pengangkutan orang-orang yang memberikan pemerataan pada pelaksanaan perusahaan. Ambilah misalnya seorang agen perniagaan, seorang agen perniagaan, se

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "pengangkutan orang-orang yang memberikan pemerataan pada pelaksanaan perusahaan. Ambilah misalnya seorang agen perniagaan, seorang agen perniagaan, se"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepuluan yang terdiri dari beribu-ibu pulau yang berjajar di sekitar garis khatulistiwa, terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Letak geografis Indonesia yang sangat strategis tersebut ikut menetukan posisi dan peran Indonesia dalam hubungan antar bangsa, oleh karena itu untuk memperlancar roda perekonomian, menjaga, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta memperlancar hubungan dengan negara lain, dibutuhkan sistem transportasi yang memadai. Dalam sistem transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Pengangkutan adalah hal yang sangat penting dalam dunia perniagaan, mengingat sarana ini sebagai angkutan dari produsen ke agen atau grosir, sampai ke konsumen. Dari pelabuhan ke gudang, dari tempat pelelangan ikan ke pasar, dan lain-lain. Mustahil bila ada suatu usaha perniagaan yang mengabaikan mereka segi pengangkutan ini. Di samping itu mengenai pengangkutan benda-benda tersebut yang diperlukan di tempat-tempat tertentu, dalam keadaan yang lengkap dan utuh serta padat tepat waktunya, tetapi juga mengenai

2 pengangkutan orang-orang yang memberikan pemerataan pada pelaksanaan perusahaan. Ambilah misalnya seorang agen perniagaan, seorang agen perniagaan, seorang pekerja berkeliling (handelsreziger), seorang komisioner. Mereka semuanya pada waktu tertentu tidak mungkin memenuhi prestasiprestasinya tanpa alat pengangktan; belum lagi terhitung bertarnbahnya orangorang karena sesuatu hal misalnya untuk peninjauan di dalam atau di luar negeri mereka tentu memerlukan pengangkutan. 1 Peranan pengangkutan didalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barangbarang yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedagang atau pengusaha kepada konsumen juga harus menggunakan jasa pengangkutan. Pengangkutan di sini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain. 2 Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bag! penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan berlangsun tanpa hambatan atau kemacetan, sesuai dengan waktu direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya 1 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 1.

3 yang mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu barang selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan. Masalah pada masa kini adalah bagaimana cara memajukan transportasi pengangkutan barang yang dapat menghasilkan produk jasa angkut yang aman, murah, dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya hal tersebut peningkatan kemakmuran masyarakat akan dirasa lebih meningkat, karena salah satu kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik. Masyarakat ingin terpenuhi kebutuhan produksi jasa angkut dengan tarif yang rendah tapi dengan pelayanan bernilai tinggi. Salah satu contoh alat transportasi pengangkutan melalui darat yang sangat digemari masyarakat Indonesia pada saat ini adalah kereta api. Kereta api mempunyai karakteristik khusus, yaitu: 1. Melekat pada jalurnya, hanya bisa beralih ke jalur lain jika ada wesel yang mengalihkan. 2. Jarak pengeremannya relatif jauh dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya terutama dengan jenis kendaraan jalan raya, sehingga setiap gerakan perjalanan kereta api harus memiliki jarak minimal antara dua kereta api berurutan untuk itu dilengkapi oleh sinyal untuk membatasinya, untuk keamanan perjalanan kereta api mempergunakan sistem blok

4 dimana tiap blok selalu dibatasi oleh suatu sinyal sehingga perjalanannya harus terencana dengan baik. 3. Setiap blok hanya diijinkan dilewati satu kereta api dalam waktu bersamaan. 4. Memiliki jadwal yang pasti di tiap-tiap stasiun, stasiun pemberangkatan dan semua stasiun yang akan dilewatinya dan sampai stasiun tujuan akhir melalui digram waktu atau grafik perjalanan kereta api (GAPEKA). 5. Produk jasa angkutannya bersifat massal. 6. Perjalanan kereta api umumnya tidak memerlukan berhenti dan jalan kembali berulang-ulang, kecuali untuk keperluan operasi kereta api (bersilang atau disusul) dan keperluan jasa angkutan. 3 Keunggulan yang dimiliki kereta api tersebut memberikan nilai lebih bagi masyarakat Indonesia. Hal itulah yang menjadikan kereta api sebagai jasa ankut pengangkutan barang yang paling banyak dicari oleh banyak orang. Seperti misalnya pada musim arus mudik dan arus balik lebaran, kereta api menjadi pilihan utama pemudik untuk mengirimkan barangnya melalui jasa angkut pengangkutan barang melalui kereta api. Keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa angkut pengangkutan barang melalui kereta api didorong pada murahnya harga tiket barang yang diangkut dan jadwal kedatangan barang yang dianggap lebih memberikan kepastian kepada penerima barang tersbut. Selain harga tiket barang yang akan diangkut cenderung murah, hal ini yang mendorong para pemudik memilih jasa pengangkutan barang melalui 3 Desember, 15, 2009, jam diakses,

5 kereta api adalah factor kenyamanan dan keamanan dalam pengiriman barang, karena kereta api memiliki lintasan sendiri dan pengaturan perjalanan ketat disertai pemantau di setiap stasiun. Namun dalam kenyatanya sangat bertolak belakang dari apa yang masyarakat harapkan. Pelayanan yang diberikan jasa angkut pengangkutan barang melalui kereta api bias dikatakan tidak sesuai harapan masyarkat selama ini. Hal ini ditujukan dengan adanya keluhankeluhan dari konsumen selaku pengirim barang melalui jasa angkut kereta api. Ada beberapa contoh kasus yang dialami oleh konsumen terhadap pelayanan jasa angkut pengangkutan barang melalaui kereta api dimana tidak terpenuhinya hak-hak konsumen salah satunya sebagai berikut: Seperti yang disampaikan oleh Desty Diandini Adityanti, mengenai pelayanan jasa angkut pengangkutan barang melalui kereta api dalam hal ini PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta yang kurang memuaskan, terbukti bahwa barang yang berupa sebuah sepeda motor yang dikirim oleh Desty dari Yogyakarta dengan kota tujuan Bandung tidak sampai pada alamat yang dituju dari pihak pengirim kepada pihak yang penerima dan tidak tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. 4 Melihat kasus di atas bagaimana pelayanan jasa pengangkutan barang melalui kereta api demikian sangat merugikan pengguna jasa pengangkutan barang melalui kereta api. Pengguna jasa tidak lagi mendapat kenyamanan dan keamanan dalam menggunakan produk jasa pengangkutan barang melalui kereta api serta hak-hak dari pengguna jasa yang harus disanggupi oleh pihak 4 Wawancara dengan Desty Oiandini Adityanti

6 jasa pengangkutan barang melalui kereta api. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menulis judul tentang: TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API DI PT. LINTAS NUSANTARA PERDANA YOGYAKARTA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan daiam latar belakang masalah maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggung jawab dalam pengangkutan barang melalui kereta api di PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha pengangkutan barang melalui kereta api di Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui tanggung jawab dalam pengangkutan barang melalui kereta api di PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui penyelesaian atas terjadinya sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha pengangkutan barang melalui kereta api di Yogyakarta.

7 D. Tinjauan Pustaka Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Daiam hal ini terkait unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut: 1. Ada sesuatu yang diangkut. 2. Tersedianya alat angkut sebagai alat angkutnya, dan. 3. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkut. 5 Fungsi pengangkutan itu sendiri adalah pemindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud utuk meningkatkan daya guna nilai. Di sini jelas, meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai di tempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu dilakukan, sebab merupakan perbuatan yang merugikan bagi si pedagang. Fungsi pengangkutan yang demikian ini tidak hanya berlaku di dunia perdagangan saja, tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, hankam dan lainlain. 6 Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian di bawa oleh pengangkut menuju ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau ppenurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem, yaitu: 5 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, FH UII PRES, Yogyakarta, 2006, hlm Purwosutjipto, op cit., hlm. 2.

8 1. Subyek (pelaku) pengangkutan yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan dan pihak yang berkepentingan dengan pengangkut. 2. Status pelaku pengangkutan khususnya pengangkut selalu berstatus perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. 3. Obyek pengangkutan yaitu alat angkut, muatan, dan biaya pengangkutan, serta dokumen pengangkut. 4. Peristiwa pengangkutan yaitu proses terjadi pengangkutan dan penyelenggaraan pengangkutan serta berakhir di tempat tujuan. 5. Hubungan pengangkut yaitu hubungan kewajiban dan hak antara pihakpihak dalam pengangkutan dan mereka yang berkepentingan dengan pengangkutan. 7 Pengangkutan dalam pengangkutan di atas bukanlah sopir tau pengoperasi alat angkut yang dioperasikannya, tetapi majikan dari sopir aatau pengoperasi alat angkut tersebut yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan, dimana pihak lainnya adalah penumpang (pengangkut di sini biasanya berstatus perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum). Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan penumpang. Baik pengangkut maupun penumpang berdasarkan perjanjian tersebut mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing. Hubungan antara pengangkut dan penumpang terjad perjanjian pengangkutan, sedangkan sopir atau pengoperasi alat angkut dengan 7 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 4.

9 pengangkut terjadi hubungan perjaanjian perburuhan, jadi sopir atau pengoperasi alat angkut merupakan buruh dari pengangkut (bukan pengangkut yang sebenarnya). Seperti perjanjian-perjanjian pada umunya, dalam perjanjian pengangkutan para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan is! dari perjanjian pengangkutan para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan is! dari perjanjian yang akan dibuatnya. Apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibat-akibatnya ditetapkan bagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam buku ke tiga dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 8 Menurut Abdul Kadir Muhammad perjanjian pengangkutan adalah: Persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat. 9 Dalam perjanjian pengangkutan barang, obyek perjanjian adalah benda atau binatang, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan orang, yang menjadi obyek adalah orang. Dalam hal in! obtek pengangkutan itu barang, mulai pada saat diserahkan barang itu kepada pengangkut, maka penguasaan dan pengawasan atas benda-benda itu ada di tangan penangkut. Penguasaan dan pengawasan itu akan berat lagi bila benda angkut itu berwujud binatang. 8 Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm. 4.

10 Pengangkut baru dapat dipertanggungjawabkan bila benda-benda itu terlambat dating di tempat tujuan, kurang, rusak atau musnah. Dalam hal perjanjian mengenai pengangkutan orang, penyerahan kepada pengangkut tidak ada. Tugas pengangkut hanya membawa atau mengangkut orang-orang itu sampai di tempat tujuan dengan selamat. 10 Dimana dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api oleh pemerintah dan pelaksanaannya diserahkan kepada badan penyelenggara yang dibentuk untuk itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk dan syarat kerja sama antara pemerintah sebagai penyelenggara pengangkutan dan badan usaha penyelenggara diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Sedangkan perjanjian antara badan usaha penyelenggara dengan pihak swasta dalam usaha pengangkutan barang terdapat perjanjian tersendiri dari kedua belah pihak tersebut. Dan pihak swasta tersebut dalam usaha pengangkutan barang melakukan perjanjian kepada pihak pengirim. Perjanjian pengangkutan ini bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban dan hak. Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat, sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar biaya pengangkutan. Dengan pemenuhan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak tersebut dapat dikatakan prestasi para pihak sudah dipenuhi. 10 Purwosutjipto, op cit, hlm. 51.

11 Menurut Abdulkadir Muhammad, dalam perjanjian pengangkutan: Penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subyek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai obyek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian. 11 Pengertian pengangkutan penyelenggaraaan pengangkutan dimaksudkan bahwa pengangkut itu dapat melakukan pengangkutan sendiri atau dapat dilakukan orang lain atas perintah pihak pengangkut. Sedangkan yang dimaksud sampai ke tempat tujuan tertentu dengan selamat mengandung arti, bahwa bila pengangkutan itu berjalan dengan tidak selamat Hal itu menjadi tanggungan pihak pengangkut, Dalam keadaan tidak selamat ini hanya mempunyai, dua arti ; yaitu barangnya tidak ada, lenyap atau musnah; sedang arti kedua ialah barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. Ketiadaan atau hlangnya barang itu mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, sengaja dilemparkan ke laut, dicuri orang atau sebab lain sedang kalau barang itu rusak sebagian atau seluruhnya maka sedemikian rupa sehingga barang itu tidak tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya. 12 Dalam perjanjian pengangkutan maka kedudukan hukum antara pengangkut dengan pihak yang memakainya (pengirim/penumpang) sama tinggi sama rendahnya atau kedua belah pihak adalah gecoodineed. Dimana 11 Abdulkadir Muhammad, op cit, hlm Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hari Pramono, op cit, hlm. 122.

12 pihak pengangkut terhadap buruh (atasan terhadap bawahan) pada hubungan hukum antara pemakai angkutan dan pengangkut. 13 Dalam perjanjian pengangkutan barang dengan kereta api, perjanjian terjadi dan mengikat pihak-pihak sejak pengangkut member stempel dan tanggal pada surat muatan (vrachtbrief) dihadapan pengirim barang yang diterima oleh pengangkut cocok dengan surat muatan yang ditandatangani oleh pengirim (pasal 42 ayat 2 BVS). 14 Setelah muatan barang siap dalam alat pengangkutan (truk, gerbong kereta api), pengangkut memberangkatkannya dan ia wajib melakukan penjagaan, pengawasan, dan pemeliharaan terhadap muatan barang sampai tiba di tempat tujuan yang disepakati dalam perjanjian. Sering terjadi juga bahwa pengirim ikut dalam pengangkutan itu bersama muatannya, Dalam hal ini pengirim dan penerima adalah orang yang sama. Baik dalam pengangkutan barang ataupun penumpang, keberangkatan alat pengangkutan ditetapkan berdasarkan jadwal. 15 Dalam penyelenggaraan pengangkutan sering terjadi ketidaktepatan waktu, ketidaksempurnaan. yang merugikan pengirim atau penerima. Pengirim berhak menuntut ganti kerugian kepada pengangkut, dengan membuktikan itikad buruk (te kwader trouw), tetapi pengangkut dapat menolak tuntutan tersebut apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu disebabkan oleh: 13 Ibid, hlm Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm Abdulkadir Muhammad, ibid, hlm. 94.

13 1. Peristiwa yang tidak dapat diduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya (pasal 1244 KUHPdt); atau 2. Cacat barang itu sendiri; atau 3. Kesalahan/kealpaan pengirim atau ekspeditur (pasal 91 KURD). 16 Dalam hal timbul kerugian karena keterlambatan dating, atau karena hilang, atau karena kerusakan, penerima berhak menuntut ganti kerugian kepada pengangkut dalam tenggat waktu satu tahun sejak barang itu seharusnya tiba di tempat tujuan. Tetapi penerima tidak boleh menolak muatan barang yang diserahkan kepadanya itu dan membiarkannya pada pengangkut, kemudian menuntut ganti kerugian untuk seluruh muatan barang. Hal ini didasarkan pada pasal 1246 s.d KUHPdt yang membatasi tanggung jawab pengangkut. Ketentuan ini tidak membolehkan memperkaya diri sendiri tanpa hak. Apabila tuntutan ganti kerugian itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak, penerima dapat membawa perkaranya ke muka Pengadilan Negeri yang berwenang. 17 Dalam hal hak dan kewajiban penumpang atau pengirim dan pengangkut, selain diatur dalam KUHPdt dalam hal pengangkutan barang melalui kereta api lebih jelasnya diatur juga di dalam UU mengenai Perkeretaapian di Indonesia yang diatur dalam bentuk Undang-undiing Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Di dalam UU Nomor 13 tahun 1992 tenting Perkeretaapian terdiri dari 19 Bab, yaitu: BAB I mengenai Ketentuan Umum, BAB II mengenai Asas dan Tujuan, BAB III mengenai Tatanan 16 Ibid, hlm Ibid, hlm. 96.

14 Perkeretaapian, BAB IV mengenai Pembinaan, BAB V mengenai Penyelenggaraan, BAB VI mengenai Prasarana Perkeretaapian, BAB VII mengenai Perpotongan dan Persinggungan Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain, BAB VIII mengenai Sarana Perkeretaapian, BAB IX mengenai Rancang Bangun dan Rekayasa Perkeretaapian, BAB X mengenai Lalu Lintas Kereta Api, BAB XI mengenai Angkutan, dan BAB XII mengenai Asuransi dan Ganti Kerugian, BAB XIII mengenai Peran serta Masyarakat, BAB XIV mengenai Pemeriksaan dan Penelitian Kecelakaan Kereta Api, BAB XV mengenai Larangan, BAB XVI mengenai Penyidikan, BAR XVII mengenai Ketentuan Pidana, BAB XVIII mengenai Ketentuan Peralihan, dan yang terakhir yaitu BAB XIX mengenai Ketentuan Penutup. Yang terdiri dari 218 pasal yang telah terbagi di dalam masing-masing bab tersebut. Di dalam hal tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang tersedia pada BAB XI yaitu dalam Angkutan yang terdiri dari beberapa bagian di dalamnya yaitu bagian kesatu mengenai jaringan pelayanan perkeretaapian, bagian kedua mengenai pengangkutan orang dengan kereta api, bagian ketiga mengenai angkutan barang dengan kereta api, bagian keempat mengenai angkutan multimoda, bagian kelima mengenai angkutan perkereta apian khusus, bagian keenam mengenai tarif angkutan kereta api, bagian kedelapan mengenai tanggung jawab penyelenggara sarana perkeretaapian, bagian kesembilan hak penyelenggara sarana perkereta apian, bagian kesepuluh mengenai jangka waktu pengajuan keberatan dan ganti kerugian.

15 Mengenai barang yang diangkut di dalam pengangkutan barang melalui kereta api diatur dalam bagian Ketiga mengenai Angkutan Barang dengan Kereta Api yaitu: Pasal 139 (1) Angkutan barang dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan gerbong. (2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Barang umum; b. Barang khusus; c. Bahan berbahaya dan beracun; dan d. Limbah bahan berbahaya dan beracun. Pasal 141 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya angkutannya oleh pengguna jasa sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. (2) Pengguna jasa yang telah membayar biaya angkut berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. (3) Surat angkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang. Apabila dalam hal pengangkutan barang, pengangkut telah melaksanakan kewajibannya seperti yang sudah diperjanjiakan oleh pihak pengirim barang namun pihak pengirim/penerima belum melakukan kewajibannya ataupun sebaliknya karena ada suatu pemoatalan atau ada hal

16 yang menimbulkan terjadinya ketidak tepatan untuk melaksanakan perjanjian maka telah diatur dalam pasal 144 yaitu: Pasal 144 (1) Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengirim barang dengan kereta api lain atau moda transportasi lain atau mengganti biaya angkutan barang. (2) Apabila pengguna jasa membatalkan pengiriman barang dan sampai dengan batas waktu sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Pasal 147 (1) Angkutan kereta api dapat merupakan bagian dari angkutan multimoda yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan multimoda. (2) Penyelenggaraan angkutan kereta api dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian antara Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dengan badan usaha multimoda dan penyelenggara moda lainnya. (3) Apabila dalam perjanjian angkutan multimoda menggunakan angkutan kereta api tidak diatur secara khusus mengenai kewajiban Penyelenggara Sarana Perkerataapian, diberlakukan angkutan kereta api. Di samping diatur dalam UU Perkeretaapian, setiap hak dan kewajiban dari pihak pengangkut sebagai pelaku usaha dan pihak penumpang sebagai

17 konsumen dilindungi dan di atur dalam UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Menurut UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (pasal 1 angka 1 UUPK). Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin kepastian hukum. Diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pelaku usaha untuk konsumen. 18 Membahas keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen di Indonesia, hendaknya terlebih dahulu membahas peraturan perundang-undangan di Indonesia, Khususnya peraturan atau keputusan yang memberikan perlindungan bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen di Indonesia dan keberadaannya tepat apabila diletakkan di dalam sistem hukum nasional Indonesia. 19 Dalam hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan asas-asas hukum mengenai hubungan/masalah konsumen adalah buku ketiga tentang perikatan atau buku keempat mengenai pembuktian atau daluwarsa. Buku ketiga memuat berbagai hukum konsumen. Seperti perikatan, baik yang terjadi berdasarkan perjanjian maupun yang lahir berdasarkan undang-undang. Hubungan hukum konsumen adalah memberi 18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2004, hlm AZ, Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 19.

18 sesuatu, berbuat sesuatu, dantidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUHPerdata). Hubungan konsumen ini juga dapat dilihat pada ketentuan pasal KUHPerdata. 20 Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam undangundang tentang perlindungan konsumen diatur khusus dalam satu bab, yaitu bab VI, mulai dari pasal 19 sampai dengan pasal 28. Dari sepuluh pasal tersebut dapat kita pilah sebagai berikut: 1. Tujuh pasal, yaitu pasal 19. pasal 20, pasal 21, pasal 24, pasal 25, pasal 26, dan pasal 27 yang mengatur pertanggung jawaban pelaku usaha; 2. Dua pasal, yaitu pasal 22 dan pasal 28 mengatur pembuktian; 3. Satu pasal, yaitu pasal 23 yang mengatur penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan ganti rugi pada konsumen. 21 Prinsip pertanggung jawaban merupakan hal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus pelanggaran hak-hak konsumen, diperlukan kehati-hattan dalam menganalisa siapa yang bertanggung jawab dan pada siapa tanggung jawab dapat dibebankan. Dalam UUPK tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam pasal 19 ayat 1-5 yaitu: 20 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hlm Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 65.

19 1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian barang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nlainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi. 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Selain mengatur tanggung jawab pelaku usaha, dalam UUPK juga mengatur tentang hak-hak konsumen di dalam pasal 4 disebutkan hak konsumen adalah: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

20 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa; 5. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang patut; 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9. Hak-hak yang diatur dalam perundang-undangan lainnya. Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 22 E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Obyek penelitian Obyek dari penelitian ini adalah: a. Tanggung jawab pengangkut dalam barang melalui kereta api di PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta. 22 Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

21 b. Penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha pengangkutan barang melalui kereta api di Yogyakarta. 2. Subyek penelitian Subyek penelitian disini, antara lain: a. Branch Manager PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta. b. Pengguna jasa angkut pengangkutan barang melalui kereta api. 3. Sumberdata Sumber data dari penelitian ini adalah: a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan subyek penelitian. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri atas: 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis yaitu: a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b) UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. c) UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun ) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis yaitu: literature, penelusuran lewat internet, hasil wawancara dan observasi. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang, yaitu: kamus dan ensiklopedi.

22 4. Teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan: a. Interview/wawancara Wawancara dilakukan kepada para subyek penelitian secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. b. Studi pustaka Teknik pengumpulan data ini diambil dari buku-buku atau literature serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan teori sebagai tambahan dalam penulisan skripsi, yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 5. Metode pendekatan Metode pendekatan perundang-undangan yaitu cara pandang dengan melihat ketentuan atau perundang-undangan yang erkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 6. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan data tersebut secara yuridis normative berdasarkan permasalahan penelitian kemudian dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku untuk dicari pemecahan atas masalah tersebut. F. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini penulis akan menyajikan dalam bntuk tulisan yang terdiri dari 4 (empat) bab yaitu, Bab Pendahuluan yang terdiri dari latar

23 belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua merupakan Bab Tinjauan Umum yang menjabarkan teori-teori yang akan digunakan untuk mendukung penelitian ini. Tinjauan bab ini adalah tentang, tinjauan umum tentang pengirim/penerima, tinjauan umum tentang pihak pengangkut, perjanjian pengangkutan barang melalui kereta api. Dalam bab ketiga akan berbicara mengenai hasil pembahasan, adapun sub bab dalam bab yang ketiga ini adalah Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan barang melalui kereta api di PT. Lintas Nusantara Perdana Yogyakarta dan ats terjadinya sengketa antara konsumen dengan jasa pengangkutan barang melalui kereta api. Dalam bab keempat akan berbicara mengenai kesimpulan dan saran penulis atas penelitian yang sudah dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan pasca reformasi dewasa ini telah menunjukkan perkembangan pembangunan di segala bidang, bentuk perkembangan pembangunan itu salah satunya di bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang berjajar di sekitar garis khatulistiwa, terletak di antara dua benua (Asia dan Australia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat tidak dapat dipisahkan dari transportasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan BAB III Penutup A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan maksimal oleh PT. KAI. PT. KAI tidak mengganti kerugian atas barang yang hilang karena kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi Perkeretaapian UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 157 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB CV. PO. AYU TRANSPORT SUNGAI PENUH-JAMBITERHADAP PENUMPANG SKRIPSI DisusunSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang meliputi berbagai aspek dalam kehidupan di dalam masyarakat. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API. Diajukan Oleh :

JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API. Diajukan Oleh : JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API Diajukan Oleh : BENEDICTUS BISMO BINTANG PRAKOSA NPM : 110510601 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN 2005 A. Analisis Implementasi Hak Keamanan Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakansumber

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat vital. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kegiatan pengangkutan baik orang maupun barang telah ada sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kegiatan pengangkutan baik orang maupun barang telah ada sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau pengangkutan sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari aktifitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 1992 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DARAT Oleh : I Gusti Agung Ayu Laksmi Astri I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini berjudul

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau barang yang peruntukannya untuk umum atau pribadi. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau barang yang peruntukannya untuk umum atau pribadi. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tranportasi merupakan sarana yang dibutuhkan banyak orang sejak dahulu hingga sekarang, dalam melaksanakan kegiatannya yang diwujudkan dalam bentuk angkutan. Pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perdagangan dalam masyarakat tidak dapat dilepas dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya perdagangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang disatukan dari beribu-ribu pulau yang membujur dari Sabang sampai Merauke, dengan letak geografis antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Mobilitas yang tinggi tidak hanya berlaku pada manusia tetapi juga pada benda/barang. Perpindahan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perusahaan pengangkutan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa yang percaya untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT. Citra Van Titipan Kilat (Tiki) yang dirugikan karena surat pos atau paket pos terlambat, rusak, atau hilang.

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

PENGANGKUTAN BARANG (Studi Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Kereta Api dalam Penyelengaraan Melalui Kereta api Oleh PT Bimaputra Express)

PENGANGKUTAN BARANG (Studi Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Kereta Api dalam Penyelengaraan Melalui Kereta api Oleh PT Bimaputra Express) PENGANGKUTAN BARANG (Studi Tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Kereta Api dalam Penyelengaraan Melalui Kereta api Oleh PT Bimaputra Express) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan hal yang sudah lumrah ditemukan di banyak tempat. Seluruh wilayah di Indonesia memiliki alat transportasi yang saling menghubungkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras yang merupakan hasil pengolahan dari padi merupakan sumber karbohidrat tertinggi dibandingkan dengan jenis pangan lainnya, maka tidak heran beras paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Pengangkutan merupakan bagian dari perdagangan saat ini, dikenal adanya sistem baru yakni pengangkutan multimoda. Sistem

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling mengirim barang

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA Pengangkutan Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, 1 WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa angkutan jalan sebagai salah

Lebih terperinci