KETERGANTUNGAN TEMPERATUR DAN ph TERHADAP TRANSPOR SEFALEKSIN KE DALAM ERITROSIT MANUSIA SECARA IN VITRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERGANTUNGAN TEMPERATUR DAN ph TERHADAP TRANSPOR SEFALEKSIN KE DALAM ERITROSIT MANUSIA SECARA IN VITRO"

Transkripsi

1 KETERGANTUNGAN TEMPERATUR DAN ph TERHADAP TRANSPOR SEFALEKSIN KE DALAM ERITROSIT MANUSIA SECARA IN VITRO Jurnal Sains Kimia Vol 7, No.2, 2003: Matheus Timbul Simanjuntak Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan Abstrak Telah diteliti pengaruh ph dan temperatur terhadap sistem transpor sefeleksin pada membran sel darah manusia dengan menggunakan Silicone layer. Percobaan transpor dapat dilakukan pada temperatur 28 0 C tetapi sulit dilakukan pada temperatur 25 0 C, 30 0 C dan 37 0 C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan transpor sefaleksin dipengaruhi oleh temperatur. Pada kondisi percobaan ph in = 7,0 dan ph out = 6,0 diperoleh energi aktivasi sebesar 13,724 kkal mol. Kecepatan transpor sefaleksin pada kondisi ph in = 7,0 meningkat dengan bertambahnya ph out (ph out = 4,0 ; 5,0 dan 6,0) Kata Kunci: transpor sefaleksin, Silicone layer, temperatur, energi aktivasi dan ph. PENDAHULUAN Didalam tubuh darah sangat berperan penting, selain mengangkut oksigen keseluruh tubuh, darah juga berperan dalam hal pendistribusian obat sampai ketempat tempat yang diinginkan. Darah terdiri dari beberapa komponen yaitu, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) protein plasma dan cairan plasma. Membran eritrosit mengandung kira kira 49 % protein, 44 % lipid dan 7% karbohidrat, terdiri dari lipid bilayer, protein dan telah banyak digunakan untuk menentukan kemungkinan mekanisme berbagai cara transpor obat (Ansel, Howard. C., 1989). Sefaleksin adalah golongan antibiotik betalaktam yang telah banyak digunakan peroral untuk pengobatan infeksi dengan cara menghambat sintesa dinding sel mikroba (Tanu, I., 1995). Beberapa penelitian mengenai transpor sefaleksin menyebutkan bahwa pada ileum kelinci transpor sefaleksin terjadi pada konsentrasi rendah (0,1 5,0 mm) (Benkhelifa, S., dkk., 1996). Dan percobaan lainnya menunjukkan bahwa sefaleksin ditranspor maksimum pada ph 6,0 dan transpor sefaleksin lebih cepat dibandingkan dengan turunan sefalosporin lainnya. Transpor isomer sefaleksin telah diteliti pada hewan percobaan, bentuk isomer D sefaleksin tidak mengalami peruraian dan dapat diabsorbsi pada jaringan intestin sedangkan isomer L sefaleksin tidak diabsorbsi karena mengalami degradasi atau peruraian oleh enzim yang berada pada permukaan mukosa usus Simanjuntak, M.T., dkk., 1987). Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti mencoba untuk meneliti pengaruh temperatur pada ph terhadap transpor sefaleksin dari sediaan dan baku ke dalam sel darah merah manusia, sebagai model bio membran. BAHAN DAN METODA Bahan 44

2 Ketergantungan temperatur dan ph terhadap transpor sefaleksin (Matheus T Simanjuntak) Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), kapsul sefaleksin (Indofarma), hepes (Dosindo) isopropyl alcohol (E. Merck), dietil eter (E. Merck), kloroform (E.Merck), darah manusia (PMI), asam klorida (E. Merck), natrium hidroksida (E.Merck), natrium klorida (E.Merck), ammonium sulfat (E. Merck), kalium dihidrogen phospat (E.Merck), minyak silicon (E. Merck ) dan aguadest. Pembuatan Larutan Asam Klorida 0,1 N Diencerkan sebanyak 8,5 ml asam klorida pekat dalam labu tentukur dengan aguadest hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1995). Pembuatan larutan Asam Klorida 0,2% Diencerkan sebanyak 5,5 ml asam klorida p dalam labu tentukur dengan aquadest hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1995). Pembuatan Larutan Natrium Klorida 0,9% Dilarutkan sebanyak 9,0 gram natrium klorida dalam labu tentukur dengan aguadest bebas CO 2 hingga 1000 ml (Farmakope Indonesia, 1995). Pembuatan Buffer Isotonis Ditimbang Hepes setara 20Mm dan natrium klorida setara 150 mm, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan aquadest dan ph-nya dibuat seperti yang dibutuhkan dengan penambahan asam klorida 0,1 N atau natrium hidroksida 0,1 N dan dicukupkan hingga garis tanda Simanjuntak, M.T., Sebanyak 50 ml kalium dihidrogen phospat 0,1 M dicampur dengan 29,1 ml natrium hidroksida 0,1 M kemudian diencerkan dengan agua bebas CO 2 hingga 100 ml (Koethoff, M., Sandel. E.B. and Meehan, E.J., 1989). Pembuatan Buffer Fosfat ph 11 Sebanyak 50 ml 0,05 M natrium hydrogen phospat ditambah dengan 4,1 ml natrium hidroksida 0,1 M, diencerkan dengan aqua bebas CO hingga 100 ml (Koethoff, M., Sandel. E.B. and Meehan, E.J., 1989). Pembuatan Larutan Induk Baku Ditimbang sebanyak 86,9 mg sefaleksin, dimasukkan dalam labu tentukur 250 ml, kemudian dilarutkan dengan buffer isotonis dan dicukupkan hingga batas tanda, untuk mendapatkan konsentrasi 1mM. Pembuatan kurva Absorbsi Sefaleksin dalam HCl 0,2 % Ditimbang sebanyak 50 mg sefaleksin, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan asam klorida 0,2% dan dicukupkan hingga garis tanda. Kemudian larutan dipipet sebanyak 3,4 ml dan dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan asam klorida 0,2% dan ditentukan kurva serapan maksimumnya pada panjang gelombang nm. (Clarke EGC., 1986). Pembuatan Buffer fosfat ph 7,0 45

3 Jurnal Sains Kimia Vol 7, No.2, 2003: Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan induk baku dipipet sebanyak 0,5 ml; 2,5 ml;5,0 ml;7,5 ml;10,0 ml; 12,5 ml; 15,0 ml. Masing masing dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan buffer isotonis hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi masing masing 0,01mM ; 0,05mM ; 0,1 mm ; 0,15mM ; 0,2 mm ; 0,25mM ; 0,3 mm. Pencucian Sel Darah Merah Dipipet 5 ml sel darah merah yang telah bercampur dengan anti koagulansia. Dicampur dengan 5 ml NaCl fisiologis dingin. Disentrifuge 3000 rpm menggunakan sentrifuge dengan temperatur dingin selama 5 menit. Supernatan dipisahkan dari endapan pada temperatur 4 0 C. Endapan (eritrosit) dicampur kembali dengan 5 ml larutan NaCl fisiologis dingin sampai homogen. Kemudian sentrifuge pada 3000 rpm selama 5 menit dan kembali dilakukan seperti pada gambar bagian d. Percobaan diulangi terhadap eritrosit (endapan) sampai diperoleh supernatan jernih. Eritrosit yang telah bersih disimpan dalam wadah yang berisi campuran es dan garam. (Simanjuntak, M.T., 2000). Penghitungan Eritrosit Diambil kamar hitung yang bersih dan kering. Kaca penutup diletakkan diatasnya secara mendatar. Darah yang akan diperiksa dihisap dengan pipet sahli, sampai tepat pada garis 20 μl. Kelebihan darah yang melekat pada bagian luar pipet dihapus dengan kertas saring atau tissue. Ujung pipet tersebut dimasukkan kedalam wadah yang berisi larutan natrium klorida 0,9% sebanyak 3,98 ml. Pipet dibilas dengan larutan natrium klorida 0,9% tersebut. Kemudian wadah ditutup dan dikocok dengan cara membolak balik wadah minimum selama 2 menit. Larutan darah diteteskan 3 4 tetes larutan darah dengan cara menyentuh ujung pipet pada pinggir kaca penutup. Kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 (Langley and Leroy Lester, 1980). Percobaan Transpor Kedalam 0,4 ml suspensi eritrosit ditambahkan 1,6 ml buffer isotonis. Campuran dipreinkubasi selam 3 menit pada temperatur yang diinginkan. Sefaleksin dilarutkan dalam larutan Buffer isotonis (konsentrasi 0,1 mm). Kedalam suspensi eritrosit ditambahkan larutan sefaleksin (konsentrasi 0,1 mm) Kemudian dicampur sampai homogen dengan alat pencampur sentuh (touch mixer). Dalam interval waktu tertentu sebanyak 0,3 ml suspensi eritrosit dipindahkan kedalam tube mikrosentrifuge yang telah berisi 0,05 0,1 ml minyak silicon. Disentrifuse pada 3000 rpm. Supernatan dipisahkan. Permukaan minyak silicon dicuci sebanyak 2 3 kali dengan aquadest. (total volume 0,15 ml). Eritrosit dihemolisa dengan 0,3 ml aquadest dan dicampur sampai homogen (Simanjuntak, M.T., 2000). Analisis Kuantitatif Sefaleksin dalam Eritrosit Kedalam 0,3 ml hasil hemolisa eritrosit, dimasukkan 0,5 ml buffer phospat ph 11 dan 3 ml dietil eter. Campuran diaduk dengan alat pengaduk (shaker) selama 5 menit. Kemudian didiamkan dan disentrifuge pada 3000 rpm selama 5 menit. Lapisan air dibuang dari campuran, dan kedalam lapisan pelarut dicampurkan 0,1 ml 0,3 N asam lkorida, 0,2 ml 0,2 M buffer phospat ph 7, 0,7 gr ammonium sulfat dan 5 ml campuran kloroform: isoprofil alcohol 1 : 1 v/v. Diaduk dengan alat pengaduk (shaker) selama 30 menit. Disentrifuse pada 3000 rpm selama 5 menit. Lapisan pelarut organic dipisahkan dan diuapkan sampai kering dengan pengering hampa udara (freeze dryer). Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 7 ml asam klorida 0,2%. 46

4 Ketergantungan temperatur dan ph terhadap transpor sefaleksin (Matheus T Simanjuntak) Larutan diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. (Simanjuntak, M.T., 2000). Penentuan Pengaruh Temperatur Temperatur percobaan dilakukan pada 25 0, 28 0, 30 0, dan 37 0 C terhadap suspensi eritrosit yang terlebih dahulu diinkubasi selama 3 5 menit pada temperatur yang diinginkan, kemudian dilanjutkan dengan percobaan transpor dan analisis kuantitatif sefaleksin dalam eritrosit Penentuan Pengaruh ph Variasi ph larutan obat dilakukan antara 3,0 8,0, di mana eritrosit diinkubasi dengan larutan buffer ph 7,0 selama 5 menit, pada temperatur dimana transpor (absorbsi) sefaleksin dalam eritrosit paling baik. Kemudian dilanjutkan dengan percobaan transpor dan analisis kuantitatif sefaleksin dalam eritrosit. Penentuan Absorbsi Sefaleksin dari Kapsul Indofarma Penentuan absorbsi sefaleksin dari kapsul pada temperatur dan ph yang sesuai menurut percobaan diatas. HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Absorbsi Sefaleksin dalam HCl 0,2% Panjang gelombang serapan maksimum ultraviolet larutan sefaleksin baku dengan konsentrasi 17 μg/ml yang diukur dengan spektrofotometer ultraviolet dalam HCl 0,2% adalah 256 nm. Kurva Kalibrasi Sefaleksin dalam HCl 0,2% Kurva kalibrasi dari larutan sefaleksin dibuat dengan menyediakan suatu seri larutan sefaleksin dalam HCl 0,2% dengan interval konsentrasi pengukuran yaitu 0,01mM, 0,05mM, 0,1mM, 0,15mM, 0,2mM, 0,25mM, 0,3mM. dan konsentrasi sefaleksin yang akan ditranspor adalah 0,1mm (interval konsentrasi sefaleksin yang baik antara 0,1 5,0mm). Dari hasil percobaan diperoleh harga persamaan regresi Y = 0,5792 X + 0,1227 dan nilai r = 0,9908. Dengan adanya intersep terhadap sumbu Y sebesar 0,5792 yang menunjukkan perpotongan garis tidak melalui titik nol, hal ini disebabkan adanya ikatan obat dengan (protein plasma protein binding). Ikatan obat dengan protein plasma mungkin terlalu besar disebabkan oleh penggunaan metoda sentrifugasi konvensional sehingga obat mengendap bersama-sama dengan membran atau sel yang mengandung gugus obat pada permukaan membran yang disebabkan adanya interaksi elektrostatik dan hidrofobik, sehingga akan terukur sebagai obat yang berpenetrasi atau terabsorbsi. (Ogiso, dkk, 1986). Jumlah Eritrosit Manusia yang Dihitung dari Sampel Darah Penghitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan menggunakan metode Sahli. Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah eritrosit yang mempunyai variasi dari sampai per millimeter kubik. Di mana Guyton (1993) memprediksi bahwa jumlah rata rata eritrosit manusia sekitar 4 5 juta sel per millimeter kubik. Pengaruh Temperatur Terhadap Transpor Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia. Pengujian pengaruh temperatur terhadap serapan sefaleksin pada sel darah manusia manusia ditentukan dengan memakai larutan sefaleksin konsentrasi 0,1 mm dalam buffer isotonis ph 7,0 yang terlebih dahulu diinkubasi selama 5 menit kemudian 47

5 Jurnal Sains Kimia Vol 7, No.2, 2003: dicampur kedalam sel eritrosit manusia dengan ph 7,0 pada temperatur yang berbeda yaitu pada temperatur 25 0 C, 28 0 C, 30 0 C dan 37 0 C. a. Temperatur 25 0 C Gambar kurva pengaruh temperatur = 25 o C pada transpor sefaleksin b. Temperatur 28 0 C Gambar kurva pengaruh temperatur = 28 o C pada transpor sefaleksin c. Temperatur 30 0 C Gambar kurva pengaruh temperatur = 30 o C pada transpor sefaleksin Pada temperatur 25 o C, waktu transpor sefaleksin kedalam eritrosit 45 dan 90 detik belum menunjukkan hasil yang dapat terdeteksi, hal ini disebabkan karena kondisi temperatur yang digunakan pada percobaan rendah, sehingga transpornya berjalan lambat. Lain halnya pada temperatur 30 o C dan 37 o C, untuk temperatur 30 o C data yang terdeteksi hanya pada waktu transpor 45 detik, dan pada 37 o C data tidak terdeteksi. Hal ini diakibatkan karena kontak langsung temperatur yang terlalu tinggi dengan membran eritrosit yang mengakibatkan eritrosit yang digunakan pada percobaan terhemolisa, dan reaksi yang terjadi sangat cepat. Kondisi seperti ini terjadi karena eritrosit yang digunakan pada percobaan telah dihilangkan dari pengaruh pengaruh zat lain seperti plasma darah, protein dan lemak. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi sefaleksin yang ditranspor meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dengan energi aktivasi sebesar 13,724 kkal/mol yang dihitung dari jumlah sefaleksin yang ditranspor pada temperatur 25 0 C dan 28 0 C dan temperatur yang paling baik adalah temperatur 28 0 C, karena proses absorbsi yang paling konstan sampai pada 180 detik dan harga konstanta laju reaksi pada temperatur tersebut lebih baik dibandingkan dengan temperatur 25 0 C, dan pada temperatur 30 0 C dan 37 0 C reaksi yang terjadi sangat cepat. Pengaruh ph Terhadap Transpor Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia Pengujian pengaruh ph terhadap absorbsi sefaleksin ditentukan dengan cara larutan 0,1 mm sefaleksin dalam buffer isotonis dengan variasi ph ekstraselular 3,0 8,0 pada temperatur 28 0 C ditranspor ke dalam suspensi eritrosit ph 7,0 dengan waktu yang sama (45 detik) a. Temperatur 28 0 C Gambar kurva transpor sefaleksin dengan ph in = 7,0 dan ph out = 6,0 ; t = 28 o C b. Temperatur 37 0 C Gambar kurva transpor sefaleksin dengan ph in = 7,0 dan ph out = 6,0 ; t = 37 o C Diperoleh hasil bahwa ph yang baik untuk transpor sefaleksin dalam sel eritrosit pada temperatur 28 0 C adalah menggunakan ph out = 6,0 dan ph in = 7,0.Hasil yang sama juga ditemukan untuk transpor sefaleksin pada membran buatan dan ileum kelinci, dengan absorbsi maksimum pada ph 6,0, dan tergantung pada ph dan energi, namun tidak tergantung pada konsentrasi ion natrium dan transpornya melalui rute transelluler peptida. (Benkhelifa,S., dkk., 1997). Bila diperhatikan absorbsi sefaleksin pada ph 4,0 temperatur 28 0 C dan ph 4,0 pada temperatur 37 0 C diperoleh harga konstanta laju reaksi yang berbeda dan terlihat juga adanya hubungan antara kenaikan temperatur dengan kenaikan nilai K dengan energi aktivasi yang diperoleh untuk menaikkan transpor sefaleksin dari 28 o C sampai 37 o C sebesar 17,097 kkal mol -1, hal ini memberi arti bahwa sefaleksin dalam sel darah manusia ditranspor dominan dengan cara difusi sesuai dengan yang dikemukakan oleh Barry, Brian (1968) bahwa harga energi aktivasi untuk membran homogen dalam proses difusi dari suatu larutan non elektrolit dengan berat molekul rendah, kira kira 5 kkal mol -1 48

6 Ketergantungan temperatur dan ph terhadap transpor sefaleksin (Matheus T Simanjuntak) berbeda untuk bahan yang berdifusi kedalam suatu polimer (membran) di mana harga energi aktivasinya akan meningkat menjadi kkal mol 1. Transpor Sefaleksin dari Kapsul Sefaleksin Indofarma Pada pengukuran transpor sefaleksin yang diambil dari kapsul sefaleksin yang terlebih dahulu ditimbang beratnya setara dengan sefaleksin konsentrasi 1mM, kemudian diencerkan dengan buffer isotonis hingga konsentrasinya 0,1 mm, kemudian ditranspor kedalam sel eritrosit manusia pada temperatur 28 0 C dan pada ph 6,0. Diperoleh hasil bahwa konsentrasi sefaleksin dalam bentuk sediaan lebih kecil dibandingkan dengan sefaleksin baku pada temperatur dan ph yang sama, hal ini terjadi disebabkan pengaruh pengaruh dari formulasi sediaan sefaleksin tersebut, seperti adanya pembawa yang menyebabkan adanya proses transpor zat lain yang masuk dan menembus membran atau faktor lain yang mempengaruhi konsentrasi dari sefaleksin yang terdapat di dalam eritrosit. KESIMPULAN 1. Percobaan transpor sefaleksin secara in vitro dalam membran sel darah merah manusia, menunjukkan adanya kenaikan transpor dengan menaiknya temperatur dan energi aktivasi sebesar 13,724 kkal/mol. 2. Adanya ph gradien terhadap transpor sefaleksin pada sel darah merah manusia dengan ph in = 7,0 dan ph out = 6,0. 3. Proses transpor dari sefaleksin bentuk baku lebih cepat bila dibandingkan dengan kapsul sefaleksin indofarma dalam bentuk membran eritrosit manusia. Barry, Brian, 1968, Dermatological Formulation Drug and The Pharmaceutical Science, Chapel Hill, North California, Vol. 18.; Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P., and Tome, D., 1996, Transport of Cepalosporins Across Artificial Membranes and Rabbit Ileum, J. Pharmaceutics In t.159. Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P. and Tome, D., 1997, Characteristics of Cephalexin Transport Across Isolated Rabbit Ileum, J.Pharmaceutics Int. 145 : Clarke EGC., 1986, Isolation and Identification of Drug, Second edition, The Pharmaceutical Press, London Koethoff, M., Sandel. E.B and Meehan, E.J., 1989, Quantitative Chemical Analysis, Fourth Edition, Macmillan publishing Co., Inc.New York. Langley, Leroy Lester., 1980, Dynamic Anatomy and Physiology, Mc. Graw Hill. Inc., USA. Ogiso, Taro., Iwaki, M, and Kimori, Misa, 1986, Erythrocyte Membrane Penetration of Basic Drugs and Relationship between Drug Penetration and Hemolysis, Chem., Pharm., Bull., 34. : Simanjuntak, M.T., 2000, Transport Derivat Asam Pyridone Karboksilat pada Sel Darah Merah In Vitro, Media Farmasi An Indonesian Pharmaceutical Journal, Volume 8. (76 90) Tanu, I., 1995, Farmakologi dan terapi, Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran UI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC., Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Ansel, Howard. C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerjemah Farida Ibrahim, Cetakan pertama, UI Press, Jakarta. 49

7

PENGUJIAN TERHADAP PENGIKATAN DAN PELEPASAN SEFALEKSIN PADA ERITROSIT SECARA IN VITRO

PENGUJIAN TERHADAP PENGIKATAN DAN PELEPASAN SEFALEKSIN PADA ERITROSIT SECARA IN VITRO Vol 9, No.1, 25: 46-5 PENGUJIAN TERHADAP PENGIKATAN DAN PELEPASAN SEFALEKSIN PADA ERITROSIT SECARA IN VITRO Matheus Timbul Simanjuntak Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Larutan dapar fosfat ph 7,4 isotonis

LAMPIRAN. Larutan dapar fosfat ph 7,4 isotonis LAMPIRAN Lampiran 1. Flowsheet pembuatan larutan dapar fosfat ph 7,4 isotonis Natrium dihidrogen fosfat ditimbang 0,8 g Dinatrium hidrogen fosfat ditimbang 0,9 g dilarutkan dengan 100 ml aquadest bebas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah alat permeasi in vitro Crane dan Wilson (modifikasi), spektrofotometer UV-visibel (Shimadzu), neraca analitik (Metler Toledo),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaannya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan 43 Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan Furosemida Sifat Fisikokimia Serbuk hablur berwarna putih s/d kekuningan dan tidak berbau Praktis tidak larut dalam air pka 3,9 Log P 0,74 Kelarutan 0,01 (mg/ml)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT 1. Kertas saring a. Kertas saring biasa b. Kertas saring halus c. Kertas saring Whatman lembar d. Kertas saring Whatman no. 40 e. Kertas saring Whatman no. 42 2. Timbangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. 3.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL SEMESTER GANJIL 2015 2016 PENGARUH ph DAN PKa TERHADAP IONISASI DAN KELARUTAN OBAT Hari / Jam Praktikum : Selasa, Pukul 13.00 16.00 WIB Tanggal Praktikum : Selasa,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Juni 2014 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : peralatan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa.

Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Larutan Dapar Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan ph terhadap penambahan sedikit asam atau basa. Peniadaan perubahan ph tersebut dikenal sebagai aksi dapar.

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer UV-visibel (Genesys 10), cawan conway dengan penutupnya, pipet ukur, termometer, neraca analitik elektrik C-200D (Inaba Susakusho),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Kerja Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), Pengambilan Sampel Darah, Penetapan Profil Urea Darah (DAM) dan Penentuan Profil Asam Urat Darah (Follin-Wu)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

MODUL I Pembuatan Larutan

MODUL I Pembuatan Larutan MODUL I Pembuatan Larutan I. Tujuan percobaan - Membuat larutan dengan metode pelarutan padatan. - Melakukan pengenceran larutan dengan konsentrasi tinggi untuk mendapatkan larutan yang diperlukan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Pembuatan larutan buffer menggunakan metode pencampuran antara asam lemah dengan basa konjugasinya. Selanjutnya larutan buffer yang sudah dibuat diuji kemampuannya dalam mempertahankan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006)

x100% LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) LAMPIRAN PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Ganjyal et al., 2006; Shimelis et al., 2006) Prosedur pengujian daya serap air: 1. Sampel biskuit dihancurkan dengan menggunakan mortar. 2. Sampel

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan April 2014 sampai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan lokasi penelitian di analisis di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Bahan-bahan - air destilasi - larutan kalium chloride (KCl) 1N ditimbang 373 g KCl yang sudah dikeringkan di dalam oven pengering 105 o C, dilarutkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan cairan tubuh manusia yaitu plasma secara in vitro. 3.2 Subyek Penelitian Subyek penelitian

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 27 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE 3.1 Bahan Indometasin ( Kunze Indopharm ) Indometasin pembanding ( PPOM ) /3-siklodekstrin ( Roquette ) Natrium nitrit P.g. ( E. Merk ) Kalium dihidrogen fosfat P.a. 1(

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM PENGARUH ph DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN YANG MELAKUKAN PENGOLAHAN AIR

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT I. DASAR TEORI I.1 Asidi-Alkalimetri Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri. Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia

Lebih terperinci

Gambar sekam padi setelah dihaluskan

Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran 1. Gambar sekam padi Gambar sekam padi Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran. Adsorben sekam padi yang diabukan pada suhu suhu 500 0 C selama 5 jam dan 15 jam Gambar Sekam Padi Setelah

Lebih terperinci

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN

Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN Praktikum II UJI OKSIHEMOGLOBIN & DEOKSIHEMOGLOBIN A. Tujuan Membuktikan hemoglobin dapat mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2) dan dapat terurai kembali menjadi O2 dan deoksihemoglobin. B.

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN D. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah rendang iradiasi yang memiliki waktu penyinaran yang berbeda-beda (11 November 2006, DIPA 14 Juni 2007, dan no label 14 Juni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan BAB III METODOLOGI 31 Bagan Alir Penelitian Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan pembuatan keju cottage, maka di bawah ini dibuat bagan alir prosedur kerja yaitu prosedur preparsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci