KATA SAMBUTAN. Jakarta, Oktober 2010 Kepala PPPTMBG LEMIGAS. Ir. Rida Mulyana, M.Sc. Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA SAMBUTAN. Jakarta, Oktober 2010 Kepala PPPTMBG LEMIGAS. Ir. Rida Mulyana, M.Sc. Proses Pembuatan Bahan Bakar Bensin dan Solar Ramah Lingkungan"

Transkripsi

1

2 KATA SAMBUTAN Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan Karunia-Nya kita telah dapat menyelesaikan penulisan buku berjudul: Proses Pembuatan Bensin dan Solar Ramah Lingkungan ini. Secara garis besar, buku ini memuat (1) proses ini pembuatan bahan bakar bensin dan solar ramah lingkungan, (2) kontribusi PPPTMGB LEMIGAS dalam penelitian dan pengembangan teknologi proses katalitik dalam pembuatan bahan bakar tersebut, (3) proses pembuatan bensin dan solar pada kilang Pertamina dan langkah-langkah penyempurnaan konfigurasi kilang dalam menaikkan potensi pembuatan bahan bakar ramah lingkungan. Penulisan dan penerbitan buku ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan tentang teknologi proses pengolahan minyak bumi dalam peningkatan nilai tambah minyak bumi. Adalah tugas sebagai kami Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Pemerintah untuk mengkompilasikan semua penemuan yang terkumpul dalam bentuk buku dan menyebarkannya untuk masyarakat yang lebih luas. PPPTMGB LEMIGAS menerbitkan buku ini dalam rangka diseminasi informasi hasil litbang. Penulisan buku ini mempunyai harapan agar buku ini dapat menjadi sebuah tambahan khazanah pustaka bagi mereka yang peduli dan berkepentingan untuk menggali referensi, pengalaman dan mempertajam wawasannya atas prosesproses pengolahan minyak bumi di kilang minyak. Jakarta, Oktober 2010 Kepala PPPTMBG LEMIGAS Ir. Rida Mulyana, M.Sc. i

3 PENGARAH Ir. Rida Mulyana, M.Sc. Abdul Haris, S.Si., M.Si. Penyunting Ir. E. Jasjfi, M.Sc., APU. Penulis Ir. A.S. Nasution, M.Sc., APU DR. Oberlin Sidjabat Dra. Morina, M.Si. ii

4 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 BAB 2 MINYAK BUMI KLASIFIKASI MINYAK BUMI Massa Jenis Klasifikasi Minyak Bumi menurut US Bureau of Mnes Faktor Karakterisasi Kuop Kadar Sulfur KOMPOSISI MOLEKUL MINYAK BUMI Hidrokarbon Minyak Bumi Non-hidrokarbon MINYAK BUMI INDONESIA KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA BAB 3 PEMBUATAN BENSIN RAMAH LINGKUNGAN PROSES PEMBUATAN KOMPONEN UTAMA BENSIN Proses Perengkahan Katalitik Proses Reformasi Katalitik Proses Isomerisasi Katalitik Proses Alkilasi Proses Polimerisasi BENSIN RAMAH LINGKUNGAN BENSIN KOMERSIAL INDONESIA iii

5 3.4 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA BAB 4 PEMBUATAN SOLAR RAMAH LINGKUNGAN PROSES PEMBUATAN KOMPONEN UTAMA SOLAR Proses Penghidrorengkahan Proses Penghidromurnian SOLAR RAMAH LINGKUNGAN SOLAR KOMERSIAL INDONESIA KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA BAB 5 PENELITIAN TEKNOLOGI PEMBUATAN BENSIN DAN SOLAR DI PPPTMGB LEMIGAS PENELITIAN PROSES PEMBUATAN KOMPONEN BENSIN PROSES PEMBUATAN KOMPONEN SOLAR KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA BAB 6 PENUTUP BIODATA DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Analisa ELementer Minyak Bumi... 4 Tabel 2.2 Komposisi Elementer beberapa Minyak Bumi... 5 Tabel 2.3 Klasifikasi Minyak Bumi... 6 Tabel 2.4 Beberapa Minyak Bumi dan API-nya... 7 Tabel 2.5 Beberpa Minyak Bumi dan Kandungan Fraksinya... 7 Tabel 2.6 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Sistem Bureau of Mines.. 8 Tabel 2.7 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Faktor Karakteristik Kuop... 9 Tabel 2.8 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Kadar Sulfur... 9 Tabel 2.9 Minyak Bumi Berbagai Jenis Kadar Sulfur Tabel 2.10 Distribusi Sulfur di dalam Fraksi Minyak Bumi Tabel 2.11 Kadar Nitrogen Beberapa Minyak Bumi iv

6 Tabel 2.12 Kadar Oksigen Beberapa Minyak Bumi Tabel 2.13 Analisa Elementer Senyawa Makromolekul Minyak Bumi Tabel 2.14 Kadar Asfaltena Beberapa Minyak Bumi Tabel 2.15 Kadar Logam Beberapa Minyak Bumi Tabel 2.16 Karakteristik Beberapa Jenis Minyak Bumi Indonesia Tabel 3.1 Pengaruh Komponen Bensin pada Emisi Gas Buang Tabel 3.2 Pengaruh Jenis Umpan Distilat Vakum pada Karakteristik Produk Bensin Tabel 3.3 Distribusi Produk Rengkahan dari Umpan Berbagai Kadar Karbon Residu Umpan Tabel 3.4 Distribusi Sulfur dari Produk BensinRengkahan Katalitik Tabel 3.5 Efektivitas Logam Tabel 3.6 Pengaruh Efektif Metal terhadap Distribusi Produk Tabel 3.7 Pengaruh Jenis Katalis pada Karakteristik Produk Bensin Tabel 3.8 Pengaruh Katalis pada Karakteristik Produk Bensin (C5-204 o C) Tabel 3.9 Distribusi Angka Oktana Produk Bensin Rengkahan Katalitik Tabel 3.10 Angka Oktana dan Selektivitas Bensin Rengkahan Katalitik Tabel 3.11 Komposisi Produk dengan Berbagai Jenis Produk Utama Tabel 3.12 Karakteristik Reaksi Reformasi Katalitik Tabel 3.13 Komposisi Hidrokarbon Nafta dari Berbagai Jenis Minyak Bumi dan Nafta Hidrorengkah Tabel 3.14 Pengaruh Trayek Didih dan komposisi Hidrokarbon Umpan Nafta pada Komposisi Aromatik dari Produk Reformat Tabel 3.15 Pengaruh Kadar (N+2A) Umpan pada Perolehan dan Angka Oktana Reformat Tabel 3.16 Pengaruh Katalis Reformasi pada Produk Reformat Tabel 3.17 Pengaruh Jenis Katalis Reformasi pada Produk Heksana dari Reaksi Hidrodesiklisasi Metilsiklopentana Tabel 3.18 Pengaruh Kenaikan Kondisi Operasi pada Produk Reformat Tabel 3.19 Karakteristik Reformat dari Berbagai Jenis Unit Proses Reformasi Katalitik Tabel 3.20 Komposisi Hidrokarbon dan Distribusi Angka Oktana Reformat v

7 Tabel 3.21 Angka Oktana Berbagai Jenis Umpan Proses Isomerisasi dan Produknya Tabel 3.22 Karakteristik Molekul Hidrokarbon C 5 C Tabel 3.23 Kondisi Operasi Proses Isomerisasi Tabel 3.24 Umpan dan Produk Isomerat dari Proses Zeolit/TIP Tabel 3.25 Karakteristik Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin Tabel 3.26 Karakteristik Produk Alkilat dengan Umpan Butilena Tabel 3.27 Angka Oktana Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin Tabel 3.28 Total Kadar Atom Karbon Isoparafin dari Alkilat Tabel 3.29 Potensi Pembuatan Umpan Proses Alkilasi di Unit Pengolahan PERTAMINA Tabel 3.30 Angka Oktana Bensin Polimer Tabel 3.31 Karakteristik Produk Bensin Polimer Tabel 3.32 Karakteristik Produk Dimat Tabel 3.33 Karakteristik Komponen Utama Bensin (HOMC) Table 3.34 Komposisi Hidrokarbon Berbagai Jenis Komponen Bensin (dalam %- vol.) Tabel 3.35 Kontribusi Komponen Bensin pada Kadar Benzena, Sulfur dan T90 > 330 o F pada Bensin Hasil Pencampurannya.. 65 Tabel 3.36 Komposisi Komponen Bensin untuk Pembuatan Bensin Ramah Lingkungan (% vol.) Tabel 3.37 Batasan Kadar Hidrokarbon Bensin Berbagai Negara Tabel 3.38 Spesifikasi Bensin Indonesia Tabel 4.1 Pengaruh Komposisi Solar pada Emisi Gas Buang Tabel 4.2 Produk Solar Hidrorengkah Tabel 4.3 Proses Reaksi Hidrorengkah Tabel 4.4 Reaksi Hidropemurnian Tabel 4.5 Karakteristik Produk Solar dari berbagai jenis Proses Pembuatan Tabel 4.6 Komposisi Aromatik dari Solar (Gasoil) Tabel 4.7 Kadar Sulfur Berbagai Jenis Komponen Solar (Gasoil) Tabel 4.8 Proses Penghidromurnian Konvensional Tabel 4.9 Karakteristik Produk Solar dari Proses Penghidromurnian dari Umpan Solar Perengkahan Katalitik vi

8 Tabel 4.10 Karateristik Produk Solar Beberapa Jenis Proses Pembuatan Tabel 4.11 Komposisi Aromatik Solar (Gasoil) Tabel 4.12 Mobil Isomerization Dewaxing dari Komponen Solar Tabel 4.13 Spesifikasi Solar Ramah Lingkungan dan Solar Indonesia Tabel 4.14 Solar Indonesia Tabel 5.1 Hasil Perengkahan dari Katalis Deaktivasi Table 5.2 Komposisi Hidrokarbon Produk Heksana dari Reaksi Hidrodesiklinasi Metilsiklopentana Tabel 5.3 Produk Reformat Tabel 5.4 Pengaruh Racun N-Butil Amina pada Reformasi Katalitik dari Umpan N-Heksana dengan Katalis Mono dan Bimetalik Tabel 5.5 Mutu Produk Hidrorengkah Distilat Vakum Minas dan Kuwait, dan Wax dengan Konversi Umpan sekitar 50% berat Tabel 5.6 Pengaruh Inti Aktif Logam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan n-heptana Tabel 5.7 Pengaruh Inti Aktif Asam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan n-heptana Tabel 5.8 Pengaruh Inti Asam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan Distilat vakum Tabel 5.9 Pengaruh Racun N-Butil Amina pada Produk Isomer dari Proses Penghidrorengkahan N-Heptana (% mol) DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Komposisi Molekul di dalam Fraksi Minyak Bumi... 8 Gambar 2.2 Hidrokarbon Minyak Bumi Gambar 2.3 Non- Hidrokarbon Minyak Bumi Gambar 2.4 Kadar Sulfur dan Gravitas Spesifik Minyak Bumi Gambar 2.5 Struktur Molekul Porpirin Gambar 3.1 Mekanisme Reaksi Perengkahan Gambar 3.2 Konventer Orthoflow Kellogg Gambar 3.3 Proses Reformasi Katalitik (Semi-regeneratif) Gambar 3.4 Proses Platforming UOP (Regenerasi Kontinu) Gambar 3.5 Mekanisme Reaksi Isomerisasi Pentana dengan Katalis Bifungsional vii

9 Gambar 3.6 Proses Penex UOP dengan Sirkulasi Deisoheksaniser Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi (Lanjutan) Gambar 3.8 Proses Alkilasi HF - UOP Gambar 3.9 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Olefin Gambar 3.10 Pembentukan Diolefin Gambar 3.11 Proses Kondensasi Katalitik UOP Gambar 3.12 Unit Dimersol IFP Gambar 3.13 Penurunan Kadar Benzena dalam Reformat Gambar 4.1 Produk Hidrorengkah Gambar 4.2 Mekanisme Reaksi Hidrorengkah Parafin Gambar 4.3 Pengaruh Kadar Nitrogen Umpan pada Kenaikan Temperatur Operasi Gambar 4.4 Unit Proses Penghidrorengkahan Dua Tahap Gambar 4.5 Proses Penghidromurnian Satu Tahap Gambar 4.6 Penghidrorengkahan Distilat Berat Minyak dan Residu Menjadi Solar Gambar 4.7 Konversi Distilat Berat Minyak dengan Proses Penghidrorengkahan Gambar 5.1 Skema alat Micro Activity Test Gambar 5.2 Alat Catatest Unit Gambar 5.3 Alat Autoclave Gambar 5.4 Pengaruh temperatur Operasi pada Komposisi Hidrokarbon Reformat Gambar 5.5 Pengaruh Tekanan Operasi pada Komposisi Hidrokarbon Reformat viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN Sejak mulai diproduksi secara komersial satu setengah abad yang lalu, minyak bumi telah berkembang menjadi sumber energi andalan. Dengan berkembangnya industri kendaraan bermotor sejak awal abad yang lalu penggunaan minyak makin meningkat. Namun, demikian pula permasalahan yang diakibatkannya. Dalam dua dekade sebelum lonjakan harga minyak pertama dari US$ 3 per barel menjadi US$ 12 per barel pada tahun 1972, perkembangan negara industri banyak dipengaruhi oleh tersedianya minyak bumi murah, yang umumnya berasal dari Timur Tengah. Kebutuhan produk minyak naik rata-rata 7% volume per tahun dengan kebutuhan minyak mentah meningkat sekitar dua kali selama dua dekade tersebut. Pengaruh emisi gas buang kendaraan bermotor belum mengganggu lingkungan sehingga bensin pada masa itu masih diperbolehkan memakai aditif timbel untuk menaikkan angka oktana. Kadar sulfur bensin dan solar juga masih tinggi. Dengan kenaikan harga minyak mentah, kebutuhan akan produk minyak relatif stabil dari tahun 1970 sampai 1980, tetapi tingginya harga produk minyak telah mendorong pengurangan pemakaiannya sebagai energi pembangkit tenaga listrik yang beralih ke energi lain, yaitu batu bara, nuklir dan gas bumi. Untuk itu fraksi berat minyak direngkah menjadi bahan bakar minyak ringan dengan proses perengkahan katalitik dan proses penghidrorengkahan. Proses perengkahan katalitik fraksi berat dan residu ditujukan untuk pembuatan komponen utama bensin. Komponen utama kerosin dan solar dapat dihasilkan dari proses penghidrorengkahan distilat berat minyak. Teknologi pengolahan minyak mentah berkembang secara evolusi, yaitu mulai bagaimana meningkatkan perolehan produk dari proses yang tersedia, dan bagaimana meningkatkan mutu produk. Pengembangan teknologi dalam industri migas harus dilakukan melalui aplikasi teknologi terapan. Selain pengembangan teknologi kilang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan isu lingkungan yang berkaitan erat dengan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan, maka telah dilakukan pula pengetatan persyaratan bahan bakar minyak bensin dan solar, yaitu antara lain pembatasan pemakaian aditif timbel pada bensin dan upaya kenaikan mutu solar. Dengan merosotnya mutu dan produksi minyak bumi yang berharga sempat di atas US$ 70 per barel pada tahun 2006, dan pengetatan persyaratan bahan bakar bensin dan solar tersebut, maka fraksi-fraksi minyak bumi harus dikonversi menjadi komponen-komponen utama bensin dan solar dengan bantuan prosesproses katalitik. Perbedaan utama antara minyak bumi dari berbagai lapangan produksi terletak pada hasil komposisi hidrokarbon, proporsi hidrokarbon rendah dan berat serta keberadaan senyawa lain selain hidrokarbon di dalam minyak bumi itu. Dalam 1

11 pengolahan minyak bumi diperlukan berbagai informasi tentang sifat-sifat minyak bumi tersebut antara lain: kandungan fraksi, komposisi molekul hidrokarbon dan jumlah serta jenis molekul non-hidrokarbon yang menjadi pengotor. Proses separasi minyak bumi adalah proses pertama untuk pemisahan minyak bumi menjadi fraksi-fraksi pada proses distilasi atmosfer dan distilasi vakum, yaitu nafta, kerosin, distilat vakum dan residu, baik residu atmosferik maupun residu vakum. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah minyak bumi berharga tinggi tersebut, maka dikembangkan pula proses tahap kedua, baik secara proses termal maupun proses katalitik. Residu direngkah secara proses termal seperti proses visbreker (visbreaker) dan proses koker (coker), yang menghasilkan produk bensin dan solar bermutu rendah. Proses perengkahan katalitik distilat vakum dan residu menghasilkan produk bensin (cat. cracked gasoline) bermutu tinggi, tetapi mutu produk solarnya (cycle gasoil) masih rendah. Proses isomerisasi fraksi nafta ringan dan proses reformasi katalitik fraksi nafta berat dapat menghasilkan komponen utama bensin bermutu tinggi, yaitu masing-masing isomerat dan reformat. Komponen kerosin dan solar bermutu tinggi dihasilkan dari proses penghidrorengkahan distilat berat. Mutu produk solar dari hasil proses perengkahan tersebut dapat ditingkatkan dengan proses penghidromurnian. Proses penggabungan alkilasi dan polikondesasi dari produk samping gas olefin rendah (C 3 /C 4 ) yang berasal dari proses perengkahan dapat menghasilkan komponen utama bensin, yaitu masing-masing alkilat dan bensin polimer. Peningkatan program langit biru dengan penurunan emisi gas buang dari kendaraan bermotor, telah menuntut pula peningkatan persyaratan bahan bakar bensin dan solar yaitu pembatasan kandungan hidrokarbon tak-jenuh dan sulfur, sehingga pembuatan komponen utama kedua jenis bakar tersebut harus memakai proses-proses katalitik berteknologi tinggi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) LEMIGAS adalah salah satu Puslitbang di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melakukan penelitian dan pengembangan industri minyak dan gas bumi. Dalam rangka menunjang kelancaran operasi dan pengembangan kilang minyak Pertamina, beberapa penelitian proses-proses katalitik pengolahan minyak bumi telah dilakukan antara lain untuk pembuatan bahan bakar dan bahan dasar pelumas pada Laboratorium Katalis Kelompok Pengembangan Teknologi Proses dan Katalis, yang dibangun pada sekitar tahun Kilang minyak Pertamina mengolah dengan kapasitas terpasang sekitar 1063 MBCD (ribu barel per hari kalender) minyak bumi pada tujuh unit pengolahan pada proses-proses separasi dan konversi baik termal maupun katalitik untuk pembuatan bahan bakar, bahan dasar pelumas, pelarut dan bahan baku proses industri petrokimia. Komponen utama bensin dan solar yang dihasilkan antara lain bensin rengkahan katalitik, reformat, isomerat, alkilat, polygasoline, dan solar hidrorengkahan serta solar hidropemurnian. 2

12 Minyak bumi, unjuk kerja proses-proses katalitik untuk pembuatan komponen utama bensin dan solar dan spesifikasinya, beberapa penelitian proses-proses katalitik terkait pada PPPTMGB LEMIGAS dan pembuatan bensin dan solar pada kilang minyak Pertamina akan diuraikan dalam bab-bab buku ini. 3

13 BAB 2 MINYAK BUMI Minyak bumi berasal dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan laut (marine algea) dan bakteria yang telah mengalami perubahan kimia. Pembentukannya terjadi ratusan juta tahun lalu. Perubahan bahan-bahan organik tersebut menjadi hidrokarbon terjadi oleh pengaruh temperatur dan tekanan di dalam endapan yang mengarah terbentuknya batuan sedimen (sedimentary rock). Hidrokarbon yang terbentuk dalam fase cair merupakan minyak bumi dan dalam fase gas disebut gas bumi. Minyak bumi telah ditemukan dalam mutu komersial pada semua benua di dunia. Terdapat sekitar 1500 jenis yang telah ditemukan. Perbedaan utama antara masing-masing minyak bumi terletak antara lain pada komposisi hidrokarbon, proporsi hidrokarbon rendah dan berat serta keberadaan senyawa lain selain hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi itu. [1] Minyak bumi mengandung sekitar 85% berat atom karbon (C) dan 12% berat atom hidrogen (H) dan sisanya atom sulfur (S), nitrogen (N), oksigen (O) dan logam (Ni, V, Fe). Berdasarkan jumlah kedua atom karbon dan hidrogen tersebut maka minyak bumi mengandung sebagian besar senyawa hidrokarbon. Sisanya adalah senyawa yang mengandung atom S, N, O dan logam di samping atom karbon dan hidrogen; senyawa demikian yang disebut senyawa non-hidrokarbon ( Tabel 2.1). [ 2,3] Tabel 2.1 Analisis Elementer Minyak Bumi Dalam pengolahan minyak bumi diperlukan berbagai informasi tentang sifatsifat berikut: kandungan fraksi, komposisi molekul hidrokarbon, serta jumlah dan jenis molekul pengotor non-hidrokarbon. Merosotnya mutu maupun produksi minyak bumi dan kenaikan konsumsi bahan bakar ringan (bensin, avtur, kerosin dan solar) yang relatif lebih besar daripada 4

14 kenaikan konsumsi bahan bakar berat (minyak berat) menuntut pengolahan fraksi berat minyak tersebut dengan proses-proses konversi berteknologi tinggi, yaitu proses katalitik. Minyak bumi adalah bahan mineral yang dapat diproses menjadi berbagai jenis produk minyak antara lain: bahan bakar minyak, bahan dasar pelumas, pelarut, dan bahan baku untuk industri petrokimia. 2.1 KLASIFIKASI MINYAK BUMI Minyak bumi mengandung molekul hidrokarbon dan non-hidrokarbon yang kadarnya sangat bervariasi antara minyak yang satu dan yang lain. Dalam rangka pengolahan minyak bumi diperlukan berbagai informasi tentang sifat-sifat minyak bumi tersebut. Untuk mengetahui perbedaan sifat-sifat minyak bumi ini dibuat berbagai macam pengklasifikasian minyak bumi antara lain: massa jenis, klasifikasi Bureau of Mines, karakteristik Kuop, dan kadar sulfur. Pengolahan minyak bumi berkadar non-hidrokarbon tinggi memerlukan suatu proses konversi yang lebih sulit dan mahal dibandingkan dengan pengolahan minyak bumi berkadar non-hidrokarbon rendah, sehingga nilai suatu minyak bumi tersebut dapat pula ditentukan dari kadar senyawa non-hidrokarbonnya. Komposisi elementer beberapa minyak bumi disajikan pada Tabel 2.2. [4] Tabel 2.2 Komposisi Elementer beberapa Minyak Bumi Massa Jenis Massa jenis minyak bumi biasa dinyatakan dalam gravitas spesifik (specific gravity atau SG 60/60F) dan dalam o API gravity yang dikembangkan oleh American Petroleum Institute). Hubungan antara SG 60/60 dan o API gravity adalah sebagai berikut: o API Gravity 141,5 SG 60/60 131,5 Berdasarkan massa jenis (specific gravity 60/60 o F dan o API) dari minyak bumi dapat diprediksi jumlah fraksi ringan dan fraksi berat yang dapat diperoleh dari hasil distilasi minyak bumi tersebut. Minyak bumi bermassa jenis rendah mengandung banyak fraksi ringan, dan sebaliknya minyak bumi dengan massa 5

15 jenis yang tinggi mengandung banyak fraksi berat (residu). Berdasarkan massa jenisnya, minyak bumi diklasifikasikan sebagai: minyak bumi ringan, minyak bumi medium ringan, minyak bumi medium berat, minyak bumi berat dan minyak bumi sangat berat (Tabel 2.3). [5] Tabel 2.3 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Massa Jenis 141,5 Catatan: o API Gravity = 131,5 o SG 60 / 60 F Minyak bumi ringan adalah yang terbaik karena dapat menghasilkan fraksi ringan yang banyak yang dapat digunakan sebagai komponen bahan bakar ringan dan menengah (bensin, kerosin dan solar). Minyak bumi dengan berbagai jenis o API dan persentase fraksi ringannya disajikan masing-masing pada Tabel 2.4 dan 2.5. [5] Separasi minyak bumi dengan proses distilasi (atmosfer dan vakum) akan menghasilkan fraksi-fraksi minyak bumi berupa nafta, kerosin, solar, distilat vakum dan residu. Fraksi-fraksi minyak bumi tersebut dapat diolah menjadi berbagai jenis produk antara lain bahan bakar minyak, bahan dasar pelumas, pelarut dan bahan baku industri petrokimia. Hubungan antara komposisi molekul hidrokarbon dan total atom karbon serta kadar molekul non-hidrokarbon, dengan trayek titik didih fraksi minyak bumi disajikan pada Gambar 2.1. [6] Klasifikasi Minyak Bumi menurut US Bureau of Mines Lane dan Garton dari Biro Pertambangan Amerika Serikat (US Bureau of Mines, USBM) membuat pengklasifikasian minyak bumi berdasarkan atas gravitas o API dari dua fraksi kunci minyak bumi, yaitu Fraksi o C pada tekanan 1 atmosfer dan Fraksi o C pada tekanan 40 mm Hg. Masing masing-masing dianggap mewakili fraksi ringan dan fraksi berat dari minyak bumi tersebut. Kombinasi nilai gravitas o API kedua jenis fraksi kunci tersebut menghasilkan sembilan golongan minyak bumi (Tabel 2.6). [5,7] 6

16 Tabel 2.4 Beberapa Minyak Bumi dan o API-nya Tabel 2.5 Beberapa Minyak Bumi dan Kandungan Fraksinya 7

17 Gambar 2.1 Komposisi Molekul di dalam Fraksi Minyak Bumi Tabel 2.6 Klasifikasi Minyak Bumi Berdasarkan Sistem Bureau of Mines Dengan mengetahui komposisi hidrokarbon parafin, naftena dan intermediat dari fraksi-fraksi minyak bumi tersebut maka akan didapat informasi tentang potensinya dalam pembuatan berbagai produk minyak bumi, antara lain bahan bakar minyak dan bahan dasar pelumas. 8

18 Senyawa sulfur dari minyak bumi ini dapat mengganggu unjuk kerja prosesproses katalis yang digunakan untuk peningkatan nilai tambah dari fraksi-fraksi minyak tersebut. Minyak bumi dengan berbagai jenis kadar sulfur disajikan pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Minyak Bumi Berbagai Jenis Kadar Sulfur 2.2 KOMPOSISI MOLEKUL MINYAK BUMI Hidrokarbon Minyak Bumi Molekul hidrokarbon yang dijumpai di dalam minyak bumi yaitu mulai dari C 1 (metana) sampai C 60 yang dapat dibagi dalam tiga kelompok hidrokarbon berikut: parafin, naftena dan aromatik. Beberapa jenis kelompok molekul hidrokarbon tersebut ditunjukkan pada Gambar Parafin Kelompok parafin atau alkana dengan rumus molekul C n H 2n+2 adalah hidrokarbon jenuh yang terbagi dalam dua jenis: yaitu normal-parafin dan isoparafin. Senyawa normal-parafin yang pernah ditemukan di dalam fraksi minyak bumi adalah dari C 4 sampai C 40. Umumnya isoparafin yang dijumpai di dalam fraksi minyak bumi adalah molekul parafin bercabang pada atom karbon 2 (2 metil) dan atom karbon 3 (3 metil) yang kadarnya sedikit. Normal-parafin terdapat dalam tiga jenis fase yaitu fase gas (C 1 C 4 ), fase cair (C 5 C 17 ), dan fase padat C 18. [3] Naftena Jenis molekul dari kelompok naftena yang banyak dijumpai di dalam fraksi minyak bumi adalah dua jenis cincin naftena yaitu siklo-pentana (C 5 ) dan sikloheksana(c 6 ) dan sedikit sekali cincin siklo-butana (C 4 ) atau siklo-heptana (C 7 ). Rumus umum molekul naftena adalah sebagai berikut: mono-siklis, C n H 2n ; bi-siklis, C n H 2n-2 ; tri-siklis, C n H 2n-4 atau secara umum rumus molekul naftena dapat ditulis C n H (2n+2) (2RN) di mana RN adalah jumlah cincin naftena di dalam molekul. [3] 10

19 Gambar 2.2 Hidrokarbon Minyak Bumi 11

20 Aromatik Jenis molekul aromatik yang dijumpai di dalam fraksi minyak bumi adalah dari satu cincin (benzena) sampai dengan cincin banyak (poli-aromatik). Rumus umum molekul aromatik adalah sebagai berikut: mono-siklis dan turunannya, C n H 2n-6 ; bisiklis antara campuran cincin naftena dan cincin aromatik, C n H 2n-8 ; bi-siklis aromatik, C n H 2n-12, atau rumus umum aromatik dapat ditulis sebagai berikut: [3] C n H (2n+RN) (6RA + 2 RAS) di mana : RN = jumlah cincin naftena RA = jumlah cincin aromatik RAS = jumlah cincin aromatik yang berkondensasi (seperti naftena) Non-Hidrokarbon Minyak bumi mengandung sedikit senyawa non-hidrokarbon yang mengandung atom sulfur, nitrogen, oksigen dan logam (organometalik) seperti besi (Fe), vanadium (V) dan nikel (Ni), serta molekul besar (makromolekul) seperti aspal dan resin. [2,3] Molekul non-hidrokarbon tersebut adalah racun katalis yang dapat menurunkan unjuk kerja proses katalitik yang digunakan dalam pengolahan minyak bumi. Beberapa jenis molekul non-hidrokarbon tersebut ditunjukkan pada Gambar Sulfur Organik Molekul sulfur organik dapat mencapai sekitar 6% berat dari minyak bumi. Jenis-jenis yang dijumpai di dalam fraksi minyak bumi adalah: Kelompok Parafin - Merkaptan, sulfida dan disulfida Kelompok Naftena - Siklo-pentana-tial, siklo-heksana-tial, tiasiklo-heksana, tiofena. Kelompok Aromatik - Benzo-tiofena, benzo-tiofana, dan di benzo-tiofena. Kadar sulfur naik dengan bertambahnya titik didih fraksi minyak bumi (Tabel 2.10). [1] Hubungan antara gravitas o API dan kadar sulfur minyak bumi ditunjukkan pada Gambar Nitrogen Organik Molekul nitrogen organik di dalam minyak bumi dapat mencapai 2% berat dari minyak bumi, dan terdiri atas: Basa kuat : Piridina, quinolina, isoquinolina, dan akridina. Basa lemah : Pirola (pyrrole), indola, karbazal, dan porfirin (porphyrin). Molekul nitrogen organik dijumpai dalam molekul besar yang banyak terkonsentrasi di dalam fraksi residu yaitu asfalten. Dengan naiknya kadar residu karbon Conradson (Conradson Carbon Residue CCR) dari fraksi residu tersebut maka kadar molekul nitrogen organik tersebut akan turut pula meningkat. Senyawa nitrogen minyak bumi dengan berbagai kadar nitrogen disajikan pada Tabel [8] 12

21 Gambar 2.3 Non-Hidrokarbon Minyak Bumi Tabel 2.10 Distribusi Sulfur di dalam Fraksi Minyak Bumi 13

22 Gambar 2.4 Kadar Sulfur dan Gravitas Spesifik Minyak Bumi Tabel 2.11 Kadar Nitrogen Beberapa Minyak Bumi Oksigen Organik Molekul oksigen organik dapat mencapai kadar sekitar 2% berat dari minyak bumi, dan terdiri atas: Asam : Terbanyak pada kelompok parafin (alkanoat) dan sedikit pada kelompok naftena mono-siklis dan bi-siklis (naftenat) dan aromatik (benzoat). Non-asam : Ester, amida, keton, benzofuran dan dibenzofuran. Molekul oksigen organik ini terkonsentrasi di dalam fraksi residu, tapi fenol dan kresol pernah dijumpai di dalam fraksi nafta dan nafta rengkahan katalitik. Minyak bumi dengan berbagai kadar oksigen organik disajikan pada Tabel [8] 14

23 Logam dari makromolekul dapat menutup pori katalis sehingga menyebabkan unjuk kerja proses katalitik pengolahan minyak bumi menurun. [9] Tabel 2.12 Kadar Oksigen Beberapa Minyak Bumi Makromolekul Senyawa makromolekul terkandung banyak di dalam fraksi residu yang terdiri atas sebagian besar atom karbon (C) dan hidrogen (H) dan sedikit atom sulfur (S), nitrogen (N), oksigen (O) dan logam besi (Fe), nikel (Ni) dan vanadium (V). Jenis makromolekul tersebut terdiri atas empat jenis, yaitu: resin, asfaltena, karbena, dan karboida. [8] Resin adalah senyawa berupa pasta yang dapat dipisahkan dengan proses adsorpsi dengan memakai adsorben silikat. Berat molekul resin ini sekitar yang rumus umumnya tanpa atom S, N, O dan logam adalah C n H 2n-x di mana x : Asfaltena mempunyai berat molekul sekitar dengan rumus molekul tanpa S, N, O, dan logam adalah C n H 2n-x di mana x = dan kadarnya di dalam minyak bumi dapat mencapai sekitar 10% berat. Asfaltena ini dapat larut di dalam fraksi nafta, pentana dan heksana. Asfaltena terdiri atas dua jenis, yaitu karbena dan karboida. Karbena dapat larut sebagian di dalam karbon disulfida (CS 2 ) dan karbon tetraklorida (CCl 4 ), sedang karboida hanya dapat larut di dalam klornaftalena mendidih. Senyawa organometalik terdiri atas dua jenis yaitu: organometalik yang dapat larut di dalam air (Mg, Zn, Ca) dan atom logam yang stabil di dalam struktur makromolekul yaitu: porfirin (V, Ni, Fe) (Gambar 2.5). Senyawa makromolekul dapat menurunkan unjuk kerja proses katalitik pengolahan minyak bumi. Komposisi elementer senyawa makromolekul, kadar asfaltena dan kadar logam di dalam minyak bumi disajikan pada Tabel 2.13, 2.14 dan

24 Gambar 2.5 Struktur Molekul Porpirin Tabel 2.13 Analisis Elementer Senyawa Makromolekul Minyak Bumi Tabel 2.14 Kadar Asfalten Beberapa Minyak Bumi 16

25 Tabel 2.15 Kadar Logam Beberapa Minyak Bumi 2.3 MINYAK BUMI INDONESIA Laboratorium Evaluasi Minyak Bumi pada Kelompok Teknologi Separasi. Kelompok Program Riset Teknologi Proses, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS telah melakukan evaluasi atas berbagai jenis minyak bumi Indonesia sejak tahun Evaluasi mutu minyak bumi ditujukan untuk mempelajari komposisi fraksi minyak bumi dan karakteristiknya, antara lain massa jenis, sifat hidrokarbon, kadar non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam) dalam rangka mendapatkan data/informasi untuk proses pengolahan minyak bumi tersebut. Lebih dari 200 jenis minyak bumi telah dievaluasi yang berasal baik sumur minyak dari PT. Pertamina maupun sumur minyak Kontraktor Production Sharing (KPS) yang berada dalam pengawasan BP MIGAS. Beberapa jenis minyak bumi Indonesia disajikan pada Tabel 2.16 (7,10,11) Tabel 2.16 Karakteristik Beberapa Jenis Minyak Bumi Indonesia 17

26 Pada umumnya minyak bumi Indonesia berkadar sulfur rendah S <0,1% berat, tapi minyak Bula dan Lemun mempunyai kadar sulfur tinggi yaitu masing-masing mencapai 2,57 dan 2,4% berat. Kadar fraksi ringan (IBP 180 o C) dari minyak bumi Indonesia mempunyai variasi yang cukup luas yaitu dari 4,5 sampai 59,5% volume. Gravitas o API, kadar sulfur, klasifikasi Bureau of Mines, kadar fraksi ringan (IBP 180 o C) dan residu (>350 o C). 2.4 KESIMPULAN Minyak bumi terdiri atas campuran senyawa yang sangat kompleks (hidrokarbon dan non-hidrokarbon). Pengolahan minyak bumi tersebut menjadi produk minyak bernilai tinggi sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik minyak bumi antara lain: kadar fraksi ringan, jenis molekul hidrokarbon, kadar molekul non-hidrokarbon. Jenis minyak bumi Indonesia cukup banyak tetapi umumnya ciri minyak bumi Indonesia adalah parafinik berkadar sulfur rendah. DAFTAR PUSTAKA 1. Lucas, Alan G., (2001), Modern Petroleum Technology Volume 2. Downstream, 6th Edition Published on Behalf of the Institute of Petroleum, John Willey & Sorns, Ltd, NewYork. pp Wuithier, P., (1965), Raffinage et Genie Chimique, Tome I, Edition, Paris. 3. Hobson, G. B., (1973), Modern Petroleum Technology, Applied Science Publisher, Ltd. England. 4. Nasution, A. S., Minyak Bumi, Majalah Insinyur Indonesia. No. 14/Th XXVIII/ pp Kontawa A., Klasifikasi Minyak Bumi Indonesia, Lembaran Publikasi Lemigas 2 (1993), Samanos, B. (1971), PhD. Thesis, Paris. 7. Baity Hotimah, Ria Pardede, Ibrahim R., Adiwar, Jurizal Suhud,. Pemantauan Perubahan Klasifikasi Minyak Bumi Indonesia dalam Masa Produksi. Diskusi Ilmiah ke 10, PPPTMG Lemigas, Jakarta 7 8 Juni Barker, Colin, (1979), Organic Geochemistry in Petroleum Exploration, Education Course Note Series F 10, University of Tulsa. 9. Louis, M., Diktat Geokimia ENSPM, IFP, Rueil Malmaison-Prancis. 10. Kontawa, A. dan Ibrahim, R., Kadar Sulfur dalam Minyak Bumi Indonesia, Lembaran Publikasi Lemigas 2. (1993), Buku Minyak Bumi Indonesia Sifat dan Karakteristiknya. Edisi ke-4. Tahun 2005 Lemigas, Jakarta. 18

27 BAB 3 PEMBUATAN BENSIN RAMAH LINGKUNGAN Proses separasi minyak bumi adalah proses pertama untuk pemisahan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya. Proses ini meliputi proses distilasi atmosfer dan distilasi vakum, yang menghasilkan nafta, kerosin, distilat vakum, dan residu (residu atmosferik dan residu vakum). Dalam rangka meningkatkan nilai tambah fraksi minyak bumi tersebut, maka dilakukan proses tahap kedua, yaitu: konversi, baik berupa proses termal maupun proses katalitik. Residu direngkah secara proses termal, yaitu proses visbreker dan proses koker, dan menghasilkan produk bensin dan solar bermutu rendah. Proses perengkahan katalitik residu dan distilat vakum menghasilkan produk bensin rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) yang bermutu tinggi, tetapi mutu produk solar (cycle gas-oil) yang dihasilkannya masih rendah. Proses isomerisasi fraksi nafta ringan dan proses reformasi katalitik fraksi nafta berat dapat menghasilkan komponen utama bensin, yaitu masing-masing isomerat dan reformat. Proses penggabungan alkilasi dan polikondensasi dari produk samping gas olefin rendah (C 3 /C 4 ) dari proses perengkahan dapat menghasilkan komponen utama bensin, yaitu masing-masing alkilat dan bensin polimer. Bensin mempunyai kisaran titik didih dari 30 o C sampai 215 o C yang mengandung grup hidrokarbon parafin, olefin, naftena, dan aromatik dengan variasi nilai angka oktananya cukup besar. Proses pembuatan bensin dimulai dengan separasi minyak bumi pada proses distilasi atmofer dan distilasi vakum. Minyak bumi difraksionasi menjadi nafta (sd. 180 o C), kerosin (180 o 250 o C), solar (250 o 350 o C), distilat vakum (350 o 550 o C), dan residu vakum (> 550 o C). Fraksi nafta diseparasi menjadi gas (C 1 /C 2 ), LPG (C 3 /C 4 ), nafta ringan (C 5 /C 6 ) untuk umpan proses isomerisasi, dan nafta berat dipakai sebagai umpan reformasi katalitik. Sehubungan dengan banyaknya fraksi nafta yang digunakan untuk umpan proses petrokimia (sekitar 40% dari total produk nafta), maka kebutuhan umpan nafta dipenuhi dengan hasil dari proses perengkahan termal dan katalitik fraksi berat, dan juga dari proses penggabungan (alkilasi dan polimerisasi) yang menggunakan umpan gas (C 3 /C 4 ). Proses pembuatan komponen bensin [1] terdiri atas: (1) proses separasi atau distilasi (menghasilkan straight-run naphtha) dan (2) proses konversi, yaitu: (a) proses konversi termal, yaitu proses visbreker (visbreaker naphtha), dan proses koker (coker naphtha), dan (b) proses konversi katalitik yaitu: proses perengkahan katalitik (bensin rengkahan katalitik cat. cracked gasoline), proses penghidrorengkahan (hydrocracked naphtha), proses isomerisasi (isomerat), proses reformasi katalitik (reformat), proses alkilasi (alkilat) dan proses polimerisasi (bensin polimer polygasoline). Pengetatan persyaratan lingkungan tentang gas buang menuntut pula peningkatan persyaratan bahan-bakar bensin untuk penurunan emisi gas buangnya 19

28 (CO, NOx, SOx, hidrokarbon dan partikulat). Oleh karena itu bahan bakar bensin harus dibatasi kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin) dan kadar sulfur, dan ditingkatkan angka oktana bensin. [2,3,4] Pengaruh penurunan kadar benzena, total aromatik, olefin dan sulfur, serta peningakatan kadar aditif MTBE (methyl tertiary butil ether) dan T90 (temperatur terdistilasi bensin 90% vol) pada emisi gas buang disajikan pada Tabel 3.1. [5] Tabel 3.1 Pengaruh Komposisi Bensin pada Emisi Gas Buang Catatan: (=) tetap; (-) = berkurang; dan (+) = bertambah Untuk pembuatan bensin ramah lingkungan diperlukan peningkatan pembuatan jumlah komponen utama bensin berangka oktana tinggi (HOMC high octane mogas components) yang diperoleh dari proses-proses katalitik, yaitu: bensin rengkahan katalitik [2] reformat, [1] isomerat, [6] alkilat, [7] dan bensin polimer. [8] Komponen bensin penunjang lainnya mempunyai mutu rendah (LOMC low octane mogas components). Pada umumnya proses-proses katalitik tersebut adalah proses-proses yang cukup pelik dan rumit, baik ditinjau dari segi fundamental atau teori maupun dari segi operasionalnya. Pemahaman tingkah laku proses-proses katalitik secara lebih terarah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan unjuk kerja proses katalitik tersebut. Unjuk kerja proses-proses katalitik untuk pembuatan komponen utama bensin, karakteristik komponen bensin dan komposisinya dalam pembuatan bensin ramah lingkungan, serta spesifikasi bensinnya disajikan dalam bab ini. 3.1 PROSES PEMBUATAN KOMPONEN UTAMA BENSIN Proses Perengkahan Katalitik Proses perengkahan katalitik adalah sangat penting dan merupakan proses utama pada pengolahan minyak untuk mengkonversi fraksi berat minyak bumi 20

29 menjadi produk ringan (bensin, minyak ringan dan LPG). [9,10,11] Jenis proses perengkahan katalitik mutakhir adalah katalis mendidih (Fuidized bed) yaitu FCCU (Fluidized Catalytic Cracking Unit) yang mengolah umpan distilat berat dan RCC (Resid Catalytic Cracking) berumpan residu. [9,12] Katalis perengkahan telah pula berkembang mulai dari silika-alumina (amorf, zeolit) dan katalis matriks sehingga memungkinkan penurunan waktu tinggal umpan di riser pada temperatur tinggi dengan pembentukan endapan kokas rendah pada permukaan katalis. Produk bensin rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) adalah komponen utama dalam pembuatan bensin ramah lingkungan yang proporsinya dalam bensin yang dipisahkan dapat mencapai sekitar 33% volume. Bensin tersebut berangka oktana tinggi (RON 93) dengan selektivitas tinggi (RON MON) (kurang baik) sekitar 13 angka dan distribusi angka oktananya homogen (baik). Bensin perengkahan katalitik mengandung kadar hidrokarbon tak jenuh tinggi, yaitu olefin (25 45 % volume) dan aromatik (30 35 % volume) yang terkonsentrasi masing-masing di dalam fraksi ringan dan fraksi berat dari produk bensin tersebut. Kandungan sulfur yang tertinggi diantara komponen-komponen utama bensin terkonsentrasi di dalam fraksi berat produk bensin tersebut. Bensin ramah lingkungan harus mempunyai angka oktana tinggi tanpa aditif timbel (tetra ethyl lead-tel) dengan pembatasan kadar hidrokarbon tak-jenuh (olefin dan aromatik) dan kadar sulfur rendah. Proses perengkahan katalitik dapat dioperasikan untuk pembentukan berbagai jenis produk utama berikut: maksimum bensin, maksimum distilat sedang, dan maksimum LPG dengan pengaturan kondisi operasi dan penyesuaian aktivitas katalisnya Reaksi Perengkahan Katalitik Mekanisme reaksi perengkahan katalitik dapat diuraikan seperti pada Gambar 3.1. Reaksi perengkahan katalitik berjalan melalui pembentukan senyawa-antara ion karbonium (R + ) yang dihasilkan dengan penarikan ion hidrida (H - ) dari molekul umpan oleh inti aktif asam Lewis katalis (I) atau pemberian proton (H + ) oleh inti aktif asam Bronsted katalis ke olefin (II) yang dihasilkan dari perengkahan termal umpan di dalam riser (III). Molekul hidrokarbon dari reaktan harus berfase uap agar supaya molekul tersebut dapat dengan mudah berdifusi ke inti aktif asam di dalam pori katalis. Ion karbonium dapat pecah (III) pada posisi beta dan terbentuk olefin dan ion karbonium rendah, dan juga berisomerisasi (IV) atau transfer hidrogen [12, 13] (Gambar 3.1). 21

30 Gambar 3.1 Mekanisme Reaksi Perengkahan Transfer hidrogen berdampak negatif pada mutu produk, yaitu terbentuknya bensin berkadar olefin tinggi dengan angka oktana rendah, dan minyak ringan berkadar aromatik tinggi dengan angka setana rendah, serta terjadi pula penurunan perolehan C 3 dan C 4. Perengkahan termal dapat timbul bersamaan dengan perengkahan katalitik pada temperatur operasi tinggi, yang merugikan, baik ditinjau dari perolehan maupun mutu produk bensin, yaitu terbentuknya produk bensin berkadar olefin tinggi dengan sedikit kadar iso-olefin dan parafin rendah serta produk gas tinggi (C 1 C 3 ). Perengkahan hidrokarbon umpan berjalan sebagai berikut: [1] - Perengkahan parafin dipengaruhi oleh ukuran dan struktur molekul parafin, yaitu makin besar jumlah atom karbon (C>6), dan yang mempunyai atom karbon tersier lebih mudah perengkahannya dan produk gas yang dihasilkan mengandung banyak C 3 dan C 4. - Dehidrogenasi naftena menjadi aromatik dan pemutusan rantai cincin C C dari naftena tersebut adalah dua reaksi utama pada perengkahan naftena. Produk cair dan gas mengandung lebih banyak parafin daripada yang dihasilkan perengkahan parafin. - Perengkahan aromatik dengan gugus alkil berkadar atom karbon C <3 tidak sangat reaktif. Pemutusan alkil aromatik beratom banyak terjadi pada atom karbon yang terikat langsung pada cincin aromatik yang akan menghasilkan produk benzena dan olefin. 22

31 Umpan Perengkahan Katalitik Bahan baku proses perengkahan katalitik adalah fraksi berat minyak, yaitu di antaranya fraksi minyak o C dan juga residu yang terdiri atas molekul hidrokarbon dan kotoran non-hidrokarbon. Komposisi hidrokarbon umpan memengaruhi perolehan dan mutu produk bensin yaitu: - Kecepatan relatif perengkahan hidrokarbon menurun dari olefin > naftena > isoparafin > parafin > aromatik. - Semakin besar ukuran molekul, semakin tinggi pula kecepatan perengkahan. Umpan distilat vakum aromatik akan menghasilkan konversi umpan rendah, perolehan produk bensin rendah berangka oktana tinggi. Pengaruh jenis umpan distilat vakum pada karakteristik produk bensin disajikan pada Tabel 3.2. [14] Tabel 3.2 Pengaruh Jenis Umpan Distilat Vakum pada Karakteristik Produk Bensin Umpan residu mengandung banyak kotoran non-hidrokarbon [15] yaitu senyawa organik yang mengandung atom sulfur, nitrogen dan oksigen, dan senyawa asfalten atau karbon residu (micro carbon residue) yang mengandung logam (Ni, V, Fe, Cu). Senyawa non-hidrokarbon tersebut dapat menurunkan unjuk kerja katalis. Pengaruh kadar karbon residu pada karakteristik produk bensin disajikan pada Tabel

32 Tabel 3.3 Distribusi Produk Rengkahan dari Umpan Berbagai Kadar Karbon Residu Umpan Pada tingkat konversi umpan >78% vol, maka senyawa sufur terkonversi sekitar 50% vol. menjadi gas H 2 S, dan sisa senyawa sulfur terdistribusi pada produk perengkahan berikut: bensin 6% berat, minyak ringan (light cycle oil) 23% berat, decanted oil 15% berat dan kokas 6% berat. Sulfur tiofenik dijumpai di dalam produk minyak berat dan decanted oil. Kotoran sulfur tidak banyak mempengaruhi konversi umpan dan perolehan produk bensin. Kandungan sulfur terkonsentrasi pada fraksi berat ( o F) produk bensin (Tabel 3.4). Tabel 3.4 Distribusi Sulfur dari Produk Bensin Rengkahan Katalitik Catatan : Fraksi ( F) adalah 10% volume bensin. Senyawa nitrogen organik terdiri atas 25 50% basa kuat yang merupakan racun temporer dari katalis. Katalis matriks lebih besar toleransinya pada racun nitrogen tersebut daripada katalis perengkah lainnya seperti. Al 2 O 3 -SiO 2 (amorph). Pirol (pyrrole) dan piridina (pyridine) dijumpai di dalam produk minyak ringan. Dan oksidasi senyawa nitrogen ini relatif mudah yang membuat produk minyak ringan berwarna (kestabilan warna rendah ). Senyawa nitrogen terdistribusi di dalam produk perengkahan, yaitu minyak ringan < minyak berat (heavy cycle oil) < residu. Senyawa nitrogen dapat menurunkan konversi umpan dan perolehan produk bensin dan angka oktananya. Logam nikel berpotensi mempercepat reaksi dehidrogenasi umpan menjadi olefin yang akan dapat meningkatkan potensi pembentukan endapan kokas pada permukaan katalis. Pembakaran katalis bekas berkadar kokas tinggi akan menaikkan temperatur regenerator, dan untuk menjaga temperatur reaktor tetap 24

33 harus diturunkan rasio katalis terhadap umpan dan konversi umpan. Sekitar 33% dari kadar logam nikel di dalam katalis ekuilibrium akan aktif dalam reaksi dehidrogenasi umpan yang akan meningkatkan potensi pembentukan kokas. Efektivitas dari berbagai jenis racun logam terhadap logam Ni dinyatakan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Efektivitas Logam Makin besar kadar logam (logam efektif besar) akan menaikkan perolehan produk samping gas C 1 +C 2 dan endapan kokas pada katalis serta terjadi penurunan perolehan produk bensin. Pengaruh logam efektif pada produk proses perengkahan katalitik disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Pengaruh Efektif Metal terhadap Distribusi Produk Logam natrium (logam alkali tanah) dapat menetralisasi inti aktif asam katalis di dalam raiser (riser) dan merusak struktur katalis di dalam regenerator dan kerusakan tersebut dapat meningkat dengan adanya kandungan logam vanadium di dalam katalis. Racun logam vanadium dapat membentuk asam vanadat pada regenerator katalis. Proses hidrodemetalasi umpan residu (atmospheric residue hydrodemetallization ARHDM) dapat menurunkan kadar asfaltena (micro carbon residu) dan juga kadar logam, kotoran non-hidrokarbon berupa sulfur dan nitrogen organik. 25

34 Katalis Perengkahan Katalitik Katalis perengkahan dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis berikut, [16,17] - Silika alumina alam (acid treated natural aluminosilicates), - Kombinasi silika-alumina amorf (amorphous silica alumina combination), - Katalis silika-alumina kristal atau zeolit (crystalline silica alumina catalysts atau molecular sieve), - Katalis matriks (matrix catalyst). Keunggulan katalis zeolit terhadap dua jenis lainnya adalah: [13,18 - Aktivitas tinggi - Perolehan bensin tinggi berkadar parafin dan aromatik tinggi - Pembentukan kokas rendah - Produksi gas iso-butana tinggi - Dapat dioperasikan pada konversi umpan tinggi tanpa perengkahan berlebih (overcracking). Aktivitas tinggi katalis zeolit tersebut memungkinkan penurunan waktu tinggal umpan di dalam raiser dan yang akan mengurangi tingkat pengadukan (pencampuran) antara katalis dan umpan di dalam pipa raiser yang akan menurunkan pembentukan endapan kokas di permukaan katalis. Pengaruh jenis katalis pada karakteristik produk bensin disajikan pada Tabel 3.7. Katalis perengkah matriks (matrix catalyst) terdiri atas silika-alumina zeolit-y yang diikat di dalam suatu matriks silika-alumina amorf. Walaupun kadar zeolit di dalam matriks sekitar 20 35% berat, tetapi aktivitas perengkahan terbesar dari katalis matriks dihasilkan oleh zeolit tersebut (70 85%) bukan dari matriks amorf. Tabel 3.7 Pengaruh Jenis Katalis pada Karakteristik Produk Bensin 26

35 Untuk meningkatkan aktivitas dan stabilitas hidrotermal katalis zeolit, maka sebagian besar kadar natriumnya harus dihilangkan dengan metode pertukaran ion baik dengan logam alkali tanah (rare metal) maupun ion ammonium yang katalisnya masing-masing dinamakan zeolit REY dan zeolit HY. Katalis zeolit REY menghasilkan banyak perolehan produk bensin berangka oktana rendah (gasoline catalyst), sedang zeolite HY dapat menghasilkan produk bensin rendah dengan oktana tinggi (octane catalysts). [17,18] Perbedaan angka oktana dari kedua jenis produk bensin tersebut dapat mencapai 3,5 angka. Dengan mengombinasikan kedua jenis zeolit tersebut dihasilkan katalis zeolit bermutu rengkahan (intermediate) yang katalisnya dinamakan octane barrel catalysts. Karakteristik produk bensin yang dihasilkan oleh kedua jenis katalis zeolit REY dan HY disajikan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8 Pengaruh Katalis pada Karakteristik Produk Bensin (C C) Aktivitas katalis matriks amorf lebih rendah daripada aktivitas katalis zeolit Y, tetapi katalis matriks berpori besar (macropore) dapat merengkah molekul umpan besar (bertitik didih > C) yang hal ini tidak mungkin terjadi pada katalis zeolit (REY mampu HY) yang berpori kecil (micropore). Katalis perengkahan harus mempunyai ukuran bubuk (particle size distribution) yang sesuai agar dapat terfluidisasi (fluidized bed) dengan uap hidrokarbon umpan di dalam unit proses perengkahan terfluidisasi. Juga harus tahan terhadap gesekan (attrition resistance) supaya katalis tidak mudah pecah agar tidak banyak kehilangan katalis melalui pemisah katalis di siklon dari reaktor dan regenerator. Untuk itu ukuran bubuk katalis adalah sekitar mm dan partikel katalis < 40 mm tidak boleh lebih dari > 10% di dalam reaktor Unit Proses Perengkahan Katalitik Unit proses perengkahan katalitik terdiri atas tiga bagian utama yaitu konventer (converter), fraksionator (fractionator) dan pemulihan gas (vapour recovery). [1] 27

36 Pengabutan umpan, penguapan dan pencampuran dengan katalis adalah tahap penentu yang dapat memengaruhi perolehan dan mutu produk utama bensin. Katalis regenerasi panas ditransformasikan dari regenerator ke injeksi umpan riser. Katalis dijaga pada densitas didih optimal untuk memperoleh suatu transfer cepat dari panas ke umpan yang jatuh berbentuk butiran di dalam raiser. Katalis regenerasi panas menguapkan molekul umpan dan memberi panas cukup untuk reaksi perengkahan. Temperatur keluar dari raiser dikontrol dengan pengaturan jumlah pengaliran katalis regenerasi panas dari regenerator melalui kran katalis. Pada bagian bawah raiser, kokas dan katalis terpakai dan tidak aktif lagi (deaktivasi temporer) dipisahkan dari produk reaksi dengan siklon reaktor. Uap produk mengalir dari atas siklon ke kolom fraksionasi. Dengan pemisahan praktikel katalis dari uap hidrokarbon di dalam siklon, maka reaksi katalitik akan berhenti dengan cepat. Tetapi, di dalam pipa raiser, uap produk dapat terus dipecah melalui perengkahan termal. Perengkahan termal lanjut produk bensin dan distilat menghasilkan banyak produk gas bernilai rendah (C 1 -C 3 ). Pelucut (Stripper). Katalis bekas dipisah dari reaktor di dalam sistem siklon tertutup dan di dalam pelucut uap hidrokarbon baik dari dalam maupun dari permukaan katalis akan dipisahkan dengan injeksi uap untuk meminimalkan terbawanya hidrokarbon ke regenerator. Regenerator. Kokas dihilangkan dari katalis bekas dengan pembakaran di dalam regenerator agar supaya aktivitas katalis tersebut naik kembali. Temperatur regenerator dijaga agar tidak terjadi pemanasan tinggi (overheating) dengan mengontrol rasio CO 2 /CO dari gas hasil pembakaran kokas tersebut. Regenerasi katalis harus dapat menaikkan seoptimal mungkin aktivitas dan selektivitas katalis. Gas buang dari pembakaran kokas di dalam regenerator akan keluar melalui siklon regenerator, dan sebagian besar sisa katalis halus akan terbawa oleh gas buang tersebut. Pembakaran kokas selesai apabila diperoleh kelebihan oksigen 2% vol dan kadar gas CO < 200 ppm di dalam gas buang. Fraksionator. Fraksionator untuk pemisahan produk gas, bensin, minyak ringan, minyak berat dan residu (decanted oil) dari produk hasil reaksi perengkahan katalitik. Penampungan Gas. Penampungan gas ditujukan untuk pemisahan produk gas menjadi gas C 1 - C 2 dan gas C 3 /C 4 dan atau LPG. 28

37 Konventer. Konventer dari unit proses perengkahan katalitik terdiri atas riser, stipper dan regenerator (Gambar 3.2). Gambar 3.2 Konventer Orthoflow Kellogg (Raiser). Umpan panas dan sirkulasi umpan berfase cair dimasukkan ke bagian bawah raiser yang kontak dengan katalis regenerasi panas yang akan menguapkan umpan tersebut dan kemudian uap molekul umpan dipecah menjadi produk yang berat molekulnya rendah. Uap umpan masuk ke katalis yang membawanya naik ke raiser dalam suatu fase suspensi encer. Proses perengkahan menghasilkan pembentukan kokas pada permukaan katalis yang aktivitasnya akan terus menurun. 29

38 Pengabutan umpan, penguapan dan pencampuran dengan katalis adalah tahap penentu yang dapat memengaruhi perolehan dan mutu produk utama bensin. Katalis regenerasi panas ditransformasikan dari regenerator ke injeksi umpan riser. Katalis dijaga pada densitas didih optimal untuk memperoleh suatu transfer cepat dari panas ke umpan yang jatuh berbentuk butiran di dalam riser. Katalis regenerasi panas menguapkan molekul umpan dan memberi panas cukup untuk reaksi perengkahan. Temperatur keluar dari raiser dikontrol dengan pengaturan jumlah pengaliran katalis regenerasi panas dari regenerator melalui kran katalis. Pada bagian bawah raiser, kokas dan katalis terpakai dan tidak aktif lagi (deaktivasi temporer) dipisahkan dari produk reaksi dengan siklon reaktor. Uap produk mengalir dari atas siklon ke kolom fraksionasi. Dengan pemisahan praktikel katalis dari uap hidrokarbon di dalam siklon, maka reaksi katalitik akan berhenti dengan cepat. Tetapi, di dalam pipa riser, uap produk dapat terus dipecah melalui perengkahan termal. Perengkahan termal lanjut produk bensin dan distilat menghasilkan banyak produk gas bernilai rendah (C 1 -C 3 ). Pelucut (Stripper). Katalis bekas dipisah dari reaktor di dalam sistem siklon tertutup dan di dalam pelucut uap hidrokarbon baik dari dalam maupun dari permukaan katalis akan dipisahkan dengan injeksi uap untuk meminimalkan terbawanya hidrokarbon ke regenerator. Regenerator. Kokas dihilangkan dari katalis bekas dengan pembakaran di dalam regenerator agar supaya aktivitas katalis tersebut naik kembali. Temperatur regenerator dijaga agar tidak terjadi pemanasan tinggi (overheating) dengan mengontrol rasio CO 2 /CO dari gas hasil pembakaran kokas tersebut. Regenerasi katalis harus dapat menaikkan seoptimal mungkin aktivitas dan selektivitas katalis. Gas buang dari pembakaran kokas di dalam regenerator akan keluar melalui siklon regenerator, dan sebagian besar sisa katalis halus akan terbawa oleh gas buang tersebut. Pembakaran kokas selesai apabila diperoleh kelebihan oksigen 2% vol dan kadar gas CO < 200 ppm di dalam gas buang. Fraksionator. Fraksionator untuk pemisahan produk gas, bensin, minyak ringan, minyak berat dan residu (decanted oil) dari produk hasil reaksi perengkahan katalitik. Penampungan Gas. Penampungan gas ditujukan untuk pemisahan produk gas menjadi gas C 1 - C 2 dan gas C 3 /C 4 dan atau LPG. 30

39 Produk Perengkahan Katalitik Bensin rengkahan katalitik merupakan komponen utama terbesar dari bensin komersial, yaitu sekitar 33% pada pembuatan bahan bakar bensin ramah lingkungan [5, 11, 14] yang mempunyai angka oktana tinggi (RON 90 95) dengan distribusi angka oktana homogen (Tabel 3.9). Tabel 3.9 Distribusi Angka Oktana Produk Bensin Rengkahan Katalitik Catatan : Komponen utama : olefin pada fraksi F dan aromatik pada fraksi F. Kandungan hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin) yang cukup tinggi sekitar 50 60% volume di dalam bensin rengkahan katalitik akan memberikan selektivitas bensin tinggi pula yaitu sekitar angka. (kurang baik) (Tabel 3.10). Tabel 3.10 Angka Oktana dan Selektivitas Bensin Rengkahan Katalitik Unit proses perengkahan katalitik dengan umpan fraksi berat minyak adalah cukup fleksibel dan dapat dioperasikan untuk memperoleh berbagai jenis produk utama, yaitu membuat maksimal bensin, maksimal LPG dan maksimal distilat sedang dengan mengatur kondisi operasi dan memakai katalis yang tepat. Komposisi produk dari ketiga jenis modus operasi proses perengkahan katalitik tersebut disajikan pada Tabel Tabel 3.11 Komposisi Produk dengan Berbagai Jenis Produk Utama 31

40 Proses perengkahan katalitik terdapat pada UP III Pertamina Plaju/S. Gerong satu unit yang mengolah umpan campuran (distilat vakum dan residu) sebesar 20,5 MBCD, dan pada UP VI Pertamina Balongan satu unit mengolah umpan residu (campuran residu dan residu hidrodemetalisasi atmosferik) sebesar 83 MBCD Proses Reformasi Katalitik Proses reformasi katalitik mengonversi umpan nafta berat berangka oktana rendah (RON 50 60) menjadi produk reformat berangka oktana tinggi (RON ) dengan bantuan katalis bifungsional. [5,19] Proses reformasi katalitik telah berkembang dengan pesat baik dari segi teknologinya dari sistem semi-regeratif sampai regeratif kontinu (Continous Catalyst Regeneration CCR) maupun pengembangan katalisnya dari jenis mono-metalik menjadi bi-metalik dan polimetalik, sehingga dapat dihasilkan perolehan dan mutu dari produk reformat tinggi. [1,20,21] Reformat berkadar aromatik tinggi dipakai juga untuk pembuatan aromatik rendah. [22] Umpan proses reformasi katalitik yang baik adalah nafta berat berkadar naftena tinggi, karena konversi naftena tersebut menjadi aromatik relatif lebih mudah daripada konversi parafin. Temperatur operasi rendah <450 0 C memberikan reaksi berjalan lambat, sedang pada temperatur tinggi >540 0 C akan terjadi reaksi samping hidrorengkah yang akan menurunkan perolehan dan mutu produk reformat. [5,23,24] Reaksi utama dari proses reformasi katalitik adalah konversi naftena dan parafin menjadi aromatik berangka oktana tinggi. Untuk menurunkan pembentukan endapan kokas pada permukaan katalis, unit proses reformasi semi regeneratif dioperasikan pada tekanan dan rasio H 2 /HC yang relatif lebih tinggi daripada unit proses reformasi regeneratif. Reformat adalah komponen bensin terbesar kedua setelah bensin rengkahan katalitik dalam pembuatan bensin ramah lingkungan dengan persentase sekitar 20-30% volume. Angka oktana reformat RON dengan distribusi angka oktana rendah (tidak homogen/tidak baik). Reformat mengandung kadar aromatik tinggi (>50% volume), sehingga sensitivitasnya (RON MON) tinggi pula, yaitu sekitar 8 13 satuan (tidak baik). Reaksi kimia, umpan, katalis, reformat dan unjuk kerja proses reformasi katalitik dan pemakaiannya di kilang akan diuraikan di bawah ini Reaksi Reformasi Katalitik Reaksi reformasi katalitik umpan nafta berat dengan katalis bifungsional berintiaktif, logam dan inti-aktif asam, terdiri atas empat reaksi utama sebagai berikut. [1,6,19, 23], dehidrogenasi naftena menjadi aromatik, isomerisasi parafin, dehidroisomerisasi alkil siklopentana (naftena) menjadi aromatik, dan dehidrosiklisasi parafin menjadi aromatik. Selain itu ada reaksi samping hidrorengkah parafin dan naftena yang dapat menurunkan perolehan reformat dengan kenaikan produk samping LPG. Dehidrogenasi Naftena. Dehidrogenasi sikloheksana dan alkil sikloheksana (naftena) menjadi aromatik dibantu oleh hanya inti aktif logam (M) katalis saja, 32

41 yaitu: Reaksi ini adalah endotermik tinggi yang berjalan cepat pada temperatur tinggi dan tekanan rendah. Selain itu ada tiga reaksi utama lain dan reaksi samping yang terjadi dengan bantuan kedua jenis inti aktif katalis yaitu: inti aktif logam (M) dan inti aktif asam (A). Mekanisme reaksi tersebut melalui pembentukan senyawa antara ion karbonium yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon tak jenuh (olefin dan alkil sikloamilena) yaitu masing-masing dari dehidrogenasi molekul parafin dan naftena (alkil siklopentana) umpan nafta, dan proton (H + ) dari inti aktif asam, yaitu: N Dehidroisomerisasi Naftena. Isomerisasi ion karbonium alkyl-sikloamil menjadi ion-alkil sikloheksil yang akan menjadi produk aromatik setelah pelepasan proton dan dehidrogenasi, yaitu: Reaksi ini adalah endotermik tinggi dan berjalan cepat pada temperatur tinggi dan tekanan rendah. Hidroisomerisasi Parafin. Ion karboniun normal alkil berisomerisasi menjadi ion iso-alkil yang akan menjadi produk iso-parafin setelah pelepasan proton dan hidrogenasi, yaitu: 33

42 Reaksi ini adalah sedikit eksotermik, rendah dan berjalan baik pada temperatur rendah serta tidak dipengaruhi oleh tekanan. Dehidrosiklisasi Parafin. Siklisasi ion karbonium alkil akan menghasilkan ion alkil-sikloheksil yang kemudian menjadi produk aromatik setelah pelepasan proton dan dehidrogenasi, yaitu: Reaksi ini adalah endotermik tinggi dan berjalan cepat pada temperatur tinggi dan tekanan rendah. Hidrorengkah Parafin. Ion karbonium alkil pecah menjadi olefin dan ion karbonium kecil yang akan menjadi produk parafin rendah setelah melepas proton dan hidrogenasi, yaitu: Reaksi ini adalah eksotermik tinggi dan berjalan baik pada temperatur dan tekanan tinggi. Karateristik dari reaksi-reaksi reformasi katalitik tersebut disajikan pada Tabel Bahan Baku Reformasi Katalitik Bahan baku proses reformasi katalitik adalah nafta berat, baik dari hasil distilasi minyak bumi (straight-run naphtha) maupun produk nafta dari berbagai proses konversi seperti: nafta rengkahan termal (visbreaker naphtha dan coker naphtha) dan nafta hidrorengkahan (hydrocracked naphtha) dengan trayek titik didih o C. Sehubungan molekul heksana (C 6 ) merupakan sumber pembentukan benzena di dalam produk reformat, yang kadar aromatik itu dibatasi di dalam bensin (1 5% volume), maka titik didih awal umpan dinaikkan menjadi ³ 90 o C. Adanya kenaikan titik didih akhir produk reformat sekitar C terhadap titik didih akhir umpan, dan dibatasinya titik didih akhir bensin 215 o C, maka titik didih akhir umpan nafta berat dibatasi <185 o C. Kenaikan titik didih akhir umpan nafta sekitar 30 o C akan menaikkan pembentukan kokas pada permukaan katalis [1,6, 23]. 34

43 Tabel 3.12 Karakteristik Reaksi Reformasi Katalitik Umpan nafta berat adalah campuran hidrokarbon yang terdiri atas parafin (P), naftena (N) dan aromatik (A) di mana (N+2A) dari nafta parafinik dan nafta aromatik adalah masing-masing < 40% vol. dan > 40% vol. dan nafta naftenik sekitar 40% vol. Komposisi hidrokarbon umpan nafta dari berbagai jenis minyak bumi disajikan pada Tabel Tabel 3.13 Komposisi Hidrokarbon Nafta dari Berbagai Jenis Minyak Bumi dan Nafta Hidrorengkah 35

44 Oleh karena konversi naftena menjadi aromatik relatif lebih mudah daripada parafin menjadi aromatik maka proses reformasi umpan nafta naftenik berkadar tinggi (N + 2A) adalah yang terbaik untuk menghasilkan produk reformat dengan perolehan, kadar aromatik dan angka oktana tinggi. Reaksi dehidrosiklisasi dan hidrorengkah parafin berjalan paralel di dalam reaktor ketiga. Kenaikan temperatur operasi akan menaikkan laju kedua reaksi dehidrosiklisasi dan hidrorengkah tersebut, sehingga proses reformasi umpan nafta parafinik akan menghasilkan perolehan produk reformat rendah. [3.14] Pengaruh jenis umpan nafta pada kadar aromatik dari produk reformat disajikan pada Tabel Tabel 3.14 Pengaruh Trayek Didih dan komposisi Hidrokarbon Umpan Nafta pada Komposisi Aromatik dari Produk Reformat Semakin tinggi target angka oktana produk reformat, maka semakin besar pula perbedaan perolehan produk reformat antara umpan nafta naftenik dan umpan nafta parafinik [1,22,23]. Pengaruh (N+2A) dari umpan nafta pada perolehan dan angka oktana reformat disajikan pada Tabel [1,23,24] Senyawa non-hidrokarbon umpan nafta adalah racun katalis yang harus dihilangkan dengan proses penghidromurnian untuk memenuhi persyaratan umpan nafta, yaitu: kadar sulfur (S) <1 ppm, logam (As, Pb, Cu) <0,05 ppm. Katalis reformasi bimetalik diamati lebih peka terhadap racun daripada katalis monometalik sehingga kadar sulfur umpannya harus lebih rendah (< 1 ppb). 36

45 Tabel 3.15 Pengaruh Kadar (N+2A) Umpan pada Perolehan dan Angka Oktana Reformat Katalis Reformasi Katalis reformasi mengandung dua jenis inti aktif; yaitu inti aktif logam platina (sekitar 1% berat) dan inti aktif asam klor alumina (Al 2 O 3 Cl) (sekitar Cl = 1% berat). Katalis reformasi monometalik mempunyai satu jenis logam platina saja dan pemberian logam kedua seperti rhenium dan atau germanium disebut katalis reformasi bimetalik misalnya Pt/Re = 0,35% berat / 0,4% berat dan katalis polimetalik dengan menambahkan dua jenis atau lebih logam. [24] Katalis bimetalik memberikan reaksi aromatisasi naftena dan parafin lebih besar daripada katalis monometalik, sehingga katalis bimetalik tersebut dapat menghasilkan baik perolehan maupun angka oktana dari produk reformat tinggi. [37] Pengaruh katalis reformasi pada karakteristik produk reformat disajikan pada Tabel Tabel 3.16 Pengaruh Katalis Reformasi pada Produk Reformat - 37

46 Katalis reformasi bimetalik dapat beroperasi lebih stabil daripada katalis monometalik pada kondisi berat (tekanan dan rasio H 2 /HC rendah) yaitu suatu kondisi operasi terbaik untuk reaksi aromatisasi naftena dan parafin, sehingga dapat dihasilkan perolehan dan angka oktana reformat yang lebih tinggi daripada katalis reformasi monometalik. [25] Komposisi produk heksana dari reaksi hidrodesiklisasi metil siklopentana dengan katalis mono dan bimetalik disajikan pada Tabel Tabel 3.17 Pengaruh Jenis Katalis Reformasi pada Produk Heksana dari Reaksi Hidrodesiklisasi Metilsiklopentana Data pada Tabel 3.17 tersebut menunjukkan reaksi pemutusan ikatan karbon (C C) dari cincin naftena adalah reaksi hidrogenolisis oleh inti aktif logam katalis dari katalis mono metalik dan reaksi hidrorengkah untuk pemutusan ikatan karbon (C-C) oleh kedua jenis inti aktif (logam dan asam) dari katalis bimetalik. [26] Data ini menunjukkan pula bahwa inti monometalik logam platina beraktivitas terlampau tinggi. Aktivitas optimum logam platina (monometalik) tersebut dapat diperoleh dengan penurunan sebagian aktivitasnya dengan deaktivasi sulfur. Katalis bimetalik diamati lebih peka daripada monometalik terhadap racun sulfur yang berasal dari kotoran umpan nafta. [27] Inti aktif asam (Al 2 O 3 -Cl) dapat menurun aktivitasnya dengan hilangnya sebagian klor (Cl) oleh penetralisasian racun amonia (NH 3 ) yang berasal dari kotoran senyawa nitrogen organik umpan, yang mengakibatkan penurunan reaksi utama isomerisasi dan dehidrosiklisasi. [271] Kadar uap air di dalam sirkulasi gas hidrogen harus dijaga sekitar 20 ppm agar aktivitas inti asam optimum, dengan pemberian etanol ke dalam umpan nafta. Senyawa organik sulfur, nitrogen dan oksigen adalah racun temporer katalis. Logam-logam berat seperti timbel (Pb) dan arsen (As) dapat membentuk paduan (alloy) dengan logam platina sehingga inti aktif logam terdeaktivasi secara permanen. [27] Aglomerisasi (penggabungan) kristal logam platina mulai timbul pada temperatur di atas 500 o C yang mengakibatkan penurunan derajat dispersi sehingga terjadi penurunan luas permukaan inti aktif logam. Katalis reformasi bimetalik diamati lebih rendah tingkat aglomerisasinya daripada katalis reformasi monometalik. 38

47 Untuk kompensasi atas penurunan aktivitas katalis oleh racun katalis tersebut, maka temperatur operasi dapat dinaikkan sampai batas tertentu. Aktivitas katalis dapat dinaikkan dengan regenerasi yaitu oksidasi pada temperatur tinggi untuk menghilangkan endapan karbon pada permukaan katalis dan dilanjutkan dengan tahap klorinasi katalis untuk mengembalikan kembali kadar klor sekitar 1% berat dengan pemberian senyawa klor organik (seperti etilena klorida) yang dicampurkan bersama umpan nafta. Periode regenerasi katalis pada unit semi-regeneratif adalah antara 6 sampai 24 bulan dengan jumlah regenerasi 3 9 kali sebelum penggantian katalis, atau umur katalis adalah sekitar 200 barel umpan nafta per pound katalis Proses Reformasi Katalitik Proses regenerasi katalis dari proses reformasi katalitik adalah dua jenis berikut: proses semi-regeneratif dan proses regenerasi kontinu. Bagan alir proses reformasi katalitik semi-regeneratif disajikan pada Gambar 3.3. [1] Umpan nafta yang telah dimurnikan pada proses penghidropemurnian bergabung dengan hidrogen sirkulasi dan dipanasi di dapur, lalu masuk ke reaktor pertama pada temperatur sekitar 500 o C dan tekanan 3450 kpa. Di dalam reaktor pertama, reaksi endotermik tinggi berlangsung, dehidrogenasi naftena menjadi aromatik berjalan dengan cepat, dan terjadi penurunan temperatur. Sebelum masuk ke dalam reaktor kedua, produk reaktor pertama tersebut dilewatkan lebih dulu ke dapur untuk pemanasan sampai temperatur 500 o C dan di dalam reaktor kedua ini terjadi dua jenis reaksi, yaitu: reaksi endotermik tinggi dari dehidroisomerisasi naftena menjadi aromatik, dan reaksi eksotermik rendah dari isomerisasi parafin sehingga penurunan temperatur di dalam reaktor kedua akan lebih rendah daripada Gambar 3.3 Proses Reformasi Katalitik (Semi-regeneratif) 39

48 di dalam reaktor pertama. Sebelum masuk ke reaktor ketiga, produk reaktor kedua tersebut masih harus dipanaskan terlebih dahulu di dapur sampai dicapai temperatur operasi, dan di reaktor ketiga ini terjadi pula dua jenis reaksi berikut, yaitu: reaksi endotermik tinggi dari dehidrosiklisasi parafin menjadi aromatik dan reaksi eksotermik tinggi dari hidrorengkah parafin menjadi gas. Produk reformasi yang keluar dari reaktor ketiga dilewatkan ke separator melalui penukar panas dengan pendinginan udara, di mana hidrogen yang dihasilkan dalam reaksi-reaksi reformasi dipisahkan untuk kemudian sebagian disirkulasi kembali ke sistem reaktor dan sisanya dipakai untuk proses penghidromurnian. Produk cair reformasi difraksionasi pada kolom stabilizer untuk pemisahan produk gas (C 3 /C 4 ) yang keluar dari atas kolom, dan dari bawah kolom ke luar produk reformat (C 5+ ). Selama terjadi reaksi reformasi, kokas akan terbentuk dan mengendap di permukaan katalis yang akan menurunkan aktivitas katalis. Laju deaktivasi katalis ini dapat diminimalkan dengan menjaga suatu rasio antara hidrogen dan hidrokarbon sekitar H 2 /HC = 6/1 mol/mol di dalam reaktor dengan periode regenerasi katalis sekitar 8 12 bulan. Penurunan aktivitas katalis dapat diimbangi dengan menaikkan temperatur operasi sampai batas tertentu untuk menjaga angka oktana reformat dengan risiko terjadi penurunan perolehan reformat tersebut. Apabila batas maksimum temperatur tercapai dan/atau perolehan reformat terlalu rendah, maka dilakukan regenerasi katalis atau penggantian dengan katalis baru. Untuk mendapatkan kadar aromatik, angka oktana dan perolehan reformat tinggi diperlukan suatu kondisi operasi tinggi yaitu tekanan operasi dan rasio H 2 / HC rendah dengan endapan kokas rendah pula pada permukaan katalis yang dapat diperoleh hanya dengan memakai katalis bimetalik. Pada tekanan kpa ( psi) dihasilkan reformat berangka oktana dengan periode regenerasi satu tahun pada unit semi-regeneratif. Dengan kenaikan tingkat operasi (temperatur dan rasio H 2 /HC tinggi), kedua reaksi hidrorengkah dan dehidrosiklisasi parafin akan naik sehingga terjadi perolehan reformat dengan kenaikan angka oktana reformatnya tinggi (Tabel 3.18). 40

49 Tabel 3.18 Pengaruh Kenaikan Kondisi Operasi pada Produk Reformat Catatan: TDM = Titik didih mula; TDA = Titik didih akhir Proses Regenerasi Kontinu Bagan alir proses reformasi katalitik regenerasi kontinu (Continuous Catalyst Regeneration CCR) disajikan pada Gambar 3.4. [1] Dalam sistem CCR ini, ketiga reaktor tersusun secara vertikal dengan katalis bergerak lambat dari atas ke bawah melalui reaktor tersebut. Aliran katalis yang telah terpakai ditransportasi oleh hidrogen ke suatu sistem regenerasi katalis untuk diregenerasi dan dikembalikan ke puncak reaktor untuk dipakai kembali sehingga aktivitas katalis di dalam reaktor tetap tinggi dan mendekati konstan selama operasi. 41

50 Unit CCR ini dapat dioperasikan pada tekanan rendah yaitu 860 kpa (125 psi) dengan rasio H 2 /HC rendah pula tanpa terbentuknya endapan kokas tinggi pada permukaan katalis. Bagian unit CCR lainnya identik dengan unit semi-regeneratif (SR). Dengan penyempurnaan teknologi regenerasi dan formulasi katalis, maka tekanan operasi pada unit proses dari regenerasi-kedua sistem CCR (a secondregeneration system) dapat diturunkan lagi sampai 345 kpa (50 psi). Gambar 3.4 Proses Platforming UOP (Regenerasi Kontinu) Pada kondisi sistem CCR terakhir tersebut dapat diperoleh kenaikan perolehan dan juga kenaikan angka oktana produk reformat serta ekstra tambahan produksi gas hidrogen dengan kemurnian tinggi (Tabel 3.19). Operasi dengan regenerasi kontinu katalis pada sistem CCR dimungkinkan untuk memperoleh suatu periode yang cukup lama dalam pemakaian katalis, yang pada sistem SR dibatasi siklus regenerasi katalisnya, yaitu sekitar 12 bulan. Reformat merupakan komponen utama bensin yang kedua terbesar setelah komponen bensin rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) dalam pembuatan bensin ramah lingkungan; proporsinya sekitar 20 30% volume. Angka oktana reformat cukup tinggi (RON >92) tetapi distribusi angka oktananya tidak homogen. Bagian ringan fraksi reformat (light end reformate) mengandung isoparafin bercabang rendah (mono-metil) berangka oktana rendah, sedang kadar aromatik tinggi berangka oktana tinggi RON>96 dijumpai di dalam fraksi berat reformat (heavy end reformate). Distribusi angka oktana dan komposisi hidrokarbon produk reformat disajikan pada Tabel

51 Tabel 3.19 Karakteristik Reformat dari Berbagai Jenis Unit Proses Reformasi Katalitik Tabel 3.20 Komposisi Hidrokarbon dan Distribusi Angka Oktana Reformat 43

52 Untuk meningkatkan homogenitas distribusi angka oktana dari produk reformat tersebut, molekul isoparafin bercabang rendah (mono-metil) yang terkandung di dalam fraksi ringan reformat dipisahkan dan dikonversi menjadi isoparafin tinggi bercabang dua atau tiga metil yang berangka oktana tinggi dengan bantuan proses isomerisasi. Kilang minyak Pertamina telah menggunakan delapan unit proses reformasi katalitik baik semi-regeneratif (SR) maupun regenerasi kontinu (CCR) yaitu UP II Dumai/S. Pakning satu SR dan satu CCR; UP IV Cilacap satu SR dan dua CCR; UP V Balikpapan satu CCR; UP VI Balongan satu CCR, dan UP VII Kasim satu SR Proses Isomerisasi Katalitik Proses isomerisasi katalitik ditujukan untuk mengkonversi umpan nafta ringan (C 5 C 6 ) berangka oktana rendah (RON 65 70) menjadi produk isoparafin berangka oktana tinggi RON dengan sensitivitas (RON MON) rendah (baik) dengan bantuan katalis bifungsional. Umpan normal parafin dan isoparafin bercabang tunggal mengalami isomerisasi menjadi isoparafin bercabang banyak, berangka oktana tinggi. Angka oktana produk isomerat dengan proses isomerisasi langsung (satu tahap) hanya mencapai RON 82 84, tetapi dengan pemisahan normal parafin dari isoparafin bercabang satu dari produk campuran isomerat dan mensirkulasikannya kembali bersama umpan nafta ringan (proses isomerisasi dua tahap) akan diperoleh kenaikan angka oktana produk isomerat sekitar 6 8 angka, yaitu RON 92. (1,6,28) Proses isomerisasi dapat pula dipakai untuk pembuatan produk isobutana yang merupakan salah satu umpan proses alkilasi dengan penambahan satu kolom deisobutanizer pada unit proses tersebut. Katalis isomerisasi adalah identik dengan katalis reformasi bifungsional yang mengandung inti aktif logam platina dan inti aktif asam alumina klor dan/atau zeolit yang juga berfungsi sebagai penyangga katalis. Proses isomerisasi pentana (C 5 ) dengan sirkulasi umpan dapat menaikkan angka oktana dari umpan RON menjadi produk isomerat RON 92. Peningkatan angka oktana dari proses isomerisasi heksana (C 6 ) adalah lebih rendah daripada proses isomerisasi pertama tersebut, yaitu sekitar saja. Kenaikan angka oktana dari proses isomerisasi C 5 /C 6 dipengaruhi oleh komposisi C 5 dan C 6 dari umpan nafta ringan. Isomerisasi heptana hanya memberikan isoparafin rendah bercabang satu yang angka oktananya tidak begitu besar. Pada isomerisasi C 6 dan C 7 dapat terjadi reaksi samping hidrorengkah. Angka oktana produk isomerat dari berbagai jenis umpan disajikan pada Tabel [29,30] 44

53 senyawa antara molekul ion karbonium. Selanjutnya senyawa antara ion isokarbonium tersebut berisomerisasi menjadi isomer ion karbonium dan dengan melepas kembali proton (H + ) ke inti asam katalis kemudian dihidrogenasi dengan bantuan inti aktif logam menjadi produk iso-parafin Umpan Isomerisasi Parafin Umpan proses isomerisasi adalah nafta ringan o C yang mengandung sebagian besar pentana (C 5 ) dan heksana (C 6 ) dengan sedikit campuran siklopentana dan metil siklopentana. Umumnya parafin adalah normal parafin dan sedikit isoparafin bercabang satu sehingga angka oktana umpan nafta ringan ini adalah rendah, yaitu sekitar RON Karakteristik hidrokarbon C 5 /C 6 yang dijumpai di dalam umpan nafta ringan disajikan pada Tabel Tabel 3.22 Karakteristik Molekul Hidrokarbon C 5 C Katalis Isomerisasi Parafin Katalis isomerisasi adalah katalis bifungsional yang identik dengan katalis proses reformasi katalitik, yaitu terdiri atas dua jenis inti aktif: inti aktif logam (platina) dan inti aktif asam (Al 2 O 3 -Cl dan Al 2 O 3 -SiO 2 ), yaitu antara lain. [31,32] - - Platina klor alumina -Pt/Al 2 O 3 -Cl - Platina zeolit-pt/al 2 O 3 -SiO 2 - Sulfated metal oxide -platina alumina (Al 2 O 3 ) 46

54 keluar gas hidrogen yang disirkulasikan kembali ke unit. Isomerat cair yang keluar dari bawah separator dimasukkan ke kolom stabilizer untuk menghilangkan produk gas LPG dari produk isomerat tersebut. Benzena di dalam umpan nafta ringan dihidrogenasi menjadi siklo-heksana yang selanjutnya terkonversi sebagian menjadi parafin. Jika proses zeolit satu tahap ini digabung dengan sistem Iso Sieve Molecular diperoleh proses isomerisasi dua tahap Zeolitic Process/TIP. Pada proses ini normal parafin (yang tidak terkonversi) dari produk isomerat dipisahkan dalam kolom absorben berisi pengayak molekul (molecular sieve) berukuran pori tertentu, dan selanjutnya normal-parafin yang telah dipisahkan dari produk disirkulasikan kembali ke dalam reaktor. Proses isomerisasi dua tahap ini dapat menghasilkan produk isomerat berangka oktana tinggi RON 88 yaitu lebih tinggi sekitar 8 angka daripada proses zeolit satu tahap tersebut (Gambar3.6). [1] Gambar 3.6 Proses Isomerisasi TIP Karakteristik umpan dan produk dari proses isomerisasi dengan proses satu dan dua tahap (sirkulasi umpan) disajikan pada Tabel

55 Tabel 3.24 Umpan dan Produk Isomerat dari Proses Zeolit/TIP Proses Penex UOP Proses Penex UOP memakai katalis yang lebih aktif yang dioperasikan pada temperatur lebih rendah ( o C) dengan dua reaktor, dan temperatur reaktor kedua lebih rendah daripada reaktor pertama yang akan meningkatkan derajat isomerisasi umpan parafin. Untuk temperatur operasi rendah ini tidak diperlukan suatu pemanasan khusus dan begitu juga dengan kebutuhan hidrogen yang rendah tidak diperlukan suatu sistem sirkulasi gas hidrogen. Proses Penex satu tahap ini dapat menghasilkan produk isomerat berangka oktana dengan perolehan isomerat mencapai 100% volume. Proses Penex dapat pula dioperasikan dengan sirkulasi umpan, yaitu (Gambar 3.6): - Penex With De-Isohexanizer (DIH) Recycle. Pada proses ini molekul 2- dan 3- metil pentana serta normal heksana dari produk isomerat dipisahkan di dalam kolom deisohexanizer, lalu molekul tersebut disirkulasikan kembali bersama umpan ke dalam reaktor. Maka dihasilkan produk isomerat dengan kenaikan angka oktana sekitar 4 angka dengan perolehan sekitar % volume. 49

56 - Penex/DHI/Pentana PSA. Pada proses ini dilakukan penambahan sirkulasi normal pentana ke reaktor yang dipisahkan dari produk cair isomerat pada Pentane Pressure Swing Adsorption (PSA), maka diperoleh produk isomerat dengan kenaikan angka oktana lagi sekitar 3 4 angka dengan perolehan sekitar % volume. Gambar 3.6 Proses Penex UOP dengan Sirkulasi Deisoheksaniser Unit proses isomerisasi dengan sirkulasi umpan dapat menghasilkan isomerat berangka oktana RON 91 dan MON 90 yang mendekati angka oktana dari komponen utama bensin alkilat; kedua komponen bensin tersebut sama-sama bebas dari kandungan olefin dan aromatik. Peranan isomerat ini dalam pembuatan bensin ramah lingkungan cukup penting, yaitu sekitar 11% vol pada pembuatan bensin ramah lingkungan. Produk isomerat dari proses isomerisasi satu tahap dan dua tahap disajikan pada Tabel Proses isomerisasi katalitik telah dioperasikan pada UP VI Pertamina Balongan. Unit pengolahan yang telah mengoperasikan proses refomasi katalitik mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan gas hidrogen pada unit pemurnian umpan nafta ringan dan proses isomerisasinya sehingga memungkinkan untuk dibangun suatu unit proses isomerisasi nafta ringan pada unit pengolahan Pertamina lainnya yaitu pada UP II Dumai, UP IV Pertamina Cilacap, UP V Balikpapan dan UP VII Kasim, agar supaya dapat ditingkatkan potensi untuk pembuatan bensin ramah lingkungan Proses Alkilasi Proses alkilasi dari umpan campuran antara molekul olefin C 3 /C 4 /C 5 dan isoparafin C 4 dengan bantuan katalis asam, adalah untuk pembuatan produk alkilat berangka oktana tinggi yang merupakan salah satu komponen utama bensin. [1,7] 50

57 Umpan olefin yaitu propilena, butilena dan amilena diperoleh dari proses rengkahan baik termal (coking dan visbreaker) maupun katalitik (rengkahan katalitik). Sumber isoparafin seperti isobutana dan isopentana dihasilkan dari proses perengkahan katalitik, reformasi katalitik, penghidrorengkahan dan proses isomerisasi butana dan pentana. Isobutana lebih banyak dipakai pada proses alkilasi daripada isopentana yang dapat langsung dipakai sebagai komponen bensin. Umpan olefin dan iso-parafin harus kering dengan kandungan sulfur rendah untuk mengurangi kebutuhan katalis asam dan menjaga mutu produknya. Rasio tinggi antara iso-butana dan olefin menghasilkan produk alkilat berangka oktana tinggi dengan titik didih akhir rendah. Angka oktana (RON) produk alkilat dari berbagai jenis umpan olefin propilena, butilena, isobutilena, amilena dan propilena/ butilena adalah sekitar Karakteristik produk alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Tabel Pada temperatur tinggi, reaksi akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana tinggi dengan titik didih akhir rendah, tetapi reaksi alkilasi tidak berjalan baik pada temperatur <35 o C. Proses alkilasi dengan katalis asam sulfat lebih sensitif terhadap temperatur reaktor daripada dengan katalis asam fluorida. Tekanan operasi harus cukup untuk menjaga hidrokarbon umpan dan katalis asam dalam keadaan cair. Pada kondisi operasi yang sama, karakteristik produk alkilat tidak berbeda banyak bila menggunakan katalis asam baik asam sulfat maupun asam fluorida. Tabel 3.25 Karakteristik Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin 51

58 Reaksi Alkilasi Reaksi alkilasi dengan katalis asam dimulai dengan pembentukan ion karbonium (C + H ) dengan mentransfer proton 4 9 (H+ ) dari katalis asam ke molekul umpan olefin, dan kemudian ion karbonium tersebut berkombinasi dengan molekul umpan isobutana untuk menghasilkan kation tertier butil (iso C + H 23] ).[7, 8 9 Reaksi antara kation tertier butil tersebut dengan umpan butilena-1 dan butilena- 2 akan membentuk masing-masing ion karbonium oktil (iso C + H ) dengan dua 8 17 cabang (dimetil) dan tiga cabang (trimetil) yang selanjutnya akan bereaksi dengan molekul umpan isobutana untuk menghasilkan produk alkilat isooktana yaitu masing-masing bercabang dua dan tiga metil Gambar 3.7). [23] Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi 52

59 Gambar 3.7 Mekanisme Reaksi Alkilasi (lanjutan) Dengan isomerisasi umpan butilena-1 menjadi butilena-2 yang kemudian berkombinasi dengan umpan isobutana, maka produk alkilasi akan menghasilkan isooktana bercabang tiga metil, berangka oktana lebih tinggi. Salah satu reaksi penting dalam proses alkilasi propilena adalah terbentuknya isobutilena dari hasil kombinasi kedua molekul umpan propilena dan isobutana, dan berkombinasinya molekul isobutilena tersebut dengan umpan isobutana akan menghasilkan produk isooktana bercabang tiga metil yang berangka oktana -RON Isobutilena tersebut terbentuk dengan timbulnya transfer hidrogen dari isobutana ke propilena. Reaksi alkilasi adalah eksotermis dengan pelepasan panas reaksi sekitar BTU per barel isobutana bereaksi. [7] Katalis Alkilasi Katalis asam sulfat dan asam fluorida kuat digunakan pada proses alkilasi umpan olefin dan isoparafin. Kekuatan asam kedua katalis tersebut harus dijaga di atas 88% berat agar supaya tidak terbentuk reaksi polimerisasi. Asam sulfat mengandung SO 3 bebas atau berkonsentrasi di atas 99,3% berat dapat menimbulkan reaksi samping polimerisasi. Kekuatan optimal asam fluorida adalah sekitar 82 93% berat dengan kadar air 1% volume. Untuk menjaga kekuatan asam sulfat >88% berat, maka sebagian katalis yang telah dipakai diganti dengan katalis baru asam sulfat 99,3 % berat. Pemakaian katalis asam fluorida adalah sekitar lb per barel produk alkilat. [8] 53

60 Kelarutan isobutana di dalam fase asam hanya sekitar 0,1% berat di dalam katalis asam sulfat, dan 3% berat di dalam katalis asam fluorida. Terlarutnya sebagian kecil polimer bersama olefin di dalam katalis asam akan dapat menaikkan kelarutan isobutana di dalam katalis asam tersebut. Olefin lebih mudah larut daripada isobutana di dalam fase asam. Rasio antara katalis asam dan umpan hidrokarbon dapat mengontrol derajat kontak antara katalis dan hidrokarbon. Rasio rendah akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana rendah dengan titik didih akhir tinggi, sedang kelebihan katalis asam di dalam reaktor akan terjadi pada rasio tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, pada suatu kondisi proses alkilasi tertentu dapat diperoleh rasio optimal antara katalis asam dan hidrokarbon umpan. Karakteristik produk alkilat dengan katalis asam sulfat dan asam fluorida disajikan pada Tabel Tabel 3.26 Karakteristik Produk Alkilat dengan Umpan Butilena Unit Proses Alkilasi Umpan olefin dan isobutana harus kering dengan kadar sulfur rendah untuk mengurangi kelebihan katalis asam dan menjaga mutu produk alkilat. Umpan kering olefin dan isobutana bersama sirkulasi isobutana dimasukkan ke dalam reaktor melalui beberapa pipa untuk menjaga temperatur sepanjang reaktor. Reaksinya bersifat eksotermik dan panas reaksi tersebut dibuang melalui penukaran panas dengan sejumlah besar air bertemperatur rendah untuk menjaga temperatur optimal reaksi sekitar 35 0 C. Keluaran dari reaktor masuk ke dalam pengendap (settler) dan dari situ endapan asam (Gravitas Spesifik = 1 dan alkilat = 0,7) disirkulasikan ke reaktor. Fase hidrokarbon berkadar HF 1 2% mengalir melalui penukar panas ke pelucut isomer (isostripper). 54

61 Butana jenuh (make up) juga dimasukkan ke isostripper. Produk alkilat dikeluarkan dari bawah isostripper. Isobutana yang belum bereaksi ditampung dari samping isostripper dan disirkulasikan kembali ke reaktor. Semua produk dibebaskan dari HF dengan pemurnian KOH sebelum meninggalkan unit. Pada bagian atas isostripper keluar isobutana, propana dan HF dikirim ke dalam depropanizer. Keluaran dari atas depropanizer dibersihkan dari HF, dan akan dihasilkan produk propana bermutu tinggi dari bawah stripper. Dari bagian bawah depropanizer dihasilkan isobutana untuk disirkulasikan kembali ke reaktor. Sirkulasi HF diregenerasi secara kontinu pada suatu tingkat yang diinginkan untuk mengontrol mutu alkilat dan menurunkan konsumsi HF. Bagian kecil dari polimer dan azeotrop HF (constant boiling mixture CBM) dikeluarkan dari regenerator HF untuk dinetralisasi (Gambar 3.8). [1]. Gambar 3.8 Proses Alkilasi HF - UOP Alkilat berangka oktana tinggi dengan distribusi angka oktana baik dan sensitivitas rendah (baik) memberikan keuntungan di negara-negara Eropa yang mensyaratkan angka oktana motor (MON) dan Amerika Serikat dengan persyaratan knock performance, yaitu (RON + MON)/2 pada spesifikasi bensin. Angka oktana alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Tabel Alkilat mengandung isoparafin dan bebas dari hidrokarbon tak jenuh (olefin dan aromatik). Pemakaian alkilat pada pembuatan bensin ramah lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 2000 [10] sekitar 15% volume. Komposisi molekul isoparafin dari alkilat disajikan pada Tabel

62 Tabel 3.27 Angka Oktana Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin Tabel 3.28 Total Kadar Atom Karbon Isoparafin dari Alkilat Sehubungan dengan katalis asam bekas dapat mencemari lingkungan, maka sejak tahun 200 an beberapa industri katalis sedang mengembangkan katalis baru yaitu suatu katalis butir padat identik telah katalis heterogen industri lainnya, tetapi belum ada informasi lengkap yang dipublikasikan. Kondisi operasi identik dengan proses alkilasi dengan memakai katalis HF, yaitu: temperatur reaktor o C, dan rasio isobutana/olefin sekitar 10 15:1. Unit pengolahan Pertamina mengolah berbagai jenis minyak bumi sebesar MBCD pada tujuh unit yang mengoperasikan 12 unit proses konversi yang berpotensi dalam pembuatan umpan proses alkilasi isobutana dan olefin (propilena dan butilena) lihat Tabel

63 Tabel 3.29 Potensi Pembuatan Umpan Proses Alkilasi di Unit Pengolahan PERTAMINA Unit pengelolahan Pertamina mengoperasikan baru satu unit proses alkilasi dengan katalis asam sulfat di UP III Plaju/S. Gerong. UP VI Balongan memakai produk gas olefin dari proses perengkahan katalitik untuk proses polimerisasi (kondensasi) untuk pembuatan komponen bensin polimer. UP II Dumai/S. Pakning dan UP IV Cilacap mempunyai potensi untuk pembangunan suatu proses alkilasi agar supaya dapat ditingkatkan potensi kilang tersebut dalam pembuatan bensin ramah lingkungan Proses Polimerisasi Proses polimerisasi atau proses kondensasi katalitik umpan olefin rendah dengan katalis asam akan menghasilkan produk oligomer olefin (bensin polimer atau polygasoline) berangka oktana tinggi RON dengan trayek titik didih mendekati trayek didih bensin. Umpan olefin adalah propilena (C 3 ) dan butilena (C 4 ) yang dihasilkan dari proses perengkahan baik termal maupun katalitik, dan produk bensin polimer yang dihasilkan mengandung olefin C 6, C 7, dan C 8 (bensin polimer). [8,33] Proses UOP Catalytic Condensation Olefin C 3 /C 4 menggunakan katalis asam fosfat kieselguhr (katalis padat) untuk menghasilkan produk bensin polimer. Proses ini adalah proses polimerisasi non-selektif yang dapat juga dipakai untuk polimerisasi olefin C 3 /C 4 menjadi produk olefin berat bertrayek titik didih tinggi seperti bahan bakar avtur dan solar, yang produknya ini masih perlu dihidrogenerasi untuk menjenuhkan hidrokarbon olefinnya. [34] Proses IFP Dimersol mempolimerisasi olefin propilena (C 3 ) dengan menggunakan katalis asam fosfat dan juga katalis alkil alumina untuk pembuatan produk dimer (heksena) yang digunakan sebagai komponen bensin dimat. Proses dimersol ini adalah proses polimerisasi selektif yang dapat juga dipakai untuk dimerisasi olefin C 3 /C 4 khusus untuk pabrik alkohol. [35] Polimerisasi etilena akan menghasilkan produk polimer berat, sedang pentena sudah dapat langsung dipakai sebagai komponen bensin. Proses polimerisasi 57

64 propilena berjalan lebih lambat daripada butilena. Pada temperatur rendah, tekanan tinggi dengan konversi umpan rendah, proses polimerisasi olefin tersebut dapat menghasilkan produk bensin polimer berangka oktana tinggi. Produk polimer berat dihasilkan pada proses polimerisasi olefin pada temperatur dan tekanan tinggi. Kondisi operasi proses polimerisasi olefin adalah temperatur sekitar o C dan tekanan sekitar kg/cm 2. [8] Bensin polimer dengan kandungan olefin tinggi >90% vol mempunyai angka oktana tinggi dengan sensitivitas (RON-MON) tinggi (kurang baik) (Tabel 3.30). Sensivitas tinggi dari bensin polimer tersebut merupakan suatu kelemahannya dibanding komponen bensin alkilat tetapi kedua bensin (polimer dan alkilat) mempunyai distribusi angka oktana homogen (baik). Keuntungan proses polimerisasi ini, ialah bahwa ia tidak memerlukan umpan isobutana yang produksinya terbatas seperti halnya proses alkilasi. Tabel 3.30 Angka Oktana Bensin Polimer Reaksi Polimerisasi Reaksi polimerisasi olefin dengan katalis asam berjalan dengan pembentukan senyawa antara ion karbonium dari umpan olefin dan proton (H + ) dari katalis asam. [8,331] Ion karbonium memberikan beberapa reaksi, di antaranya: - Membentuk ion karbonium besar dengan bergabung dengan umpan olefin. - Pecah menjadi ion karbonium kecil dan olefin. - Berisomerisasi dengan perpindahan posisi proton (H + ) dan/atau grup metil (CH 3 ) menjadi isomer ion karbonium. - Mengikat anion hidrogen (H - ) dari olefin umpan dan terbentuk parafin dan/atau melepas proton (H + ) menjadi olefin. 58

65 Reaksi antara senyawa antara ion karbonium dengan umpan olefin akan menghasilkan produk polimer olefin (bensin polimer) dan proton (Gambar 3.9). Proses polimerisasi propilena non-selektif menghasilkan produk dimer (isoheksena) sekitar 2 5% volume dari umpan propilena dan sisanya produk terimer (isononena) dengan kadar dimetil heptena sekitar 60% volume. Pada temperatur tinggi dengan kekuatan asam katalis tinggi yaitu: H 2 SO 4 > 90% berat, reaksi polimerisasi lanjut dapat terjadi antara ion karbonium dan produk dimer yang menghasilkan produk parafin dan ion karbonium olefin, melalui pelepasan proton dari ion karbonium olefinik tersebut akan terbentuk diolefin yang berpotensi untuk membentuk polimer tinggi (kokas) yang dapat merusak katalis polimer (Gambar 3.10). [1] Gambar 3.9 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Olefin Katalis Polimerisasi Katalis polimerisasi terdiri atas empat jenis, [14] yaitu katalis asam fosfat cair, katalis padat asam fosfat dengan penunjang kieselguhr, kupri pirofosfat dengan karbon aktif sebagai pendukung,dan katalis alkil aluminium (senyawa organik (33, 35,36) kompleks berbasis pada Raney nikel). 59

66 Gambar 3.10 Pembentukan Diolefin Laju reaksi polimerisasi olefin dipengaruhi oleh konsentrasi katalis asam. Konsentrasi asam tinggi mengarah ke pembentukan polimerisasi tinggi yang akan membentuk produk poliolefin/residu yang akan menutupi permukaan katalis padat. Aktivitas katalis mempengaruhi derajat konversi umpan olefin, sedang kualitas produk polimer yang dihasilkan ditentukan oleh selektivitas katalis tersebut. Derajat hidratasi optimum dari katalis padat dapat menghasilkan katalis beraktivitas tinggi. Makin tinggi temperatur makin tinggi diperlukan derajat hidratasi katalis yang diperlukan. Derajat hidratasi katalis harus dijaga tetap dengan injeksi air ke dalam umpan olefin. Racun katalis asam fosfat adalah senyawa sulfur, basa, amonia, senyawa nitrogen organik. Oksigen dapat mempercepat reaksi polimerisasi tinggi yang produknya akan mengendap pada permukaan katalis padat. Umpan olefin yang mengandung kadar butadiena > 3% vol akan terpolimerisasi menjadi kokas Unit Polimerisasi Unit polimerisasi terdiri atas dua macam proses berikut: Proses Kondensasi UOP dan Proses Dimersal IFP. olefin. 60

67 Proses Kondensasi UOP Umpan olefin C 3 /C 4 dimasukkan ke dalam reactor feed surge drum dan dicampur dengan propana dan/atau butana sebagai pengencer umpan olefin <30% volume untuk membatasi panas reaksi polimerisasi. [8] Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam reaktor yang berisi beberapa lapisan katalis padat dan juga sebagian campuran umpan diinjeksikan di antara lapisan katalis tersebut untuk menjaga kenaikan temperatur tinggi. [ii] Produk polimer dimasukkan ke dalam bejana sentak (flash drum) setelah didinginkan pada penukar panas oleh campuran umpan, dan uap dari atas flash drum didinginkan dan lalu disirkulasikan ke umpan dan juga sebagai injeksi umpan ke samping reaktor. Produk cair dari bawah flash drum dimasukkan ke dalam kolom pemantap stabilizer untuk mendapatkan produk bensin polimer dengan tekanan uap (RVP) yang diinginkan dan produk LPG keluar dari atas kolom stabilizer. Kondisi operasi adalah temperatur sekitar o C dan tekanan sekitar 3,45 6,9 MPa ( psi) (Gambar 3.11). [35] Gambar 3.11 Proses Kondensasi Katalitik UOP Air diinjeksikan ke dalam umpan hidrokarbon untuk menjaga derajat hidratasi katalis. Katalis kekurangan air dapat menimbulkan pembentukan produk polimer tinggi dan kokas, sedang katalis yang terlalu basah mengakibatkan katalis menjadi lembut yang akan menyumbat reaktor. Dengan menjaga derajat kadar air katalis 61

68 (katalis optimal) dan mengontrol kotoran umpan, akan diperoleh umur optimal katalis. Karakteristik produk bensin polimer disajikan pada Tabel Tabel 3.31 Karakteristik Produk Bensin Polimer 60 o /60 o F Catatan: TDM = Titik Didih Mula, dan TDA = Titik Didih Akhir PROSES DIMERSOL IFP Proses dimersol olefin propilena dengan katalis alkil aluminium menghasilkan produk dimer (heksena) atau dimat berangka oktana RON 97 yang dipakai sebagai komponen utama bensin. Proses berjalan pada temperatur kamar dan tekanan yang cukup untuk membuat umpan propilena dalam fase cair. Umpan propilena harus berkadar tinggi, karena campuran hidrokarbon etilena dan butilena akan meracuni katalis. Kotoran umpan yaitu air, asetilena, sulfur, propadiena dan butadiena harus dibatasi, sehingga diperlukan pemurnian umpan propilena sebelum diolah (Gambar 3.12). [36] Katalis diinjeksikan ke dalam umpan yang disirkulasi sekitar reaktor yang dikelilingi pendingin untuk pengontrolan temperatur reaktor. Produk dimat diinjeksikan dengan amonia untuk merusak katalis dengan pembentukan garam yang dapat dihilangkan dengan pencucian air sekitar 15 (galon per menit) per 1000 (barrel per stream day-barel per hari operasi) BPSD produk dimat. Dimat yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam kolom stabilizer untuk pemisahan produk 62

69 propana/lpg dari produk utama dimat tersebut. Karakteristik produk dimat ditunjukkan pada Tabel Gambar 3.12 Unit Dimersol IFP Tabel 3.32 Karakteristik Produk Dimat 63

70 Table 3.34 Komposisi Hidrokarbon Berbagai Jenis Komponen Bensin (dalam %-vol.) Catatan: (*) = Parafin+Naftena banyak sulfur harus juga dibatasi pada pembuatan bensin ramah lingkungan. Pengaruh komponen utama bensin tersebut pada kontribusi berbagai pembatasan karakteristik dari bensin hasil pencampurannya disajikan pada Tabel Untuk peningkatan proporsi reformat dalam bensin ramah lingkungan berkadar benzena < 1% vol, maka reformat tersebut harus difraksinasi untuk pemisahan Tabel 3.35 Kontribusi Komponen Bensin pada Kadar Benzena, Sulfur dan T90 > 330 o F pada Bensin Hasil Pencampurannya 65

71 bagian ringan reformatnya yang mengandung isoparafin bercabang sedikit dan benzena, dan selanjutnya fraksi tersebut dihidroisomerisasi untuk peningkatan angka oktananya (menjadi isoparafin bercabang banyak) dan sekaligus untuk penurunan kadar benzenanya (Gambar 3.13). Gambar 3.13 Penurunan Kadar Benzena dalam Reformat Penurunan kadar sulfur dari bensin rengkahan katalitik dilakukan dengan bantuan proses penghidropemurnian selektif agar kadar hidrokarbon aromatik berangka oktana tinggi tidak banyak terhidrogenasi. Komposisi komponen bensin untuk pembuatan bensin ramah lingkungan dan batasan kadar hidrokarbon sulfur dan aditif komponen oksigen oksigenat dari bensin ramah lingkungan dari berbagai negara disajikan pada Tabel 3.36 dan [38] Spesifikasi bahan bakar bensin untuk Indonesia disajikan pada Tabel Dalam pembuatan bensin ramah lingkungan, komponen bensin bermutu tinggi perlu ditingkatkan baik jumlah unit prosesnya maupun kapasitas umpannya pada kilang minyak yaitu unit proses perengkahan katalitik, reformasi katalitik, isomerisasi, dan alkilasi. 66

72 Tabel 3.36 Komposisi Komponen Bensin untuk Pembuatan Bensin Ramah Lingkungan (% vol.) Catatan: A* = Potensi Bensin Amerika Serikat 1995 B* = Bensin Rata-rata Amerika Serikat C* = Model Perengkahan Katalitik dengan aditif MTBE D* = Bensin Tanpa Timbel di Kilang Riyad E* = Bensin Reformasi F* = Komponen Bensin Rata-rata dari Proses Katalitik di Kilang ASEAN Tabel 3.37 Batasan Kadar Hidrokarbon Bensin Berbagai Negara Tabel 3.38 Catatan: 2000-CARB = California Air Source Board. 67

73 3.3 BENSIN KOMERSIAL INDONESIA Bahan bakar minyak bensin komersial Indonesia dibuat pada kilang PT. Pertamina berkapasitas pasang minyak mentah sekitar juta barel per hari pada enam unit pengolahan (UP) berikut: UP II Dumai/S.Pakning, UP III Plaju/S. Gerong, UP IV Cilacap, UP V Balongan, UP VI Balongan dan UP VII Kasim. Bensin komersial diramu dari sekitar 75% volume dari blending beberapa jenis komponen utama bensin (HOMC) dengan sisanya 25% volume komponen dari campuran beberapa jenis penunjang bensin (LOMC). Komponen utama bensin (HOMC), yang diproduksi pada kilang minyak nasional tersebut adalah alkilat, dimate, isomerat, reformat dan bensin rengkahan katalitik dan komponen penunjang bensin (LOMC) antara laini nafta hasil distilasi dan hidrorengkahan. Bahan bakar minyak jenis bensin Indonesia terdiri atas tiga jenis, yaitu Premium -88, Pertamax -91 dan Pertamax -Plus -95 yang spesifikasinya mengacu pada SK Dirjen Migas No K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 (Tabel 3.38) Tabel 3.38 Spesifikasi Bensin Indonesia 3.4 KESIMPULAN Bahan bakar ramah lingkungan haruslah diramu dari berbagai jenis komponen utamanya yang dihasilkan dari berbagai jenis proses katalitik berteknologi tinggi. Komponen utama bensin (High Octane Mogas Component HOMC) diperoleh 68

74 dari proses katalitik berikut: perengkahan katalitik, reformasi katalitik, isomerisasi, alkilasi, dan polimerisasi. Proses perengkahan katalitik distilat berat dan residu dengan bantuan katalis silikat alumina (Al 2 O 3 -SiO 2 ) dapat menghasilkan bensin rengkahan katalitik (cat. cracked gasoline) berangka oktana riset (RON) tinggi dengan distribusi angka oktananya baik (homogen). Kadar olefin dan aromatik tinggi dari komponen bensin ini mempunyai oktana motor (MON) rendah sehingga sensitivitasnya besar. Untuk meningkatkan unjuk kerja, katalis perengkah telah dikembangkan dengan penyempurnaan struktur zeolit dan katalis matriks untuk membuat zeolit terdistribusi dengan baik di dalam bubuk katalis alumina-silikat amorf. Proses reformasi katalitik nafta berat dengan memakai katalis reformasi bimetalik akan menghasilkan reformat berangka oktana riset (RON) tinggi dengan distribusi angka oktana rendah (tidak homogen) dengan angka oktana motor (MON) rendah sehingga sensivitasnya besar. Reformat ini mengandung kadar benzena dan total aromatik tinggi. Untuk meningkatkan unjuk kerja katalis reformasi, telah dikembangkan inti aktif logamnya dengan penambahan satu atau dua logam lain (Re, Ge) yang dikenal dengan nama katalis reformasi bimetalik dan polimetalik. Proses isomerisasi nafta ringan dengan bantuan katalis bifungsional akan menghasilkan isomerat berangka oktana riset (RON) tinggi dengan distribusi angka oktana baik (homogen) dan tidak mengandung hidrokarbon tak-jenuh aromatik dan olefin. Angka oktana motornya (MON) juga tinggi sehingga sensivitasnya rendah. Unjuk kerja katalis isomerisasi telah dikembangkan baik inti aktif logamnya maupun inti aktif asamnya dengan memakai zeolit. Dari proses alkilasi isobutana dan olefin rendah (propilena dan butilena) dengan bantuan katalis asam (H 2 SO 4 dan HF) akan diproduksi alkilat berangka oktana riset (RON) dan motor (MON) tinggi dengan sensitivitas rendah, distribusi angka oktana baik (homogen). Alkilat ini mengandung sebagian besar molekul hidrokarbon iso-parafin. Proses polimerisasi/kondensasi olefin rendah (propilena, butilena dan amilena) dengan memakai katalis asam fosfat (cair dan padat) menghasilkan bensin polimer (polygasoline) berangka oktana riset (RON) tinggi dengan distribusi angka oktana baik (homogen), tetapi angka oktana motornya (MON) rendah sehingga sensivitasnya besar. Polygasoline ini terdiri atas sebagian besar molekul olefin. Pengembangan katalis polimerisasi ini diarahkan pada katalis padat. Kilang Pertamina telah memakai berbagai proses katalitik untuk pembuatan komponen utama bensin tetapi masih perlu ditambah baik jenis jumlah unit maupun kapasitasnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Cluer, A., (2000), Gasoline Process, Modern Petroleum Technology, vol 2, Downstream Pubs, Institute of Petroleum New York, p Peer, R.L. et al. (1988), CCR Platforming: Increased Aromatics Through Continuing Inovation, UOP Technology Conference. 69

75 3. Special Report (1996), Fuel Quality Standards for Year 2000, Proposed by the European Commission, Fuels and Lubes International. Dec, vol 2, no.12, p World-Wide Fuel Charter (2001), 5 th Annual Fuels & Lubes ASIA Conferences, Singapore Jan Al-Mute, I. S (1996), How to Implement a Gasoline Pool Lead Phase-Down, Hydrocarbon Processing ; Feb, p UOP., (1995), New Platforming Technology for Changing Needs and Increased Profitability, Special Report. 7. Mistik, A.V., Smith, K.A., and Pinkerton R.D., (1957), Adv. Chem. Ser, 5 (97). 8. Jones, E. (1956), Polymerization of Olefines from Cracked Gases, Advances in Catalysis, III, p. 219, Academic Press, Inc. New York. 9. Badoni, R. P., Uma Shanker and Kumar,Y. (1997), FCC as Mother Unit for Octane Exhanger and Petrochemicals, ASCOPE 97 Conference Jakarta, Nov Bailey, C. L. (1973), Diesel Engine Fuels, Modern Pe-troleum Technology, Applied Science Publ. Ltd., hlm Courtes J. D., (2000), Lead Phase-Out and the Challengers of Developing Future Gasoline Specifications, 6 th Annual Fuels & Lubes Conference, January Singapore. 12. The Role of Fluid Catalyst Cracking in the 21 st Century (1997), Fuel Technology & Management 4 th Quarter. 13. Nasution, A.S., dan Gafar, A. (1987), Pengujian Aktivitas Katalis Perengkahan Silika Alumina dengan Umpan Fraksi Berat Minyak Bumi, Seminar Pemanfaatan Zeolite, PPPTM Bandung. 14. IFP (1975), A New Answer to A New Gasoline Market, Technical Presentation , p Harvis, J.R. (1998), Use Desalting for FCC Fredstchs, Hydrocarbon Processing, Aug., p Nasution, A.S., Jasjfi, E., and Legowo E.H., (2003), Zeolite Cracking Catalyst, Lemigas Scientific Contributions, No Rajagopalan, K., and Habit E.T. Jr. (1992) Select Catalyst Support Properties Needed For Gas Oil or Resid Cracking, Hydrocarbon Processing; Sept., p Technology Catalysts (1998), Excessive RFCCU Catalysts Deactivation, Improving Catalyst Accessibility, Hydrocarbon Asia, July/Aug,p Germani, J.E, 1969, Catalytic Conversion of Hydrocarbon Academic Press Inc, 111 Fifth Av. New Yrok. 20. Nasution, A.S., (1985), Catalytic Reforming Naphtha for Gasoline and Aromatic Production, Congress Interamericano de Inginero Quimika, Lima, Peru, Sept

76 21. Schwarzenbek, E.F,. (1973), Catalytic Reforming, Origine and Refining of Petroleum, Am. Chem. Society, Washington DC. 22. Nasution, A.S., (1994), Catalytic Reforming for Aromatic Production, (1994), Reforming, LNG & Petroleum ASIA 194, Singapore, Dec, Gruse, W.A and Stevens, D.R, (11960), Chemical Technology of Petroleum; 3 rd edn (Mc Graw _ Hill Book Company, New York), pp Montarnal. R. (1965), Reformation Catalytic, Raffirage et Genie Chemique, Tom 1 p , Ed Technip, Paris. 25. Nasution, A.S., (1984), Conversion of Normal Hexane and Methyl Cyclopentane into Benzena using Reforming Catalysts, Congress of Asian Pacific Confederation of Chemical Engineering, Bangkok, Thailand, Oct Kramer, R, and Zuegg H., (1983), The Hydrogenalisis of Methycyclopentana on Platinum Model Catalysts, Journal of Catalysts, 80 pp Nasution, A. S., (1981), Influence of Poison Compounds Upon the Activity of Mono and Bi-Metallic Reeformer Catalysts, World Congress of the Catalysts Toronto, Canada, Vol Nasution, A.S., (1971), Proses Isomerisasi Katalitik, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, No 1, Th X. 29. Bour, G., Schwoerev, C.P,and Asselin, G.F, (1970 ),Oil Gas Journal, 68 (43), Institude of Petroleum, (1984), Modern Petroleum Technology, 5 edn. London. 31. Rabo, J.A., (1976). Catalytic Properties of Metal Containing Zeolites, Zeolite Chemistry and Catalytic, American Chemical, Washington, D. C, Riberio, F.R., et al., (1984), Use of Platinum HY Zeolite and Platinum H Mordenite in the Hydroisomerization of n-hexane, Zeolite: Science and Techonolgy, Martinus Nijhoff Publishers, the Hague/Boston/Lamcater, Mc Mahon, C, and Solomon, E., (1963), Polimerization of Olefins as a Refining Process, Advances in Petroleum Chemistry and Refining Interiance Publishers, New York, Meyer. R. A., (1996), Handbook of Petroleum Refining Process, 2nd edn, Mc Graw Hill, New York UOP, (1998), Catalytic Condensation Process-Motor Fuel, Leaflet. 36. IFP, (1976), A New Answer to a New Gasoline Market, Technical Presentation. 37. Nasution A.S., and Jasjfi E., (2001), Reformulated Gosoline Production and Problems of ASEAN Refineries, 3rd Int. Colloquim on Fuels, Osfildren., Germany Jan Nasution, A.S., and Jasjfi, E, (1998). Production of Unleaded Gasoline in ASEAN Countries, 56 th ASCOPE Technical Committee Meeting, Bangkok, Thailand, October 29 30,

77 BAB 4 PROSES PEMBUATAN SOLAR RAMAH LINGKUNGAN Solar mempunyai kisaran titik didih antara 200 o sampai dengan 370 o C dan terdiri atas hidrokarbon parafin, olefin, naftena dan aromatik. Umumnya komponen solar terdiri atas hidrokarbon distilasi langsung dari minyak bumi (straight run gasoil), namun komponen solar lainnya seperti solar rengkahan termal (visbroken gasoil dan coker gasoil) dan proses katalitik (cycle gasoil dan hydrocracked gasoil) juga banyak digunakan. [1,2] Mutu solar distilasi langsung dari minyak bumi dipengaruhi oleh sifat umpan minyak bumi tersebut, antara lain komposisi hidrokarbon dan kadar sulfur. Kadar sulfur dari solar distilasi langsung meningkat dengan naiknya kadar sulfur umpan. Minyak bumi parafinik menghasilkan produk solar yang massa jenisnya lebih rendah daripada solar yang berasal dari minyak bumi naftenik. [3,4,5] Solar rengkahan, baik yang berasal dari rengkahan termal maupun rengkahan katalitik (kecuali hasil penghidrorengkahan hydrocracked gasoil) mengandung persentase aromatik dan olefin yang lebih besar daripada solar hasil distilasi langsung. Mutu komponen solar dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya massa jenis, kadar hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin), kadar nonhidrokarbon (belerang, nitrogen dan oksigen), warna dan stabilitas. Untuk mencapai sasaran program langit biru, maka kadar komponen racun gas buang dari kendaraan bermotor harus diturunkan, antara lain hidrokarbon (HC), gas racun (NO x, CO dan SO c) dan partikulat (particulate). Pengaruh kadar aromatik dan angka setana pada emisi gas buang hasil pembahasan solar disajikan pada Tabel 4.1. Solar ramah lingkungan yang dicirikan antara lain oleh: angka setana tinggi; kadar aromatik dan sulfur rendah; dan kisaran titik didih yang lebih ketat, dapat diramu dari komponen solar bermutu tinggi yaitu solar hidrorengkahan (hydrocracked gasoil) dan solar hidromurnian (hydrotreated gasoil). [4,6,7,8] Tabel 4.1 Pengaruh Komposisi Solar pada Emisi Gas Buang Catatan: g/bhp.h = gram per barrel horse power per hour. 72

78 Unjuk kerja proses penghidrorengkahan dan proses penghidropemurnian, karakteristik komponen solar, dan spesifikassi solar ramah lingkungan dari berbagai negara dan Indonesia dibahas berikut ini. 4.1 PROSES PEMBUATAN KOMPONEN UTAMA SOLAR Proses Penghidrorengkahan Proses penghidrorengkahan adalah reaksi antara hidrogen dan distilat berat minyak bumi, yaitu distilat vakum (vacuum distillate), minyak awa-aspal, (deasphalted oil) dan distilat-termal berat (heavy thermal distillate), dengan bantuan katalis bifungsional. Proses ini menghasilkan berbagai jenis produk bernilai tinggi, antara lain bahan bakar minyak bermutu tinggi (kerosin, avtur, dan solar), bahan dasar pelumas, serta nafta ringan untuk umpan proses hidroisomerisasi dan nafta berat sebagai umpan proses reformasi katalitik untuk pembuatan komponenkomponen utama bensin (isomerat, dan reformat) bermutu tinggi: HOMC (high octane mogas component) [1]. Umpan hidrorengkah adalah campuran hidrokarbon (parafin, naftena, dan aromatik) dan sedikit pengotor non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam: Ni dan V). Aromatik pertama-tama bereaksi menjadi naftena, dan kemudian naftena tersebut pecah menjadi molekul kecil. Parafin relatif stabil pada konversi umpan sekitar 65% vol. pada proses penghidrorengkahan satu tahap. Mutu produk kerosin, dan solar naik dengan dinaikkannya konversi umpan, yaitu titik asap kerosin 25 mm dan angka setana solar 54. Pada proses penghidrorengkahan dua tahap, hidrogenasi aromatik bertambah dan juga hidroisomerisasi parafin sehingga mutu produk akan meningkat lagi, yaitu titik asap kerosin 40 mm dan angka setana solar 70, dengan kadar isoparafin tinggi yang dapat meningkatkan sifat alir produk solar (cold flow). [9] Reaksi hidrorengkah dihambat oleh kotoran komponen non-hidrokarbon (nitrogen) dari umpan yang terkonversi menjadi amonia dan terbawa dalam sirkulasi gas hidrogen serta masuk ke dalam zona katalis. Umpan reaktor kedua dari proses penghidrorengkahan dua tahap telah bebas dari kotoran komponen nitrogen tersebut sehingga katalis dapat bekerja secara optimal. Karakteristik produk solar hidrorengkah dari umpan distilat vakum dan minyak awa-aspal disajikan pada Tabel 4.2. Produk berat hidrorengkah dapat dikontrol atau diatur dengan mengubah trayek didih dari umpan yang disirkulasikan, sehingga proses penghidrorengkahan dapat diarahkan untuk memaksimalkan ketiga jenis produk yaitu: nafta, kerosin, dan solar dengan bantuan katalis zeolit. Katalis amorf hanya dapat memaksimalkan kedua jenis produk utama terakhir, yaitu kerosin dan solar saja. Pada operasi yang diarahkan untuk pembuatan produk kerosin dan solar, katalis zeolit memberikan suatu rasio antara produk ringan dan produk berat yang lebih besar daripada katalis amorf (Gambar 4.1). [5] Katalis zeolit lebih aktif dan stabil terhadap racun amonia daripada katalis amorf. Katalis zeolit tersebut dipilih untuk operasi pembuatan maksimal produk nafta. Walaupun konversi umpan proses penghidrorengkahan tinggi, tetapi produk gas yang dihasilkan tidak begitu besar, yaitu maksimal 4% berat. 73

79 Tabel 4.2 Produk Solar Hidrorengkah Gambar 4.1 Produk Hidrorengkah 74

80 Reaksi Hidrorengkah Reaksi utama dari proses penghidrorengkahan adalah reaksi pemutusan ikatan antar-atom karbon (C C) yaitu: reaksi hidrorengkah parafin, reaksi hidrodesiklisasi alkil aromatik, alkil naftena dan cincin naftena, serta reaksi penghidromurnian untuk menghilangkan atom sulfur, nitrogen dan oksigen dari non-hidrokarbon dan hidrogenasi hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin) dari molekul umpan dan produk antaranya. Reaksi penghidrorengkahan tersebut adalah reaksi eksotermis (Tabel 4.3). [10,11] Tabel 4.3 Proses Reaksi Hidrorengkah Reaksi hidrorengkah dengan bantuan katalis bifungsional berinti aktif logam dan inti aktif asam terdiri atas empat tahap berikut (Gambar 4.2). [10] - Pembentukan olefin dengan reaksi dehidrogenasi oleh bantuan inti aktif logam katalis. - Pembentukan senyawa-antara ion karbonium dari olefin tersebut dan proton dari inti aktif asam katalis. - Perengkahan senyawa antara ion karbonium menjadi produk antara olefin dan ion karbonium rendah. - Hidrogenasi produk-antara olefin tersebut menjadi produk hidrokarbon jenuh Umpan Penghidrorengkahan Umpan proses hidrorengkah adalah berbagai jenis distilat berat yaitu distilat vakum, minyak awa-aspal dan distilat-termal berat yang terdiri atas molekul 75

81 Gambar 4.2 Mekanisme Reaksi Hidrorengkah Parafin hidrokarbon (parafin, olefin, naftena dan aromatik) dan kotoran non-hidrokarbon yang mengandung atom sulfur, nitrogen, oksigen dan logam (Ni, V). Hidrogenasi aromatik menjadi naftena merupakan reaksi pertama, yang kemudian cincin naftena tersebut dipecah menjadi parafin dengan reaksi hidrodesiklisasi. Parafin relatif lebih stabil pada konversi umpan <65% volume. Kotoran komponen nitrogen umpan yang pecah menjadi amonia dan terbawa di dalam sirkulasi gas hidrogen dapat menghambat reaksi hidrorengkah. Untuk menstabilkan konversi umpan, maka temperatur operasi harus dinaikkan. Pengaruh kadar kotoran nitrogen umpan pada kenaikan temperatur operasi untuk menstabilkan konversi umpan ditunjukkan pada Gambar 4.3. [12] Sulfur dalam molekul hidrokarbon aromatik lebih sulit dihilangkan daripada sulfur dalam molekul parafin, di mana perbandingan laju reaksi hidrodesulfurisasi merkaptana/benzotiofena/dibenzotiofena/merkaptana = 28/7/1. Sedang reaksi hidrodenitrogenasi diamati jauh lebih sulit daripada reaksi hidrodesulfurisasi Katalis Hidrorengkah Katalis hidrorengkah adalah katalis bifungsional yang mengandung dua jenis inti aktif (inti aktif logam dan inti aktif asam) untuk mempercepat reaksi hidrogenasidehidrogenasi, perengkahan, dan isomerisasi. Inti Aktif Logam Inti aktif logam adalah logam sulfida dari gabungan dua jenis logam grup VIII (Co 8 S 9, dan Ni 2 S 3 ) dan grup VIA (MoS 2 dan WS 2 ), dengan kombinasi kedua atom adalah Ni-W, Ni-Mo, Co-Mo dan Co-W. Rasio kedua jenis grup atom tersebut (grup VIII/grup VI A) adalah sekitar 3/1. Kadar logam grup VIII berkisar 1 5% berat dan kadar logam grup VIA berkisar 5 20% berat dari katalis. Inti aktif logam ini membantu mempercepat reaksi hidrogenasi/dehidrogenasi, hidrodesulfurisasi, 76

82 Gambar 4.3 Pengaruh Kadar Nitrogen Umpan pada Kenaikan Temperatur Operasi dan hidrodenitrogenisasi dengan aktivitas yang berbeda tergantung pasangan logamnya: [1,10] Urutan aktivitas inti aktif logam katalis adalah sebagai berikut: - Reaksi hidrogenasi (aromatik dan olefin): Ni-W > Ni-Mo > Co-Mo > Co-W - Reaksi hidrodesulfurisasi: Co-Mo > Ni-Mo > Ni-W > Co-W - Reaksi hidrodenitrogenasi: Ni-Mo = Ni-W > Co-Mo > Co-W. Inti Aktif Asam Inti aktif asam katalis penghidrorengkahan adalah gabungan oksida logam grup II dan grup III, yaitu Al 2 O 3 -SiO 2 baik bentuk amorf maupun zeolit, yang berfungsi untuk membantu reaksi perengkahan dan isomerisasi melalui pembentukan senyawa antara ion karbonium. Ion karbonium terutama terbentuk dari hasil interaksi antara inti asam katalis (proton -H + ) dan molekul olefin hasil reaksi dehidrogenasi parafin umpan. Pemakaian zeolit dapat meningkatkan keasaman dan stabilitas katalis, tetapi akan dihasilkan banyak produk ringan. Zeolit yang umum dipakai adalah tipe Y. Pengurangan atom Al dari kerangka zeolit dapat meningkatkan aktivitas, selektivitas, dan stabilitas dari inti aktif asam katalis tersebut. 77

83 Unit Proses Penghidrorengkahan Proses Penghidrorengkahan Satu-Tahap Konfigurasi proses penghidrorengkahan sederhana adalah satu tahap tanpa sirkulasi umpan (Single-Stage Once Through SSOT). Pada proses SSOT, umpan dicampur dengan sirkulasi gas hidrogen, dipanasi sampai pada temperatur operasi dan masuk dari atas reaktor hidrorengkah dan terjadi reaksi (reaksi eksotermis). Antara unggun (bed) katalis diberikan injeksi gas hidrogen untuk menjaga kenaikan temperatur katalis di atas 30 o C. Campuran hasil reaksi gas dan cair didinginkan dan dipisahkan di dalam suatu separator bertekanan tinggi, aliran gas dari separator disirkulasi kembali ke reaktor. Cairan dari separator dipisahkan di dalam kolom distilasi. Proses Penghidrorengkahan Satu-Tahap Bersikulasi Jika umpan akan dikonversi tinggi menjadi produk ringan, maka produk bawah kolom distilasi disirkulasi kembali ke reaktor dan diproses bersama umpan segar pada proses penghidrorengkahan dengan sirkulasi umpan (Single Stage Recycle SSREC). Proses Penghidrorengkahan Dua-Tahap Proses penghidrorengkahan dua tahap (Two-Stage Recycle TSREC) terdiri atas tahap pertama yang identik dengan proses penghidrorengkahan satu tahap tanpa sirkulasi umpan dengan konversi umpan, yang memberikan sekitar 40-50% volume. Produk berat (umpan yang belum terkonsensi) dari bawah kolom distilasi produk dimasukkan ke dalam reaktor tahap kedua di mana produk berat tersebut dikonversi lanjut dan produknya dikirim ke fraksionator. Pada reaktor tahap kedua ini umpan sudah bebas dari kotoran amonia dan asam sulfida, yang memungkinkan katalis beroperasi secara optimal. Proses penghidrorengkahan dua tahap dioperasikan pada kilang Pertamina, yaitu unit Pengolahan UP II Dumai/S. Pakning dan UP V Balikpapan untuk mengolah distilat vakum menjadi distilat sedang (kerosin, avtur dan solar). (Gambar 4.4). [6] Proses Penghidromurnian Komponen solar yang diproduksi di kilang-kilang minyak dewasa ini umumnya terdiri atas solar hasil distilasi langsung minyak bumi, selain beberapa komponen solar olahan seperti solar rengkahan termal dan solar rengkahan katalitik. Namun kualitas/mutu komponen-komponen solar tersebut masih perlu ditingkatkan dengan proses penghidromurnian. [3] Solar rengkahan, baik yang berasal dari rengkahan termal maupun rengkahan katalitik mengandung persentase aromatik dan olefin yang lebih besar daripada solar distilasi langsung. Solar dari minyak bumi naftenik mempunyai massa jenis yang lebih tinggi dibanding dengan solar distilasi minyak bumi parafinik. [2,14] Proses penghidromurnian komponen solar dengan memakai katalis monofungsional dapat meningkatkan angka setana, warna, stabilitas dan 78

84 Gambar 4.4 Unit Proses Penghidrorengkahan Dua Tahap menurunkan kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik, olefin) serta kotoran nonhidrokarbon (belerang, nitrogen, oksigen). Katalis penghidromurnian terdiri atas inti aktif logam saja dengan penunjang alumina (Al 2 O 3 ) Reaksi Penghidromurnian Proses penghidropemurnian adalah reaksi eksotermis yang terdiri atas: reaksi hidrogenasi hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin), reaksi hidrodesulfurisasi, reaksi hidrodenitrifikasi dan hidrodeoksigenasi. Ketiga reaksi yang tersebut terakhir disajikan pada Tabel 4.4. [10] Laju reaksi hidrodesulfurisasi dari senyawa sulfur parafin berjalan lebih mudah daripada sulfur aromatik, yaitu dengan perbandingan merkaptan/benzotiofena/ dibenzotiofena = 28/7/1. Reaksi hidrodenitogenasi diamati lebih sulit daripada reaksi hidrodesulfurisasi Umpan Penghidromurnian Komponen solar terdiri atas solar hasil distilasi minyak mentah (straight run gasoil), solar hasil rengkahan termal (visbroken gasoil dan coker gas oil), dan solar rengkahan katalitik (cycle gasoil dan hydrocracked gasoil). Massa jenis, belerang dan angka setana dari berbagai jenis komponen disajikan pada Tabel 4.5. Jumlah dan jenis aromatik dalam solar distilasi langsung jauh lebih rendah daripada yang dikandung oleh solar hasil rengkahan termal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6. Kadar sulfur produk solar dari berbagai jenis proses pembuatannya diamati sekitar 45 50% berat dari kadar sulfur yang dikandung umpan prosesnya (Tabel 4.7). [5] 79

85 Tabel 4.4 Reaksi Hidropemurnian Tabel 4.5 Karakteristik Produk Solar dari berbagai jenis Proses Pembuatan 80

86 Tabel 4.6 Komposisi Aromatik dari Solar (Gasoil) Tabel 4.7 Kadar Sulfur Berbagai Jenis Komponen Solar (Gasoil) Trayek titik didih solar, khususnya titik didih akhirnya memberikan pengaruh cukup besar pada proses penghidropemurniannya. Jenis dan proporsi solar rengkahan seperti perengkahan katalitik, koker dan visbreker dapat mempengaruhi kondisi operasi dari proses penghidromurnian komponen solar tersebut Katalis Penghidromurnian Katalis penghidromurnian adalah katalis mono-fungsional yang mengandung hanya inti aktif logam saja dengan penunjang alumina (Al 2 O 3 ). Inti aktif logam katalis penghidromurnian adalah sama seperti inti aktif logam katalis dari proses penghidrorengkahan yaitu: Ni-W, Ni-Mo dan Co-Mo, yang bentuk aktifnya dalam 81

87 logam sulfida (Ni 2 S 3, MoS 2, Co 8 S 9 ) dan pre-sulfiding katalis tersebut memakai senyawa sulfur antara lain dimetil disulfida (CH 3 S CH 3 ) yang dicampur bersama umpan. Aktivitas inti aktif logam katalis untuk berbagai jenis reaksi utama dari proses penghidropemurnian adalah sebagai berikut: - Reaksi hidrogenasi hidrokarbon tak-jenuh (aromatik dan olefin): Ni-W / Ni-Mo > Co-Mo - Reaksi hidrodesulfurisassi: Co-Mo > Ni-Mo > Ni-W - Reaksi hidrodenitrogenasi: Ni-Mo = Ni-W > Co-Mo Unit Proses Penghidromurnian Proses penghidromurnian konvensional dengan tekanan operasi 35 bar dapat menurunkan masa jenis solar, tetapi kenaikan angka setana produk solar tersebut hanya sekitar 3 angka saja. Penurunan massa jenis solar tersebut disebabkan oleh reaksi hidrogenasi poliaromatik solar menjadi mono-, dan di-aromatik sedang kadar total aromatiknya menurun sedikit saja. Pada kondisi tersebut, tingkat hidrodenitrogenasi tidak cukup tinggi untuk umpan solar rengkahan (Tabel 4.8), maka kondisi operasi masih perlu ditingkatkan, yaitu antara lain dengan menaikkan tekanan parsial hidrogen. Tabel 4.8 Proses Penghidromurnian Konvensional Penurunan Gravitas Spesifik - 0,02 (maks) Penurunan Temperatur T95 o C - 5 s/d - 10 Kenaikan Angka Setana - 3 Hidrodenitrogenasi % berat < 50 Kadar Sulfur ppm 500 Pada kondisi baru tersebut, proses penghidromurnian ini dapat menaikkan lagi angka setana produk solar sekitar 5 sampai 7 angka. Untuk kenaikan lebih lanjut angka setana, diperlukan tekanan parsial hidrogen lebih besar lagi, agar dapat dinaikkan tingkat reaksi hidrogenasi aromatik. Umpan solar ringan dan solar sedang dan solar campuran antara 30% volume solar rengkahan katalitik dan 70% volume solar distilasi masih dapat diolah dengan proses penghidromurnian konvensional tersebut. Sedang umpan solar berat dan solar campuran dengan solar rengkahan katalitik >30% diperlukan kenaikan kondisi operasi. 82

88 Apabila kondisi tekanan parsial hidrogen tinggi tersebut masih belum memenuhi untuk penghidromurnian solar rengkahan, maka proses pemurnian perlu dilakukan dalam dua tahap dengan pengoptimalan kondisi operasinya. Untuk pembuatan solar dengan persyaratan tinggi yaitu kadar aromatik <5% dan sulfur <50 ppm pada proses penghidromurnian satu tahap diperlukan tekanan parsial hidrogen di atas 100 bar dengan volume katalis besar serta laju umpan cukup rendah <0,5 ton/m 3 umpan per jam. Bagi proses penghidromurnian dua tahap, di mana desulfurisasi dilakukan di tahap pertama dengan katalis Co-Mo/ Al 2 O 3 dan dilanjutkan dengan saturasi aromatik dan olefin di tahap kedua, maka diperlukan tekanan operasi yang cukup rendah (50 60 bar) dengan katalis Ni-Mo/ Al 2 O 3. Karakteristik produk solar dari proses penghidromurnian dari umpan solar perengkahan katalitik (light cycle oil LCO) ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Karakteristik Produk Solar dari Proses Penghidromurnian dari Umpan Solar Perengkahan Katalitik Proses penghidromurnian satu tahap ditunjukkan pada Gambar 4.5. [5] Skema proses untuk berbagai tingkatan proses penghidromurnian adalah sama dengan pengecualian untuk peningkatan angka setana solar yang sangat besar diperlukan proses penghidromurnian dua tahap. Peningkatan reaksi saturasi aromatik dapat dilakukan dengan menaikkan tekanan parsial gas hidrogen dan penurunan laju umpan. Kilang PERTAMINA memakai proses penghidropemurnian solar di unit pengolahan berikut: UP II Dumai/S.Pakning satu unit (coker gasoil); UP IV Cilacap satu unit (visbreaker gasoil); UP V Balikpapan, satu unit (straight run gasoil) dan UP VI Balongan dua unit (cycle gasoil). 4.2 SOLAR RAMAH LINGKUNGAN Solar ramah lingkungan diperoleh dari pencampuran antara komponen utama solar (hydrocracked gasoil dan hydrotreated gasoil) (Gambar 4.6 dan 4.7) dan komponen penunjang solar (straightrun gasoil, visbreaker gasoil, coker gasoil dan cycle gasoil). Dalam rangka menurunkan polusi dari gas buang perubahan solar, maka proporsi komponen penunjang solar berkadar aromatik dan sulfur tinggi dengan angka setana rendah, dibatasi dalam pembuatan solar ramah lingkungan tersebut. [1,3,15,16] 83

89 Gambar 4.5 Proses Penghidromurnian Satu Tahap Gambar 4.6 Penghidrorengkahan Distilat Berat Minyak dan Residu Menjadi Solar Gambar 4.7 Konversi Distilat Berat Minyak dengan Proses Penghidrorengkahan 84

90 Karakteristik berbagai jenis komponen solar, dan pembatasan hidrokarbon pada spesifikasi solar ramah lingkungan dari berbagai negara disajikan pada Tabel 4.10, 4.11, 4.12, dan Dalam pembuatan solar ramah lingkungan, komponen utama solar bermutu tinggi perlu ditingkatkan proses penghidrorengkahan dan proses penghidromurnian, baik jumlah unit prosesnya maupun kapasitas umpannya, serta peningkatan kondisi operasi dan pengembangan formula katalis dari proses katalitik tersebut pada kilang minyak Pertamina. [2,14] Tabel 4.10 Karateristik Produk Solar Beberapa Jenis Proses Pembuatan Tabel 4.11 Komposisi Aromatik Solar (Gasoil) 85

91 Tabel 4.12 Mobil Isomerization Dewaxing dari Komponen Solar Tabel 4.13 Spesifikasi Solar Ramah Lingkungan dan Solar Indonesia WWFC= World Wide Fuel Charter, CARB = California Air Source Board, EU = European Union, TBD = To be decided during 1999 i 1% per mol of total aromatics. Cat. = Kategori 4.3 SOLAR KOMERSIAL INDONESIA Bahan bakar minyak solar komersial Indonesia dibuat pada kilang PT. Pertamina berkapasitas pasang minyak mentah sekitar juta barel perhari pada enam unit pengolahan (UP) berikut, UP II Dumai/S. Minyak solar komersial diramu dari sekitar 70% volume dari blending Pakning, UP III Plaju/S Gerong, UP IV Cilacap, UP V Balikpapan, UP VI Balongan dan UP VII Kasim. Beberapa jenis komponen utama solar, yaitu solar hidrorengkahan dan solar hidromurnian dari solar distilasi dan rengkahan termal/katalitik, sisanya dari campuran beberapa jenis komponen penunjang solar seperti solar distilasi (non-parafinik) dan solar rengkahan termal/ katalitik. 86

92 Bahan bakar minyak solar komersial Indonesia terdiri atas dua jenis, yaitu: minyak solar -48 dan minyak solar -51 yang spesifikasinya memenuhi SK Dirjen Migas No K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006 (Tabel 4.14). Tabel 4.14 Solar Indonesia Karakteristik Unit Solar 48 Solar 51 Metode Uji ASTM Angka setana D 613 Indaks setana D 4737 Berat jenis pada l5 C kg7m D 1298/D4052 Viskositas pada 40 o C mm 2 /s D 445 Kandungan sulfur % m/m D 2622 Distilasi: T 90 C D 86 T 95 c Titik dldih akhir c Titik nyala c D 93 Titik tuang c - 18 D 97 Restdu karbon % m/m D 4530 Kandungan air mg/kg D 1744 Biological growth *) Kandungan FAME") %v/v Stabiliias oksidasi %v/v Kandungan metano) dan etanol *) merit - - D 4815 Korosi bilah tembaga %m/m Kelas 1 Kelas 1 D 130 Kandungan abu %m/m D 482 Kandungan sedimen %m/m D 473 Bilangan asam kuat mg KOH/g D 664 Bilangan asam total mg KOH/g D 664 Partikulat mg/l - D 2276 Panampilan visual - Jernih dan terang - Warna No. ASTM Sumber: Dit. Jen Migas 4.4 KESIMPULAN Komponen utama solar terdiri atas solar penghidrorengkahan dan solar penghidromurnian dari komponen solar bermutu rendah (solar rengkahan termal dan katalitik). Proses penghidrorengkahan distilat berat dengan bantuan katalis bifungsional dapat menghasilkan produk utama solar dan kerosin bermutu tinggi. Unjuk kerja proses penghidrorengkahan ini terus ditingkatkan baik teknologinya maupun perkembangan katalisnya antara lain penyempurnaan inti aktif asamnya dengan memakai zeolit. 87

93 Komponen solar bermutu rendah baik solar rengkahan termal maupun solar rengkahan katalitik dapat ditingkatkan mutunya dengan penurunan kadar dari hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin) serta non-hidrokarbon (sulfur dan nitrogen) pada proses penghidromurnian dengan bantuan katalis monofungsional (Co-Mo/Al 2 O 3 ) Unjuk kerja proses penghidromurnian ini telah dikembangkan baik dan segi teknologi prosesnya dari satu tahap menjadi dua tahap maupun pengembangan katalisnya baik penyangga (support) maupun inti aktif logamnya. Kilang Pertamina telah mengoperasikan berbagai jenis proses katalitik untuk pembuatan komponen utama bahan bakar solar, yaitu proses penghidrorengkahan dan penghidromurnian, tetapi baik dari segi jumlah maupun kapasitas dari kedua jenis unit proses katalitik tersebut masih perlu ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA 1. Bailery, C.L., (1973), Diesel Engine Fuels, Modern Petroleum Technology, Applied Science Publ. Ltd., hlm Nasution, A. S., dan Jasjfi, E., (1997), Gas Oil Production and Impact of More Stringent Specification on the. Catalyst Performance in ASEAN Refineries, 5 th ASCOPE Refining Workshop, Yogyakarta, Indonesia. 3. News, (1993), New Diesel Rule Time Test for California Refineries Regulations, Oil and Gas Journal, 30 Agustus, hlm Special Report (1996), Fuel Quality Standarts for Year 2000, Proposed by the European Commission, Fuels and Lubes International. Dec, vol 2, no. 12, p Henried G. and D. Duce., (2000), Kerosene and Gasoil Manufacture, Modern Petroleum Technology, vol 2, Downstream Pubs, Institute of Petroleum New York, p Nasution, A.S., dan Abdul Gafar, (1993), Survey on Catalyst Use in ASEAN Refineries, 2 nd ASCOPE Refining Workshop, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. 7. News, (1994), California Refiners Face Hundle in Federal State RFG Rules, Oil and Gas Journal, Oil 10, Ragdale, R., (1994), U.S. Refiner Choosing Variety of Routes to Produce Clean Fuels, Oil and Gas Journal, March 21, p Dosher, John R., Carner, Jack T., (1994), Sulfur Increases Seen Mostly in Heavy Fractions of Lower Quality Crudes, Oil and Gas journal, 23 Mei hlm Le Page, J.F., (1987), Applied Heterogenous Catalysis:, Editions Technip, Paris. 11. Rajagopalan, K., and Habit, E.T.Jr (1992) Select Catalyst Support Properties Needed for Gas Oil or Resid Cracking, Hydrocarbon Processing; Sept; p Koyama Hiroki, Nagai Eiichi, Torri Hidenohu dan Kumagai, (1995), Sample Changes Reduce Catalyst Deactivation, Pressure Drop Build UP, Oil and gas Journal, 20 November, p

94 13. Jasjfi, E., (1993), Trend and Development in the Petroleum Fuel Qualities in ASEAN Countries, 4 th ASCOPE Conference and Exhibition, Bangkok, Thailand. 14. Nasution, A.S., dan Jasjfi, E., (1997), Hydrodesulfurization of Gas Oil Using Co-Mo/Al 2 O 3 Catalyst, 3 rd Annual Fuel & Lube Asia Pacific Conference, Singapura. 15. N.N., (1996), Fuel Quality Standards for Year 2000 Proposed by the European Commission, Special Report, Fuels and Lubes International, December vol. 2, No. 1 2, pp World-Wide Fuel Charter (2001), 5 th Annual Fuells & Lubes ASIA Conferences, Singapore Jan

95 BAB 5 PENELITIAN TEKNOLOGI PEMBUATAN BENSIN DAN SOLAR DI PPPTMGB LEMIGAS Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB)- LEMIGAS adalah suatu puslitbang di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melakukan penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi, antara lain: Teknologi Proses Pengolahan Minyak dan Gas Bumi. Dalam rangka menunjang kelancaran operasi dan pengembangan kilang minyak Pertamina, beberapa penelitian proses-proses katalitik pengolahan minyak bumi telah dilakukan antara lain pembuatan bahan bakar dan bahan dasar pelumas pada Laboratorium Katalis, Kelompok Pengembangan Teknologi Proses dan Katalis dibangun sekitar tahun Proses-proses katalitik mempunyai peranan penting dalam pembuatan komponen-komponen utama bensin dan solar. [1] Penelitian proses katalitik dalam pembuatan komponen utama bensin dan solar ditujukan untuk meneliti unjuk kerja proses-proses katalitik dengan pemakaian berbagai jenis umpan dan katalis terhadap mutu dan perolehan produk komponen bahan bakar tersebut. Peralatan untuk alat uji unjuk kerja proses katalitik yang digunakan pada Laboratorium Katalis LEMIGAS terdiri atas tiga jenis alat berikut: unit tes mikro (micro activity test MAT) (Gambar 5.1), unit tes katalis (Catatest unit) (Gambar 5.2) dan alat autoclave (Gambar 5.3). Gambar 5.1 Skema alat Micro Activity Test 90

96 Alat catatest unit yang dipakai dalam penelitian ini dapat dioperasikan secara kontinu pada suhu dan tekanan tinggi. Diameter dan volume reaktor adalah masingmasing 19 mm dan 220 ml. Suhu reaktor ditentukan di tiga tempat yaitu zona pemanasan, zona katalisator dan zona produk (Gambar 5.2). Gambar 5.2 Alat Catatest Unit Gambar 5.3 Alat Autoclave 91

97 Proses katalitik untuk pembuatan komponen utama bensin yang telah diteliti adalah proses perengkahan katalitik, dan proses reformasi katalitik. Dalam pembuatan komponen utama solar telah diteliti proses penghidrorengkahan dan penghidromurnian. Unjuk kerja proses-proses katalitik tersebut dalam pembuatan komponenkomponen utama bensin dan solar akan disajikan. 5.1 PENELITIAN PROSES PEMBUATAN KOMPONEN BENSIN Proses Pembuatan Komponen Utama Bensin Proses pembuatan komponen utama bensin yang telah diteliti meliputi proses perengkahan katalitik dan proses reformasi katalitik Proses Perengkahan Katalitik Proses perengkahan umpan distilat berat dengan bantuan katalis perengkahan monofungsional yang mengandung inti aktif asam, yaitu alumina silikat (Al 2 O 3 - SiO 2 ) baik bentuk amorf maupun zeolit, ditujukan untuk membuat komponen utama bensin. Reaksi utama dari proses perengkahan katalitik adalah suatu reaksi konsekutif yang memecah/merengkah molekul hidrokarbon umpan menjadi produk utama komponen bensin (cat. cracked gasoline) dan produk samping gas C 3 /C 4 dan solar. Produk samping gas C 3 /C 4 dapat dipakai sebagai umpan proses alkilasi dan proses polimerisasi yang menghasilkan masing-masing produk komponen utama bensin alkilat dan bensin polimer. Proses perengkahan katalitik mempunyai peranan penting dalam pembuatan komponen utama bensin. [1,2,3,4] Penelitian proses perengkahan katalitik meliputi pengoptimalan aktivitas katalis perengkah alumina silikat dan aktivasi katalis perengkah zeolit alam Pengoptimalan Aktivitas Katalis Dalam rangka mengoptimalkan perolehan produk utama komponen bensin (cat. cracked gasoline) pada proses perengkahan katalitik diperlukan suatu katalis perengkah dengan aktivitas optimum pula yaitu katalis equilibrium (equilibrium catalyst). Untuk itu, telah diteliti aktivitas optimum katalis alumina silikat yang diperoleh dengan penurunan aktivitas katalis (deaktivasi) (Al 2 O 3 SiO 2 ) baru (fresh catalyst) dengan proses deaktivasi uap. Aktivitas optimal katalis dapat dinyatakan sebagai kemampuan tertinggi katalis untuk mengonversi suatu umpan tertentu menjadi produk utama bensin yang optimal pada suatu kondisi tertentu. Pengaruh deaktivasi uap katalis perengkah pada kondisi operasi suhu dari 500 sampai 700 o C dan waktu deaktivasi dari 4 sampai 10 jam terhadap konversi umpan dan produk utama bensin pada alat Micro-Activity Test disajikan pada Tabel 5.1. [5] 92

98 Tabel 5.1 Hasil Perengkahan dari Katalis Deaktivasi Catatan: * = Katalis perengkah baru Konversi umpan menurun dari 45,0% menjadi 30,6% berat, dan produk bensin naik dari 20,6% menjadi 33,1% berat dari konversi umpan. Aktivitas optimal dari katalis deaktivasi (katalis ekuilibrium) adalah konversi umpan 36,5% berat dengan produk bensin 32,5% berat atau selektivitas katalis 89,04% berat. Katalis baru memberikan konversi umpan 45,0% dan produk bensin 20,6% berat dengan selektivitas hanya 45,78% berat. Melalui pengoptimalan aktivitas katalis perengkah dengan deaktivasi uap, selektivitas pembentukan produk utama bensin dapat dinaikkan dari 45,78% berat menjadi 89,04% berat dari konversi umpan. Dalam rangka mendapatkan perolehan optimum produk utama bensin dari proses perengkahan katalitik dipakai katalis perengkah ekuilibrium (equilibrium catalyst) beraktivitas optimal di dalam reaktor (riser) dari proses perengkahan katalitik. 93

99 Deaktivasi uap katalis perengkah alumina silikat padat pada suhu tinggi dapat memperbesar ukuran pori-pori. Juga terjadi dealuminasi sebagian dari katalis tersebut sehingga terjadi penurunan luas permukaan pori katalis yang mengakibatkan pengurangan jumlah inti-inti aktif asam (Lewis dan Bronsted) dari katalis perengkahan tersebut. Jumlah inti aktif asam katalis perengkah berkurang sampai ke tingkat keasaman optimal, dan dihasilkan suatu potensi optimal daya rengkah katalis dalam perengkahan molekul antara ion karbonium Penelitian Aktivasi Katalis Zeolit Alam Zeolit alam mengandung berbagai jenis kotoran yang dapat menurunkan aktivitas perengkah katalis zeolit tersebut. Pengaktifan zeolit alam dengan pemberian asam klorida (HCl) telah menaikkan luas permukaan zeolit dari 30 menjadi 130 m 2 /g dan rasio Si/Al naik dari 8 menjadi 15. Pada Pengujian aktivitas katalis zeolit yang telah dimurnikan tersebut pada alat Micro Activity Test, diamati suatu kenaikan konversi umpan n-heksana dari 24 menjadi 51% vol. [6] Pertambahan luas permukaan pori zeolit akan menaikkan potensi inti aktif asam dari katalis dalam pembentukan senyawa antara ion karbonium dari proses perengkahan katalitik n-heksana tersebut Proses Reformasi Katalitik Proses reformasi katalitik umpan nafta berat dengan memakai katalis reformasi bifungsional yang mengandung dua jenis inti aktif yaitu inti aktif logam dan inti aktif asam untuk pembuatan produk utama reformat. Katalis reformasi mono-metalik memakai inti aktif logam platina (Pt) saja dan katalis reforming bimetalik mengandung logam kedua yaitu rhenium atau germanium yaitu Pt/Re atau Pt/Ge. Inti aktif asam katalis reformasi adalah alumina (Al 2 O 3 ) dengan kopromotor klorida (Cl) yaitu Al 2 O 3 -Cl. Proses reformasi katalitik mempunyai peranan penting dalam pembuatan komponen utama bensin. [7] Penelitian unjuk kerja proses reformasi katalitik meliputi pengaruh umpan (molekul hidrokarbon murni dan nafta) dan katalis serta pengaruh racun katalis dengan memakai alat Catatest unit Penelitian Reformasi Berbagai Jenis Umpan Telah dilakukan penelitian proses reformasi katalitik dengan umpan molekul hidrokarbon murni (n-heksana, n-heptana, n-oktana dan metilsikloheksana) dan nafta berat dengan memakai katalis reformasi mono dan bimetalik. Hidrokarbon Murni Dehidroisomerisasi metilsiklopentana menjadi benzena dengan produk samping heksana dengan memakai dua jenis katalisator reformasi mono dan bi-metalik disajikan pada Tabel 5.2. [8] Selektivitas relatif dari produk benzena diamati 1,0 dan 1,9 untuk masing-masing katalis mono-metalik dan bi-metalik yang menunjukkan aktivitas inti aktif logam bi-metalik lebih optimum daripada inti aktif logam monometalik dalam reaksi dehidroisomerisasi metil siklopentana menjadi benzena. Sehubungan dengan aktivitas inti logam dari mono-metalik yang relatif lebih tinggi 94

100 daripada bi-metalik, dan hasil pengamatan komposisi hidrokarbon dari produk samping heksana, diperkirakan mekanisme reaksi hidrodesiklisasi metilsiklopentana menjadi produk heksana tersebut adalah hidrogenolisis dan hidrorengkah untuk masing-masing katalis reformasi mono dan bimetalik (Tabel 5.2). Table 5.2 Komposisi Hidrokarbon Produk Heksana dari Reaksi Hidrodesiklinasi Metilsiklopentana Dehidrosiklisasi n-heksana, n-heptana dan n-oktana menjadi aromatik dengan memakai katalis bimetalik memberikan laju relatif reaksi dari dehidrosiklisasi n- heksana, n-heptana dan n-oktana adalah masing-masing 1,0; 7,4 dan 11,2 pada suhu 445 o C, tekanan 20 kg/cm 2 dan H 2 /HC = 6 mol/mol. Pada kondisi yang sama diamati laju relatif dari reaksi dihidrosiklisasi n.heksana menjadi benzena adalah 1,0 dan 1,7 untuk masing-masing katalis reformasi mono dan bimetalik. Energi aktivitas reaksi aromatisasi n-heksana, n-heptana, n-oktana dan metilsiklopentana dengan katalis reformasi bimetalik diamati masing-masing 37,8, 33,7, 27,7 dan 25,8 kkal/ mol. [9] Berdasarkan hasil pengamatan naiknya laju relatif reaksi dan turunnya energi aktivitas dari dehidrosiklisasi n-heksana, n-heptana dan n-oktana, diperkirakan, bahwa senyawa antara reaksi aromatisasi ketiga jenis umpan parafin tersebut adalah ion karbonium alkilsilkloamil yang laju reaksi isomerisasinya menjadi ion alkilsikloheksil naik dengan naiknya jumlah atom karbon dari senyawa antara ion karbonium tersebut. Selektivitas aromatisasi yang tinggi dari n-heksana menjadi benzena dengan memakai katalis reformasi bimetalik menunjukkan komposisi kedua jenis inti aktif katalis bimetalik (inti logam Pt-Re dan inti asam) tersebut adalah relatif lebih optimal daripada komposisi kedua inti aktif katalis mono-metalik yang inti logamnya (Pt) beraktivitas tinggi. Umpan Fraksi Nafta Reformasi katalitik umpan nafta dengan memakai katalis mono dan bimetalik menghasilkan masing-masing produk reformat: 70,9 dan 75,5% vol dari umpan nafta dengan masing-masing angka oktana: 95,2 dan 98,4. Kadar aromattik dari produk reformat dengan memakai bimetalik naik dari 48,2 menjadi 75,6% vol 95

101 dengan kenaikan suhu operasi dari 490 o sampai 510 o C, tetapi dengan kenaikan tekanan operasi dari 5 menjadi 25 kg/cm 2 telah menurunkan kadar aromatik dari reformat tersebut dari 82,4 menjadi 54,7% vol. [10] (Tabel 5.3 dan Gambar 5,4 dan 5.5). Tabel 5.3 Produk Reformat Gambar 5.4 Pengaruh Temperatur Operasi pada Komposisi Hidrokarbon Reformat 96

102 Gambar 5.5 Pengaruh Tekanan Operasi pada Komposisi Hidrokarbon Reformat Berdasarkan data penelitian reformasi katalitik umpan nafta tersebut menunjukkan pula, bahwa katalis bimetalik mempunyai komposisi kedua jenis inti aktif yang lebih relatif optimal daripada katalis mono-metalik untuk aromatisasi parafin dan naftena (metil siklopentana) Penelitian Katalis Reformasi Senyawa sulfur dapat menurunkan aktivitas dari inti aktif logam katalis reformasi dan diamati inti aktif logam katalis reformasi bimetalik (Pt/Re) adalah lebih peka terhadap racun sulfur daripada inti aktif logam katalis monometalik (Pt). [11] Pengaruh racun normal butil amina pada proses reformasi katalitik n-heksana memberikan penurunan produk isoheksana, benzena dan C 1 C 5 (Tabel 5.4). [12] Normal butil amina terkonversi menjadi amonia yang dapat menurunkan inti aktif asam katalis reformasi, sehingga terjadi netralisasi inti aktif asam katalis (Al 2 O 3 - Cl) yang menurunkan potensi pembentukan senyawa antara ion karbonium dan juga reaksi-reaksi isomerisasi, siklisasi dan perengkahan dari senyawa antara ion karbonium tersebut sehingga terjadi penurunan perolehan ketiga jenis produk isoheksana, benzena dan C 1 C 5 tersebut. [7] 97

103 Tabel 5.4 Pengaruh Racun N.Butil Amina pada Reformasi Katalitik dari Umpan N.Heksana dengan Katalis Mono dan Bimetalik 5.2 PROSES PEMBUATAN KOMPONEN SOLAR Reaksi pembuatan komponen utama solar adalah proses penghidrorengkahan umpan distilat berat dan proses penghidromurnian komponen solar dari berbagai jenis proses pembuatan yang bermutu rendah. [13,14] Pembuatan komponen utama solar yang telah diteliti meliputi proses penghidrorengkahan dan penghidromurnian Proses Penghidrorengkahan Proses penghidrorengkahan umpan distilat berat telah diteliti menjadi produk utama komponen solar dan produk samping kerosin, nafta dan gas C 3 /C 4 dengan bantuan katalis hidrorengkah bifungsional. Katalis hidrorengkah bifungsional tersebut mengandung dua jenis inti aktif yaitu inti aktif logam dalam bentuk logam sulfida (Ni-Mo dan Ni-W) dan inti aktif asam alumina-silikat (Al 2 O 3- -SiO 2 ) baik amorf maupun zeolit. Proses penghidrorengkahan pada pembuatan komponen utama solar mempunyai peranan penting. [15] Penelitian proses penghidrorengkahan dalam pembuatan komponen solar meliputi pengaruh jenis umpan dan katalis bifungsional dengan memakai alat catatest unit Penelitian Umpan Penghidrorengkahan Proses hidrorengkah dari tiga jenis umpan (distilat vakum Minas, distilat vakum - Kuwait dan wax) dengan katalis hidrorengkah (Ni Mo/Al 2 O 3 SiO 2 ) dilakukan pada temperatur 550 o C, tekanan 150 kg/cm 2 dan gas H 2 /HC = 4000 l/l, yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.5. [16] Mutu produk utama (kerosin dan solar) yang dihasilkan dari ketiga jenis bahan baku tersebut menurun sebagai berikut: Wax > distilat vakum Minas > Distilat vakum Kuwait. Mutu produk samping nafta (N+2A) yang dihasilkan distilat vakum Kuwait lebih tinggi daripada yang diperoleh dari distilat vakum Minas, dan bahan baku wax menghasilkan mutu nafta (N+2A) yang paling rendah. Reaksi utama dari umpan wax adalah perengkahan parafin tinggi menjadi parafin rendah, sedang umpan distilat vakum Kuwait berkadar aromatik tinggi memberikan reaksi utama hidrogenasi poliaromatik menjadi di/mono-aromatik. 98

104 Tabel 5.5 Mutu Produk Hidrorengkah Distilat Vakum Minas dan Kuwait, dan Wax dengan Konversi Umpan sekitar 50 % berat Umpan distilat vakum Minas, mengandung campuran parafin dan aromatik memberikan reaksi utama dari kedua jenis hidrokarbon tersebut, sehingga terjadi penurunan kadar parafin dari produk utama kerosin dan solar dari ketiga umpan tersebut, yaitu: wax > kadar distilat vakum Minas > distilat vakum Kuwait. Data menunjukkan bahwa umpan berkadar parafin tinggi akan menghasilkan produk utama kerosin dan solar yang bermutu tinggi, tetapi mutu produk naftanya berkadar naftena dan aromatik rendah Penelitian Katalis Hidrorengkah Rasio produk perengkahan dan isomerisasi pada proses umpan n-heptana dipengaruhi oleh aktivitas inti aktif logam dari katalis hidrorengkah dengan inti aktif asam tetap yaitu menurun dengan naiknya keaktifan inti aktif logam katalis, yaitu Ni-W> Ni-Mo > Co-Mo karena terhambatnya reaksi perengkahan senyawa antara ion karbonium (Tabel 5.6). [17] Dalam proses penghidrorengkahan, inti aktif asam katalis berperan penting pada reaksi perengkahan senyawa antara ion karbonium. Makin tinggi aktivitas inti asam katalis dengan inti aktif logam tetap makin tinggi pula dihasilkan rasio antara produk perengkahan dan isomerisasi dari umpan n-heptana (Tabel 5.7). [17] Makin aktif inti asam katalis hidrorengkah makin tinggi pula konversi umpan dan makin baik mutu produk kerosin dan solar, tetapi perengkahan kedua produk utama tersebut menjadi produk samping nafta dan LPG akan naik, sehingga selektivitas kedua produk utama tersebut akan menurun pada proses penghidrorengkahan distilat vakum (Tabel 5.8). [18] 99

105 Tabel 5.6 Pengaruh Inti Aktif Logam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan n-heptana Tabel 5.7 Pengaruh Inti Aktif Asam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan n-heptana Tabel 5.8 Pengaruh Inti Asam Katalis pada Produk dari Proses Penghidrorengkahan Distilat vakum Racun Katalis Penghidrorengkahan Produk dari proses penghidrorengkahan n-heptana dengan katalis bifungsional dengan inti aktif asam Al 2 O 3- SiO 2 amorf menurun dengan pemberian racun katalis n-butil amina pada umpan (Tabe 5.9). [17] Hal ini disebabkan terjadinya netralisasi inti aktif asam tersebut oleh racun amonia dari konversi racun n-butil amina tersebut. Untuk meningkatkan kembali aktivfitas katalis hidrorengkah tersebut diperlukan suatu kenaikan suhu operasi. 100

106 Tabel 5.9 Pengaruh Racun N-Butil Amina pada Produk Isomer dari Proses Penghidrorengkahan N-Heptana (% mol) Proses Penghidromurnian Proses penghidropemurnian komponen solar bermutu rendah dengan katalis monofungsional yang mengandung hanya inti aktif logam (Ni-W, Ni-Mo dan Co- Mo) dapat menurunkan kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan olefin) dan kotoran umpan non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen dan oksigen). Proses penghidromurnian memegang peranan penting dalam peningkatan mutu komponen solar dari hasil rengkahan termal dan katalitik [19] yang bermutu rendah. Penelitian proses penghidropemurnian meliputi pengaruh umpan dan katalis dengan memakai alat catatest unit dan alat autoclave Umpan Penghidromurnian Proses penghidropemurnian kerosin dan solar untuk penurunan kadar aromatik dengan katalis Ni-Mo/Al 2 O 3 pada alat catatest telah diteliti pada kondisi operasi temperatur 300 s/d 370 o C tekanan 30 kg/cm 2 dan H 2 /HC 400 lt/lt. Pada temperatur operasi 300 o C diamati konversi aromatik dari umpan kerosin dan solar masing-masing 1, dan 2, % vol dan energi aktivasi reaksi hidrogenasi diamati masing-masing 21,8 dan 17,5 kkal/mol). [20] Konversi tinggi dari hidrokarbon aromatik dan rendahnya harga energi aktivasi reaksi hidrogenasi aromatik dari umpan solar dibanding dengan umpan kerosin diperkiraan disebabkan oleh tingginya kadar relatif diaromatik umpan solar daripada umpan kerosin. Reaksi hidrogenasi diaromatik tersebut relatif lebih mudah daripada hidrogenasi mono-aromatik. Hidrodesulfurisasi umpan deasphalted oil berbagai kadar aspaltena dengan katalis Co-Mo/ Al 2 O 3 pada temperatur 375 o C dan tekanan 100 kg/cm 2 telah diteliti dengan alat autoclave dengan putaran reaktor 200 putaran per menit. Konstanta laju reaksi hidrodesulfurisasi umpan menurun dengan naiknya kadar aspaltena umpan. [21] Penurunan konstanta laju reaksi hidrodesulfurisasi umpan berkadar aspaltena tinggi diperkirakan kotoran aspaltena umpan tersebut telah membentuk endapan kokas pada permukaan katalis yang menurunkan aktivitas inti aktif logam katalis Co-Mo/Al 2 O

107 Katalis Penghidromurnian Hidrogenasi benzena menjadi sikloheksana dengan memakai tiga jenis katalis (Ni-W/Al 2 O 3 ; Ni-Mo/Al 2 O 3 dan Co-Mo/Al O ) pada kondisi operasi temperatur s.d. 370 o C, tekanan 30 kg/cm 2 dan H 2 /HC = 8 mol/mol telah diteliti dengan alat catatest unit. Konversi relatif aromatik dan energi aktivasi reaksi hidrogenasi benzena dengan katalis Ni-W/Al 2 O 3, Ni-Mo/Al 2 O 3, Co-Mo/Al 2 O 3 adalah masing-masing 2,8, 2,4, 1,4 dan 17,3, 20,9, 23,2 kkal/mol). [22] Berdasarkan hasil pengamatan reaksi hidrogenasi benzena tersebut, aktivitas inti aktif logam katalis penghidromurnian menurun sebagai berikut: Ni-W/Al 2 O 3 > Ni-Mo/Al 2 O 3 > Co-Mo/Al 2 O KESIMPULAN Selektivitas optimal produk bensin rengkahan katalitik diperoleh dengan memakai katalis perengkahan alumina silikat (Al 2 O 3- SiO 2 ) beraktivitas optimal (equilibrium catalyst) diperoleh dengan deaktivasi uap dari katalis baru. Katalis reforming mono-metalik (Pt/Al 2 O 3 -Cl) mempunyai aktivitas inti aktif logam platina yang relatif tinggi daripada aktivitas inti logam platina dari katalis reforming bi-metalik (Pt-Re/Al 2 O 3 -Cl) yang berpotensi tinggi menimbulkan reaksi hidrogenolis yang dapat menurunkan perolehan dan mutu produk reformat. Reaksi dehidrosiklinasi parafin naik dengan bertambahnya kadar atom karbon di dalam molekulnya. Deaktivasi inti aktif asam katalis reformasi oleh racun n-butil amina telah menurunkan reaksi isomerisasi, dehidrosiklisasi dan hidrorengkah dari proses reformasi katalitik n-parafin. Mutu produk kerosin (titik asap) dan solar (indeks diesel) dari proses penghidrorengkahan tiga jenis umpan: distilat vakum Kuwait, distilat vakum Minas dan wax naik dengan naiknya kadar parafin dari umpan tersebut. Reaksi isomerisasi parafin naik dengan naiknya aktivitas inti aktif logam dari katalis bifungsional. Produk hidrorengkah n-heptana naik dengan naiknya aktivitas inti aktif asam katalis. Penurunan aktivitas inti asam oleh racun n-butil amina telah menurunkan produk isomer parafin pada proses penghidrorengkahan n-heptana. Reaksi hidrogenasi aromatik naik dengan bertambahnya jumlah cincin dari molekul aromatik, sedangkan reaksi hidrodesulfurisasi menurun dengan naiknya kadar kotoran aspaltena, dari umpan. Aktivitas inti logam katalis penghidromurnian diamati menurun dari Ni-W > Ni.Mo > Co-Mo. DAFTAR PUSTAKA 1. PPPTMGB LEMIGAS, (2005), Peranan Proses Katalitik Dalam Pembuatan Bahan Bakar Minyak Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol 39, No PPPTMGB LEMIGAS, (2003), Zeolit Cracking Catalyst, Lemigas Scientific Contributions to Petroleum Science & Technology, No

108 3. PPPTMGB LEMIGAS, ( ), Current User and Future Challenges For Zeolite in the Indonesian Oil and Gas Processing Industries, Lemigas Scientific Contributions to Petroleum Science & Technology, No PPPTMGB LEMIGAS, (2002), Peranan Proses Perengkahan Katalitik untuk Pembuatan Bensin Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 36, No PPPTMGB LEMIGAS, (2002), Pengoptimalan Aktivitas Katalis Perengkah Dengan Deaktivasi Uap, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 36, No PPPTMGB LEMIGAS, (1994), Pemanfatan Zeolit Alam Sebagai Katalis Perengkah, PPTM, Bandung. 7. PPPTMGB LEMIGAS, (2005), Role of Catalytic Reforming Process For Gasoline Production in ASEAN Refineries, Lemigas Scientific Contribution to Petroleum Science & Technology, Vol. 28, No PPPTMGB LEMIGAS, (2004), Influence of N.Butyl Amina on the Conversion of Methyl-Cyclopentane and N-Hexane to Benzene Using Mono-and Bi-Metallic Reforming Catalysts, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, Vol. 27, No. 3 Dec. 9. PPPTMGB LEMIGAS, (2003), Reformasi Katalitik Parafin Rendah Menjadi Aromatik dengan Katalis Bifungsional, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 37, No PPPTMGB LEMIGAS, (2004), Influence of Hydrocarbon Compositions of Naphthha Feed on the Yield and Octane Number of Reformate, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, Vol. 27, No PPPTMGB LEMIGAS, (1983), Influence of Poison Compounds on the Activity of Mono and Bi-Metallic Reformer Catalysts, Scientific Contribution No PPPTMGB LEMIGAS, (1998), Reformasi Katalitik Metilsiklopentana Menjadi Benzena dan Heksana dengan Memakai Katalis Reforming Mono dan Bi- Metalik, Seminar Nasional HKI FMIPA UI, Depok 7-9 Pebruari. 13. PPPTMGB LEMIGAS, (2005), Pengembangan Proses Pengilangan untuk Pembuatan Solar Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 39, No. 1/September. 14. PPPTMGB LEMIGAS, (1998/99), Gas Oil Components and the Effects of the Changing Gas Oil Quality Requirements, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, No PPPTMGB LEMIGAS, (2000), Hydrocracking of Heavy Destilllate into Clean Diesel Oil Using Ni-Mo/Al 2 N 3 -SiO 2 Catalyst, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, No PPPTMGB LEMIGAS, (1987), Influence of the Hydrocarbon Composition of the Hydrocracking Feedstocks on the Hydrocracked Products of Lubricant Base Stock and Middle Destillate, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, No

109 17. PPPTMGB LEMIGAS, (1998), Research on the Hydrocracking Catalysts, Lemigas Scientific Contributions, to Petroleum Science & Technology, No PPPTMGB LEMIGAS, (1994), Influence of the Catalysts Acidity on the Hydroconversion of Minas Vacuum Distillate into Middle Distillate, 8 th International Congress on Catalysis, Berlin, May PPPTMGB LEMIGAS, ( ), Proses Penghidromurnian Untuk Pembuatan Solar Ramah Lingkungan, Majalah Lembaran Publikasi Lemigas, Vol. 32, No PPPTMGB LEMIGAS, (1984), Penghidropemurnian Kerosin dan Solar dengan Bantuan Katalis Ni-Mo/ Al 2 O 3 Diskusi Ilmiah V, PPPTMGB LEMIGAS, Jakarta, April. 21. PPPTMGB LEMIGAS, (1981), Pengaruh Asfaltena pada Proses Hidrodesulfurisasi, Diskusi Ilmiah III, PPPTMGB LEMIGAS, Jakarta, April. 22. PPPTMGB LEMIGAS, (1984), Pengaruh Sifat Umpan dan Sifat Katalis pada Mutu Produk Proses-Proses Hidrokonversi, Diskusi Ilmiah V, PPPTMGB LEMIGAS, Jakarta, April. 104

110 BAB 6 PENUTUP Minyak bumi terdiri atas campuran senyawa yang sangat kompleks, baik hidrokarbon maupun non-hidrokarbon. Pengolahan minyak bumi tersebut menjadi produk minyak bernilai tinggi sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis karakteristik minyak bumi antara lain: kadar fraksi ringan, jenis molekul hidrokarbon, kadar molekul non-hidrokarbon. Minyak bumi Indonesia cukup bervariasi sifatnya tetapi umumnya ciri minyak bumi Indonesia adalah parafinik berkadar sulfur rendah. Peningkatan program langit biru dalam rangka penurunan emisi gas buang dari kendaraan bermotor, menuntut pula peningkatan persyaratan bahan bakar bensin dan solar, sehingga pembuatan komponen utama bahan bakar tersebut harus memakai proses-proses katalitik berteknologi tinggi. Komponen utama bensin (high octane mogas component, HOMC) dihasilkan dari proses katalitik berikut: proses perengkahan katalitik (cat. cracked gasoline), proses reformasi katalitik (reformat), proses isomerisasi (isomerat), proses alkilasi (alkylate) dan proses kondensasi (polygasoline). Komponen utama solar diperoleh dari proses penghidrorengkahan (hydrocracked gasoil) dan proses penghidromurnian (hydrotreated gasoil). Dalam rangka penurunan kadar aromatik tinggi dan sulfur dari solar hasil proses perengkahan termal, diperlukan proses penghidromurnian dua tahap. Selektivitas optimal produk bensin rengkahan katalitik diperoleh dengan memakai katalis perengkahan alumina-silikat (Al 2 O 3 SiO 2 ) beraktivitas optimal (equilibrium catalyst). Katalis reforming mono-metalik Pt/Al 2 O 3 -Cl beraktivitas inti aktif logam platina yang relatif tinggi daripada aktivitas inti logam platina dari katalis reforming bimetalik (Pt-Re/Al 2 O 3 -Cl) yang dapat menimbulkan reaksi hidrogenolisis, sehingga produk reformat yang dihasilkannya baik perolehannya maupun mutunya rendah. Mutu produk kerosin (titik asap) dan solar (indeks disel) dari proses hidrorengkah umpan naik dengan naiknya kadar parafin dari umpan tersebut. Reaksi isomerisasi parafin naik dengan naiknya aktivitas inti aktif logam dari katalis hidrorengkah sedang produk hidrorengkah naik dengan naiknya aktivitas inti aktif asam katalis hidrorengkah. Penurunan aktivitas inti asam katalis oleh racun n-butil amina telah menurunkan produk isomer parafin pada proses hidrorengkah n- heptana. Reaksi hidrogenasi aromatik naik dengan bertambahnya jumlah cincin dari molekul aromatik tersebut dan reaksi hidrodesulfurisasi menurun dengan naiknya kadar kotoran aspaltena dari umpan. Aktivitas inti logam katalis hidropemurnian diamati menurun dari Ni-W > Ni.Mo > Co-Mo. Kilang Pertamina mengolah minyak bumi dengan kapasitas terpasang sekitar 1063 MBCD pada tujuh unit pengolahan untuk pembuatan bahan bakar, bahan dasar pelumas, pelarut dan bahan baku proses industri petrokimia. Bensin komersil yang diproduksi terdiri atas tiga jenis yaitu Premium RON-88, Pertamax RON

111 dan dan Pertamax Plus RON-95 dan dua jenis minyak, solar komersial yaitu minyak solar -48 dan minyak solar -51. Peningkatan program langit biru telah menuntut pula pengetatan spesifikasi internasional bensin dan solar yaitu pembatasan kadar hidrokarbon tak jenuh (aromatik dan oleffin) dan sulfur. Kilang Pertamina perlu ditingkatkan konfigurasinya dengan penambahan jumlah dan kapasitas proses-proses katalitik pembuatan komponen-komponen utama dari bensin dan solar agar dapat ditingkatkan jumlah dan mutu bensin solar yang memenuhi persyaratan bahan bakar ramah lingkungan. 106

112 B I O D A T A Abdul Salim Nasution, lahir 12 Oktober 1940 di Padangsidempuan, anak ke-4 dari 14 bersaudara dari Ayah Ali Husin Nasution dan Ibu Hj. Fatimah Hasibuan. Beliau menikah dengan Nuraini Lubis (1968) dikaruniai satu putra dan dua putri dengan tujuh cucu. Pendidikan Dasar hingga Menengah di Padangsidempuan ( ) dan kuliah UGM Yogyakarta ( ) dan menyambung ke Kharkov, Ukraina, Rusia ( ) dan tamat dengan ijazah Master of Science (dengan predikat sangat memuaskan). Bekerja di Pusdiklat Migas Cepu ( ) dan di PPPTMGB LEMIGAS Jakarta dari tahun 1972 sampai pensiun pada tahun 2005 pada Ir. Abdul Salim Nasution, M.Sc., APU. Teknologi Proses Bidang Riset Konversi Katalitik.Training bidang proses katalitik dan persiapan laboratorium katalis Lemigas di IFP-Perancis ( ) untuk berpartisipasi dalam pengembangan kilang minyak Pertamina. Hasil penelitiannya dipublikasi pada majalah ilmiah dan disajikan pada beberapa pertemuan ilmiah nasional dan internasional serta ceramah ilmiah di beberapa Perguruan Tinggi. Berpartisipasi pada berbagai Kementerian/Instansi, yaitu PT. Pertamina Catalyst Loading/Catalyst Regeneration (Cilacap, 1976), proyek Hydrocracking (Dumai, 1979), Aromatic Center (Houston, Amerika Serikat,1982), anggota Tim Seleksi Katalis ARHDM pengawasan penelitian unjuk kerja katalis dan seleksinya dari katalis Chevron, Criterion, Ketjen, dan Srinopec.(Balongan, ), dan Koordinator survei kegiatan kilang ASEAN pada ASCOPE Refinning Workshop ( ); Perguruan Tinggi, Negeri/Swasta, dan anggota Panitia Penilai Jabatan Peneliti Nasional (P2JP) LIPI dan Kementerian ESDM. Diangkat menjadi Pejabat Fungsional Ahli Peneliti Utama (APU-1985) dengan pengukuhan APU (1991) dan pangkat/golongan PembinaUtama/ IV-E (1991). Mendapat Lencana Karya Satya 20 tahun (2000); dan piagam Penghargaan Dharma Karya ESDM Utama (2008), menjadi anggota Profesi PII, HKI, Komite Nasional Energi dan AICHE, serta terpilih sebagai Who s Who In Science and Engineering in America (1999). Saat ini menjadi narasumber PPPTMGB LEMIGAS dan berbagai konsultan. 107

PROSES PENGOLAHAN MIGAS DAN PETROKIMIA UNTUK KELAS XI SEMESTER 3 DAN 4

PROSES PENGOLAHAN MIGAS DAN PETROKIMIA UNTUK KELAS XI SEMESTER 3 DAN 4 PROSES PENGOLAHAN MIGAS DAN PETROKIMIA UNTUK KELAS XI SEMESTER 3 DAN 4 DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR

BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR Program Keahlian : TEKNIK ENERGI TERBARUKAN (1.18) Paket Keahlian : TEKNIK ENERGI BIOMASSA (062) Mata Pelajaran : BAHAN BAKAR NABATI BAHAN AJAR SISWA PERALATAN DAN PEMANFAATAN BIOBRIKET DAN ASAP CAIR Disusun:

Lebih terperinci

BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL

BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL BIDANG ILMU PERTANIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN UJI LABORATORIUM SIFAT-SIFAT LIMBAH ORGANIK DAN MEKANISME REMEDIASI AIR ASAM TAMBANG OLEH DR. IR. RIWANDI, MS. IR. ALI MUNAWAR,

Lebih terperinci

ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA

ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA i TUGAS AKHIR ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA OLEH: PRATAMA D21105069 JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 ii LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

PAKET KEAHLIAN TEKNIK ENERGI BIOMASSA

PAKET KEAHLIAN TEKNIK ENERGI BIOMASSA PAKET KEAHLIAN TEKNIK ENERGI BIOMASSA BAHAN AJAR SISWA PENGUJIAN BAHAN BAKAR NABATI (BBN) Disusun oleh: Niamul Huda, ST., M.Pd Linda Dwinanada, S.Pd., M.Si Didukungi oleh: TEACHING BIOMASS TECHNOLOGIES

Lebih terperinci

WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA

WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA WORLD COAL INSTITUTE SUMBER DAYA BATU BARA TINJAUAN LENGKAP MENGENAI BATU BARA SUMBER DAYA BATU BARA DARI MANA ASAL BATU BARA? APA KEGUNAANNYA? APAKAH BATU BARA MASIH DIGUNAKAN? Batu Bara adalah salah

Lebih terperinci

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalitik Zeolit Alam Indonesia pada Hidrorengkah Ban Bekas dengan Preparasi Sederhana

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalitik Zeolit Alam Indonesia pada Hidrorengkah Ban Bekas dengan Preparasi Sederhana Karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalitik Zeolit Alam Indonesia pada Hidrorengkah Ban Bekas dengan Preparasi Sederhana Characterization of Indonesian Natural Zeolite and Their Activity on Hydrocracking

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin Diesel

BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin Diesel 5 BB II DSR TEORI. Mesin Diesel Salah satu penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah energi termal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL

TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL Martini Rahayu ABSTRACT Biodiesel is a clean burning alternative fuel, produced from renewable resources. Biodiesel contains no petroleum, but it can be blended at any

Lebih terperinci

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana Abstrak Kegiatan pengangkutan kayu membutuhkan kelancaran

Lebih terperinci

POTENSI DAN PEMANFAATAN ZEOLIT DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN

POTENSI DAN PEMANFAATAN ZEOLIT DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN POTENSI DAN PEMANFAATAN ZEOLIT DI PROVINSI JAWA BARAT DAN BANTEN Oleh HERRY RODIANA EDDY Kelompok Kerja Mineral SARI Pemanfaatan zeolit untuk digunakan dalam berbagai industri dan pertanian akhirakhir

Lebih terperinci

Perawatan Engine dan Unit Alat Berat

Perawatan Engine dan Unit Alat Berat Direktorat Pembinaan SMK 2013 i PENULIS: Direktorat Pembinaan SMK 2013 ii Kata Pengantar Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Di dalamnya dirumuskan secara terpadu kompetensi sikap, pengetahuan

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBUATAN ALAT PERAGA KIMIA SEDERHANA UNTUK SMA

PEDOMAN PEMBUATAN ALAT PERAGA KIMIA SEDERHANA UNTUK SMA PEDOMAN PEMBUATAN ALAT PERAGA KIMIA SEDERHANA UNTUK SMA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2011 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

SKRIPSI RATNA PATIYANDELA

SKRIPSI RATNA PATIYANDELA KADAR NH KADAR 3 DAN NH CH 3 4 DAN SERTA CH 4 CO SERTA 2 DARI COPETERNAKAN 2 DARI PETERNAKAN BROILER PADA KONDISI BROILER LINGKUNGAN PADA KONDISI DAN LINGKUNGAN MANAJEMEN YANG PETERNAKAN BERBEDA YANG DI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI)

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI) LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI) PEMBUATAN HANGER BEARING C/W BRONZE BUSHING UNTUK SCREW CONVEYOR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM DI CV. KINABALU Oleh: AKFADITA DIKA PARIRA

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI

DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2008 DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI Disusun : ASYARI DARYUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Darma Persada Jakarta.

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONTAMINASI DETERJEN PADA AIR MINUM ISI ULANG DI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KABUPATEN KENDAL TAHUN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONTAMINASI DETERJEN PADA AIR MINUM ISI ULANG DI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KABUPATEN KENDAL TAHUN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONTAMINASI DETERJEN PADA AIR MINUM ISI ULANG DI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KABUPATEN KENDAL TAHUN 2009 TESIS Untuk Memenuhi persyaratan Mencapai derajad

Lebih terperinci

MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL SMKP1C03-04DBK

MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL SMKP1C03-04DBK MODUL DASAR BIDANG KEAHLIAN KODE MODUL 04DBK KUALITAS AIR DAN KEGUNAANNYA DI BIDANG PERTANIAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROYEK PENGEMBANGAN SISTEM DAN STANDAR PENGELOLAAN SMK DIREKTORAT PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LABORATORIUM BAHAN BANGUNAN KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT SKRIPSI

LABORATORIUM BAHAN BANGUNAN KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT SKRIPSI KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT The Bond Strength and Development Length Observation of Bar Reinforcement of Lightweight Concrete with Various

Lebih terperinci

Oleh : DR.HM.HATTA DAHLAN, M.Eng

Oleh : DR.HM.HATTA DAHLAN, M.Eng PROTOTIPE ALAT PENYARING AIR PAYAU (SUNGAI SUGIHAN) MENJADI SUMBER AIR BERSIH MENGGUNAKAN TABUNG FILTER BAGI MASYARAKAT PANGKALAN SAKTI KECAMATAN AIR SUGIHAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR SUMSEL Oleh :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Tentang Air 2.1.1 Sifat kimia dan fisika air Nama Sistematis Nama Alternatif Rumus Molekul Massa Molar Densitas dan Fase Titik Lebur Titik Didih : air : aqua, dihidrogenmonoksida,

Lebih terperinci

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK Rezza Permana, ST. Peneliti Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustapa 23 Bandung Telp. 022 727 2215 ; Facs 022 7202892 E-mail : edelweiss_pirates@yahoo.co.id

Lebih terperinci

INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH

INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk

Lebih terperinci

TUJUAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I 1

TUJUAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I 1 TUJUAN 1. Mahasiswa mengenal alat-alat sederhana yang umum dipergunakan dalam laboratorium kimia. 2. Mahasiswa memahami kegunaan serta cara menggunakan secara benar alat-alat laboratorium kimia. Beberapa

Lebih terperinci

Bab 1. Manfaat penggunaan biomassa

Bab 1. Manfaat penggunaan biomassa Bab 1. Manfaat penggunaan biomassa 1.1. Manfaat Biomassa 1.1.1. Apa itu Biomassa? Secara umum biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN TA/TL/2008/0254 TUGAS AKHIR PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB MEMILIKI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Fe(II)-1,10-FENANTROLIN MENGGUNAKAN METODE CLOUD POINT DENGAN SURFAKTAN TWEEN 80

EKSTRAKSI Fe(II)-1,10-FENANTROLIN MENGGUNAKAN METODE CLOUD POINT DENGAN SURFAKTAN TWEEN 80 EKSTRAKSI Fe(II)-1,10-FENANTROLIN MENGGUNAKAN METODE CLOUD POINT DENGAN SURFAKTAN TWEEN 80 Disusun oleh FERIA TIA AGUSTINA M0301024 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci