LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL. KEDUDUKAN HAK PREFEREN TERHADAP PERAJANJIAN FIDUSIA AKIBAT WANPRESTASI (Studi Kasus PT. Mega Finance Kota Gorontalo)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL. KEDUDUKAN HAK PREFEREN TERHADAP PERAJANJIAN FIDUSIA AKIBAT WANPRESTASI (Studi Kasus PT. Mega Finance Kota Gorontalo)"

Transkripsi

1 LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL KEDUDUKAN HAK PREFEREN TERHADAP PERAJANJIAN FIDUSIA AKIBAT WANPRESTASI (Studi Kasus PT. Mega Finance Kota Gorontalo) Oleh NOVITA MATANI Telah diperiksa dan disetujui oleh: PEMBIMBING I PEMBIMBING II Mutia C.H Thalib SH.,M.,HUM Suwitno Y Imran SH.,MH Nip Nip Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Hukum Suwitno Y. Imran SH., MH NIP

2 ABSTRAK NOVITA MATANI, , KEDUDUKAN HAK PREFEREN TERHADAP PERJANJIAN FIDUSIA AKIBAT WANPRESTASI (Studi Kasus PT. Mega Finance Kota Gorontalo, Pembimbing I: Mutia CH. Thalib SH.,M.,Hum Pembimping II: Suwitno Y Imran, SH., MH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana mendeskripsikan kedudukan hak preferen terhadap perjanjian fidusia akibat wanprestasi pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo. Dan untuk mengidentifikasi dan menganalisa akibat hukum bagi kedua pihak terhadap wanprestasi perjanjian fidusia tersebut dilihat dari kedudukan hak preferen. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, denagn maksud memberikan data yang selengkap mungkin mengenai Hak Preferen dalam Perjanjian Fidusia, hak dan kewajiban pemberi maupun penerima jaminan fidusia di PT. Mega Finance Kota Gorontalo. Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder. Sumber data yang digunakan mencakup data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian lapangan dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan yaitu dengan wawancara sedangkan studi kepustakaan melaui literatur, arsip-arsip dan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Kesatu, Dalam perusahaan pembiyaan tersebut kreditor dalam hak prferen ternyata memiliki hak istimewa dimana hak yang pertama didaftarkan di kantor Pendaftran Jaminan Fidusia. Hak preferen (hak didahulukan) kreditor-kreditor lainya. Kedua, Akibat hukum bagi kreditor mengalami kerugian dan untuk debitor akan melakukan penanggung jawaban terhadap kerugian yang didapatkan kreditor. Apabila kreditor tidak bertanggung jawab, maka dari pihak kreditor akan melakukan eksekusi. Dengan adanya akta jaminan fidusia yang dibuat notaris sudah bisa menjadi alat bukti untuk menuntut debitor. Kata Kunci : Hak Preferen, Akibat Hukum, Jaminan Fidusia 1

3 rendah. 1 Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula PENDAHULUAN Pembangunan dan perkembangan peekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara, sehingga barang/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diingikan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang perlu untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. Disamping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan pada dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Bentuk jaminan yang digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam, karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda ak bergerak. Pemberi fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penerima fidusia. 1 Citra Umbara, Undang-undang perlindungan konsumen tentang perlindungan konsumen, cetakan X, 2007, hal 34 2

4 Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi objek jamina fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut undang-undang in, objek jaminan fidusia diberikan penertian yang luas, yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam undang-undang ini, diatur tentang pendaftaran jaminan fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia memberikan hak yang didahulukan ( preferen ) kepada jaminan fidusia terhadap kreditor lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan system pendaftaran yang diatur dalam undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda terebut. Didalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih meningkatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Maksud dari pasal diatas menerangkan secara sederhana tentang penertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini, sudah jelas dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain. 2 Dari data yang peneliti dapatkan dari kantor Mega Finance, kenyataan saat ini dalam masalah perusahaan pembiayaan/finance banyak masalah tentang suatu perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen, dimana seoarang konsumen yang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha untuk mengambil motor dari perusahaan dengan sistim kredit. Sebelum konsumen menandatangani surat perjanjian, pelaku usaha memperlihatkan isi perjanjian pembiayaan. Sebagaiman dalam 2 Undang-Undang KUHPerdata 3

5 isi perjanjian pembiayaan dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (4) empat Tentang Hak dan Kewajiban Atas Barang antara lain sebagai berikut: 1. Tidak memenuhi kewajiban pembayaran sebagaimana ditentukan dalam perjanjian 2. Memberikan data dan informasi yang tidak benar atau palsu 3. Mengalihkan hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari perseroan 4. Menggadaikan atau menjaminkan kenderaan dimaksud kepada pihak ketiga dengan alasan apapun. Sehingga dalam masalah yang peneliti dapatkan dari kantor Mega Finance tersebut yaitu seorang konsumen yang sudah melakukan perjanjian dengan pihak pertama. Kemudian saat konsumen tidak bisa membayar angsuran konsumen menggadaikan hasil jaminan fidusia ini ke pihak ketiga yang tidak memiliki badan hukum, dan saat konsumen tidak bisa membayar angsuran lagi, pelaku usaha datang untuk membawa surat penarikan motor karena sudah melewati batas perjanjian yang sudah ditentukan. Kemudian konsumen mengatakan kepada pihak leasing ini bahwa motor sudah digadaikan kepada pihak ketiga. Jadi masalah yang akan peneliti bahas yaitu mengenai perjanjian, dimana masalah tersebut mengenai menggadaikan hasil jaminan kenderaan kepada pihak ketiga. Yang termasuk dalam perjanjian konsumen sebelum menandatangani surat perjanjanjan Sehingga jaminan fidusia yang dilakukan pihak konsumen sudah melakukan wanprestasi. Walaupun demikian mengingat sampai dengan sekarang belum ada upayaupaya atau hasil penyelesain dari kasus menggadaikan hasil fidusia ini. Pelaku usaha hanya bisa menerima kerugian besar yang didapatkan. Dan dari data yang peneliti dapatkan ternyata yang melakukan kasus menggadaikan hasil fidusia ini sekitar 220 konsumen. Disamping itu, masalah pembuktian merupakan factor yang penting dalam menyelesaikan suatu permasalahan pembiayaan, mengingat masih banyak masalah yang terjadi di lapangan khususnya di PT. Mega Finance. Berdasarkan dari uraian uraian diatas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut; (1) Bagaimana kedudukan hak preferen terhadap perjanjian fidusia akibat wanprestasi pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo,(2) Bagaimana akibat hukum bagi 4

6 Kreditor terhadap wanprestasi perjanjian fidusia tersebut dilihat dari kedudukan hak preferen. A. Metode Penulisan 1. Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris.selain itu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan bersifat deskriptif, dimana penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas dan tepat perihal kedudukan hak preferen terhadap perjanjian fidusia akibat wanprestasi pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo, serta apa akibat hukum yang ditimbulkan bagi Kreditor yang melakukan wanprestasi terhadap perjanjian fidusia tersebut dilihat dari kedudukan hak preferen. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari beberapa jenis data, yaitu: (1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan dengan melakukan wawancara terhadap responden yang dipilih sesuai dengan mengajukan pertanyaan yang terstruktur. Wawancara ini ditujukan kepada kepala meneger, asisten meneger, staf colection PT Mega Finance Kota Gorontalo, serta pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, dan (2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi kepustakaan serta analisis data dengan menggunakan metode derskriptif. B. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian PT. Mega Finance merupakan bagian dari para group. Berdiri pada tahun 1995 dengan nama Para Finance dan bernaung dibawah PT. Bank Mega Tbk. Awalnya Para Finance lebih banyak bergerak di bidang leasing (sewa guna usaha), anjak piutang, pembiayaan konsumen dengan sasarannya adalah konsumen koporasi dan jenis kenderaan roda empat (mobil). Oktober 2000 Para Finance mengalihkan fokusnya ke bidang pembiayaan konsumen dengan sasarannya adalah konsumen individu dan organisasi serta jenis produk kenderaan roda dua (motor) yang khusus diproduksi Jepang atau Italia yaitu Honda, Suzuki, Yamaha, Kawasaki dan Vespa. 5

7 Pada Juni 2010, Chairul Tanjung (Chairman) mengeluarkan kebijakan untuk mengganti nama Para Finance menjadi Mega Finance. Hal ini dilakukan untuk membedakan divisi bidang usaha Para Group. Jadi yang bergerak di sector keuangan Para Group namanya akan menjadi Mega semua, seperti Bank Mega, Mega Life (asuransi) dan Mega Finance (Pembiayaan Kenderaan). Kantor pusat PT. Mega Finance berlokasi di Gedung Para Finance, Jln. Wijaya No. 1, No. 19 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. PT. Mega Finance telah memiliki banyak kantor cabang yang tersebar di kepaluan Indonesia. Visi perusahaan PT Mega Finance adalah Menjadi perusahaan pembiayaan nomor 1 di Indonesia pada tahun 2015, sedangkan Misinya adalah (1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembiayaan kendaraan bermotor dgn kualitas terbaik. (2) Menjadi mitra usaha masyarakat otomotif yang terpercaya dengan membangun hubungan bisnis jangka panjang yg saling menguntungkan. (3) Menyediakan tempat berkarya & pengembangan diri bagi karyawan yang memiliki dedikasi, motivasi, & kualitas tinggi. 2. Kedudukan Hak Preferen Terhadap Perjanjian Fidusia Akibat Wanprestasi pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo a. Proses pelaksanaan kredit dengan jaminan fidusia pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo Dalam masalah yang peneliti teliti dalam PT. Mega Finance Kota Gorontalo yaitu kedudukan dari pihak PT. Mega Finance Kota Gorontalo dalam perjanjian fidusia akibat wanprestasi. Sebelum peneliti membahas tetntang kedudukan dari PT. Mega Finance Kota Gorontalo peneliti menemukan data dari lapangan tentang konsumen yang wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan dalm PT. Mega Finance yaitu debitor yang menggadaikan hasil fdusia pada pihak ketiga. Sedangkan pihak yang digadaikan tidak memilki badan hukum, artinya tidak memdaftrkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Sehinnga pihak leasing PT. Mega Finance Kota Gorontalo akan mengambil hak jaminan kredit yang masih dalam perjanjian kontrak. Karna dalam perjanjian kredit salah satu yang tidak diizinkan dalam perusahaan yaitu menggadaikan atau mengalihkan jaminan fidusia pada pihak ketiga. Kreditor PT. Mega Finance Kota 6

8 Gorontalo berhak untuk menarik jaminan fidusia karena PT. Mega Finance Kota Gorontalo yang pertama mendaftrkan Pada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Dan saat kreditor melakukan eksekusi kreditor membawa surat penarikan yang dibuat oleh Notaris. 3 Data yang peneliti dapat dari lapangan terhadap wanprestasi menggadaikan hasil fidusia kepihak ketiga yang sesudah dieksekusi dan yang belum di eksekusi. Dari konsumen yang melakukan wanprestasi yang melakukan menggadaikan hasil fidusia pada pihak ketiga sekitar 220 konsumen. No Tahun Belum Eksekusi Sementara Eksekusi Sesudah Eksekusi k 7 k 6 k k 13 k 25 k k k 52 k k k 17 k 13 k Jadi total wanprestasi pada PT Mega Finance Kota Gorontalo terhadap menggadaikan hasil fidusia yang belum tereksekusi sekitar 12 konsumen. Dan yang sementara di eksekusi 66 konsumen dan terahir uyang sesudah di eksekusi 134 konsumen. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsumen yang penelti teliti dilapangan masih banyak lagi yang melakukan pelanggaranpelanggaran dalam perjanjian fidusia. Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia melarang adanya tindakan fidusia ulang sebagaimana diatur dalam Pasal 17. Ketentuan ini dibuat dalam rangka untuk melindungi kepentingan pihak kreditur yang telah memberikan pinjaman kepada debitur dan obyek jaminannya tetap dikuasai oleh debitur. Ketentuan tersebut sangat logis karena atas obyek jaminan fidusia dimaksud Hak kepemilikannya telah (beralih) dari pemberi fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur) sehingga tidak mungkin lagi dijaminkan kepada pihak lain. Apabila atas benda yang sama menjadi obyek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud 3 Data dari PT Mega Finance Kota Gorontalo 7

9 dalam pasal 27 diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia (pasal 28). 1. Pemberi fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau menyewakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin penerima fidusia (kreditur). Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur yang telah mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian kendaraan bermotor, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah digadaikan secara di bawah tangan kepada pihak ketiga. Terhadap perbuatan tersebut, Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah mengatur ancaman pidana bagi debitur yang mengadaikan atau mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah). Menurut bapak Mohamad Husin Selaku AMC (assisten meneger colection) bahwa tindakan diatas memang sesuai uandang-undang ada diterapakan, tetapi untuk saat untuk membawa masalah konsumen melakukan wanprestasi belum samapui dilakukan sampai ke pengadilan tetapi hanya dilakukan dengan secara musyawarah saja antara pihak kreditor, konsumen dan pihak ketiga. 4 Sedangkan menurut peneliti bahwa dengan adanya akta dari Notaris yang didaftarkan kreditor pada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia maka apabila debitor wanprestasi kreditor bisa lebih mudah untuk mengeksekusi konsumen yang melakukan wanprestasi. 2. Debitur mengubah dan atau mengganti isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga kualitasnya menjadi turun (jelek). Misalnya mengganti onderdil kendaraan bermotor dengan onderdil palsu atau onderdil bekas. 5 Dari hasil wawancara peneliti dengan bapak AMC (assisten maneger colection) tentang debitor mengubah atau mengganti isi dari benda jaminan pernah terjadi pada PT Mega Finance Kota Gorontalo. Pada saat kreditor 4 Hasil wawancara bersama bapak AMC PT. Mega Finance Kota Gorontalo 5 perjanjian kredit. di akses tanggal 28 april Jam 10:10 8

10 melakukan penarikan benda jaminan pada debitor isi mesin dan onderdil kenderaan ada yang sudah diganti dengan yang palsu dan ada juga yang sudah menghilangkan mesin yang terdapat pada benda jaminan tersebut. 6 Menurut peneliti perbuatan debitur tersebut tidak dapat dibenarkan karena pada saat menandatangani perjanjian kredit dan perjanjian jaminan fidusia, hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia telah beralih dari debitor kepada kreditur, sehingga debitur hanya dianggap sebagai penyewa yang mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan memakai obyek jaminan tersebut. b. Mekanisme Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo. Mekanisme perjanjian penbiayaan konsumen dalam PT Mega Finance Kota Gorontalo adalah sebagai berikut: 1. Objek Fasilitas Pembiayaan Konsumen Dari hasil lapangan yang peneliti teliti dalam objek fasilitas pembiayaan konsumen yaitu pemberi fasilitas sepakat untuk memberikan fasilitas pembiayaan guna pembelian barang berupa kenderaan bermotor dengan spesifiksinya berupa jenis kendraan, jumlah kenderaan, merek/ tipe kenderaan, nomor rangka, nomor mesin, tahun, nomor BPKB, dan aksesoris. Selanjutnya harga pembelian barang tersebut dan uang muka yang diberikan oleh debitor. Dan terakhir untuk kepentingan pembelian barang tersebut, pemberi fasilitas membayaran langsung kepada penjual/penyedia barang. 2. Struktur Pembiayaan Konsumen Peneliti juga menemukan dari hasil penelitian dalam struktur pembiayaan konsumen diberikan kepada penerima fasilitas oleh pemberi fasilitas dengan struktur pembiayaan konsumen yang disepakati berupa jumlah pokok pembiayaan, jumlah bunga, jumlah utang pembiayaan, jumlah periode angsuran, jumlah angsuran, sistem pembayaran, angsuran perbulan, pembyaran angsuran selanjutnya jatuh tempo pada tanggal sekian setiap 6 Hasil wawancara bersama bapak AMC PT Mega Finance Kota Gorontalo 9

11 bulan. (tanggal tersebut merupakan batas akhir pembayaran angsuran) dan terahir denda keterlambatan dihitung perhari jatuh tempo tanggal pembayaran angsuran. 3. Biaya-Biaya Adapun biaya yang ditemukan peneliti dalam penelitian pada PT Mega Finance Kota Gorontalo berupa biaya tagi yang dihitung perkwintasi, surat keterangan STNK dihitung persurat Dan terahir penyimpanan BPKB dihitung perhari (dihitung mulai 30 hari kalender sejak jatuh tempo angsuran terakhir atau pelunasan). 7 c. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Pada PT Mega Finance Pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo memiliki Hak dan Kewajiban yang terdapat pada klausula perjanjian yaitu sebagai berikut; (1) Pemberi fasilitas bukanlah penjual barang, karenanya tidak bertanggung jawab atas penyerahan kualitas atau kondisi barang, baik yang terjadi pada saat pemakaian oleh penerima fasilitas, (2) Penerima fasilitas wajib untuk memelihara dan menjaga keutuhan barang tersebut sebaik-baiknya dan memperbaiki segala kerusakan atas biaya penerima fasilitas sendiri hingga setiap saat dari waktu ke waktu barang dapat digunakan sebagaimana semestinya, (3) Penerima fasilitas sepakat untuk sertiap waktu mengizinkan/ memperbolehkan pemberi fasilitas dan atau kuasanya untuk melihat dan atau memeriksa kondisi/keadaan barang dimanapun barang tersebut berada, termasuk memasuki ruangan apapaun bukan sebagai tibdakan memasuki ruangan orang lain tanpa izin, (4) Penerima fasilitas dilarangan dengan mengalihkan dengan cara apaun termasuk tetapi tidak terbatas pada menggadaikan, maenjaminkan, menyewakan dan menjual barang, baik seluruhnya ataupun sebagian kepada pihak lain kecuali dengan persetujuan tertulis dari pemberi fasilitas sebelumnnya, (5) Untuk menjamin pelunasan setiap dan seluruh kewajiban penerima fasilitas berdasarkan perjanjian pembiayaan ini, penerima fasilitas setuju dan sepakat mengikatkan diri kepada pemberi fasilitas untuk menyerahkan dokumen barang, yaitu BPKP kepada 7 Data dari hasil PT Mega Finance Kota Gorontalo 10

12 pemberi fasilitas terhitung sjak diterbitkannya BPKB (bagi kenderaan baru) atau sejak ditandatanganinya perjanjian pembiyaan ini (bagi kenderaan bekas pakai) hingga seluruh kewajiban penerima fasilitas terhadap pemberi fasilitas berdasarkan perjanjian pembiayaan ini lunas. 8 Sesuai dengan survei awal yang peneliti lakukan, perusahaan pembiayaan konsumen PT Mega Finance Kota Gorontalo memiliki banyak isi dari klausula perjanjian tetapi masih banyak juga yang lalai dalam melakukan perjanjian jaminan fidusia. Kedudukan hak preferen tehadap perjanjian fidusia akibat wanprestasi Pemberian utang atau kredit oleh kreditur dalam kedudukannya sebagai orang perseorangan maupun badan hukum kepada debitor, sudah lazim terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pada jaman sekarang ini jarang menemukan seorang pengusaha yang tidak menggunakan fasilitas utang ( pinjaman atau kredit ) dalam bentuk utang jangka pendek, jangka menengah maupun utang jangka panjang. Utang sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia ekonomi, bisnis dan perdagangan. Untuk memperoleh pinjaman dari para kreditor yang hanya dapat dilakukan apabila perlindungan hukum bagi para kreditor yang hanya dapat dilakukan apabila perlindungan hukum bagi kreditor dalam hal debitor cidera janji tidak melunasi utang tersebut pada waktunya dapat menggunakan alternatif lain sebagai sumber pelunasan utang ( pinjaman atau kredit ) Akibat Hukum Bagi Kreditor Terhadap Wanprestasi Perjanjian Fidusia Tersebut Dilihat Dari Kedudukan Hak Preferen Pada PT. Mega Finance Kota Gorontalo a. Akibat Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pada Jaminan Fidusia Terhadap Terjadinya Wanprestasi Berdasarkan hasil wawancara peneliti bersama ibu Raflin Bouti selaku ADH (admin head) pada PT Mega Finance Kota Gorontalo bahwa Kreditor bisa mendapatkan akibat hukum apabila dari pihak leasing juga melakukan wanprestasi. Salah satu contoh yaitu leasing melakukan kontrak perjanjian 8 Data dari PT Mega Finance Kota Gorontalo 9 Ivida Dewi Amrih Suci. Hak Kreditor Separatis.LaksBang PRESSindo, Yogyakarta. Mei Hal 1 11

13 dengan konsumen tetapi leasing tidak mendaftarkan jaminan fidusia ini ke kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia sehingga leasing sudah melakukan wanprestasi.dan akan mendapatkan akibat hukum yang berlaku. Kemudian juga apabila pihak leasing melakukan penarikan motor terhadap konsumen yang melakukan wanprestasi tetapi tidak membawa surat penarikan dari notaris maka leasing juga bisa dikatakan wanprestasi. Dalam benda jaminan dari pihak leasing langsung difidusiakan, maksudnya ketika pihak leasing melakukan perjanjian dengan konsumen terhadap pengambilan kenderaan bermotor secara kredit maka dari pihak leasing akan melakukan pendaftran jaminan fidusia ke kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Sehingga apabila konsumen melakukan wanprestasi pihak leasing akan bekerja sama dengan pihak notaris untuk membuat surat penarikan. Dengan adanya akta Notaris pihak leasing tidak perlu pusing untuk melakukan penarikan apabila debitor wanprestasi. Sehingga dalam kasus menggadaikan hasil fidusia ini konsumen tidak lari dari kata eksekusi. Sebab dalam pengeksekusian kreditor atau pihak leasing Mega Finnance akan membawa surat penarikan yang telah dibuat oleh Notaris. Wanprestasi dapat menimbulkan beberapa akibat hukum bagi debitor dan kreditor. Akibat hukum kreditor dengan adanya wanprestasi krditor mengalami kerugian dan bunga yang sangat besar. Sehingga debitor akan mendapakan akibat hukum dengan cara mempertanggung jawabkan kerugian yang didapakan olek kreditor. Dari pihak leasing akan melakukan dengan cara eksekusi. Salah satu alasan kreditor belum pernah melakukan penuuntutan ke pengadilan atas kerugian yang didapatkan yaitu pihak leasing tidak mau sibuk dan juga tidak mau rugi. Maksudnya rugi disini leasing adalah perusahaan besar pasti leasing juga butuh pengeluaran uang banyak untuk menuntut konsumen. Sehingga dari pihak leasing lebih baik berusaha sendiri tanpa adanya penuntutan. Atau dibiarkan dan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Alasan PT. Mega Finance Kota Gorontalo bahwa saat penarikan kreditor membawa salah satu anggota polisi memang sudah wajib, karna apabila debitor melakukan wanprestasi dengan menggadaikan hasil fidusia akan di denda dan di penjarakan sesuai Undangundang yang berlaku pada perjanjian fidusia Hasil wawancara bersama ibu Raflin bouti selaku ADH PT Mega Finance Kota Gorontalo 12

14 Sedangkan menurut peneliti seharusnya kreditor tetap harus melaporkan kepengadilan. karna dengan bukti-bukti dalam klausula perjanjian sudah dicantumkan. Apabila pihak kreditor hanya membiarkan saja atas perlakuan debitor dengan cara wanprestasi dan apabila hanya bisa menanggung kerugian. Maka klausula-klausula perjanjian sudah tidak berfungsi lagi untuk perjanjian fidusia. Sehingga dalam perusahaan pembiyaan semakin banyak debitor yang melakukan wanprestasi. Adapun akibat hukum yang diderita PT Mega Finance Kota Gorontalo yaitu berupa bunga, denda, pajak dan biaya yang rumuskan sebagai berikut; (a) pemberi fasilitas memberikan bunga atas pokok pembiayaan kepada penerima fasilitas dan wajib dibayar kepada pemberi fasilitas dalam angsuran, (b) penerima faslitas wajib membayar denda atas setiap keterlambatan pembayaran angsuran yang dihitung perhari dari jumlah angsuran yang terutang sejak saat jatuh temponya sehingga terbayarkannya angsuran tersebut ditambah biaya tagi, (c) denda wajib dibayar seluruhnya bersamaan dengan pembayaran angsuran yang terlambat tersebut atau dapat diangsur sebesar nilai pembayaran minimum yang ditetapkan oleh pemberi fasilitas, (d) biaya penerbitan surat keterangan surat tanda nomor kenderaan bermotor (STNK) dikenakan untuk setiap keteranganpemberi fasilitas kepada pihak berwenang atas perpanjangan masa berlaku STNK dan atau pelunasan pajak barang, (e) biaya penyimpanan buku pemilik kenderaan bermotor (BPKB) dikenakan kepada penerima fasilitas atas penyimpan BPKB yang dihitung perhari sejak 30 hari kalender setelah lunasnya utang pembiayaan atau tanggal jatuh tempo angsuran terahir yang tidak terbayar lebih dari 30 hari kalender, (f) penerima fasilitas menangung setiap beban pajak atas barang dan biaya-biaya lain yang timbul sehubungan dengan fasilitas pembiayaan ini. 11 Dari penjelasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa akibat hukum terhadap kreditor sangat banyak kerugian yang didapatkan. Klausula perjanjian sudah tidak berjalan sesuai isi yang dicantumkan dalam klausula-klausula perjanjian. Sedangkan pemberi fasilitas wajib untuk melakukan pelaporan pidana atas tindakan penerima fasilitas dalam mengalihkan, menjaminkan, menyewakan atau menjual barang baik seluruhnya ataupun sebagian kepada 11 Data dari PT Mega Finance Kota Gorontalo 13

15 pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari kreditor serta ketidakbenaran atas data, informasi, dokumen, identitas diri, keterangan atau uraian yang disampaikan kreditor kepada debitor. b. Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pada Perjanjian Kredit Dalam Praktek PT. Mega Finance Kota Gorontalo Secara keseluruhan maka, beberapa hal yang dapat menunjukkan adanya perlindungan hukum terhadap kreditur (Penerima Fidusia) menurut UU No. 42 tahun 1999 antara lain sebagai berikut: 1. Adanya lembaga pendaftaran jaminan fidusia, yang tidak lain adalah untuk menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia; 2. Adanya larangan pemberi fidusia untuk memfidusiakan ulang obyek jaminan fidusia (pasal 17); 3. Adanya ketentuan bahwa Pemberi Fidusia tidak diperbolehkan untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan (pasal 23 Sub 2); 4. Adanya ketentuan pemberi fidusia wajib menyerahkan benda jaminan, kalau kreditur hendak melaksanakan eksekusi atas obyek jaminan fidusia; 5. Adanya ketentuan pidana dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. 12 Bedasarkan Hasil wawancara bersama Bapak Mohamad Husain selaku AMC (assisten manager colection) PT. Mega Finance Kota Gorontalo bahwa dalam menangani debitor yang melakukan wanprestasi pada perjanjian kredit jaminan fidusia. Kantor PT. Mega Finance ini berada dalam nauangan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Apabila perusahaan pembiayaan ini lalai dalam melakukan prestasi maka bisa saja pihak tertentu akan menutup peusahaan pembiayaan. Tapi untuk sekarang ini pihak PT. Mega Finance belum pernah melanggar aturan yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Bahwa dalam setiap melakukan bunga pada debitor yang melakukan perjanjian kredit pada perusahaan pembiayaan hanya mengambil keuntungan 0,5 % saja. Tidak bisa melebihi yang sudah ditetapkan oleh peraturan Kementrian Keuangan. Bisa saja pihak perusahaan akan dianggap 12 Ruli Akbar. Perlindungan hukum bagi kreditur pada perjanjian jaminan fidusia dalam praktek. Semarang Hal 44 14

16 wanprestasi karna sudah melanggar peraturan tersebut. Pada perjanjian kredit pada PT. Mega Finance pasti berbeda dengan isi perjanjian yang ada pada perusahaan leasing lainyya. Karena setiap perusahaan memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. Tetapi dalam Peraturan Kementrian Keuangan mengatur untuh seluruh perusahaan pembiayaan kredit jaminan fidusia. 13 Sehinnga peniliti bisa menyimpulkan bahwa dalam perusahaan pembiayaan untuk melakukan perjanjian kredit kreditor memiki hak dan kewajiban masing-masing dalm melakukan kontrak bersama debitor. Perusahaan pembiayaan mengikuti aturan dari Kementrian Hukum keuangan uantuk melakukan perjanjian kredit. Isi dari kontrak perjanjian kredit bersama debitor sanat penting, karena pada saat debitor wanprestasi kreditor akan memperlihatkan isi kontrak yang sudah awalnya sudah melakukan kesepakatan bersama. C. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian diatas, sebagai rangkaian akhir penutup dari artikel ini, maka peneliti menarik kesimpulana sebagai berikut; a. Kedudukan Hak Preferen Terhadap Perjanjian Fidusia Akibat Wanprestasi Pelaksanaan kredit dalam perusahaan pembiayaan PT. Mega Finance Kota Gorontalo masih banyak yang melakukan pelanggaranpelanggaran perjanjian perusahaan pembiayaan dalam sistem kredit. Salah satunya kasus yang peneliti teliti tentang menggadaikan hasil fidusia kepihak ketiga. Dalam perusahaan pembiyaan tersebut kreditor dalam hak prferen ternyata memiliki hak istimewa dimana hak yang pertama didaftarkan di kantor Pendaftran Jaminan Fidusia. Hak preferen (hak didahulukan) kreditor-kreditor lainya. Dalam perusahan PT. Mega Finance Kota Gorontalo melakukan perjanjian Jaminan Fidusia dibuat oleh Notaris Dan didaftrakan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Sehinngga apabila debitor wanprestasi kreditor bisa mendapatkan Hak Preferen( hak didahulukan). 13 Hasil wawancara bersama Bpk. Mohamad Husaian selaku AMC PT. Mega Finance Kota Gorontalo 15

17 b. Akibat Hukum Bagi Kreditor Terhadap Perjanjian Fidusia ini Di lihat dari Kedudukan Hak Preferen. Dalam perusahaan pembiayaan PT. Mega Finance Kota Gorontalo apabila kreditor dan debitor melakukan wanprestasi maka akan mendapakan akibat hukum. Akibat hukum bagi kreditor mengalami kerugian dan untuk debitor akan melakukan penanggung jawaban terhadap kerugian yang didapatkan kreditor. Apabila kreditor tidak bertanggung jawab, maka dari pihak kreditor akan melakukan eksekusi. Dengan adanya akta jaminan fidusia yang dibuat notaris sudah bisa menjadi alat bukti untuk menuntut debitor. Walaupaun sampai sekarang dari pihak kreditor dari Mega Finance belum pernah melakukan penuntutan ke pengadilan, dengan alasan tidak ingin menambah rugi perusahaan. 2. Saran a. Sebaiknya dari pihak Mega Finance lebih mempertahankan isi perjanjian dengan debitor sebelum melakukan perjanjian secara kredit dengan jaminan fidusia. Agar debitor tidak melakukan wanprestasi yang bisa mengakibatkan kerugian. b. Kepada kreditor disarankan setelah melakukan perjanjian jaminan fidusia dengan debitor, agar segera langsung mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor Peadaftaran Jaminan Fidusia. Sehinngga kreditor dapat melakukan eksekusi terhadap debitor yang melakukan wanprestasi. A. BUKU DAFTAR PUSTAKA Muliadi Ahmad Hukum Lembaga Permata, Jakarta Salim Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), SINAR GRAFIKA, Jakarta Prodjodikoro Wirdjono Asas-Asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung Miru Ahmadi. dkk, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai Jakarta 16

18 Usman Rachman Hukum Jamianan Perdataan, Sinar Grafika, Jakarta Badrulzaman Darus Mairum Komplikasi Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung Suharnoko,2012. Hukum Perjanjian.Teori Analisa Kasus. Kencana Perenada Media Grub. Jakarta Miru Ahmadi Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Jakarta Suci Amrih Dewi Ivida Hak Kreditor Separatis. LaksBang Pressindo. Yogyakarta Ridwan Syahrani Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Alumni. Bandung Handoko Setia Boedi Bondan Pelaksanaa Leasing Kenderaan Bermotor Pada PT. Mitra Dana Putra Utama Finance Cabang. Semarang B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Umbara Citra Undang-Undang R.I Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Cetakan X, Bandung Undang-Undang Fidusia UU No.42 Tahun 1999 Undang-Undang KUHPerdata C. INTERNET kredit. di akses tanggal 28 april Jam 10:10 perjanjian 17

BAB I PENDAHULUAN. dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Pembangunan dan perkembangan peekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan ekonomi, maka kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya semakin meningkat pula. Macam kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mempertahankan hidupnya haruslah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah bergantung pada kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERJADINYA WANPRESTASI TERHADAP LEASING PADA PERUSAHAAN SUZUKI FINANCE DI KOTA GORONTALO

PERLINDUNGAN HUKUM TERJADINYA WANPRESTASI TERHADAP LEASING PADA PERUSAHAAN SUZUKI FINANCE DI KOTA GORONTALO 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERJADINYA WANPRESTASI TERHADAP LEASING PADA PERUSAHAAN SUZUKI FINANCE DI KOTA GORONTALO Oleh : Wisna Lamusu, Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

Contoh Perjanjian Leasing

Contoh Perjanjian Leasing Contoh Perjanjian Leasing Draft Leasing Perjanjian ini dibuat pada hari ini kamis tanggal 19 bulan april tahun 2009 antara : 1. Nama : M.Ridha Ulhaq Jabatan : Direktur PT ASOE NANGGROE FINANCE Alamat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya

Lebih terperinci

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46 pelanggaran - PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA oleh : Unan Pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Pada hakikatnya manusia lahir sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat melangsungkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern saat ini Indonesia sudah mempersiapkan diri dengan perkembangan era globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi, telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA AKAD MURABAHAH DI BANK NAGARI SYARIAH PADANG. SKRIPSI No. Reg : 234/PKII/X/2011

PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA AKAD MURABAHAH DI BANK NAGARI SYARIAH PADANG. SKRIPSI No. Reg : 234/PKII/X/2011 PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA AKAD MURABAHAH DI BANK NAGARI SYARIAH PADANG SKRIPSI No. Reg : 234/PKII/X/2011 Diajukan guna untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : ALEXSANDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance). BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE A. Gambaran Umum PT Adira Finance PT Adira Dinamika Multi Finance, Tbk (Adira Finance) adalah sebuah perusahaan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh: KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA Oleh: Ronal Ravianto Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara berkembang juga turut memacu roda perekonomian masyarakat. Sayangnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak ditopang oleh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini memaksa setiap orang untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. Dalam melakukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta Unit 2 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jumat 05 Desember 2014, Penjulan Mobil Cetak.

BAB I PENDAHULUAN. juta Unit 2 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jumat 05 Desember 2014, Penjulan Mobil Cetak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penjualan kendaraan bermotor di Indonesia sampai dengan bulan April 2014 seperti dilansir oleh data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata mengenal dua subjek hukum, yaitu individu atau perorangan dan badan hukum. Badan hukum dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu badan hukum prifat seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari adanya pembangunan ekonomi bangsa indonesia

Lebih terperinci

PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR

PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR ANTARA DEBITOR DENGAN KREDITOR DIDIT ATIM PRAMITA PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA Abstrak Sejak berlakunya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak

3 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang. 4 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hak TINJAUAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN 1 Oleh: Ilham S. Kasim 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Jaminan Fidusia di Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK Oleh : Masyhuri Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email : ABSTRAK Jaminan fidusia merupakan bentuk jaminan yang sangat disukai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci