V. ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI"

Transkripsi

1 64 V. ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTASI 5.1 Analisis Determinan Korupsi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Pada bagian analisis ini bertujuan mengestimasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi korupsi. Analisis ini berdasarkan kombinasi teori dan penelitian yang dilakukan Nielsen-Haugaard (2000), Callejas (2010), Seldadyo (2006) dan Ali-Crain (2002). Beberapa penelitian tersebut mempunyai karakter dan metodologi yang sama untuk menganalisis penyebab dari persepsi korupsi di beberapa negara. Orisinalitas dari penelitian ini adalah adanya variabel dummy Negara Commonwealth yang diproksimasi sebagai negara persemakmuran Inggris. Negara Singapura dan Malaysia merupakan bekas jajahan Britania yang mencapai kemerdekaan. Tabel 5.1 Hasil Estimasi Model Determinan Korupsi dengan menggunakan Metode Random Effect Model (REM) Variabel Dependen Variabel Independen Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 Kebebasan Ekonomi 0,8* 0,796* (6,189) (6,983) GDP per kapita (PPP) 0,00027* 0,00025* (2,76) (2,5) Kebebasan Politik (Demokrasi) 3,08* (4,95) 2,55* (4,04) Kualitas Pemerintahan 14,06* 10,5* (5,65) (3,44) Dummy Commonwealth --- 8,9* (2,005) R-Squared 0, D-W 1,63 1,65 Prob > F 0, ,00000 Number of Obs Haussman Test Probability 0,5449 0,7792 Chow Test Probability 0, LM Test ( χ 2 tabel = 3,84) --- 4, Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen, **signifikan pada taraf 10 persen

2 65 Pada Random Effect Model, pendugaan parameternya menggunakan metode GLS (Generalised Least Square) yaitu dengan mentransformasi model sedemikian rupa sehingga memenuhi asumsi Gauss-markov untuk mendapatkan komponenkomponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi (Juanda, 2009). Berdasarkan uji LM, uji Hausman, dan uji Chow, dua model determinasi korupsi ini lebih tepat menggunakan Random Effect dan secara otomatis sudah berada dalam metode GLS, artinya model tersebut terbebas dari masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas. Selain itu, asumsi multikolinearitas juga dapat teratasi karena sudah menggabungkan data cross section dengan time series Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.1 persamaan korupsi selama tahun untuk model satu memiliki R 2 sebesar yang berarti sebesar 85,14 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti Economic Freedom, Political Freedom, GDP per kapita, dan kualitas pemerintahan. Sedangkan 14,86 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F- statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Model dua memiliki R 2 sebesar 0, yang berarti 88,57 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel independen termasuk variabel dummy. Probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen. Pada Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pada model satu dan model dua koefisien dari variabel-variabel bebas semua signifikan dan konsisten. Hal ini terlihat dari nilai probabilitasnnya lebih kecil dari alpha 5 persen dan 10 persen. Tanda positif pada koefisien Economic Freedom baik pada model satu ataupun dua menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kebebasan ekonomi maka semakin tinggi tingkat bebas dari korupsi. Dengan meningkatnya kebebasan ekonomi sebesar 1 persen, maka tingkat bebas dari korupsi meningkat 0,8 persen (model 1) dan 0,796 persen (model 2).

3 66 economic freedom adalah bukan hanya meminimalkan kekuasaan dan batasanbatasan Negara, tetapi juga penciptaan kreasi dan pemeliharaan jiwa kebebasan ekonomi serta memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak kebebasan ekonomi orang lain. Semakin minimnya intervensi pemerintah dalam perekonomian atau menghilangkan restriksi (aturan hukum) yang mengekang kebebasan ekonomi, maka kecenderungan pejabat publik memburu rente (keuntungan pribadi) melalui aktivitas ekonomi baik dalam hal produksi, distribusi, dan hak kepemilikan individu akan semakin kecil. Tanda positif pada indeks kebebasan politik (proksimasi demokrasi) menjelaskan bahwa tingkat demokrasi yang rendah akan meningkatkan perilaku bebas/bersih dari korupsi. Kenaikan indeks kebebasan politik sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai bebas dari korupsi sebesar 3,08 persen (model satu) dan 2,55 persen (model dua). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat demokrasi maka akan semakin bebas dari perilaku korupsi. Kemungkinan politik uang telah memainkan peranan penting dalam proses demokrasi sehingga kebebasan politik disalahgunakan untuk memburu rente. Variabel GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkan pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,00027 persen (model satu) dan 0,00025 (model dua). Estimasi koefisien untuk variabel kualitas pemerintahan menjelaskan bahwa semakin baik kualitas pemerintah maka tingkat kebebasan dari perilaku korupsi semakin tinggi. Kualitas pemerintah mencerminkan komposit dari indeks Voice and Accountability, Political Stability and Absence of Violence/Terrorism, Government Effectiveness, Regulatory Quality, Rule of Law, Control of Corruption. Kenaikan 1 persen tingkat kualitas pemerintah akan meningkatkan tingkat kebebasan dari korupsi sebesar 14,06 persen (model 1) dan 10,5 persen (model 2). Model dua memasukkan variabel dummy bekas negara jajahan inggris. Negara-negara yang pernah menjadi bekas jajahan inggris adalah negara Malaysia

4 67 dan Singapura. Hasil estimasi menunjukkan koefisen bernilai positif yang berarti bahwa negara-negara jajahan bekas jajahan Inggris cenderung memiliki tingkat bebas dari perilaku korupsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini disebabkan pengaruh sistem pemerintahan Common Law yang diterapkan Inggris saat menjajah Malaysia dan Singapura dan sampai saat ini masih tetap digunakan oleh kedua negara tersebut. Sistem Common Law cenderung melindungi investor dengan dengan peraturan hukum (Rule of Law) yang ketat termasuk kecurigaan terhadap transaksi yang illegal. Jika investor terlindungi, maka akan tercipta insentif untuk berinvestasi. Santoso (2007) pejabat-pejabat bangsa Inggris pada masa penjajahan, semuanya adalah lulusan public school di Inggris. Sekolah tersebut terkenal telah berhasil menciptakan English Gentleman yang memiliki watak, nilai-nilai dan sikap paternalistik, otoriter, tidak korup, memiliki semangat pengabdian yang tinggi pada tugas, sadar akan kewajiban, memiliki inisiatif perseorangan, mengetahui bagaimana memerintah dan memberi perintah-perintah, tetapi tinggi hati (sombong) Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini (Tabel 5.2) akan memperinci hasil model utama. Berdasarkan analisis pada Tabel 5.1 telah didapatkan temuan empirik bahwa kebebasan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap korupsi. Indeks kebebasan ekonomi akan dispesifikasikan untuk mengestimasi beberapa komponen yang berpengaruh secara signifikan terhadap korupsi. Gwartney (2004) menjelaskan Indeks Kebebasan Ekonomi juga mengukur kualitas kelembagaan dalam lima bidang utama: (1) ukuran pemerintah, (2) struktur hukum dan keamanan hak milik, (3) akses terhadap lembaga keuangan, (4) mobilitas tenaga kerja antar negara, dan (5) regulasi modal, tenaga kerja, dan bisnis. Model yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji haussman tidak bisa dilakukan karena cross section lebih kecil dari

5 68 time series sehingga uji yang dilakukan adalah uji Chow dengan probabilitas 0,0000. Nilai Durbin Watson sebesar 1,9 yang artinya semua model terbebas dari masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil estimasi dari pemilihan model terbaik. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Variabel Independen Constanta Kebebasan Berbisnis Kebebasan Finansial Kebebasan Fiskal Kebebasan Investasi Pengeluaran Pemerintah Kebebasan Moneter Kebebasan Perdagangan Hak Kepemilikan Individu Variabel Dependen : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2-11,69 0,782 (-1,51) (0,13) 0,375* 0,42* (11,6) (13,18) -0,025 0,006 (4,13) (4,18) -0,05-0,16* (-1,35) (-4.65) -0,051* (2,78) 0,233* (-5,71) 0,067* (3,1) 0,035 (1,5) 0,103* (3,45) -0,024 (3,38) 0,15* (2,82) 0,079* (3,36) -0,012 (-0,5) 0,07* (2,4) GDP per Kapita --- 0,0002* (13,23) R-Squared 0, , Durbin-Watson 1,9 1,9 Prob > F 0,0000 0,0000 Chow Test Probability 0,0000 0,0000 Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen, **signifikan pada taraf 10 persen

6 69 Pemilihan model terbaik berdasarkan hipotesis dan teori pada dua persamaan tersebut (Tabel 5.2) adalah model dua dengan R 2 sebesar 0, Hasil estimasi dari komponen indeks kebebasan ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat korupsi adalah Business Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, dan Property Right. Untuk indikator makroekonomi seperti GDP per kapita berpengaruh terhadap penyebab korupsi. Model dua memiliki nilai kepercayaan sebesar 99,89 persen. Keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Sedangkan 0,08 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi. Kebebasan berbisnis berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. peningkatan 1 persen kebebasan bisnis akan meningkatkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar 0,42 persen. Dalam hal ini, kebebasan berbisnis di delapan Negara ASEAN dapat mengurangi tingkat korupsi serta sesuai dengan hipotesis. Kebebasan berbisnis bukan berarti hanya menghilangkan peraturan yang menghambat dan merugikan kebebasan aktivitas bisnis dengan meminimalisasi intervensi. Pemerintah tetap melakukan intervensi dan mengatur kegiatan berbisnis tetapi dengan dukungan fundamental dari politik (bebas korupsi) dan sosial yang kuat agar terjadi persaingan berbisnis yang sehat. McCardle dalam Wulandari (2011) menyatakan bahwa kebebasan berbisnis tanpa dukungan fundamental sosial dan politik yang kuat hanya akan memicu entrepreneurial corruption sehingga timbul persaingan tidak sehat dan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha. Kebebasan fiskal adalah ukuran kuantitatif dari beban-beban dan pajak yang lebih rendah membuat tingkat kebebasan fiskal lebih tinggi. Koefisien kebebasan fiskal menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan fiskal (pajak rendah) maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,16 persen. Subagiono (1998) akses timbal balik langsung yang dapat dirasakan masyarakat dengan keikutsertaan secara aktif membayar pajak adalah

7 70 mereka mempunyai potensi untuk bersuara dan mengontrol pemerintah karena pembangunan dan kebijakan pemerintah dibiayai oleh pajak. Semakin rendah tingkat pajak maka pembiayaan untuk pengawasan dan pengontrolan pemerintahan cenderung sedikit sehingga memungkinkan terjadinya tindakan korupsi. Apabila pajak dinaikkan, maka fungsi pengawasan tetap harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Ukuran pemerintahan dalam hal ini pembelanjaan pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kenaikan pembelanjaan pemerintah untuk barang publik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan perilaku bebas dari kejahatan korupsi sebesar 0,15 persen. Ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan semakin banyak barang publik yang dibelanjakan untuk masyarakat maka tingkat korupsi semakin rendah. Alokasi anggaran pemerintah disalurkan secara tepat dan benar sehingga tidak ada celah untuk kejahatan korupsi. Kebebasan moneter berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kebebasan moneter memiliki implikasi terhadap inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Kenaikan kebebasan moneter sebesar 1 persen akan menaikan tingkat bebas dari korupsi sebesar 0,079 persen. Inflasi yang rendah akan cenderung mengurangi tingkat kejahatan korupsi di sektor publik. Hak kepemilikan pribadi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat bebas dari perilaku produksi. Kenaikan 1 persen kebebasan dalam kepemikikan pribadi maka akan berpengaruh secara positif 0,07 persen pengurangan tindakan korupsi. hak kepemilikan pribadi merupakan kemampuan individu untuk mengakumulasi kepemilikan pribadi dan dijamin oleh hukum negara. Jika kepemilikan pribadi tidak didukung oleh fundamental yang kuat baik dari sisi politik, hukum, maupun sosial maka akan terjadi persaingan kepemilikan pribadi yang tidak sehat dan melakukan berbagai cara termasuk tindakan illegal (korupsi). GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Hal ini mengartikan bahwa semakin makmur dan tingginya standar hidup suatu negara maka tingkat korupsi

8 71 semakin rendah. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,0002 persen. Tabel 5.3. Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara Model 1 Model 2 1. Kamboja Indonesia Laos Malaysia Singapura Thailand Filipina Vietnam Hasil Cross Section-Effect pada Tabel 5.3 menjelaskan bahwa negara yang paling tinggi efek tingkat korupsinya adalah negara Laos, Indonesia, dan Thailand. Negara Malaysia dan Singapura merupakan negara yang paling rendah tingkat korupsinya karena hal ini terkait dengan sistem common law yang dianut oleh kedua negara tersebut serta adanya warisan sejarah yang memainkan peranan penting dalam pembentukan mental negara yang tidak korup Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan & Demokrasi (Politik) terhadap Tingkat Korupsi Pada analisis ini juga akan memperinci hasil empiris model utama pada Tabel 5.1. Model ini bertujuan untuk melihat dari beberapa variabel politik seperti komposit kualitas pemerintahan dan demokrasi (proksimasi kebebasan politik) yang dapat memengaruhi perilaku korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Hasil uji haussman dan uji chow menunjukkan bahwa model lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model. Metode yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan menggunakan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

9 72 Tabel 5.4. Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadaptingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Constanta Variabel Independen Hak Suara dan Akuntabilitas Stabilitas Politik dan Ketiadaan Kekerasan dan Terorisme Efektifitas Pemerintah Kualitas Regulasi Aturan Hukum 1,58* (2,87) Pengendalian Korupsi 5,62* (6,976) Variabel Dependen: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Model 1 Model 2 32* 34,76* (44,8) (114,35) -7,36* -7,11* (-26,07) (-16,14) 1,95* 2,22* (5,34) (4,976) -2,875* -1,52 (-1,8) (-1,07) 11,3* 10,36* (9,91) (8,57) 2,03* (2,2) 6,07* (5,12) Kebebasan berpolitik --- 0,196** (1,98) Kebebasan Sipil --- 0,479* (2,302) R-Squared 0, , Durbin-Watson 1,9621 1,974 Prob > F 0,0000 0,0000 Haussman Test Probability 0,0000 0,0000 Chow Test Probability 0,0000 0,0000 Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen, **signifikan pada taraf 10 persen Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.4, persamaan Korupsi selama tahun memiliki R 2 sebesar 0, yang berarti 99,68 persen keragaman yang terdapat pada variabel tak bebas pada model korupsi dapat dijelaskan oleh variabelvariabel bebas yang terdapat pada model tersebut, yakni Hak Suara dan Akuntabilitas (Voice and Accountability), Stabilitas Politik dan ketiadaan kekerasan/terorisme (Political Stability and Absence of Violence/Terrorism), Kualitas Regulasi

10 73 (Regulatory Quality), Aturan Hukum (Rule of Law), Pengendalian Korupsi (Control of Corruption), Kebebasan Berpolitik (Political Liberties) dan Hak Sipil (Civil Rights). Nilai F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen menunjukkan variabel bebas pada hasil estimasi tersebut secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruh faktor-faktor politik terhadap korupsi. Hubungan antara Political Liberties terhadap korupsi menunjukkan hasil positif dan signifikan yang artinya semakin bebasnya penduduk berpartisipasi dalam proses politik (voting, lobi, dan memilih wakilnya) serta pemilihan berlangsung adil dan kompetitif, dan partai alternatif dapat berpartisipasi secara bebas atau demokrasi maka tingkat korupsi akan semakin rendah. Kenaikan 1 persen ketidakbebasan berpartisipasi dalam politik dan demokrasi, maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 0,196 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa dengan adanya kebebasan partisipasi politik dari masyarakat secara demokrasi dengan transparan dan jujur maka memungkinkan minimalnya tindakan pejabat di sektor publik untuk melakukan korupsi. Kebebasan dalam partisipasi politik dianggap dapat memperburuk perilaku korupsi. Kebebasan berpolitik di kawasan ASEAN belum sampai pada tahap yang mature seperti yang terjadi di Thailand, Laos, dan Malaysia, dan Kamboja. Pengaruh Civil Rights terhadap korupsi juga mempunyai nilai yang signifikan namun bernilai positif. Kenaikan 1 persen dari peningkatkan kebebasan pers dan hakhak individual untuk membuat dan mengikuti pandangan agama alternatif serta kebebasan berekspresi, maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,479 persen. Hal ini juga tidak sesuai dengan hipotesis awal dan tingkat kebebasan berekspresi dan pers justru akan meningkatkan perilaku korupsi. Menurut World Bank (2000) kebebasan partisipasi sipil dalam suatu negara akan membentuk masyarakat madani. Kendati masyarakat madani sudah mulai tumbuh tetapi pemerintah biasanya tidak melibatkan NGO (NonGovernment Organization) dalam pemantauan atas proses-proses atau kinerja-kinerja pengambilan keputusan. Kepemilikan media yang terkonsentrasi dan pembatasan dalam reportase telah memperlemah kemampuan media untuk menjamin akuntabilitas dari sektor pubik.

11 74 Voice and Accountability mempunyai karakteristik yang sama dengan Civil Rights tetapi cara pengukuran yang dilakukan oleh World bank dan Freedom House berbeda. Indeks tersebut mengedepankan kebebasan masyarakat sipil. Hasil estimasi menunjukkan koefisien negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan masyarakat sipil dan pers maka akan menurunkan tingkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar -7,11 persen. Indeks Political Stabilty menujukkan koefisien yang signifikan positif dan sesuai dengan teori dan hipotesis. Kenaikan 1 persen stabilitas politik pemerintah dan bebas dari terorisme maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,22 persen. Politik yang semakin stabil (tidak ada kekerasan dan anarkisme) dalam pemerintahan akan berdampak baik pada penurunan tingkat korupsi. Kefektifan pemerintah mengukur sejauh mana kualitas pelayanan pada publik dan masyarakat, tingkat independesi dari tekanan politik, kualitas pembuatan kebijakan serta implementasi, dan kredibilitas komitmen pemerintah pada semua kebijakan yang dibuat. Hasil analisis menunjukkan bahwa keefektifitas pemerintahan tidak berpengaruh terhadap korupsi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Baik ataupun buruknya kualitas pemerintahan tidak akan terlalu berdampak pada perilaku korupsi karena kejahatan tersebut bukan hanya diukur melalui kefektifan pemerintah saja tetapi ada faktor lain seperti kualitas sumberdaya manusia di sektor publik dalam melayani masyarakat. Rule of Law mengukur sejauh mana warga negara dapat menaati dan mematuhi aturan hukum serta kualitas penegak hukum, polisi, pengadilan dan pemberantasan kejahatan dan kekerasan. Kenaikan 1 persen aturan hukum maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi sebesar 2,03 persen. Masyarakat dan agen pemerintahan yang patuh pada aturan hukum serta perbaikan kualitas penegak hukum akan meminimalkan tindakan korupsi di delapan Negara kawasan ASEAN. Kualitas regulasi pemerintah mencerminkan persepsi kemampuan pemerintah untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan yang memungkinkan dan mendukung perkembangan sektor swasta. Hasil estimasi menunjukkan nilai yang positif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kualitas regulasi yang dibuat oleh

12 75 pemerintah maka akan meningkatkan kebebasan (bersih) dari perilaku korupsi sebesar 10,36 persen. Itu berarti semakin baik kualitas regulasi yang dihasilkan pemerintah baik dalam perumusan maupun pelaksanaan maka akan mengurangi tindak kejahatan korupsi. Kontrol terhadap korupsi juga memiliki nilai yang positif dan signifikan. Peningkatan kontrol korupsi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan bebas dari perilaku korupsi di sektor publik sebesar 6,07 persen. Kaufmann (2000) negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki indikator control of corruption yang rendah dan sebaliknya. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Cross Section- Effect Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan dan Demokrasi (Politik) terhadaptingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Negara Model 1 Model 2 1. Kamboja Indonesia Laos Malaysia Singapura Thailand Filipina Vietnam Berdasarkan hasil Cross Section Effect pada Tabel 5.5 menjelaskan bahwa tiga negara terbawah yang memiliki tingkat dampak korupsi yang paling tinggi dari segi kualitas pemerintahan dan demokrasi adalah negara Laos, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan negara Malaysia dan Singapura masih cenderung memiliki dampak tingkat korupsi yang rendah. 5.2 Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteran Sosial dan Investasi di Delapan Negara Kawasan ASEAN Bagian ini akan membahas mengenai hubungan korupsi terhadap kesejahteraan sosial dengan proksimasi pembangunan manusia dan investasi untuk

13 76 delapan negara ASEAN. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara korupsi dengan tingkat pembangunan manusia dalam suatu negara. Pembangunan manusia bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga melibatkan hak manusia untuk mendapatkan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan yang lebih baik. Pada Tabel 5.6 menjelaskan dua model yakni model kesejahteraan manusia yang diproksimasi dengan Indeks Pembangunan Manusia dan model investasi. Pada model Human Development Index (HDI), yang menjadi variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, dan konsumsi pemerintah. Sedangkan untuk model investasi, variabel independennya adalah pertumbuhan ekonomi, korupsi, suku bunga riil, tingkat tabungan, dan populasi. Berdasarkan Hasil uji analisis dengan haussman test dan chow test menunjukkan bahwa persamaan Human Development dan Investment pada Tabel 5.6 lebih efisien diestimasi dengan menggunakan Fixed Effect. Ini terlihat dari nilai probabilitas uji Haussman sebesar 0,0000 dan uji Chow sebesar 0,0000. Dua model ini menggunakan Cross Section SUR untuk mengatasi masalah heterosktedastisitas dan autokorelasi. Sedangkan persamaan Investment dibagi menjadi dua sub model. Untuk model pertama tidak menyertakan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 80 untuk delapan negara karena data suku bunga untuk negara Kamboja tidak tersedia dalam World Bank. Sub model kedua memasukkan variabel suku bunga riil dengan jumlah observasi 70 (tanpa kamboja) dan bertujuan untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh Negara ASEAN. R-Square masing-masing model lebih dari 90 persen dengan probabilitas uji F sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tak bebas masing-masing model dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel bebas seperti Indeks Pembangunan Manusia dan Investasi di delapan Negara ASEAN.

14 77 Tabel 5.6 Hasil Estimasi Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial dan Investasi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR) Variabel Independen Constanta Pertumbuhan Ekonomi Korupsi Konsumsi Pemerintah Human Development Index -6,02* (-21,56) 0,0012* (12,12) 0,0008** (1,722) 0,02* (15,91) 0,39* (57,5) Variabel Dependen Investment Model 1 Model 2-165,87* (-9,03) 0,032** (1,68) 3,15* (11,57) -196,84* (-4.86) -0,009 (0,848) 7,6* (7,7) ,95* 11,08* Populasi (9,02) (5,45) -0,09* Suku Bunga Riil (-5,016) 0,25* 0,12* Tingkat Tabungan --- (10,96) (2,98) R-Squared 0, , , Durbin-Watson 2,12 1,947 1,894 Prob > F 0,0000 0,0000 0,0000 Numb of Obs Haussman Test Probability 0,0000 0,0000 0,0000 Chow Test Probability 0,0000 0,0000 0,0000 Keterangan : * signifikan pada taraf 5 persen, **signifikan pada taraf 10 persen Analisis Dampak Korupsi terhadap Kesejahteraan Sosial Berdasarkan hasil estimasi Tabel 5.4 pada persamaan human development index selama tahun memiliki R 2 sebesar 0, yang berarti sebesar 99,97 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (human development index) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, pengeluaran pemerintah, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 0,03 persen dijelaskan oleh variabel

15 78 lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap pembangunan manusia. Populasi menunjukkan nilai koefisien yang positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia. Kenaikan populasi sebesar 1 persen akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,39 persen. Dalam hal ini mekanisme transmisi yang mungkin terjadi adalah adanya peningkatan konsumsi (daya beli) masyarakat. Konsumsi merupakan komponen pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif mengakibatkan GDP perkapita meningkat. GDP per kapita merupakan salah satu komponen pembentukan Human Development Index. Pengeluaran pemerintah juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari koefisien yang bernilai positif dan signifikan. Peningkatan 1 persen pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,02 persen. Pengeluaran konsumsi pemerintah bertujuan untuk membangun pelayanan umum seperti rumah sakit, infrastruktur, dan fasilitas pendidikan yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Sesuai dengan hipotesis dan teori bahwa korupsi berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Berdasarkan estimasi, kenaikan 1 persen tingkat bebas dari perilaku korupsi akan meningkatkan pembangunan manusia sebesar 0,0008 persen. Jika tingkat korupsi di sektor publik rendah maka alokasi anggaran untuk alokasi pendidikan dan kesehatan serta program sosial lainnya dapat terdistribusi dengan baik di masyarakat sehingga dapat meningkatkan pembangunan manusia secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan mengakibatkan peningkatan pembangunan manusia sebesar 0,0012 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi menandakan bahwa output yang dihasilkan oleh suatu negara dan standar hidup masyarakat semakin meningkat.

16 Analisis Dampak Korupsi Terhadap Investasi Berdasarkan hasil estimasi Tabel 4.6 pada persamaan investment untuk submodel satu selama tahun memiliki R 2 sebesar 0, yang berarti sebesar 94,56 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti populasi, tingkat tabungan, korupsi, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan 5,44 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan untuk investasi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap investasi. Submodel dua (tanpa negara kamboja) memiliki R 2 0, yang berarti 90,88 persen keragaman yang terdapat pada variabel dependen (investasi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas seperti pertumbuhan ekonomi, korupsi, populasi, tingkat tabungan, dan suku bunga riil. 9,12 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan submodel dua memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen ( 0,00 < 0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap investasi. Dalam penelitian ini, tujuan utama analisis submodel dua adalah untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi di tujuh negara ASEAN. Adanya keterbatasan data suku bunga riil pada negara kamboja mengakibatkan analisi pada submodel satu tidak bisa dilakukan secara keseluruhan. Perilaku korupsi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap dua submodel investasi. Besaran nilai koefisien pada submodel 1 untuk semua negara adalah 3,15 yaitu kenaikan tingkat bebas dari perilaku korupsi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 3,15 persen. Sedangkan pada submodel 2 (tanpa Negara Kamboja) memiliki nilai koefisien sebesar 7,6 yakni peningkatan 1 persen tingkat bebas dari korupsi akan meningkatkan 7,6 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa korupsi menyebabkan biaya yang tinggi melalui pembayaran tidak resmi dan menciptakan ketidakpastian pada investor sehingga mengurangi

17 80 insentif untuk berinvestasi. Para investor di delapan Negara ASEAN mempertimbangkan korupsi sebagai bagian dari keputusan berinvestasi. Pertumbuhan ekonomi pada submodel satu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap investasi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,032 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi prospek yang baik untuk investor dalam menanamkan modalnya. Pertumbuhan ekonomi juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Namun pada submodel dua, pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan koefisien yang signifikan. Kemungkinan para investor tidak mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sebagai acuan tetapi ada faktor lain yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Tingkat tabungan juga mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap tingkat investasi. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa tingkat tabungan dapat menentukan investasi. Tabungan merupakan sumber modal untuk para investor. Pada submodel 1, kenaikan tingkat tabungan sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0,25 persen. Sedangkan pada submodel dua, peningkatan 1 persen tingkat tabungan akan meningkatkan investasi sebesar 0,12 persen. Populasi atau jumlah penduduk di suatu negara menjadi pertimbangan dalam investasi. Berdasarkan hasil estimasi, populasi mempunyai pengaruh yang nyata dan positif terhadap tingkat investasi. Kenaikan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 9,95 persen (submodel 1). Sedangkan pada submodel 2, peningkatan 1 persen populasi akan meningkatkan investasi sebesar 11,08 persen. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, submodel dua mempunyai tujuan utama untuk melihat pengaruh suku bunga riil terhadap investasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat investasi (kecuali negara Kamboja). Jika suku bunga naik 1 persen maka akan menurunkan investasi sebesan 0,09 persen. Hal ini sesuai dengan teori dan hipotesis bahwa suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap investasi karena ketika suku bunga naik investasi menjadi tidak menguntungkan dan menambah biaya produksi.

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data 43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data adalah data panel dengan periode 2000-2009 dan cross section delapan negara

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect, dan random 67 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Estimasi Model Data Panel Estimasi model yang digunakan adalah regresi data panel yang dilakukan melalui tiga cara, yaitu common effect, fixed effect,

Lebih terperinci

SKOR INDONESIA DALAM WORLD GOVERNANCE INDICATORS 2012

SKOR INDONESIA DALAM WORLD GOVERNANCE INDICATORS 2012 SKOR INDONESIA DALAM WORLD GOVERNANCE INDICATORS 2012 Judul Laporan The Worldwide Governance Indicators Penerbit World Bank 2012 A. Pengantar World Governance Indicators (WGI) merupakan kumpulan indikator

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengujian Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, Myanmar, Singapura,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh

BAB III METODE PENELITIAN Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data. merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data panel dan merupakan data sekunder yang bersumber dari data yang dipublikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas. 81 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kausalitas Penelitian ini menggunakan analisis model GLS (General Least Square). Metode GLS sudah memperhitungkan heteroskedastisitas pada variabel independen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ASEAN. Pengambilan data penelitian ini dilakukan di 7 (tujuh) Negara ASEAN yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. ASEAN. Pengambilan data penelitian ini dilakukan di 7 (tujuh) Negara ASEAN yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian yang dilakukan di Negara ASEAN. Pengambilan data penelitian ini dilakukan di 7 (tujuh) Negara ASEAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor perekonomian yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS )

III. METODE PENELITIAN. Thailand, India, Vietnam, Malaysia, China, Philipines, Netherlands, USA, dan Australia 9 2 Kentang (HS ) III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan manusia terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross 36 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh Belanja Pemerintah di Bidang Kesehatan, Belanja Pemerintah di Bidang Pendidikan, Indeks Pemberdayaan Gender, dan Infrastruktur Jalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI 54 IV. KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Selanjutnya pada bab ini akan memberikan uraian secara rinci terkait dengan aspek-aspek korupsi, pembangunan manusia dan investasi di delapan negara kawasan ASEAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%.

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%. A. Uji Kualitas Data 1. Uji Heteroskedastisitas BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidakstabilan varians dari residual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunanan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Indek Pembangunan Manusia, Upah Minimum Provinsi daninflasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang muncul bersumber dari variasi data cross section yang digunakan. Pada

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang muncul bersumber dari variasi data cross section yang digunakan. Pada 70 BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kaulitas Data 1. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas memberikan arti bahwa dalam suatu model terdapat perbedaan dari varian residual atas observasi.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS

BAB 5 HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS 59 BAB 5 HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS 5.1 DETERMINAN TINGKAT TABUNGAN ASEAN 5+3 (1991-2007) Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, metode yang digunakan adalah regresi data panel. Pengujian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data tahunan dari periode 2003 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh kemiskinan, pengeluran pemerintah bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di Indonesia pada tahun 2007M01 2016M09. Pemilihan pada periode tahun yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Analisis pengaruh PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, dan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD Cross-section F Pemilihan model estimasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai BAB III METODE PENELITIAN A. Langkah Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan spesifikasi model Langkah ini meliputi: a. Penentuan variabel,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan BAB III METODE PENELITIAN A. Obejek Penelitian Obyek kajian pada penelitian ini adalah realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan yang terdiri dari

Lebih terperinci

Pengaruh Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sembilan Negara Asia Tahun

Pengaruh Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sembilan Negara Asia Tahun Pengaruh Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Sembilan Negara Asia Tahun 2011-2014 Yosafat Charisma Aloysius Gunadi Brata Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian hipotesisnya yang meliputi uji serempak (uji-f), Uji signifikansi parameter individual (Uji

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Antara Penerimaan DAU dengan Pertumbuhan PDRB Dalam melihat hubungan antara PDRB dengan peubah-peubah yang mempengaruhinya (C, I, DAU, DBH, PAD, Suku Bunga dan NX)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data Uji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan 49 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada masalah-masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini antara lain untuk: 1. Mengetahui besarnya pengaruh tenaga kerja

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah 63 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Belanja Barang dan Jasa (BBJ) terhadap pembangunan

Lebih terperinci

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Model Evaluasi Model Keterangan 1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. 2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menganalisis data sekunder dalam menguji hipotesis yang dipaparkan. Ada dua ruang lingkup yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pembahasan mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah ditinjau dari beberapa hal. Pertama, proporsi belanja

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. Heteroskedastisitas BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Heteroskedastisitas memberikan arti bahwa dalam suatu model terdapat perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dengan pertimbangan di setiap wilayah mempunyai sumber daya dan potensi dalam peningkatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian 34 BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berwujud dalam kumpulan angka-angka. Sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja.

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja. III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu PDRB, dan variabel bebas yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ekonomi terbuka atau ekonomi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ekonomi terbuka atau ekonomi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah ekonomi terbuka atau ekonomi internasional yang meliputi lima negara yang tergabung dalam Association

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kota Malang. Pemilihan obyek penelitian di Kota Malang adalah dengan pertimbangan bahwa Kota Malang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah kemiskinan, rasio gini dan upah minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data sekunder yang telah disediakan dan dipublikasi oleh pihak lain. Penelitian ini merupakan pengujian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan hasil Uji Park, nilai probabilitas dari semua variable independen tidak signifikan pada tingkat 5 %. Keadaan

Lebih terperinci

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB Sementara itu, Kabupaten Supiori dan Kabupaten Teluk Wondama tercatat sebagai daerah dengan rata-rata angka kesempatan kerja terendah selama periode 2008-2010. Kabupaten Supiori hanya memiliki rata-rata

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data merupakan variabel yang diukur dan diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel atau populasi. Data menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data time series tahunan selama periode tahun 2003-2010 dan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

III. METODELOGI PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional III. METODELOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengarhi prosiklikalitas sektor perbankan di Indonesia.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. topik penelitian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hal ini, metode

III. METODE PENELITIAN. topik penelitian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hal ini, metode III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan pendekatan umum untuk membangun topik penelitian secara keseluruhan. Dalam kaitannya dengan hal ini, metode penelitian merupakan sistem atas peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari BPS dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1.Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah Kemiskinan sebagai variabel dependen, sedangkan untuk variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh derajat desentralisasi fiskal penerimaan, variabel desentralisasi pengeluaran yaitu belanja tak langsung dan belanja langsung, Inflasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji Kualitas Data A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas memberikan arti bahwa dalam suatu model terdapat perbedaan dari varian residual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menganalisis pengaruh UMK (Upah Minimum Kabupaten), TPT

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menganalisis pengaruh UMK (Upah Minimum Kabupaten), TPT BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh UMK (Upah Minimum Kabupaten), TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) dan AMH (Angka Melek Huruf) pada kabupaten/ kota di Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengalokasian anggaran belanja modal merupakan suatu pengalokasian dana dalam bentuk APBD yang bertujuan untuk menambah aset tetap. Anggaran belanja modal sendiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series dari tahun 1995 sampai tahun 2009. Data yang digunakan dalam model

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data yang berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

Bab 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

Bab 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Bab 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Summary Statistics Tabel 4-1a Summary Statistics Sektor Pertanian 25 th 75 th Standar Deviasi Rata-rata Percentile median Percentile Investment 0.16341-0.01513

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lokasi penelitian wilayah Provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Luas Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah data PDRB, jumlah penduduk dan PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun 2000-2014 yang meliputi kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. antara tahun Data dalam penelitian ini adalah data dari 20 Negara

BAB III METODE PENELITIAN. antara tahun Data dalam penelitian ini adalah data dari 20 Negara BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data kuantitatif tahunan pada rentang waktu antara tahun 1981-2008. Data dalam penelitian ini adalah data dari 20 Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor.

BAB III METODE PENELITIAN. yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan utama ekspor. digilib.uns.ac.id 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor Surakarta ke Negara tujuan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKAN PEKERJA DAN PENGELUARAN PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKAN PEKERJA DAN PENGELUARAN PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKAN PEKERJA DAN PENGELUARAN PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI Citra Ayu Basica Effendy Lubis Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia citrabasica@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis model Fixed Effect beserta pengujian hipotesisnya yang meliputi uji srempak (uji-f), Uji signifikansi parameter individual (Uji

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tahap Evaluasi Model 5.1.1. Tahap Evaluasi Pemilihan Model Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data tersebut didapat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang terdiri : a. Jawa Barat b. Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data panel, yaitu model data yang menggabungkan data time series dengan crosssection.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data panel, yaitu model data yang menggabungkan data time series dengan crosssection. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan model data panel, yaitu model data yang menggabungkan data time series dengan crosssection.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012: 13), penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia tahun 2010-2014. Alat analisis yang digunakan adalah data panel dengan model

Lebih terperinci