Upaya Konservasi dan Pengelolaan Habitat Penyu Laut melalui Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Upaya Konservasi dan Pengelolaan Habitat Penyu Laut melalui Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat"

Transkripsi

1 Upaya Konservasi dan Pengelolaan Habitat Penyu Laut melalui Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Wahyu Prihanta 1, Amir Syarifuddin 2, Ach. Muhib Zainuri 3 1 Pendidikan Biologi, 2 Kehutanan, 3 Teknik Mesin 1, 2 Universitas Muhammadiyah Malang, 3 Politeknik Negeri Malang 1 wahyuprihanta@gmail.com, 2 amir@umm.ac.id, 3 muhibzain@gmail.com Abstrak Terdapat tujuh spesies penyu laut di dunia, enam di antaranya ada di Indonesia dan empat spesies yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu blimbing (Dermochelys imbricate), penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan penyu abu-abu (Lepidochelys olivaceae) diketahui bertelur di Pantai Taman, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Setiap jenis penyu diklasifikasikan sebagai terancam, terancam punah, dan sangat terancam punah. Ancaman terhadap penyu laut meliputi 1) perburuan yang sangat intensif karna nilai ekonomi telur, daging dan cangkangnya, 2) pembangunan pantai yang berakibat hilangnya habitat bertelur penyu, 3) lalu-lintas kapal, 4) adanya serangan beberapa pemangsa, dan 5) perubahan iklim. Upaya untuk menjaga agar keberadaan penyu laut tetap berlangsung telah dilakukan di Pantai Taman, antara lain: menjaga pantai tempat penyu bertelur, membuat daerah penetasan telur buatan dan membuat kolam pembesaran tukik sebelum dilepaskan kembali ke lautan. Upaya konservasi penyu terbilang sukses dengan kegiatan ekowisata sebagai penunjang dananya. Kata-kata kunci : penyu laut, terancam, konservasi, ekowisata, daerah peneluran. Abstract There are seven species of the sea turtles in the world, six of them exist in Indonesia and four of them, known that are Chelonia mydas, Dermochelys imbricate, Eretmochelys imbricate and Lepidochelys olivaceae lay eggs in Taman Beach, subdistrict of Ngadirojo, regency of Pacitan. Every sea turtle species is classified as either vulnerable, threatened, or endangered. Threats to sea turtles include 1) intensive hunting due to the economic value of their eggs, meats and shells, 2) coastal development which leads to loss of nesting habitat, 3) boat traffic, 4) facing attack by a variety of predators, and 5) climate change. Attempts to ensure the continued existence of these sea turtles had been carried out in Taman Beach, comprising: nesting beach protection, artificial incubation and rearing their juvenils in the beach before releasing them to the ocean. The conservation of sea turtle had been succesfull with ecotourism as supporting its fund. Keywords : sea turtle, endangered, conservation, ecotourism, nesting beaches. I. PENDAHULUAN Penyu merupakan kelompok hewan purba saat ini dalam kondisi semakin mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan karena sebagian orang menganggap penyu adalah salah satu hewan laut yang memiliki banyak kelebihan. Selain tempurungnya yang dapat digunakan untuk cenderamata, dagingnya dikonsumsi karena dianggap berkhasiat untuk obat dan ramuan kecantikan. Meski sudah ada PP No. 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan Satwa - yang melindungi semua jenis penyu; perburuan terhadap hewan yang berjalan lamban ini terus berlanjut. Untuk mencegah kepunahan penyu, terutama penyu belimbing, telah dilakukan beberapa upaya untuk melindungi tempat bertelur penyu. Keberadaan penyu perlu dilindungi, hal ini dikarenakan: a) Penyu merupakan peninggalan hewan purba yang telah mendekati kepunahan; b) Perkem-bangbiakan penyu sangat lambat, namun mampu hidup ratusan tahun, hanya sekitar 1 dari 1000 telur yang dihasilkan berhasil hidup dewasa, c) Penyu dapat dikembangkan sebagai aset wisata sehingga akan mendatangkan keuntungan langsung melalui penjualan tiket 68 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

2 maupun keuntungan tidak langsung, seperti halnya akan dibelinya suvenir wisata. Pengembangan wisata akan mampu menjadi daya tarik wisata asing mengingat penyu merupakan hewan langka tingkat dunia; dan (4) bagi pemerintah daerah perlindungan penyu akan meningkatkan image nasional maupun internasional di bidang konservasi. Pantai Taman di Desa Hadiwarno Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan memiliki keindahan laut dan sumberdaya alam yang cukup besar. Berdasarkan pengamatan pada rentang 10 tahun terakhir, terdapat 4 jenis penyu yang ditemukan mendarat di sepanjang Pantai Pacitan yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu blimbing (Dermochelys imbricate), penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan penyu abu-abu (Lepidochelys olivaceae). Selama ini pariwisata dikelola dengan mengandalkan keindahan pantai yang ada, belum dilakukan pengem-bangan wisata dari sumber daya kelautan yang lain. Pengembangan konservasi penyu sangat mungkin diunggulkan, karena satwa penyu merupakan satwa langka dunia sehingga perlindungan penyu akan sangat mungkin dapat menggaet perhatian dunia internasional. II. SUMBER INSPIRASI RPJMD Kab. Pacitan , menetapkan visi: terwujudnya masyarakat pacitan yang sejahtera. [1] Misi ke-4 dan ke-5 yang ditetapkan Pemkab Pacitan untuk mencapai visi tersebut adalah: Meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang bertumpu pada potensi unggulan dan Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dalam rangka pemenuhan kebutu-han dasar. Strategi pembangunan Kab. Pacitan yang relevan dengan pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat (PPM) skim Ipteks bagi Wilayah (IbW) diimplementasikan melalui arah kebijakan: Mewujud-kan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan, meliputi: peningkatan konservasi di kawa-san budidaya, pemantapan kawasan lindung, dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan. Pengembangan sektor pariwisata di Kab. Pacitan (gbr. 1) dibagi ke dalam 4 kawasan pengembangan pariwisata (KPP), di mana KPP C, meliputi Kec. Kebonagung, Kec. Tulakan, Kec. Ngadirojo, dan Kec. Sudimoro. Wisata andalan adalah wisata pantai (pantai Taman dan pantai Desa Sidomulyo). [2] Gambar 1. Peta rencana KPP Kabupaten Pacitan Perlindungan penyu di Pantai Taman Desa Hadiwarno, Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan dirasa mendesak sebab: 1) Pembangunan PLTU di Kec. Sudimoro telah memusnahkan lokasi pantai untuk peneluran, sehingga saat ini ada peningkatan signifikan penyu bertelur di Pantai Taman; dan 2) Faktor lain yang mendukung pengembangan wisata konservasi penyu adalah dengan adanya pengembangan Jalur Lintas Selatan atau JLS (Banyuwangi hingga Yogyakarta) merupakan jalur wisatawan Bali ke Yogyakarta (gbr. 2). Jika kegiatan konservasi penyu untuk wisata di Pantai Taman Desa Hadiwarno, Kec. Ngadirojo ini terealisasi, akan menjadikan embrio pengembangan wisata bahari di Kab. Pacitan. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

3 Gambar 2. Perpindahan lokasi penyu bertelur Paradigma konservasi modern saat ini tidak hanya menekankan pada fungsi perlindungan (konservasi), namun harus menyentuh juga manfaat ekonomi dan sosial. Untuk itu konservasi penyu diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian warga dengan dikembangkannya konsep ekowisata pada kegiatan PPM skim IbW dengan tema konservasi dan ekowisata di Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan ini. Tiga poin penting pada pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah: 1) Melakukan perlindungan penyu sebagai aset wisata; 2) Pembangunan kawasan ekowisata yang sebagian hasilnya untuk konservasi; dan 3) Pengem-bangan ekowisata bersama masyarakat baik perencanaan, pelaksanaan, modal dan sharing hasil sehingga masyarakat akan ikut berkembang secara ekonomi dan sosial, selanjutnya akan merasa ikut memiliki sehingga semakin kuat kesadaran terhadap konservasi penyu. A. Pantai Taman sebagai Lokasi Konservasi Sifat fisik wilayah Pantai Selatan Jawa umumnya memiliki kontur yang curam. Kondisi topografi berupa kombinasi antara dataran rendah (pantai), bukit dan pegunungan. Pantai taman yang terletak di Pantai Selatan Jawa sudah sejak lama dikenal sebagai tempat peneluran penyu dapat dikatakan termasuk jenis pantai berpasir halus. Pantai berpasir dicirikan oleh ukuran butiran sedimen halus dan memiliki tingkat bahan organik yang tinggi. Pantai ini banyak dipengaruhi oleh pasang surut yang mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan pengaruh evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Faktor fisik yang berperan penting mengatur kehidupan di pantai berpasir adalah gerakan ombak. Gerakan ombak mempengaruhi ukuran partikel dan pergerakan substrat di pantai. Gerakan ombak di Pantai Taman pada umumnya kecil dikarenakan adanya sejumlah palung laut. Hal ini ditandai dengan ukuran partikel pasirnya yang halus. Pengaruh ukuran partikel terhadap organisme yang hidup pada pantai berpasir halus adalah pada penyebaran dan kelimpahannya. Butiran pasir yang halus mempunyai retensi air yang mampu menampung lebih banyak air di atas dan memudahkan organisme untuk menggali. Gerakan ombak dapat pula mengakibatkan partikel-partikel pasir atau kerikil menjadi tidak stabil sehingga partikel-partikel substrat akan terangkut, teraduk, dan terdeposit kembali. Karena kondisi di lapisan permukaan sedimen yang terus menerus bergerak, maka hanya sedikit organisme yang mempunyai kemampuan untuk menetap secara permanen sehingga inilah yang menyebabkan pantai seperti terlihat tandus. Adanya spesies penyu yang mendiami Pantai Taman (gbr. 3) karena masih seimbangnya rantai makanan. Mulai dari adanya padang lamun sebagai penyedia makanan bagi detritus sampai penyu hijau sebagai konsumen utama. Meskipun letak padang lamun di Pantai Taman tidak berdekatan dikarenakan kontur pantai yang curam tetapi suplai makanan untuk penyu hijau terpenuhi. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya penyu yang bertelur di daerah ini. Hal ini didasarkan pada pola hidup penyu yang hanya mendarat di pantai yang berpasir halus kaya akan nutrient untuk tempat menetaskan telurnya. Keadaan ini kemudian didukung oleh kondisi pantai yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia yang memudahkan penyu bermigrasi. 70 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

4 Gambar 3. Penyu Belimbing di Pantai Taman B. Tahapan Konservasi Penyu di Pantai Taman Berbagai macam penyu di Pantai Taman dikenal dengan nama lokal oleh masyarakat setempat yaitu penyu pasiran, pasiran kebu dan lain-lain. Pengamatan secara ilmiah dilakukan oleh Tim IbW antara 2001 hingga Hasilnya, ada 4 jenis penyu (dari 7 jenis penyu dunia) yang pernah mendarat di Pantai Taman, Desa Hadiwarno, Kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan, yaitu: penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu blimbing (Dermochelys coriacea). Pengamatan etnozoologi penyu di Pantai Taman oleh tim IbW pada 2005 menunjukkan bahwa penyu oleh masyarakat dianggap ikan sehingga ditangkap dan diperjualbelikan secara bebas. Beberapa masyarakat pernah mendengar tentang perlindungan penyu ( sea turtle rescue) namun tidak pernah ada penindakan oleh pihak berwenang di Pantai Taman. Masyarakat juga mengenal mitos tentang penyu sebagai hewan yang memiliki nilai mistis (malati), sehingga tidak semua orang berani menyembelihnya. Pada Desember 2013, Tim IbW mengadakan sosialisasi program konservasi penyu untuk wisata pada masyarakat Dusun Taman. Pada saat itu disepakati pembentukan kelompok masyarakat penyelamat penyu untuk wisata (KMP2W), yang kemudian berubah nama menjadi Kelompok Masyarakat Konservasi Penyu untuk Wisata (KMKPW) Taman Ria (gbr. 4). Selanjutnya dilakukan kampanye perlindungan penyu di sekolah dan masyarakat oleh tim IbW. Dukungan dari Pemda ditunjukkan dengan sering hadirnya Bupati Pacitan ke lokasi konservasi penyu Pantai Taman. Dukungan Desa Hadiwarno diwujudkan dengan diserahkannya lahan negara seluas 10 ha untuk pengem-bangan kawasan konservasi penyu (Perdes No.7 Tahun 2012). Tahap berikutnya disepakati bersama arah pengembangan konservasi penyu untuk ekowisata. Pada tahap ini mulailah dibangun flying fox terpanjang di Indonesia sepanjang 475 m untuk pembiayaan konservasi penyu dan kampanye konservasi penyu di Pantai Taman. Seluruh aktifitas pengembangan konservasi penyu disepakati dalam kerangka besar dengan nama Konservasi Penyu melalui Pengem-bangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Desa Hadiwarno Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

5 Gambar 4. KMKPW di Pantai Taman `Tiga poin penting pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah: 1) Melakukan perlindungan penyu sebagai aset wisata; 2) Pembangunan kawasan ekowi-sata yang sebagian hasilnya untuk kegiatan konservasi; dan 3) Pengembangan ekowisata bersama masyarakat baik perencanaan, pelaksanaan, modal dan sharing hasil sehingga masyarakat akan ikut berkembang secara ekonomi dan sosial, selanjutnya akan merasa ikut memiliki sehingga semakin kuat kesadaran terhadap konservasi penyu. III. METODE KEGIATAN Saat ini kesadaran akan konservasi penyu mulai meningkat. Terbitnya UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan PP No. 60 tahun 2007 tentang Konserva-si Sumberdaya Ikan membawa nuansa baru dalam pengelolaan konservasi penyu. Perdes No.7 Desa Hadiwarno Tahun 2012 dikeluarkan untuk mencegah kepunahan penyu Pantai Taman yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Akan tetapi pemberian status perlindungan saja jelas tidak cukup untuk memulihkan atau setidaknya mempertahankan populasi penyu. Pengelolaan konservasi yang komprehensif, sistematis dan terukur mestinya segera dilaksanakan, diantaranya dengan cara memberikan pengetahuan teknis tentang pengelolaan konservasi penyu bagi pihakpihak terkait khususnya bagi masyarakat di Pantai Taman. Tujuan konservasi adalah untuk memberikan penge-tahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang kehidupan penyu dan hal-hal yang terkait dengan keberadaan penyu. Oleh karena itu, tim IbW telah melakukan beberapa kegiatan antara lain sebagai berikut. o Pendidikan Masyarakat Berupa kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang penyu secara lengkap meliputi aspek biologi, ekologi serta upaya-upaya pengelolaan dan konservasinya (gbr. 5). Gambar 5. Pendidikan konservasi penyu o Difusi Ipteks Kegiatan yang telah dilakukan adalah 1) Pembuatan daerah penetasan telur ( hatcheries), 2) Pembuatan kolam pembesaran tukik (gbr. 6), dan 3) Pengem-bangan fasilitas wisata konservasi penyu terpadu. 72 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

6 Gambar 6. Kolam pembesaran tukik o Pelatihan Kegiatan berupa teknik pengelolaan konservasi penyu (gbr. 7), antara lain: a) teknis pemantauan penyu bertelur dan penetasan telur secara alami, b) teknis penangkaran (mulai dari kegiatan pemindahan telur, penetasan semi alami, pemeliharaan tukik hingga pelepasan tukik), c) teknik monitoring atau pemantauan penyu (meliputi pemantauan terhadap telur dan sarang telur, tukik dan penyu yang bertelur), d) teknik pembinaan habitat (meliputi teknik pembinaan habitat alami dan teknis pembinaan habitat semi alami), dan e) teknik pengelolaan wisata berbasis penyu. Gambar 7. Penetasan tukik di area konservasi A. Pembuatan Daerah Penetasan Telur Pembuatan daerah penetasan telur ( hatcheries) dilakukan di daerah supratidal (gbr. 8). Hal ini dilakukan untuk menghindari sapuan (flushing) air laut pada siklus hari-hari bulan mati atau bulan purnama agar suhu sarang buatan tetap stabil. Kestabilan suhu sarang merupakan faktor penentu keberhasilan penetasan telur dengan harapan terjadi tingkat penetasan telur yang tinggi ( high of hatching rates). Di samping itu, lama antara peneluran yang satu dengan peneluran berikutnya (interval peneluran) dipengaruhi oleh suhu air laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin panjang. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

7 Gambar 8. Tempat penetasan telur Pembuatan tempat penetasan telur penyu sudah dengan memperhatikan faktor pertumbuhan embrio yang sangat dipengaruhi oleh suhu. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu antara o C, dan akan mati apabila di luar kisaran suhu tersebut. Kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan embrio sampai penetasan, adalah sebagai berikut. [3] o Suhu pasir. Semakin tinggi suhu pasir, maka telur akan lebih cepat menetas. Pengamatan terhadap telur penyu hijau yang ditempatkan pada suhu pasir berbeda menunjukkan bahwa telur yang terdapat pada suhu pasir 32 o C menetas dalam waktu 50 hari, sedangkan telur pada suhu pasir 24 o C menetas dalam waktu lebih dari 80 hari. o Kandungan air dalam pasir. Diameter telur sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam pasir. Makin banyak penyerapan air oleh telur dari pasir menyebabkan pertumbuhan embrio makin besar yang berakibat diameter telur menjadi bertambah besar. Sebaliknya, pasir yang kering akan menyerap air dari telur karena kandungan garam dalam pasir lebih tinggi. Akibatnya embrio dalam telur tidak akan berkembang dan mati. o Kandungan oksigen. Oksigen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio. Air hujan yang menyerap ke dalam sarang ternyata dapat menghalangi penyerapan oksigen oleh telur, akibatnya embrio akan mati. Embrio dalam telur akan tumbuh menjadi tukik yang mirip dengan induknya. Masa inkubasi yang dilewati kurang lebih 2 bulan. Identifikasi tukik berdasarkan bentuk luar (morfologi) setiap jenis (terdiri dari 4 jenis penyu yang dijumpai di Pantai Taman dari 7 jenis yang ada di dunia) ditunjukkan pada Tabel 1. TABEL 1. CIRI MORFOLOGI TUKIK No. Jenis Penyu Ciri-Ciri Morfologi 1 Penyu sisik (Eretmochelys imbri-cata) 2 Penyu hijau (Che-lonia mydas) 3 Penyu abuabu (Lepidochelys olivacea) 4 Penyu blimbing (Dermochelys coriacea) Memiliki 4 pasang sisik lateral lateral scute, karapas berbentuk genteng. Karapas melebar, berwarna kehitaman Karapas mirip dengan tukik Chelonia mydas tetapi bentuk-nya memanjang Karapas berbentuk buah belimbing dan berwarna hitam 74 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

8 B. Pembuatan Kolam Pembesaran Tukik Setelah menetas tukik seharusnya secara mandiri dibebaskan untuk menuju ke laut. Tetapi kadangkala diperlukan penyelamatan tukik yang masih lemah, karena pada saat di laut tukik akan berenang atau terombang-ambing dibawa arus laut sehingga dapat dengan mudah dimangsa predator. Penyelamatan tukik dilakukan dalam kolam pembesaran tukik (gbr. 5 ). Tukik dari hatcheries diperlihara dalam bak-bak budidaya sampai mencapai ukuran tertentu (berumur 2 3 bulan). Langkah-langkah pembesaran tukik adalah sebagai berikut. [4] o Setelah telur penyu menetas, tukik-tukik dipindah-kan ke kolam pembesaran yang berbentuk persegi panjang terbuat dari keramik. Ketingian air dalam bak pemeliharaan dibuat berkisar antara 5 10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam. Suhu air yang cocok untuk tukik adalah sekitar 25 o C. o Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain. Pemberian pakan tukik dilakukan dalam wadah bak dilapisi plastik dalam ukuran besar. Langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai berikut. Jenis pakan yang digunakan adalah ebi (udang kering/geragu) dan sesekali diberi pakan daging ikan cacah. Sesekali dapat diberikan sayuran seperti selada atau kol. Umumnya tukik belum mau makan 2 3 hari setelah penetasan. Nafsu makan tukik sangat besar pada umur lebih dari 1 tahun, akan tetapi jangan terus diberi makan. Pakan diberikan 2 kali sehari sebanyak 10-20% dari berat tubuh tukik dengan cara menyebarkan secara merata. Waktu pemberian pakan adalah pagi dan sore hari. o Kondisi air dalam kolam pemeliharaan harus sering diperhatikan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Air dalam bak pemeliharaan dapat kotor akibat dari sisa-sisa makanan atau kotoran tukik. Air yang kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit yang biasa menyerang bagian mata dan kulit tukik. Lakukan pergantian air sebanyak 2 kali dalam sehari sesudah waktu makan. Air dalam bak pemeliharaan harus selalu mengalir atau gunakan alat penyaring ke dalam pipa air bak pemeliharaan. o Perawatan tukik. Tukik-tukik di dalam kolam pemeliharaan seringkali saling gigit sehingga terluka. Pisahkan dan pindahkan segera tukik yang terluka ke kolam karantina. Bersihkan lukanya dengan larutan KMnO 4 (kalium permanganat) di kolam kolam karantina. C. Pembangunan Fasilitas Wisata Konservasi Pengembangan fasilitas wisata konservasi penyu terpadu oleh tim IbW dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan konservasi sudah berjalan. Kegiatan pengem-bangan fasilitas wisata yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut. o Pembangunan pusat informasi penyu. Bangunan ini digunakan sebagai kantor, gudang, dan ruang pertemuan (gbr. 9). Gedung berfungsi sebagai pusat informasi kawasan wisata terpadu. Gedung dilengkapi pagar kawasan wisata konservasi terpadu, gerbang kawasan konservasi, jalan penghubung antar wahana (gbr. 6) dan kolam renang air tawar sekaligus berfungsi sebagai penyedia air untuk mengairi tanaman Arboretum plasmanutfah. Gambar 9. Gedung pusat informasi penyu Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

9 o Pembangunan flying fox terpanjang nasional 367 m. Desain pengelolaan konservasi penyu yang baik membutuhkan adanya dukungan infrastruktur yang ekstensif, pembinaan kapasitas dan pembiayaan yang tinggi. Pembangunan flying fox (gbr. 10) ber-fungsi untuk menarik wisatawan datang berkunjung sekaligus membantu upaya konservasi dan untuk kampanye konservasi penyu secara nasional maupun internasional. Gambar 10. Uji coba flying fox di Pantai Taman IV. KARYA UTAMA Untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kondisi Desa Hadiwarno dengan Pantai Tamannya sebagai areal konservasi dan ekowisata, digunakan beberapa kriteria. Beberapa kriteria tersebut berupa: 1) Penilaian terhadap penetapan ekowisata di Pantai Taman, dan 2) Bagai-mana konsep pengelolaan ekowisata berbasis penyu dengan tetap memperhatikan perlindungan terha-dap kelestarian lingkungan, dampak negatif minimum, kon-tribusi terhadap ekonomi lokal, dan pemberdayaan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil observasi yang menggunakan kriteria tersebut diperoleh hasil sebagai berikut. A. Ekowisata di Pantai Taman Ekowisata adalah perjalanan dan kunjungan ke ling-kungan alam yang relatif masih asli, yang dilakukan secara bertanggungjawab, untuk menikmati dan meng-hargai alam dengan segala bentuk budaya yang menyertainya, yang mendukung konservasi, memiliki dampak yang rendah dan keterlibatan sosioekonomi masyarakat setempat yang bermanfaat. [5] Dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggungjawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi sumbersumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Jabaran indikator mengenai kegiatan ekowisata di Pantai Taman tersebut dapat ditentukan dengan dipenuhinya prinsip-prinsip pengembangan ekowisata. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh keadaan sebagai berikut yang memenuhi kaidah prinsip ekowisata. o Konservasi. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi: 1) Teknis pemantauan penyu bertelur dan penetasan telur secara alami, 2) Teknis penangkaran (mulai dari kegiatan pemin dahan telur, penetasan semi alami, pemeliharaan tukik hingga pelepasan tukik), 3) teknik monitoring atau pemantauan penyu (meliputi pemantauan terhadap telur dan sarang telur, tukik dan penyu yang bertelur), 4) teknik pembinaan habitat (meliputi teknik pembinaan habitat alami dan teknis pembinaan habitat semi alami), dan 5) Teknik pengelolaan wisata berbasis penyu. Beberapa bentuk konservasi tidak merusak sumber daya alam itu sendiri, tidak menimbulkan dampak negatif dan ramah lingkungan. Hasil pemanfaatan tersebut telah dapat dijadikan sumber dana untuk membiayai upaya konservasi, mendukung pemanfaatan sumber daya lokal secara lestari serta meningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi dan mendukung upaya pengawetan jenis. o Pendidikan. Kegiatan ekowisata berbasis penyu telah meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi penyu dan menjaga sumber daya alam hayati dan keanekaragamannya. o Ekonomi. Kegiatan ekowisata di Pantai Taman telah dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat, memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional maupun nasional serta menjamin kesinambungan usaha. Dalam skala besar 76 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

10 dampak ekonomi secara luas juga telah dirasakan oleh Kab. Pacitan melalui kawasan pengembangan pariwisata (KPP). o Peran aktif masyarakat. Peran aktif masyarakat dilakukan dengan membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat di antaranya dengan pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi, menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata, memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat serta menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan. o Wisata. Yang tak kalah penting dari prinsip pengem-bangan ekowisata adalah kegiatan wisata itu sendiri. Dengan menyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan, kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung sehingga akan memberikan kesempatan pengunjung menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi serta memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan (gbr. 11). Gambar 11. Wisata pelepasan tukik di Pantai Taman B. Konsep Pengelolaan Ekowisata Berbasis Penyu Teknis pengelolaan ekowisata berbasis penyu telah dilakukan sesuai dengan bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Dengan demikian ekowisata yang dibangun sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami dan ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Hal yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. o Desain tata ruang area (gbr. 12) telah dibuat dan mendukung dijadikan objek ekowisata berbasis penyu. Beberapa ruang yang ada adalah kantor pusat informasi penyu, lokasi peneluran, lokasi penetasan semi alami, lokasi pemeliharaan tukik, dan lokasi pelepasan tukik. Desain tata ruang telah dibuat dengan memperhatikan upaya perlindungan pantai peneluran terhadap jenis predator dan gangguan lain yang khas di lokasi Pantai Taman. Telah dibuat oleh tim IbW kegiatan pemantauan sarang dan penetasan telurtelurnya untuk menduga prosentase telur-telur yang hilang akibat faktor alamiah dan manusia. Gambar 12. Denah tata ruang kawasan konservasi penyu o Konstruksi daerah wisata berbasis penyu sesuai dengan desain tata ruang yang telah disusun, termasuk penanaman vegetasi-vegetasi yang sesuai dengan habitat penyu (gbr. 13). Secara umum, vegetasi dari daerah pantai ke arah daratan adalah: 1) Tanaman pioneer, 2) Zonasi jenis-jenis tanaman yang terdiri dari Hibiscus tiliaceus, Gynura procum-bens, dan lainnya, 3) Zonasi jenis-jenis tanaman seperti Hernandia peltata, Terminalia catappa, Cycas rumphii, dan lainnya, 4) Zonasi terdalam dari forma-si hutan pantai Callophyllum inophyllum, Canavalia ensiformis, Cynodon dactylon, dan lainnya. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

11 Gambar 13. Penanam bibit di kawasan konservasi penyu o Menggabungkan paket wisata berbasis penyu dengan paket-paket wisata yang ada di sekitar kawasan. Hal ini dimaksudkan agar destinasi wisata selalu didatangi wisatawan. Kehadiran ekowisatawan ke Pantai Taman memberikan peluang bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usahausaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal baik secara materi, spiritual, kultural maupun intelektual. o Pengembangan ekowisata berbasis penyu di Pantai Taman masih tetap memperhatikan kondisi dan kenyamanan bagi penyu untuk bertelur, mengingat sifat penyu yang sangat sensitif terhadap gangguan cahaya, suara, dan habitat. V. ULASAN KARYA Upaya konservasi penyu merupakan program yang sangat penting dan mendesak untuk melindungi dan menyelamatkan populasi penyu, terutama di Indonesia karena terdapat 6 dari 7 spesies penyu yang masih ada di dunia saat ini. Pantai Taman di Desa Hadiwarno Kec. Ngadirojo Kab. Pacitan didiami 4 dari 6 spesies penyu di Indonesia. Guna mendukung keberhasilan dan keberlanjutan upaya pengelolaan konservasi penyu, tim IbW telah membangun beberapa fasilitas yang mendu-kung upaya konservasi dan keberlanjutan program melalui kegiatan ekowisata. Upaya konservasi penyu tak akan pernah cukup jika hanya dilakukan di lokasi peneluran saja, karena penyu adalah satwa bermigrasi (gbr. 14). Penyu yang telah mencapai usia dewasa di suatu ruaya peneluran (fora-ging ground) akan bermigrasi ke lokasi perkawinan dan pantai peneluran ( breeding and nesting migration). Setelah mengeluarkan semua telurnya, penyu betina akan kembali bermigrasi ke ruaya pakannya masing-masing (post-nesting migration). Demikian pula halnya dengan penyu jantan, yang akan bermigrasi kembali ke ruaya pakannya setelah selesai melakukan perkawinan. Gambar 14. Siklus hidup penyu 78 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

12 Pengetahuan tentang jalur migrasi penyu yang dipe-roleh dengan penerapan teknik penelusuran mengguna-kan satelit telemetri menunjukkan luasnya cakupan jalur migrasi penyu. Dengan memperhatikan siklus hidup penyu mengharuskan adanya: 1) Konsep teknis konservasi penyu di daerah migrasi, 2) Teknis patroli penyu, 3) Teknis pembinaan habitat, baik habitat alami maupun semi alami, dan 4) Pengaturan yang meliputi daratan dan pantai, wilayah perairan pesisir (hingga 12 mil laut), zona ekonomi ekslusif sampai di lautan lepas. Sifat-sifat migrasinya yang cenderung lintas negara menuntut adanya pengaturan bilateral dan regional. Kompleksitas dampak sosial-ekonomi yang muncul pada setiap keputusan pengelolaannya memandatkan adanya partisipasi aktif dan progresif dari berbagai pihak. VI. KESIMPULAN Hubungan antara manusia dan penyu telah berlangsung sejak manusia menghuni kawasan pesisir dan mengarungi berbagai samudera. Di beberapa tempat, masyarakat memanfaatkan penyu baik daging maupun telurnya sebagai sumber protein hewani. Pemanfaatan ini, di samping karena faktor alam, menjadi sebab penurunan populasinya di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Hal ini kemudian menyebabkan semua jenis penyu yang masih tersisa dibatasi perdagangannya bahkan dimasukkan ke dalam red list oleh CITES. Karena populasinya yang terancam, konservasi penyu menjadi kegiatan yang mendesak dilakukan. Dalam melakukan tindak konservasi, keberadaan habitat, populasi penyu dan masyarakat sekitar akan saling berkaitan sehingga harus diperhitungkan selain pengetahuan mengenai penyu itu sendiri. Informasi biologi penyu, misalnya demografi, tingkah laku, dan fisiologi penyu merupakan perangkat penting dalam mengembangkan strategi pengelolaan konservasi penyu yang dilakukan di Pantai Taman, Desa Hadiwarno, Kec. Ngadirojo, Pacitan. Kegiatan ini merupakan tindakan nyata yang dibutuhkan dalam melakukan pengelolaan konservasi penyu yang komprehensif, sistematis dan terukur. Karena program IbW ini akan dilaksanakan 3 tahun, maka tinggkat capaian tim IbW di kec. Ngadirojo, Kab. Pacitan sekitar 35% (atau 100% untuk tahun I). Tim IbW akan mengembangkan beberapa fasilitas lain yang lebih memperkuat citra kawasan sebagai lokasi konservasi penyu dan kawasan wisata. VII. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN Implementasi konsep konservasi dan pengelolaan habitat penyu laut melalui pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dinilai sangat efektif. Kegiatan ini dapat mengenalkan serta memberi peluang sebesarbesarnya kepada masyarakat untuk memahami esensi konservasi dipadu dengan ekowisata serta menikmati hasil dari kepariwisataan tersebut. Bagi daerah seperti halnya desa Hadiwarno yang memiliki karakteristik dan keunikan keragaman flora, fauna dan geologi, konsep ini sangatlah bermanfaat. Manfaat kegiatan bagi masyarakat adalah sebagai berikut. o Konservasi penyu akan meningkatkan image positif dan peran konservasi pemerintah di percaturan nasional, regional maupun internasional. o Meningkatkan peran masyarakat dalam konservasi penyu sebagai kekayaan keanekaragaman hayati dunia. o Meningkatkan pendapatan masyarakat dari tiket langsung maupun multiplayer effect dari kegiatan ekowisata (jasa pemanduan, souvenir maupun perdagangan lainnya). o Mengembangkan kegiatan ekowisata berbasis konservasi penyu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. o Keberadaan pantai Taman sebagai kawasan konservasi dan ekowisata di Desa Hadiwarno, telah dapat memberi kontribusi nyata bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ekonomi lokal. Hal ini dilakukan melalui kolaborasi tiga pelaku dalam industri pariwisata, yaitu: destinasi wisata, wisatawan, dan masyarakat lokal bisa diintegrasikan secara maksimal dalam industri pariwisata. o Informasi mengenai sumberdaya alam terutama keragaman flora, fauna dan geologi yang terdapat di desa wilayah IbW dapat diketahui masyarakat luas. Hal ini bisa menawarkan kesatuan nilai berwisata bagi wisatawan yang terintegrasi antara keseimba-ngan menikmati keindahan alam dan upaya melestarikannya. Seminar Nasional dan Gelar Produk SENASPRO

13 VIII. DAFTAR PUSTAKA [1] Pemerintah Kabupaten Pacitan, 2011, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun , Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan No. 11 Tahun [2] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pacitan, 2009, Rencana Perwilayahan Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pacitan. [3] Dermawan, Agus; Nuitja, I Nyoman, Soedharma, Dedi, 2009, Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI. [4] Adnyana, I.B. Windia dan Hitipeuw, Creusa, 2009, Panduan Melakukan Pemantauan Populasi Penyu di Pantai Peneluran di Indonesia, WWF-Indonesia. [5] Nuryanti, Wiendu, 1993, Concept, Perspective and Chalenges in Ecotourism, makalah pada Konferensi Internasional mengenal Pariwisata Budaya, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. 80 SENASPRO 2016 Seminar Nasional dan Gelar Produk

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT

PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Volume 14, Mei 2017 Versi online / URL : PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT Wahyu Prihanta 1, Amir Syarifuddin 2, Ach. Muhib Zainuri 3 1 Pendidikan Biologi,

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles)

PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles) Media Konservasi Vol. I1 (2), Januari 1989 : 33-38 PENGELOMAN HABITAT DAN SATWA PENYU LAUT (Habitat Management for Sea Turtles) ABSTRACT The economic value of sea turtles, their eggs, meats and shells

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari beberapa gugusan pulau mulai dari yang besar hingga pulau yang kecil. Diantara pulau kecil tersebut beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan BAB III METODE PERANCANGAN Untuk mengembangkan ide rancangan dalam proses perancangan, dibutuhkan sebuah metode yang memudahkan perancang. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode deskriptif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016 LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T.400.420/IX/2016 Kepada : Kepala BPSPL Padang Perihal laporan perjalanan dinas : Dalam Rangka Pembinaan Pendataan Penyu di Pantai Barat Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL KESERASIAN TATA RUANG KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesisir Bantul telah menjadi habitat pendaratan penyu, diantaranya Pantai Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo yang

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING**

FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Oleh : IMRAN SL TOBING** FUNGSI KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM SECARA BIJAK* Pendahuluan Oleh : IMRAN SL TOBING** Ujung Kulon merupakan kebanggaan kita; tidak hanya kebanggaan masyarakat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu

Lebih terperinci