ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI"

Transkripsi

1 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, 8 Agustus 2006 Anna Fitriani Nrp. A

3 ABSTRAK ANNA FITRIANI. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Ayam di Propinsi Lampung dan Jawa Barat (HERMANTO SIREGAR sebagai ketua, dan ARIEF DARYANTO sebagai anggota Komisi Pembimbing). Industri pakan ternak ayam sebagai penyedia pakan jadi bagi perusahaan peternakan ayam memiliki posisi strategis di dalam pembangunan peternakan. Namun di dalam perkembangannya mengalami berbagai hambatan diantaranya sulitnya memperoleh bahan baku (raw material) di dalam negeri sehingga dibutuhkan impor. Perilaku seperti ini tentunya akan berdampak kepada kinerja industri pakan. Selain itu, adanya indikasi struktur industri pakan sekarang ini dikuasai oleh beberapa perusahaan besar dan membentuk oligopoli. Di sisi lain, ada keterkaitan yang kuat antara struktur, perilaku dan kinerja, dimana kinerja nantinya akan menentukan struktur industri selanjutnya. Akan tetapi, secara empiris belum ada data yang menginformasikan keterkaitan dari ketiga komponen tersebut, sehingga perlu dilakukan kajian secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengkaji perilaku bisnis industri pakan ternak ayam melalui analisis keterkaitan Structure Conduct Performance (Struktur Perilaku Kinerja), (2) menganalisis arah perkembangan industri pakan ternak ayam dan (3) merumuskan kebijakan bagi pemerintah dalam mendorong perkembangan industri pakan. Penelitian ini menggunakan data pooling yaitu gabungan time series dari tahun dan cross section pada sembilan industri pakan di propinsi Lampung dan Jawa Barat, yang dianalisis melalui pendekatan ekonometrika. Model terdiri dari 17 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas dan pendugaan parameter dilakukan dengan metode 2 SLS (Two Stage Least Squares). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak ayam dimana masuknya pesaing baru ke dalam industri mendorong perusahaan menekan biaya produksi melalui pengurangan penggunaan input bahan baku yang harganya relatif mahal dan susah didapat yaitu bungkil kedele. Perilaku biaya ini selanjutnya berdampak kepada efisiensi biaya dan harga output pakan. Selanjutnya harga pakan akan menarik perusahaan untuk masuk atau keluar dari industri. Apabila dilihat dari indikator rasio konsentrasi, struktur pasar pakan di propinsi Lampung cenderung mengarah ke pasar oligopoli, sementara di Jawa Barat mengarah ke persaingan monopolistik. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario peningkatan permintaan lebih besar dampaknya terhadap industri pakan dibanding skenario peningkatan penawaran dan kenaikan harga input, terutama terkait efisiensi industri. Perkembangan industri pakan ternak harus didukung dengan meningkatnya permintaan akan produk peternakan melalui peningkatan daya beli dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein asal ternak. Selain itu, penyediaan input berupa bahan baku penyusun pakan terutama bahan baku sumber protein alternatif pengganti bungkil kedele melalui kegiatan penelitian menjadi prioritas utama dalam mendorong perkembangan industri pakan ternak. Kata kunci : Industri pakan ternak, structure-conduct-performance, simultan.

4 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

5 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT Oleh : ANNA FITRIANI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

6 Judul Penelitian : Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Ayam di Propinsi Lampung dan Jawa Barat Nama Mahasiswa : ANNA FITRIANI Nomor Pokok : A Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Ketua Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. Anggota Mengetahui, 2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, M.A. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 31 Juli 2006 Tanggal Lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Jambi pada tanggal 28 Oktober 1973, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara pasangan HM. Noer Mong, BE dan Hj. Kartini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 15 Jambi pada tahun Pada tahun 1989 lulus dari sekolah menengah SMPN 2 Jambi dan di tahun 1992 menamatkan sekolah menengah atas dari SMAN 1 Jambi. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan ke jenjang Sarjana di Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi dan menamatkannya pada tahun Kemudian tahun 2002 penulis mendapat beasiswa dari BPPS untuk meneruskan pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1999 penulis diangkat sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Jambi untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi dan Tataniaga Pertanian pada Laboratorium Ekonomi dan Bisnis. Penulis menikah dengan Ir. Saiful Helmi Pohan pada tahun 2001 dan telah dikaruniai tiga orang putra, M. Imam Aqillah Pohan (4.5 tahun), Aulia Zuhdi Makarim Pohan (2 tahun) dan Fajar Adhirajasa Pohan (7 bulan).

8 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini menyajikan hasil penelitian penulis mengenai Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Ayam di Propinsi Lampung dan Jawa Barat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc., sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc., sebagai anggota, yang telah banyak mencurahkan waktu dan pikirannya, serta saran-saran dalam membimbing penulis mulai dari mempersiapkan proposal sampai penyelesaian tesis ini. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS yang telah bersedia sebagai dosen penguji luar komisi dan telah banyak memberikan saran dan masukan untuk mempertajam tesis ini. 2. Rektor Universitas Jambi yang telah mengizinkan dan merekomendasikan penulis untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. 3. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. 4. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi serta segenap dosen pada program studi Ilmu Ekonomi

9 Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan pengalaman. 5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa selama penulis kuliah di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 6. Rekan-rekan EPN 2002, khususnya kepada Ima Aisyah, Mimi, Dwi, Andre, Bedi, Ardi, Adam, Aneng, Ujay, Endang, dan Elis yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 7. Ungkapan rasa sayang dan terima kasih yang mendalam kepada Papa, Mama, Kakak Nita Sahara, Adik Neni Urfiani dan Chairunnisa serta Abang dan Kakak Ipar, atas dorongan dan doanya bagi penulis. 8. Teristimewa kepada Suamiku tersayang, Saiful Helmi Pohan dan Anakanakku tercinta, yang telah setia dan sabar menemani penulis dan terus memberikan dorongan dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis tetap berharap semoga dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2006 Anna Fitriani

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv v vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kebijakan Agribisnis Ayam Ras Keterkaitan Agroindustri Pakan Ternak dengan Budidaya Ayam Ras Perkembangan Industri Pakan Ternak Permasalahan dan Tantangan Industri Pakan Ternak Kebijaksanaan Integrasi Vertikal Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Terhadap Perilaku Industri Tinjauan Studi Terdahulu Industri Pakan Ternak Structure-Conduct-Performance III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Permintaan Jagung dan Penawaran Pakan Ternak Analisa Perilaku Usaha Kerangka Konseptual IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data... 70

11 4.3. Spesifikasi Model Blok Struktur Industri Blok Perilaku Industri Blok Kinerja Industri Elastisitas Identifikasi Model Metode Estimasi Validasi Model Simulasi Dampak Kebijakan. 91 V. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN INDUSTRI PAKAN TERNAK DI LAMPUNG DAN JAWA BARAT Karakteristik Penggunaan Bahan Baku Pakan Perkembangan Industri Pakan Ternak di Lampung dan Jawa Barat Dampak Perkembangan Industri Pakan Ternak Ayam Terhadap Perkembangan Industri Perunggasan Nasional VI. STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK Struktur Industri Pakan Ternak Perilaku Industri Pakan Ternak Kinerja Industri Pakan Ternak Hubungan Antara Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Simulasi Dampak Perubahan Permintaan dan Penawaran Terhadap Industri Pakan Ternak Dampak Peningkatan Permintaan Pakan Ternak Dampak Peningkatan Penawaran Pakan Ternak Simulasi Dampak Perubahan Harga Input Terhadap Industri Pakan Ternak. 138 ii

12 Dampak Peningkatan Harga Bungkil Kedele Dampak Peningkatan Harga Jagung Dampak Peningkatan Upah 142 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan Saran Penelitian Lanjutan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Perkembangan Jumlah dan Kapasitas Pabrik Pakan di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi Pakan dan Penggunaannya di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor Jagung di Indonesia Perkembangan Penggunaan Jagung di Indonesia, Tahun Komposisi Penggunaan Jagung Impor dan Domestik dalam Pembuatan Pakan Ternak di Indonesia, Tahun Perkembangan Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor Kedelai di Indonesia Jenis dan Pengelompokkan Variabel dalam Penelitian Perbandingan Nilai Gizi Jagung dengan Biji-bijian Lain dan Dedak Padi 94 9 Perbedaan Perilaku Penggunaan Bahan Baku pada Industri Pakan Ternak di Lampung dan Jawa Barat Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Industri Pakan Ternak Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Industri Pakan Ternak Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil Validasi Model Ekonometrika Menggunakan Kriteria RMSE, R-Square dan U-Theil Implikasi Kebijakan Pemerintah di dalam memperbaiki SCP Industri, Sehubungan dengan Simulasi.. 144

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Sistem Agribisnis Ayam Ras Urutan Segmen Produksi Terintegrasi Unsur dan Keterkaitan Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Penetapan Harga pada Pasar Bersaing Sempurna Penetapan Harga pada Monopoli Murni dan Persaingan Monopolistik Penetapan Harga oleh Perusahaan Monopoli dan Bersaing Kurva Permintaan yang Patah (Kinked-Demand Curve) dan Kurva Penerimaan Marjinal yang Terputus pada Pasar Oligopolistik Mekanisme tidak Tercapainya Keuntungan Maksimum dalam Kartel 65 9 Kerangka Pemikiran Struktur dan Keragaan Industri Pakan Ternak Ayam Diagram Keterkaitan Variabel-variabel dalam SCP Industri Pakan Ternak Indeks Rasio Konsentrasi Industri Pakan Ternak di Propinsi Lampung Dan Jawa Barat, Pangsa Pasar Industri Pakan Ternak di Propinsi Lampung dan Jawa Barat, Market Power Industri Pakan Ternak di Propinsi Lampung dan Jawa Barat, Harga Pakan Ternak di Propinsi Lampung dan Jawa Barat, Hubungan Antara Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Dampak Peningkatan Permintaan Terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Dampak Peningkatan Penawaran Terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak. 137

15 18 Dampak Peningkatan Harga Bungkil Kedele Terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Dampak Peningkatan Harga Jagung Terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Dampak Peningkatan Upah Terhadap Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak 142 vi

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Data Aktual Peubah Model Analisis SCP Industri Pakan Ternak Hasil Pengolahan Data Model Analisis Struktur Produksi dan Keragaan Industri Pakan Ternak Ayam Hasil Validasi Model Analisis SCP Industri Pakan Ternak Ayam di Lampung dan Jawa Barat Hasil Simulasi Dampak Perubahan Faktor Eksternal terhadap SCP Industri Pakan Ternak Ayam

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan komprehensif, yaitu agribisnis. Agribisnis perunggasan nasional berupa peternakan ayam ras, secara nasional telah menunjukkan perkembangan yang sangat mengesankan selama Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I). Hampir tidak ada komoditi pertanian lainnya yang mampu menyamai prestasi perunggasan nasional, yang hanya dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun, perunggasan nasional telah berhasil melakukan pendalaman struktur baik ke hulu (subsistem agribisnis hulu) maupun ke hilir (subsistem agribisnis hilir) sedemikian rupa sehingga dewasa ini perunggasan nasional telah menjadi suatu agribisnis modern. Serangkaian kebijakan yang dilakukan pemerintah baik berupa regulasi maupun deregulasi pada awalnya telah berhasil mendorong perkembangan agribisnis perunggasan yang antara lain ditunjukkan oleh peningkatan investasi pada industri hulu (breeding farm, feed mill) maupun industri pengolahan, berkembangnya perunggasan rakyat, berkembangnya poultry shop, Rumah Potong Hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam/Tempat Pemotongan Ayam (RPA/TPA), yang dalam batas-batas tertentu telah berhasil menembus pasar ekspor. Hal ini menunjukkan apabila target yang ingin dicapai adalah masalah pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maka kebijakan pemerintah 1

18 2 paling tidak sampai dengan pertengahan 1997 dapat dikatakan berhasil. Namun apabila ditinjau dari aspek pemerataan maka kebijakan regulasi dan deregulasi di sub sektor perunggasan sampai dewasa ini dapat dikatakan belum berhasil dalam menjadikan usaha ternak ayam ras sebagai basis peternakan rakyat (Saptana et al, 2002). Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa usaha ternak skala kecil berkembang baik apabila rasio (bandingan) harga produk ayam ras dan harga pakan cukup besar. Hal ini tidak lain karena biaya pakan merupakan bagian terbesar, antara 65 sampai 85 persen dari biaya produksi. Dengan demikian, kunci penyelesaian kemelut yang dialami peternakan rakyat dewasa ini adalah bagaimana memperbesar rasio harga produk dan harga pakan ayam ras. Untuk memperbesar rasio harga produk dan harga pakan ayam ras, tersedia tiga alternatif pemecahan : (1) mempertahankan harga produk ayam ras pada tingkat harga sekarang dan menurunkan harga pakan sampai tercapai rasio yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, (2) mempertahankan harga pakan ayam ras pada harga sekarang dan meningkatkan harga produk ayam ras sampai pada rasio yang diinginkan, dan (3) bila harga produk dan harga pakan sama-sama naik, maka kenaikan harga produk ayam ras harus lebih tinggi dari kenaikan harga pakannya. Perkembangan harga produk ayam ras berada di luar kekuasaan dunia usaha perunggasan yang berwawasan agribisnis. Sedangkan harga pakan ayam ras berada didalam kekuasaan dunia usaha perunggasan yang berwawasan agribisnis. Dengan demikian, harga pakan dapat digunakan sebagai alat kendali. Agar alat kendali ini dapat berfungsi baik, industri pakan ayam ras harus berada dalam

19 3 suatu posisi skala usaha tertentu, yang dapat berproduksi secara efisien (Alim, 1996). Industri pakan ayam ras memerlukan bahan baku untuk penyusunan ransum (pakan) lebih dari 15 jenis. Untuk itu harga dan suplai dari bahan baku tersebut baik yang diproduksi di dalam negeri atau di impor akan mempengaruhi industri pakan. Salah satu kesalahan kita pada masa lalu adalah mendorong pertumbuhan investasi pabrik pakan dan pembibitan, baik PMDN maupun PMA dengan mengambil lokasi Jawa Barat. Kebijakan ini telah mendorong pertumbuhan usaha rakyat di Jawa Barat pula. Padahal Jawa Barat bukanlah wilayah penghasil tanaman butir-butiran untuk ternak yang utama seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya. Namun diakui bahwa Jawa Barat sangat dekat dengan wilayah konsumsi utama yakni kota Jakarta. Sejarah membuktikan, bahwa peternakan rakyat menghadapi masalah dalam mendapatkan bahan baku pakan. Sebagian besar pabrik pakan tradisional dan skala menengah yang sejak semula melayani usaha rakyat berguguran satu persatu dan akhirnya punah semuanya. Sebagai gantinya muncul pabrik pakan skala besar yang menguasai seluruh persediaan bahan baku pakan dalam negeri, sehingga peternak dipaksa hidup dengan membeli pakan pada harga yang tidak rasional. Kesulitan dan persaingan di dalam mendapatkan bahan baku di Jawa Barat telah mendorong perusahaan-perusahaan membangun lebih banyak armada untuk memperkuat diri sendiri dan akhirnya membentuk kekuatan monopoli. Terkait dengan kebutuhan industri pakan akan hasil-hasil pertanian berupa butir-butiran, maka akan lebih menghemat biaya apabila industri pakan tersebut

20 4 berlokasi dekat dengan sentra produksi butir-butiran. Hal inilah yang menjadi pertimbangan pemerintah sekarang ini sehubungan dengan pengembangan wilayah peternakan. Salah satunya di wilayah Lampung. Propinsi ini merupakan wilayah sentra produksi bahan baku pakan (butir-butiran) dan sudah sejak lama menjadi daerah pengekspor bahan baku pakan ternak terutama ke Jepang dan Eropa (Disnakkeswan-Lampung, 2004). Data tahun 1994, di Lampung terdapat 20 buah industri bahan baku pakan ternak dari total 35 industri bahan baku pakan ternak di wilayah Sumatera, dengan kapasitas produksi per tahun (Ekamasni Consulting,1995). Sejak tahun 1993/1994 propinsi Lampung telah menjadi salah satu pemasok ternak potong ke pasar raksasa DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sekarang ini Lampung merupakan salah satu propinsi terkemuka dalam industri perunggasan di Indonesia, dan mempunyai peluang pengembangan yang besar dengan didukung adanya industri pakan (6 perusahaan), breeder (2 perusahaan), perusahaan yang melaksanakan kemitraan (4 perusahaan), perusahaan pemotongan ayam (1 perusahaan). Populasi ayam ras pedaging di Lampung sampai dengan tahun 2003 mencapai 23 juta ekor, sementara konsumsi lokal hanya mencapai juta ekor, ekspor ke Jepang 1 juta ekor dan 5 juta ekor untuk pasar luar propinsi (Disnakkeswan-Lampung, 2004). Fenomena krisis moneter di propinsi Lampung ditandai dengan bangkrut atau tutupnya beberapa usaha ternak. Informasi dari Dinas Peternakan setempat menyatakan bahwa usaha ternak yang paling parah terkena dampak krisis moneter adalah yang berstatus mandiri, yaitu dengan perkiraan sekitar persen

21 5 mengalami kebangkrutan. Sementara itu untuk usaha ternak pola kemitraan cenderung lebih bertahan dengan perkiraan persentase kebangkrutan lebih kurang 30 persen. Kondisi demikian mengisyaratkan bahwa pola kemitraan sedikit banyaknya dapat dianggap sebagai faktor kunci dalam menopang eksistensi usaha ternak ditengah terpaan krisis moneter. Beberapa usaha ternak di luar pola kemitraan yang masih sempat bertahan terhadap dampak krisis moneter, lebih disebabkan karena relatif kuatnya modal dan manajemen, serta adanya substitusi pemberian pakan alternatif yang diistilahkan dengan pakan oplosan. Khusus untuk pakan alternatif, pihak Dinas Peternakan Lampung Selatan mengemukakan bahwa sebagian peternak telah mengupayakan oplosan antara jagung, dedak, ikan asin, C 2 CO 3 dengan sebagian pakan pabrik. Bahan-bahan tersebut tersedia secara lokal baik di pasar maupun di toko ternak (poultry shop), namun terkadang langka diperoleh dengan harga yang cenderung mahal. Adanya kelangkaan bahan baku yang dialami peternak Lampung merupakan suatu ironi, mengingat propinsi ini memiliki potensi sumberdaya produksi, misalnya dalam penyediaan jagung, dedak, atau bahkan tepung ikan. Salah satu contoh yang dikemukakan aparat Dinas terkait setempat menyatakan bahwa produksi jagung Lampung mencapai 1.3 juta ton per tahun. Tingkat kebutuhan lokal hanya berkisar antara ribu ton per tahun, tapi tetap saja tidak terpenuhi. Bahkan untuk tepung ikan, propinsi ini dikelilingi oleh laut yang cukup luas, namun tidak bisa memenuhi pasokan lokal setempat. Bila ditelusuri, menurut aparat Dinas tersebut, di propinsi Lampung terdapat beberapa perusahaan besar seperti PT Charoen Pokphand Indonesia, PT

22 6 Comfeed, dan PT Anwar Sierad yang memiliki silo-silo untuk menampung dan menyimpan jagung. Artinya, bahan baku pakan tersebut diindikasikan telah diraup pabrik pakan tersebut untuk diolah menjadi pakan ternak atau didistribusikan ke cabang perusahaan di wilayah lain. Sementara untuk tepung ikan, disinyalir di wilayah setempat terdapat industri produk terkait dengan orientasi ekspor. Oleh karena itu tidak mengherankan jika kondisi ironi seperti dikemukakan di atas menjadi kenyataan (Yusdja et al, 2000). Studi ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan industri pakan ternak ayam yang ada di Indonesia sekarang ini, yang diwakili oleh daerah/ propinsi Lampung dan Jawa Barat dengan gambaran yang berbeda seperti yang telah diungkapkan di atas Perumusan Masalah Pada tahun 1961 terdapat sekitar 200 pabrik pakan tradisional di Indonesia, namun pada tahun 1994 hanya terdapat 68 pabrik dan tidak ada pabrik berskala tradisional. Selanjutnya dilaporkan bahwa jumlah pabrik pakan di Indonesia tahun 1998 sebanyak 67 buah dan di tahun 2000 jumlah perusahaan pakan ternak sedikit mengalami penurunan menjadi 61 perusahaan (Ditjen Peternakan, 2000). Walau jumlah pabrik pakan lebih banyak pada tahun 1998 dan 1999, namun demikian ternyata total kapasitas terpasang justru terbesar berada pada tahun 2000 dan Fenomena ini menunjukkan bahwa selama tahun tersebut banyak pabrik pakan skala kecil yang tidak mampu bertahan (bangkrut), sebaliknya muncul beberapa pabrik pakan dengan skala yang relatif besar (Kariyasa, 2003).

23 7 Keragaman perkembangan industri dicerminkan oleh kondisi internalnya, terutama dalam kaitannya dengan berbagai indikator kinerja. Keragaman perkembangan tersebut kemudian mempengaruhi respon industri terhadap masukan dan fasilitas, baik yang datang dari pihak luar industri maupun strategi usaha yang dilakukan industri itu sendiri. Beberapa industri memiliki kemampuan untuk memberi respon yang lebih baik dibandingkan yang lain, dan industri yang berada pada kelompok ini dapat diidentifikasi sebagai industri yang memiliki kemampuan usaha yang tinggi. Di lain pihak tantangan terbesar yang saat ini masih dihadapi oleh industri di Indonesia adalah untuk dapat mewujudkan industri sebagai badan usaha yang tangguh, yang mampu berusaha secara efisien dan ikut dalam misi memberdayakan ekonomi rakyat. Hal tersebut dapat diartikan sebagai tantangan untuk meningkatkan kinerja industri. Melihat keragaman perkembangan industri dapat diduga bahwa diantara industri ada yang mampu menjawab tantangan tersebut, tetapi juga ada yang tidak mampu. Dalam kerangka pemikiran ekonomi kelembagaan, perilaku usaha (business conduct / business behavior / business strategy) berinteraksi dengan struktur usaha (business structure) yang kemudian akan mempengaruhi kinerja (business performance). Kinerja itu sendiri pada gilirannya akan membangun struktur usaha pada tahap selanjutnya (Rumelt, 1986 dalam Krisnamurthi, 1998). Dalam pandangan ini, perilaku usaha dapat diartikan sebagai pengambilan keputusan usaha yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi struktur usaha menuju pencapaian tujuan usaha tertentu. Perilaku usaha sendiri merupakan hasil dari pemikiran dasar - bahkan teori - yang memandu pengambil keputusan dalam mengelola sumberdaya yang dimilikinya guna mencapai tujuan yang diinginkan

24 8 dan tingkat perkembangan usaha yang telah dicapai (Kohls and Uhl, 1990 dalam Krisnamurthi, 1998). Kenyataan sekarang memperlihatkan bahwa struktur industri unggas nasional yang ada selama ini tidak berakar pada kekuatan sendiri, tidak terintegrasi dan tidak jelas apakah untuk elemen budidaya pengembangan usaha rakyat atau usaha skala besar. Disisi lain, profil industri unggas nasional mempunyai masalah pada hampir seluruh simpul-simpul agribisnis, mulai dari pengadaan sarana produksi, budidaya, pengolahan, sampai pada simpul pemasaran. Simpul-simpul agribisnis tersebut bekerja tidak saling menunjang dan tidak saling seimbang sehingga strategi dan kebijakan pemerintah menjadi serba salah. Perlu juga diperhatikan bahwa pemerintah mempunyai komitmen bahwa budidaya peternakan merupakan sumber lapangan kerja dan mata pencaharian rakyat terutama di pedesaan. Namun, komitmen ini mendukung adanya intervensi pemerintah dalam industri unggas nasional. Atas dasar itu usaha-usaha dalam merancang strategi dan program pembangunan industri unggas yang efektif menjadi lebih penting (Yusdja, 2000). Adapun kajian yang dilakukan pada industri perunggasan dipandang sangat relevan, karena kegiatan pada bidang ini patut diduga telah terjadi praktek monopoli dalam bentuk kartel, atau paling tidak peternak rakyat menghadapi masalah ganda yaitu struktur pasar yang oligopolistik pada pasar input dan struktur yang oligopsonistik pada pasar output. Disamping itu isu adanya integrasi vertikal yang disertai adanya integrasi horisontal telah menyebabkan peternak rakyat berada pada posisi rebut tawar yang lemah.

25 9 Peternak rakyat banyak yang mengeluh dengan adanya integrasi vertikal ini. Dalam hal ini peternak akan menghadapi masalah ganda yaitu masalah pada pasar input dan sekaligus masalah pada pasar output. Peternak akan sebagai price taker pada pasar input dan terpaksa harus membayar harga input yang terkadang tidak rasional. Hal ini antara lain disebabkan oleh : (1) integrasi vertikal yang dijalankan adalah integrasi vertikal yang semu, sehingga tujuan utama integrasi vertikal adalah mencapai efisiensi tertinggi tidak tercapai. Hal ini disebabkan perusahaan peternakan terbagi dalam unit-unit industri yang terpisah yang pada masing-masing unit perusahaan terdapat margin pemasaran, sehingga peternak rakyat menghadapi margin ganda dan (2) struktur perusahaan peternakan yang melakukan integrasi vertikal adalah perusahaan yang oligopolistik, yang bagi perusahaan akan lebih menguntungkan melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis dari pada melakukan perang harga. Sementara itu pada sisi pasar output peternak unggas rakyat menghadapi masalah : (1) pangsa produksi yang dikuasai baik secara individu maupun kelompok sangatlah kecil dibandingkan pangsa produksi perusahaan peternakan, (2) tidak ada perbedaan segmentasi dan tujuan pasar, dan (3) peternak unggas rakyat juga menghadapi struktur pasar yang oligopsonistik terutama dalam berhadapan dengan inti. Selama periode , jumlah produksi daging dan populasi ayam ras di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan sebesar 9.9 persen dan 9.8 persen per tahun (Statistik Peternakan, 2005). Meningkatnya produksi daging dan populasi ayam ras selanjutnya berdampak terhadap kenaikan permintaan pakan ayam ras. Permintaan pakan yang meningkat tersebut harus diikuti oleh adanya peningkatan produksi pakan. Produksi pakan pada tahun 1996 sebesar 4.3 juta ton

26 10 dan menurun menjadi 2.7 juta ton pada tahun 1999, kemudian kembali meningkat berturut-turut menjadi 4.5 juta ton pada tahun 2000 dan mencapai 10 juta ton pada tahun 2003 (Deptan, 2004). Meningkatnya produksi pakan tentu semakin meningkatkan kebutuhan pabrik pakan akan bahan baku pakan. Di dalam komposisi pakan ayam ras, jagung memiliki proporsi terbesar yaitu berkisar 51.4 persen, disusul bungkil kedelai 18.0 persen, dedak 15.0 persen, pollard 10.0 persen, tepung ikan 5.0 dan feed supplement 0.6 persen (Tangendjaja et al, 2002 dan Deptan, 2002). Terlihat bahwa jagung mempunyai peranan yang sangat besar dalam produksi daging ayam. Jagung sudah lama merupakan bahan baku populer di seluruh dunia. Selain harganya relatif murah, juga mengandung kadar kalori yang relatif tinggi, mempunyai protein dan kandungan asam amino yang lengkap, mudah diproduksi dalam jumlah yang besar dan sangat digemari oleh ternak. Telah banyak usaha dilakukan dalam upaya mencari alternatif substitusi jagung, tapi tampaknya belum ada yang bisa menggantikannya secara sempurna. Sementara untuk bahan baku bungkil kedele, yang merupakan by product dari kedelai, produksinya di dalam negeri sangat sedikit sehingga dibutuhkan impor. Sulitnya memproduksi kedelai terkait dengan kesesuaian lahan di Indonesia. Setiap tahunnya dibutuhkan impor kedelai lebih dari dua juta ton. Pada pasar pakan ternak ayam ras, fenomena yang terjadi selama ini adalah laju kenaikan harga pakan jauh melebihi laju kenaikan harga jagung dan kedelai. Hal ini dapat dilihat semakin melebarnya rasio harga jagung terhadap pakan ternak yaitu dari 0.78 pada tahun 1980 menjadi 0.22 pada tahun 1996 (Purba, 1999). Selain itu, penyediaan pakan yang belum sesuai harapan juga menjadi

27 11 masalah dalam pasar ini, karena ketergantungan pabrik pakan terhadap bahan baku impor masih tinggi, terutama jagung dan bungkil kedelai. Pada tahun 1990, pangsa penggunaan jagung impor hanya 3.63 persen dari jumlah total kebutuhan jagung yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan. Mulai tahun 1994 pangsa jagung impor sudah lebih dari 30 persen, bahkan tahun 2000 pangsa penggunaan jagung impor dan domestik hampir berimbang (47.04 persen berbanding persen) (Kariyasa, 2003). Berdasarkan uraian permasalahan di atas, terlihat jelas bahwa pentingnya peranan industri pakan dalam menunjang industri perunggasan. Namun untuk melihat perkembangan ke depan ada beberapa pertanyaan pokok berkaitan dengan peningkatan kinerja industri pakan yaitu pertama, bagaimana perilaku bisnis perusahaan pakan ternak yang ada sekarang dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan? kedua, bagaimana arah perkembangan industri pakan? serta ketiga, bentuk kebijakan pemerintah seperti apa yang perlu dilakukan agar perkembangan tersebut dapat mengarah kepada peningkatan kinerja industri pakan dalam rangka pengembangan peternakan rakyat Tujuan dan Kegunaan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak ayam di Lampung dan Jawa Barat, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji perilaku bisnis industri pakan ternak ayam melalui analisis keterkaitan hubungan antara Structure - Conduct - Performance (Struktur - Perilaku - Kinerja)

28 12 2. Menganalisis arah perkembangan industri pakan ternak ayam 3. Merumuskan kebijakan bagi pemerintah untuk mendorong perkembangan industri pakan. Dengan mengetahui struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak ayam ras di Lampung dan Jawa Barat, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan untuk program pengembangan industri pakan ternak ayam ras, khususnya di dalam periode mendatang. Disamping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi informasi bagi peneliti lainnya, khususnya peneliti di bidang peternakan Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Kegiatan penelitian ini diawali oleh suatu diskusi mengenai perkembangan dan perilaku usaha industri pakan ternak ayam di Lampung dan Jawa Barat. Kemudian disusun model analisa empirik mengenai struktur, perilaku dan kinerja usaha industri. Dalam hal ini dianalisa sembilan perusahaan (pabrik) pakan ternak yang ada di wilayah Lampung dan Jawa Barat. Unit analisis yaitu pabrik pakan yang menghasilkan sepenuhnya atau sebagian besar pakan untuk ternak ayam. Kebijakan-kebijakan pemerintah lebih difokuskan pada kebijakan yang berkenaan dengan industri pakan dan impor bahan baku pakan. Namun demikian, studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Dilihat dari ruang lingkup, studi ini terbatas pada : 1. Data-data yang tersedia dari berbagai aspek ekonomi di industri pakan ternak dan tidak secara langsung membahas berbagai aspek non ekonomi yang juga menjadi komponen dan yang mempengaruhi perilaku dan kinerja industri

29 13 2. Analisis dibatasi hanya pada aspek produksi pada industri pakan ayam ras, tanpa membahas lebih lanjut secara mendalam tentang aspek pasar atau tataniaga bahan baku dan produk akhir pakan ternak ayam ras tersebut 3. Tidak menganalisis aspek perdagangan internasional, walaupun aspek ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan industri pakan ternak ayam ras dan performance agribisnis ayam ras di Indonesia 4. Harga pakan, volume, biaya produksi untuk masing-masing jenis produk tidak dapat di disagregasi sesuai dengan diferensiasi produk yang dihasilkan. Harga pasar pakan merupakan harga rata-rata dari harga pakan perusahaan sampel.

30 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Kebijakan Agribisnis Ayam Ras Perkembangan perunggasan Indonesia dari tahun 1965 hingga sekarang berjalan dengan tingkat pertumbuhan yang cukup berhasil. Misi penyediaan pangannya telah mampu ikut menyumbang dan membangun sumber daya manusia. Tidak kurang dari 200 juta penduduk Indonesia telah mampu mengkonsumsi rata-rata 11 kg/kapita/tahun hasil unggas dari hasil sebesar 2.5 trilyun kg/tahun. Berarti pula, di bidang ekonomi, tidak kurang dari 20 trilyun rupiah uang masyarakat beredar untuk membelanjakan hasil-hasil unggas dan ini semua berarti hasil dari investasi, teknologi, kesepakatan kerja/kesempatan berusaha yang tumbuh di dalam masyarakat (Oetoro, 2002). Program pemerintah dalam mengembangkan peternakan ayam ras terlihat dari adanya program Bimbingan Massal (Bimas) ayam yang dimulai pada Program ini dilakukan mirip dengan Bimas padi yang ditujukan untuk swasembada beras. Program dimulai dengan membangun paket proyek di Bogor dan Yogyakarta. Mengingat proyek percontohan ini dinilai berhasil, maka program ini dilanjutkan untuk daerah-daerah lain. Sampai dengan 1977/1978, program Bimas ini telah meluas ke 18 lokasi dengan jumlah proyek mencapai paket dengan nilai kredit sebesar Rp milyar. Hasil analisis memperlihatkan bahwa program pemberian kredit Bimas ayam ras tersebut ternyata menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu, program tersebut kemudian dilanjutkan dengan program Bimas broiler (ayam ras pedaging) sejak tahun Pada program Bimas ayam broiler ini para peternak kecil yang 14

31 15 dinilai layak, mendapatkan kredit dan diberi jatah paket berupa 500 ekor ayam/ periode atau ekor ayam/tahun (tiap periode terdiri dari 7-8 minggu). Program Bimas ayam ras broiler maupun ayam ras petelur ini ternyata berkembang dengan baik karena dapat mendatangkan keuntungan dengan baik yang menarik bagi peternak peserta Bimas. Walaupun demikian, dalam perjalanan lebih lanjut, program ini mulai menemui sejumlah masalah di lapangan, terutama mulai memasuki pelita III ( ), seiring dengan munculnya masalah pemasaran daging dan telur ayam. Masalah mulai timbul karena dalam kurun waktu tersebut peternak yang mengelola ayam ras ternyata bukan hanya peserta Bimas, tetapi meluas ke peternak mandiri yang lahir dari unsur wiraswasta murni tanpa bantuan kredit dan fasilitas lainnya dari pemerintah. Banyak di antara peternak mandiri ini memelihara ayam ras dalam jumlah besar yang mencapai puluhan hingga ratusan ribu dan jutaan ekor. Masalah utama yang timbul adalah kurangnya bahan baku pakan ternak, terutama pada saat musim kemarau tiba. Pada saat itu harga pakan ternak menjadi mahal sementara harga jual daging dan telur ayam relatif stagnan. Dilain pihak, karena manajemennya yang lebih baik, peternak skala besar mampu menjual produk daging dan telur ayam dengan harga yang lebih murah dibanding peternak kecil. Akibatnya, mulai timbul kemelut berupa pertentangan antara peternak kecil dengan peternak besar. Sebagai respon terhadap kemelut tersebut, maka pemerintah kemudian menetapkan sebuah Keputusan Presiden, yakni Keppres No. 50/1981 tanggal 2 November 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras dengan inti materi sebagai berikut:

32 16 1. Perorangan atau badan hukum yang menjalankan usaha peternakan ayam petelur hanya diperkenankan mengelola jumlah ayam dewasa sebanyakbanyaknya 5 ribu ekor, sedangkan untuk ayam pedaging maksimum 750 ekor per minggu 2. Perorangan atau badan hukum yang mengelola ayam petelur atau pedaging melebihi jumlah yang telah ditentukan, harus mengurangi secara bertahap sampai dengan batas jumlah yang ditentukan 3. Untuk menjamin tersedianya produksi telur dan daging ayam ras, maka dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: a. Meningkatkan usaha peternakan ayam ras yang sudah ada untuk mencapai skala usaha peternakan kecil yang maksimal b. Mendorong terbentuknya peternakan-peternakan ayam ras baru, baik melalui Bimas maupun non Bimas. Keppres No 50/1981 ini pada hakekatnya merupakan upaya restrukturisasi dan stabilisasi di bidang perunggasan setelah terjadinya ketimpangan struktur usaha dan munculnya pertentangan antara peternak kecil dengan peternak besar. Namun demikian, pelaksanaan Keppres ini tenyata tidak terlalu sesuai dengan yang diharapkan. Akibat banyaknya pelanggaran yang terjadi, maka Menteri Pertanian RI kemudian menerbitkan SK Mentan No. TN 406/Kpts/5/1984 tertanggal 28 Mei SK Mentan tersebut pada intinya mengatur pola kerjasama tertutup yang saling menguntungkan antara perusahaan peternakan sebagai inti dengan peternak sebagai plasma, yang kemudian dikenal sebagai pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR).

33 17 Dalam perkembangannnya, pola PIR ini ternyata belum juga mampu meredam gejolak di lapangan sehingga dengan berbagai upaya konsolidasi dengan masyarakat perunggasan, pada tahun 1990, Keppres No 50/1981 dicabut dan diganti dengan Keppres No 22/1990, yang berisi tentang Kebijakan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Ras. Untuk mendukung pelaksanaannya, diterbitkan pula SK Menteri Pertanian No 362/Kpts/TN/120/1990 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pendaftaran Usaha Peternakan. Keppres No 22/1990 pada hakekatnya merupakan upaya deregulasi tentang bidang perunggasan. Skala usaha yang pada Keppres sebelumnya dibatasi maka pada Keppres yang baru tersebut tidak lagi diatur. Pengaturan skala usaha hanya dilakukan pada SK Mentan No 362/1990, yang berisi tentang tatacara perizinan, bukan pembatasan. Dalam SK Mentan tersebut dinyatakan bahwa untuk usaha peternakan yang jumlahnya 10 ribu ekor petelur dewasa atau dibawahnya, maka dimasukkan sebagai kategori peternakan rakyat, yang pendiriannya tidak memerlukan izin, melainkan hanya cukup dengan mendaftarkannya saja. Sedangkan untuk ayam pedaging, jumlah maksimum 15 ribu ekor per siklus, dikategorikan sebagai peternakan rakyat, dan bila melebihi jumlah tersebut, maka dikategorikan sebagai perusahaan peternakan. Perubahan peraturan perundang-undangan ini menjadi pemicu bagi berkembangnya agribisnis perunggasan di Indonesia, terutama ayam ras karena pada saat itulah siapapun boleh mengusahakan peternakan ayam ras, asal memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dengan diberlakukannya Keppres No. 22/1990, maka muncul banyak peternakan ayam ras dalam skala besar yang dikelola dengan cara-cara modern, baik dalam hal budidaya maupun dalam pemasarannya.

34 Keterkaitan Agroindustri Pakan Ternak dengan Budidaya Ayam Ras Industri pakan ayam ras mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan kaitan ke depan (forward linkage) yang cukup panjang. Kaitan ke belakang dari industri pakan ayam ras adalah kebutuhan akan hasil-hasil pertanian tanaman pangan sebagai masukan (input), baik yang sudah terolah maupun belum. Selain daripada itu, industri pakan ayam ras juga memerlukan hasil-hasil industri lain sebagai pelengkap (supplement) bagi pakan ayam ras. Sedangkan kaitan ke depan berhubungan dengan penggunaan hasil produksi pakan bagi institusi berikutnya. Dalam hal ini hasil olahan industri pakan digunakan oleh institusi budidaya ayam ras yang dikelola secara komersial. Selanjutnya hasil budidaya ayam ras digunakan sebagai masukan bagi industri lain atau dikonsumsi langsung oleh konsumen. Dengan demikian apabila industri pakan ayam ras didudukkan dalam sistem agribisnis tanaman pangan ia berada pada posisi sebagai sub-sistem agroindustri dan bila didudukkan dalam sistem agribisnis ayam ras ia berada pada posisi sebagai sub-sistem penyediaan sarana produksi ternak (sapronak). Keterkaitan ini secara sederhana dapat digambarkan sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1 nampak bahwa industri pakan ayam ras sangat tergantung pada beberapa hasil pertanian tanaman pangan. Sedangkan hasil pertanian tanaman pangan tergantung pada tingkat kesuburan dan kecocokan lahan serta musim. Apabila produksi tanaman pangan terganggu oleh musim atau oleh hama, maka harga dari tanaman pangan tersebut akan bergejolak. Gejolak harga bahan baku pakan akan berpengaruh terhadap harga pakan ayam ras dan pada gilirannya akan mempengaruhi biaya produksi budidaya ayam ras. Apabila harga pakan

35 19 Jagung Kuning Bungkil Kc. Kedele Bungkil Kc.Tanah Dedak Tepung Ikan Wheat Pollard Rapeseed Meal Industri Obat 2 an Dedak DOC Industri Pakan A. Ras Industri Peralatan Kandang Poultry Shop Usaha Ternak Ayam Ras Agroindustri Hasil Budidaya Ayam Ras P a s a r Sumber : Alim, 1996 Gambar 1. Sistem Agribisnis Ayam Ras

36 20 bergejolak naik dan tidak diikuti oleh kenaikan harga hasil ternak ayam ras, maka para peternak akan menderita rugi. Selain daripada itu, Gambar 1 memperlihatkan pula bahwa ada empat pola usaha ternak (budidaya) ayam ras, yakni : (1) usaha ternak ayam ras menyediakan sendiri seluruh sapronaknya baik langsung maupun melalui perusahaan afiliasi, (2) usaha ternak ayam menyediakan sendiri sebagian sapronaknya, misalnya usaha ternak menghasilkan sendiri pakan ayam ras tetapi tidak menyediakan DOC atau sebaliknya, (3) usaha ternak yang membeli sendiri seluruh sapronaknya langsung dari pabrik, dan (4) usaha ternak ayam ras yang membeli seluruh sapronaknya melalui poultry shop. Dari empat pola usaha ini, pola satu dan dua mempunyai peluang yang lebih baik dalam berbagai kondisi pasar. Sedangkan usaha ternak pola empat berada pada posisi bersaing yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan harga sapronak. Dalam keadaan harga sapronak naik, sedangkan harga produk ayam ras tidak naik, maka usaha ternak pola keempat ini akan sangat menderita. Peternakan Rakyat (usaha ternak ayam ras skala kecil) pada umumnya termasuk dalam kategori usaha ternak pola keempat. Dengan demikian, sesungguhnya Peternakan Rakyat pada umumnya berada pada kondisi pasar yang rentan terhadap perubahan harga. Kerumitan-kerumitan yang dialami oleh dunia usaha ayam ras bersumber dari dua arah, yakni dari luar dan dari dalam dunia usaha ayam ras sendiri. Yang bersumber dari luar setidak-tidaknya ada tiga sumber yang dominan, yaitu : (1) berasal dari goncangan harga bahan baku utama pakan ayam ras, (2) berasal dari goncangan harga produk (daging dan telur) ayam ras, dan (3) berasal dari

37 21 pola konsumsi masyarakat (selera konsumen). Sedangkan yang bersumber dari dalam dunia usaha ayam ras sendiri, sekurang-kurangnya ada tiga. yaitu: (1) mutu sarana produksi budidaya ayam ras, (2) pola tataniaga ayam ras, dan (3) kemitraan secara padu antara semua sub-sistem dalam sistem agribisnis ayam ras Perkembangan Industri Pakan Ternak Perkembangan industri pakan ternak, khususnya pakan ayam ras, tidak terlepas dari budidaya ayam ras itu sendiri. Korelasi antara keduanya sangat kuat, sebab output dari industri pakan dikonsumsi oleh ayam ras sebagai sumber utama kebutuhan gizi. Disisi lain kemampuan produksi ayam ras tergantung pula pada unsur-unsur gizi yang dikonsumsinya. Ketika ayam ras mulai memasyarakat di Indonesia dirasakan perlu untuk mendirikan pabrik pakan. Tahun 1972 dipandang sebagai titik awal berdirinya usaha ternak ayam ras secara serius, dan pada tahun ini didirikanlah pabrik-pabrik pakan skala menengah di Jakarta. Pabrik-pabrik pakan kala itu memasarkan hasil produksinya pada kalangan peternak ayam ras yang masih terbatas. Namun demikian, tahun 1976 peranan pabrik-pabrik pakan semakin jelas dan mencapai puncaknya pada tahun dengan berdirinya puluhan pabrik pakan, diantaranya banyak yang berskala besar. Salah satu faktor penyebab berhentinya banyak usaha dalam industri unggas nasional adalah karena ketergantungan bahan baku pakan dan bibit serta pinjaman modal pada impor. Dalam krisis moneter dan ekonomi, harga bahan baku impor melambung, pengembalian utang membengkak, dan pengadaan impor terpaksa dihentikan. Setelah krisis, ternyata pabrik pakan belum pulih ke posisi semula. Produksi pakan terpaksa diturunkan sebesar 60 persen, dan akibat lebih

38 22 jauh harga pakan melambung sehingga banyak perusahaan yang terpaksa menghentikan usahanya. Perkembangan jumlah pabrik pakan, kapasitas terpasang dan kapasitas terpakai pabrik pakan di Indonesia periode disajikan pada Tabel 1. Dalam periode tersebut, rata-rata jumlah pabrik pakan ternak di Indonesia sebanyak 61 buah, dengan rata-rata total kapasitas 6.3 juta ton atau ribu ton per pabrik. Tabel 1. Perkembangan Jumlah dan Kapasitas Pabrik Pakan Indonesia Tahun Jumlah Kapasitas Tahun Pabrik (unit) Terpasang (000 ton) Rataan Terpasang (000 ton/pabrik) Terpakai ( % ) Rataan r (%/th) Sumber: Statistik Peternakan (diolah) dalam Kariyasa, 2003 Walau jumlah pabrik pakan terbanyak berada pada tahun 1998 dan 1999 (67 buah), namun demikian ternyata total kapasitas terpasang justru terbesar berada pada tahun 2000 dan 2001, dimana jumlah pabrik pada tahun tersebut hanya sebanyak 61 buah. Kalau dilihat dari perkembangannya, baik jumlahnya,

39 23 total kapasitas maupun rata-rata kapasitas per pabrik pakan periode mengalami peningkatan berturut-turut 0.63 persen, persen dan persen per tahun (Kariyasa, 2003). Sementara itu, rata-rata kapasitas terpakai dari pabrik pakan selama periode hanya sekitar persen, itu pun terjadi kecenderungan menurun sebesar 5.22 persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa hampir sekitar persen terjadi idle capacity, sehingga hal ini diduga sebagai salah satu kenapa biaya produksi pakan di Indonesia relatif masih tinggi. Tabel 2. Perkembangan Produksi Pakan dan Penggunaannya di Indonesia, Tahun Tahun Kebutuhan Produksi Ternak ayam ras (000 ton) Jumlah (000 ton) Pangsa (%) Lainnya a (%) Rataan r (%/th) Keterangan: a termasuk untuk kebutuhan selain ternak ayam ras dan stok Sumber : Statistik Peternakan (2004) Perkembangan produksi pakan dan penggunaannya di Indonesia periode menunjukkan bahwa selama periode tersebut rata-rata produksi pakan

40 24 di Indonesia mencapai 4.1 juta ton, dimana setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan sebesar persen (Tabel 2.). Dari segi penggunaannya, tampak bahwa pada tahun lebih dari 93 persen dari total produksi pakan digunakan untuk memenuhi permintaan peternak ayam ras, sisanya sekitar 6 persen untuk memenuhi permintaan lainnya. Dalam periode rata-rata penggunaan pakan untuk ternak ayam ras 2.8 juta ton atau sekitar persen. Walaupun dari segi jumlah permintaan pakan dari peternak ayam ras mengalami peningkatan sebesar persen per tahun, namun dari sisi pangsanya terhadap total penawaran mengalami penurunan sebesar 4.10 persen per tahun. Sementara itu, pangsa permintaan lainnya (peternakan lainnya dan stok) mengalami peningkatan tajam sekitar persen pertahun. Kecenderungan pertumbuhan industri pakan menuju bentuk monopoli dapat pula dilihat dari porsi produksi pakan dari sekelompok pabrik pakan dalam industri. Porsi produksi pakan dari pabrik pakan yang hanya berjumlah 12 persen atau secara absolut berjumlah 8 pabrik pakan memiliki pangsa pasar sebesar 65 sampai 83 persen. Dengan demikian, ke delapan pabrik pakan tersebut dapat dikatakan sebagai pengendali pasar pakan. Pada kenyataannya ke delapan pabrik pakan tersebut bergabung dalam organisasi GPMT yang mempertegas adanya kartel diantara mereka. Hasil kajian Yusdja dan Saptana (1995) mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ke arah bentuk monopoli, yang sampai saat ini sudah dalam bentuk oligopoli. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh : (1) proporsi produksi pakan dari pabrik pakan berskala besar yang berjumlah 8 buah (12 persen) memiliki pangsa pasar sebesar persen, (2) hasil estimasi

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kebijakan Agribisnis Ayam Ras. Perkembangan perunggasan Indonesia dari tahun 1965 hingga sekarang

II. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kebijakan Agribisnis Ayam Ras. Perkembangan perunggasan Indonesia dari tahun 1965 hingga sekarang 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Kebijakan Agribisnis Ayam Ras Perkembangan perunggasan Indonesia dari tahun 1965 hingga sekarang berjalan dengan tingkat pertumbuhan yang cukup berhasil. Misi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA VII. DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA 7.1. Hasil Validasi Model Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak Hasil validasi model ekonometrika struktur,

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA

ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA ANALISIS DAMPAK SUMBER MODAL TERHADAP PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHA TAMBAK UDANG DI KECAMATAN MUARA BADAK KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA HANDAYANI BOA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang

PENDAHULUAN. Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan. keterbatasan sumberdaya dalam melihat prospek usaha/proyek yang PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan studi kelayakan dan analisis proyek dalam kegiatan pembangunan cukup besar dalam mengadakan penilaian terhadap kegiatan usaha/proyek yang akan dilaksanakan. Demikian

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG

ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN ENDANG SARI SIMANULLANG ANALISIS MODEL PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI, PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN (Studi Kasus : Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri peternakan Indonesia saat ini berkembang dengan pesat, hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan meningkatnya konsumsi protein hewani perkapita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RANTAI PASOKAN DAGING AYAM SEGAR PADA RUMAH POTONG AYAM (RPA)

ANALISIS KINERJA RANTAI PASOKAN DAGING AYAM SEGAR PADA RUMAH POTONG AYAM (RPA) ANALISIS KINERJA RANTAI PASOKAN DAGING AYAM SEGAR PADA RUMAH POTONG AYAM (RPA) (Studi Kasus di PT Primatama Karyapersada) Oleh : Muhammad Vamy Hanibal p056081161. 41 PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas ayam broiler merupakan primadona dalam sektor peternakan di Indonesia jika dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya, karena sejak pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING

REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING bab delapan belas REKONSILIASI PELAKU PERUNGGASAN DEMI MEMBANGUN AGRIBISNIS PERUNGGASAN YANG BERDAYA SAING Duapuluh tahun sudah kemelut pada agribisnis perunggasan berlangsung, namun tanda-tanda akan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP PETANI DALAM PENERAPAN USAHATANI ORGANIK DI JAKARTA TIMUR Oleh : MUANIS NUR AENI INSTITUT PERTANIAN B O G O R PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KONTRIBUSI USAHA PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Hanny Siagian STIE Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 hanny@mikroskil.ac.id Abstrak Usaha peternakan memberi kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA

BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA BOKS 2 ANALISIS SINGKAT FAKTOR PENYEBAB VOLATILITAS HARGA DAGING AYAM RAS DI PROPINSI BANTEN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA I. Latar Belakang Inflasi Banten rata-rata relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap. masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasamya merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat, bangsa dan negara, karena pembangunan tersebut mengandung makna sebagai suatu perubahan keadaan menjadi

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA TIMUR: MODEL ANALISIS SIMULTAN SKRIPSI Oleh TULUS BUDI NIRMAWAN NIM. 001510201025 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN UNIT SWADANA DAERAH (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur) Oleh : Dian Damairini

ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN UNIT SWADANA DAERAH (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur) Oleh : Dian Damairini ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN UNIT SWADANA DAERAH (Studi Kasus di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur) Oleh : PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer

KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA. Oleh : Venny Syahmer KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH DENGAN INDEKS SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh : Venny Syahmer PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA. Oleh: Laura Juita Pinem P FORMULASI STRATEGI PEMASARAN SAYURAN ORGANIK PT. PERMATA HATI ORGANIC FARM CISARUA Oleh: Laura Juita Pinem P056070971.38 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Hak cipta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL DAN ARBITRAGE PRICING THEORY DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM KELOMPOK JAKARTA ISLAMIC INDEX.

ANALISIS PENGGUNAAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL DAN ARBITRAGE PRICING THEORY DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM KELOMPOK JAKARTA ISLAMIC INDEX. ANALISIS PENGGUNAAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL DAN ARBITRAGE PRICING THEORY DALAM MEMPREDIKSI RETURN SAHAM KELOMPOK JAKARTA ISLAMIC INDEX Oleh Andam Dewi PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

ARI SUPRIYATNA A

ARI SUPRIYATNA A ANALISIS INTEGRASI PASAR JAGUNG DUNIA DENGAN PASAR JAGUNG DAN DAGING AYAM RAS DOMESTIK, SERTA PENGARUH TARIF IMPOR JAGUNG DAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA Oleh: ARI SUPRIYATNA A14303050 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

ANALISIS SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN POLA PENGGUNAAN PEMEGANG KARTU KREDIT BERDASARKAN POLA PEMBAYARAN. Oleh : Ellif Krismawati

ANALISIS SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN POLA PENGGUNAAN PEMEGANG KARTU KREDIT BERDASARKAN POLA PEMBAYARAN. Oleh : Ellif Krismawati ANALISIS SEGMENTASI DEMOGRAFI DAN POLA PENGGUNAAN PEMEGANG KARTU KREDIT BERDASARKAN POLA PEMBAYARAN Oleh : Ellif Krismawati PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA Oleh : ALLA ASMARA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ALLA ASMARA.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR. Oleh: Novie Fajar Ismanto STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA LELE DI DAERAH PARUNG KABUPATEN BOGOR Oleh: Novie Fajar Ismanto PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN

Lebih terperinci