UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT RISTRA INDOLAB Jl. LANBOW KP LIO BARU DS SANJA KEC CITEUREUP KAB BOGOR JAWA BARAT PERIODE 9 APRIL 4 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VIVID MARETHA, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2

3 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT RISTRA INDOLAB Jl. LANBOW KP LIO BARU DS SANJA KEC CITEUREUP KAB BOGOR JAWA BARAT PERIODE 9 APRIL 4 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker VIVID MARETHA, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

4

5 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Ibu dr. Retno I. S. Tranggono, SpKK. Cosmeto-Dermatologist, selaku Presiden Direktur PT. Ristra Indolab. 2. Badaruzzaman, S.T selaku pembimbing di PT. Ristra Indolab yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami selama praktek kerja di PT. Ristra Indolab. 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt dan Sutriyo, M.Si., Apt yang telah bersedia meluangkan waku dan tenaga untuk membimbing kami dalam menyusun laporan ini. 4. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 5. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, FMIPA UI. 6. Seluruh manajer dan staf di PT Ristra Indolab atas pengarahan, keramahan, dan kesediaan untuk membimbing selama praktek kerja profesi dan penyusunan laporan ini. 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Departemen Farmasi, FMIPA UI. 8. Seluruh rekan seperjuangan Apoteker UI angkatan LXXIV yang telah banyak membantu sehingga terwujudnya laporan ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi

6 pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis Juni, 2012

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kosmetik Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) Notifikasi Kosmetik BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Sejarah Singkat PT. Ristra Indolab Visi dan Misi Ristra Indolab Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Ristra Indolab Struktur Organisasi Kegiatan Departemen BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN... 44

8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Ristra Indolab Lampiran 2. Struktur Organisasi Research&Development Department Lampiran 3. Struktur Organisasi Quality Control Department (QC) Lampiran 4. Alur Kerja Departemen QC Lampiran 5. Alur kerja Departemen PPIC Lampiran 6. Alur proses Penerimaan dan Penyimpanan Packaging Material 50 Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Produksi Lampiran 8. Alur kerja Departemen Produksi Lampiran 9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Ristra Indolab Lampiran 10. Pengolahan Air Lampiran 11. Label Penandaan Diterima dan Ditolak Lampiran 12. Label Penandaan Karantina... 56

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan suatu produk yang pada saat ini sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan perkembangan industri kosmetik saat ini tidak lagi dimonopoli oleh kaum wanita saja, pria pun semakin peduli terhadap penampilannya. Oleh karena itu, industri kosmetik saat ini semakin bersaing dalam memenuhi permintaan pasar dalam hal kualitas, inovasi, dan harga produknya. Untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu dicegah beredarnya kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, langkah utama untuk hal tersebut adalah penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) pada seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Produsen kosmetik yang telah menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, akan diberikan sertifikat sesuai dengan bentuk sediaan yang dibuat. Apoteker dalam industri kosmetik berperan penting dalam pelaksanaan CPKB, hal inilah yang mendasari adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

10 di industri kosmetik agar mahasiswa dapat melihat dan terlibat secara langsung dalam kegiatan di suatu industri kosmetik. PT. Ristra Indolab merupakan salah satu industri kosmetik lokal di Indonesia yang telah memproduksi banyak kosmetik dengan merek dagang Trustee, Ristra, dan Platinum, selain itu juga membuatkan produk milik perusahaan lain dalam bentuk contract manufacturing. Dengan melakukan praktek kerja di PT. Ristra Indolab, maka calon apoteker dapat mengetahui bagaimana suatu kosmetik dikembangkan, diproduksi, dan pada akhirnya dipasarkan Tujuan Tujuan dari praktek kerja profesi apoteker di PT. Ristra Indolab adalah untuk mengetahui penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Ristra Indolab, serta mengetahui dan memahami peran dan fungsi apoteker di Industri Kosmetik.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Kosmetik Sejarah Kosmetik Kosmetik berasal dari bahasa yunani kosmeticos yang memiliki arti keterampilan menghias dan mengatur. Sejak jaman dulu ilmu kedokteran sudah sangat berperan dalam dunia kosmetik dan kosmetodologi. Data hasil pendidikan antropologi, arkeologi dan etnologi di Mesir dan India membuktikan pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep-salep aromatik, yang dapat dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Penemuan tersebut menunjukkan telah berkembang keahlian khusus di bidang kosmetik. Hippocrates ( SM) dan kawan-kawan berperan penting pada awal perkembangan kosmetik modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan. Cornelius Celsus, Dioscorides, Galen adalah ahli-ahli ilmu pengetahuan yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastik, dermatologi, kimia, dan fisika. Pada zaman Renaisans ( ), banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur. Karena ilmu kedokteran bertambah luas, maka kosmetik dan kosmetologi dipisahkan dari ilmu kedokteran. Kemudian dikenal dengan ilmu kosmetik untuk merias dan kosmetik yang dipakai untuk pengobatan kelainan patologi kulit. Pada tahun pembagian tersebut dipertegas lagi dengan cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan laiinnya, misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, opthalmologi, diet, dan sebagainya. Di sini mulai diletakkan konsep kosmetologi yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia Dari mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 (Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi, kosmetik menjadi sebuah

12 perpaduan antara kosmetik dan obat (Pharmaceutical), atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals). Sejak 40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat, industri kimia memberi banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit (cosmetodermatology), serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan. Di Indonesia, sekitar tahun 1970-an, kosmetologi dalam lingkungan dermatologi baru secara resmi dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yaitu dengan didirikanya sub-bagian bedah kulit dan kosmetik pada bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin, yang sekarang menjadi ilmu kesehatan kulit dan kelamin FKUI-RSCM, oleh Dr Retno I.S Tranggono dengan persetujuan Kepala bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI waktu itu yaitu (almarhum) Prof Dr M Djoewari, padahal negara-negara maju kosmetologi sudah lama dikenal, misalnya di Amerika, kosmetologi telah dikenal sejak tahun Pada tahun 1970, masih banyak dokter yang menentang pendirian sub bagian bedah kulit dan kosmetik karena hal tersebut adalah permasalahan yang masih dianggap sebagai urusan para ahli kosmetik dan beautician saja, namun karena banyak kalangan masyarakat memakai kosmetik yang tidak aman, sehingga memberikan dampak negatif bagi kulit mereka, seperti alergi, tumbuh jerawat, kanker kulit dan sebagainya, akhirnya para dokter mengakui pentingnya pendalaman gabungan ilmu pengetahuan mengenai ilmu kosmetologi dan dermatologi (kosmeto-dermatologi), juga pentingnya pendirian sub bagian bedah kulit dan kosmetik (sub-bagian kosmeto-dermatologi) seperti di FKUI. Penelitian yang dilakukan Dr Retno I. S. Tranggono mengenai ilmu kecantikan yang dibawa oleh para ahli kecantikan Eropa/Belanda ke Indonesia semasa penjajahan belanda adalah mengenai pengenalan kosmetik yang kandungan minyaknya banyak, sehingga menjadikan kulit lengket, Kosmetik ini biasanya hanya dipakai di lingkungan yang kering dan dingin, artinya jenis

13 kosmetik ini tidak sesuai bila digunakan pada kulit masyarakat indonesia yang cenderung beriklim tropis dan lembab, Melalui kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan ilmu pengetahuan dan pendidikan masyarakat, seperti perguruan tinggi, departemen kesehatan, dan lembaga konsumen, sub-bagian Kosmeto-dermatologi FKUI mengembangkan kosmeto-dermatologi ke seluruh indonesia, bahkan ke kalangan internasional melalui forum ilmiah (konggres, seminar, dan work shop) dengan para ilmuwan kosmeto-dermatologi di dunia Definisi dan Penggolongan Kosmetik Menurut PERMENKES RI, kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13 kelompok: 1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain. 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, dan lain-lain. 3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dan lain-lain. 4. Preparat untuk wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dan lainlain. 5. Preparat pewarna untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dan lainlain. 6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dan lain-lain. 7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstick, dan lainlain. 8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, dan lain-lain. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dan lain-lain. 10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, dan lain-lain. 11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelindung, dan lain-lain. 12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan lain-lain. 13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dan lain-lain.

14 Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi kulit: 1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics), untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Kosmetik yang termasuk didalamnya adalah untuk membersihkan kulit, untuk melembabkan kulit, pelindung kulit, dan untuk menipiskan atau mengampelas kulit. 2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up), untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan salah satu penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan system jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia international terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dengan negara lain baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri dalam pembuatan kosmetik pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani Personalia Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya Organisasi, Kualifikasi, dan Tanggung Jawab Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan

15 tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan Pelatihan Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. 1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama. 2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. 3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita

16 dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. 4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. 5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: a. Penerimaan material b. Pengambilan contoh material c. Penyimpanan barang datang dan karantina d. Gudang bahan awal e. Penimbangan dan penyerahan f. Pengolahan g. Penyimpanan produk ruahan h. Pengemasan i. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus j. Gudang produk jadi k. Tempat bongkar muat l. Laboratorium m. Tempat pencucian peralatan 6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. 7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. 8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. 9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. 10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.

17 11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. 12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian. b. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya. c. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur Peralatan dibuat Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang Rancang Bangun 1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan. 2. Peralatan tidak boleh menimbutkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat. 3. Peralatan harus mudah dibersihkan. 4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan.

18 Pemasangan dan Penempatan 1. Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk. 2. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali. 3. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi Pemeliharaan 1. Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan. 2. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah..pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal Personalia 1. Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan.

19 2. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan. 3. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk jadi. 4. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia.. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. 5. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya. 6. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk. 7. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai Bangunan 1. Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi. 2. Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan. 3. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produlsi.

20 4. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih dalam proses dan produk jadi Peralatan dan Perlengkapan 1. Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih. 2. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. 3. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti dengan konsisten Produksi Air 1. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap. 2. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi. 3. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik. 4. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

21 Verifikasi Material (Bahan) 1. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya. 2. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan. 3. Bahan awal harus diberi label yang jelas. 4. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar Pencatatan Bahan 1. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah. 2. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya Material Ditolak (Reject) Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap Sistem Pemberian Nomor Bets 1. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk. 2. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan/kekacauan. 3. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar. 4. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.

22 Penimbangan dan Pengukuran 1. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi. 2. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda Prosedur dan Pengolahan 1. Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan. 2. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis. 3. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat. 4. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu. 5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi. 6. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban. 7. Hasil akhir proses produksi harus dicatat Produk Kering Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai Produk Basah 1. Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya. 2. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.

23 3. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan Produk Aerosol 1. Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini. 2. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran Pelabelan dan Pengemasan 1. Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan. 2. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa. 3. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur. 4. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan Pengawasan Mutu Pendahuluan Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan. 1. Hendaknya diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa

24 produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap. 2. Pengawasan mutu meliputi a. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan. b. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan. 3. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima Pengolahan Ulang 1. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk. 2. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang Produk Kembalian 1. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali. 2. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, disamping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali. 3. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak. 4. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap. 5. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.

25 Dokumentasi Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB. 1. Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku. 2. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi. 3. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah. 4. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan. 5. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat. 6. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan Spesifikasi Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang. 1. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi: a. Nama bahan b. Uraian (deskripsi) dari bahan c. Parameter uji dan batas penerimaan d. Gambar teknis, bila diperlukan e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu 2. Spesifikasi produk rahan dan produk jadi meliputi: a. Nama produk b. Uraian c. Sifat-sifat fisik

26 d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu Dokumen Produksi Dokumen produksi meliputi 1. Dokumen Induk Dokumen induk harus tersedia setip diperlukan. Dokumen ini berisi informasi: a. Nama produk dan kode/nomor produk b. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya c. Daftar bahan baku yang digunakan d. Daftar peralatan yang digunakan e. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila perlu 2. Catatan Pembuatan Bets a. Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk b. Dokumen ini berisi informasi mengenai: 1) Nama produk 2) Formula per bets 3) Proses pembuatan secara ringkas 4) Nomor bets atau kode produksi 5) Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan 6) Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan 7) Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan 8) Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti misalnya catatan ph dan suhu saat diuji 9) Catatan inspeksi pada lini pengemasan 10) Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan 11) Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuian 12) Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label

27 3. Catatan Pengawasan Mutu Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang dimaksudkan meliputi: 1) Tanggal pengujian 2) Identifikasi bahan 3) Nama pemasok 4) Tangal penerimaan 5) Nomor bets asli dari bahan baku bila ada 6) Nomor bets produk yang sedang dibuat 7) Nomor pemeriksaan mutu 8) Jumlah yang diterima 9) Tanggal sampling 10) Hasil pemeriksaan mutu Audit Internal Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajem untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik Penyimpanan Area Penyimpanan 1. Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.

28 2. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya. 3. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan. 4. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas. 5. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman Penanganan dan Pengawasan Persediaan 1. Penerimaan Produk a. Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya. b. Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk setiap penerimaan barang. 2. Pengawasan a. Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan catatan pengeluaran produk b. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FlFO) c. Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti.

29 Kontrak Produksi dan Pengujian Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Pengrima kontrak hanya bertanggungiawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Penanganan Keluhan Pada penganan keluhan hendaknya 1. Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall). 2. Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk. 3. Keluhan rnengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan diselidiki. 4. Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki.

30 5. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk. 6. Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya dicatat dah dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan. 7. Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran. 8. Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahu Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah. 1. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup. 2. Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodic ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan cepat dan efektif. 3. Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterirna oleh orang yang bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor. 4. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali. 5. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu. 6. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya.

31 2.3. Notifikasi Kosmetik Notifikasi Kosmetika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun Setiap kosmetik yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kosmetik hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar. Izin Edar merupakan bentuk persetujuan pendaftaran kosmetik dalam bentuk notifikasi yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Notifikasi dilakukan sebelum kosmetik beredar oleh pemohon kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan PERMENKES tahun 2010, pemohon yang harus mengejukan notifikasi terdiri atas: a. industri kosmetik yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi; b. importir kosmetik yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal; dan/atau c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetik yang telah memiliki izin produksi. Kosmetik yang dinotifikasi harus dibuat dengan menerapkan CPKB dan memenuhi persyaratan teknis. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan tidak ada surat penolakan, terhadap kosmetik yang dinotifikasi dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia. Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila: a. izin produksi kosmetik, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenallmportir (API) sudah tidak berlaku; b. berdasarkan evaluasi, kosmetik yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

32 c. atas permintaan pemohon notifikasi, perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui; d. kosmetik yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi; atau e. pemohon. notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan kosmetik dalam waktu 6 bulan dari permohonan dianggap disetujui. Proses notifikasi kosmetik terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah Pendaftaran Badan Usaha dan yang kedua Pengisian Template Notifikasi Kosmetika. Untuk pendaftaran badan usaha surat-surat yang diperlukan adalah: A. Importir 1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Angka Pengenal Importir (APIT/ APIU) 3. Surat Penunjukkan dari Principal (LoA) dengan menunjukkan masa berlaku 4. GMP untuk produsen dari negara di luar ASEAN atau Surat Pernyataan memenuhi GMP untuk produsen dalam negara ASEAN 5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) B. Industri Kosmetika 1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Ijin Produksi 3. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik) 4. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) 5. Tanda Daftar Perusahaan Catatan : Untuk dokumen SIUP, NPWP, Izin produksi di scan dan menunjukkan dokumen asli + copy. C. Perusahaan Pemberi Kontrak 1. Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Ijin Produksi 3. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik)

33 4. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) 5. Perjanjian kerjasama (disahkan oleh notaris) antara 2 pihak 6. Tanda Daftar Perusahaan D. Perusahaan Penerima Kontrak (Toll Out Import) 1. SIUP perusahaan 2. NPWP perusahaan 3. Tanda Daftar Perusahaan 4. Sertifikat GMP import yang disahkan oleh pejabat berwenang 5. Certificate of Free Sale yang dikeluarkan dan disahkan pejabat terkait 6. Letter of Authorization yang mencantumkan masa berlaku. (...tahun) E. Perusahaan Penerima Kontrak (Toll Out Import) Melalui Distributor 1. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara phak distributor dan perusahaan 2. Surat Perjanjian Kerjasama (disahkan notaris) antara pihak distributor dan principle 3. Angka Pengenal Importir distributor Berikut merupakan tahapan pendaftaran badan usaha : 1. Mengisi Form pendaftaran badan usaha 2. Upload dokumen administrasi 3. Pemeriksaan data oleh sistem 4. Jika data belum lengkap maka dikembalikan kepada pendaftar untuk melakukan pengisian form ulang, jika data sudah lengkap maka data yang diperlukan untuk login sudah aktif dan dapat digunakan untuk mendaftarkan produk. Setelah mendapatkan data untuk login maka perusahaan bisa mendaftarkan produk dengan cara: 1. Mengakses Website Notifikasi kosmetik dengan Username dan password yang telah terdaftar 2. Klik Daftarkan pada template notifikasi

34 3. Akan muncul tampilan template lalu isi template tersebut, kemudian klik Lanjutkan Proses >> 4. Isi data produk pada template Notifikasi a. Isi status produk b. Isi data kemasan produk; kategori dan subkategori produk (dapat dilihat daftarnya pada Lampiran 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika); Kegunaan dan Tampilan Produk. c. Isi data perusahaan dan upload file CFS dari lembaga berwenang di negara produsen d. Isi Daftar Bahan Kosmetik tuliskan nama ingredient/bahan dengan format *nama ingredient* pilih ingredient/ bahan yang sesuai nama dan CAS# nya e. Menyetujui Pernyataan dan klik Lanjutkan Proses untuk notifikasi atau Simpan Data Sebagai Template untuk menyimpan data. 5. Setelah Notifikasi kosmetik diproses, akan diterbitkan Surat Perintah Pembayaran secara online. Pendaftar harus memproses pembayaran sesuai SPB dan meyerahkan bukti bayar beserta SPB Gedung B lantai 5, Badan POM RI, Jl. Percetakan Negara No.23, Jakarta untuk diproses lebih lanjut untuk mendapatkan ID produk.

35 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 2.1. Sejarah Singkat PT. Ristra Indolab PT. Ristra Indolab merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kosmetik dan kesehatan kulit berdasarkan konsep medis, yang dikembangkan oleh para ahli dengan berbagai disiplin ilmu, di bawah pengawasan dr. Retno I.S. Tranggono, SpKK, seorang cosmeto-dermatologyst. Semakin berkembangnya penggunaan kosmetik mulai dari remaja putri sampai dewasa, menggugah dr. Retno I.S. Tranggono, SpKK untuk menciptakan formula kosmetik yang berkualitas, baik kosmetik tradisional maupun kosmetik modern, serta aman bagi kulit khususnya orang Indonesia maupun bangsa-bangsa lain yang umumnya tinggal di daerah tropis. PT. Ristra Indolab berdiri pada Februari 1983 dengan nama PT. Dwi Citra Utama, dan pada tahun 1991 berganti nama menjadi PT. Ristra Indolab, yang menghasilkan berbagai macam produk kosmetik dengan merek Ristra Cosmedic (cosmetic medic). Seluruh produk Ristra yang terdiri dari perawatan kulit, perawatan rambut sampai produk dekoratif, dikembangkan oleh para ahli dengan berbagai disiplin ilmu, dibawah pengawasan Retno I.S. Tranggono M.D. Perusahaan ini diawali dari usaha dr. Retno I.S Tranggono M.D dengan dukungan suaminya seorang psikiater di TNI Angkatan Udara (AU), ia memanfaatkan garasi rumahnya di kompleks AU di jalan Rajawali Selatan dan dibantu oleh seorang staf lulusan Farmasi UGM untuk membuat riset dan mencari obat-obat bagi kulit wajah. Produk yang siap dipasarkan membutuhkan penelitian dan pengembangan yang intensif dari uji mikrobiologi, uji dermatologi, dan uji keamanan. Seluruh produk tidak bisa diluncurkan sebelum memenuhi standar seperti yang telah ditetapkan Retni I. S. Tranggono M.D. Masyarakat membutuhkan produk kosmetik khusus yang aman digunakan, dan inilah yang mencetus terbentuknya produk kosmetik Ristra.

36 Pada tahun 1987 terbentuklah Ristra House atas dasar konsep The Science and Art of Beauty, sebagai pusat pelayanan konsumen dan pusat perawatan kulit dan rambut. Sabagai jawaban atas penerimaan yang baik akan keberadaan Ristra House, maka semakin banyak pusat pelayanan yang dibuka. Pada tahun 1989 berdiri tiga Ristra House di Jakarta dan Palembang, serta beberapa Ristra Center di Jakarta, Bandung, dan Palembang. Sebagai bagian dari perluasan dari divisi pelayanan, PT. Ristra Indolab telah berhasil menciptakan produk dengan merek Trustee, dengan target pada segmentasi remaja atas dasar konsep The Science of Healthy Skin. Pada tahun 1987, Trustee pertama kali diluncurkan dan diperkenalkan pada pasar. Untuk memenuhi kebutuhan kosmetik yang aman dan sesuai standar yang telah ditetapkan maka seluruh produk harus melalui penelitian dan pengembangan yang intensif dari uji mikrobiologi, uji dermatologi, dan uji keamanan. Seluruh Produk Ristra terdiri dari perawatan kulit, perawatan rambut, sampai dengan produk dekoratif. Hingga saat ini sudah banyak jenis produk yang dihasilkan dengan berbagai merk meliputi Ristra, Dermocare, Trustee, dan Platinum. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pelayanan kecantikan, PT. Ristra Indolab juga membentuk Ristra House dengan dasar konsep The Science and Art of Beauty, sebagai pusat perawatan kulit dan rambut. Selanjutnya tahun 2005 Ristra juga membentuk Insitusi kesehatan dan kecantikan yang dinamakan Ristra Health and Beauty Institute yang menyediakan kursus perawatan kecantikan untuk kulit dan rambut dengan bimbingan dokter-dokter dan ahli kecantikan. Tahun 2004 PT. Ristra Indolab mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 yang merupakan salah satu pengakuan internasional terhadap persyaratan sistem manajemen mutu dari kinerja perusahaan. Saat ini PT. Ristra Indolab telah menjadi salah satu perusahaan kosmetik modern yang cukup diakui dan mampu menghasilkan produk-produk kosmetik yang aman dan berkualitas, selain itu dapat memasarkan dengan baik produkproduknya hampir ke seluruh wilayah nusantara bahkan sampai ke negara-negara Asia lainnya.

37 2.2. Visi dan Misi PT. Ristra Indolab Visi Menjadi perusahaan yang menyediakan produk-produk kosmetika yang aman dan berkualitas dunia yang secara berkesinambungan dan konsisten meningkatkan kualitas kehidupan pelanggan Misi a. Menghasilkan pelayanan yang berkualitas kepada seluruh pelanggan yang berinti pada pembeli akhir. b. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia sebagai aset utama yang memiliki moral/akhlak, kecerdasan/intelektualitas dan berke- Tuhanan yang tinggi. c. Bekerja dalam tim dan organisasi yang solid, didukung oleh pemimpin-pemimpin yang berkualitas guna mengakomodasi tujuan perusahaan. d. Perbaikan dan pembelajaran yang berkesinambungan di segala aspek untuk diamalkan secara tepat dan tepat. e. Menjadi yang terdepan dalam melayani dan memuaskan pelanggan serta unggul di bidang teknologi kesehatan dan kecantikan kulit Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Ristra Indolab PT. Ristra Indolab terletak di jalan Lanbow, Kp Lio Baru, Ds Sanja Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sedangkan kantor pusat terletak di Jl. Bintaro Permai Raya No 29, Bintaro - Jakarta Selatan Pabrik memiliki luas tanah m 2, sedangkan luas bangunannya 2400m 2, meliputi bangunan kantor dan bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian mutu, area proses, gudang, area pengemasan, kantin, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah, dan sarana pengolahan limbah.

38 2.4. Struktur Organisasi PT. Ristra Indolab dipimpin oleh seorang Chairman yang membawahi Presiden Direktur. Presiden direktur ini membawahi Direktur Operasional. Direktur operasional ini membawahi 4 divisi, yaitu Product Consumer Division, Plant, Research and Development, dan Consumer Services Division. Product Consumer Division merupakan divisi yang mengurus mengenai penjualan dan marketing. Plant membawahi 4 departemen, yaitu PPIC Department, Quality Control Department, Production and Engineering Department, dan Warehouse Finish Goods and Distribution Department. Consumer Services Division merupakan divisi yang menangani House of Ristra, yang merupakan pusat perawatan dan kecantikan mencakup perawatan kulit, perawatan rambut dan kecantikan yang dilakukan oleh ahli perawatan kulit, kecantikan dengan fasilitas konsultasi dokter. Sedangkan Research and Development merupakan unit yang bertugas untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk Ristra Kegiatan Departemen Research and Development Department (R&D) Departemen R&D bertugas melakukan riset produk baru ataupun pengembangan produk yang sudah ada, baik yang berasal dari permintaan marketing maupun permintaan contract manufacturing. Manager R&D membawahi tiga orang formulator (cream/emulsion formulator, liquid/soap/aromatherapy formulator, dan powder/ lipstick/decorative formulator), dan seorang supervisor registrasi, masing-masing formulator membawahi satu orang staf formulasi. Selain itu juga terdapat satu orang staf uji stabilitas, serta seorang staf Research dermatology. Supervisor Registrasi bertugas untuk melakukan notifikasi pendaftaran produk PT. Ristra Indolab ke BPOM. Formulator bertugas membuat formula untuk produk baru dan juga memperbaiki produk lama yang sudah ada (reformulasi) baik untuk PT. Ristra Indolab maupun untuk contract manufacturing. Staf laboratorium formulasi bertugas melaksanakan pembuatan produk yang dirancang oleh formulator dan mengevaluasinya sesuai kriteria

39 evaluasi percobaan. Staf uji stabilitas bertugas melakukan uji stabilitas terhadap hasil trial formulator. Staf ahli Research Dermatology bertugas melakukan uji keamanan, uji aplikasi, dan uji efikasi. Uji aplikasi bertujuan untuk mengetahui apakah produk tersebut ketika digunakan di kulit memberikan rasa (sensory feel) yang dapat diterima oleh konsumen. Sedangkan uji efikasi bertujuan untuk mengetahui apakah produk tersebut mempunyai efektivitas sesuai dengan yang diharapkan pada saat desain awal Quality Control Department (QC) Departemen QC bertugas mengendalikan kualitas mutu produk. Departemen ini dipimpin oleh seorang senior supervisor yang di bantu oleh satu orang supervisor laboratorium dan satu orang supervisor proses. Supervisor laboratorium melakukan pengawasan terhadap bahan baku, kemasan, stabilitas produk jadi, retain sample, dan uji mikrobiologi. Supervisor proses melakukan pengawasan terhadap jalanya proses krim, lotion, powder, pengemasan, dan pengiriman barang. Supervisor laboratorium dan supervisor proses masing-masing dibantu oleh tiga orang staf. Quality control melakukan verifikasi saat barang datang, verifikasi pesiapan proses, kestabilan produk, retain sample, produk retur, hingga penanganan complaint product PPIC (Production Planning Inventory Control) and General Logistic Department PPIC dipimpin oleh seorang manajer dan seorang staf administrasi. PPIC bertugas menyusun rencana produksi berdasarkan permintaan marketing berupa rencana penjualan. Dari permintaan tersebut, PPIC melihat apakah perlu dilakukan proses produksi atau tidak. Jika diperlukan, PPIC memeriksa stok bahan di gudang untuk mengetahui apakah diperlukan pemesanan bahan. Jika perlu dipesan, maka PPIC membuat rencana kebutuhan material yang akan diserahkan kepada bagian purchasing untuk pembelian. Selanjutnya PPIC membuat rencana produksi selama enam bulan yang kemudian dibuat jadwal produksi mingguannya.

40 General logistik (Gen-log) merupakan bagian dari PPIC yang berperan dalam penerimaan dan penyimpanan baik bahan baku maupun bahan pengemas. Kegiatan penerimaan dan penyimpanan di mulai staff gudang karantina menerima PM dari supplier, kemudian memeriksa kesesuaian surat jalan dengan MIT (Material In Transit). Jika tidak sesuai maka supervisor gen log melakukan konfirmasi ke purchasing, jika sesuai dengan MIT maka dilakukan perhitungan material di gudang karantina. Jika perhitungan tidak sesuai maka harus dikonfirmasikan kembali ke bagian purchasing, jika sesuai maka laporkan ke supervisor Gen-log untuk disetujui. Selanjutnya data dimasukan oleh bagian administrasi gen log dan staf karantina membuat surat pemeriksaan bahan. Staf karantina menyerahkan sampel packaging ke bagian QC. Setelah diperiksa, bagian gudang menerima bukti hasil pemeriksaan QC bahwa barang release atau reject, staf karantina menyerahkan lapaoran release dari QC ke masing-masing bagian (wadah, kemas, labeling) beserta barang. Untuk barang reject tetap di simpan di gudang karantina untuk di kembalikan ke supplier. Bagian administrasi menerima surat hasil pemeriksaan QC dan dibuatkan RR (Receipt Report), yang disetujui oleh staff gudang penerimaan barang dan supervisor gudang, kemudian salinan RR diberikan ke bagian akunting, purchasing, dan disimpan sebagai data. (lampiran 6) Production and Engineering Department Bagian produksi dipimpin oleh dua orang senior supervisor produksi, yaitu supervisor produksi krim, lotion, dan powder, serta supervisor pengemasan. Proses produksi dimulai dengan adanya Job Order (JO) yang dikeluarkan oleh PPIC. Kemudian bagian produksi mulai menimbang bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi. Selama proses produksi berlangsung, pihak QC melakukan pengawasan terhadap setiap langkah produksi mulai dari penimbangan sampai dengan produk jadi. Setelah produk dinyatakan release oleh bagian QC, maka produk tersebut dilanjutkan dengan proses pengisian ke dalam kemas primer, setelah di kemas kemudian dilanjutkan dengan proses packing. Bagian maintenance bertanggung jawab atas pengecekan mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi, R&D, dan QC.

41 Warehouse Finish Goods and Distribution Department Warehouse finish goods and distribusion department bertanggung jawab atas penanganan barang jadi, dari mulai menerima barang dari produksi hingga mengeluarkannya ke pihak distributor baik untuk nasional maupun lokal. Proses penerimaan barang dari produksi dilakukan dengan sistem transfer activity, dimana barang jadi disimpan terlebih dahulu di gudang virtual production, dan setelah barang dicek oleh QC dan dinyatakan release, barang dikirim ke gudang produk jadi. Barang dikirikan ke dua jenis distributor, yaitu distributor nasional dan distributor lokal serta outlet-outlet. Barang keluar berdasarkan surat order, dan disertai dengan Shipment Note Purchasing Department Departemen purchasing dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat orang staf, yang bertugas dalam pengadaan umum dan pengadaan bahan baku/bahan pengemas. Departemen purchasing bertugas melakukan pembelian untuk memenuhi semua kebutuhan Ristra Group. Purchasing melakukan pembelian untuk kebutuhan material produksi dan kebutuhan umum. Kebutuhan material merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk meproduksi suatu produk, yang berdasar pada forecast dari bagian marketing. Sedangkan kebutuhan umum merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing departemen General Affair General Affair berada di bawah Kepala Urusan Rumah Tangga (KURT). General Affair dipimpin oleh seorang supervisor, memiliki seorang staf administrasi, bertanggung jawab atas segala urusan umum dan membawahi keamanan/satpam, cleaning service, receiptionist, supir, petugas kebersihan taman, perawatan gedung, penyediaan air untuk produksi, dan pengolahan limbah.

42 Pengolahan Limbah General Affair bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan telah aman dan memenuhi persyaratan limbah yang ditetapkan pemerintah. Limbah pada PT. Ristra Indolab dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah tersebut berasal dari produksi, dan digolongkan ke dalam limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang, dan dikirim ke PPLI (Prasada Pramuna Limbah Industri). Limbah cair PT. Ristra Indolab berasal dari sisa produksi dan sisa pencucian produksi. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia melalui beberapa tahapan (lampiran 9). Bahan yang digunakan untuk mengolah limbah adalah NaOH dengan konsentrasi 10% untuk pengaturan ph dan penyabunan lemak, PAC (Poly Aluminium Clorida), digunakan sebagai koagulan untuk membentuk flokulan dan endapan yang mudah dipisahkan melalui penyaringan. Tahapan pengolahan dimulai dengan mengalirkan limbah cair ke dalam bak penampungan pertama (bak ekualisasi), kemudian cairan tersebut dialirkan ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini, cairan ditambah NaOH untuk menetralkan ph dan koagulan PAC disertai dengan pengadukan sampai homogen. Selanjutnya adalah tahap filtrasi, cairan tersebut dialirkan ke dalam bak penampung tiga, di bak ini terdapat saringan yang memisahkan filtrat jernih dengan endapannya yang dihasilkan dari bak koagulasi, dari hasil filtrasi ini dihasilkan sludge yang nantinya akan dikirim ke PPLI. Setelah melalui proses filtrasi air limbah masuk ke dalam bak aerasi dengan menggunakan pompa secara kontinu, di dalam bak terdapat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk air agar keseluruhan air limbah mengalami kontak langsung dengan udara. Cairan yang sudah jernih dialirkan ke bak control untuk diperiksa parameter seperti ph, dan konsentrasi COD, BOD. Jika hasilnya memenuhi syarat air dapat dibuang ke saluran pembuangan akhir.

43 Pengolahan Air Pembuatan atau proses air aquademineralizer bertujuan untuk menghilangkan kandungan garam mineral yang terlarut dalam air dengan menggunakan sistem pertukaran ion. Hal ini dilakukan karena air yang digunakan untuk proses produksi haruslah air yang jernih bersih dan terbebas dari zat-zat organik. Ada dua langkah penting dalam menangani pembuatan aquatreat water demineralizer, yaitu: 1. Re-generasi Re-generasi adalah penguat daya kerja ke dua ion exchanger resin yang telah jenuh mengikat ion-ion dari air. Dilakukan dengan cara melewatkan larutan Re-generasi ke dalamtangki resin tersebut Dalam Re-generasi membutuhkan a. Cation exchanger resin : 4 kg HCl dilarutkan di dalam 16 liter air (1:4) b. Anion exchanger resin : 2 kg NaOH di larutkan di dalam 22 liter air (1:11) 2. Proses Service (Pembuatan) Setelah melakukan beberapa regenerasi dan pembilasan maka dapat dilakukan proses servis. Proses yang dilakukan adalah: a. Tutup semua keran b. Buka kran pipa yang mengalir ke produksi c. Sampling oleh QC d. Jika lolos hasil uji oleh QC air hasil proses siap digunakan e. Alirkan air ke tangki penampungan f. Lakukan sampling ulang g. Bila tangki penampungan sudah penuh tutup semua keran.

44 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Ristra Indolab merupakan industri kosmetik yang memproduksi berbagai macam kosmetik baik untuk perawatan tubuh maupun dekoratif. Sebagai sebuah industri kosmetik yang diatur oleh regulasi pemerintah dalam hal ini BPOM sebagai pengawas sediaan farmasi dan makanan, termasuk kosmetika di Indonesia. Penerapan dari peraturan BPOM RI tentang kosmetik menyatakan bahwa industri kosmetik harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Peraturan BPOM RI NOMOR : HK tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik menginformasikan bahwa tujuan dari CPKB yaitu untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas. PT. Ristra Indolab sebagai salah satu perusahaan kosmetik yang ada di Indonesia dalam menjalankan proses produksinya telah menerapkan CPKB. Penerapan CPKB dalam seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu kosmetika sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta melakukan pengamatan terhadap proses kegiatan yang ada di PT. Ristra Indolab dengan aspek-aspek yang tertuang dalam CPKB Personalia Sumber daya manusia penting dalam pembentukan dan penerapan sistem CPKB. Personalia yang diatur dalam CPKB meliputi: a. Jumlah karyawan memadai b. Struktur organisasi c. Kualifikasi dan tanggung jawab yang jelas. d. Pelatihan yang berdampak pada mutu produk

45 Pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan tugas yang diberikan, pelatihan berkesinambungan. Pelatihan diberikan oleh orang yang terkualifikasi. Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Ristra Indolab telah sesuai dengan CPKB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi harus terpisah dengan bagian pemastian mutu. Keduanya tidak saling bertanggung jawab namun memiliki tanggung jawab bersama terhadap aspek yang berkaitan dengan mutu. Bagian produksi dan pemastian mutu masing-masing dipimpin oleh seorang yang terlatih dan memiliki pengalaman yang memadai di bidangnya masing-masing serta mempunyai keterampilan dalam memimpin sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara professional. PT. Ristra Indolab menyediakan personal yang terkualifikasi dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas sesuai bidangnya masing-masing. Personal yang ada di PT. Ristra Indolab diberikan pelatihan mengenai CPKB sehingga setiap personel memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang CPKB, memahami prinsip CPKB dan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing Bangunan dan Fasilitas CPKB mengatur agar rancangan,konstruksi, dan tata letak bangunan memadai dan memudahkan untuk melaksanakan kegiatan operasional, pembersihan, dan pemeliharaaan sehingga memperkecil resiko terjadinya kontaminasi silang dan ketercampuran. Bangunan pabrik PT. Ristra Indolab telah dirancang khusus untuk tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar walaupun berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bangunan pabrik dan kantor pusat terletak pada lokasi yang berbeda. Kantor pusat terletak di wilayah Bintaro, Jakarta dan bangunan pabrik terletak di daerah Citeureup, kabupaten Bogor. Bangunan pabrik juga dibedakan lagi menjadi beberapa bagian yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area gudang, area pengujian mutu, dan area pengolahan limbah. Rancangan bangunan dan fasilitas PT. Ristra Indolab dibuat sesuai dengan CPKB. Bangunan dan fasilitas dirancang, dilengkapi, dan dirawat secara

46 berkala untuk melindungi terhadap pengaruh lingkungan. Tenaga listrik, lampu penerangan, ventilasi, kelembaban, dan suhu diatur secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang merugikan terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, ventilasi dan kondisi ruangan telah dilengkapi dengan sarana pengatur suhu. Area produksi, penyimpanan, dan pengawasan mutu bukan merupakan jalan umum yang dapat dilewati personel yang tidak bekerja di area tersebut. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, mencuci tangan, dan toilet disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah dicapai. Toilet tidak berhubungan langsung dengan area produksi, sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung dengan area produksi tetapi letaknya terpisah. Area gudang memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan produk secara rapi dan teratur. Area gudang dipisahkan untuk masing-masing kategori yaitu gudang bahan baku, bahan kemas, produk jadi, dan bahan mudah terbakar. Tempat istirahat dan kantin terpisah dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu, untuk loker ganti pakaian, toilet, tempat sampah dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dalam jumlah yang cukup dan mudah dicapai. Jumlah APAR yang diletakkan bergantung pada tingkat kekritisan lokasi tersebut terhadap terjadinya kebakaran Peralatan CPKB menyatakan bahwa rancangan dan konstruksi peralatan harus ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat dan ukuran memadai. Sebelum digunakan harus dilakukan kualifikasi, seperti kualifikasi design, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional. Alat harus mudah dibersihkan, dikalibrasi, dan diberikan penandaan. Bagian peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, dan produk jadi tidak boleh bereaksi, mengadisi atau mengabsorbsi. Peralatan yang ada harus diberikan perawatan menurut jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran. Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetika di PT. Ristra Indolab memiliki rancangan serta ukuran yang memadai. Peralatan tersebut diletakkan dan dikualifikasi dengan tepat sehingga mutu kosmetik yang dihasilkan

47 terjamin sesuai rancangan, memiliki keseragaman antar bets, dan memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan ditempatkan dan dipasang di tempat yang sesuai untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area produksi yang sama serta untuk menghindari risiko terjadinya kekeliruan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan memcatat diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan secara berkala. Perawatan pada peralatan dilakukan sesuai jadwal untuk mencegah terjadinya pencemaan yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk Sanitasi dan Higiene Penerapan higiene dan sanitasi yang baik dalam setiap aspek pembuatan kosmetik dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. PT. Ristra Indolab juga menerapkan sanitasi dan higiene pada setiap aspek meliputi bangunan, peralatan, personal dan perlengkapan bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat mencemari produk. Dengan program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu, sumber pencemaran yang bersifat potensial dapat dihilangkan. Sanitasi (pembersihan ruangan) selalu dilakukan setelah kegiatan produksi agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya. Desain dan konstruksi tiap ruangan produksi tepat sehingga memudahkan dalam sanitasi Produksi Produksi kosmetik di PT. Ristra Indonesia dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPKB. Kegiatan produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Prosedur kerja dilakukan secara tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi serta dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, dan tepat. Proses pencatatan setiap langkah yang dilaksanakan saat proses pengolahan penting dilakukan agar dapat ditelusuri dan dipelajari jika ternyata terdapat permasalahan atau kekeliruan pada saat proses produksi. Selama proses produksi berlangsung selalu dilakukan pengawasan oleh bagian pemastian mutu dan bagian produksi. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan selalu

48 terjaga dalam setiap tahap pembuatannya dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan Pengawasan Mutu Salah satu bagian yang penting dari CPKB adalah pengawasan mutu yang berperan dalam memberikan kepastian bahwa produk yang dihasilkan secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai tujuan pemakainnya. PT. Ristra Indolab memiliki bagian pengawasan mutu yang bersifat independen dari bagian produksi. Pengawasan mutu dilakukan secara terpadu dan konsisten mulai dari pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, bahan pengemas, dan produk jadi. Bagian pengawasan mutu juga melakukan uji stabilitas, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaruhui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujianya. Laboratorium pengujian yang ada di PT. Ristra Indolab dirancang, dilengkapi dengan peralatan dan ruang yang memadai sehingga dapat melaksanakan kegiatan dengan optimal. Selain itu juga ditunjang oleh personel yang terlatih dan terampil dibidangnya. Hal ini menjamin kebenaran dan ketepatan hasil analisis yang diperoleh Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan salah satu bagian yang penting dari pemastian mutu. Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko kekeliruan yang disebkan oleh komunikasi lisan. Selain itu dokumentasi juga memastikan bahwa tugas dilakukan dengan benar, dan setiap hal yang dilakukan didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi dilakukan untuk memudahkan penalusuran kembali jika terdapat produk yang tidak memenuhi syarat atau mengantisipasi terjadinya kesalahan di masa datang. Dokumentasi yang dilakukan di PT. Ristra Indolab bersifat sistematis, yaitu semua informasi manajemen yang meliputi prosedur, metode dan instruksi,

49 perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat telah didokumentasikan dengan baik Audit internal Tujuan audit internal adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu PT. Ristra Indolab telah memenuhi ketentuan CPKB. Program ini bertujuan untuk mendeteksi kelemahan pada pelaksanaan CPKB serta untuk menentukan perbaikan yang diperlukan. Audit internal biasanya dilakukan satu bulan sekali oleh tim Quality Control(QC). Frekuensi audit internal tercatat dalam prosedur tetap. Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang seragam, maka disusun daftar periksa secara lengkap yang mengandung pertanyaan terkait ketentuan CPKB antara lain meliputi personalia, bangunan dan fasilitas, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, peralatan, pengolahan, dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene Penyimpanan Area penyimpanan di PT. Ristra Indolab dibedakan menjadi area penyimpanan bahan pengemas, bahan baku, serta produk jadi, pada masingmasing area dibagi menjadi beberapa daerah, yaitu bahan awal, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji. Area penyimpanan PT. Ristra Indolab telah dirancang telah dan disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik Kontrak Produksi dan Pengujian PT. Ristra Indolab mengadakan kontrak produksi dengan perusahaan kosmetik lain, yang ingin produknya diproduksi di PT. Ristra Indolab, beberapa produk tersebut adalah lipstick, krim, dan bedak merk kainos, beberapa produk cussons, dan produk sophi martin.

50 2.11. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Penarikan kembali produk ialah suatu proses penarikan kembali sari satu atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Penarikan kembali dilakukan oleh PT. Ristra Indolab jika ditemukan produk yang cacat dan bias merugikan konsumen. Penanganan diawali dengan investigasi yang mencakup catatan bets, contoh pertinggal, produk yang dikeluhkan, riwayat keluhan dari produk dan mencari akar masalah dan kemungkinan penyebab kejadian yang tidak diinginkan tersebut.

51 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 2.1. Kesimpulan PT. Ristra Indolab telah menerapkan setiap aspek CPKB dengan baik dalam setiap rangkaian proses produksi. Kegiatan di PT. Ristra Indolab meliputi manufaktur (produksi dan pengemasan), penelitian dan pengembangan, serta pengawasan mutu. Apoteker memegang peranan pada penelitian dan pengembangan yang dilakukan PT. Ristra Indolab Saran Personel atau karyawan merupakan unsur penting dalam produksi dan mutu produk yang dihasilkan, untuk itu karyawan perlu terus dibina dengan pelatihan CPKB yang berkesinambungan, sehingga mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Proses pengembangan produk baru hendaklah terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas mengingat produk kosmetik adalah produk yang sangat dinamis dan memiliki tren tersendiri.

52 LAMPIRAN

53 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Ristra Indolab Chairman President Director Operational Director Product Consumer Division Plant Research and Development Consumer Services Division Purchasing Department PPIC Department & General Logistic Quality Control Department Production & Engineering Department Warehouse Finish Good, Distribution Department

54 Lampiran 2. Struktur Organisasi Research and Development Department (R&D) Manajer R&D Administrasi Formulator cream/emulsi Formulator liquid/soap/ aromatherapy Formulator powder/ lipstick/ decorative Registrator Officer Dermatology Research Staf lab Staf lab Staf lab Staf lab Staf lab stability

55 Lampiran 3. Struktur Organisasi Quality Control Department (QC) Supervisor Senior Administrasi Supervisor Lab Supervisor Proses Bahan Baku Packaging Stabilitas Retain Sample Mikrobiologi Cream Lotion Powder Packing Pengiriman Barang

56 Lampiran 4. Alur Kerja Departemen QC Barang diterima di gudang bahan baku Verifikasi incoming material Verifikasi penimbangan Persiapan produksi Verifikasi persiapan proses Verifikasi produk ruahan Proses Produksi Verifikasi kestabilan produk Verifikasi pengemasan Pengemasan Verifikasi retain sample Gudang barang jadi Distributor Verifikasi produk retur Customer Penganganan complaint product = Kerja Quality Control

57 Lampiran 5. Alur kerja Departemen PPIC Forecast Stock Finish Good RPP (Rolling Production Plan) WIP (Work in Process) Stock RM/PM Schedule Production MRP (Material Requirement Plan) Pending PO Karantina JO (Job Order) PR (Purchase Request) MR (Material Request) PO (Purchase Order)

58 Lampiran 6. Alur proses Penerimaan dan Penyimpanan Packaging Material Mulai menerima PM dari supplier (gudang karantina) surat jalan dengan MIT (gudang karantina) sesuai MIT T Spv GL. Konfirmasi ke purchasing menimbang/menghitung PM (gudang karantina) sesuai T Y laporkan ke spv GL (gudang karantina) approval kedatangan PM oleh Spv GL input data oleh adm GL... surat pemeriksaan bahan PM oleh staff karantina staff karantina menyerahkan ke QC staf gudang/adm menerima bukti release/reject dari QC serah terima PM ke bagian wadah/kemas/labelling administrasi menerima surat hasil pemeriksaan QC dan input data selesai

59 Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Produksi Manufacturing Manager Senior Shift Production Spv Process Senior Shift Production Spv Packing Spv Maintenanc e Spv Utility Spv Cream Spv Lotion Spv Powder Spv Lipstik Powder Section Liquid Section Cream Section Lipstik Section Rework Section Inkjet Section WIP Section Opr Process Opr Process Opr Process Opr Process Opr Filling Opr Filling Opr Filling Opr Filling

60 Lampiran 8. Alur kerja Departemen Produksi Job Order (JO) Bagian Produksi Gudang Proses Pengolahan Bulk Filling Packing Gudang Warehouse

61 Lampiran 9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Ristra Indolab Keterangan: 1. Ekualisasi 2. Koagulasi 3. Filtrasi 4. Aerasi 5. Kontrol

62 Lampiran 10. Pengolahan Air TANGKI PENAMPUNG TANGKI PENAMPUNG MOTOR POMPA MOTOR POMPA CARBON PURIFIER MOTOR POMPA KATION ANION AIR TANAH AQUADEST KECIL TANGKI PENAMPUNG AQUADEST APP TANGKI PENAMPUNG AIR DEMIN PRODUKSI

63 Lampiran 11. Label Penandaan Diterima dan Ditolak TGL. NO.: DITERIMA LAB. QC ( ) FRM. QCR TGL. NO : DITOLAK LAB. QC ( )

64 Lampiran 12. Label Penandaan Karantina PT. RISTRA INDOLAB KARANTINA NAMA PRODUK : NOMOR PO : PABRIK/PENYALUR : TANGGAL DATANG : TANGGAL SAMPLING : JUMLAH : GEN LOG ( ) FRM GLG - 15 ii

65 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. RISTRA INDOLAB JL. LANBAU DESA SANJA CITEUREUP BOGOR PERIODE 9 APRIL 4 MEI 2012 JENIS JENIS ZAT PEMUTIH YANG DIGUNAKAN DALAM KOSMETIK VIVID MARETHA, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

66 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Kosmetika Kulit Melanin Tirosinase PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI ii

67 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Pembentukan melanin 10 ii

68 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit cerah merupakan dambaan bagi sebagian besar wanita Indonesia, kulit yang putih dapat mencitrakan kecantikan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih tinggi, sehingga pemakaian zat pencerah kulit yang diresepkan dokter maupun dijual bebas cukup marak. Ada berbagai jenis bahan aktif penghambat pigmentasi yang dapat digunakan dalam kosmetika pencerah kulit, jenis-jenis bahan aktif dalam kosmetika pencerah kulit menurut mekanisme kerjanya antara lain, menekan pembentukan tirosinase, menghambat aktivitas tirosinase dan mengurangi jumlah melanin secara langsung (Avanti, 2002). Pemutihan kulit telah lama menjadi tren karena adanya anggapan bahwa mempunyai kulit wajah dan tubuh yang putih berarti cantik, terutama bagi wanita di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Curah sinar matahari yang melimpah pada iklim tropis tidak hanya berperan mempercepat proses penuaan kulit tetapi juga lebih mencoklatkan kulit. Pemutihan kulit ini ternyata terjadi juga di negara dengan empat musim seperti Jepang, Cina, Korea, dan Taiwan. Menurut studi yang telah dilakukan di negara-negara tersebut menunjukkan bahwa wanitanya menyukai kulit putih yang lebih cerah, dan tanpa bercak. Peluang tersebut oleh produsen kosmetik ataupun obat dimanfaatkan dengan semakin gencar memproduksi produk pemutih kulit. Warna kulit seseorang terutama ditentukan oleh jumlah dan jenis pigmen melanin yang terkandung pada sel-sel melanositnya. Melanin adalah suatu pigmen alami yang berada dalam lapisan dasar epidermis yang dihasilkan oleh melanosom pada melanosit melalui suatu reaksi oksidasi melanonogenesis melibatkan enzim tirosinase. Makin banyak jumlah melanin yang terkandung di melanosit, maka makin gelap warna kulit. ii

69 Dalam tugas khusus ini akan dibahas mengenai jenis-jenis zat pemutih yang sering digunakan dalam pembuatan kosmetik dan mekanisme kerja dari zat pemutih tersebut Tujuan Mengetahui jenis-jenis zat pemutih kulit dan mekanisme kerjanya yang sering digunakan dalam kosmetika. ii

70 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetika Kosmetik berasal dari kata Yunani kosmetikos yang berarti keterampilan menghias, mengatur. Definisi kosmetik dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998, yaitu kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Tranggono, 2007) Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya, Anatomi Kulit (Wasitaatmaja, 1993) Lapisan Epidermis ii

71 i. Stratum korneum Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). ii. Stratum lusidum Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleiden. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. iii. Stratum granulosum Stratum granulosum, merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. iv. Stratum spinosum Stratum spinosum (stratum malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan keratin. v. Stratum basale Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel ii

72 basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel, yaitu: a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel. b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) Fungsi Kulit Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, ganngguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap pelbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan ph kulit berkisar pada ph 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur Fungsi absorpsi ii

73 Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap 0 2, CO 2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar Fungsi ekskresi Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan merkel ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan vater paccini di epidermis Fungsi pengaturan suhu tubuh Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vascular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin) Fungsi pembentukan pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen(melanosome) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan ii

74 terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen di sebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya di bawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb, dan karoten Fungsi keratinisasi Lapisan epidermis dewasa mempunyai tiga jenis sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratonosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup dan berlangsung normal selama kira-kira hari, dan member perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologi Warna Kulit Warna kulit terutama ditentukan oleh oksihemoglobin yang berwarna merah, hemoglobin tereduksi yang berwarna merah kebiruan, melanin yang berwarna coklat, keratohyalin yang memberikan penampakan opaque pada kulit, serta lapisan stratum korneum yang memiliki warna putih kekuningan atau keabuabuan. Dari semua bahan-bahan pembangunan warna kulit itu, yang paling menentukan warna kulit adalah pigmen melanin. Jumlah, tipe, ukuran dan distribusi pigmen melanin ini akan menentukan variasi warna kulit berbagai golongan ras/bangsa di dunia 2.3. Melanin (Nicolaus, 2002) Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis. ii

75 Tipe pigmen melanin utama Eumelanin Pigmen ini memberikan warna coklat atau coklat gelap dan hitam. Eumelanin tidak larut dalam semua macam larutan, mempunyai berat molekul tinggi, mengandung nitrogen dan terjadi oleh karena oksidasi dan polimerisasi Feomelanin Pigmen ini memberi warna cerah, yaitu kuning hingga coklat kemerahan. Feomelanin larut terutama dalam alkali, mengandung nitrogen dan sulfur dan terjadi oleh proses polimerisasi sistenil dopa Pembentukan melanin Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tirosinase, tirosin diubah menjadi Dopa dan kemudian dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer reticulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. 4 tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang, yaitu: i. Tahap I Sebuah vesikel dikelilingi oleh membrane dan menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus, pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein. ii. Tahap II ii

76 Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam filament-filamen dengan jarak sekitar 10nm atau garis lintang dengan jarak yang sama. Melanin disimpan dalam matriks protein. iii. Tahap III terlihat. Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit iv. Tahap IV Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Granul yang matang berbentuk elips, dengan panjang 1 µm. ii

77 Gambar 2.1. Pembentukan Melanin Tirosinase (Dickerson, 2002) Tirosinase merupakan enzim utama dalam pembentukan melanin. Tirosinase mengkatalisis dua reaksi yang berbeda dalam pembentukan melanin, yaitu aktivitas kresolase yang mengkatalisis hidroksilasi monofenol (L-tirosin) menjadi o-difenol(l-dopa) dan aktivitas katekolase yang mengkatalisis oksidasi ii

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.598, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer No.923, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Efek Samping Kosmetika. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN.REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1176/MENKES/PERNIII/201 0 TENTANG

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN.REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1176/MENKES/PERNIII/201 0 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN. NOMOR 1176/MENKES/PERNIII/201 0 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA DENGAN RAHMA T TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang Mengingat a. bahwa masyarakat perlu dilindungi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1254, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pedoman Dokumen Informasi Produk. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2015 BPOM. Kosmetika. Persyaratan Teknis. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.870, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kosmetika. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus,

I. PENDAHULUAN. Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus, I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kosmetik adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Yunani kuno. kosmetikus, artinya, upaya untuk memperindah tubuh manusia secara keseluruhan, mulai dari rambut, mata,

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10719 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.2076, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Persetujuan Impor. Obat. Obat Tradisonal. Suplemen Kesehatan. Kosmetika. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

1 Pendaftaran Akun Perusahaan. 2 Pendaftaran OT Low Risk. 3 Pendaftaran Ulang OT & SK 4 E-Trecking System Pendaftaran Baru dan Variasi OT & SK

1 Pendaftaran Akun Perusahaan. 2 Pendaftaran OT Low Risk. 3 Pendaftaran Ulang OT & SK 4 E-Trecking System Pendaftaran Baru dan Variasi OT & SK 1 2 Aplikasi sistem E-Registrasi yang telah berlaku di Subdit Penilaian Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yaitu: 1 Pendaftaran Akun Perusahaan 2 Pendaftaran OT Low Risk 3 Pendaftaran Ulang OT & SK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN REKOMENDASI UNTUK MENDAPATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003).

merupakan campuran dari beragam senyawa kimia, beberapa terbuat dari sumbersumber alami dan kebanyakan dari bahan sintetis (BPOM RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam menjadi pilihan alternatif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 2 minggu sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci