PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri kecil merupakan penyeimbang dalam struktur industrialisasi (produk dan pasar) secara menyeluruh karena menciptakan pembangunan yang lebih merata dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap komoditi yang diusahakan, dengan ketentuan dipenuhinya konsentrasi (fokus) kegiatan industri, pola produksi (serupa atau saling mengisi), memperhatian hubungan dan pertukaran informasi di antara sektor ekonomi. Industri kecil juga memiliki kemampuan berkembang cepat dan mempunyai daya saing kuat karena industri kecil dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, padat karya, dan menerapkan teknologi produksi yang beragam (Hubeis, 1997:6-12). Dalam pelaksanaannya, wirausaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga tidak dapat bergerak sendiri dan bebas tanpa adanya bantuan dari pihak lain (stakeholders). Peran pemerintah secara konkrit maupun pemerintah dalam wadah instansi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, sebagai pendorong gerak pembangunan dan perekonomian, seyogyanya industri kecil mendapat fokus perhatian dan pembinaan yang serius oleh pihak terkait. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai salah satu institusi pemerintah yang berperan dalam pengentasan pengangguran, kemiskinan dan perbaikan taraf hidup masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan nonformal dipandang perlu melakukan suatu terobosan baru yang menyentuh langsung kegiatan ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah pembinaan berbagai industri kecil skala rumah tangga. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dimaksud selama ini terkesan masih setengah hati dan hanya terbatas pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan saja tanpa ada kesinambungan dan ketuntasan program. Pamong Belajar sebagai ujung tombak institusi ini dinilai belum dapat memainkan perannya secara optimal, khususnya dalam membantu pengrajin industri kecil agar dapat menemukan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kegiatan usaha. Melalui pembinaan yang komprehensif dalam segala aspek untuk menghasilkan berbagai produk, seperti makanan ringan, furniture, garmen, cendera mata, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya, maka produktvitas industri kecil dapat ditingkatkan. Model dan pendekatan dalam penyelenggaraan kegiatan yang ada selama ini seperti Kelompok Belajar Usaha (KBU), Kelompok Pemuda Produktif, Magang, dan berbagai kursus keterampilan lainnya perlu ditata ulang. 1

2 2 Pola-pola pendidikan yang dilaksanakan hendaklah dapat mengubah perilaku pengrajin industri kecil secara permanen sehingga mereka lebih partisipatif dan mandiri. Sebaiknya individu-individu pengrajin dapat membentuk kelompokkelompok pengrajin, kemudian dapat pula diafiliasikan dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terdekat dan link dengan dunia usaha. Dengan demikian prinsip-prinsip pembinaan yang sesungguhnya dapat diterapkan, yaitu terwujudnya kegiatan pendampingan, adanya kerjasama antar stakeholder, tumbuhnya partisipasi, dan kemandirian usaha oleh pelaku industri kecil. Kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil yang dilakukan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sangat terkait dengan profesionalisme sumber daya manusia pada institusi ini. Profesionalisme juga berkaitan dengan kompetensi dan merupakan kata kunci bagi banyak lembaga untuk memilih dan mengevaluasi seseorang dikaitkan dengan tugas dan atau bidang keahliannya. Kesuksesan organisasi sekarang dan mendatang tergantung pada kompetensi kepemimpinan yang efektif dikombinasikan dengan kompetensi tenaga kerjanya. Identifikasi kompetensi akan memungkinkan organisasi memenuhi kepentingan masa datang yang vital. Menurut Suparno (2001), kompetensi dibutuhkan seseorang agar dapat melaksanakan tugas secara efektif, efisien, dan sukses. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, penugasan/pengalaman, atau bakat bawaan dan dianggap melekat pada sebuah organisasi bila organisasi tersebut memiliki sebuah sistem untuk mengelola kompetensi para individunya sehingga organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan sukses. Dewasa ini tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pemerintah agar memperluas kegiatan pembinaan ekonomi justeru belum diantisipasi dengan baik oleh Pamong Belajar. Kinerja Pamong Belajar dalam berbagai kegiatan pembinaan ekonomi masyarakat selalu dipertanyakan banyak pihak termasuk oleh mitra kerja di lembaga dan instansi terkait. Terkait dengan itu dibutuhkan suatu standar kompetensi yang jelas agar kinerja mereka dapat diandalkan dalam program pembinaan tersebut. Kompetensi dan kinerja seyogyanya sejalan dengan visi, misi, dan strategi insitusi dan dirumuskan mengacu kepada perubahan dan kebutuhan masyarakat. Keraguan berbagai pihak dan kelompok sasaran terhadap kompetensi Pamong Belajar yang berhubungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat hendaklah ditepis dengan peningkatan pemahaman akan ilmu kewirausahaan dan penyesuaian tugas dengan latar belakang akademis dan

3 3 pengalaman yang relevan dengan dunia usaha. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan pendidikan dan pelatihan kedinasan yang relevan, ketersediaan anggaran dan sarana prasarana yang cukup, lingkungan kerja yang kondusif, serta dukungan dari pihak terkait sangat diperlukan. Sistem kompetensi memberikan bahasa dan konsep umum untuk mencapai proses kinerja yang terintegrasi sehingga perlu dinilai ketika melakukan penilaian kinerja Pamong Belajar untuk menentukan bentuk pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan. Pada gilirannya kinerja organisasi Sanggar Kegiatan Belajar yang optimal dapat dicapai sekaligus menjadi tolok ukur kemampuan Pamong Belajar dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat pula dipantau kecocokan kompetensi Pamong Belajar dengan persyaratan yang telah ditentukan organisasi Sanggar Kegiatan Belajar. Kinerja fokus pada hasil atau hal-hal yang dapat dilakukan individu, bukan hanya pada kecerdasan akademik seseorang atau bukan hanya memandang sumberdaya manusia sebagai alat produksi, karena masing-masing individu memiliki tingkat kompetensi yang berbeda. Melalui identifikasi kompetensi setiap individu dapat dibedakan atas seseorang yang berkinerja baik atau tidak. Oleh karena itu kompetensi Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil perlu dinilai ketika menilai kinerja Pamong Belajar. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi yang sudah dimiliki tiap Pamong Belajar berdasarkan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. Pada akhirnya berdampak pada kinerja (job performance) Pamong Belajar yang optimal sebagai ujung tombak organisasi Sanggar Kegiatan Belajar. Banyak ahli pendidikan merasa gusar dengan mutu pendidik dan tenaga kependidikan nonformal (PTK-PNF), kemudian memberikan beberapa rumusan untuk peningkatan kompetensinya. Misalnya, Mulyana (2007:7) mengusulkan suatu format akselerasi peningkatan kompetensi PTK-PNF yang dimulai dari kegiatan pendataan dan pemetaan PTK-PNF. Supriyono (2006:45) merancang desain diklat PTK-PNF berbasis desentralisasi dan lembaga. Tantra (2006:24) mengusulkan peningkatan kompetensi PTKPNF melalui kaji tindak terintegrasi berbasis kompetensi dan Sudijarto (2008:30) mengusulkan perlu adanya percepatan peningkatan kualifikasi pendidik pendidikan nonformal. Berbagai rumusan yang ditawarkan tersebut tampaknya kurang cermat dalam menentukan titik awal pembenahan kompetensi PTKPNF, belum ada gambaran bentuk pembinaan dan koordinasi antar lembaga terkait. Rumusan-

4 4 rumusan di atas masih berkutat pada hal hal yang berkaitan dengan proses administrasi umum dalam pelayanan pendidikan nonformal. Pendataan dan pemetaan PTK-PNF tampaknya menjadi lebih penting dari pada pendataan dan pemetaan calon sasaran dan kebutuhan belajar masyarakat itu sendiri. Disain diklat yang disusun juga belum berdasarkan kebutuhan masyarakat/kelompok sasaran, dan belum disesuaiakan dengan jenis jabatan PTKPNF, khususnya bagi Pamong Belajar. Juga belum ada pemikiran tentang jenis dan kualifikasi pendidikan yang urgen bagi jabatan PTKPNF tertentu untuk disesuaikan dengan kapasitas dan karakteristik lokal. Oleh karena itu itu perlu dipikirkan lagi cara membuat kaji tindak yang betul-betul akurat dan aplikatif dalam peningkatan kompetensi tertentu bagi jenis jabatan PTKPNF tertentu. Dewasa ini dapat dikatakan belum ada kajian yang tepat dan sesuai untuk menilai kinerja Pamong Belajar, namun metoda penilaian secara umum dapat mengacu kepada proses penilaian secara input-proses-output (Ruky, 2006) dan proses penilaian kinerja berdasarkan kinerja masa lalu dan kinerja masa datang (Siagian, 2002). Berkaitan dengan hal tersebut, pada dasarnya pendekatan penilaian kinerja dewasa ini berevolusi dari pendekatan yang berpusat pada individu (individual approach centered) bergerak kearah pekerjaan (job centered), dan akhirnya berpusat pada sasaran (objective centered). Penelitian yang terkait dengan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pelayanan pendidikan nonformal melalui satuan pendidikan keterampilan usaha (life skills) masíh jarang dilakukan. Beberapa penelitian tentang Pamong Belajar pada umumnya masih berkisar pada penelitian kinerja secara umum atau baru pada aspek kompetensi manajemen, belum menyentuh penelitian yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi teknis. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Sihombing (2004), Gutama (2004), dan Tantra (2006) yang menyimpulkan bahwa perbaikan mutu tenaga kependidikan non formal termasuk Pamong Belajar perlu segera dilakukan agar mereka siap menyongsong perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Penelitian sebelumnya yang bertemakan kompetensi atau kinerja aparatur pemerintah dilakukan oleh Sudirah (2008) yang membuktikan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang berpengaruh terbesar terhadap kompetensi Tutor pada Universitas Terbuka. Penelitian Marius (2007) juga membuktikan bahwa ada tiga faktor yang paling mempengaruhi kompetensi dan kinerja penyuluh pertanian yaitu pendidikan non formal, lingkungan eksternal penyuluh, dan motivasi

5 5 kerja penyuluh. Demikian juga dengan hasil penelitian Nuryanto (2008) yang menunjukkan bahwa faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap rendahnya kompetensi penyuluh adalah rendahnya efektifitas pelatihan, rendahnya tingkat pengembangan diri, dan rendahnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik penyuluh. Sedangkan faktor-faktor determinan pada kinerja penyuluh adalah kompetensi itu sendiri, kekosmopolitan, dan dukungan faktor eksternal. Masalah Penelitian Menurut Tambunan (2002:28-43), industri kecil sebagai bagian dari UKM punya peranan penting dalam serapan pekerja Indonesia dan mempunyai peran strategis bagi perkembangan ekonomi bangsa dan negara. Disadari atau tidak, pertumbuhan sektor industri kecil dapat membantu beban pemerintah dalam mengatasi masalah pengangguran, turut menunjang tercapainya pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Perdagangan Pemprov Sumbar (2003) dan Humas Pemprov Sumbar (2008), terdapat berbagai industri kecil dominan yang tersebar di berbagai Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Namun, tidak semua industri kecil dominan tersebut menghasilkan produk unggulan yang bernilai ekonomi tinggi atau berorientasi ekspor. Beberapa produk yang termasuk unggulan dan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan adalah bordir/ sulaman, kerajinan perak, aneka kerupuk terutama sanjai, biji cokelat, gula tebu, gula aren, minyak nilam, minyak tanak kelapa, ikan bilih, makanan spesifik (gelamai), sepatu, dan berbagai cendera mata dari rotan dan bambu. Hal ini berarti bahwa Sanggar Kegiatan Belajar melalui Pamong Belajarnya ditantang untuk mengambil peran yang lebih besar dalam pembinaan berbagai industri kecil melalui berbagai satuan pendidikan keterampilan usaha. Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998, satuan pendidikan kecakapan hidup merupakan program favorit di Sanggar Kegiatan Belajar, namun program ini belum dilakukan secara serius dan belum ada road map kegiatan yang terencana, baik pada pemetaan kelompok sasaran dan penetapan bentuk program pembinaan usaha yang relevan dan sinergis dengan program di dinas dan instansi terkait. Lemahnya peran Sanggar Kegiatan Belajar dalam pelayanan pendidikan non formal di sektor kewirausahaan khususnya industri kecil, ditengarai karena

6 6 tidak adanya pembaharuan atau perumusan kembali tupoksi organisasi dan ketenagaannya sesuai konteks otonomi daerah dan realitas di lapangan. Tupoksi SKB dewasa ini masih mengacu kepada tupoksi SK Mendikbud RI Nomor 023/O/1997 yang dikeluarkan pada era sentralisasi dan dianggap tidak relevan lagi dengan berbagai perubahan dan dinamika masyarakat. Berbagai peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tugas pokok kelembagaan SKB dan Pamong Belajar kelihatan tidak saling sinkron, terlalu normatif, masih sebatas impian, dan tidak menggambarkan dengan jelas visi, misi, dan strategi lembaga. SK Menkowasbangpan RI Nomor 25/KEP/MK.WASBANGPAN/6/1999 yang menjadi rujukan bagi Pamong Belajar dalam melaksanakan tugas sekaligus sebagai acuan terhadap penilaian kinerja dipandang tidak realistis lagi karena tidak mencerminkan tuntutan masyarakat dewasa ini dan tidak konsisten pula dengan tugas pokok kelembagaan Sanggar Kegiatan Belajar. Menurut SK tersebut Pamong Belajar diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, pengembangan model dan pembuatan percontohan serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan nonformal. Tupoksi tersebut dipandang sangat berat untuk bisa direalisasikan oleh seorang Pamong Belajar yang tidak terbiasa dengan kegiatan penelitian, pengembangan program, dan pemodelan program pendidikan non formal, apalagi untuk bidang pendidikan kewirausahaan atau pengembagan ekonomi masyarakat. Akhirnya, secara operasional tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Pamong Belajar ditafsirkan sendiri-sendiri oleh Pamong Belajar dan pimpinan Sanggar Kegiatan Belajar sesuai kondisi dan kemampuan lembaga. PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga menetapkan standar kompetensi tenaga kependidikan termasuk bagi Pamong Belajar, namun standar kompetensi menurut PP tersebut masih berlaku umum. Tantra (2007) mengatakan bahwa pendidikan non formal masih berada di belantara, oleh karenanya standar kompetensi pendidikan nonformal tidak sepenuhnya merujuk ke PP tersebut karena ada ukuran-ukuran dalam PP tersebut yang porsinya lebih cenderung ke pendidikan formal. Perumusan standar kompetensi pendidikan nonformal harus berhati-hati karena spektrum dalam pendidikan nonformal sangat beragam. Jenis kompetensi antara pendidikan nonformal dan pendidikan formal sangat berbeda. Dalam satuan pendidikan nonformal itu sendiri juga banyak jenis dan ragamnya.

7 7 Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN PNF) yang menetapkan standar kompetensi pendidik di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, sebelum menetapkan standar kompetensi Pamong Belajar, lembaga ini perlu terlebih dahulu mendapatkan sumber referensi standarisasi dari hasil penelitian yang relevan dan komprehensif, termasuk juga dari beberapa sumber lain seperti Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Depnaker, masyarakat, dan dunia usaha. Dengan demikian, bentuk pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan standar kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dapat diberikan, prosedur rekruitmennya juga dapat dirumuskan, kemudian penilaian kinerja dapat dilakukan secara akurat, sehingga berimplikasi kepada kejelasan pengembangan karir dan pelaksaan pemberian insentif atau remunerasi yang lebih adil. Pada gilirannya kinerja dan profesionalisme menjadi lebih baik dan bermuara pada terwujudnya kepuasan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil prapenelitian yang dilakukan di beberapa Sanggar Kegiatan Belajar, baik melalui wawancara nonformal dengan Pamong Belajar, pengrajin industri kecil binaannya, maupun dengan pihak terkait, diketahui adanya indikasi masalah-masalah yang terkait dengan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dan perlu pendalaman lebih lanjut dalam suatu penelitian. Berdasarkan indikasi masalah tersebut dan fenomena-fenomena yang dikemukakan sebelumnya dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian, yaitu : (1) Bagaimana sebaran karakteristik individu, pendidikan dan pelatihan, pengembangan diri, lingkungan, kompetensi, dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat? (2) Bagaimana sebaran profil usaha pengrajin industri kecil binaan Pamong Belajar dan persepsinya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat? (3) Faktor-faktor apa yang berhubungan dan dominan pengaruhnya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil? (4) Bagaimana strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil?

8 8 Tujuan Penelitian Berdasarkan kepada masalah penelitian yang perlu dijawab dan dijelaskan, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mendeskripsikan sebaran karakteristik individu, pendidikan dan pelatihan, pengembangan diri, lingkungan, kompetensi, dan kinerja Pamong Belajar, serta profil industri kecil binaan Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat. (2) Mendeskripsikan sebaran profil usaha pengrajin industri kecil binaan Pamong Belajar dan persepsinya terhadap kompetensi dan kinerja Pamong Belajar di Provinsi Sumatera Barat (3) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dan dominan berpengaruh pada kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil. (4) Merumuskan strategi pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam pembinaan industri kecil. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara ilmiah dan secara praksis bagi pihak-pihak berikut ini: (1) Kementerian Pendidikan Nasional (Direktorat PTK-PNF) dan Dinas Pendidikan pada Pemerintah Daerah, sebagai acuan dalam pengembangan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar, khususnya untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Pamong Belajar dalam kegiatan pembinaan ekonomi masyarakat. (2) Pendidik dan tenaga kependidikan non formal lain seperti Penilik, Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), Fasilitator Desa Intensif (FDI), Penyuluh pada berbagai profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan berbagai Community Development Worker, sebagai acuan dalam peningkatan kompetensi masing-masing yang berhubungan dengan pembinaan ekonomi masyarakat khususnya industri kecil. (3) Perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai tambahan khasanah keilmuan, khususnya di bidang peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam penyuluhan dan pembinaan ekonomi masyarakat, serta mendorong peneliti lain melakukan penelitian lanjutan yang relevan dan komprehensif.

9 9 Definisi Istilah (1) Pendidikan nonformal (PNF) adalah proses belajar di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal, meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pembinaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan/pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. (2) Pendidik Pendidikan Nonformal adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan di bidang pendidikan nonformal, dapat berkualifikasi sebagai Konselor, Pamong Belajar, Widyaiswara, Tutor, Instruktur, Fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya. (3) Tenaga Kependidikan Nonformal adalah aparat pemerintah dan anggota masyarakat yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan nonformal. (4) Sanggar Kegiatan Belajar adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan di tingkat Kabupaten/ Kota yang bertugas menyelenggarakan program percontohan dan pengendalian mutu pendidikan non formal. (5) Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan di tingkat Provinsi yang bertugas menyelenggarakan program percontohan dan pengendalian mutu pendidikan non formal. (6) Pamong Belajar adalah Pegawai Negeri Sipil yang berstatus sebagai tenaga fungsional pada SKB dan BPKB yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan pendidikian nonformal, termasuk kegiatan pengembangan model, pembuatan percontohan, serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan nonformal. (7) Tutor, instruktur, atau fasilitator adalah sebutan lain bagi pendidik dalam lingkungan pendidikan nonformal yang tugasnya khusus memberikan pengajaran secara langsung kepada peserta didik / kelompok sasaran.

10 10 (8) Warga Belajar adalah sebutan bagi peserta didik dalam lingkup manajemen pendidikan nonformal dan informal. (9) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (10) Pendidikan kecakapan hidup (life skills) adalah satuan pendidikan non formal yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. (11) Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. (12) Industri kecil adalah upaya bisnis yang ditujukan untuk memproduksi barang atau jasa dengan skala kecil, memiliki asset antara Rp. 50 juta s/d Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan), beromzet per tahun kurang dari Rp.300 juta s/d Rp. 2,5 milyar, milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar (UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM). (13) Kegiatan pembinaan pengrajin industri kecil adalah upaya-upaya peningkatan kapasitas, harkat, dan martabat para pengrajin industri kecil, dalam rangka melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan yaitu dengan cara meningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka dalam pemanfaatan semua potensi sumber daya yang ada dalam usaha industri kecil, sehingga para pengrajin tersebut lebih mandiri, lebih mampu, dan lebih sejahteraan secara ekonomi dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelatihan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi tuntutan pemenuhan kebutuhan dan perubahan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPETENSI DAN KINERJA PAMONG BELAJAR DALAM PEMBINAAN PENGRAJIN INDUSTRI KECIL DI PROVINSI SUMATERA BARAT TASRIL BARTIN

PENGEMBANGAN KOMPETENSI DAN KINERJA PAMONG BELAJAR DALAM PEMBINAAN PENGRAJIN INDUSTRI KECIL DI PROVINSI SUMATERA BARAT TASRIL BARTIN PENGEMBANGAN KOMPETENSI DAN KINERJA PAMONG BELAJAR DALAM PEMBINAAN PENGRAJIN INDUSTRI KECIL DI PROVINSI SUMATERA BARAT TASRIL BARTIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual yang merata di seluruh wilayah tanah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nonformal (PNF) merupakan bagian dari pendidikan nasional di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan keistimewaan tersendiri. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut diwujudkan melalui upaya peningkatan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG ALIH FUNGSI UNIT PELAKSANA TEKNIS SANGGAR KEGIATAN BELAJAR MENJADI SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SANGGAR KEGIATAN

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kegiatan penting dalam pembangunan. Sebab, melalui pendidikan akan diperoleh perubahan sikap masyarakat. Pendidikan tidak hanya di bidang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan program dalam layanan pendidikan bisa terselenggara berkat adanya tenaga kependidikan dan tenaga pendidik untuk itu dituntut profesionalisme dari para

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas dalam Penguatan dan Pemanfaatan Hasil Akreditasi

Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas dalam Penguatan dan Pemanfaatan Hasil Akreditasi Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas dalam Penguatan dan Pemanfaatan Hasil Akreditasi Harris Iskandar Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas Disampaikan pada Rakornas BAN PAUD dan PNF Tahun 2018 Yogyakarta, 22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Peran LPMP Provinsi Kalimantan Timur dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan mutu pendidikan LPMP Provinsi Kalimantan Timur dalam pelaksanaan tupoksinya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.19, 2010. PENDIDIKAN. Kedinasan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5101) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DITJEN PAUD DAN DIKMAS DALAM PENGEMBANGAN MUTU SATUAN PENDIDIKAN PAUD DAN DIKMAS

KEBIJAKAN DITJEN PAUD DAN DIKMAS DALAM PENGEMBANGAN MUTU SATUAN PENDIDIKAN PAUD DAN DIKMAS KEBIJAKAN DITJEN PAUD DAN DIKMAS DALAM PENGEMBANGAN MUTU SATUAN PENDIDIKAN PAUD DAN DIKMAS Ir. Agus Pranoto Basuki, M.Pd KEPALA BAGIAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PAUD

Lebih terperinci

Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas Terkait Akreditasi PAUD dan PNF

Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas Terkait Akreditasi PAUD dan PNF Kebijakan Ditjen PAUD dan Dikmas Terkait Akreditasi PAUD dan PNF Harris Iskandar Direktur Jenderal Disampaikan pada Rapat Koordinasi BAN PAUD dan PNF dan BAP PAUD dan PNF Tahun 2017 Bogor, 23 November

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia merupakan kebutuhan wajib yang harus dikembangkan, sejalan dengan tuntutan perkembangan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 29

Lebih terperinci

PERAN PENTING SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAUD DAN PNFI

PERAN PENTING SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAUD DAN PNFI PERAN PENTING SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAUD DAN PNFI Disampaikan pada Kegiatan Workshop Saka Widya Budaya Bakti Di Pekanbaru Riau tgl 9 April 2015 DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian. Tahun 2013

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian. Tahun 2013 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian Tahun 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur disampaikan ke hadirat Allah SWT, sehingga Rencana Kerja Tahunan (RKT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5564 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 174) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah kondisi krisis sosial ekonomi nasional pada tahun 1998. Kehadiran PKBM sebenarnya

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

PENDATAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NON-FORMAL, DAN INFORMAL TAHUN 2014

PENDATAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NON-FORMAL, DAN INFORMAL TAHUN 2014 PETUNJUK TEKNIS PENDATAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NON-FORMAL, DAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI NON-FORMAL DAN INFORMAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lusi Anzarsari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sistem pendidikan merupakah salah satu bidang yang sangat vital bagi keseluruhan pembangunan suatu bangsa dan negara. Pengembangan pendidikan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN KOORDINASI KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TAHUN 2015

KEBIJAKAN DAN KOORDINASI KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TAHUN 2015 KEBIJAKAN DAN KOORDINASI KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TAHUN 2015 Disampaikan pada Temu Koordinasi Penyelenggara Program Pendidikan Masyarakat Bandung, 30 April 2015 oleh: Dr. Ir.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PIDIE NOMOR : 09 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PIDIE NOMOR : 09 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI PIDIE NOMOR : 09 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) SEBAGAI SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN PERIKANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN PERIKANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN PERIKANAN I. UMUM Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di zaman era globalisasi ini sumber daya manusia sangatlah penting dalam persaingan global, bukan hanya pengetahuan yang dibutuhkan tetapi jugaketerampilan-keterampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan nonformal seperti yang tertera dalam pasal 26 ayat (5) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah rangkaian upaya pembangunan manusia yang berkesinambungan dan dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan kualitas yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Syarif Hidayat, 2009 Pengembangan Model Pembelajaran BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian akhir disertasi ini akan diuraikan secara berturut-turut tentang kesimpulan dan rekomendasi. A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan Non Formal (PNF) adalah bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pada dasarnya penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menemukan model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang 224 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Dalam mencapai tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menimbulkan kompetensi di berbagai bidang baik ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Proses pengembangan SDM Aparatur di dinas Provinsi Jawa Barat belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan yang pelik dan komplek di Indonesia adalah pengangguran yang setiap tahunnya terus bertambah. Untuk itu perlu perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH Latar Belakang Berdasarkan Ketentuan Umum UU SP3K No.16 Tahun 2006 pasal 1 ayat (2) Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang selanjutnya disebut Penyuluhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 NO. 1 Prioritas 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemantapan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih baik

Lebih terperinci

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH?

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH? TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH? Oleh: Mochamad Wekas Hudoyo, API, MPS PENYULUH PERIKANAN MADYA PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN A. JUSTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan masyarakat merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus faktor dominan dalam pembangunan.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

Rencana Kinerja Tahunan 2013

Rencana Kinerja Tahunan 2013 Rencana Kinerja Tahunan 2013 STPP MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. Kementerian Pertanian. 2012 KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan akhir manusia dalam menempuh pendidikan biasanya berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu cara yang paling umum yang ditempuh manusia dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Tujuan akhir manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dalam organisasi pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam mendukung kebutuhan sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik, dalam menunjang perkembangan dan perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DAFTAR ISI Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG 1 B. LANDASAN HUKUM 4 C. MAKSUD DAN TUJUAN 6 D. SISTEMATIKA PENULISAN 6 BAB II GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan jaminan pencapaian hak dalam masyarakat, sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi peningkatan kualitas kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan 224 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Secara keseluruhan penelitian ini telah mencapai tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Tujuan umum penelitian ini adalah menemukan model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan bangsa Indonesia sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa diatur dalam Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan

BAB I PENDAHULUAN. ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membahas pendidikan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan, sebab pendidikan meliputi seluruh tingkah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BB II KJI PSTK 2.1. Hakekat Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia (SDM), yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia secara utuh. Dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan nasional yang hendak dicapai bangsa Indonesia tersurat dengan sangat jelas dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu 1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

KABUPATEN BADUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015

KABUPATEN BADUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 KABUPATEN BADUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BADUNG TAHUN 2015 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BADUNG TAHUN 2014 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN SYARAT PEMBERIAN BEASISWA DAN PENGHARGAAN

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN SYARAT PEMBERIAN BEASISWA DAN PENGHARGAAN WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN SYARAT PEMBERIAN BEASISWA DAN PENGHARGAAN BAGI PESERTA DIDIK, PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terus menjadi topik yang sering diperbicangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mendorong penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah menetapkan Tap MPR RI Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci