk terapi hepatitis B yaitu Cursil 70 (2x1) atau HP Pro (3x1). 2. Dosis Aldactone dikurangi menjadi mg/hari.

71 51 Tabel XVII. Kajian DRPs kasus 3 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 27 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: Perut mbeseseg, perih, mual, kaki kesemutan. Pasien tampak sakit sedang. Diagnosis Utama: obs.dyspepsi, pharingitis. Diagnosis Akhir: chronic hepatitis B. OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 6/03 Bilirubin total: 0,88 mg/dl ; Bilirubin direk: 0,37 mg/dl ; Bilirubin indirek: 0,51 mg/dl Albumin: 4,13 g/dl SGPT: 161,0 U/L H Fosfatase Alkali: 215 U/L H HBsAg: 23,5 TV (reaktif) - Tanggal 8/03 Hb: 14,2 g % ; Lekosit: 14, /ul H ; Eritrosit: 4, /ul L ; Hematokrit: 41,5 % ; Eosinofil: 0,2 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 79,9 % ; Limfosit: 12,6 % ; Monosit: 7,0 % ; MCV: 93,0 fl ; MCH: 31,8 pg H ; MCHC: 34,2 g/dl ; RDW-CV: 13,3 % SGOT: 36,5 U/L SGPT: 113,2 U/L H Ureum: 38 mg/dl Creatinin: 1,0 mg/dl - Tanggal 11/03 Cholinesterase: 5577 U/L Ig M Anti HBc: 0,47 (non-reaktif) - Tanggal 13/02 SGOT: 48,1 U/L H SGPT: 103,8 U/L H Nilai Normal SGOT: 0,00 38,0 U/L SGPT: 0,00 41,0 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 180,00 U/L Lekosit: 4,00 11, /ul Eritrosit: 4,50 6, / Ul MCH: 26,7 31,0 pg Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi Obat yang digunakan Inf. Asering Meloksikam (2x1) Cursil (Curcuma, silymarin, xanthorrhizae) (2x1) Lesichol (Lecithin murni/ppc 95%) (3x1) Metilprednisolon 16mg (½ - ½ - ¼ ) Mucohexin syr (Bromheksin HCl) (3x10cc) Metilprednisolon 16mg (½ - ½ - 0 ) HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1 caps) Stimuno (Extrak kering Phyllantus niruri L.) (3x1 caps) ASSESSMENT 1. Pasien menerima Meloksikam (merupakan obat antiinflamasi non-steroid) yang digunakan untuk terapi nyeri. Dosis Meloksikam yang diberikan (2x1) berlebih. Menurut standar, dosis yang diberikan 7,5 mg 1x sehari. 2. Pasien menerima terapi Meloksikam dan Metilprednisolon. Menurut standar, jika Meloksikam diberikan bersamaan dengan Metilpednisolon (yang merupakan obat golongan kortikosteroid) dapat terjadi interaksi obat yaitu meningkatkan resiko pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna. REKOMENDASI 1. Dosis Meloksikam disesuaikan menjadi 7,5 mg 1x sehari. 2. Sebaiknya Meloksikam dan Metilprednisolon tidak diberikan bersamaan, karena dapat meningkatkan resiko pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna.

72 52 Tabel XVIII. Kajian DRPs kasus 4 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 18 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: Lemas, badan terasa panas (batuk, pilek, demam 2 hari) Diagnosis Utama: febris, urtikaria Diagnosis Akhir: hepatitis B aktif OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 16/03 Hb: 16,1 g % ; Lekosit: 13, /ul H ; Eritrosit: 5, /ul ; Hematokrit: 44,9 % ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 1,2 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil: 79,0 % ; Limfosit: 10,0 % L ; Monosit: 9,5 % MCV: 81,2 fl ; MCH: 29,1 pg ; MCHC: 35,9 g/dl ; RDW-CV: 12,8 % - Tanggal 19/03 SGOT: 80,1 U/L H SGPT: 140,1 U/L H HBsAg Rapid stick: reaktif - Tanggal 22/03 HBeAg: 4,64 (reaktif) - Tanggal 23/02 SGOT: 77,2 U/L H SGPT: 121,2 U/L H Nilai Normal Lekosit: 4,00 11, /ul Limfosit: 12,00 44,00 % SGOT: 0,00 38,0 U/L SGPT: 0,00 41,0 U/L Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi Obat yang digunakan Inf. Asering Kalmethason (Deksamethason) (1 amp) Sistenol (Parasetamol) (3x1) Vometa (Domperidon) (3x1 tab) Clasef (Sefotaksim Na.) (2x1g) Mucopect (Ambroxol HCl) (3x1 tab) HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1 tab) Extra Ryzen (Setirizin dihcl) (1 tab) Lesichol (Lecithin murni/ppc 95%) (3x300mg) ASSESSMENT 1. Pasien menerima terapi obat sudah sesuai dengan standar. REKOMENDASI 1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.

73 53 Tabel XIX. Kajian DRPs kasus 5 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 24 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: Mual, muntah, lemas, tidak ada nafsu makan, sklera mata ikterik, warna urine seperti teh. Pasien sakit sedang. Diagnosis Utama: vomitus susp. Hepatitis. Diagnosis Akhir: hepatitis B. OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 18/03 Hb: 15,4 g % ; Lekosit: 6, /ul ; Eritrosit: 5, /ul ; Hematokrit: 45,6 % ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 2,4 % ; Basofil: 0,3 % ; Neutropil:57,6 % ; Limfosit: 29,2 % ; Monosit: 10,5 % MCV: 90,1 fl ; MCH: 30,4 pg ; MCHC: 33,8 g/dl ; RDW-CV: 13,1 % Bilirubin total: 3,66 mg/dl H SGOT: 100,8 U/L H SGPT: 585,5 U/L H Gamma GT: 136,0 U/L H Fosfatase Alkali: 354 U/L H - Tanggal 21/03 SGPT: 398,3 U/L H Fosfatase Alkali: 294 U/L H HBsAg Rapid stick: non-reaktif Anti HBc: 1,613 (non-reaktif) Nilai Normal Bilirubin total: 0,20 1,3 mg/dl SGOT: 0,00 38,0 U/L SGPT: 0,00 41,0 U/L Gamma GT: 8,00 61,00 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 180,00 U/L Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi Obat yang digunakan Inf D5% Cursil 70 (Curcuma, silimarin, xanthorrhiza) (2x1) Tripanzym (Pankreatin) (3x1) Nexium 40 (Esomeprazol) (1x1) Mucosta (Rebamipid) (3x1) ASSESSMENT 1. Pasien menerima terapi obat sudah sesuai dengan standar. REKOMENDASI 1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.

74 54 Tabel XX. Kajian DRPs kasus 6 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 24 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: ± 1 minggu perut (sebelah atas) terasa sakit terutama bila untuk beraktifitas, mual, nafsu makan berkurang, sclera mata ikteric (± 2 hari), kencing seperti teh. Diagnosis Utama: Hepatitis B susp cholestasis intrahepatal. Diagnosis Akhir: hepatitis B OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 20/03 Hb: 14,5 g % ; Lekosit: 7, /ul ; Eritrosit 4, /ul ; Hematokrit: 40,4 % ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 2,0 % ; Basofil: 0,1 % ; Neutropil: 66,3 % ; Limfosit: 22,4 % ; Monosit: 9,2 % MCV: 81,1 fl ; MCH: 29,1 pg ; MCHC: 35,9 g/dl ; RDW-CV: 17,1 % H Bilirubin total: 7,84 mg/dl H Bilirubin direk: 5,96 mg/dl H Bilirubin indirek: 1,88 mg/dl H Albumin: 4,04 g/dl Globulin: 3,76 g/dl SGOT: 409,1 U/L H SGPT: 538,2 U/L H Gamma GT: 174,0 U/L H Fosfatase Alkali: 426 U/L H HBsAg Rapid/stick: reaktif - Tanggal 23/03 Bilirubin total: 4,71 mg/dl H Bilirubin direk: 3,49 mg/dl Bilirubin indirek: 1,22 mg/dl SGOT: 288,2 U/L H SGPT: 358,3 U/L H Gamma GT: 154,0 U/L H Fosfatase Alkali: 256 U/L H Nilai Normal RDW-CV: 11,6 14,8% Bilirubin total: 0,20 1,3 mg/dl Bilirubin direk: 0,00 0,25 mg/dl Bilirubin indirek: 0,00 0,70 mg/dl Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) SGOT: 0,00 38,0 U/L SGPT: 0,00 41,0 U/L Gamma GT: 8,00 61,00 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 180,00 U/L Terapi Obat yang digunakan Inf D5% Urdahex (Ursodeoxycholic acid / Asam Ursodeoksikolat) HP Pro (Schizandrae frucus) (3x1) Lesichol (Lecithin murni/ppc 95%) 300mg (3x1 tab) (3x1) 1. Pasien menerima terapi obat sesuai standar. ASSESSMENT REKOMENDASI 1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.

75 55 Tabel XXI. Kajian DRPs kasus 7 pada pasien hepatitis B non-komplikasi di Instalasi Rawat Inap R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni SUBJECTIVE No. RM: Umur/Jenis Kelamin: 20 tahun / Laki-laki Tanggal masuk: Tanggal keluar: Outcome Pasien: Membaik Riwayat penyakit: - Riwayat Alergi: - Anamnesis: Nafsu makan hilang, mual, perut terasa tidak enak. Diagnosis Utama: Hepatitis Diagnosis Akhir: hepatitis B akut OBJECTIVE Data Laboratorium Pasien - Tanggal 25/05 Hb: 16,5 g % ; Lekosit: 8, /ul ; Eritrosit: 5, /ul ; Hematokrit: 48,4 % ; Trombosit: /ul ; Eosinofil: 3,2 % ; Basofil: 0,6 % ; Neutropil: 33,7 % L ; Limfosit: 50,4 % H ; Monosit: 12,1 % H MCV: 84,5 fl ; MCH: 28,8 pg ; MCHC: 34,1 g/dl ; RDW-CV: 14,3 % Bilirubin total: 7,62 mg/dl H Bilirubin direk: 5,69 mg/dl H Bilirubin indirek: 1,93 mg/dl H Total protein: 8,04 g/dl Albumin: 4,47 g/dl Globulin: 3,57 g/dl SGOT: 625,0 U/L H SGPT: 1958,0 U/L H Gamma GT: 86,0 U/L H Fosfatase Alkali: 390 U/L H HBsAg Rapid/stick: 22,80 (reaktif) - Tanggal 26/05 Ig M Anti HBc: 200,0 (reaktif) - Tanggal 27/05 Bilirubin total: 5,54 mg/dl H Bilirubin direk: 3,28 mg/dl H Bilirubin indirek: 2,26 mg/dl H SGOT: 201,4 U/L H SGPT: 917,2 U/L H Nilai Normal Neutropil: 35, 00 88,70 % Limfosit: 12,00 44,00 % Monosit: 0,00 11,00 % SGOT: 0,00 38,0 U/L SGPT: 0,00 41,0 U/L Bilirubin total: 0,20 1,3 mg/dl Bilirubin direk: 0,00 0,25 mg/dl Bilirubin direk: 0,00 0,25 mg/dl Gamma GT: 8,00 61,00 U/L Fosfatase Alkali: 5,00 180,00 U/L Keterangan data laboratorium H: high (diatas nilai normal) L: low (dibawah nilai normal) Terapi Obat yang digunakan HP Pro (3x1 tab) Stimuno (3x1 tab) 1. Pasien menerima terapi obat sesuai standar. ASSESSMENT REKOMENDASI 1. Tidak ada rekomendasi khusus, terapi obat yang diresepkan bisa digunakan.

76 56 Berdasarkan pembahasan tiap-tiap kasus pada tabel diatas, hasil analisis DRPs pada masing-masing kasus dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel XXII. Hasil analisis DRPs yang terjadi dalam pengobatan hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 Tipe DRPs Butuh obat 1 kasus Tidak butuh obat - Salah obat - Dosis kurang 1 kasus Dosis berlebih 2 kasus Munculnya efek samping obat dan interaksi obat 1 kasus Jumlah Kasus Dari hasil analisis 7 kasus, terjadi DRPs pada semua kasus hepatitis B nonkomplikasi. Dalam satu kasus, terdapat 1 atau lebih DRPs yang terjadi. Analisa DRPs akan dirangkum dan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini. 1. DRP Butuh Obat (Need Additional Drug Therapy) Tabel XXIII. Kasus DRP butuh obat pada pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni No kasus (2) Jumlah dan Nomor Kasus Problems Assessment Rekomendasi Pasien menderita penyakit hepatitis B kronik, namun pasien tidak menerima terapi obat hepatitis B. Pasien butuh obat untuk terapi hepatitis B kronik. Pasien diberikan terapi untuk hepatitis B kronik. Obat yang sering digunakan untuk terapi hepatitis B yaitu Cursil 70 (2x1) atau HP Pro (3x1). 2. DRP Tidak Butuh Obat (Unnecessary Drug Therapy) Dari hasil analisis data yang diperoleh, tidak ada kasus yang memiliki DRP tidak butuh obat.

77 57 3. DRP Salah Obat (Wrong / Ineffective Drug) obat. Dari hasil analisis data yang diperoleh, tidak ada kasus yang memiliki DRP salah 4. DRP Dosis Kurang (Dosage too low) Tabel XXIV. Kasus DRP dosis kurang pada pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni No 1. 1 kasus (1) Jumlah dan Nomor Kasus Problems Assessment Rekomendasi Pasien menerima terapi Inpepsa (3x10cc), merupakan obat antitukak yang diindikasikan untuk untuk mengatasi nyeri pada lambung atau nyeri abdomen. Dosis inpepsa yang diberikan kurang, karena menurut standar, dosis yang digunakan 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur. Inpepsa disesuaikan dosisnya yaitu 2 sdt 4x sehari, 1 jam sebelum makan dan tidur. 5. DRP Dosis Berlebih (Dosage too high) Tabel XXV. Kasus DRP dosis berlebih pada pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni No kasus (2) Jumlah dan Nomor Kasus Problems Assessment Rekomendasi Pasien menerima terapi Aldactone yang merupakan obat diuretikum hemat kalium yang diindikasikan untuk mengatasi masalah edema, dengan dosis 3x100 mg. Dosis Aldacton yang diberikan berlebih, karena menurut standar, dosis Aldactone untuk mengatasi edema yaitu mg/hari. Dosis Aldacton disesuaikan yaitu dengan dikurangi menjadi mg/hari kasus (3) Pasien menerima terapi Meloksikam yang merupakan obat antiinflamasi non-steroid yang digunakan untuk terapi nyeri dengan dosis 2x1 tablet. Dosis Meloksikam yang diberikan (2x1 tablet) berlebih, karena menurut standar, dosis Meloksikam yang diberikan 7,5 mg 1x sehari. Dosis Meloksikam disesuaikan yaitu dengan dikurangi menjadi 7,5 mg 1x sehari.

78 58 6. DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction) Tabel XXVI. Kasus DRP Efek Samping Obat (Adverse Drug Reaction) dan Adanya Interaksi Obat (Drug Interaction) pada pasien hepatitis B nonkomplikasi yang dirawat di R S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni No kasus (3) Jumlah dan Nomor Kasus Problems Assessment Plan Pasien menerima terapi Meloksikam dan Metilprednisolon (yang merupakan obat golongan kortikosteroid). Meloksikam jika diberikan secara bersamaan dengan Metilprednisolon (yang merupakan obat golongan kortikosteroid) dapat terjadi interaksi obat yaitu meningkatkan resiko pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna. Sebaiknya penggunaan Meloksikam dan Metilprednisolon tidak bersamaan, karena dapat meningkatkan resiko pendarahan dan ulserasi pada saluran cerna. D. Outcome Pasien Tujuan dari terapi pada pasien hepatitis B non-komplikasi adalah untuk mengeliminasi secara bermakna replikasi virus hepatitis B (HBV) dan mencegah progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensi menjadi gagal hati dan mencegah karsinoma hepatoseluler. Dengan melihat kondisi akhir pasien dapat diketahui apakah terapi yang diberikan sudah tepat atau belum. Kondisi pasien dapat sembuh (membaik) jika terapi yang diberikan sudah baik (tepat). Jika terapi yang diberikan belum tepat, maka kondisi pasien bisa bertambah buruk (tidak membaik). Berdasarkan data yang ada, dari 7 pasien hepatitis non-komplikasi yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih periode Januari-Juni 2007, diperoleh hasil 6 pasien (86%) memberikan hasil terapi membaik (pasien pulang dalam keadaan lebih baik daripada sewaktu datang ke rumah sakit), namun peneliti tidak memperoleh keterangan lebih

79 59 lanjut mengenai keadaan (keluhan yang dirasakan) pasien setelah (pasca) keluar dari rumah sakit. Selain itu terdapat 1 pasien (14%) yang keluar atas permintaan sendiri (APS) namun kondisi akhir pasien membaik. E. Rangkuman Pembahasan Dalam penelitian kali ini terdapat 7 kasus tentang hepatitis B non-komplikasi. Profil pasien hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa persentase pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 86% dan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebesar 14%. Berdasarkan kelompok umur, menggambarkan bahwa persentase pasien hepatitis B non-komplikasi kelompok umur < 5 tahun sebesar 0%, kelompok umur > 5 12 tahun sebesar 0%, kelompok umur > sebesar 14%, kelompok umur dengan persentase terbesar adalah >18 55 tahun yaitu sebesar 86%, dan kelompok umur > 55 tahun sebesar 0%. Prosentase distribusi kelas terapi obat pasien hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 adalah obat yang bekerja pada sistem saluran cerna sebesar 43%, obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan sebesar 43%, obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler sebesar 14%, obat hepatoprotektor sebesar 86%, obat-obat hormonal sebesar 28%, obat untuk otot skelet dan sendi sebesar 14%, obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi sebesar 28%, dan obat yang mempengaruhi gizi, dan darah sebesar 71%.

80 60 Terapi obat yang paling sering diberikan adalah obat hepatoprotektor dan obat yang mempengaruhi gizi dan darah. Dalam penelitian ini, terdapat 7 kasus hepatitis B non-komplikasi. Dari hasil analisis 7 kasus, terjadi DRPs pada semua kasus hepatitis B non-komplikasi. Dalam satu kasus, terdapat 1 atau lebih DRPs yang terjadi. Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada tiap kasus dirangkum dalam bentuk tabel yang memuat jumlah dan nomor kasus yang terjadi DRPs, permasalahan (problems), penilaian (assessment), dan rekomendasi tiap DRPs (plan). Dari hasil kajian Drug Related Problems (DRPs) ditemukan: 1 kasus (14%) butuh obat, 1 kasus (14%) DRP dosis kurang, 2 kasus (28%) DRP dosis berlebih dan 1 kasus (14%) DRP munculnya efek samping dan interaksi obat. Sedangkan DRP tidak butuh obat, dan DRP salah obat tidak ditemukan dalam penelitian atau 0%. Outcome pasien berdasarkan data yang ada, dari 7 pasien hepatitis B nonkomplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007, diperoleh hasil 6 pasien (86%) memberikan hasil terapi membaik (pasien pulang dalam keadaan lebih baik daripada sewaktu datang ke rumah sakit), dan 1 pasien (14%) keluar atas permintaan sendiri (APS).

81 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Profil pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 yaitu berdasarkan jenis kelamin, pasien laki-laki yang paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. Sedangkan berdasarkan kelompok umur, pasien dengan kelompok umur >18 55 tahun paling banyak terjadi yaitu sebesar 86 %. 2. Pola pengobatan pada terapi pasien hepatitis B non-komplikasi yang dirawat di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 berdasarkan kelas terapi, persentase obat yang paling banyak digunakan adalah obat hepatoprotektor yaitu sebesar 86%, diikuti obat yang mempengaruhi gizi dan darah yaitu sebesar 71%, obat yang bekerja pada sistem saluran cerna sebesar 43%, obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan sebesar 43%, obat-obat hormonal sebesar 28%, obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi sebesar 28%, obat yang bekerja sebagai analgesik sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat sebesar 14%, obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler sebesar 14%, dan obat untuk otot skelet dan sendi sebesar 14%. 3. Pada kasus hepatitis B non-komplikasi di R.S Panti Rapih Yogyakarta periode Januari Juni 2007 Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi: a. butuh obat sebesar 14% (1 kasus) b. tidak butuh obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian)

82 62 c. salah obat sebesar 0% (tidak ditemukan dalam penelitian) d. dosis kurang sebesar 14% (1 kasus) e. dosis berlebih sebesar 28% (2 kasus) f. efek samping obat dan adanya interaksi obat sebesar 14% (1 kasus) g. ketidakpatuhan pasien sebesar 0%. 4. Outcome pasien hepatitis B non-komplikasi di R. S. Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Juni 2007, diperoleh sebanyak 86% memberikan hasil terapi membaik, dan sebanyak 14% keluar atas permintaan sendiri (APS). B. Saran 1. Penelitian kajian Drug Related Problems (DRPs) pada kasus hepatitis B nonkomplikasi dapat dikembangkan tidak hanya untuk hepatitis B saja tapi semua jenis tipe hepatitis dan bisa dilakukan di tempat yang berbeda. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu mengenai evaluasi penatalaksanaan terapi penggunaan antibiotik pada pasien hepatitis.

83 63 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1996b, Kompedia Obat Bebas, cetakan II, Dir-Jend POM, 23-26, Depkes RI, Jakarta. Anonim, 1997, Modul Latihan Petugas Imunisasi, Subdit Imunisasi Ditjen PPM & PLP, 57, Depkes RI, Jakarta. Anonim, 2000a, Hepatitis B Fact Sheet, diakses April 2008 Anonim, 2004, X-Plain Hepatitis B Reference Summary, diakses April 2008 Anonim, 2005b, Cara Ampuh Cegah Hepatitis B, diakses April 2008 Anonim, 2007, diakses April Chandrasoma, P. and Taylor, C.R., 1995, Concise Pathology, 2 nd edition, , , 641, Appleton and Large, Connecticut. Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morle, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, Chapter 3, , Mc Graw-Hili, New York Czygan, F., Frohne, F., Holtzel, C., Nagell, A., Pfander, H.J., Willuhn, G., Buff, W., 2001, Herbal Drugs and Phytopharmaceutical, 2 nd Ed, Medpharm Scientific Publiser, Germany. Donatus, I.A., 1992, Fitofarmaka Penyakit Hati, Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Gastro-hepatologi, Yogyakarta. Garcia, G., 1992, Treatment of Hepatic Disorders and The Influence of Liver Function on Drug Disposition, in Melmon, K. L., Morelli, H. F., Hoffman, B. B., Nierenberg, D. W., Melmon and Morelli s Clinical Pharmacology Basic Principles in Therapeutic, 3 rd edition, 243, Mc. Graw Hill Companies, Inc., New York. Guyton and Hall, 1997, Text Book of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Edisi 9, 1103, EGC, Jakarta. Japaries, W., 1996, Hepatitis, 5-11, 23-25, Penerbit Arcan, Jakarta. Krismayanti, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap R. S Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005

84 64 Kurniati, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Kanker Prostat yang Dirawat di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Tahun 2005 Larasati, 2007, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005 Desember 2007 Lingappa, V. R., 1995, Liver Disease, in Mc Phee, S. J., Lingappa, V. R., Ganong, W. F., Lange, J. O., Patophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 1 st edition, 246, 248, 262, Appleton & Lange, Connecticut. Luper, S. N. D., 1998, Review of Plant Used In The Treatment of Liver Disease, Part One, Altern, Medical Review 3 (6), Raebel, M.A., Pai, M.P., and Mercier, R.C., 2005, Viral Hepatitis, in Dipiro, J.T., (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach Setiawati, A., Zunilda, Z. B., dan Suryatna, F. D., 1995, Pengantar Farmakologi, dalam Ganiswara, Setyabudi, Suyatna, Purwatiastuti, Nafrialdi, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Sinclair, S., 1998, Chinese Herb: A Clinical Review of Astragalus, Ligusticum and Schizandrae, Alternative Medicine Review, 3 (5): Stine, K. E., and Brown, T. M., 1996, Principles of Toxicology, , CRC Press, Boca Raton. Supratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suharjo, J.B. dan Cahyono, B., 2006, Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis, Cermin Dunia Kedokteran, 150, 5-9. Sulaiman, A. H., dan Julitasari, 1988, Panduan Praktis Penatalaksanaan Hepatitis B, 15-27, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta. Utami, 2008, Kajian Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Evaluasi Drug Related Problems-nya pada Bedah Orthopaedi Kasus Fraktur di Unit Bedah Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Agustus September 2007 William R, 2006, Global challenges in liver disease. Hepatology 44 (3): Zuckerman, A.J., 1996, Hepatitis Viruses. In: Baron s Medical Microbiology (Baron S et al, eds.) 4 th ed., University of Texas Medical Branch.

85 Lampiran. Data Pasien Hepatitis B Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari Juni 2007 No NRM Data Diri TP Anamnesis/ Keluhan Diagnosis Resep / Obat yang digunakan Umur: 39 Utama: susp.ikteric JK: P Akhir: hepatitis B Riwayat penyakit: - Alergi: s.d Pusing, nyeri pada ulu hati, batuk, demam, lemas, mata tampak kuning. Inf. Asering Lesichol (3x1) Sanadryl exp (3x10 cc) Inpepsa (3x10cc) HP Pro (3x1) Tanggal Pemberian 13/02 19/02 13/02 19/02 13/02 19/02 13/02 19/02 14/02 19/02 Hasil Lab - Tanggal 13/02 Hb: 12,5 g % Lekosit: 6, /ul Eritrosit: 4, /ul Hematokrit: 37,2 % Trombosit: /ul Eosinofil: 1,5 % Basofil: 0,3 % Neutropil:53,1 % Limfosit: 18,7 % Monosit: 26,4 % H MCV: 79,5 fl L MCH: 26,7 pg L MCHC: 33,6 g/dl RDW-CV: 16,4 % H Bilirubin total:16,85 mg/dl H Bilirubin direk: 15,95 mg/dl Bilirubin indirek: 0,90 mg/dl SGOT: 1648,1 U/L H SGPT: 1619,0 U/L H Ureum: 14 mg/dl Creatinin: 0,8 mg/dl Glukosa darah sewaktu: 121 mg/dl H Outcome Pasien Membaik - Tanggal 15/02 SGOT: 710,0 U/L H SGPT: 951,8 U/L H Anti HBs: 94,00 Anti HBc 0,03 Anti HCV: non-reaktif - Tanggal 18/02 SGOT: 130,8 u/l H SGPT: 371,0 u/l H 65

86 Umur: 47 th JK: L Riwayat penyakit: Pernah opname hepatitis B thn 1999 Alergi: s.d ± 2 minggu perut keras, batuk, kadang sesak nafas. Utama: obs.ascites susp.cirhosis hepatitis Akhir: chronic hepatitis B. Inf D5% Aldoctone (3x100mg) Becombion (1x1) Lasix (1x1) Vit K (1x1 amp i.m/i.v) Levafloxacin (1x500mg 13/02 19/02 14/02 19/02 14/02 19/02 14/02 19/02 15/02 19/02 17/02 19/02 - Tanggal 13/02 Hb: 12,0 g % L Lekosit: 6, /ul Eritrosit 3, /ul L Hematokrit: 35,3 % L Trombosit: /ul Eosinofil: 6,2 % Basofil: 0,5 % Neutropil: 43,7 % Limfosit: 35,1 % Monosit: 14,5 % MCV: 91,7 fl MCH: 31,2 pg H MCHC: 34,0 g/dl RDW-CV: 14,4 % Bilirubin total: 1,85 mg/dl H Bilirubin direk: 0,80 mg/dl Bilirubin indirek: 1,05 mg/dl Albumin: 2,81 g/dl L Globulin: 5,43 g/dl H SGOT: 62,2 U/L H SGPT: 28,1 U/L Fosfatase Alkali: 426 U/L H Gula darah sewaktu: 129 mg/dl H Membaik - Tanggal 15/02 HBsAg Rapid stick: + HBeAg: 0,00 - Tanggal 17/02 Albumin: 2,64 g/dl L Umur: 27 th JK: L Riwayat penyakit: - Alergi: s.d Perut mbeseseg, perih, mual, kaki kesemutan. Pasien tampak sakit sedang. Utama: obs.dyspepsi, pharingitis. Akhir: chronic hepatitis B. Inf. Asering Meloxicam (2x1) Cursil (2x1) Lesichol (3x1) Metil Prednisolon 16mg (½ - ½ - ¼ ) Mucohexin syr (3x10cc) Metil Prednisolon 16mg (½ - ½ - 0 ) HP Pro (3x1 caps) Stimuno (3x1 caps) 8/03 14/03 8/03 14/03 8/03 10/03 8/03 14/03 8/03 9/03 9/03 14/03 10/03 12/03 10/03 14/03 10/03 14/03 - Tanggal 6/03 Bilirubin total: 0,88 mg/dl Bilirubin direk: 0,37 mg/dl Bilirubin indirek: 0,51 mg/dl Albumin: 4,13 g/dl SGPT: 161,0 U/L H Fosfatase Alkali: 215 U/L H HBsAg: 23,5 TV (reaktif) - Tanggal 8/03 Hb: 14,2 g % Membaik 66

87 Lekosit: 14, /ul H Eritrosit: 4, /ul L Hematokrit: 41,5 % Eosinofil: 0,2 % Basofil: 0,3 % Neutropil: 79,9 % Limfosit: 12,6 % Monosit: 7,0 % MCV: 93,0 fl MCH: 31,8 pg H MCHC: 34,2 g/dl RDW-CV: 13,3 % SGOT: 36,5 U/L SGPT: 113,2 U/L H Ureum: 38 mg/dl Creatinin: 1,0 mg/dl - Tanggal 11/03 Cholinesterase: 5577 U/L Ig M Anti HBc: 0,47 (nonreaktif) - Tanggal 13/03 SGOT: 48,1 U/L H SGPT: 103,8 U/L H Umur: 18 th JK: L Riwayat penyakit: - Alergi: s.d Lemas, badan terasa panas, (batuk, pilek, demam 2 hari). Utama: febris, urtikaria Akhir: hepatitis B aktif. Inf. Asering Kalmetason (1 amp) Sistenol (3x1) Vometa (3x1 tab) Clasef (2x1g) Mucopect (epexol) (3x1 tab) HP Pro (3x1 tab) Extra Ryzen (1 tab) Lesichol (3x300mg) 16/03 24/03 16/03 16/03 18/03 16/03 23/03 16/03 23/03 17/03 24/03 19/03 24/03 21/03 23/03 24/03 - Tanggal 16/03 Hb: 16,1 g % Lekosit: 13, /ul H Eritrosit: 5, /ul Hematokrit: 44,9 % Trombosit: /ul Eosinofil: 1,2 % Basofil: 0,3 % Neutropil: 79,0 % Limfosit: 10,0 % L Monosit: 9,5 % MCV: 81,2 fl MCH: 29,1 pg MCHC: 35,9 g/dl RDW-CV: 12,8 % Membaik - Tanggal 19/03 SGOT: 80,1 U/L H 67

88 SGPT: 140,1 U/L H HBsAg Rapid stick: reaktif - Tanggal 22/03 HBeAg: 4,64 (reaktif) - Tanggal 23/03 SGOT: 72,2 U/L H SGPT: 121,2 U/L H Umur: 24 th JK: L Riwayat penyakit: - Alergi: s.d Mual, muntah, lemas, tidak ada nafsu makan, sclera mata ikteric, warna urine seperti teh. Pasien sakit sedang. Utama: vomitus susp. Hepatitis. Akhir: hepatitis B. Inf D5% Cursil 70 (2x1) Trypanzym (3x1) Nexium 40 (1x1) Mucosta (3x1) 18/03 22/03 18/03 22/03 18/03 22/03 18/03 22/03 18/03 22/03 - Tanggal 18/03 Hb: 15,4 g % Lekosit: 6, /ul Eritrosit: 5, /ul Hematokrit: 45,6 % Trombosit: /Ul Eosinofil: 2,4 % Basofil: 0,3 % Neutropil:57,6 % Limfosit: 29,2 % Monosit: 10,5 % MCV: 90,1 fl MCH: 30,4 pg MCHC: 33,8 g/dl RDW-CV: 13,1 % Bilirubin total: 3,66 mg/dl H SGOT: 100,8 U/L H SGPT: 585,5 U/L H Gamma GT: 136,0 U/L H Fosfatase Alkali: 354 U/L H Membaik - Tanggal 21/03 SGPT: 398,3 U/L H Fosfatase Alkali: 294 U/L H HBsAg Rapid stick: nonreaktif Anti HBc: 1,613 (non-reaktif) Umur: 24 th JK: L Riwayat s.d ± 1 minggu perut (sebelah atas) terasa sakit terutama bila untuk beraktifitas, mual, nafsu makan berkurang, sclera mata ikteric (± 2 hari), kencing Utama: Hepatitis B susp cholestasis intrahepatal. Akhir: hepatitis B Inf D5% Urdahex (3x1) HP Pro (3x1) Lesichol 300mg (3x1 tab) 20/03 24/03 21/03 24/03 21/03 24/03 21/03 24/03 - Tanggal 20/03 Hb: 14,5 g % Lekosit: 7, /ul Eritrosit 4, /ul Hematokrit: 40,4 % Trombosit: /ul Membaik (APS) 68

89 penyakit: - Alergi: - seperti teh. Eosinofil: 2,0 % Basofil: 0,1 % Neutropil: 66,3 % Limfosit: 22,4 % Monosit: 9,2 % MCV: 81,1 fl MCH: 29,1 pg MCHC: 35,9 g/dl RDW-CV: 17,1 % H Bilirubin total: 7,84 mg/dl H Bilirubin direk: 5,96 mg/dl Bilirubin indirek: 1,88 mg/dl Albumin: 4,04 g/dl Globulin: 3,76 g/dl SGOT: 409,1 U/L H SGPT: 538,2 U/L H Gamma GT: 174,0 U/L H Fosfatase Alkali: 426 U/L H HBsAg Rapid/stick: reaktif - Tanggal 23/03 Bilirubin total: 4,71 mg/dl H Bilirubin direk: 3,49 mg/dl Bilirubin indirek: 1,22 mg/dl SGOT: 288,2 U/L H SGPT: 358,3 U/L H Gamma GT: 154,0 U/L H Fosfatase Alkali: 256 U/L H Umur: 20 th JK: L Riwayat penyakit: - Alergi: s.d Nafsu makan hilang, mual, perut terasa tidak enak. Utama: Hepatitis Akhir: hepatitis B akut HP Pro (3x1 tab) Stimuno (3x1 tab) 25/05 27/05 25/05 27/05 - Tanggal 25/05 Hb: 16,5 g % Lekosit: 8, /ul Eritrosit: 5, /ul Hematokrit: 48,4 % Trombosit: /ul Eosinofil: 3,2 % Basofil: 0,6 % Neutropil: 33,7 % L Limfosit: 50,4 % H Monosit: 12,1 % H MCV: 84,5 fl MCH: 28,8 pg MCHC: 34,1 g/dl RDW-CV: 14,3 % Membaik 69

90 Bilirubin total: 7,62 mg/dl H Bilirubin direk: 5,69 mg/dl Bilirubin indirek: 1,93 mg/dl Total protein: 8,04 g/dl Albumin: 4,47 g/dl Globulin: 3,57 g/dl SGOT: 625,0 U/L H SGPT: 1958,0 U/L H Gamma GT: 86,0 U/L H Fosfatase Alkali: 390 U/L H HBsAg Rapid/stick: 22,80 (reaktif) - Tanggal 26/05 Ig M Anti HBc: 200,0 (reaktif) - Tanggal 27/05 Bilirubin total: 5,54 mg/dl H Bilirubin direk: 3,28 mg/dl H Bilirubin indirek: 2,26 mg/dl SGOT: 201,4 U/L H SGPT: 917,2 U/L H 70

91 71 BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Rahardian Estu Primawati lahir pada tanggal 13 Januari 1983 di Sragen dari pasangan Ir. Tri Muljo Rahardjo dan Tri Nurhayati, S.Pd. merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis penempuh masa pendidikan di TK Handayani Brebes pada tahun 1987 hingga tahun Pada tahun 1995, penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Brebes. Pada tahun 1998, penulis menamatkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Brebes. Pada tahun 2001 penulis menamatkan pendidikan di SMU Negeri 1 Brebes. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2001.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis 2.1.1. Definisi Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat rata-rata 1500 gram pada badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

HEPATITIS FUNGSI HATI

HEPATITIS FUNGSI HATI HEPATITIS Hepatitis adalah istilah umum untuk pembengkakan (peradangan) hati (hepa dalam bahasa Yunani berarti hati, dan itis berarti pembengkakan). Banyak hal yang dapat membuat hati Anda bengkak, termasuk:

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B.

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. Mengenal Hepatitis C dan B Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. 1 3 Pengantar H E P A T I T I S C 4 5 5 5 6 7 8 10 11 13 14 14 15 15 16 16 17

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Hepatitis D

Asuhan Keperawatan Hepatitis D Asuhan Keperawatan Hepatitis D Hepatitis D (sering disebut Hepatitis Delta) adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas 1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI JUNI 2012 SKRIPSI OLEH: CUT MAYA SARI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis B 2.1.1. Definisi Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh VHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014 Jeanatasia Kurnia Sari, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked dan Pembimbing II : Teresa Lucretia Maria

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan terdapatnya peradangan pada organ tubuh yaitu hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan

Lebih terperinci

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv HALAMAN PERNYATAAN... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Apa hati itu? Hati adalah organ terbesar dalam tubuh manusia. Berat sekitar 1,5-3 kg pada orang dewasa. Apa saja fungsi hati? Membuat bahan yang diperlukan tubuh u/

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hati adalah organ dari sistem pencernaan terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat komplek. Beberapa fungsi

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA Latar Belakang: Virus Hepatitis B atau (HBV) adalah virus DNA ganda hepadnaviridae. Virus Hepatitis B dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang memiliki peran dalam proses penyimpanan energi, pembentukan protein, pembentukan asam empedu, pengaturan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 Ida Ayu Komang Trisna Bulan, 2015 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA (K). Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

Berbagai Penyakit. Yang Menyerang Liver (Hati)

Berbagai Penyakit. Yang Menyerang Liver (Hati) Seri penyuluhan kesehatan Berbagai Penyakit Yang Menyerang Liver (Hati) Dipersembahkan dengan gratis Oleh: Klinik Umiyah www.klinik-umiyah.com Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai,takikardia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 Ahmad Taqwin, 2007 Pembimbing I : Agustian L.K, dr., Sp.PD. Pembimbing

Lebih terperinci

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 EPIDEMIOLOGI HEPATITIS Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dan Hepatitis A, B,

Lebih terperinci

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010 ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2009 31 DESEMBER 2010 Stevanus, 2011; Pembimbing I : dr. Hartini Tiono, M.Kes. Pembimbing II : dr. Sri Nadya J Saanin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Hepatitis B 2.1.1. Pengertian Hepatitis merupakan suatu proses peradangan (infeksi) pada jaringan hati yang memberikan gambaran klinis yang khas, dan dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. GAMBARAN KEJADIAN STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2010

ABSTRAK. GAMBARAN KEJADIAN STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2010 ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2010 Ezra Endria Gunadi, 2011 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr., MS Pembimbing

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh : IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE 2016 Jones Vita Galuh Syailendra, 2014 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Budi Widyarto, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL

HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL HEPATITIS DR.H.A.HAMID HASAN INTERNA FK.UNMAL PENDAHULUAN VARIASI HEP.VIRUS TERGANTUNG JENIS A,B.C KLINIS TERGANTUNG RINGAN-BERAT DARI TIPIKAL S/D ATIPIK HEPATITIS VIRAL AKUT : 1. BENTUK KHAS / SIMPTOMATIK

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dibatasi pada pemeriksaan HBsAg strip test pada perawat di RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dibatasi pada pemeriksaan HBsAg strip test pada perawat di RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 8,98 juta kasus hepatitis di Asia dengan kematian sekitar 585.800 kematian (WHO, 2011.b). Di Asia Tenggara ditemukan kejadian hepatitis B sekitar 1.380.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 Indra Pramana Widya., 2011 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 Nugraheni M. Letelay, 2013. Pembimbing I : dr. Ellya Rosa Delima, M.Kes Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak dari hepatitis akut yang berhubungan dengan virus pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang perlu penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Christine Nathalia, 2015; Pembimbing : Dani, dr., M.Kes. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE 2012-2014 Darrel Ash - Shadiq Putra, 2015. Pembimbing I : Budi Liem, dr., M.Med dan Pembimbing II : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan. masalah kesehatan pokok dengan tingkat morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan. masalah kesehatan pokok dengan tingkat morbiditas dan BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan masalah kesehatan pokok dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi di dunia meskipun vaksin dan pengobatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus yang memiliki 3 jenis antigen spesifik yaitu HBsAg, HBeAg dan HBcAg. Protein pada selubung virus

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)

MACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C) Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2008 Christian, 2009 Pembimbing I : Freddy Tumewu Andries, dr., M.S. Pembimbing II : Ellya Rosa Delima,

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK. Prevalensi Penularan Virus Hepatitis C pada Skrining Penyumbang Darah. di PMI Kota Bandung antara Tahun 2003 sampai dengan 2006

ABSTRAK. Prevalensi Penularan Virus Hepatitis C pada Skrining Penyumbang Darah. di PMI Kota Bandung antara Tahun 2003 sampai dengan 2006 ABSTRAK Prevalensi Penularan Virus Hepatitis C pada Skrining Penyumbang Darah di PMI Kota Bandung antara Tahun 2003 sampai dengan 2006 Raykendran Arfellia Nawaarta, 2007 Pembimbing : Freddy Tumewu Andries,dr.,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP DIABETIC KIDNEY DISEASE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE OKTOBER 2010 SEPTEMBER 2011 Widyasanti, 2012; Pembimbing I : dr. Sylvia Soeng, M.Kes Pembimbing II : Dra.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh RESITA MEILAFIKA SETIAWARDANI

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh RESITA MEILAFIKA SETIAWARDANI KARYA TULIS ILMIAH IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PENATALAKSANAAN PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING PERIODE JANUARI-JUNI 2015 Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa kini semakin banyak penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang dan mengancam kehidupan manusia, salah satunya adalah penyakit sirosis hepatis. Sirosis hepatis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi debit tinja dibandingkan dengan pola usus normal individu, merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL DAN EVALUASI KETEPATAN DOSIS PADA PASIEN PROLANIS DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN KANKER SERVIKS DI RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2013 Indra Josua M. Tambunan, 2014 Pembimbing : Dr. Iwan Budiman, dr, MS, MM, M.Kes, AIF.. Kanker serviks

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009 Siska Wijayanti, 2010 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S.

Lebih terperinci

Perencanaan Program Kesehatan: na i lisis M asa h a Kesehatan Tujuan Metode

Perencanaan Program Kesehatan: na i lisis M asa h a Kesehatan Tujuan Metode Perencanaan Program Kesehatan: Analisis i Masalah Kesehatan Bintari Dwihardiani 1 Tujuan Menganalisis masalah kesehatan secara rasional dan sistematik Mengidentifikasi aktivitas dan strategi yang relevan

Lebih terperinci