Penulisan Hukum (Skripsi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penulisan Hukum (Skripsi)"

Transkripsi

1 PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945 Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: HANAFI DWI ATMOJO NIM. E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA i

2 ii

3 iii

4 iv

5 ABSTRAK Hanafi Dwi Atmojo, E PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tindakan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Berdasarkan Bab V-VII Piagam PBB. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan teknik studi pustaka dan data lain yang bersumber dari internet. Tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara adalah melakukan penyelidikan, menganjurkan serta mendukung Six Party Talks, dan memberikan sanksi kepada Korea Utara dengan Resolusi 1698, 1718, dan Tindakan DK PBB tersebut berlandaskan pada Pasal 24 ayat (1) Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI, Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab VII, 41 Bab VII Piagam PBB. Kata Kunci : Peran DK PBB, Krisis Nuklir, Piagam PBB v

6 ABSTRACT Hanafi Dwi Atmojo, E ROLE OF UNITED NATIONS SECURITY COUNCIL IN HANDLING OF NORTH KOREA NUCLEAR CRISIS WHICH IMPACT IN WORLD INTERNATIONAL SECURITY STABILITY FROM CHAPTER V-VII OF THE UN CHARTER 1945 POINT OF VIEW. Faculty of Law Sebelas Maret University Surakarta This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as well as assessing the suitability of the UN Security Council action in dealing with the nuclear crisis in North Korea with the provisions of Chapter V-VII of the UN Charter. This research is prescriptive normative law. The type of data used is secondary data, which are consist primary legal materials, legal materials and secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used are library research techniques and other data sourced from the internet. UN Security Council action in addressing the North Korean nuclear crisis are investigated, recomended and supported the Six Party Talks, and provide sanctions against North Korea with Resolution 1698, 1718, and UNSC action is based on Article 24 paragraph (1) Chapter V, Article 33 paragraph (1) and (2) Chapter VI, Article 34, Chapter VI, Article 39 of Chapter VII 41 Chapter VII of the UN Charter. Keywords: Roles the UN Security Council, Nuclear Crisis, UN Charter vi

7 MOTTO Sesuatu yang membingungkan dan keraguan berasal dari dalam diri dan untuk menghilangkan perasaan tersebut dengan berdoa dan berusaha (Septa fajar Adi Kusuma) Nobody Perfect (Hanafi Dwi Atmojo) Remember the force will be with you, always (Star Wars) vii

8 PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada : Allah SWT yang memberi segala kenikmatan dan karunia-nya, selalu memberi yang terbaik buat saya. Ibuku Sulistyawati serta Ayahku Sulanji yang paling aku cintai, terima kasih doa, bimbingan, dan kasih sayangnya hingga saya bisa mewujudkan harapan meskipun tidak semuanya dapat saya penuhi, ucapan terima kasih tidak cukup untuk membalas segala yang telah diberikan kepadaku, semoga Allah SWT selalu memuliakan Bapak dan Ibu di dunia dan akhirat, Amin. Kakakku Novandhi Setyawan dan Reni Widyowati serta Amirna Dewi Suryani, Shaquell Bhadrika Louvin. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan arti hidup ini dan selalu membuatku tersenyum. Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. viii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala anugrah dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, dengan judul : Peranan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Yang berdampak terhadap stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam PBB Penelitian hukum ini didasarkan pada kewenangan yang diberikan Piagam PBB kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) sebagai Organisasi Internasional yang mempunyai peran serta kewenangan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk menyelidiki setiap sengketa atau perselisihan internasional, untuk merekomendasikan metode penyelesaian perselisihan sesuai ketentuan. Dalam menjalankan tugasnya DK PBB berwenang untuk menentukan adanya ancaman terhadap keamanan internasional, penyelidikan dan pengenaan sanksi kepada negara yang telah melakukan pelanggaran terhadap Keamanan Internasional serta melanggar prinsip-prinsip yang terdapat dalam Piagam PBB. Dalam melakukan tugasnya, khususnya dalam menangani krisis nuklir DK PBB dibantu oleh organisasi internasional yaitu Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor ; 2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pembantu Dekan; juga selaku ix

10 Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan ; 3. Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan hukum ini sekaligus selaku dosen pembimbing pertama dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini ; 4. Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H.,M.H, selaku dosen pembimbing kedua dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini ; 5. Aminah,S.H.,M.H, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing; 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal ilmu selama masa perkuliahan yang akan sangat berguna ke depannya ; 7. Kedua orang tuaku Bapak Sulanji, S.Pd., Ibu Sulistyawati, S.Pd., kedua kakak-kakakku Novandhi Setyawan, S.E., Reni Widyowati, S.ST., dan Keponakanku Shaquell Bhadrika Louvin yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa, semangat, dukungan, kepercayaan dan segalanya dari jauh ; 8. Amirna Dewi suryani ; 9. Sahabat-sahabatku Dimas Yuda Asmara, Putut Eko Cahyono, Prasetyo Adi Nugroho, Septa Fajar, Erwan Adi, Tabah dan Mbak Damay ; 10. Sahabat seperjuangan dalam penulisan hukum (Skrips) Hukum Internasional Shelma Yusminar Hajar, Stefanus Donatumar, Mohammad Ali Potera Lesmana; 11. Sahabatku Astri Dyah Utami, Nityadin Pradinantia, Danny Saputra; Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan hukum (skripsi) ini langsung maupun tidak langsung. x

11 xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi MOTTO...vii PERSEMBAHAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Manfaat Penelitian... 6 E. Metode Penelitian... 6 F. Sistematika Penulisan Hukum... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional a. Pengertian Organisasi Internasional b. Wewenang Organisasi Internasional c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional d. Klasifikasi Organisasi Internasional e. Pendirian Organisasi Internasional Tinjauan Umum tentang Perserikatan Bangsa Bangsa a. Sejarah berdirinya PBB xii

13 b. Dasar dan tujuan PBB c. Prinsip-prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian Tinjauan Umum tentang Piagam PBB a. Peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional Tinjauan umum tentang Dewan keamanan (DK) a. Kewenangan Dewan Keamanan b. Hak istimewa c. Sanksi Dewan Keamanan d. Prosedur Pemungutan suara Tinjauan umum tentang penyelesaian sengketa internasional a. Pengertian sengketa internasional b. Macam-macam sengketa internasional c. macam-macam penyelesaian sengketa internasional Tinjauan tentang nuklir Tinjauan Umum Badan Tenaga atom Internasional (IAEA) a. Sejarah berdirinya b. Tugas IAEA B. Kerangka Pemikiran BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara.. 42 B. Pembahasan Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara xiii

14 a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir Korea Utara b. Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks) c. Penyelesaian di bawah DK PBB Kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan ynag tercantum dalam Bab V-VII Piagam PBB BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR GAMBAR DAN TABEL DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1 : Kerangka Pemikiran GAMBAR 2 : Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara GAMBAR 3 : Struktur Dewan Keamanan PBB...77 DAFTAR TABEL TABEL 1 : Kronologis krisis nuklir Korea Utara TABEL 2 : Isi usulan Amerika Serikat xv

16 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan merupakan cita-cita dari setiap negara di dunia. Perbedaan kepentingan suatu negara kadangkala akan menciptakan suatu sengketa antar negara, sengketa antar negara ini berpeluang merusak perdamaian. Untuk menjaga keamanan dan perdamaian maka dibentuklah sebuah organisasi internasional yang sifatnya permanen, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan utama dari PBB adalah untuk melindungi umat manusia dari bahaya ancaman perang, dan piagam PBB memuat ketentuan-ketentuan secara terperinci mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8). Pada umumnya, dalam melangsungkan hidup manusia memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia harus bekerja sama, berdampingan, dan hidup dengan damai. Namun, kadang terjadi benturan kepentingan dalam mencapai tujuannya. Demikian pula halnya dengan negara yang ingin bekerja sama dengan negara lain, adakalanya, benturan kepentingan pun tidak dapat dihindari, oleh sebab itu dibentuk PBB. Saat ini isu senjata nuklir dan krisis nuklir sedang menjadi perhatian masyarakat dunia internasional. Kekhawatiran negara-negara tentang penggunaan nuklir untuk pengembangan dan penggunaan senjata nuklir mendorong lahirnya traktat internasional di bidang persenjataan nuklir. Salah satu traktat internasional dalam bidang persenjataan nuklir adalah Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT) yang ditandatangani oleh para peserta perjanjian tanggal 1 Juli 1968 (Kemlu, Pelaksanaan traktat NPT di awasi oleh Badan Tenaga Atom Internasional/ International Atomic Enegy Agency (IAEA) yang bertugas mengawal dan mengawasi terhadap semua peralatan, bahan-bahan dan

17 2 instalasi nuklir. Badan Tenaga Atom Internasional ini merupakan sebuah badan otonom di bawah kendali PBB (Anonim, uk/ indonesian/news/story/2005/10/printable/051007_elbaradeisw.shtml), dimana setiap tahun melaporkan tentang kegiatannya kepada Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Negara-negara peserta NPT mempunyai kewajiban untuk memberi akses bagi IAEA terhadap setiap program nuklir yang akan maupun tengah dijalankan sehingga diharapkan laporan IAEA tersebut dapat meyakinkan negara lain bahwa program nuklir negara peserta NPT hanya ditujukan untuk kepentingan damai, yakni untuk pembangkit energi listrik, bukan untuk pembuatan senjata nuklir. Proliferasi senjata nuklir menjadi perdebatan internasional setelah adanya Traktat Non Proliferasi Proliferasi adalah pengembangan, pengembangan nuklir diperbolehkan untuk beberapa pengecualian seperti pengembangan energi dan pendidikan. Salah satu isu yang masih berkembang adalah program nuklir Korea Utara. Senjata nuklir telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Semenanjung Korea selama lebih dari 50 tahun. Program nuklir Korea Utara dimulai oleh Kim Il Sung yang mencoba untuk meluncurkan program nuklirnya sendiri. Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1964-an di daerah Yongbyon dengan bantuan dari Uni Sovyet. Selama lebih dari dua dekade, antara tahun 1970-an dan 1980-an, Cina ikut membantu dan berperan serta di dalam program nuklir Korea Utara ini. Latar belakang pemimpin Korea Utara ini untuk mengembangkan senjata nuklir adalah dikarenakan pada saat Perang Korea pada tahun yang pada saat itu musuh dari Korea Utara yaitu Korea Selatan mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat yang pada saat itu mempunyai Nuklir (Norris. /article_nn.php?art_ofn=ma03norris ). Program nuklir Korea Utara berkembang dan memunculkan kekhawatiran bagi dunia internasional. Kekhawatiran itu muncul dari reaktor grafit yang dibangun Korea Utara. Reaktor grafit tersebut memiliki teknologi memproduksi pembelahan plutonium. Hasil pembelahan plutonium dapat

18 3 digunakan sebagai bahan pembuatan persenjataan. Kekhawatiran masyarakat internasional berhasil diredakan untuk sementara ketika Korea Utara menandatangani Perjanjian Pelarangan Pengembangan Persenjataan Nuklir pada bulan Desember 1985 (cuming. cumings.htm). Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993 ketika Korea Utara mengumumkan pengunduran dirinya dari Perjanjian Non- Proliferasi Nuklir (NPT). Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk menunda pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Namun, akhirnya Korea Utara mengumumkan pengunduran dirinya dari NPT pada 10 Januari Situasi semakin rumit ketika pada tanggal 4 Juli 2006 Korea Utara melakukan uji coba sedikitnya enam rudal, termasuk rudal jarak jauh Taepodong (Anonim. Korea Utara kembali mengejutkan dunia dengan mengklaim bahwa mereka sukses melakukan uji coba nuklir bawah tanahnya Pada 9 Oktober 2006, Korea Utara berhasil melakukan uji coba nuklir pertamanya, yang diuji pada sebuah terowongan di pantai timur, dan ledakan yang terjadi menimbulkan gempa berkekuatan 4,2 Mb (body wave magnitude) yang langsung mendapatkan banyak protes dari negara tetangga terdekatnya, yaitu Korea Selatan dan Jepang (Anonim. org/0684kcna.html). Uji coba ini merupakan ancaman terhadap stabilitas regional dan mengancam stabilitas keamanan dunia internasional, serta melanggar kehendak DK-PBB. Pada saat itu, Korea telah mendapat kecaman keras dari masyarakat internasional dan PBB, untuk segera menghentikan program nuklirnya dan secara damai kembali dalam NPT. Tahun 2008 Korea Utara mau menuruti kehendak masyarakat internasional untuk menghentikan uji coba senjata nuklirnya. Belum satu tahun, pada Mei 2009 Korea Utara meluncurkan rudal diatas Jepang yang diklaim sebagai rudal pengecek cuaca (virgiany, implikasi-

19 4 perkembangan-senjata-nuklir.html). Peluncuran rudal ini menjadi penyebab kemarahan dunia internasional terhadap Korea Utara, karena dengan nyata telah menunjukkan adanya ancaman terhadap perdamaian negara lain. Oleh karena itu, mereka meminta kepada DK PBB agar Korea Utara dijatuhkan sanksi berdasarkan Bab VII (Tujuh) dari Piagam PBB yang mengatur mengenai ancaman terhadap ketentraman dan tindakan untuk melakukan agresi, maka ditetapkan sanksi embargo kepada Korea Utara. Perwakilan Energi Atom Internasional melaporkan bahwa uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara telah mengancam rezim anti pengembangan bahan nuklir dan juga telah menciptakan konflik keamanan yang cukup serius, tidak hanya pada kawasan Asia Timur tetapi juga untuk seluruh masyarakat Internasional (Anonim, utara.html). Saat ini krisis nuklir di Korea Utara sedang ditangani oleh PBB. PBB merupakan organisasi internasional yang salah satu tujuan utamanya adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan Pasal 1 Piagam PBB 1945 (Huala Adolf, 2004:95). Ada ketentuan yang harus dipatuhi oleh DK PBB dalam melaksanakan tugasnya agar permasalahan tidak berkembang menjadi suatu konflik yang semakin serius. Ketentuan tersebut tercantum dalam Piagam PBB 1945 Bab V, bab VI, dan bab VII. Dalam Bab V Pasal 24 dijelaskan mengenai fungsi dan kekuasaan dari DK PBB, dalam Bab VI mengatur mengenai penyelesaian pertikaian secara damai, dan dalam Bab VII mengatur tindakan-tindakan yang berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan. Instrumen hukum tersebut merupakan acuan dan dasar hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara dan menyelesaikan sengketa internasional.

20 5 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis mengadakan penelitian terhadap peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara dalam skripsi yang berjudul PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara? 2. Apakah tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB? C. Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh penulis agar dapat menyajikan data akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mendeskripsikan tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara. b. Untuk mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB.

21 6 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang hukum internasional khususnya mengenai peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara yang berdampak terhadap stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam PBB. b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah khasanah pustaka kajian Hukum Internasional pada umumnya dan Hukum Organsisasi Internasional pada khususnya. b. Menambah informasi semua pihak mengenai perkembangan krisis nuklir di Korea Utara dan peran DK PBB. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. E. Metode Penelitian Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus hukum yang konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi dan penilaian terhadap keputusan-

22 7 keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006:299). Metode penelitian Skripsi ini adalah : 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukumnya itu sendiri (Johny Ibrahim, 2006:57). Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan hukum, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Johny Ibrahim, 2006:295). 2. Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Ilmu hukum yang bersifat preskriptif berarti ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Sifat preskriptif dari penelitian ini yaitu penulis mempelajari konsep hukum mengenai peran DK PBB, kemudian menelaah peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan yang dilakukan DK PBB terhadap Piagam PBB. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undang. Suatu penelitian hukum normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral

23 8 suatu penelitian (Johny Ibrahim, 2006:32). Dalam penelitian ini, pendekatan perundang-undangan dilakukan terhadap instrumen internasional yang mengatur peran serta tugas DK PBB. 4. Jenis dan sumber bahan hukum Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141), yang ada dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kasus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain (Johny Ibrahim, 2006:295). Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Piagam PBB 1945; b. Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT); c. Resolusi 1695 tentang pelarangan pengiriman barang-barang yang berkaitan dengan rudal dari Korea Utara; d. Resolusi DK PBB 1718 tentang penjatuhan sanksi keuangan dan senjata terhadap Korea Utara; e. Resolusi DK PBB 1874 tentang penjatuhan sanksi kepada Korea Utara. Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku tentang Hukum Organisasi Internasional, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Hukum Internasional, Jurnal-jurnal, Majalah, Pendapat para ahli, yang terangkum dalam makalah-makalah.

24 9 Bahan hukum tersier yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Kamus, dan data-data lain yang bersumber dari internet. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpresentasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006:296). 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum. Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran deduksi, induksi, dan abduksi. Teknis analisis bahan hukum yang digunakan penulis ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-prinsip dasar. Kemudian Penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006:393). Penulis menganalisis permasalahan yang bersifat umum yaitu krisis nuklir Korea Utara, kemudian penulis menghadirkan objek yang diteliti yakni peran Dewan Keamanan PBB dan terakhir adalah fakta yang bersifat khusus yakni tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis Nuklir Korea Utara serta kesesuaian tindakan Dewan Keamanan PBB dengan Piagam PBB. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini,

25 10 maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan dari topik dan permasalahan yang diangkat didalam penulisan hukum, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab tinjauan pustaka penulisan hukum ini, penulis membagi bab tinjauan pustaka menjadi dua sub-bab yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan dengan penelitian hukum ini yaitu : tinjauan umum mengenai Hukum Organisasi Internasional, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Perserikatan Bangsa-bangsa, Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB, Ketenagaan nuklir. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas dalam bab ini yaitu tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB. BAB IV PENUTUP Berisi uraian mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait. DAFTAR PUSTAKA

26 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional a. Pengertian Organisasi Internasional Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul. Organisasi internasional juga diperlukan dalam menjajagi sikap bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain. Dapat dicatat bahwa ciri organisasi internasional yang mencolok ialah merupakan suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai instrumen dasar (constituent instrument) yang akan memuat prinsipprinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja. Organsisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, struktur organisasi (Sefriani, 2011:142). Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian, dan biasanya agar dapat melindungi kedaulatan negara, organisasi itu mengadakan kegiatannya sesuai dengan persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama, dan bukan semata-mata bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan atau dilaksanakan (Sumaryo Suryokusumo, 1990:10). Pada intinya organisasi internasional adalah sebuah lembaga yang dibentuk berdasar perjanjian dan menjalin kerjasama antar negara. Organisasi internasional juga berisi fungsi, tujuan, kewenangan, asas, dan struktur dari organisasi itu sendiri. Organisasi internasional tidak semata-mata untuk dipaksakan.

27 12 Adapun pengertian organisasi internasional menurut para ahli, sebagai berikut 1) Bowet D.W Tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya (Ade Maman Suherman, 2003:46). 2) Starke Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern, starke berpendapat In the first place, just as the function of the modern state and the rights, duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called state constitutional law, so international institution are similiarly conditioned by a body of rules may will be described as international constitutional law (Ade Maman Suherman, 2003:46). 3) Sri Setianingsih Suwardi Organisasi internasional merupakan wadah negara-negara dalam menjalankan tugas bersama, baik dalam bentuk kerjasama yang sifatnya koordinatif maupun subordinatif (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:5). 4) Boer Mauna Boer Mauna sendiri dalam bukunya Hukum Internasional; pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global membahas mengenai pengertian organisasi internasional menurut pasal 2(1) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional, yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer Mauna, definisi yang diberikan konvensi ini sangat semnpit karena hanya membatasi diri pada hubungan antar pemerintah. Menurutnya, definisi ini mendapat tantangan dari para penganut definisi yang luas termasuk NGO s (Boer Mauna, 2000:419). 5) T. May Rudy T.May Rudy berpendapat bahwa secara sederhana organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai Any Cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous function

28 13 implemented through periodic meetings and staff activities. (Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala (T.May Rudy, 2002:93-94). 6) Vik Kanwar International organizations are usually created by treaties or other ordinary means of international law-making, but at times they also gain autonomy in their ability to interpret, make, and over-rule existing international law. (Organisasi-organisasi internasional biasanya dibuat oleh perjanjian biasa atau undang-undang internasional yang dibuat secara biasa, tetapi pada waktu mereka juga mendapatkan otonomi mereka di kemampuan mereka untuk menafsirkan, membuat, dan lebih-aturan hukum internasional yang ada) (Vik Kanwar, 2009:171) 7) Chistiane Ahlborn An international organization is the result of the freedom of contract of States, which allows them to create new legal persons. It is therefore not only the international agreement perse that defines an international organization, but also the fact that it is created by States or othersubjects of international law, more broadly speaking. (Sebuah organisasi internasional adalah hasil dari kebebasan berkontrak Negara, yang memungkinkan mereka untuk menciptakan badan hukum baru. Oleh karena itu tidak hanya perjanjian internasional yang menetapkan organisasi internasional, tetapi juga fakta bahwa itu dibuat oleh Negara atau subyek hukum internasional, yang lebih luas berbicara) (Christine Ahlborn, 2011:10). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi internasional ialah lembaga yang terdiri dari beberapa negara yang dibentuk dengan akta konstitutif dan sudah ditentukan segala hal yang terkait termasuk prinsip, dasar hukum, tujuan, dsb dalam anggaran dasar. b. Wewenang organisasi internasional Penentuan wewenang organisasi internasional merupakan campuran pengaturan hukum internasional dengan akta konstitutif. Pada dasarnya wewenang organisasi internasional dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu (Boer Mauna, 2000: ):

29 14 1) Wewenang Implisit Kewenangan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu walau tidak secara terang-terangan disebut dalam akta konstitutif, misalnya dengan mengijinkan organ-organ tertentu membentuk organorgan subsider yang dianggap perlu dalam pelaksanaan fungsinya. 2) Wewenang Normatif Kewenangan yang dimiliki oleh organisasi internasional untuk membuat norma-norma seperti ketentuan hukum atau keuangan. 3) Wewenang Operasional Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional di luar wewenang normatif, seperti misalnya bantuan keuangan, bantuan ekonomi, bantuan militer, dan lain sebagainya. 4) Wewenang Pengawasan Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk mengawasi anggota-anggotanya yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. 5) Wewenang Sanksi Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk memberikan sanksi atas setiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya. Tata cara pemberian dan jenis sanksi ini diatur dalam masing-masing akte konstitutif organisasi internasional. c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional. Agar diakui statusnya di dalam hukum internasional, organisasi internasional harus memenuhi 3 syarat, yaitu(sumaryo Suryokusumo, 1997:131): 1) Adanya persetujuan internasional seperti instrumen pokok itu akan membuat prinsip-prinsip dan tujuan maupun cara organisasi itu bekerja; 2) Organisasi internasional haruslah mempunyai paling tidak satu badan; 3) Organisasi internasional haruslah dibentuk di bawah hukum internasional. Persetujuan internasional biasanya dilaksanakan di

30 15 bawah hukum internasional sesuai ketentuan-ketentuan dalam hukum perjanjian. Di dalam praktik, prinsip keanggotaan suatu organisasi internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari organisasi internasional tersebut. Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas dan terbatas (selective). Prinsip keanggotaan universalitas tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi ataupun politik yang dianut oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas (selective) menekankan syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. Syarat tersebut adalah sebagai berikut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:46-47): 1) Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis. 2) Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai. 3) Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu atau pada sistem ekonomi. 4) Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman sejarah. 5) Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi manusia. d. Klasifikasi Organisasi Internasional Ada berbagai macam pendapat para ahli mengenai klasifikasi organisasi internasional, diantaranya yaitu pendapat dari (Ade Maman Suherman, 2003:54) : 1) Schemers Beliau memberikan klasifikasi Organiasi Internasional sebagai berikut : a) Organiasi Internasional publik: sebuah organisasi yang didirikan berdasarkan perjanjian antar negara, dengan syarat bahwa organisasi tersebut harus didirikan berdasarkan Hukum Internasional; b) Organisasi Privat Internasional: Organisasi ini didirikan berdasarkan hukum internasional privat yang dalam hal ini sudah masuk dalan yurisdiksi hukum nasional yang membidangi masalah privat da tunduk pada hukum nasional suatu negara;

31 16 c) Organisasi yang berkarakter universal: Organisasi ini berkarakteristik universalitas, ultimate necessity dan heteroginity; d) Organisasi Internasional tertutup: bahwa persekutuan tidak akan menerima keanggotaan selain dari grupnya atau komunitasnya secara terbatas; e) Organisasi Antar Pemerintah: Schemers membatasi pada organisasi antar pemerintah terbatas pada organ tertentu, yakni eksekutif; f) Organisasi Supranasional: merupakan organisasi kerjasama baik dalam bidang legislasi, yudikasi, dan eksekutif bahkan sampai pada level warga negara; g) Organisasi Fungsional: sering disebut dengan organisasi teknis yang memiliki kekhususan dalam bidang fungsi spesifik dari suatu organisasi; h) Organisasi Umum; sering disebut dengan political organization. 2) Bowet Beliau mengklasifikasikan Organisasi Internasional berdasarkan: a) Fungsi; organisasi politik, organisasi administrasi, organisasi-organisasi yang mempunyai kompetensi luas dan organisasi-organisasi yang mempunyia kompetensi terbatas; b) Sifat: global dan regional; c) Perjanjian: antar negara dan antar pemerintah dan non pemerintah; d) Kewenangan: memepunyai kewenangan supranasional dan tidak mempunyai kewenangan supranasional. 3) Sri Setianingsih Suwardi Sri Setianingsih menyatakan bahwa organisasi internasional dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara sesuai dengan kebutuhan atau menurut cara peninjauan organisasi tersebut, yaitu sebagai berikut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:21): a) Klasifikasi yang didasarkan antara organisasi internasional permanen dan tidak permanen; b) Klasifikasi didasarkan pada organisasi internasional publik dan privat; c) Klasifikasi yang didasarkan pada keanggotaannya, organisasi universal, dan organisasi tertutup; d) Organisasi internasional yang didasarkan pada sifat organisasi, yaitu supransasional; e) Klasifikasi yang didasarkan pada fungsinya.

32 17 e. Pendirian Organisasi internasional Suatu Prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional adalah adanya keinginan untuk bekerjasama yang jelas-jelas kerjasama internasional tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak melanggar kekuasaan dan kedaulatan negara suatu anggota (Ade Maman Suherman, 2003:61). Suatu organisasi internasional baru ada bila negara-negara menghendakinya dan kehendak tersebut dirumuskan dalam suatu perjanjian internasional. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi internasional maka kesepakatan tersebut dirumuskan dalam suatu instrumen yuridik. Instrumen yuridik tersebut dinamakan akta konstitutif(boer Mauna, 2000:423). Dapat dipastikan suatu organisasi internasioanl mempunyai anggaran dasar atau akta konstitutif sebagai landasan bekerjanya organisasi internasional tersebut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:183). Akta konstitutif dapat berasal dari suatu perjanjian internasional yang baru atau perjanjian internasional yang merubah perjanjian sebelumnya dengan sekaligus merubah personalitas yuridiknya. Dalam hal kedua, prosedur yang dipakai adalah prosedur revisi yang tercantum dalam perjanjian sebelumnya. Dalam hal pertama, prosedur pembuatan adalah prosedur yang biasanya berlaku bagi pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka suatu konferensi internasional (Boer Mauna, 2000:424). Ade Maman Suherman memberikan rincian tentang persyaratan organisasi sebagai berikut (Ade Maman Suherman, 2003:62) : 1) Dibuat oleh negara sebagai para pihak; 2) Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua, atau lebih instrumen; 3) Untuk tujuan tertentu; 4) Dilengkapi dengan organ;

33 18 5) Berdasarkan Hukum Internasional. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional adalah adanya keinginan untuk bekerjasama dari masing masing negara. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi internasional maka kesepakatan tersebut dirumuskan dalam suatu instrumen yuridik yang disebut akta konstitutif. Akta konstitutif dapat berasal dari suatu perjanjian internasional yang baru atau perjanjian internasional yang merubah perjanjian sebelumnya. 2. Tinjauan Umum Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa a. Sejarah berdirinya PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. Organisasi ini telah meletakkan kerangka konstitusionalnya melalui suatu instrumen pokok berupa piagam dengan tekad semua anggotanya untuk menghindari terulangnya ancaman perang dunia yang pernah terjadi dua kali. Disamping itu Piagam PBB juga telah meletakkan tujuan dan prinsip yang mulia dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional, meningkatkan hubungan bersahabat dan mencapai kerjasama internasional disemua bidang, termasuk adanya kewajiban-kewajiban internasional semua negara untuk (Sumaryo Suryokusumo, 1987:1) : 1) Menghormati persamaan kedaulatan bagi semua bangsa; 2) Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kemerdekaan, kedaulatan, dan keutuhan wilayah suatu negara; 3) tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara; 4) Berusaha menyelesaikan pertikaian antar negara secara damai

34 19 The United Nations is an international organization founded in 1945 after the Second World War by 51 countries committed to maintaining international peace and security, developing friendly relations among nations and promoting social progress, better living standards and human rights ( index.shtml), artinya bahwa PBB adalah sebuah organisasi internasional yang di dirikan pada tahun 1945 setelah Perang Dunia II oleh 51 negara yang berkomitmen untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa dan mempromosikan kemajuan sosial, standar hidup yang lebih baik dan hak asasi manusia. Peran dari PBB memang kompleks, hal ini terlihat dari banyaknya fungsi PBB. Organisasi internasional seperti PBB dikategorikan sebagai organisasi yang memiliki peranan amat kompleks karena memiliki fungsi sebagai berikut (Mandalangi, 1986:56): 1) Berfungsi sebagai Yudisial, artinya bahwa PBB menjalankan fungsi yudisial melalui badan prinsipalnya yang terkenal yaitu the international Court of justice (ICJ), demikian pula melalui the Administrative tribunal of the ILO yang dibentuk berdasarkan Pasal 37 Konstitusi ILO serta melalui suatu badan kuasi-yudisial seperti the committee on freedom of Association yang bertindak sewaktu-waktu atas nama governing Body dari ILO; 2) Berfungsi sebagai legislatif atau administratif, dikatakan demikian karena PBB menjalankan fungsi legislatif atau administratif melalui resolusi-resolusi dan keputusan-keputusan yang diambil dalam sidang majelis umum; demikian pula melalui keputusan dan berbagai peraturan yang dibuat oleh Dewan Ekonomi Sosial (the economic and social council), melalui beraneka ragam konvensi (conventions), regulations dan

35 20 procedures yang dihasilkan dalam Internasional Labour Organization (ILO) dan lain-lain; 3) Berfungsi sebagai eksekutif atau politik, dikatakan demikian karena melalui badan-badan prinsipalnya (principal organs) seperti Majelis Umum (General Assembly) dan Dewan Keamanan (Security Council) dalam arti memelihara perdamaian dan keamanan internasional, melalui related agency yang bukan badan-badan khusus seperti the international atomic energy agency (IAEA), bahkan seterusnya melalui pasukan darurat PBB (United Nations Emergency Force) yang pernah bertugas misalnya di Korea, Congo, Cyprus, Timur Tengah dan sebagainya. Berdirinya PBB diawali dengan kegagalan Liga Bangsa- Bangsa mencegah Perang Dunia Ke-2. Kegagalan tersebut mendorong negara-negara sekutu pada tahun 1941 membentuk suatu organisasi publik negara-negara untuk mencapai suatu sistem kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Organisasi tersebut diberi nama The United Nations dan pada tahun 1943 Deklarasi Moskow mengakui perlunya mendirikan suatu organisasi internasional publik yang dapat bekerja dalam waktu segera, yang didasarkan atas prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara cinta damai, besar maupun kecil, untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Formulasi rencana pasti bagi PBB diperbaharui dalam beberapa tahap, di Teheran tahun 1943, di Dumbarton Oaks tahun 1944, di Yalta tahun 1945 dan akhirnya dalam Konferensi San Fransisco tanggal 25 April sampai 26 Juni tahun 1945 dimana 50 negara dengan dasar proposal Dumbarton Oaks yang dipersiapkan oleh empat negara sponsor bersama-sama menyusun Charter of The United Nations/Piagam PBB (Bowett, 1995:30). Piagam tersebut

36 21 dirancang atas usul oleh wakil-wakil dari Tiongkok, Perancis, Uni Sovyet, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Dengan berdirinya PBB, maka muncul satu kerangka kerja untuk kerjasama internasional dalam satu skala yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah. Lima dasawarsa kemudian keanggotaan organisasi dunia tersebut telah menjadi tiga kali lipat. Untuk merayakan berdirinya PBB pada tahun 1945, hari PBB diperingati setiap tahun pada tanggal 24 Oktober, ketika piagam PBB telah diratifikasi oleh Tiongkok, Perancis, Uni Sovyet, Inggris Raya, Amerika Serikat dan negara-negara penting lainnya. b. Dasar dan tujuan PBB Tujuan utama PBB ada 4 yaitu; 1) To keep peace throughout the world (Untuk menjaga perdamaian di seluruh dunia); 2) To develop friendly relations among nations (Untuk mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa); 3) To help nations work together to improve the lives of poor people, to conquer hunger, disease and illiteracy, and to encourage respect for each other s rights and freedoms(untuk membantu negara-negara bekerja sama untuk meningkatkan kehidupan orang-orang miskin, untuk menaklukkan kelaparan, penyakit dan buta huruf, dan untuk mendorong rasa hormat terhadap hak-hak masing-masing dan kebebasan); 4) To be a centre for harmonizing the actions of nations to achieve these goals (Untuk menjadi pusat untuk harmonisasi tindakan negara-negara untuk mencapai tujuan bersama) ( aboutun/index.shtml). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran dan tujuan utama PBB adalah pada dasarnya menjadi organisasi internasional yang bertujuan untuk kepentingan damai dan menjadi tempat untuk membangun kerjasama baik antar negara. Tujuan lainnya adalah

37 22 membantu negara yang sedang berkembang untuk membangun dibidang ekonomi,sosial,dan budaya. PBB, yaitu: Dasar dan tujuan PBB juga dipertegas dalam Pasal 1 Piagam 1) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk tujuan itu diadakan tindakan-tindakan bersama yang tepat untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman bagi perdamaian, dan meniadakan tindakan-tindakan penyerangan ataupun tindakan lainnya yang mengganggu perdamian, menyelesaikan sengketa dengan jalan damai, dan sesuai dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional, mengatur atau menyelesaikan pertikaianpertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat mengganggu perdamaian; 2) Memajukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas asas-asas persamaan hak dan hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan mengambil tindakan-tindakan lain yang tepat untuk memperteguh perdamaian dunia; 3) Mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan internasional di lapangan ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta menganjurkan adanya penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau agama; dan 4) Menjadi pusat bagi menyelaraskan segala tindakan-tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama tersebut. c. Prinsip-Prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian Berkaitan dengan usaha-usaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, PBB telah meletakkan lima prinsip dalam Piagamnya, meliputi (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8) 1) Prinsip menyelesaikan perselisihan internasional secara damai Pasal 2 ayat 3 jo Bab VI dan Bab IV Piagam PBB memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang harus diikuti oleh negara, baik sebagai negara anggota PBB maupun bukan negara anggota PBB apabila terlibat di dalam suatu perselisihan. Apabila perselisihan itu sedemikian rupa tidak dapat diselesaikan, maka pihak yang bersengketa atau setiap

38 23 anggota PBB ataupun Sekjen PBB dapat membawa masalahnya kepada DK atau Majelis Umum PBB. 2) Prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB meletakkan salah satu prinsip dasar PBB. Sebagai organisasi yang dibentuk untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, keberhasilan PBB sangat tergantung dari sejauh mana para anggotanya menjunjung tinggi prinsip dasar tersebut dan sejauh mana pula badanbadannya berfungsi secara efektif dalam memikul tangung jawab untuk untuk mencapai tujuan itu. 3) Prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya ancaman Pasal 39 Piagam PBB, dalam pengenaan sanksi-sanksi lebih selektif dan lebih bersifat politis, di mana Piagam menempatkan DK sebagai suatu badan politik. Ini tercermin di dalam tanggung jawabnya dalam menentukan, apakah sesuatu keadaan merupakan ancaman bagi perdamaian, pelanggaran perdamaian atau memang agresi, di mana DK akan menentukan langkah-langkah yang akan diambilnya. 4) Prinsip mengenai pengaturan persenjataan Salah satu tanggung jawab yang diletakkan oleh piagam adalah bagaimana merumuskan rencana membuat suatu sistem untuk mengatur persenjataan yang dapat dipertimbangkan oleh para anggota PBB, dengan Komisi Staf Militer dalam rangka pemeliharaan perdamaain. Masalah persenjataan diangggap oleh penyusun piagam sebagai salah satu pendekatan subsider untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, hal ini diatur dalam pasal 26 Piagam PBB.

39 24 5) Prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan kerjasama internasional Bagian pokok dari kegiatan keseluruhan PBB di bidang perdamaian dan keamanan telah menimbulkan pengembangan terhadap prinsip-prinsip umum, aturan dan tata cara, hal ini diatur dalam pasal 11 ayat 1 Piagam PBB. Kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab khusus dan sumbangan Majelis Umum PBB, yang menurut ketentuan piagam merupakan badan yang diberikan tanggung jawab untuk menangani prinsip-prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan perdamaian internasional, meningkatkan kerjasama internasional di bidang politik, dan mendorong perkembangan kemajuan hukum internasional beserta kodifikasinya. Dari kelima prinsip PBB dalam pemeliharaan damai tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa PBB lebih mengutamakan jalan damai dalam penyelesaian suatu sengketa atau masalah. Prinsip yang terlihat dalam upaya menjaga perdamaian adalah pada prinsip menyelesaikan perselisihan internasional secara damai dan prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan. 3. Tinjauan Umum tentang Piagam PBB Sebagaimana diketahui Piagam PBB lahir berdasarkan Konferensi San Francisco yang ditandatangani pada tanggal 26 Juni Dan baru secara resmi dinyatakan berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945, setelah diratifikasi oleh negara-negara peserta konferensi tersebut. Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif, karena setiap perjanjian internasional tidak begitu saja berlaku setelah ditandatangani negara peserta, tetapi juga membutuhkan persetujuan dari dewan legislatif negara yang bersangkutan (Anonim. html/suplemen/ppkn4419/_private/piagam%20pbb.htm).dalam sejarah

40 25 kelahiran PBB ini, Konferensi San Francisco bukan merupakan satusatunya peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Piagam PBB. a. Peristiwa penting yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB antara lain : 1) Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret Ini dari isi piagam ini adalah hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiir (right of self determination) serta penolakan dan pencegahan terhadap segala macam cara kekerasan bagi penyelesaian suatu sengketa atau pertikaian internasional; 2) United Nations Declaration yang ditandatangani pada tanggal 1 Januari 1945 di Washington DC oleh 26 negara peserta. Isi Deklarasi ini pada intinya menyokong prinsip yang terdapat pada Atlantic Charter; 3) Konferensi Moskow, yang diadakan pada tanggal 19 sampai dengan 30 Oktober Konferensi ini membicarakan masalah peperangan, masalah Polandia dan masalah kerja sama setelah perang, juga membicarakan tentang organisasi dunia untuk perdamaian; 4) Konferensi Yalta, pada tanggal 4 sampai dengan 11 Pebruari Konferensi ini menyetujui untuk mengadakan pembicaraan lebih lanjut tentang masalah pembentuk organisasi perdamaian dunia (PBB) yang rencananya akan diadakan di Amerika pada bulan April 1945; 5) Konferensi San Francisco, diadakan pada tanggal 25 April 1945 sampai dengan 26 Juni 1945, menghasilkan piagam PBB (Anonim. iagam%20pbb.htm). Piagam PBB ini memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia. Mukadimah Piagam tersebut berisi suatu tekad rakyat PBB untuk menyatakan kembali keyakinan pada hak asasi manusia,

41 26 pada martabat dan nilai manusia, pada persamaan hak antara pria dan wanita, dan antara negara besar dan negara kecil. Pasal 1 (3) dalam Piagam ini mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan jenis kelamin, ras bahasa atau agama (Anonim. html/suplemen/ppkn4419/_private/piagam%20pbb.htm). b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB berisi antara lain (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:265): 1) Bertekad meyelamatkan generasi yang akan datang dari kesengsaraan yang disebabkan perang; 2) Memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat manusia, persamaan hak bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil; 3) Menegakkan keadaan di mana keadilan dan penghormatan terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjianperjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat terpelihara; 4) Meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang luas. Jadi Piagam PBB adalah dasar hukum bagi PBB, Piagam PBB merupakan akta konstitutif yang di ratifikasi oleh para anggotanya. Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif. Piagam PBB ini memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia. c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni penuangan kesadaran masyarakat internasional dalam memelihara perdamaian dan keamanan kolektif, maka Piagam ini secara hukum menciptakan kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota PBB. Piagam PBB merupakan perjanjian yang mempunyai

42 27 pengecualian, yakni perjanjian yang dapat mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara ketiga. Pengecualian ini terdapat dalam Pasal 2 (6) Piagam PBB yang antara lain menyatakan bahwa Organisasi ini harus memastikan bahwa negara-negara bukan anggota PBB bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. Jadi, negara bukan anggota PBB sepanjang mengenai perdamaian dan keamanan internasional harus bertindak sesuai dengan asas dari Piagam (Boer Mauna, 2000: ). Implikasi dari perjanjian multilateral adalah timbulnya kewajiban yang dibebankan kepada negara-negara, baik sebagai peserta maupun bukan. Kewajiban yang dikenakan terhadap negaranegara peserta merupakan kewajiban yang dikenakan terhadap negara-negara peserta merupakan kewajiban yang mengikat sebagaimana yang dimiliki oleh suatu negara peserta terhadap traktat biasa. Sedangkan terhadap negara non-peserta traktat multilateral mengikat selama ketentuan-ketentuan yang ada mencerminkan hukum kebiasaan. Jadi, kewajiban yang muncul adalah disebabkan karena norma atau kewajiban tersebut berasal dari hukum yang sebelumnya terdapat dalam kebiasaan yang kemudian dimodifikasi dalam traktat multilateral (Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar, 2006:60-61). 4. Tinjauan Umum tentang Dewan Keamanan PBB (DK PBB) Dewan Keamanan PBB adalah badan pelaksana yang bertanggung jawab atas keamanan dan perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB juga mempunyai tanggung jawab untuk menentukan apakah suatu keadaan tertentu merupakan ancaman bagi perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau adanya agresi. Anggota DK semula terdiri dari atas lima anggota tetap (Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, Cina) dan enam anggota

43 28 tidak tetap. Anggota tak tetap dipilih oleh Majelis Umum. Dengan amandemen yang mulai berlaku 31 Agustus tahun 1965, jumlah anggota DK diubah menjadi lima anggota tetap (Amerika Serikat, Uni Sovyet, Inggris, Perancis, Cina) dan sepuluh anggota tidak tetap. Jadi, sampai sekarang jumlah anggota DK seluruhnya ada 15 negara. Kewenangan Dewan Keamanan 1) to maintain international peace and security in accordance with the principles and purposes of the United Nations (untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa); 2) to investigate any dispute or situation which mightlead to international friction (untuk menyelidiki setiap sengketa atau gesekan internasional); 3) to recommend methods of adjusting such disputes or the terms of settlement (untuk merekomendasikan metode penyelesaian perselisihan sesuai ketentuan); 4) to formulate plans for the establishment of a system to regulate armaments (untuk merumuskan rencana untuk pembentukan suatu sistem yang mengatur persenjataan); 5) to determine the existence of a threat to the peace or act of aggression and to recommend what action should be taken (untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan merekomendasikan tindakan apa yang harus diambil); 6) to call on Members to apply economic sanctions and other measures not involving the use of force to prevent or stop aggression (memanggil anggota untuk menerapkan sanksi ekonomi dan tindakan lain yang tidak melibatkan penggunaan kekuatan untuk mencegah atau menghentikan agresi); 7) to take military action against an aggressor (untuk mengambil tindakan militer terhadap agresor);

44 29 8) to recommend the admission of new Members (untuk merekomendasikan penerimaan Anggota baru); 9) to exercise the trusteeship functions of the United Nations in "strategic areas" (untuk melaksanakan fungsi amanah tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa di "daerah strategis"); 10) to recommend to the GeneralAssembly the appointment of the Secretary-General and, together with the Assembly, to elect the Judges of the International Court of Justice (untuk merekomendasikan kepada majelis Umum untuk pengangkatan Sekretaris Jenderal dan, bersama-sama dengan Majelis, untuk memilih Hakim Mahkamah Internasional). (UN, a. Hak istimewa Anggota tetap DK mempunyai hak istimewa, yaitu hak veto (hak menolak/membatalkan keputusan). Dalam sidang dewan kemanan berlaku ketentuan bahwa setiap anggota mempunyai satu suara. Keputusan diambil berdasarkan sekurang-kurangnya sembilan suara setuju dari 15 anggota. Untuk keputusan-keputusan yang penting berlaku pula ketentuan seperti tersebut di atas dengan catatan bahwa dari sembilan suara termasuk suara setuju kelima anggota tetap. Kalau salah satu dari kelima anggota tetap tidak setuju, maka keputusan tiak dapat dibuat. Hak kelima anggota tetap tersebut disebut hak veto. Bila salah satu anggota tetap bersikap abstain atau tidak memberikan suara, berarti tidak mendukung tetapi juga tidak menghalangi pelaksanaan keputusan DK dengan hak vetonya (Safril Djamain, 1993: 18). b. Sanksi Dewan Keamanan Sesuai dengan Bab VII piagam maka sanksi DK dikenakan kepada negara anggotanya dalam 3 hal : jika negara itu mengadakan tindakan yang dapat mengancam perdamaian, melanggar perdamaian atau melakukan suatu agresi terhadap negara lainnya. Tindakan yang

45 30 dilaksanaan dalam rangka pasal 34 untuk menyelesaikan sengketa antar negara adalah tidak diikat dengan sanksi. Sedangkan tindakan DK atas dasar VII dikenakan kepada negara yang melanggar prinsipprinsip PBB yang langsung dapat mengancam perdamian dan jika tidaak dipatuhi dapat dikenakan sanksi ekonomi yang kemudian dapat diikuti dengan sanksi militer. Sanksi ekonomi dilakukan tanpa menggunakan kekerasan militer yang tujuannya agar keputusan-keputusan dapat dipatuhi. DK dapat menyerukan kepada segenap anggota PBB untuk menentukan langkah-langkah yang menurut Pasal 41 Piagam PBB dirinci yaitu pemutusan hubungan ekonomi, komunikasi udara, laut, kereta api, radio, dan komunikasi lainnya yang dapat dilakukan baik sebagian maupun sekuruhnya serta untuk memutuskan hubungan diplomatik. Tujuan sanksi ekonomi tersebut adalah agar negara yang tidak mentaati keputusan DK itu tidak lagi dapat memperoleh kebutuhankebutuhan strategis sehingga negara itu tidak dapat berbuat apa-apa selain untuk mentaati keputusan DK. Sedangkan sanksi militer menurut pasal 42 yaitu DK dapat mengadakan tindakan militer melalui udara, laut, darat, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, blokade. c. Prosedur Pemungutan Suara Prosedur pemungutan suara dikemukakan dalam pasal 27 Piagam PBB, yaitu : 1) Setiap anggota DK memiliki satu suara. 2) Keputusan-keputasan DK mengenai masalah-masalah prosedural harus ditetapkan dengan suara setuju dari 9 anggota. 3) Keputusan DK mengenai hal lainnya diputuskan dengan melalui suara setuju dari anggota termasuk suara bulat dari anggotaanggota tetap dengan ketentuan bahwa, dalam keputusankeputusan berdasarkan Bab VI, dan menurut ayat 3 Pasal 52 pihak yang bersengketa tidak diperkenankan memberikan suara. Keputusan DK PBB mempunyai kekuatan mengikat secara hukum (legally binding) berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, adapun bunyi Pasal tersebut adalah, Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-

46 31 Bangsa menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusankeputusan Dewan Keamanan sesuai dengan Piagam ini. Keputusan DK PBB mempunyai dampak bagi suatu negara yang terlibat konflik atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakannya sehingga bagi negara yang melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang telah diatur dalam Piagam PBB (Elfia Farida, 2004:131). 5. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian sengketa Internasional a. Pengertian Sengketa Internasional Istilah sengketa-sengketa internasional (international disputes) mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara negara di satu pihak dan individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain. Sengketa internasional memungkinkan terjadi bukan hanya negara dengan negara, tetapi bisa dengan antar subyek hukum internasional lainnya. Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subyek-subyek hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara (Sefriani, 2011:322). Perluasan dalam hal subyek hukum internasional akan menambah kompleksitas dalam sengketa internasional. Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajibankewajiban yang terdapat dalam perjanjian (Huala Adolf, 2004: 2). Sengketa antar negara merupakan sengketa yang tidak dapat

47 32 mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional. b. Macam-macam sengketa internasional Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya : 1) Sengketa politik Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil. 2) Sengketa hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional. c. Macam-macam penyelesaian sengketa internasional Secara garis besar penyelesaian sengketa menurut hukum internasional dan menurut Piagam PBB dapat digambarkan sebagai berikut : 1) Secara damai Gagasan mengutamakan penyelesaian sengketa secara damai daripada penggunaan kekerasan sudah dimunculkan sejak lama sekali yaitu sejak jaman Yunani (Indira,

48 33 afisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail59895prinsipprinsip%20hu kum%20internasionalpenyelesaian20sengketa%20internasional.h tml). Penyelesaian secara damai akan tercapai yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai Penyelesaian secara damai sengketa internasional yang terdiri dari: a) Negosiasi Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga (Sefriani, 2011:328). Tidak ada tata cara khusus untuk melakukan negosiasi, negosiasi dapat dilakukan secara formal maupun informal. Negosiasi meskipun dipandang mudah dan sederhana tetapi banyak yang sering mengalami kegagalan. b) Jasa Baik Ketika negosiasi tidak dapat menyelesaikan sengketa, pada umumnya pihak bersengketa akan menggunakan jasa pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga dalam jasa baik tidak lebih dari mengupayakan pertemuan pihak-pihak yang bersengketa untuk berunding tanpa terlibat dalam perundingan itu sendiri (Sefriani, 2011:329). c) Konsiliasi Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara

49 34 berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian (Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar, 2006: 229). d) Mediasi Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada pihak lain (J.G Merrills, 1986: 21). Apabila dibandingkan dengan Good Offices, pihak ketika sangat berpengaruh dalam mediasi. e) Pencari Fakta Fungsi dari pencari fakta adalah untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan mencari kebenaran fakta, tidak memihak, melalui investigasi secara terus menerus sampai fakta yang disampaikan salah satu pihak dapat diterima oleh pihak yang lain (Sefriani, 2011:331). Pencari fakta dapat dilaksanakan oleh suatu komisi yang permanen. f) Organisasi internasional (PBB) Ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah Preventive Diplomacy, Peace Making, Peace Keeping, dan Peace Building. Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer.

50 35 Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi penengah (Loekito Santoso, 1986: 29). g) Arbitrase Internasional Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebut (F. Sugeng Istanto, 1998: 92). h) Pengadilan Internasional Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa. Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan (Rebecca M M. Wallace, 1986: 281). 2) Penyelesaian dengan kekerasan

51 36 Penyelesaian sengketa dengan kekerasan sering disebut juga sebagai penyelesaian secara tidak damai, dapat berupa : a) Retorsi Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang telah lebih dahulu melakukan tindakan yang tidak bersahabat (Sefriani, 2011:349). Retorsi merupakan tindakan pembalasan terhadap negara lain yang telah melakukan perbuatan tidak sopan atau tindakan tindakan tidak adil. Wujud retorsi dapat berupa pemutusan hubungan diplomatik, pencabutan hak-hak istimewa diplomatik, penghentian bantuan ekonomi. b) Reprisal Reprisal atau pembalasan adalah salah satu istilah yang telah dikenal sejak lama, meskipun para sarjana hukum internasional waktu itu belum memperoleh kesepakatan mengenai makna yang harus diberikan pada reprisal. Reprisal diartikan sebagai upaya pemaksaan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang ilegal atau tindakan yang tidak bisa dibenarkan (Sefriani, 2011:350). Wujud tindakan reprisal adalah pemboikotan barang, demonstrasi angkatan laut. c) Blokade damai Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi kerugian

52 37 yang diderita oleh negara yang memblokade (JG Strake, 2001: 679). d) Perang dan tindakan bersenjata non perang Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syaratsyarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Perang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan sehingga negara yang kalah tidak memiliki alternatif lain kecuali menerima syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh negara pemenang perang (Sefriani, 2011:353). e) Intervensi Menurut piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak boleh berkembang menjadi ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan politik negara-negara manapun (JG. Strake, 2001: 137). f) Embargo Embargo merupakan prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi dari negara lain. Embargo adalah larangan ekspor barang ke negara yang dikenai embargo. Selain itu embargo dapat diterapkan sebagai sanksi bagi negara yang banyak melakukan pelanggran hukum internasional (Sefriani, 2011:353). 6. Tinjauan tentang nuklir Menurut kamus fisika, tenaga nuklir merupakan tenaga yang dilepaskan dalam reaksi atau peralihan (transisi) nuklir (Liek Wilardo dan H.C. Yohannes, 1993:151). Tenaga nuklir ini juga disebut energi nuklir, tenaga inti, atau tenaga atom. Senjata nuklir adalah senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dahsyat, sebuah bom nuklir mampu memusnahkan sebuah kota. Istilah senjata nuklir berarti

53 38 senjata yang menggunakan energi yang dikeluarkan dari reaksi nuklir seperti fisi dan fusi untuk tujuan merusak. Senjata nuklir bisa dikategorikan secara garis besar sesuai dengan tipe reaksi nuklir. Senjata nuklir dengan reaksi (bom atom) dan senjata nuklir dengan fusi (bom hidrogen). Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi, juga melahirkan bom neutron yang menggunakan radiasi neutron dalam volume besar yang dikeluarkan selama fusi nuklir putaran pertama untuk membangkitkan reaksi fusi nuklir putaran kedua. (Anonim. 3.htm) 7. Tinjauan Umum Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) a. Sejarah berdirinya Badan Tenaga Atom Internasional IAEA adalah organisasi internasional yang bertujuan membatasi penggunaan energi nuklir hanya untuk tujuan kesejahteraan manusia. Organisasi itu pertama kali diusulkan oleh presiden AS, Eisenhower di sidang umum PBB ke-8 yang diadakan pada Desember, Rancangan untuk membangun IAEA itu ditandatangani 1956 oleh 80 negara, maka IAEA akhirnya diluncurkan pada 29 Juli, Tujuan IAEA untuk membatasi penggunaan energi nuklir untuk bertujuan damai, kesehatan, dan kesejahteraan manusia dan melarang penggunaannya untuk tujuan militer (Anonim. _03.htm). b. Tugas IAEA Sejalan dengan tujuan itu, IAEA bertugas sebagai berikut: 1. Promosi penggunaan energi nuklir secara damai; 2. penetapan pedoman keamanan kesehatan; 3. pemasokan bantuan teknologi kepada negara yang sedang berkembang;

54 39 4. pertukaran informasi teknologi ilmu pengetahuan dan tenaga ahli dan; 5. pembangunan dan manajemen fasilitas pelindung -radioaktif. Sesuai dengan regulasi NPT, IAEA menandatangani persetujuan keamanan nuklir dengan negara anggota dan kemudian melakukan inspeksi, monitoring dan mengelolanya. Walapun IAEA membantu untuk mempromosikan kebijakan PBB dan juga mengajukan laporan kepada badan internasional itu, tetapi IAEA bukan badan PBB secara resmi. Korea Selatan menjadi negara anggota IAEA pada tahun 1957, dan Korea Utara pada Markas besar IAEA terletak di Vienna, Austria (Anonim. q_03.htm).

55 40 B. Kerangka Pemikiran Piagam PBB 1945 Dewan Keamanan PBB Tugas DK PBB Memelihara stabilitas keamanan internasional Menyelesaikan sengketa yang memungkinkan terancamnya perdamaian Krisis nuklir Korea Utara Berdampak terhadap stabilitas keamanan internasional penyelesaian sengketa harus sesuai dengan Piagam PBB Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Keterangan : Piagam PBB 1945 merupakan dasar hukum dan menjadi pedoman dari pelaksanaan tugas keamanan DK PBB. Piagam PBB yang disahkan pada tahun 1945 dan menjadi landasan berdirinya PBB ini memuat dasar atau asas dan tujuan PBB yang diantaranya yakni mempertahankan dan memelihara keamanan, perdamaian, dan menyelesaikan sebaik-baiknya

56 41 perselisihan-perselisihan yang memungkinkan terancamnya perdamaian dan keamanan internasional. Saat ini dunia internasional sedang mengalami ketegangan, hal ini dikarenakan semakin parahnya krisis nuklir di Korea Utara. Korea Utara telah mengaku kepada dunia internasional bahwa telah memilki senjata nuklir. Dengan adanya senjata nuklir, masyarakat internasional mengalami kepanikan. Stabilitas keamanan dunia internasional saat ini semakin terancam. Untuk itu PBB dalam hal ini Dewan Keamanan PBB telah melaksanakan tugasnya, yaitu untuk menjaga stabilitas serta memelihara keamanan internasional. Dalam menangani krisis nuklir di Korea utara DK PBB harus memperhatikan segala peraturan dan berpedoman pada Piagam PBB 1945, hal ini dilakukan agar krisis nuklir di Korea Utara saat ini tidak berkembang menjadi konflik yang semakin parah. Dalam Piagam PBB 1945 mengatur secara jelas dan terperinci mengenai kewenangan dan batas-batas DK PBB dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang mengancam keamanan dunia internasional.

57 42 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan selama beberapa waktu guna penyelesaian penulisan hukum ini mendapatkan hasil sebagai berikut : 1. Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1953 ketika sebuah perjanjian dengan Uni Soviet dalam kerjasama penggunaan damai energi nuklir ditandatangani. Dalam perjanjian ini, Korea Utara mulai mengirim para ilmuwan dan teknisi ke Uni Soviet untuk mendapatkan pelatihan dalam program Moscow yang bertujuan untuk melatih para ilmuwan dari negara komunis lain. Sejak tahun 1980-an, Korea Utara sudah memproduksi rudal jarak menengah yang diekspor ke Timur Tengah. Tahun 1990-an telah berhasil memproduksi rudal balistik dengan jarak tempuh yang jauh.( Melalui penelitian yang dilaksanakan secara independen yang terfokus pada lingkaran bahan bakar nuklir (yaitu penyulingan bahan bakar nuklir dan perubahan ) dan teknologi pengolahan, pada 1970an, Korea Utara berhasil meningkatkan kapasitas reaktor nuklir tujuan penelitian mereka. Korea Utara kemudian mulai membangun reaktor tujuan penelitian kelas 5 M watt ( reaktor kedua) pada 1980an. Operasi fasilitas penyulingan uranium dan transformasi bahan dimulai pada tahun 1986, dan memulai pembangunan pabrik tenaga nuklir kelas 200 MW di Taechon pada tahun Lebih jauh, kegiatan itu memfokuskan pada perolehan fasilitas yang dibutuhkan untuk penggunaan praktis energi nuklir maupun memiliki sistem pengembangan nuklir melalui pembangunan massal fasilitas daur ulang di Yongbyeon. Korea Utara nampaknya secara sukses melengkapi lingkaran bahan bakar nuklir

58 43 (prosedur dari perolehan bahan bakar nuklir sampai ke daur ulang) sampai tahun 1990an. Namun, sulit mengetahui secara pasti apakah Korea Utara sebenarnya memiliki senjata nuklir. Hal itu karena informasi tentang pengembangan dan pengetesan tentang alat peledak yang membutuhkan teknologi tercanggih dan rinci) belum dikonfirmasi, dan hal lain yang juga belum dikonfirmasi adalah kemampuan Korea Utara mengembangkan jarak tembak rudal, kemampuan untuk memasang hulu ledak nuklir. Tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan ekstrasi plutonium mereka, hampir dapat diyakini bahwa Korea Utara memiliki kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir untuk kemampuan yang sederhana ( Berikut adalah instalasi-instalasi nuklir berbahan dasar plutonium yang dioperasikan Korea Utara.(Larry A. Niksch, North Korea s Nuclear Weapons Program, CRS Issue Brief for Congress, 2007 : 6) a. Sebuah reaktor dengan kapasitas sekitar 5 MW yang mulai beroperasi tahun Instalasi ini mampu menghasilkan bahan bakar uranium yang cukup untuk memproduksi sekitar 7 kilogram plutonium setiap tahun. Korea Utara pada tahun 1989 menutup reaktor ini selama tujuh puluh hari. Pada bulan Mei 1994, Korea Utara menghentikan reaktor tersebut dan memindahkan 8000 balok bahan bakar yang dapat diproses menjadi plutonium yang bisa dijadikan 4-6 senjata nuklir. Korea Utara kembali mengoperasikan reaktor pada bulan Februari b. Dua reaktor lebih besar (diperkirakan berkapasitas 50 MW dan 200 MW) dibangun di Yongbyon dan Taechon sejak Menurut Duta Besar AS Robert Gallucci, kedua pabrik ini jika beroperasi mampu memproduksi 200 kg plutonium yang kemudian dapat menghasilkan sekitar 30 bom atom setiap tahun. c. Pabrik pengelolaan plutonium yang panjang bangunannya mencapai 600 kaki dan tingginya beberapa lantai. Pabrik ini akan memisahkan

59 44 plutonium untuk kemudian dimasukkan ke hulu ledak ataupun struktur bom atom. Gambar 2 : Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara (Sumber World KBS, Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993 ketika Korea Utara mengancam pengunduran dirinya dari Perjanjian Non- Proliferasi Nuklir (NPT) dan berhasil meluncurkan misilnya yang bernama Nodong (R.Aditia Harisasongko, 2008 : 196). Pengunduran diri Korea Utara telah ditunda setelah Amerika Serikat melakukan diplomasi terhadap Korea Utara, Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk menunda pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Pada tahun 1995, Korea Utara setuju setelah setahun negosiasi dengan AS untuk menghentikan pengembangan senjata nuklirnya dan akan mendapatkan reaktor air ringan untuk menuntaskan masalah energinya sebagai imbalan, hingga krisis nuklir putaran pertama berakhir ( nkorea_nuclear/faq_01.htm).

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada akhir Perang Dunia II tepatnya tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dunia terutama Jepang dikejutkan dengan dijatuhkannya bom atom (nuklir) diatas kota Hiroshima

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL Danial Abstract In particular, to solve the international conflicts, the Security Council of the United

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM (Skripsi)

PENULISAN HUKUM (Skripsi) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDUDUK SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTARA GERAKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS) DENGAN PEMERINTAH IRAK DAN SURIAH PENULISAN HUKUM (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

KONFLIK BERSENJATA DI WILAYAH UKRAINA TAHUN 2014 MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Penulisan Hukum. (Skripsi)

KONFLIK BERSENJATA DI WILAYAH UKRAINA TAHUN 2014 MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Penulisan Hukum. (Skripsi) KONFLIK BERSENJATA DI WILAYAH UKRAINA TAHUN 2014 MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah/Pengertian Tentang Organisasi Internasional 1. Pengertian organisasi internasional Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEWENANGAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) MENANGANI KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA. Penulisan Hukum (Skripsi)

KEWENANGAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) MENANGANI KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA. Penulisan Hukum (Skripsi) i KEWENANGAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) MENANGANI KASUS GENOSIDA ETNIS ROHINGYA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN. Diajukan oleh :

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN. Diajukan oleh : SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA NUKLIR IRAN Diajukan oleh : Timothy Daud Meilando Marpaung NPM : 090510173 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA IMPLEMENTASI ASAS AMAN DALAM PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA WARISAN DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA PENULISAN HUKUM (SKRIPSI) Diajukan dan Disusun Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PEMBERIAN STATUS PERSONA NON GRATA TERHADAP CALON DUTA BESAR (Studi Kasus Herman Bernhard Leopold Mantiri Calon Duta Besar Indonesia Untuk Australia)

PEMBERIAN STATUS PERSONA NON GRATA TERHADAP CALON DUTA BESAR (Studi Kasus Herman Bernhard Leopold Mantiri Calon Duta Besar Indonesia Untuk Australia) PEMBERIAN STATUS PERSONA NON GRATA TERHADAP CALON DUTA BESAR (Studi Kasus Herman Bernhard Leopold Mantiri Calon Duta Besar Indonesia Untuk Australia) Penulisan Hukum (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk

Lebih terperinci

LEGALITAS PEMBERIAN SUAKA TERHADAP EDWARD SNOWDEN OLEH RUSIA

LEGALITAS PEMBERIAN SUAKA TERHADAP EDWARD SNOWDEN OLEH RUSIA LEGALITAS PEMBERIAN SUAKA TERHADAP EDWARD SNOWDEN OLEH RUSIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi sebagai Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Lebih terperinci

YUSNIAR DWI AGUSTIN NIM. E

YUSNIAR DWI AGUSTIN NIM. E TANGGUNG JAWAB NIGERIA DAN BOKO HARAM TERHADAP PEREMPUAN YANG MENJADI OBJEK KEKERASAN BOKO HARAM DALAM KONFLIK BERSENJATA DI NIGERIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Penulisan Hukum (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG. KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENGGARONG NOMOR: 310/PID.B/2015/PN.TRG.) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN Oleh: Sulbianti Pembimbing I : I Made Pasek Diantha Pembimbing II: Made Mahartayasa Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 A. Pendahuluan Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen, kerjasama yang terorganisasi (organized cooperation)

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK)

KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (STUDI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI NGANJUK NOMOR: 375/PID.SUS-ANAK/2013/P NJK) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN.

PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN. PENERAPAN PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 812/PID.SUS/2010/PN.BJM DAN PUTUSAN NOMOR 36/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST) Penulisan Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP INTERVENSI PIHAK ASING ATAS KONFLIK INTERNAL LIBYA BERDASARKAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat syarat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 TINJAUAN YURIDIS PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT.

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT. TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN KETENTUAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 102/Pdt/2015/PT.BDG) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PROSES PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR

STUDI TENTANG PROSES PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR STUDI TENTANG PROSES PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam PENGGUNAAN ASAS IN DUBIO PRO REO OLEH TERDAKWA SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DALAM PERKARA SURAT PALSU (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2175/K/Pid/2007) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN

LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN LEGALITAS PELEPASAN TANAH KAS DESA DIBAL UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (SKRIPSI)

Penulisan Hukum (SKRIPSI) UPAYA PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM MENGGUNAKAN BARANG BUKTI SURAT PERJANJIAN SEWA MOBIL DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN YANG DILAKUKAN SECARA BERLANJUT (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 162/Pid.b/2015/PN.Skt)

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

Penulisan Hukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 KONSTRUKSI HUKUM HUBUNGAN ANTARA PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI DALAM PELAKSANAAN TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN UNTUK PEMUKIMAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN PEMBUKTIAN PERKARA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DENGAN ALAT BUKTI VISUM ET REPERTUM DI PERSIDANGAN PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO (Studi Putusan Nomor: 65/Pid.Sus/2013/PN.SKH) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

DEA ARSYANDITA NIM E

DEA ARSYANDITA NIM E ALASAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA DIBAWAH KETENTUAN MINIMUM DALAM TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 735 K/ PID.SUS/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional yang ada pada saat ini memiliki peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Berkembangnya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA KEWENANGANPENGADILAN NEGERI MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM SENGKETA BISNIS YANG MEMPUNYAI KLAUSULA ARBITRASE

PROBLEMATIKA KEWENANGANPENGADILAN NEGERI MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM SENGKETA BISNIS YANG MEMPUNYAI KLAUSULA ARBITRASE PROBLEMATIKA KEWENANGANPENGADILAN NEGERI MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM SENGKETA BISNIS YANG MEMPUNYAI KLAUSULA ARBITRASE Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) HAK CIPTA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA OLEH : RADEN BONNY RIZKY NPM 201220252022 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016 TESIS

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN 2005-2009 (IRAN GOVERNMENT DIPLOMACY TO INTERNATIONAL PRESSURE ON NUCLEAR DEVELOPMENT PROGRAM 2005-2009)

Lebih terperinci

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK

URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK URGENSI DAN EFEKTIVITAS PENGATURAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL DISAMPAIKAN OLEH: DR. DIAN EDIANA RAE WAKIL KEPALA PPATK INDONESIA, RESOLUSI DK PBB, DAN FATF RESOLUSI DK PBB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA

STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA STUDI KOMPARATIF KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH SECARA ONLINE (E-PROCUREMENT) DI INDONESIA DAN AUSTRALIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARGA NEGARA ATAS AIR DARI PRIVATISASI AIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011)

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

FUNGSI SERIKAT PEKERJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS DAN BERKEADILAN DI PT AIR MANCUR KARANGANYAR

FUNGSI SERIKAT PEKERJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS DAN BERKEADILAN DI PT AIR MANCUR KARANGANYAR FUNGSI SERIKAT PEKERJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS DAN BERKEADILAN DI PT AIR MANCUR KARANGANYAR Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP PENERAPAN SANKSI PIDANA DI BAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS OLEH HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (STUDI PUTUSAN NOMOR 348/PID.B/2011/PN.GS, NOMOR 656/PID.B/2013/PN.TTD DAN NOMOR 286/PID.SUS/2014/PN.TLG)

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENGUJIAN NUKLIR KOREA UTARA SKRIPSI. Oleh : NUZUL HELMI NIM : DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENGUJIAN NUKLIR KOREA UTARA SKRIPSI. Oleh : NUZUL HELMI NIM : DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENGUJIAN NUKLIR KOREA UTARA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : NUZUL HELMI NIM : 120200062

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS DI PT. DEWI SAMUDRA KUSUMA) Penulisan Hukum (Skripsi)

Lebih terperinci

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN

PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN digilib.uns.ac.id i PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

PenulisanHukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum

PenulisanHukum. (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk. Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTA AGUNG NOMOR: 134/PID.SUS/2014/PN.KOT) PenulisanHukum (Skripsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional

Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional Pengertian dan Penggolongan Organisasi Administrasi Internasional Oleh: Marita Ahdiyana marita_ahdiyana@uny.ac.id WHY? Mengapa organisasi internasional dibutuhkan? What? Achievement apa yang ingin diwujudkan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. 1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini telah berada dalam tahap yang parah, mengakar dan sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK DALAM PERUSAHAAN GRUP SELAKU PEMEGANG SAHAM TERHADAP ANAK PERUSAHAAN YANG MENGALAMI KERUGIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Penulisan

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat. kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah negara itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat kondisi-kondisi modern

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian kepustakaan yang digunakan penulis sebagai referensi sekaligus pembanding dalam penelitian ini ada dua. Kajian pustaka pertama yang digunakan diambil

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG Penutupan Kaesong pada tahun 2016 merupakan sebuah berita yang mengejutkan bagi berbagai

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN HUKUM MENGENAI TRANSAKSI JUAL-BELI MELALUI SITUS BELANJA ONLINE (ONLINE SHOP) MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Penulisan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci