TOLERANSI BEBERAPA KLON KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP INFEKSI Phytophthora palmivora Butl. Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TOLERANSI BEBERAPA KLON KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP INFEKSI Phytophthora palmivora Butl. Oleh"

Transkripsi

1 TOLERANSI BEBERAPA KLON KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP INFEKSI Phytophthora palmivora Butl. Oleh Ruli Alhadi *) Di bawah bimbingan Fatimah dan Ediwirman *) Program Studi Agroteknologi Universitas Tamansiswa Abstrak Penelitian tentang toleransi beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) terhadap infeksi Phytophthora palmivora Butl. dengan tujuan untuk mendapatkan klon kakao yang toleran terhadap infeksi P. palmivora. telah dilakukan di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Andalas dari Februari hingga Maret Penelitian berpola Rancangan Acak Lengkap dengan 1 perlakuan terhadap 6 klon kakao yaitu: Sca 12, TSH 858, ICS 60, GC 7, K. TSH 858 dan K. ICS 60. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa inkubasi pada klon TSH 858 dan ICS 60 lebih lama (3 hari) jika dibandingkan dengan klon lainnya (2 hari). Pada pengamatan perkembangan luas bercak masing-masing klon kakao terlihat bahwa klon TSH 858 menunjukkan perkembangan luas bercak yang paling lambat, yakni cm 2 /hari jika dibandingkan dengan klon kakao lainnya, ICS 60, GC 7, K. TSH 858 dan K. ICS 60 masing-masing 11.42, 12.95, dan cm 2 /hari. Kesimpulan dari penelitian adalah klon yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap serangan Phytophthora palmivora adalah klon TSH 858, sedangkan yang tidak toleran adalah klon GC 7. Kata kunci: Klon kakao, toleransi, busuk buah, phytophthora palmivora PENDAHULUAN Kakao merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi ke-4 setelah kelapa sawit, karet dan kelapa (Tumpal, Riyadi, dan Nuraeni, 2012). Indonesia sebagai produsen kakao ketiga dunia dengan kontribusi hampir 12 % dari kebutuhan kakao dunia. Sebagai salah satu komoditas penyumbang devisa bagi negara disektor non migas (Karmawati, Mahmud, Syakir, Munarso, Ardana, dan Rubiyo, 2010). Kakao merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak petani (Anonim, 2011). Kakao mempunyai manfaat antara lain sebagai produk makanan, minuman, kosmetik dan bermanfaat bagi kesehatan. Kulit buah dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, bahan mulsa dan pupuk organik (Hariyadi, Sehabudin dan Winasa, 2009).

2 Luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai ha dengan produksinya ton/tahun. 90% luas areal kakao di Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Siswanto dan Karmawati, 2011). Tahun 2008, Indonesia mengekspor biji kakao sebanyak ton senilai US$ 54,6 juta, secara total volume ekspor kakao mencapai ton senilai US$ 1,2 miliar. Sementara tahun 2009 ekspor kakao Indonesia turun menjadi ton hingga ton (Saragih, 2012). Strategi untuk mengatasi permasalahan busuk buah kakao di lapangan adalah dengan menanam klon kakao yang resisten atau toleran terhadap infeksi P. palmivora. Pengembangan klon kakao yang toleran terhadap infeksi P. palmivora dapat dikembangkan melalui hibridisasi terkontrol antara tetua resisten dengan yang berdaya hasil tinggi. Untuk itu, identifikasi plasma nutfah sebagai dasar pemuliaan tanaman kakao yang resisten atau toleran infeksi P. palmivora perlu dikembangkan (Rubiyo, 2009a). Klon kakao unggul sangat tergantung pada tersedianya klon kakao yang lebih resisten terhadap infeksi P. palmivora sebagai tetua donor (Rubiyo, Purwantara dan Sudarsono, 2010). Respon ketahanan terhadap infeksi P. palmivora dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan tipe klon kakao unggul (Akrofi dan Opoku, 2000). Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan pemuliaan tanaman sehingga diperoleh klon yang memiliki toleransi terhadap berbagai serangan penyakit. Pemuliaan tanaman memiliki peran penting dalam bidang pertanian, dengan menggunakan klon unggul sebagai bahan tanam, sehingga produksi kakao dapat ditingkatkan. Pengujian klon kakao yang toleran terhadap infeksi P. palmivora dapat dilakukan dengan uji detached pod dan attached pod. Uji detached pod merupakan pengujian ketahanan kakao dari buah yang dipetik, sedangkan uji attached pod merupakan uji ketahanan kakao yang langsung dilakukan pada buah kakao di lapangan (Rubiyo, 2009a). Pengujian toleransi klon-klon kakao di lapangan dan di laboratorium masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bercak di lapangan akan berbeda dengan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bercak di laboratorium. Uji toleransi klon kakao di lapangan akan mengalami kesulitan akibat areal yang cukup luas dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit di lapangan seperti suhu, kelembaban dan curah hujan yang selalu berubah. Oleh karena itu, untuk kemudahan dalam seleksi klon-klon kakao yang toleran terhadap serangan P. palmivora dilakukan di laboratorium dengan uji detached pod. Sejalan dengan dikembangkan klon kakao unggul, diperlukan informasi terkait dengan tingkat toleransi dari klon-klon yang ada dengan menggunakan uji detached pod.

3 Berdasarkan uraian di atas maka telah dilakukan suatu kajian dalam bentuk penelitian mengenai Toleransi Beberapa Klon Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Infeksi Phytophthora palmivora Butl. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon kakao yang toleran terhadap infeksi jamur P. palmivora berdasarkan uji detached pod. BAHAN DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan di laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang yang dimulai pada bulan Februari sampai Maret Bahan dan alat yang digunakan untuk uji detached pod di laboratorium adalah: buah kakaosehat yang berumur 4 bulan sesudah antesis (buah telah berkembang sempurna tetapi belum masak), buah kakao yang terinfeksi busuk buah,alkohol 70%, aquadest steril, kertas HVS, PDA (Potato Dextrosa Agar), cawan petri, kapas, pinset, jarum oase, kaca objek, laminar air flow, hot plate, botol skot, gelas piala, pengaduk, pisau, engkas, auto clave, mikroskop binokuler, kamera digital dan alat-alat tulis. Penelitian ini berpola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 perlakuan berupa inokulum jamur P. palmivora yang diinokulasikan pada 6 jenis klon kakao yaitu: klon Sca 12 (K 1 ), klon TSH 858 (K 2 ), klon ICS 60 (K 3 ), klon GC 7 (K 4 ), klon kemiripan TSH 858 (K 5 ) dan klon kemiripan ICS 60 (K 6 ). Isolasi jamur berasal buah kakao yang terinfeksi penyakit busuk buah dipetik langsung dari batang. Buah kakao yang terinfeksi dicuci bersih dengan air mengalir dan dilanjutkan dengan mengambil potongan buah antara bagian kulit kakao yang sehat dengan yang sakit sebesar 5 mm. Potongan disterilkan dengan larutan alkohol 70% selama 30 detik, lalu dicelupkan kedalam aquades steril. Potongan kemudian diletakkan kedalam media PDA. Selanjutnya diinkubasikan selama 3-7 hari pada kondisi gelap dalam ruang bersuhu 26 0 C. Jamur yang sudah tumbuh pada PDA kemudian dibiakkan dan dimurnikan pada medium yang sama untuk mendapatkan biakan yang murni (Umayah dan Purwantara, 2006). Miselia patogen yang sedang aktif tumbuh di bagian ujung koloni digunakan sebagai inokulum miselia dalam percobaan (Rubiyo et al., 2010). Parameter pengamatan meliputi; masa inkubasi, perkembangan gejala infeksi P. palmivora berdasarkan luas bercak dan pengelompokan toleransi buah terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan luas bercak.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Masa Inkubasi Hasil pengamatan munculnya bercak pada buah kakao yang diinokulasi dengan patogen P. palmivora disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Masa inkubasi dan luas bercak buah kakao yang diinokulasi dengan patogen Phytophthora palmivora. Klon kakao Masa inkubasi Luas bercak 3 hari sesudah (hari) inokulasi (hsi) (cm 2 ) Sca TSH ICS GC K. ICS K. TSH Rata-rata Tabel 1 menunjukkan masa inkubasi buah kakao yang diinokulasi dengan P. palmivora berkisar antara 2 sampai 3 hari. Klon TSH 858 dan klon ICS 60 memiliki masa inkubasi rata-rata 3 hari sesudah inokulasi, lebih lambat jika dibandingkan dengan klon, Sca 12, GC 7, K. TSH 858 dan K. ICS 60 dengan masa inkubasi 2 hari sesudah inokulasi. Hal ini disebabkan kemampuan klon kakao dalam mempertahankan diri dari serangan patogen sebelum penetrasi dan pasca penetrasi bervariasi. Pertahanan diri sebelum penetrasi berhubungan dengan bentuk struktural buah kakao dan zat biokimia yang dihasilkan sebelum adanya serangan patogen. Menurut Agrios (1996), pertahanan struktural meliputi jumlah dan kualitas lilin serta kutikula yang menutupi sel epidermis, ukuran, letak dan bentuk stomata dan lentisel, serta jaringan dinding sel yang tebal yang menghambat gerak maju patogen. Senyawa yang dihasilkan jaringan tumbuhan sebelum adanya serangan patogen adalah fenolik dan tanin. Senyawa fenolik dan hasil oksidasinya dapat menghasilkan ketahanan terhadap penyakit melalui reaksi penghambatan enzim pektolitik dan enzim patogen yang lain. Klon TSH 858 dan ICS 60 memiliki rata-rata luas bercak yang lebih kecil pada 3 hari sesudah inokulasi, berturut-turut adalah 3.89 dan 3.47 cm 2. Sedangkan klon GC 7 memiliki luas bercak yang paling besar, yaitu 5.23 cm 2. Klon lainnya, Sca 12, K. TSH 858 dan K. ICS 60 masing-masing mempunyai luas bercak 4.05, 4.46 dan 4.15 cm 2 pada 3 hari sesudah inokulasi. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Rubiyo et al., (2010) yaitu pada 3 hari

5 sesudah inokulasi klon ICS 60 menghasilkan bercak yang lebih kecil (1.6 cm 2 ) dibandingkan dengan klon GC7 (7.7 cm 2 ), namun untuk perkembangan bercak selanjutnya klon ICS 60 memiliki respon yang agak rentan dan klon GC 7 memiliki respon yang sangat rentan. Untuk lebih jelasnya, gejala bercak pada buah kakao akibat infeksi P. palmivora pada 3 hari sesudah inokulasi disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa klon kakao yang diuji dengan P. palmivora telah menimbulkan bercak pada 2 hari sesudah inokulasi (hsi). Namun, jika dilihat dari masa inkubasi, klon TSH 858 dan klon ICS 60 memiliki masa inkubasi yang lebih lama, yaitu 3 hari sesudah inokulasi sehingga bercak yang ditimbulkan relatif kecil dengan masing-masing luas bercak 3.89 dan 3.47 cm 2 (Gambar 3. b dan 3. f). Klon Sca 12, GC 7, K.TSH 858 dan K.ICS 60 memiliki masa inkubasi yang lebih cepat yaitu 2 hari sesudah inokulasi sehingga pada 3 hsi telah menimbulkan bercak yang lebih besar yaitu masing-masing 4.05, 5.23, 4.46 dan 4.15 cm 2. Hal ini berhubungan dengan kemampuan masingmasing klon kakao dalam mempertahankan diri dari serangan patogen P. palmivora. Setiap klon kakao mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memperlambat infeksi P. palmivora. a b c d e f Gambar 3. Variasi munculnya bercak pada beberapa klon kakao sebagai gejala pertama infeksi P. palmivora pada 3 hari sesudah inokulasi. Pertahanan diri berhubungan dengan sifat struktural yang dimiliki setiap klon kakao sebagai penghalang dan penghambat masuknya patogen ke dalam jaringan buah sebelum timbulnya bercak hitam. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Mardinus (2006) bahwa tumbuhan dapat bertahan diri dari serangan patogen dengan kombinasi yang dimiliki yaitu, sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen mendapatkan peluang masuk dan menyebar di dalam jaringan tumbuhan, selanjutnya adalah reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan sehingga menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada jaringan tanaman.

6 Semakin baik ketahanan tanaman pada pasca penetrasi, maka masa inkubasi akan semakin lama dan perkembangan bercak akan lambat, demikian sebaliknya jika tanaman tidak mampu dalam menghambat patogen masuk kedalam jaringan, maka tanaman akan mudah terinfeksi oleh patogen, sehingga masa inkubasi akan lebih cepat dan menghasilkan bercak yang lebih besar. B. Perkembangan Gejala Infeksi P. palmivora Berdasarkan Luas Bercak Pertambahan dan persentase luas bercak klon kakao yang diinokulasi dengan P. palmivora pada umur 3 hingga 7 hari sesudah inokulasi (hsi) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan dan persentase luas bercak pada klon kakao yang diinokulasi dengan patogen Phytophthora palmivora 3-7 hari sesudah inokulasi (hsi). Klon kakao Luas bercak pada hari pengamatan (hsi) (cm 2 ) Rata-rata pertambahan luas (cm 2 /hari)* Persentase luas bercak 7 hsi (%) Sca TSH ICS GC K. ICS K. TSH Keterangan: *Rata-rata pertambahan luas bercak (ΔL) dihitung dengan rumus ΔL = (X n X n-1 )/N, X n adalah rata rata luas bercak pada hari ke-n, X n-1 adalah rata - rata luas bercak pada hari ke n-1, dan N adalah jumlah pengamatan yang dilakukan. Tabel 2 menunjukkan bahwa klon kakao yang diuji (Sca 12, TSH 858, ICS 60, GC 7, K. ICS 60 dan K. TSH 858) menghasilkan rata-rata pertambahan luas luas bercak yang berbeda akibat infeksi P. palmivora. Dimana rata-rata pertambahan bercak yang terkecil diperoleh pada klon Sca 12. Hal ini disebabkan ukuran buahnya yang relatif kecil sehingga menghasilkan pertambahan luas bercak yang paling kecil (9.91 cm 2 /hari), kemudian urutan selanjutnya adalah klon TSH 858, ICS 60, GC 7, K. ICS 60 dan K. TSH dengan luas bercak masingmasing adalah 10.82, 11.42, 12.95, dan cm 2 /hari. Klon yang dapat digunakan sebagai pembanding tingkat toleransi buah terhadap serangan P. palmivora adalah klon TSH 858. Klon TSH 858 memiliki ukuran buah yang relatif sama dengan klon GC 7, ICS 60, K.TSH 858 dan K.ICS 60 dan memiliki pertambahan bercak yang lebih kecil, dapat dikatakan bahwa klon TSH 858 memiliki kemampuan dalam menghambat masuk dan

7 berkembangnya patogen di dalam jaringan buah, sehingga memiliki perkembangan luas bercak yang lambat. Klon Sca 12 memiliki pertambahan yang paling kecil, namun tidak dapat digunakan sebagai pembanding karena ukuran buahnya yang kecil sehingga pertambahan bercak perhari juga relatif kecil (9.91 cm 2 /hari). Gambar 4. Grafik rata-rata pertambahan luas bercak pada buah kakao akibat infeksi jamur Phytophthora palmivora 3 hingga 7 hari sesudah inokulasi (hsi). Gambar 4 menunjukkan bahwa pertambahan luas bercak pada masingmasing klon kakao memiliki perbedaan. Klon Sca 12 memiliki perkembangan bercak yang lambat dengan pertambahan bercak 9.91 cm 2 /hari dan klon K. TSH 858 memiliki perkembangan bercak yang tinggi dengan pertambahan bercak cm 2 /hari. Klon kakao GC 7, K. TSH 858 dan K. ICS 60 merupakan 3 klon yang rentan terhadap serangan P. palmivora dengan pertambahan luas bercak masing-masing 12.95, dan cm 2 /hari, lebih cepat jika dibandingkan dengan klon Sca 12, TSH 858 dan ICS 60 dengan rata-rata pertambahan bercak masing-masing 9.91, dan cm 2 /hari. Jika dilihat dari grafik rata-rata pertambahan bercak, klon GC 7 mempunyai perkembangan bercak yang menarik, pada awal muncul klon GC7 mempunyai luas bercak yang tinggi kemudian menurun. Perkembangan luas bercak pada buah kakao berhubungan dengan ketahanan pasca penetrasi. Hal ini menunjukkan adanya peranan mekanisme biokimiawi yang terjadi di dalam sel setelah terinfeksi oleh patogen. Pertahanan biokomiawi tersebut akan menentukan tahan atau tidak tahannya terhadap serangan patogen. Rubiyo (2009b) juga melaporkan bahwa aktifitas kitinase, dan peroksidase terhadap klon yang diuji menunjukkan adanya peran kitinase pada

8 ketahanan kakao akibat infeksi P. palmivora. Peningkatan aktifitas kitinase pada klon yang tahan umumnya konsisten meningkat, begitu juga pada enzim peroksidase. Klon K.TSH 858 dan K.ICS 60 merupakan klon kakao yang belum teridentifikasi dengan jelas, warna dan bentuk morfologinya mirip dengan klon TSH 858 dan ICS 60. Namun, tingkat tolerannya terhadap infeksi P. palmivora berbeda dengan klon TSH 858 dan ICS 60. Hal ini berhubungan dengan ketahanan masing-masing jenis buah kakao. Bentuk morfologinya hampir sama, namun tingkat ketahanannya terhadap serangan P. palmivora tidak sama. Hal ini didukung oleh penjelasan Kurniasih (2012) yang menyatakan bahwa tanaman sejenis memberikan respon yang berbeda terhadap serangan patogen. Ada yang rentan, agak rentan, tahan atau agak tahan. Hal ini tergantung pada jenis dan jumlah gen resisten yang terdapat pada tanaman tersebut. Namun, faktor ketahanan terhadap serangan patogen akan berimbang terhadap faktor lingkungan yang mendukung terjadinya infeksi. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perbedaan persentase luas bercak pada klon kakao yang diuji pada 7 hari sesudah inokulasi. Klon TSH 858 dan ICS 60 memiliki persentase luas bercak yang terkecil yaitu masing-masing 75.% dan 80%. Sedangkan klon Sca 12 dan GC 7 memiliki persentase luas bercak terbesar (100%), selanjutnya diikuti oleh klon K.TSH 858 dan K. ICS 60 yaitu 98% dan 97%. Persentase luas bercak klon kakao yang diinokulasi dengan P. palmivora pada 7 hari sesudah inokulasi menunjukkan bahwa klon TSH 858 merupakan klon yang memiliki perkembangan luas bercak yang lambat akibat infeksi P. palmivora pada uji detached pod, terbukti bahwa pada 7 hari sesudah inokulasi, hanya 75% bagian permukaan buah yang terinfeksi, sedangkan klon lainnya (Sca 12 dan GC7) telah mencapai 100 %. Persentase luas bercak masing-masing klon kakao yang diuji akan berhubungan dengan masa inkubasi dan pertambahan luas bercak perhari. Masa inkubasi yang lebih lambat pada buah juga akan memperlambat perkembangan bercak dan perkembangan bercak yang lambat, maka persentase luas bercak yang dihasilkan akan lebih kecil. Terlihat pada klon TSH 858 memiliki masa inkubasi yang lambat, perkembangan bercak dan persentase luas bercak yang dihasilkan juga lebih kecil dibandingkan dengan klon ICS 60, GC 7, K. ICS 60 dan K. TSH 858.

9 a b c d e f Gambar 5. Variasi muncul dan berkembangnya bercak pada beberapa klon kakao akibat infeksi Phytophthora palmivora, diamati pada 7 hari sesudah inokulasi (hsi). Gambar 5 menunjukkan bahwa luas bercak terus berkembang hingga buah menjadi busuk total, pada 7 hari sesudah inokulasi (Gambar 5) terlihat bahwa hampir seluruh permukaan buah kakao telah hitam dan timbul lapisan berwarna putih yang merupakan miselium dari jamur P. palmivora. Semangun (2000) juga menyatakan bahwa buah yang sakit dan hitam timbul lapisan berwarna putih bertepung yang disebut dengan miselium. Rubiyo dan Amaria (2013) juga menjelaskan, jika kondisi lingkungan (kelembaban) sesuai, maka miselium yang berwarna putih dan mengandung sporangium akan menutupi seluruh permukaan buah. Awalnya bercak pada buah berukuran kecil seperti spot-spot yang kotor, tebal dan terdapat pada fase perkembangan buah, kemudian bercak berkembang dengan cepat menutupi jaringan internal dan seluruh permukaan buah, termasuk biji. Dayanti (2013) melaporkan bahwa, laju perkembangan diameter bercak pada kakao jenis Criollo dan Forastero akibat infeksi P. palmivora pada pengujian di lapangan relatif kecil, yaitu 0.99 sampai 2.21cm/hari pada kakao Criollo dan pada kakao Forastero mencapai hanya 0.98 hingga 1.70 cm/hari. 3. Pengelompokan Toleransi Buah terhadap Infeksi P. palmivora Berdasarkan Luas Bercak Pengelompokan toleransi klon buah kakao terhadap infeksi P. palmivora berdasarkan luas bercak yang diuji di laboratorium pada pengamatan 7 hari sesudah inokulasi (hsi) disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa klon Sca 12 memiliki respon agak toleran terhadap infeksi P. palmivora dengan luas bercak cm 2 pada 7 hari sesudah inokulasi dan klon TSH 858, ICS 60, GC 7, K. ICS 60 dan K. TSH 858 memiliki respon tidak toleran dengan luas bercak cm 2 pada 7 hari sesudah inokulasi.

10 Tabel 3. Rata-rata luas bercak dan respon buah kakao terhadap infeksi Phytphthora palmivora pada 7 hari sesudah inokulasi (hsi). Klon kakao Luas bercak (cm 2 ) Respon* Sca AT TSH TT ICS TT GC TT K. ICS TT K. TSH TT Keterangan : * AT: agak toleran (luas bercak cm 2 ), TT: tidak toleran (>50-75 cm 2 ) terhadap infeksi P. palmivora. Tabel 3 menujukkan bahwa klon Sca 12 termasuk kedalam kelompok agak toleran (luas bercak cm 2 ), selanjutnya klon TSH 858, ICS 60, GC 7, K. TSH 858 dan K. ICS 60 termasuk kedalam kelompok tidak toleran (>50-75 cm 2 ) terhadap serangan P. palmivora berdasarkan luas bercak. Namun, ketahanan pada masing-masing klon kakao yang diuji berdasarkan luas bercak hasilnya kontradiksi pada pembahasan sebelumnya. Terlihat bahwa klon Sca 12 pada persentase luas bercak 7 hari sesudah inokulasi telah mencapai 100%, sedangkan klon TSH 858 persentase luas bercak hanya mencapai 75% serta bijinya masih terlihat putih walaupun kulit buahnya telah hitam akibat infeksi P. palmivora. Untuk lebih jelasnya, gambar pembusukan biji buah kakao yang diuji pada 7 hari sesudah inokulasi disajikan pada Gambar di bawah ini. Gambar 6: Pembusukan biji pada klon kakao yang diuji di laboratorium akibat infeksi Phytophthora palmivora pada 9 hari sesudah inokulasi (hsi). Gambar 6 menunjukkan bahwa klon kakao yang diuji di laboratorium dengan menggunakan uji detached pod telah mengalami pembusukan pada biji dan biji menjadi hitam. Klon TSH 858 toleran terhadap infeksi P. palmivora, kulit buahnya telah hitam membusuk, tetapi bijinya masih berwarna putih dan tidak menunjukkan gejala busuk dibandingkan dengan klon yang lainnya, Sca 12, GC 7, ICS 60, K.TSH 858 dan KICS 60.

11 Terlihat bahwa klon Sca 12 yang mempunyai perkembangan luas bercak terkecil (9.91 cm 2 /hari) dan dikategorikan agak toleran berdasarkan luas bercak pada 7 hari sesudah inokulasi, namun dilihat dari bijinya pada 9 hari sesudah inokulasi (hsi) telah mengalami pembusukan dan warnanya menjadi hitam. Klon Sca 12 dapat diketegorikan agak toleran berdasarkan luas bercak, namun tidak dapat dikatakan toleran jika dilihat dari bijinya pada 9 hari sesudah inokulasi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat serangan pada permukaan buah kakao akibat infeksi P. palmivora tidak selalu diikuti dengan pembusukan biji. Tabel 4. Gabungan hasil parameter pengamatan masing-masing klon kakao. Rata-rata Persentase Warna Luas Masa pertambahan luas bercak biji kakao Klon bercak inkubasi kakao (hsi)(cm 2 luas (%) pada 9 hsi ) (hari) (cm 2 /hari) 7 hsi Sca hitam TSH putih ICS hitam GC hitam K. ICS hitam K.TSH hitam Tabel 4 menunjukkan bahwa gabungan hasil parameter pengamatan pada Klon TSH 858 yang memiliki respon tidak toleran berdasarkan luas bercak kontradiksi dengan klon Sca 12 yang memiliki respon agak toleran (Tabel 3), jika dilihat hasil persentase luas bercak 7 hari sesudah inokulasi dan warna biji kakao pada 9 hari sesudah inokulasi, klon TSH 858 memiliki keunggulan dibandingkan dengan klon Sca 12, yaitu persentase luas bercak pada 7 hari sesudah inokulasi mencapai 75 %, warna biji kakao masih bagus dan berwarna putih, sedangkan pada Sca 12 mencapai 100% dan biji kakao sudah hitam dan busuk. Klon TSH 858 memiliki masa inkubasi lebih lambat (3 hari) dibandingkan dengan Sca 12 (2hari). Hal ini dapat dikategorikan klon TSH 858 merupakan klon yang toleran terhadap serangan P. palmivora dilihat dari masa inkubasi, persentase luas bercak dan warna biji kakao. Sebagaimana diketahui bahwa nilai ekonomis pada tanaman kakao terletak pada bijinya, dan biji yang diperoleh pada klon TSH 858 masih berwarna putih dan tidak membusuk. Berbeda dengan klon lainnya yang tergolong tidak toleran, seperti pada klon GC 7 yang rentan terhadap serangan P. palmivora dan memiliki pertambahan bercak yang besar, pada uji detached pod terlihat bahwa biji didalamnya sudah hitam dan membusuk pada 9 hari sesudah inokulasi (hsi).

12 Patogen P. palmivora dapat masuk kedalam jaringan internal kulit buah kakao dan menyebabkan pembusukan pada biji, bila buah kakao terinfeksi oleh P. palmivora, maka perkembangan buah juga akan terganggu, buah menjadi busuk dan tidak dapat dipanen. Ritonga (2013) juga melaporkan bahwa patogen ini menyerang jaringan internal buah, menyebabkan biji kakao berkerut dan berubah warna. Namun, pembusukan biji pada klon yang toleran berbeda dengan klon yang tidak toleran. Pembusukan biji akan lebih cepat pada klon yang tidak toleran Cepat atau lambatnya perkembangan bercak dan pembusukan pada biji akan berhubungan dengan mekanisme ketahanan struktural maupun biokimiawi. Namun, penyebaran patogen pada buah akan berbeda antara klon yang resisten dengan tidak resisten (Tarjot, 1974). Buah kakao yang rentan terhadap P. palmivora jika selnya telah terinfeksi oleh patogen, maka perkembangan bercaknya akan lebih cepat, sehingga pembusukan pada biji juga lebih cepat. Sedangkan kakao yang resisten, jika terinfeksi patogennya akan bertahan lama di dalam sel sebelum terjadinya nekrosis. Perpindahan patogen antar sel menjadi terhambat sehingga perkembangan bercak dan pembusukan biji juga akan melambat. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa klon yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap serangan P. palmivora adalah klon TSH 858, sedangkan yang tidak toleran adalah klon GC 7. B. Saran Berdasarkan kesimpulan disarankan menggunakan klon kakao TSH 858 sebagai klon unggulan yang toleran untuk penyakit busuk buah dan diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme ketahanan buah kakao terhadap infeksi P. palmivora. DAFTAR PUSTAKA Agrios, GN Plan Panthology. Third Ed. Terjemahan Munzil Busnia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. 713 hal. Anonim Perkembangan Luas dan Produksi Komoditi Perkebunan di Sumatera Barat 25Agustus 2010: Diakses pada tanggal 20 Desember 2012.

13 Buku Panduan Teknis Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). Gerakan Nasional Peningkatan produksi dan Mutu Kakao: hlm..2012a. Isolasi Buah Kakao yang Terserang Phytophthora Palmivora. terserang: diakses pada tanggal 16 Desember b. Klasifikasi Kakao. ( com/2008/03 klasifikasi-tanaman- kakao-anatomi-buah.html:diakses pada tanggal 16 Desember Budidaya Kakao. Home Site: diakses pada tanggal 16 Desember Darmono,T. W, Jamil, I. dan Andreas, D Pengembangan Penanda Molekuler untuk Deteksi Phytophthora Palmivora pada Tanaman Kakao. Faperta IPB.Menara Perkebunan (2): hal. Dayanti, L Hubungan Intensitas Serangan Phytophthora palmivora dengan Kehilangan Hasil pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao.l) di Kecamatan Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat. Skripsi. Universitas Tamansiswa Padang: 50 hal. Deberdt, P., Mfegue, C.V., Tondje, P.R., Bon, M.C., Ducamp, M., Hurard, C., Begoude, B.A.D., Ndoumbe-Nkeng, M., Hebbar, P.K and Cilas, C Impact of environmental factors, chemical fungicide and biological control on cacao pod production dynamics and black pod disease (Phytophthora megakarya) in Cameroon. Biological Control 44: pp.. Drenth, A. and Guest, D. I Diversity and Management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph N0. 114, 238p. Hariyadi, Sehabudin, U. dan Winasa, I.W Identifikasi Permasalahan dan Solusi Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat Di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2009: 21 hal. Hartanto. H Identifikasi Potensi Anti Oksidan Minuman Coklat dari Kakao Lindak (Theobroma cacao. L) Dengan Berbagai Cara Preparasi: Metode Radikal Bebas 1, 1 Diphenyl-2- Picry Lhydrazil (DPPH). Skripsi. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya: 71 hal. Jusuf, M., Candra, A. dan Wahyuni, T.S Toleransi Klon-Klon Harapan Ubi Jalar terhadap Penyakit Kudis (Sphaceloma batatas) di Lahan Sawah. Seminar dan Kongres Nasional Ke-XXII Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.

14 Karmawati, E., Mahmud, Z., Syakir, M., Munarso, J., Ardana, K. dan Rubiyo Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Puslitbang Perkebunan. Bogor: 92 hal. Kurniasih Pemanfaatan Marka Molekuler Untuk Mendukung Perakitan Kultivar Unggul Kakao (Theobroma cacao. L). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Langsa, Y. dan Ruruk, B Klon Unggul Kakao Indonesia. Badan Penelitian dan Pengenbangan Pertanian BPTP Sulawesi Tengah: 6 hal. Mardinus Jamur Patogenik Tumbuahan. Andalas University Press. Kampus Unand Limau Manis. 241 hal. Ramlan Pengelolaan Penyakit Busuk Buah Kakao.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PBJ dan PFJ XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan: hal. Rivai, F Kehilangan Hasil Akibat Penyakit Tanaman. Andalas University Press: UNAND. 281 hal. Rubiyo, Purwantara, A. dan Sudarsono Ketahanan 35 Klon Kakao terhadap Infeksi Phytophthora palmivora Butl Berdasarkan Uji Detached Pod. Jurnal litri Vol.16. No. 4 Desember 2010: hal. Rubiyo. 2009a. Kajian Genetika Ketahanan Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk Buah di Indonesia. Institut Pertanian Bogor: Diakses pada tanggal 20 Desember Rubiyo. 2009b. Aktivitas Enzim Kitinase, Peroksidase serta Kerapatan Stomata pada Ketahanan Kakao (Treobroma cacao L) terhadap Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana: IPB. Rusliana, E. M. S Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao. L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian: IPB. Saragih, R Kakao Indonesia. PBT BBP2TP Medan : diakses pada tanggal 23 Desember Semangun, H Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 835 hal. Sri-Sukamto dan Pujiastuti, D Keefektifan beberapa bahan pengendali penyakit busuk buah kakao Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan 20(3): hal. Tarjot, M, Physiologi of Fungus. In: P.H. Gregory (ed). Phytophthora Disease of Cocoa: pp. Longman London.

15 Tumpal, H.S., Riyadi, S., dan Nuraeni, L Budi Daya Cokelat. Penebar Swadaya: Jakarta. 172 hal. Umayah, A. dan Purwantara, A Identifikasi Isolat Phytophthora Asal Kakao. Menara Perkebunan 74 (2) hal.

Oleh. Lina Dayanti *) Di bawah bimbingan Milda Ernita dan Ediwirman. Abstrak

Oleh. Lina Dayanti *) Di bawah bimbingan Milda Ernita dan Ediwirman. Abstrak HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN Phytophthora palmivora DENGAN KEHILANGAN HASIL PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) di KECAMATAN RANAH BATAHAN KABUPATEN PASAMAN BARAT Oleh Lina Dayanti *) Di bawah bimbingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, Universitas Medan Area. Penelitian Lapangan dilaksanakan di desa Durin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao (Theobroma cacao) Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012 dapat diuraikan sebagai berikut: Divisi Sub divisi Class Sub class Ordo Family

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP. SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP. Coklat, makanan lezat yang disukai banyak orang. Dihidangkan dalam berbagai bentuk penyajian, baik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA

UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA UJI COBA PENGENDALIAN PENYAKIT KANKER BATANG KAKAO DI KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh Syahnen, Ida Roma T.U. Siahaan, Sry E.Pinem, dan desianty Dona N.S. Laboratorium Lapangan Balai Besar

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): ISSN: Agustus 2014

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): ISSN: Agustus 2014 Terhadap Infeksi Penyakit Busuk Buah Berdasarkan Uji Detached Pod (Resistance Of Several Cacao Clones Against Pod Rot Disease Infection Based On Detached Pod Assay) Nurul Aisyah 1*, Rahmansyah 1, Muslimin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi 1.1. Bahan Bahan yang digunakan terdiri atas biakan murni T. fuciformis dari CV. Asa Agro Corporation Cianjur, Malt Extract, Yeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan baik oleh masyarakat maupun lahan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni Hypoxylon sp. koleksi CV.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP POSTULAT KOCH MODUL-13 Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic Jl. Prof. Herman Yohanes Penfui, PO Box

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau kampus Bina Widya Jl. H.R Soebrantas Km 12,5 Simpang Baru Panam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Muhammadiyah Malang, dan Laboratorium Sentra Ilmu Hayati Universitas. Brawijaya. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan.

III. METODE PENELITIAN. Muhammadiyah Malang, dan Laboratorium Sentra Ilmu Hayati Universitas. Brawijaya. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan. III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Peternakan, Laboratorium Biologi, Laboratorium Bioteknologi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA) sebagai tempat ekstraksi fungisida nabati,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perbanyakan isolat jamur B. bassiana dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO. Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 ABSTRAK

EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO. Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 ABSTRAK EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 1 Alumni Fakultas Pertanian Universitas Nahdlatul Wathan Mataram 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru yang berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN CORYNESPORA PADA PEMBIBITAN KARET

PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN CORYNESPORA PADA PEMBIBITAN KARET PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN CORYNESPORA PADA PEMBIBITAN KARET The effect of Potassium Fertilizer to Corynespora Leaf Fall Disease At Rubbers Nurseries M. Idrus Aminuddin, Nurhayati,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

Uji Ketahanan Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk Buah dan Efektivitas Metode Inokulasi

Uji Ketahanan Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk Buah dan Efektivitas Metode Inokulasi Pelita Perkebunan Uji ketahanan 2008, kakao 24 (2),(Theobroma 95 113 cacao L.) terhadap penyakit busuk buah dan efektivitas metode inokulasi Uji Ketahanan Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul "Uji Konsentrasi

Lebih terperinci

INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT

INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT Yenny Liswarni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

KETAHANAN TANAMAN KAKAO TERHADAP SERANGAN Phytophthora palmivora DAN Oncobasidium theobromae DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA

KETAHANAN TANAMAN KAKAO TERHADAP SERANGAN Phytophthora palmivora DAN Oncobasidium theobromae DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA Muzuni, et.al.//paradigma, Vol. 19 No. 1, April 2015, hlm. 67-82 KETAHANAN TANAMAN KAKAO TERHADAP SERANGAN Phytophthora palmivora DAN Oncobasidium theobromae DI KABUPATEN KONAWE SULAWESI TENGGARA Resistance

Lebih terperinci

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP REKOMENDASI PENGENDALIAN PENYAKIT VSD (Vascular Streak Dieback) PADA TANAMAN KAKAO (Theobromae cocoa) di PT. PERKEBUNAN HASFARM SUKOKULON KEBUN BETINGA ESTATE KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA Christina

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

Lebih terperinci

PENAPISAN GENOTIPE KAKAO TAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytopthora palmivora) DI ACEH BESAR

PENAPISAN GENOTIPE KAKAO TAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytopthora palmivora) DI ACEH BESAR PENAPISAN GENOTIPE KAKAO TAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytopthora palmivora) DI ACEH BESAR Screening Genotypes of Cacao to Black Pod Disease (Phytopthora palmivora) in Aceh Besar Siti Hafsah 1, Zuyasna 1,

Lebih terperinci

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG Oleh Syahnen dan Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme.. UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor perkebunan. Sebagai suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen

Lebih terperinci

UJI DAYA HAMBAT JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp DALAM FORMULASI KERING BERBENTUK TABLET TERHADAP LUAS BERCAK Phytophthora palmivora PADA BUAH KAKAO

UJI DAYA HAMBAT JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp DALAM FORMULASI KERING BERBENTUK TABLET TERHADAP LUAS BERCAK Phytophthora palmivora PADA BUAH KAKAO J. Agrisains 10 (1) : 21-27, April 2009 ISSN : 1412-3657 UJI DAYA HAMBAT JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp DALAM FORMULASI KERING BERBENTUK TABLET TERHADAP LUAS BERCAK Phytophthora palmivora PADA BUAH KAKAO

Lebih terperinci

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada penghambatan pertumbuhan jamur (Candida albicans) dan tingkat kerusakan dinding

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 (Nurhayati) PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA

Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 (Nurhayati) PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA Oleh: Nurhayati (Dosen J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya Busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan

Lebih terperinci

No Nama Alat Merk/Tipe Kegunaan Tempat 1. Beaker glass Pyrex Tempat membuat media PDA

No Nama Alat Merk/Tipe Kegunaan Tempat 1. Beaker glass Pyrex Tempat membuat media PDA Lampiran 1. Spesifikasi Alat Dan Bahan No Nama Alat Merk/Tipe Kegunaan Tempat 1. Beaker glass Pyrex Tempat membuat media PDA Lab. Mikologi dan Fitopatologi 2. Cawan petri Pyrex Tempat pembiakan Lab. Mikologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama 15

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO

PENGELOLAAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO Ramlan : Pengelolaan Penyakit Bususk Buah Kakao PENGELOLAAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO Ramlan Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat ABSTRAK Rendahnya produktivitas kakao di Sulawesi Barat

Lebih terperinci