ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana"

Transkripsi

1 ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana Abstrak Kegiatan pengangkutan kayu membutuhkan kelancaran kerja sehingga kayu dapat digunakan bagi industri. Salah satu hambatan dalam pengangkutan kayu adalah terjadinya selip. Selip berakibat pada rendahnya produktivitas pengangkutan kayu dengan biaya produksi yang tinggi dan terjadinya kerusakan tanah. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 di RPH Ciogong, KPH Cianjur dan bulan Oktober 2014 di RPH Maribaya, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tujuan penelitian untuk mendapatkan data dan informasi alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging. Sasaran penelitian adalah tersedianya alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus pada kegiatan logging. Metode penelitian berupa perancangan dan pembuatan alat bantu truk logging yang berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus serta uji coba dan pengumpulan data di lapangan. Data yang dikumpulkan adalah produktivitas dan biaya pengangkutan kayu, selip, koefisien traksi dan kerusakan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada tekstur tanah lempung berpasir dan tekstur tanah lempung dengan kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% dapat meminimalkan terjadinya selip sehingga meningkatkan produktivitas pengangkutan kayu dengan biaya produksi pengangkutan yang rendah dan meminimalkan kerusakan tanah; 2). Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus paling efisien dan efektif. Kata Kunci: Sarung roda, selip, produktivitas, biaya, kerusakan tanah 1

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis sangat dibutuhkan kegiatan pengangkutan kayu. Pengangkutan kayu sebagai salah satu rangkaian kegiatan pemanenan kayu memiliki peranan sangat penting. Tujuan pengangkutan kayu adalah agar kayu dapat sampai di tempat tujuan dengan waktu yang tepat secara kontinyu dengan biaya minimal. Kayu akan turun kualitasnya jika terlalu lama dibiarkan di dalam hutan. Teknik dan jarak pengangkutan kayu dari tempat panen sampai tiba ke tempat pengolahan sangat menentukan kualitas kayu. Pengangkutan kayu di hutan tanaman lahan kering menggunakan truk. Truk adalah alat khusus yang digunakan sebagai alat angkut karena kemampuannya, dapat bergerak cepat, kapasitas besar, luwes dalam jarak angkut dekat dan mudah mengemudikannya. Tetapi karena truk menggunakan ban karet seringkali memiliki kendala selip terutama jika dioperasionalkan di jalan tanah yang licin. Jika terjadi selip pada salah satu roda truk, maka roda yang lainnya tidak dapat berputar sehingga truk tidak dapat berjalan. Agar truk dapat berjalan lagi maka harus diberi traksi sehingga tenaga dari mesin akan tersalur ke kedua roda truk. Mengerem roda truk secara manual memiliki kelemahan yaitu intensitas pengereman selalu dilakukan saat selip. Jika roda mengalami selip maka perlu diberi beban pada roda yang berputar sehingga torsi dapat disalurkan pada roda. (Widodo dan Gesang, 2003). Pratikto et al., (2010) mengatakan bahwa pada kondisi jalan yang licin, gerak kecepatan putar roda tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak mobil secara keseluruhan. Akibatnya terjadi selip atau perbedaan kecepatan roda kendaraan, yang akan semakin membesar bila torsi yang diberikan terus bertambah. Hal ini akan menyebabkan kendaraan tersebut tidak terkendali dengan baik sehingga jaminan keselamatan supir bisa terancam. Selain itu, bila selip yang tak terkendali terjadi, pemakaian energi untuk menghasilkan gerak tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan secara baik sehingga menimbulkan pemborosan. Selip yang terjadi pada kendaraan dapat di kurangi dengan mengurangi torsi masukan pada roda. Agar selip yang terjadi 2

3 minimum maka torsi masukan pada roda tidak lebih dari besarnya nilai torsi maksimum tertentu. Truk untuk dapat bergerak maju ataupun mundur harus memiliki gaya dorong yang cukup melawan semua hambatan yang terjadi pada kendaraan. Gaya dorong dari suatu kendaraan terjadi pada roda penggerak kendaraan. Gaya dorong ini ditransformasikan dari torsi mesin kendaraan kepada roda penggerak melalui sistem penggerak yang terdiri dari kopling, transmisi, gigi diferensial, dan poros penggerak. Kondisi truk yang selip menyebabkan kebutuhan akan traksi sangat penting. Traksi biasanya terkait dengan kehilangan gesekan sewaktu terjadi percepatan baik saat awal gerak atau ketika truk menyalip kendaraan lain. Traksi dibutuhkan sebagai pengendali pada kontak antara roda dengan jalan dalam kondisi maksimum Gaya traksi pada roda penggerak dapat membuat roda memiliki torsi lebih besar dari torsi pelawan yang timbul akibat gaya gesek antara roda dengan jalan. Torsi roda yang lebih besar membuat roda menjadi lebih cepat daripada penggeraknya, hal tersebut dikenal sebagai selip. Selip roda yang terjadi akan menyebabkan bertambahnya energi yang diperlukan untuk penarikan karena gaya horisontal yang diperlukan di atas permukaan tanah lebih besar. Kondisi selip mengakibatkan laju truk mengalami hambatan, sehingga produktivitas pengangkutan menjadi menurun. Ban truk yang terus menerus menggesek permukaan tanah yang disebabkan oleh selip dapat menyebabkan ban truk cepat menjadi aus, pemborosan bahan bakar dan oli serta mengurangi masa pakai truk, hal tersebut mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi. Disamping itu akibat gesekan antara ban dengan tanah secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan tanah di mana tanah dapat membentuk lubang seperti parit dan terkadang dapat membentuk lubang yang sangat dalam sehingga membahayakan truk dan pengguna jalan lainnya. Oleh karena itu diperlukan hasil penelitian berupa alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperlancar kegiatan pengangkutan sehingga dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan kerusakan tanah. 3

4 B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging. 2. Sasaran Adapun sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus pada kegiatan logging. C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi teknis alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging. 2. Draft karya tulis ilmiah. 3. Prototipe alat bantu untuk mengurangi selip pada badan jalan. D. Hasil yang Telah Dicapai Tahun Alat bantu logging pola rantai melintang lurus a). Rata-rata selip terjadi sebesar 12,62%. b). Rata-rata produktivitas sebesar 62,80 m 3.km/jam. c). Rata-rata biaya pengangkutan sebesar Rp 5.207/m 3.km. d). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi 13,03 cm. 2. Alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong a). Rata-rata selip terjadi sebesar 10,71%. b). Rata-rata produktivitas sebesar 89,34m 3.km/jam. c). Rata-rata biaya pengangkutan sebesar Rp 3.660/m 3.km. d). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi 9,06 cm Tahun ). Alat bantu logging berupa rangkaian besi kotak a) Tekstur tanah pada areal penelitian berupa tanah lempung berliat. 4

5 b) Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45. c) Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 3,60%, 6,90% dan 9,86%. d). Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 65,20 m 3.km/jam. e). Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 3.146/m 3.km f). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 1,4 cm, 1,7 cm dan 2,1 cm. 2). Alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai a) Tekstur tanah pada areal penelitian berupa tanah lempung berliat. b) Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45. c) Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 2,89%, 4,60%, dan 7,99% d) Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 96,17 m 3.km/jam. e) Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 2.428/m 3.km f) Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 0,8 cm, 1,3 cm dan 1,9 cm. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian adalah kinerja alat bantu sarung roda rantai menyilang dan lurus, uji coba, analisis selip, produktivitas pengangkutan, biaya produksi pengangkutan, koefisien traksi, dan kerusakan tanah pada kondisi jalan yang licin. 5

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengangkutan kayu merupakan kegiatan pemindahan kayu dari tempat pengumpulan kayu di hutan ke tempat pengolahan atau pemasaran kayu. Pengangkutan kayu sebagai salah satu tahap dari rangkaian kegiatan pemanenan kayu memiliki peranan penting guna mencapai tujuan akhir dan kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dari pemanenan kayu. Pencapaian tujuan akhir tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang baik. Pengangkutan kayu di hutan tanaman lahan kering menggunakan truk. Kegiatan tersebut sangat diperlukan kewaspadaan yang tinggi terutama menjaga keselamatan kayu yang diangkut agar tidak terjatuh ke tanah yang akibatnya dapat menurunkan kualitas kayu. Penggunaan truk dalam kegiatan pengangkutan kayu di lapangan terkadang memiliki kendala, salah satunya terjadi selip pada roda truk pada saat truk melewati jalan yang lembek atau licin. Berapapun cepatnya laju truk, secara umum tekanan pengereman akan mampu membuat roda berhenti berputar, tapi badan kendaraan cenderung masih dapat bergerak, karena energi kinetis yang ditimbulkan oleh berat truk itu sendiri, akibatnya roda akan menggesek pada permukaan jalan sampai kendaraan berhenti. Terjadinya selip pada roda truk mengakibatkan truk kehilangan kendali (berbelok ke kiri atau ke kanan atau ke mana saja tergantung dari keadaan permukaan jalan) atau truk berhenti sama sekali walaupun rodanya berputar cepat. Semuanya itu akan lebih berbahaya lagi jika truk melaju pada permukaan jalan atau tanah yang licin. Akibat dari kehilangan kendali dapat mengurangi waktu produksi sehingga produktivitas menjadi menurun, apalagi sampai terjadi kecelakaan. Hal tersebut dapat menyebabkan biaya produksi pengangkutan kayu menjadi meningkat. Dewanto (2003) mengemukakan bahwa dalam keadaan dinamik, selain ditentukan oleh kemampuan mesin, besarnya traksi roda juga ditentukan oleh permukaan jalan, kecepatan kendaraan, kondisi jalan, ukuran ban, keausan ban, tekanan ban, sistem suspensi dan beban kendaraan. Pengendalian traksi untuk 6

7 menjamin bahwa kendaraan terjadi kontak antara roda dengan jalan dalam kondisi maksimum. Salah satu performa yang penting adalah kemampuan kendaraan untuk melakukan percepatan, melawan hambatan angin, melawan hambatan rolling, melawan gaya tanjakan dan kemungkinan untuk menarik suatu beban (truk dengan muatan). Gaya yang timbul pada roda penggerak untuk melawan hambatan tersebut disebut dengan gaya dorong atau gaya traksi. Gaya traksi yang terjadi pada bidang kontak roda penggerak dan jalan dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya adalah : karakteristik torsi mesin, karakteristik kopling, rasio dan tingkat transmisi, rasio gardan, diameter efektif roda, karakteristik kontak roda dan jalan. Torsi mesin atau daya mesin (engine) minimum adalah parameter yang sangat mempengaruhi gaya traksi (Adhi et al., 2012) Koefisien traksi adalah faktor yang menunjukkan bagian ban yang digunakan untuk menarik atau mendorong atau suatu faktor di mana jumlah berat truk pada roda penggerak harus dikalikan untuk menunjukkan rimpull maksimal antara ban dengan jalur jalan tepat sebelum roda selip. Koefisien traksi tersebut merupakan besarnya tenaga tarik yang menybabkan selip dibagi dengan berat truk keseluruhan atau besarnya tenaga tarik yang menyebabkan selip dibagi dengan berat truk yang terlimpah pada roda penggerak (Wedhanto, 2009). Kekasaran permukaan jalan adalah merupakan faktor utama yang mempengaruhi koefisien gesek antara ban dan jalan. Hasil penelitian Siahaan dan Anggono (2014) mengatakan bahwa untuk jalan yang kering dengan permukaan yang halus akan memberikan koefisien gesek yang besar antara ban dan jalan, namun sebaliknya jika dalam keadaan basah maka akan memberi koefisien gesek yang kecil. Gaya traksi terbesar untuk ketiga kontak permukaan jalan (batu kwarsa, beton, aspal) terjadi pada ban bias. Gaya traksi terbesar terjadi pada kondisi jalan batu kwarsa dan yang terkecil di permukaan jalan aspal. Salah satu komponen model statik yang berperan sangat penting adalah gaya gesek antara roda kendaraan dengan permukaan jalan. Berdasarkan hasil penelitian Mirdanies dan Rijanto (2011) telah diketahui persamaan koefisien gesekan beberapa kondisi jalan. Gaya gesek adalah gaya yang menghambat gerakan benda. Gaya gesek bekerja di antara permukaan benda yang saling bersentuhan. Gaya gesek selalu 7

8 bekerja pada permukaan benda padat yang saling bersentuhan, sekalipun benda tersebut sangat licin. Jika permukaan suatu benda bergesekan dengan permukaan benda lain, masing-masing benda tersebut mengerjakan gaya gesek antara satu dengan yang lain. Gaya gesek pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gerakan benda tersebut. Selain menghambat gerak benda, gesekan dapat menimbulkan aus dan kerusakan. Besar daya tarik umumnya dibatasi oleh kapasitas traksi yang dapat diberikan oleh alat traksi pada tanah. Oleh karena itu kemampuan traksi suatu alat akan menentukan besar gaya tarik yang dapat dihasilkan kendaraan. Efisiensi traksi tergantung besar beban yang menyebabkan perubahan kontak pada tanah oleh roda ban. Proses terjadinya selip pada dasarnya ditimbulkan akibat ketidakseimbangan antara gaya yang disalurkan oleh jari-jari roda dari sumbu pada permukaan tapak dan medan tahanan geser tanah yang dilalui roda (Siahaan dan Anggono, 2014). Truk dapat bergerak maju ke depan karena adanya gaya gesek yang diberikan oleh tanah dan tanah memberikan gaya reaksi pada roda truk (gaya normal yang memberikan traksi tersebut bekerja sepanjang jalan yang dilewati oleh truk). Ketika roda memberikan gaya aksi pada jalan maka gaya akan mempengaruhi jalan (Akbar et al., 2012). Kondisi tanah dan kelerengan merupakan faktor luar yang menyebabkan terjadinya selip pada truk. Beberapa tekstur tanah memiliki sifat fisik tersendiri yang turut memperbesar selip. Tanah yang bertekstur pasir memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara. Lain halnya dengan tanah yang bertekstur liat, luas permukaan lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan unsur hara tinggi. Tanah yang bertekstur halus akan lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam bentuk persentase) fraksifraksi pasir, debu, dan liat. Partikel-partikel pasir memiliki luas permukaan yang kecil dibandingkan debu dan liat tetapi ukurannya besar. Semakin banyak ruang pori di antara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air. Luas permukaan debu jauh lebih besar dari permukaan pasir, di mana tingkat pelapukan dan pembebasan unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Tanah yang 8

9 memiliki kemampuan besar dalam memegang air adalah Fraksi Liat. Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat (Foth, 1982). Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai potensi kembang susut tinggi dan mempunyai daya dukung yang baik pada kondisi tidak jenuh air tetapi jelek pada kondisi jenuh air. Tanah dengan kandungan montmorillonite mempunyai luas permukaan lebih besar dan mudah menyerap air dalam jumlah banyak jika dibandingkan dengan mineral lain. Tanah yang mempunyai kecepatan terhadap pengaruh air sangat mudah mengembang dan akan cepat merusak struktur yang ada di atasnya. Potensi pengembangan (swelling potensial) tanah lempung sangat erat kaitannya dengan indeks plastisitas, sehingga tanah khususnya tanah lempung dapat diklasifikasikan sebagai tanah yang mempunyai potensi mengembang tertentu yang didasarkan oleh indeks plastisitasnya (Risman, 2008). Hal tersebut sama dengan yang ditulis Yuniarti et al., (2008) mineral lempung terdiri dari 3 komponen utama yaitu montmorillonite, illite, dan kaolinite. Di antara ketiga mineral ini, montmorillonite adalah mineral paling halus sehingga mempunyai permukaan paling besar dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak, sehingga sangat mudah mengembang dan menimbulkan permasalahan. 9

10 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian 1. Penelitian pertama dilaksanakan pada bulan April 2014 di RPH Ciogong, BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten. Keadaan lapangan di RPH Ciogong relatif landai sampai bergelombang dengan ketinggian mdpl. Adapun batas wilayahnya adalah : - Wilayah Selatan : Desa Jati Sari Kecamatan Sindang Barang - Wilayah Utara : Desa Pusaka Sari Kecamatan Agra Binta - Wilayah Barat : Desa Suka Sirna Kecamatan Agra Binta - Wilayah Timur : Desa Pananggapan Kecamatan Cibinong Menurut Schmitdh & Ferguson, kawasan RPH Ciogong termasuk memiliki curah hujan tipe A di mana perbandingan antara bulan kering dan bulan basah adalah 0% berbanding 14,3%. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan 340 mm. 2. Penelitian kedua di laksanakan pada bulan Oktober 2014 di RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten di mana secara administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang. Sedangkan batas-batas pengelolaan BKPH Parung Panjang adalah sebagai berikut : - Sebelah barat berbatasan dengan KPH Banten - Sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Jasinga - Sebelah timur berbatasan dengan BKPH Leuwiliang - Sebelah utara berbatasan dengan BKPH Tangerang Secara geografis BKPH parung Panjang terletak pada 106 o BT sampai 106 o BT dan 06 o sampai 06 o LS. Kawasan hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan (KP) akasia mangium yang terbagi dalam 3 (tiga) Resort Pemangkuan Hutan (RPH) seluas 5.397,24 ha yaitu RPH Tenjo seluas 1.536,15 ha, RPH Maribaya seluas 2.127,39 ha dan RPH Jagabaya seluas 1.733,70 ha. Kawasan hutan di BKPH Parung Panjang termasuk dalam tipe iklim A 10

11 dengan curah huja rata-rata mm/tahun, dengan suhu harian tertinggi 25,50 o C dan terendah 18 o C berdasarkan rasio bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai landai, dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari datar dan agak curam. B. Bahan dan Peralatan Bahan utama dalam penelitian ini adalah rantai besi ukuran diameter cincin besi 15 mm, panjang cincin rantai 50 mm, lebar cincin rantai 30 mm, panjang alat bantu 5000 mm, besi siku ukuran 3 cm x 3 cm x 3 cm, kawat las, sackel, tambang plastik, baut, tinner, cat kayu, cat besi, meni besi, kuas Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, alat pengukur waktu, truk angkutan kayu. C. Prosedur Kerja 1). Merancang dan membuat alat bantu logging a. Gambar alat bantu logging untuk mengurangi selip pada tanah yang licin disajikan pada Gambar 1 dan 2 (alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus (pandangan depan) dan Gambar 3 dan 4 (alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus (pandangan atas) b. Spesifikasi alat bantu logging berupa sarung roda dari rantai besi adalah sebagai berikut: (1) ukuran besi siku yang digunakan untuk membuat alat bantu berukuran 3 cm x 3 cm x 3 cm, (2) panjang alat bantu 5 m, (3) lebar cincin rantai 3 cm, (4) panjang cincin rantai 5 cm, dan (5) diameter cincin rantai 1,5 cm. Berat satu alat bantu adalah lebih kurang 20 kg. 2). Menghitung biaya pembuatan alat a. Biaya pembelian bahan b. Biaya upah c. Umur pakai alat 3). Uji coba alat bantu Tahapannya adalah : 11

12 a. Menetapkan petak ukur terpilih dilakukan dengan cara purposif,yang mewakili kondisi licin dan kelerengan yang ditetapkan. b. Menetapkan perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu : Faktor penggunaan alat bantu logging terdiri atas dua taraf yaitu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus dan faktor kelerengan terdiri dari tiga kelerengan yaitu pada jalan dengan kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25%. c. Masing-masing perlakuan dengan 5 ulangan pada kondisi truk bermuatan dan tidak bermuatan. Dengan demikian akan terdapat sejumlah 2 x 3 = 6 kombinasi perlakuan, dan 6 perlakuan x 5 ulangan = 30 data. Yang diamati terdiri dari volume kayu yang diangkut (m 3 ), panjang plot ukur (m), waktu pengangkutan pada plot ukur tersebut (detik). d. Melaksanakan pengamatan dan pengukuran selip pada roda truk. - Memberi tanda pada roda truk menggunakan cat putih, pada saat truk berjalan dan tanda tersebut menyentuh tanah atau alat bantu dihitung jumlah putaran rodanya. - Melaksanakan pengukuran selip pada roda truk yang melalui alat bantu dengan cara mengukur selisih jarak tempuh truk tanpa muatan kayu dengan truk bermuatan kayu pada jumlah putaran roda yang sama. - Melaksanakan pencatatan jarak tempuh, volume kayu, waktu tempuh dan jumlah perputaran roda; Melaksanakan pengukuran koefisien traksi roda dengan mencatat berat truk, spesifikasi truk, daya mesin; dan melaksanakan pengamatan tekstur tanah langsung di lapangan dengan memirit tanah menggunakan jari dan merasakan halus kasarnya partikel tanah. Pengukuran parameter meliputi selip roda, koefisien traksi roda, produktivitas pengangkutan, biaya produksi pengangkutan dan kerusakan tanah. Cara pengukuran parameter dijelaskan seperti berikut ini. a. Selip roda truk: mencatat selisih jarak tempuh truk tanpa muatan kayu dengan yang bermuatan kayu pada kondisi roda truk melalui alat bantu. b. Koefisien traksi roda : mencatat berat truk dan spesifikasi truk. c. Produktivitas: mencatat waktu kerja, jarak tempuh dan volume kayu. 12

13 d. Data finansial: mencatat harga alat angkutan, harga pembuatan alat bantu, jam kerja truk per hari, bunga modal, biaya pajak, biaya asuransi, biaya perawatan alat, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas dan biaya upah. e. Kerusakan tanah : mengukur kedalaman tanah yang terbentuk akibat selip pada sisi kiri atau kanan ban truk. Pengumpulan data sekunder meliputi: keadaan umum lapangan, keadaan umum perusahaan dan data penunjang lainnya yang dikutip dari perusahaan dan wawancara dengan karyawan Keterangan : 1. Cincin rantai untuk merangkai besi siku dengan bentuk menyilang 2. Cincin rantai sebagai pengunci/penguat pada sisi pinggir ban. 3. Besi siku Gambar 1. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang (pandangan depan) 13

14 1 3 2 Keterangan : 1. Cincin rantai untuk merangkai besi siku dengan bentuk lurus 2. Cincin rantai sebagai pengunci/penguat pada sisi pinggir ban. 3. Besi siku Gambar 2. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus (pandangan depan) 14

15 Gambar 3. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang (pandangan atas) 15

16 Gambar 4. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus (pandangan atas) D. Analisis Data Data lapangan berupa selip roda truk, produktivitas, koefisien traksi dan kerusakan tanah diolah ke dalam bentuk tabulasi. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata. Biaya produksi pengangkutan dihitung dengan menggunakan rumus dari Nugroho (2002) sebagai berikut: 1) Biaya tetap, yaitu biaya yang berjalan terus sesuai dengan lama pakai alat, terdiri dari : a. Biaya penyusutan (Rp/jam) M R- Harga alat bantu D = N x jam pertahun... (1) 16

17 b. Biaya bunga modal (Rp/jam) ( M R ) ( N + 1 ) B = R x 0,0p 2 N t Keterangan : D = Biaya penyusutan (Rp/jam) B = Bunga modal (Rp/jam) M = Harga beli alat (Rp) R = Nilai sisa (rongsokan) alat (Rp) N = Umur pakai alat (tahun) 0,0p = Bunga bank t = Jumlah jam kerja /tahun c. Pajak (Rp/jam) Pajak = harga alat (Rp) x 0,6 x 0, /jam d. Asuransi (Rp/jam) Asuransi = harga alat (Rp) x 0,6 x 0, /jam 2) Biaya operasi/variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan apabila alat tersebut digunakan, terdiri dari: a. Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/jam) Biaya perbaikan dan pemeliharaan dihitung berdasarkan pengeluaran suku cadang dalam satu tahun (jam) dibagi jam kerja dalam setahun b. Biaya bahan bakar (Rp/jam) Biaya bahan bakar dihitung berdasarkan banyaknya bahan bakar yang digunakan (liter) dalam waktu satu tahun dibagi jam kerja setahun dan dikalikan dengan (2). (3). (4). (5).. (6) 17

18 harga bahan bakar (Rp/liter). c. Biaya oli dan pelumas (Rp/jam) Biaya oli dan pelumas dihitung berdasarkan banyaknya pelumas (liter) yang digunakan dalam waktu satu tahun dibagi jam kerja setahun dikalikan harga pelumas (Rp/liter) d. Biaya alat pelengkap (Rp/jam), yaitu bagian dari alat yang mudah mengalami kerusakan sehingga perlu diganti seperti ban. Harga ban (Rp/satuan) dibagi umur pakai alat (jam/tahun). e. Biaya pembuatan alat bantu (Rp/jam), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan alat bantu. 3). Biaya upah operator yaitu biaya upah operator maupun pembantu operator dalam Rp/jam. 4). Biaya pengangkutan dihitung dengan rumus : (1) + (2) + (3) + (4) + (5) + (6) + (7) + (8) + (9)+(10) BA = P Keterangan : BA = Biaya pengangkutan (Rp/m 3.km) (1) = Biaya penyusutan (Rp/jam) (2) = Biaya bunga modal (Rp/jam) (3) = Biaya pajak (Rp/jam) (4) = Biaya asuransi (Rp/jam) (5) = Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/jam) (6) = Biaya bahan bakar (Rp/jam) (7) = Biaya oli dan pelumas (Rp/jam) (8) = Biaya alat pelengkap berupa ban (Rp/jam) (9) = Biaya upah operator (Rp/jam) (10)= Biaya pembuatan alat bantu (Rp/jam) P = Produktivitas pengangkutan (m 3.km/jam). (7).. (8).. (9).(10) (11) 18

19 Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus serta tiga kelas kelerengan yang berbeda terhadap selip, produktivitas, biaya produksi dan kerusakan tanah, menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap atau Faktorial RAL yang menggunakan dua faktor (faktor dua alat bantu logging dan faktor tiga kelas kelerengan) yaitu 2x3x5 (Matjik dan Sumertajaya, 2006) Tabel 1. Rancangan faktorial menggunakan dua faktor No Faktor 1 (alat bantu) Faktor 2 (kelas kelerengan) 1 Sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang 2 Sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus 0-8% 9-15% 16-25% 0-8% 9-15% 16-25% Ulangan

20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi penelitian di RPH Ciogong, BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten 1. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang a. Selip yang terjadi Tabel 2. Rata-rata selip alat bantu A di KPH Cianjur Kelas kelerengan Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip 0-8 Muat 3,79 Kosong 3,90 2,82 Muat 2,78 Kosong 2,88 3,47 Muat 3,91 Kosong 4,02 2,73 Muat 3,47 Kosong 3,58 3,07 Muat 3,03 Kosong 3,16 4,11 Rata-rata 3,40 3,51 3, Muat 4,72 Kosong 5,04 6,35 Muat 5,29 Kosong 5,71 7,36 Muat 5,93 Kosong 6,25 5,12 Muat 5,10 Kosong 5,46 6,59 Muat 5,87 Kosong 6,19 5,17 Rata-rata 5,38 5,73 6, Muat 6,66 Kosong 7,20 7,50 Muat 6,37 Kosong 6,93 8,08 Muat 6,39 Kosong 6,84 6,58 Muat 5,78 Kosong 6,29 8,10 Muat 4,22 Kosong 4,57 7,65 Rata-rata 5,88 6,37 7,58 Keterangan : Alat bantu A = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata terjadinya selip untuk kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%, Hal tersebut disebabkan oleh kondisi jalan angkutan yang menanjak akan berpengaruh terhadap gerakan truk. Kecepatan truk berkurang sehingga terjadi 20

21 perlambatan. Kemampuan kendaraan pada kondisi jalan yang landai umumnya ditentukan oleh kekuatan mesin dan bagian-bagian mekanis kendaraan yang lainnya. Hasil penelitan Lan et al., (2003) menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang sudah dilengkapi dengan mesin yang memiliki tenaga yang cukup besar, sehingga dalam keadaan normal mobil tersebut mampu mendaki sampai kelandaian 10% tanpa mengalami selip. Berbeda halnya dengan truk. Truk memiliki berat relatif besar yang berpengaruh terhadap kekuatan mesinnya, sehingga sering terjadi pengurangan kecepatan pada saat mendaki. Upaya mengatasi jalan angkutan yang menanjak tersebut, supir truk akan mempercepat laju truknya sebesar-besarnya, keadaan di mana sering menimbulkan bahaya keselamatan jiwa. Dalam menghadapi jalan landai tersebut truk akan kehabisan momentum yang dimilikinya. Akibatnya truk akan berjalan dengan kecepatan rendah. Hasil penelitian Pinanyungan (2009) menunjukkan bahwa kemampuan kendaraan truk pada jalan mendaki tergantung dari perbandingan antara berat dan tenaga truk yang bersangkutan. Tekstur tanah ikut mempengaruhi terjadinya selip. Oida (1992) menyebutkan bahwa kinerja bergerak majunya kendaraan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan spesifikasi mesin. Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi kinerja mesin yaitu sifat fisik tanah dan kondisi tanah. Lokasi penelitian memiliki tekstur tanah lempung berpasir, menurut Intara et al., (2011) tanah tekstur liat tidak hanya memiliki permukaan yang luas tetapi juga bermuatan listrik. Muatan listrik tersebut memberi sifat pada liat untuk mengikat air. Hal inilah yang menyebabkan liat banyak menyimpan air. Sifat tanah lempung yang mudah mengembang dan banyak menyimpan air tersebut, mengakibatkan sering terjadinya selip karena kondisi tanah yang licin sehingga rentan terhadap terjadinya kerusakan tanah. b. Koefisien traksi Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dapat meningkatkan traksi pada setiap kelas kelerengan. Hasil penelitian rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3. 21

22 Tabel 3. Rata-rata nilai koefisien traksi dari penggunaan alat bantu A di KPH Cianjur Kelas kelerengan Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,54 Rata-rata 7, , , , , , ,43 Rata-rata 9, , , , , , ,33 Rata-rata 12, ,36 Keterangan : Alat bantu A = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan alat bantu dengan model rantai menyilang pada setiap kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% menghasilkan rata-rata koefisien traksi masing-masing sebesar 0,59, 0,44 dan 0,36. Untuk mengangkut kayu jati pada kondisi tiga kelerengan tersebut dengan tekstur tanah lempung berpasir yang licin maka diperlukan traksi sebesar seperti yang dicantumkan di atas. Pada kelas kelerengan 16-25% dengan koefisien traksi 0,36 (merupakan kelerengan yang sangat sulit dilalui oleh truk) maka akan diperoleh kekuatan tarik dari mesin ke roda penggerak sebesar kg. Rimpull merupakan tenaga gerak yang dapat disediakan mesin kepada roda penggerak truk. 22

23 c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu Penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memiliki rata-rata produktivitas pengangkutan masing-masing sebesar 92,02 m 3.km/jam, 89,07 m 3.km/jam dan 83,59 m 3.km/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin landai kondisi kelerengan jalan angkutan maka semakin rendah rata-rata produktivitas pengangkutan. Semakin menanjak jalan angkutan maka selip yang terjadi semakin tinggi. Kondisi jalan menanjak maka gerak kecepatan putar roda truk tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak kendaraan secara keseluruhan. Akibatnya terjadi perbedaan kecepatan antara roda dan kendaraan semakin besar. Menurut Indonesianto (2009) kemampuan mesin peralatan bergantung pada ketinggian tempat di mana mesin tersebut digunakan. Semakin tinggi suatu tempat kerja dari permukaan air laut (pal-sea level), tekanan atmosfer semakin menurun. Karena tekanan atmosfer di tempat kerja tersebut menurun maka kerapatan udara juga menjadi menurun, yang berakibat pada berkurangnya jumlah oksigen pada tempat tersebut. Dengan jumlah oksigen yang rendah mengakibatkan menurunnya power untuk mesin motor bakar. Menurut Haryanto (1997) setiap mesin yang bekerja pada lokasi dengan kelerengan yang landai akan mengalami kehilangan tenaga mesin. Setiap kendaraan yang berjalan menanjak maka akan kehilangan daya mesin, karena untuk maju dan untuk mengatasi tahanan lereng itu sendiri. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Komponen biaya truk dan alat bantu di KPH Cianjur No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator

24 10 Pembuatan alat bantu 700 Total biaya Dari Tabel 4 dapat dihitung rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu yang dibagi dengan produktivitas pengangkutan kayu pada setiap kelas kelerengan. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-rata biaya produksi pengangkutan pada setiap kelas kelerengan di KPH Cianjur Kelas kelerengan Produktivitas pengangkutan (m 3.km/jam) Biaya produksi pengangkutan (Rp/m 3.km) , , , , , ,27 Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu pada setiap kelas kelerengan berbeda. Semakin tinggi kelas kelerengan maka rata-rata biaya produksi pengangkutan semakin tinggi. Pada kelas kelerengan 16-25% diperoleh rata-rata produktivitas yang lebih rendah daripada dua kelerengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh kelas kelerengan 16-25% truk paling sering mengalami selip. Dengan semakin intensifnya selip maka terjadi peningkatan biaya produksi. Karena kegiatan pengereman dan menginjak gas terus menerus menyebabkan pemborosan bahan bakar dan ban cepat aus. Keausan ban adalah suatu hilangnya atau rusaknya tapak ban atau permukaan karet ban karena gesekan yang terjadi ketika ban melaju di jalan. Keausan ban bermacam-macam tergantung dari tekanan angin ban, beban, kecepatan kendaraan, cuaca panas, kondisi permukaan jalan, temperatur dan faktor lainnya. Semakin besar beban muatan juga semakin mempercepat keausan ban. Ban juga semakin cepat aus ketika berbelok dengan beban yang cukup besar karena gaya sentrifugalnya lebih besar ketika berbelok mengakibatkan gesekan antara ban dengan permukaan jalan menjadi lebih besar. 24

25 d. Kerusakan tanah Selip yang terjadi menyebabkan terjadinya kerusakan tanah. Kerusakan tanah berupa lubang membentuk parit dengan kedalaman bervariasi. Hasil pengukuran rata-rata kedalaman tanah yang terbentuk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata kedalaman tanah di KPH Cianjur akibat penggunaan dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang Kelas kelerengan Ulangan Kedalaman tanah (cm) ,8 2 7,4 3 6,6 4 6,9 5 7 Rata-rata 6, ,8 2 7,4 3 7, ,9 Rata-rata 7, ,8 2 8,4 3 8,5 4 8,9 5 8,9 Rata-rata 8,5 Tabel 6 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% memiliki rata-rata kedalaman tanah 8,5 cm lebih dalam daripada kelerengan 0-8% dan 9-15%. Hal tersebut disebabkan ban truk yang mengalami selip akan cenderung menggerus lapisan tanah atas sampai terbentuk lubang parit. Supir truk akan berusaha mencari traksi maksimal agar ban truk dapat melakukan gesekan terhadap permukaan tanah. Kegiatan menginjak gas dan rem yang terus menerus mengakibatkan banyak tanah terlempar keluar. Akibat kerusakan tanah tersebut mengakibatkan jalan angkutan menjadi rusak sehingga berdampak pada penurunan produktivitas dan tingginya biaya produksi pengangkutan. 25

26 2. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus a. Selip yang terjadi Hasil penelitian rata-rata selip yang terjadi pada ketiga kelas kelerengan dengan menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata selip alat bantu B di KPH Cianjur Kelas kelerengan Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip 0-8 Muat 3,56 Kosong 3,61 1,39 Muat 1,92 Kosong 1,94 1,03 Muat 2,64 Kosong 2,72 2,94 Muat 2,87 Kosong 2,95 2,71 Muat 1,76 Kosong 1,82 3,29 Rata-rata 2,55 2,61 2, Muat 4,27 Kosong 4,39 2,73 Muat 3,92 Kosong 4,17 5,99 Muat 4,17 Kosong 4,36 4,36 Muat 3,84 Kosong 4,02 4,47 Muat 4,09 Kosong 4,22 3,08 Rata-rata 4,06 4,23 4, Muat 5,03 Kosong 5,46 7,88 Muat 4,5 Kosong 4,77 5,66 Muat 5,12 Kosong 5,41 5,36 Muat 5,36 Kosong 5,8 7,59 Muat 3,85 Kosong 4,05 4,94 Rata-rata 4,77 5,10 6,28 Keterangan : Alat bantu B = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tetapi hasil penelitian ini dengan kelas kelerengan 16-25% menghasilkan rata-rata selip yang lebih rendah daripada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Dengan menggunakan sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 16-25% rata-rata selip 26

27 yang terjadi sebesar 7,58% sehingga memiliki selisih sebesar 1,3%. Rendahnya selip pada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus karena bentuk rantai yang lurus membantu menambah traksi pada roda truk, di mana rantai lurus yang disambungkan pada besi siku tersebut dapat saling mencengkeram tanah. Bentuk alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus ini menyerupai tank baja perang. Sedangkan dengan bentuk rantai yang menyilang dapat mengurangi traksi, di mana rantai tersebut ikut tergesek saat roda truk selip. Tidak dapat mencengkeram tanah secara optimal. Gesekan tersebut jelas dengan terbentuknya lubang parit diatas permukaan tanah. Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 8), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya selip. Hal ini menunjukkan bahwa selip yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelerengan kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap selip. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya selip. Tabel 8. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip di KPH Cianjur Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan 1.043E Rantai Rantai * Kesalahan Total Total terkoreksi Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 10 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap selip. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas 27

28 kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus memiliki rata-rata selip lebih rendah daripada menggunakan alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong (penelitian tahun 2012) sebesar 10,71% dan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (penelitian tahun 2013) pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing sebesar 2,89%, 4,60% dan 7,99%. Alat bantu pada penelitian tahun 2012 hanya berupa rangkaian rantai yang berbentuk lurus dan serong. Kekuatan rangkaian tersebut tidak maksimal untuk mencengkeram tanah, bentuknya yang lurus serong tidak dapat membungkus ban truk secara keseluruhan. Sedangkan pada alat bantu penelitian tahun 2013, memiliki kelemahan karena bentuknya seperti tangga besi (kaku) sehingga tidak bisa digunakan apabila terjadi selip pada kondisi jalan angkutan menikung. Alat tersebut hanya dapat digunakan pada kondisi jalan lurus. Pada alat bantu tersebut ban truk berjalan diatas besi siku. Pada saat ban truk penuh dengan tanah yang basah masih terjadi selip, hal tersebut karena besi siku yang sudah terkena tanah yang basah menyebabkan besi menjadi licin sehingga masih menimbulkan selip. b. Koefisien traksi Hasil perhitungan koefisien traksi dari masing-masing kelas kelerengan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu B di KPH Cianjur Kelas Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,72 Rata-rata 6, , , , , ,54 28

29 ,54 Rata-rata , , , , , ,48 Rata-rata 9, ,45 Keterangan : Alat bantu B = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15 dan 16-25% masing-masing adalah 0,67, 0,54, 0,45. Pada kelas kelerengan 16-25% penggunaan alat bantu rantai lurus memiliki rata-rata koefisien traksi lebih tinggi daripada alat bantu berupa rantai menyilang dan memiliki kemampuan tarik lebih tinggi yaitu kg. Rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan pada penggunaan alat bantu logging pada penelitian tahun ini dengan pola rantai melintang lurus serong (tahun 2012) dan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (tahun 2013) hampir sama, hal ini disebabkan karena jenis truk yang digunakan memiliki tipe yang sama dengan berat truk juga sama, sehingga mempengaruhi perhitungan koefisien traksi. c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu Rata-rata produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing sebesar 102,13 m 3.km/jam, 95,21 m 3.km/jam dan 91,18 m 3.km/jam. Rendahnya rata-rata produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% menunjukkan bahwa semakin tinggi selip yang terjadi maka semakin rendah rata-rata produktivitas yang dihasilkan. Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 16-25% menghasilkan rata-rata produktivitas lebih tinggi daripada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang yaitu 83,59 m 3.km/jam. Tingginya rata-rata produktivitas tersebut karena selip yang terjadi lebih rendah. Dengan selip yang rendah maka waktu 29

30 yang terbuang untuk menambah traksi dapat digunakan dalam operasional kegiatan pengangkutan. Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 10), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,000 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya produktivitas pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pengangkutan kayu yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya produktivitas pengangkutan kayu. Tabel 10. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu di KPH Cianjur Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan 5.747E E Rantai 5.727E E Rantai * Kesalahan Total 1.173E9 30 Total terkoreksi 5.747E8 29 Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 11 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelerengan 9-15% dan 16-25%. Produktivitas pengangkutan kayu yang terjadi pada kelas kelerengan 0-8% ternyata lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya. 30

31 Hal tersebut karena mesin truk memiliki keterbatasan kekuatan atau tenaga pada saat melewati jalan tanjakan. Terutama kondisi jalan yang licin dengan tekstur tanah yang melekat seperti lempung. Komponen biaya truk dan alat bantu disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 730 Total biaya Dari Tabel 11 dapat dihitung rata-rata produktivitas pengangkutan kayu dari setiap kelas kelerengan yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu dengan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Produktivitas Biaya (Rp/m 3.km) kelerengan (m 3.km/jam) , , , , , ,13 Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan lainnya. Tapi rata-rata biaya produksi pengangkutan pada penelitian alat bantu ini lebih rendah daripada menggunakan alat bantu dengan rantai menyilang. Dengan rata-rata produktivitas yang tinggi dapat menekan pengeluaran biaya produksi pengangkutan. Selip yang terjadi mengakibatkan rendahnya produktivitas. Kelas 31

32 dan kondisi jalan licin memperparah keadaan selip pada jalan angkutan tersebut. Untuk mengetahui hubungan alat bantu dengan kelas kelerengan pada biaya produksi pengangkutan kayu dianalisis dengan rancangan faktorial dan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan biaya pengangkutan kayu di KPH Cianjur Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan Rantai Rantai * kesalahan Total 2.121E8 30 Total terkoreksi Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa biaya produksi pengangkutan kayu dipengaruhi oleh kelas kelerengan, artinya kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu mempengaruhi biaya produksi pengangkutan kayu. Untuk mengetahui pengaruh faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Hasil analisis uji lanjut tersebut disajikan pada Lampiran 12, Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%, kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Biaya produksi pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan lainnya. Hal tersebut karena rata-rata produktivitas pengangkutan pada kelas kelerengan 16-25% lebih rendah yang disebabkan tingginya rata-rata selip. 32

33 Penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus memiliki rata-rata produktivitas pengangkutan dan biaya produksi pengangkutan yang berbeda dari penelitian tahun 2012 dan 2013, karena perhitungan pada tahun ini menggunakan rata-rata pada setiap kelas kelerengan sedangkan pada tahun sebelumnya menghitung rata-rata keseluruhan tidak setiap kelas kelerengan. d. Kerusakan tanah Selip menyebabkan terjadinya kerusakan tanah berupa lubang berbentuk parit. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% dengan rata-rata selip yang tinggi akan membentuk kedalaman tanah rata-rata 6,18 cm. Hasil penelitian ini membentuk kedalaman tanah lebih rendah daripada hasil penelitian dengan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang, rata-rata kedalaman tanah 8,15 cm. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dengan bentuk rantai besi menyilang justru ikut menggerus lapisan tanah seiring dengan putaran roda saat selip. Kerusakan tanah yang terjadi tersebut juga dapat menimbulkan kerusakan struktur tanah. Menurut Suprayogo et al., (2014) kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah, hal tersebut menyebabkan agregat tanah relatif mudah hancur menjadi bentuk halus sehingga membentuk kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang memiliki sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel tanah yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah dan pada saat hujan turun kerak yang terbentuk juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Proses penyumbatan pori tanah tersebut mengakibatkan porositas tanah, distribusi pori tanah dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat. Kerusakan tanah akibat selip dapat berakibat pada timbulnya erosi tanah dan peningkatan limpasan permukaan tanah. Hal tersebut sangat berbahaya karena dapat merusak jalan angkutan kayu yang merupakan sarana transportasi untuk mengeluarkan kayu dari dalam hutan. Kelancaran distribusi kayu menjadi 33

34 terhambat. Bagi perusahaan hutan lahan kering, hal tersebut merupakan kerugian bagi mereka baik biaya produksi maupun kelestarian hutan mereka. Tabel 14. Rata-rata kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas kelerengan Ulangan Kedalaman tanah (cm) , ,5 4 2,9 5 3,4 Rata-rata 2, ,6 2 4,9 3 5, ,4 Rata-rata 5, ,9 2 6, ,8 Rata-rata 6,18 Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah, maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 15), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya selip. Hal ini menunjukkan bahwa selip yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap selip. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya selip. 34

35 Tabel 15. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah di KPH Cianjur Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan a Rantai Rantai * Kesalahan Total Total terkoreksi Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 13 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap kedalaman tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Dan pengaruh kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Kedalaman tanah yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih dalam daripada dua kelas kelerengan yang lain. Hal ini terjadi karena pada kelas kelerengan 16-25% memiliki rata-rata selip lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tingginya selip mengakibatkan roda truk berusaha untuk mencari traksi yang maksimal agar dapat berjalan, sehingga ban truk selalu bergesekkan dengan permukaan tanah secara terus menerus. Kondisi tersebut menyebabkan lapisan tanah terbuang keluar seiring dengan gerakan putar roda truk. Rata-rata kedalaman tanah yang terjadi dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus lebih rendah daripada menggunakan alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong (penelitian tahun 2012) sebesar 9,06 cm. Penggunaan alat bantu dan alat bantu logging logging pola rantai melintang lurus serong tidak menghasilkan traksi yang maksimal terutama pada kelas kelerengan 16-25%, sehingga rata-rata selip yang terjadi masih tinggi, akibatnya supir berupaya untuk meminimalkan selip dengan menginjak gas dan rem secara terus menerus. Upaya supir untuk mencari traksi 35

36 berakibat pada tergerusnya tanah. Tetapi hasil penelitian berupa alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (penelitian tahun 2013) memiliki rata-rata kedalaman tanah yang lebih rendah daripada menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus yaitu sebesar 0,8 cm (kelerengan 8%), 1,3 cm (kelerengan 12%) dan 1,9 cm (kelerengan 18%). Rendahnya kedalaman tanah pada penggunaan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai karena bagian bawah alat bantu tersebut menggunakan besi datar sehingga bentuk tersebut dapat mengurangi terjadinya gesuran oleh ban truk. B. Lokasi penelitian di RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten 1. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang a. Selip yang terjadi Rata-rata selip yang terjadi dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-rata selip dengan penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor. Kelas Muat/kosong Muat/kosong Selip Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Jarak tempuh 5 putaran roda (m) 0-8 Muat 2,14 Kosong 2,19 2,28 Muat 2,7 Kosong 2,78 2,88 Muat 3,12 Kosong 3,21 2,80 Muat 2,25 Kosong 2,3 2,17 Muat 2,66 Kosong 2,74 2,92 Rata-rata 2,574 2,644 2, Muat 3,06 Kosong 3,22 4,97 Muat 2,79 Kosong 2,88 3,12 Muat 3,46 Kosong 3,6 3,89 Muat 3,2 Kosong 3,31 3,32 Muat 2,75 Kosong 2,87 4,18 Rata-rata 3,052 3,176 3, Muat 5,21 Kosong 5,53 5,79 Muat 4,97 Kosong 5,25 5,33 Muat 5,36 Kosong 5,6 4,29 36

37 Muat 5,28 Kosong 5,57 5,21 Muat 4,77 Kosong 5,12 6,84 Rata-rata 5,118 5,414 5,49 Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tingginya selip tersebut selain kelerengan juga tekstur tanah ikut berperan dalam tingginya selip. Tekstur tanah lempung memiliki karakteristik membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya. Hasil penelitian Goro (2008) menyatakan bahwa air sangat mempengaruhi sifat tanah lempung karena butiran dari tanah lempung sangat halus. Tanah lempung mudah terpengaruh terhadap perubahan kadar air, di mana jika kelebihan kadar air maka tanah akan mengembang dan jika kekeringan air akan mengalami penyusutan. Tekstur lempung memiliki kandungan air dalam tanah tersebut sangat tinggi. Menurut Hanafiah (2005); Hardjowigeno (2003) Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar memiliki daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Kadar air tanah bertekstur liat > lempung > pasir masing-masing sekitar 55%, 40% dan 15%. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorptif, yang makin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya. Tanah lempung merupakan tanah yang kohesif di mana tanah tersebut memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kadar air sehingga perilaku tanah sangat tergantung pada komposisi mineral, unsur kimia, tekstur dan partikel serta pengaruh lingkungan sekitarnya. Apabila ditinjau dari segi mineral maka lempung memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat plastis pada tanah apabila bercampur dengan air. Truk yang berjalan di atas tanah lempung yang licin dengan kelas kelerengan 16-25% kemungkinan besar mengalami selip. Gerak kecepatan putar roda tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak kendaraan secara keseluruhan, 37

38 sehingga terjadi perbedaan kecepatan roda dan kendaraan menjadi semakin besar. Penggunaan alat bantu sangat membantu dalam mengatasi masalah selip tersebut. b. Koefisien traksi Rata-rata koefisien traksi pada penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai menyilang pada setiap kelas kelerengan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas kelerengan Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,54 Rata-rata 7, , , , , , ,48 Rata-rata , , , , , ,33 Rata-rata 11, ,38 Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata koefisien traksi pada penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai menyilang dengan kondisi tanah lempung yang licin pada kelas kelerengan 16-25% lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya. Hal ini disebabkan pada kelas kelerengan 16-25% dengan bentuk rantai menyilang mengakibatkan kemampuan rantai untuk mencengkeram tanah kurang maksimal, terbukti dari rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan lebih rendah. 38

39 Dengan koefisien traksi sebesar 0,38 maka akan diperoleh kekuatan tarik dari mesin ke roda penggerak sebesar kg. c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu Rata-rata produktivitas pengangkutan dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 97,29 m 3.km/jam, 95 m 3.km/jam dan 91,13 m 3.km/jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% rata-rata produktivitas lebih rendah daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Rendahnya produktivitas pada kelas kelerengan tersebut karena selip yang terjadi termasuk tinggi yaitu 5,49%. Tingginya selip dapat menghambat pekerjaan. Rata-rata produktivitas yang rendah berpengaruh pada tingginya biaya produksi pengangkutan kayu. Pada Tabel 18 disajikan komponen biaya truk dan alat bantu serta biaya produksi pengangkutan kayu. Tabel 18. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 700 Total biaya Tabel 19. Rata-rata biaya produksi pengangkutan di KPH Bogor Kelas kelerengan Produktivitas m 3.km/jam Biaya produksi (Rp/m 3.km) , , , , ,08 39

40 Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengakutan kayu menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada masing-masing kelas kelerengan. Rendahnya rata-rata produktivitas turut mempengaruhi rata-rata biaya produksi pengangkutan. Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Perhitungan biaya produksi dilakukan dengan membagi jumlah biaya yang dikeluarkan terhadap produktivitas pengangkutan, sehingga dengan rata-rata produktivitas pengangkutan kayu yang rendah akan diikuti oleh biaya produksi pengangkutan kayu yang tinggi. Untuk menurunkan biaya produksi tersebut maka perlu adanya peningkatan produktivitas pengangkutan kayu melalui pengurangan terjadinya selip. d. Kerusakan tanah Selip yang terjadi pada setiap kelas kelerengan jalan angkutan memberikan dampak terhadap kerusakan tanah. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% membentuk kedalaman tanah yang lebih dalam daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Ban truk yang mengalami selip cenderung menggerus lapisan tanah atas sampai terbentuk lubang parit. Supir berusaha untuk mencari traksi maksimal agar ban truk dapat melakukan gesekan terhadap permukaan tanah. Dibutuhkan kemampuan traksi yang maksimum agar tidak terjadi selip. Kerusakan tanah akibat selip membentuk parit atau lubang tersebut mengakibatkan struktur tanah ikut rusak. Apabila tekstur tanah mencerminkan ukuran dari fraksi tanah, maka struktur tanah menurut Hanafiah (2005) merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut ped (gumpalan) yang membentuk agregat (bongkahan). Struktur tanah tersebut berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur tanah terhadap aerasi tanah, karena susunan antar agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Kerusakan struktur tanah dapat mengakibatkan rusaknya agregat tanah, apabila agregat tanah tersebut rusak 40

41 berakibat pada jeleknya aerasi tanah, permeabilitas tanah dan infiltrasi sehingga daya tahan tanah terhadap erosi menjadi berkurang. Tabel 20. Kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas kelerengan Ulangan Kedalaman tanah (cm) ,17 2 3,23 3 3,67 4 3,4 5 3,84 Rata-rata 3, ,16 2 5,38 3 5,27 4 5,19 5 5,22 Rata-rata 5, ,98 2 6,72 3 6,84 4 6,59 5 6,27 Rata-rata 6,48 2. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus a. Selip yang terjadi Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus menghasilkan rata-rata selip pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 1,74%, 3,35% dan 4,23% (disajikan pada Tabel 21). Tingginya selip pada kelas kelerengan 16-25% menunjukkan bahwa kemampuan truk untuk mengangkut kayu pada kelas kelerengan tersebut menghadapi hambatan berupa selip. Dengan kondisi jalan angkutan yang licin menyebabkan salah satu roda truk kehilangan traksi. 41

42 Hasil penelitian alat bantu ini memiliki rata-rata selip yang lebih rendah daripada alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Hal ini karena bentuk ikatan rantai yang disambungkan ke besi siku lurus sehingga dapat ikut membentuk pola membungkus alur ban truk sehingga mencengkeram ban truk, sedangkan pada rantai yang menyilang bentuknya yang silang membentuk pola mengikuti alur ban truk tidak dapat membungkus ban truk dengan sempurna, justru menyebabkan tanah ikut tergerus saat selip. Tabel 21. Rata-rata selip menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Muat/kosong Muat/kosong Selip Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Jarak tempuh 5 putaran roda (m) 0-8 Muat 1,98 Kosong 2,01 1,49 Muat 1,14 Kosong 1,16 1,72 Muat 1,23 Kosong 1,25 1,60 Muat 1,88 Kosong 1,91 1,57 Muat 1,27 Kosong 1,3 2,31 Rata-rata 1,5 1,53 1, Muat 2,31 Kosong 2,39 3,35 Muat 2,34 Kosong 2,42 3,30 Muat 2,17 Kosong 2,27 4,41 Muat 2,2 Kosong 2,27 3,08 Muat 2,23 Kosong 2,29 2,62 Rata-rata 2,25 2,33 3, Muat 3,89 Kosong 4,11 5,35 Muat 2,77 Kosong 2,89 4,15 Muat 3,16 Kosong 3,27 3,36 Muat 3,65 Kosong 3,78 3,44 Muat 2,74 Kosong 2,88 4,86 Rata-rata 3,24 3,39 4,23 Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 21), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan 42

43 kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya selip. Hal ini menunjukkan bahwa selip yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap selip. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya selip. Tabel 22. Analisis Faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip di KPH Bogor Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan a Rantai Rantai * Kesalahan Total Total terkoreksi Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 35 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap selip. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Hal ini disebabkan karena truk mengalami kesulitan saat akan menanjak. b. Koefisien traksi Penggunaan alat bantu dari sarung roda dari alat angkutan dengan rantai lurus dapat menghasilkan rata-rata koefisien traksi yang disajikan pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu dari sarung roda dari alat angkutan dengan rantai lurus di KPH Bogor Kelas kelerengan Kecepatan truk Rimpull (kg) Koefisien traksi (km/jam) , , ,72 43

44 , ,54 Rata-rata 6, , , , , , ,62 Rata-rata 7, , , , , , ,48 Rata-rata 9, ,45 Dari Tabel 23 menunjukkan bahwa penggunaan alat bantu rantai lurus pada kelas kelerengan 16-25% memiliki rata-rata koefisien traksi lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya. Dengan koefisien traksi sebesar 0,45 maka roda akan memiliki kekuatan menarik truk sebesar kg. Nilai ini lebih tinggi daripada penggunaan alat bantu rantai menyilang. Bentuk rantai lurus mampu mencengkeram tanah dengan maksimal sehingga menghasilkan koefisien traksi yang lebih tinggi daripada alat bantu rantai menyilang. c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu Rata-rata produktivitas pengangkutan kayu dengan menggunakan Alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 128,05 m 3.km/jam, 114,59 m 3.km/jam dan 103,51 m 3.km/jam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 16-25% menghasilkan rata-rata produktivitas lebih rendah daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tetapi hasil penelitian ini menghasilkan rata-rata produktivitas lebih tinggi daripada menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Hal tersebut karena penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang menghasilkan rata-rata selip yang lebih tinggi. Akibat 44

45 selip, kegiatan pengereman selalu terjadi dan kondisi roda yang tidak dapat berputar secara sempurna mengakibatkan truk kehilangan waktu. Waktu yang terbuang menjadi lebih tinggi. Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 24), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,000 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya produktivitas pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pengangkutan kayu yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya produktivitas pengangkutan kayu. Tabel 24. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu di KPH Bogor Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan a Rantai Rantai * Kesalahan Total Total terkoreksi Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 36 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Produktivitas pengangkutan kayu pada kelerengan 23% ternyata lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya. Hasil penelitian komponen biaya truk dan alat bantu serta rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu disajikan pada Tabel

46 Tabel 25. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda dari alat angkutan dengan rantai lurus di KPH Bogor No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 730 Total biaya Tabel 26. Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu di KPH Bogor Kelas kelerengan Produktivitas Biaya produksi , , , , , ,02 Tabel 26 menunjukkan bahwa rendahnya rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu pada penggunaan alat bantu ini jika dibandingkan dengan penggunaan alat bantu rantai menyilang karena kemampuan alat bantu rantai lurus lebih maksimal dalam mencengkeram tanah sehingga dapat memberikan traksi yang lebih baik daripada alat bantu rantai menyilang. Kemampuan traksi tersebut ditunjukkan pada rendahnya selip yang dihasilkan sehingga rata-rata produktivitas pengangkutan kayu menjadi tinggi dan pada akhirnya mengurangi biaya produksi pengangkutan. Untuk mengetahui hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan terhadap biaya produksi pengangkutan dilakukan analisis faktorial. Hasil analisis disajikan pada Tabel

47 Tabel 27. Analisis faktorial hubungan interaksi antara alat bantu dan kelas kelerengan terhadap biaya produksi pengangkutan di KPH Bogor Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan a Rantai Rantai * Kesalahan Total 2.010E8 30 Total terkoreksi Tabel 27 menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelerengan berpengaruh nyata terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa biaya produksi pengangkutan kayu dipengaruhi oleh kelas kelerengan, artinya kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu mempengaruhi biaya produksi pengangkutan kayu. Untuk mengetahui pengaruh faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Hasil analisis uji lanjut tersebut disajikan pada Lampiran 37, Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%, kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Biaya produksi pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan lainnya. Dengan kata lain, kegiatan pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% tersebut tidak efektif di mana pengeluaran biaya produksi pengangkutan kayu menjadi mahal. Hal tersebut dikarenakan kegiatan truk yang berjalan di atas jalan menanjak banyak melakukan pengereman dan injak gas, ini berakibat pada semakin berkurangnya bahan bakar, ban yang cepat aus dan biaya lainnya. d. Kerusakan tanah Pengukuran kedalaman tanah pada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus disajikan pada Tabel

48 Tabel 28. Rata-rata kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas kelerengan Ulangan Kedalaman Tanah (cm) ,14 2 1,07 3 1,15 4 1,1 5 1,06 Rata-rata 1, ,17 2 1,75 3 2,33 4 2,27 5 1,46 Rata-rata 1, ,26 2 2,43 3 2,76 4 2,18 5 2,44 Rata-rata 2,41 Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata kedalaman tanah yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Rata-rata kedalaman tanah dengan menggunakan alat bantu ini lebih rendah daripada menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Hal tersebut karena bentuk rantai menyilang tidak dapat mencengkeran ban truk secara sempurna sehingga pada saat kondisi selip rantai justru ikut menggerus tanah. Dengan bentuk rantai silang membantu menambah kedalaman tanah. Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah, maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 29), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,000 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya kedalaman tanah. 48

49 Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman tanah yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap kedalaman tanah. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya kedalaman tanah. Tabel 29. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah di KPH Bogor Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Peluang keragaman kuadrat bebas tengah Perlakuan a Rantai Rantai * Kesalahan Total Total terkoreksi Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 38 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap kedalaman tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Dan pengaruh kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Kedalaman tanah yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih dalam daripada dua kelas kelerengan yang lain. 49

50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada tekstur tanah lempung berpasir dengan kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% dapat menghasilkan; 1) Pengurangan selip masing-masing sebesar 0,97%, 1,98%, 1,3%; 2)Peningkatan koefisien traksi sebesar 11,94%, 18,52% dan 20%; 3) Peningkatan produktivitas pengangkutan kayu sebesar 9,55%, 6,45% dan 8,32%; 4) Penurunan biaya produksi pengangkutan kayu sebesar 9,45%, 6,45% dan 8,33%; dan 5) Penurunan kerusakan tanah sebesar 59,37%, 30,58% dan 27,29%. 2. Menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada tekstur tanah lempung dengan kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% dapat menghasilkan; 1) Pengurangan selip masing-masing sebesar 0,87%, 0,54% dan 1,26%; 2) Peningkatan koefisien traksi sebesar 12,5%, 20% dan 15,60%; 3) Peningkatan produktivitas pengangkutan kayu sebesar 24,02%, 17,10% dan 11,96%; 4) Penurunan biaya produksi pengangkutan kayu sebesar 24%, 17,11% dan 11,98%; dan 5) Penurunan kerusakan tanah sebesar 68,21%, 62,02% dan 62,81%. 3. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus paling efisien dan efektif. B. SARAN Penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus dapat menjadi pilihan untuk mengurangi selip, meningkatkan produktivitas pengangkutan kayu dan meminimalkan biaya produksi serta meminimalkan kerusakan tanah. 50

51 DAFTAR PUSTAKA Adhi C IGAK, Komaladewi SAAIA, Atmika IKA, Suriadi IGAK Analisis traksi untuk kendaraan truk angkutan barang jalur Denpasar-Gilimanuk. Universitas Udayana. Kendaraan%20Truk%20Angkutan%20Barang% %29.pdf. [Juli 2012] Akbar Y, Darusman, Syawan AA Pemadatan tanah dan hasil kedelai (Glycinemax L merill) akibat pemupukan urea dan tekanan ban traktor. J. Manajemen Sumberdaya Lahan 1(1): Program Studi magister Konservasi Sumberdaya Lahan (KSDL). Pascasarjana Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala dan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Aceh. Aceh. Dewanto J Pemodelan sistem gaya dan traksi roda. J. Teknik Mesin 5(2): Universitas Kristen Petra. Surabaya. Foth HD, Withee LV, Jacobs HS, Thien SJ Laboratory Manual for Introductory Soil Science. Sixth Edition. Iowa. Wm. C. Brown Company Publishers Dubuque. 125 hlm. Goro LG Indeks plastisitas pada tanah lempung dengan penambahan additive road bond End-1 di Bukit Semarang Baru (BSB). J. Wahana Teknik Sipil 13(1): Teknik Sipil Politeknik Negeri. Semarang. Hanafiah KA Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada. 360 hlm Hardjowigeno S Ilmu tanah. Jakarta. Akademika Presindo. 286 hlm. Haryanto Pemanenan Hasil Hutan, Buku 3 Penyaradan. Yogyakarta. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. 114 hlm. Intara YI, Sapei A, Erizal, Sembiring N, Djoefrie MHB Pengaruh pemberian bahan organik pada tanah liat dan lempung berliat terhadap kemampuan mengikat air. J. Ilmu Pertanian Indonesia 16(2): Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indonesianto Y Pemindahan tanah mekanis. Jurusan Teknik Pertambangan. UPN Veteran Yogyakarta. 152 hlm. Lan J, Chang, Monica M Truck speed profile models for critical length of grade. J. of Transporatation Engineering, 10: ACE. Washington. Matjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. Bogor. IPB Press. 276 hlm. Mirdanies M, Rijanto E Identifikasi parameter koefisien gesek memakai metode jaringan saraf tiruan untuk kontrol dinamika kendaraan. J. INKOM V(1): Pusat Penelitian Informatika. LIPI. Bandung Nugroho B Analisis biaya pemanenan. Laboratorium Analisis Biaya Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. 190 hlm. Oida A Terramechanics. Kyoto University. Japan. Pinanyungan E Bab II Tinjauan Pustaka. ChapterII.pdf. [4 September 2013] Pratikto, Yunazwin Y, Nazaruddin, Leksono E, Abidin Z Pengembangan sistem kontrol traksi mobil elektrik berbasis rekonstruksi keadaan kecepatan model 51

52 roda. J. of mechatronics : Electrical power and vehicular technology. 1(2) : Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Risman Kajian kuat geser dan CBR tanah lempung yang distabilisasi dengan abu terbang dan kapur. J. Wahana TEKNIK SIPIL 13(2): Politeknik Negeri Semarang. Siahaan IH, Anggono W Fenomena parameter design pengaruh tipe ban dan kontak permukaan jalan terhadap transformasi gaya dorong gabungan tingkatan transmisi jalan datar. files/03-005/dyn-02.pdf. [10 Oktober 2014] Suprayogo D, Widianto, Purnomosidi P, Widodo RH, Rusiana F, Aini ZZ, Khasanah N, Kusuma Z Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih guna lahan hutan menjadi sistem kopi monokultur. Kajian perubahan makroporositastanah. [10 Oktober 2014]. Wedhanto S Alat berat dan pemindahan tanah mekanis. Malang. Universitas Negeri Malang. 65 hlm. Widodo M, Gesang N Media Teknik No 1 tahun XXV edisi Februari. Kontrol traksi elektronik untuk mengatasi slip pada kendaraan bermotor. Yuniarti R, Suarini IGA, Ismawati Perbandingan nilai daya dukung tanah dasar badan jalan yang distabilisasi semen dan abu sekam padi. file:///c: :/Documents%20and%20Settings/user/Favorites/My%20Documents/Downloads/ PB.pdf. [3 Nopember 2014] 52

53 LAMPIRAN I. Lokasi penelitian di RPH Ciogong, BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten A. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang 1. Kondisi truk bermuatan menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Cianjur Kelas Panjang plot(m) Jarak 5 putaran roda Waktu tempuh (detik) (m) , , , , ,13 Rata-rata , , , , , ,70 Rata-rata , , , , , ,78 Rata-rata ,77 2. Kondisi truk kosong menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Cianjur Kelas Panjang plot(m) Jarak 5 putaran roda Waktu tempuh (detik) (m) , , , , ,44 Rata-rata ,81 53

54 , , , , ,03 Rata-rata , , , , , ,53 Rata-rata ,71 3. Rata-rata selip menggunakan alat bantu A di KPH Cianjur Kelas Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip 0-8 Muat 3,79 Kosong 3,90 2,82 Muat 2,78 Kosong 2,88 3,47 Muat 3,91 Kosong 4,02 2,73 Muat 3,47 Kosong 3,58 3,07 Muat 3,03 Kosong 3,16 4,11 Rata-rata 3,40 3,51 3, Muat 4,72 Kosong 5,04 6,35 Muat 5,29 Kosong 5,71 7,36 Muat 5,93 Kosong 6,25 5,12 Muat 5,10 Kosong 5,46 6,59 Muat 5,87 Kosong 6,19 5,17 Rata-rata 5,38 5,73 6, Muat 6,66 Kosong 7,20 7,50 Muat 6,37 Kosong 6,93 8,08 Muat 6,39 Kosong 6,84 6,58 Muat 5,78 Kosong 6,29 8,10 Muat 4,22 Kosong 4,57 7,65 Rata-rata 5,88 6,37 7,59 54

55 4. Volume kayu jati yang diangkut di KPH Cianjur No kayu Panjang kayu(m) Diameter pangkal (m) Diameter ujung (m) Diameter rata-rata (m) Diameter 2 Volume (m 3 )

56 jumlah ratarata SD Komponen biaya truk (Rp/jam) dengan alat bantu di KPH Cianjur No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 700 Total biaya Rata-rata biaya produksi pengangkutan pada setiap kelas kelerengan di KPH Cianjur Kelas Produktivitas pengangkutan (m 3.km/jam) Biaya produksi pengangkutan (Rp/m 3.km) , ,18 91, ,38 93, ,50 92, ,89 92, ,10 Rata-rata 92, , , ,09 90, ,86 89, ,25 88, ,95 88, ,45 56

57 Rata-rata 89, , , ,11 83, ,10 83, ,92 82, ,58 83, ,65 Rata-rata 83, ,27 7. Rata-rata kedalaman tanah di KPH Cianjur akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan ari rantai besi menyilang Kelas Ulangan kedalaman Tanah (cm) ,8 2 7,4 3 6,6 4 6,9 5 7 Rata-rata 6, ,8 2 7,4 3 7, ,9 Rata-rata 7, ,8 2 8,4 3 8,5 4 8,9 5 8,9 Rata-rata 8,5 8. Rata-rata nilai koefisien traksi dari penggunaan alat bantu sarung roda rantai menyilang di KPH Cianjur Kelas Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,54 57

58 Rata-rata 7, , , , , , ,43 Rata-rata 9, , , , , , ,33 Rata-rata 12, ,36 9. Rata-rata nilai koefisien traksi dari penggunaan alat bantu sarung roda rantai lurus di KPH Cianjur Kelas Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,72 Rata-rata 6, , , , , , ,54 Rata-rata , , , , , ,48 Rata-rata 9, ,45 58

59 dimension1 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 10. Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan terjadinya selip di KPH Cianjur Dependent Variable:Selip Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1.043E Intercept Rantai Rantai * Error Total Corrected Total a. R Squared =.810 (Adjusted R Squared =.770) Multiple Comparisons Selip Tukey HSD (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 8% 12% * % * % 8% * % * % 8% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Tukey HSD a,b Selip Subset N % % % Sig

60 dimension2 dimension3 8% Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan produktivitas pengangkutan di KPH Cianjur Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Produktivitas Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 5.747E E Intercept 5.982E E Rantai 5.727E E Rantai * Error Total 1.173E9 30 Corrected Total 5.747E8 29 a. R Squared =.955 (Adjusted R Squared =.920) Produktivitas Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 8% 12% * % * % dimension *

61 dimension1 dimension3 24% * % 8% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Tukey HSD a,b Produktivitas Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan biaya pengangkutan di KPH Cianjur Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Biaya_angkut Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept 2.112E E Rantai

62 dimension1 dimension2 dimension3 dimension3 dimension Rantai * Error Total 2.121E8 30 Corrected Total a. R Squared =.925 (Adjusted R Squared =.909) Biaya_angkut Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 8% 12% * % * % 8% * % * % 8% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Tukey HSD a,b Biaya_angkut Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

63 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 13. Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan kerusakan tanah di KPH Cianjur Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Kedalaman_tanah Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Rantai Rantai * Error Total Corrected Total a. R Squared =.965 (Adjusted R Squared =.958) Kedalaman_tanah Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 8% 12% * % * % 8% * % * % 8% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.149. *. The mean difference is significant at the 0.05 level. 63

64 dimension1 Tukey HSD a,b Kedalaman_tanah Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.149. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = B. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus 14. Kondisi truk bermuatan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Panjang plot(m) Jarak 5 putaran roda (m) ,56 1,92 2,64 2,87 1,76 Rata-rata 2, ,27 3,92 4,17 3,84 4,09 Rata-rata 4, ,03 4,5 5,12 5,36 3,85 Rata-rata 4,772 64

65 15. Kondisi truk kosong menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Panjang plot(m) Jarak 5 putaran roda (m) ,61 1,94 2,72 2,95 1,82 Rata-rata 2, ,39 4,17 4,36 4,02 4,22 Rata-rata 4, ,46 4,77 5,41 5,8 4,05 Rata-rata 5, Rata-rata selip penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Muat/kosong Muat/kosong Selip Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Jarak tempuh 5 putaran roda (m) 0-8 Muat 3,56 Kosong 3,61 1,39 Muat 1,92 Kosong 1,94 1,03 Muat 2,64 Kosong 2,72 2,94 Muat 2,87 Kosong 2,95 2,71 Muat 1,76 Kosong 1,82 3,29 Rata-rata 2,55 2,61 2, Muat 4,27 Kosong 4,39 2,73 Muat 3,92 Kosong 4,17 5,99 Muat 4,17 Kosong 4,36 4,36 Muat 3,84 Kosong 4,02 4,47 Muat 4,09 Kosong 4,22 3,08 65

66 Rata-rata 4,06 4,23 4, Muat 5,03 Kosong 5,46 7,88 Muat 4,5 Kosong 4,77 5,66 Muat 5,12 Kosong 5,41 5,36 Muat 5,36 Kosong 5,8 7,59 Muat 3,85 Kosong 4,05 4,94 Rata-rata 4,77 5,10 6, Komponen biaya truk (Rp/jam) dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 730 Total biaya Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu dengan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Produktivitas Biaya (Rp/m 3.km) (m 3.km/jam) , , , , , Rata-rata 102, , , , , , Rata-rata 95, , ,

67 91, , , Rata-rata 91, Rata-rata kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur Kelas Ulangan kedalaman Tanah (cm) , ,5 4 2,9 5 3,4 Rata-rata 2, ,6 2 4,9 3 5, ,4 Rata-rata 5, ,9 2 6, ,8 Rata-rata 6,18 67

68 II. Lokasi Penelitian RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten A. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang 20. Kondisi truk bermuatan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas Panjang plot (m) Jarak 5 putaran roda (m) ,98 1,14 1,23 1,88 1,27 Rata-rata 1, ,31 2,34 2,17 2,2 2,23 Rata-rata 2, ,89 2,77 3,16 3,65 2,74 Rata-rata 3, Kondisi truk kosong menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas Panjang plot (m) Jarak 5 putaran roda (m) ,01 1,16 1,25 1,91 1,3 Rata-rata 1, ,39 2,42 68

69 2,27 2,27 2,29 Rata-rata 2, ,11 2,89 3,27 3,78 2,88 Rata-rata 3, Rata-rata selip dengan penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor. Kelas Muat/kosong Muat/kosong Selip Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Jarak tempuh 5 putaran roda (m) 0-8 Muat 2,14 Kosong 2,19 2,28 Muat 2,7 Kosong 2,78 2,88 Muat 3,12 Kosong 3,21 2,80 Muat 2,25 Kosong 2,3 2,17 Muat 2,66 Kosong 2,74 2,92 Rata-rata 2,574 2,644 2, Muat 3,06 Kosong 3,22 4,97 Muat 2,79 Kosong 2,88 3,12 Muat 3,46 Kosong 3,6 3,89 Muat 3,2 Kosong 3,31 3,32 Muat 2,75 Kosong 2,87 4,18 Rata-rata 3,052 3,176 3, Muat 5,21 Kosong 5,53 5,79 Muat 4,97 Kosong 5,25 5,33 Muat 5,36 Kosong 5,6 4,29 Muat 5,28 Kosong 5,57 5,21 Muat 4,77 Kosong 5,12 6,84 Rata-rata 5,118 5,414 5,49 69

70 23. Volume kayu akasia mangium yang diangkut di KPH Bogor No Panjang Diameter Diameter Diameter Diameter ^2 Volume (m 3 ) kayu kayu (m) pangkal (m) ujung (m) rata-rata (m)

71 Jumlah Ratarata SD Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar

72 7 Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 700 Total biaya Rata-rata biaya produksi pengangkutan di KPH Bogor Kelas Produktivitas m 3.km/jam Biaya produksi (Rp/m 3.km) , ,67 96, ,91 98, ,27 97, ,60 97, ,20 Rata-rata 97, , , ,42 95, ,97 95, ,31 94, ,48 95, ,46 Rata-rata 95, , , ,91 90, ,37 91, ,01 91, ,37 90, ,75 91, , Kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas Ulangan kedalaman Tanah (cm) ,17 2 3,23 3 3,67 4 3,4 5 3,84 Rata-rata 3, ,16 2 5,38 72

73 3 5,27 4 5,19 5 5,22 Rata-rata 5, ,98 2 6,72 3 6,84 4 6,59 5 6,27 Rata-rata 6,48 B. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus 27. Kondisi truk bermuatan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Panjang plot (m) Jarak 5 putaran roda (m) ,98 1,14 1,23 1,88 1,27 Rata-rata 1, ,31 2,34 2,17 2,2 2,23 Rata-rata 2, ,89 2,77 3,16 3,65 2,74 Rata-rata 3,242 73

74 28. Kondisi truk kosong menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Panjang plot (m) Jarak 5 putaran roda (m) ,01 1,16 1,25 1,91 1,3 Rata-rata 1, ,39 2,42 2,27 2,27 2,29 Rata-rata 2, ,11 2,89 3,27 3,78 2,88 Rata-rata 3, Rata-rata selip menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Muat/kosong Muat/kosong Selip Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Jarak tempuh 5 putaran roda (m) 0-8 Muat 1,98 Kosong 2,01 1,49 Muat 1,14 Kosong 1,16 1,72 Muat 1,23 Kosong 1,25 1,60 Muat 1,88 Kosong 1,91 1,57 Muat 1,27 Kosong 1,3 2,31 Rata-rata 1,5 1,53 1, Muat 2,31 Kosong 2,39 3,35 Muat 2,34 Kosong 2,42 3,30 Muat 2,17 Kosong 2,27 4,41 Muat 2,2 Kosong 2,27 3,08 74

75 Muat 2,23 Kosong 2,29 2,62 Rata-rata 2,25 2,33 3, Muat 3,89 Kosong 4,11 5,35 Muat 2,77 Kosong 2,89 4,15 Muat 3,16 Kosong 3,27 3,36 Muat 3,65 Kosong 3,78 3,44 Muat 2,74 Kosong 2,88 4,86 Rata-rata 3,24 3,39 4, Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda dari alat angkutan dengan rantai lurus di KPH Bogor No Komponen biaya Biaya (Rp/jam) 1 Penyusutan Bunga modal Pajak Asuransi Perbaikan & pemeliharaan Bahan bakar Oli dan pelumas Alat pelengkap Upah operator Pembuatan alat bantu 730 Total biaya Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu di KPH Bogor Kelas Produktivitas Biaya produksi , , , , , , Rata-rata kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Ulangan kedalaman Tanah (cm) ,14 2 1,07 3 1,15 75

76 4 1,1 5 1,06 Rata-rata 1, ,17 2 1,75 3 2,33 4 2,27 5 1,46 Rata-rata 1, ,26 2 2,43 3 2,76 4 2,18 5 2,44 Rata-rata 2, Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor Kelas Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,54 Rata-rata 7, , , , , , ,48 Rata-rata , , , , , ,33 Rata-rata 11, ,38 76

77 34. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor Kelas Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi , , , , ,54 Rata-rata 6, , , , , , ,62 Rata-rata 7, , , , , , ,48 Rata-rata , Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan selip di KPH Bogor Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:selip Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept

78 dimension1 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 Rantai Rantai * Error Total Corrected Total a. R Squared =.791 (Adjusted R Squared =.747) selip Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 6% 10% * % * % 6% * % * % 6% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.471. *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Tukey HSD a,b selip Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.471. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

79 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 36. Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan produktivitas di KPH Bogor Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Produktivitas Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Rantai Rantai * Error Total Corrected Total a. R Squared =.970 (Adjusted R Squared =.964) Produktivitas Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 6% 10% * % * % 6% * % * % 6% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =

80 dimension1 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 Produktivitas Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 6% 10% * % * % 6% * % * % 6% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.251. *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Tukey HSD a,b Produktivitas Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.251. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

81 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 37. Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan biaya produksi di KPH Bogor Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Biaya_produksi Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept 2.008E E Rantai Rantai * Error Total 2.010E8 30 Corrected Total a. R Squared =.972 (Adjusted R Squared =.966) Biaya_produksi Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 6% 10% * % * % 6% * % * % 6% * % * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = *. The mean difference is significant at the 0.05 level. 81

82 dimension1 Tukey HSD a,b Biaya_produksi Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = Analisis faktorial hubungan antara alat bantu dan kelas kelerengan dengan kerusakan tanah di KPH Bogor Between-Subjects Factors Value Label N Rantai 1.00 menyilang lurus % % % 10 Dependent Variable:Kerusakan_tanah Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Rantai Rantai * Error Total Corrected Total a. R Squared =.985 (Adjusted R Squared =.982) 82

83 dimension1 dimension2 dimension3 dimension3 dimension3 Kerusakan_tanah Tukey HSD Multiple Comparisons (I) (J) Mean 95% Confidence Interval Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 6% 10% * % * % 6% * % * % 6% * %.8270 * Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.068. *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Kerusakan_tanah Tukey HSD a,b Subset N % % % Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =.068. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

84 39. Foto-foto kegiatan penelitian Gbr 1. Kayu jati yang digunakan untuk uji coba alat bantu Gbr 2. Kayu akasia mangium yang digunakan untuk uji coba alat bantu Gbr 3. Kondisi jalan angkutan kayu 1 Gbr 4. Kondisi jalan angkutan kayu 2 Gbr 5. Pemasangan alat bantu di ban truk Gbr 6. Alat bantu yang sudah dipasang pada tapak ban truk 84

85 Gbr 7. Alat bantu rantai model lurus yang sudah dipasang Gbr 8. Alat bantu rantai model silang yang sudah dipasang Gbr 9. Pengukuran jarak tempuh 5 putaran roda truk Gbr 10. Mengukur jarak tempuh 5 putaran roda truk Gbr 11 & 12. Pengukuran kedalaman tanah 85

Pengurangan Selip pada Jalan Tanah Angkutan Kayu Acacia Mangium

Pengurangan Selip pada Jalan Tanah Angkutan Kayu Acacia Mangium Pengurangan Selip pada Jalan Tanah Angkutan Kayu Acacia Mangium Yuniawati *) Peneliti Pada Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan & Pengolahan Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, JL. Gunung

Lebih terperinci

Pengaruh Selip Terhadap Kerusakan Tanah Pada Kegiatan Pengangkutan Kayu Pinus Merkusi

Pengaruh Selip Terhadap Kerusakan Tanah Pada Kegiatan Pengangkutan Kayu Pinus Merkusi Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 7, Nomor 2, Juni 2015 Hal. 95-107 Pengaruh Selip Terhadap Kerusakan Tanah Pada Kegiatan Pengangkutan Kayu Pinus Merkusi Yuniawati; Sona Suhartana

Lebih terperinci

Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sona Suhartana & Sukadaryati

Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sona Suhartana & Sukadaryati Penelitian Hasil Hutan Vol. No. 4, Desember 2015: 87-95 ISSN: 0216-429 Terakreditasi No.: 642/AU /P2MI-LIPI/07/2015 ALAT BANTU TRUK ANGKUTAN KAYU UNTUK MENGURANGI SELIP RODA PADA JALAN HUTAN TANPA PERKERASAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RANTAI SEBAGAI ALAT BANTU MENGURANGI SELIP DALAM PENGANGKUTAN KAYU (The Use of Chain to Reduce Tire Slip During Log Hauling)

PENGGUNAAN RANTAI SEBAGAI ALAT BANTU MENGURANGI SELIP DALAM PENGANGKUTAN KAYU (The Use of Chain to Reduce Tire Slip During Log Hauling) ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 PENGGUNAAN RANTAI SEBAGAI ALAT BANTU MENGURANGI SELIP DALAM PENGANGKUTAN KAYU (The Use of Chain to Reduce Tire Slip During Log Hauling) Yuniawati,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALAT BANTU GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PENGANGKUTAN KAYU PADA JALAN LICIN

PENGGUNAAN ALAT BANTU GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PENGANGKUTAN KAYU PADA JALAN LICIN Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3 November 2014 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 PENGGUNAAN ALAT BANTU GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PENGANGKUTAN KAYU PADA JALAN LICIN Using of auxiliary tools for increasing

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK Pengeluaran kayu sistem kabel layang di hutan rakyat perlu mendapat perhatian mengingat sampai saat ini kegiatan pengeluaran

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN ALAT MESIN PERTANIAN BAB V PERSIAPAN MENGHIDUPKAN, MENGHIDUPKAN, MEMATIKAN DAN MENJALANKAN TRAKTOR Drs. Kadirman, MS. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PR I PERGERAKAN RODA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT GESEKAN

PR I PERGERAKAN RODA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT GESEKAN Nama : Fatimah NIM : 20214039 Mata Kuliah :Metodelogi Penelitian PR I PERGERAKAN RODA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT GESEKAN Secara prinsip mobil terdiri dari tiga bagian utama. Yang pertama adalah mesin sebagai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

1. OVERLOADING ( MUATAN BERLEBIH )

1. OVERLOADING ( MUATAN BERLEBIH ) 1. OVERLOADING ( MUATAN BERLEBIH ) Memuat berlebihan tidak hanya memperpendek usia kendaraan anda, tetapi juga berbahaya, oleh sebab itu hindarkanlah. Berat muatan harus dibatasi oleh GVM ( berat kotor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik pergerakan lokomotif Mahasiswa dapat menjelaskan keterkaitan gaya tarik lokomotif dengan kelandaian

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Besarnya tarif tol tidak boleh melebihi 70 % nilai BKBOK yang merupakan selisih antara BOK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Mesin Bajak Sawah Mesin bajak sawah diatas menggunakan 4 pully dan 1 poros yang saling menghubungkan untuk melakukan putaran di poros tersebut terdapat mata baja

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN BAB I DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Transmisi Transmisi yaitu salah satu bagian dari sistem pemindah tenaga yang berfungsi untuk mendapatkan variasi momen dan kecepatan sesuai dengan kondisi jalan dan kondisi pembebanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA

MODUL POWER THRESHER. Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA MODUL POWER THRESHER Diklat Teknis Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN 2015 Sesi Perontok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

Cara menguasai kopling saat mengemudi mobil transmisi manual

Cara menguasai kopling saat mengemudi mobil transmisi manual Cara menguasai kopling saat mengemudi mobil transmisi manual Mengemudi mobil dengan transmisi manual bagi sebagian pengemudi terutama pemula yang baru belajar nyetir merupakan hal yang sulit. Meskipun

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara = V U Massa Padatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

Gesekan. Hoga Saragih. hogasaragih.wordpress.com

Gesekan. Hoga Saragih. hogasaragih.wordpress.com Gesekan Hoga Saragih Gaya Gesekan Gaya gesekan adalah gaya yang ditimbulkan oleh dua benda yang bergesekan dan arahnya berlawanan dengan arah gerak benda. Beberapa cara memperkecil gaya gesekan dalam kehidupan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

USAHA, ENERGI & DAYA

USAHA, ENERGI & DAYA USAHA, ENERGI & DAYA (Rumus) Gaya dan Usaha F = gaya s = perpindahan W = usaha Θ = sudut Total Gaya yang Berlawanan Arah Total Gaya yang Searah Energi Kinetik Energi Potensial Energi Mekanik Daya Effisiensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

5. Gaya Tekan Tekanan merupakan besarnya gaya tekan tiap satuan luas permukaan.

5. Gaya Tekan Tekanan merupakan besarnya gaya tekan tiap satuan luas permukaan. Gaya Doronglah daun pintu sehingga terbuka. Tariklah sebuah pita karet. Tekanlah segumpal tanah liat. Angkatlah bukumu. Pada setiap kegiatan itu kamu mengerahkan sebuah gaya. Gaya adalah suatu tarikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

USAHA, ENERGI DAN MOMENTUM. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

USAHA, ENERGI DAN MOMENTUM. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. USAHA, ENERGI DAN MOMENTUM Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. Impuls dan momentum HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM LINIER : Perubahan momentum yang disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI LINTASAN UJI Tanah yang digunakan untuk pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keamanan, kenyamanan, kestabilitas kendaraan terhadap jalan dan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. keamanan, kenyamanan, kestabilitas kendaraan terhadap jalan dan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ban menjadi satu-satunya komponen pada kendaraan yang bersentuhan langsung dengan permukaan jalan. Maka perannya penting dan turut menentukan keamanan, kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor berada pada wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang dengan batas-batas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Transmisi Transmisi yaitu salah satu bagian dari sistem pemindah tenaga yang berfungsi untuk mendapatkan variasi momen dan kecepatan sesuai dengan kondisi jalan dan kondisi

Lebih terperinci

TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA

TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA PRESS RELEASE TIPS MUDIK DARI YAMAHA INDONESIA 10 August 2011 Image not found or type unknown JAKARTA - Hari Raya Lebaran kian dekat dan para pemudik pun siap-siap mudik untuk merayakannya bersama keluarga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BB III LNDSN TEORI. Metode Pengujian gregat dapun dasar perhitungan yang menjadi acuan dalam pengujian material yaitu mengacu pada spesifikasi Bina Marga Edisi 2010 (Revisi 3) sebagai berikut: 1. gregat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PETA LOKASI PERTANIAN DAN INDUSTRI

PEMANFAATAN PETA LOKASI PERTANIAN DAN INDUSTRI PEMANFAATAN PETA LOKASI PERTANIAN DAN INDUSTRI A. Kepentingan Pertanian Penampakan wilayah permukaan bumi yang disajikan dalam bentuk peta juga dapat difungsikan untuk berbagai keperluan. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pengertian Sumur Resapan Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

Kartika Purwitasari, Achfas Zacoeb, Siti Nurlina ABSTRAK Kata Kunci : 1. Pendahuluan

Kartika Purwitasari, Achfas Zacoeb, Siti Nurlina ABSTRAK Kata Kunci : 1. Pendahuluan PERBANDINGAN BERAT ISI DAN REMBESAN BATA BETON RINGAN DENGAN PENAMBAHAN MINERAL ALAMI ZEOLIT ALAM BERGRADASI TERTENTU DENGAN DAN TANPA PERAWATAN KHUSUS Kartika Purwitasari, Achfas Zacoeb, Siti Nurlina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump) Diklat Teknis Kedelai Bagi Penyuluh Dalam Rangka Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Kedelai Pertanian dan BABINSA KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

USAHA DAN ENERGI. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MT., MS.

USAHA DAN ENERGI. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MT., MS. USAHA DAN ENERGI Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MT., MS. SOAL - SOAL : 1. Pada gambar, kita anggap bahwa benda ditarik sepanjang jalan oleh sebuah gaya 75

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

BAB 4 GAYA DAN PERCEPATAN

BAB 4 GAYA DAN PERCEPATAN BAB 4 GAYA DAN PERCEPATAN A. GAYA SENTUH Gaya merupakan besaran vector, karena memiliki satuan, besaran, dan arah. Gaya adalah sesuatu yang dapat berupa dorongan atau tarikan. Pengaruh gaya dapat berupa:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berkendara, ketika kendaraan telah mencapai sebuah tikungan dan akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer dan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc

Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc E1 Pengaruh Variasi Konstanta Pegas dan Massa Roller CVT Terhadap Performa Honda Vario 150 cc Irvan Ilmy dan I Nyoman Sutantra Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

4. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan konstan 72 km/jam. Jarak yang ditempuh selama selang waktu 20 sekon adalah...

4. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan konstan 72 km/jam. Jarak yang ditempuh selama selang waktu 20 sekon adalah... Kelas X 1. Tiga buah vektor yakni V1, V2, dan V3 seperti gambar di samping ini. Jika dua kotak mewakili satu satuan vektor, maka resultan dari tiga vektor di atas adalah. 2. Dua buah vektor A dan, B masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Perancangan Komponen Utama & Komponen Pendukung Pada

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Perancangan Komponen Utama & Komponen Pendukung Pada BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan Komponen Utama & Komponen Pendukung Pada Rangka Gokart Kendaraan Gokart terdiri atas beberapa komponen pembentuk baik komponen utama maupun komponen tambahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasiakan, baik komponen utama maupun komponen pendukung. Dari. beberapa komponen yang melekat pada kendaraan salah satu komponen

BAB I PENDAHULUAN. operasiakan, baik komponen utama maupun komponen pendukung. Dari. beberapa komponen yang melekat pada kendaraan salah satu komponen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan mempunyai banyak komponen untuk dapat di operasiakan, baik komponen utama maupun komponen pendukung. Dari beberapa komponen yang melekat pada kendaraan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase yakni bahan-bahan padat, cair, dan gas. Fase padat yang hampir menempati 50% volume tanah

Lebih terperinci

PERANCANGAN ELECTRIC ENERGY RECOVERY SYSTEM PADA SEPEDA LISTRIK

PERANCANGAN ELECTRIC ENERGY RECOVERY SYSTEM PADA SEPEDA LISTRIK PERANCANGAN ELECTRIC ENERGY RECOVERY SYSTEM PADA SEPEDA LISTRIK ANDHIKA IFFASALAM 2105.100.080 Jurusan Teknik Mesin Fakultas TeknologiIndustri Institut TeknologiSepuluhNopember Surabaya 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAAN 4.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI KOPLING Kopling adalah satu bagian yang mutlak diperlukan pada truk dan jenis lainnya dimana penggerak utamanya diperoleh dari hasil pembakaran di dalam silinder

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI D I N A S P E N D I D I K A N

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI D I N A S P E N D I D I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI D I N A S P E N D I D I K A N Alamat : Komplek perkantoran Pemda Muaro Jambi Bukit Cinto Kenang, Sengeti UJIAN SEMESTER GANJIL SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci