QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR"

Transkripsi

1 QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma konsumen terhadap produk pertanian yang dikonsumsinya, produk yang dalam proses produksinya tidak ramah lingkungan dan tidak mengindahkan keselamatan, kesehatan konsumen akan ditolak pasar. Untuk mendukung permasalahan tersebut, khususnya di bidang perlindungan tanaman diperlukan peran laboratorium proteksi yang handal dalam mengembangkan Agen Pengendali Hayati (APH) yang terjaga kualitasnya untuk mengendalikan OPT secara alami, sesuai PP nomor 6 tahun 1995 (Perlindungan tanaman, pasal 10 ayat 2 penggunaan APH). Peran laboratorium akhir-akhir ini menjadi sangat penting bagi masyarakat. Pengertian laboratorium menurut ISO 17025:2008 laboratorium merupakan instansi/lembaga yang melaksanakan kalibrasi dan pengujian. Sementara Pengujian adalah bentuk kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk, bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Saat ini ada banyak produk Agens Pengendali Hayati (APH) tersebar dikalangan masyarakat, akan tetapi seringkali para produsen tidak memperhatikan kualitas dari agens hayati tersebut. Mengacu pada hal tersebut maka diperlukan adanya pengawasan maupun penilaian kualitas dari agens pengendali hayati (APH) yang tersebar di wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Pengawasan maupun penilaian kualitas Agens Pengendali Hayati (APH) juga merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya sesuai Permentan no 8 tahun 2008 yaitu melaksanakan penilaian kualitas, pengawasan dan evaluasi agens hayati OPT perkebunan. Sebagai laboratorium proteksi yang handal, tidak mungkin dapat dijalankan sendiri oleh BBPPTP Surabaya, oleh karena itu diperlukan dukungan dari laboratorium proteksi yang berada di UPTD wilayah kerja. Oleh karena itu pada tahun 2013 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya melaksanakan kegiatan Quality kontrol Agens Pengendali Hayati di UPTD wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Hal 1

2 ini dilakukan untuk menjaga dan mengawasi peredaran APH di masyarakat agar tetap terjaga kualitasnya Tujuan Mengetahui kualitas Agens Pengendali Hayati (APH) yang diproduksi UPTD Propinsi di wilayah kerja (BPTP Jawa Barat, BPTP Jawa tengah, BSPMB- PTKP DIY,UPTD Bali, BLPTP NTB dan UPTD NTT). 1.4.Manfaat Manfaat dari kegitan ini adalah Agens Pengendali Hayati (APH) yang diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) memiliki standart kualitas yang terkontrol dengan baik. 2

3 II. METODOLOGI 2.1. Waktu dan tempat Kegiatan Quality kontrol Agens Pengendali Hayati dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan November di 6 (enam) Propinsi wilayah kerja BBPPTP Surabaya yang meliputi (BPTP Jawa Barat, BPTP Jawa tengah, BSPMB-PTKP DIY,UPTD Bali, BLPTP NTB dan UPTD NTT). Sedangkan pengujian kualitas mutu APH dilaksanakan di Laboratorium BBPPTP Surabaya Alat dan Bahan Kegiatan Alat Alat yang digunakan untuk kegiatan penilaian kualitas dan pengawasan APH adalah Haemacytometer, mikroskop magnetic stirrer, syringe, cover glass, petridish dan Erlenmeyer 250 ml Bahan Bahan yang digunakan untuk kegiatan penilaian kualitas dan pengawasan APH adalah berbagai sampel APH dari laboratorium UPTD di wilayah kerja BBPPTP Surabaya Cara Kerja dan Pelaksanaan Pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan di 6 (enam) laboratorium proteksi wilayah kerja. Sampel yang diambil ditempatkan pada tempat khusus agar tidak mengalami kerusakan Perhitungan Kualitas Agens Hayati a. Siapkan haemacytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja benda mikroskop. Tutup dengan gelas penutup haemacytometer seperti Gambar 1. Gambar 1 - Penutupan haemacytometer menggunakan gelas penutup. 3

4 b. Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemacytometer. c. Ambil 0,2 ml contoh uji menggunakan syringe atau pipet d. Teteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan syringe atau pipet melalui kedua kanal pada sisi atas dan bawah hingga bidang hitung terpenuhi suspensi secara kapiler. Diamkan satu menit agar posisi stabil (Gambar 2). Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung e.ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan pada bidang hitung. f.hitung kerapatan spora yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e) dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung. 4

5 0,2 mm 1 mm a b c 0,2 mm 1 mm d e CATATAN Kotak no. 5 dengan luas 1mm x 1mm = 1 mm 2 di bagi menjadi 25 kotak sehingga kotak a, b, c, d, e masing-masing memiliki luas 0,2 mm x 0,2 mm = 0,04 mm 2 Gambar 3 - Kotak perhitungan pada haemacytometer g. Alur perhitungan kerapatan spora seperti tercantum dalam gambar 4. Gambar 4 - Alur perhitungan spora 5

6 h.spora yang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses perhitungannya seperti Gambar 5. A B Keterangan gambar: A : Spora yang dihitung B : Spora yang tidak dihitung Gambar 5 - Perhitungan spora i.ulangi langkah C.4.i pada bidang hitung 2 A B C D Keterangan : A : Kanal 1 B : Bidang hitung 1 C : Bidang hitung 2 D : Kanal 2 Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer 6

7 j.bersihkan haemacytometer. k.ulangi langkah C.4 a dan C.4 b, kemudian kocok suspensi spora dengan menggunakan magnetik strirer selama 3 menit. l.ulangi langkah C.4 f hingga C.4 l sebanyak 2 kali. m.setelah diketahui banyaknya spora pada kotak perhitungan, hitung jumlah S = spora/ml dengan cara sebagai berikut : X L (mm ) x t(mm)xd x 10 Keterangan : S adalah kerapatan spora/ml X adalah jumlah spora pada kotak a,b,c,d,e L adalah luas kotak hitung 0,04 mm 2 T adalah kedalaman bidang hitung 0,1 mm D adalah faktor pengenceran 10 3 adalah volume suspensi yang dihitung ( 1 ml = 10 3 mm 3 ) CATATAN Rumus ini digunakan apabila Haemacytometer yang dipakai Neubauer Improve. Apabila menggunakan jenis yang lain, maka penghitungan disesuaikan dengan kondisi Haemacytometer. n. Hitung rerata kerapatan spora pada kedua ulangan. 7

8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Agens Pengendali Hayati (APH) dapat mengalami perubahan penurunan kualitas akibat penyimpanan yang terlalu lama maupun pengaruh lingkungan dimana APH tersebut diaplikasikan. APH yang memenuhi standart mutu merupakan salah satu hal yang penting yang dapat mempengaruhi kemampuan APH dalam mengendalikan populasi OPT di lapang. Oleh karena itu diperlukan pengujian mutu APH sebelum diaplikasikan di lapang. Kegiatan quality control APH di wilayah kerja BBPPTP Surabaya merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk menguji kualitas APH yang telah diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di wilayah kerja BBPPTP Surabaya, sehingga mutunya dapat diketahui, selain itu juga untuk memantau pemanfaatan APH di wilayah kerja BBPPTP surabaya yang digunakan petani. Hasil dan pembahasan kegiatan quality control APH di wilayah kerja sebagai berikut: 3.1. UPT Pengelolaan Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati Provinsi NTT Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Timur Berlokasi di jalan Polisi Militer no 8 Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. UPTD ini membawahi 11 laboratorium, 1 (satu) laboratorium lapangan dan 10 (sepuluh) sub. Laboratorium hayati yang berlokasi di seluruh kabupaten. Laboratorium tersebut adalah: Tabel 1. Sub Laboratorium Hayati Propinsi NTT No. Nama Laboratorium APH yang dikembangkan 1. Lab. Lapangan Kupang Isolat Trichoderma Isolat Beauveria bassiana Isolat Metharizium Isolat Spicaria 2. Sub. Lab. Hayati Kupang Material Baculovirus 3. Sub. Lab. Hayati Pandawai Material Baculovirus 4. Sub. Lab. Hayati Lamboya Material Baculovirus 5. Sub. Lab. Hayati Nitta Material Tetrastikus, sp 6. Sub. Lab. Hayati Ndona Parasit Chellonus sp 7. Sub. Lab. Hayati Nangaroro Parasit Chellonus sp 8. Sub. Lab. Hayati Mauponggo Parasit Chellonus sp 9. Sub. Lab. Hayati Weebela Parasit Chellonus sp 10. Sub. Lab. Hayati Ende Parasit Chilocoru sp 11. Sub. Lab. Hayati Ruteng Parasit Cephalonomia stephanoderis 8

9 Laboratorium lapangan mempunyai tugas dan fungsi membantu melaksanakan identifikasi, inventarisasi, uji lapang pengelolaan OPT dan musuh alami, sedangkan Sub laboratorium Hayati mempunyai tugas mengembangbiakkan APH. Data Produksi APH sekaligus hasil perhitungan kualitas mutu APH tersaji dalam tabel berikut : Tabel 2. Produksi APH UPTD Pengelolaan Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati Jenis APH Produksi tahun 2012 Produksi tahun 2013 Metarhizium anisopliae kg Beauveria bassiana kg Trichoderma sp kg Baculovirus sp ekor Tetrastikus 200 pupa 2600 pupa Chilocorus 1000 ekor 250 ekor Tabel 3. Penyebaran APH UPTD Pengelolaan Kebun Dinas dan laboratorium Hayati No. Jenis APH Daerah penyebaran volume OPT sasaran 1. B. basiana Kab. Nagekeo 250 kg Pengendalian Hama Helopeltis pada Tanaman Kakao 2. Trichoderma.sp Kab. TTS 250 kg Jamur Akar Putih pada pembukaan lahan kakao 3. Metharizium. sp Kab. Alor 200 kg Hama Oryctes rhinoceros pada kelapa 4. Tetrastikus Kab. Flores Timur 1100 pupa Hama pada tanaman Kelapa Brontispa sp. 5. Tetrastikus Kab. Flores Timur 1500 Hama pada tanaman pupa 6. Chilocorus Kab. Nagekeo 250 ekor Kelapa Brontispa sp. Hama Aspidiotus pada tanaman kelapa A B Gambar 7. APH Trichoderma spp (A) dan APH Beauveria bassiana (B) 9

10 Tabel. 4. Hasil Penilaian Kualitas APH UPTD NTT No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. B. bassiana 9,75 x ,3 % 2. Metarrhizium anisopliae 17,12 x ,66 % Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata dari seluruh APH kerapatan spora cukup baik hanya saja Viabilitas Metarrhizium anisopliae cukup rendah dan tidak memenuhi syarat standar mutu APH Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Provinsi NTB. Balai Laboratorium Proteksi Tanaman Perkebunan (BLPTP) Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Barat Dinas berlokasi di daerah Narmada Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagai gambaran umum mengenai laboratorium BLPTP Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat, BLPTP ini sudah memiliki laboratorium APH yang sampai saat ini telah mengembangkan APH dari jenis Metarrhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Trichoderma harzianum. Peralatan yang dimiliki oleh laboratorium ini secara umum sudah lengkap terutama alat-alat untuk identifikasi, pengambilan sampel, kerapatan spora, uji viabilitas spora, uji antagonisme, dan alat pendukung kegiatan laboratorium lainnya, hanya saja sebagian besar alat yang dimiliki kondisinya banyak yang tidak terkalibrasi ataupun rusak. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH BLPTP NTB tersaji dalam tabel berikut : Tabel 5. Produksi APH BLPTP NTB Jenis APH Produksi Tahun 2012 Produksi Tahun 2013 Metarrhizium anisopliae Beauveria bassiana Trichoderma sp Metarrhizium anisopliae Starin Brontispa - 50 kg 10

11 Tabel 6. Penyebaran APH BLPTP NTB Jenis APH OPT sasaran Penyebaran Metarrhizium anisopliae Oryctes rhinoceros Kab. Lomok barat Beauveria bassiana PBKo Kab. Lombok utara Trichoderma sp JAP jambu mente Kab. Lombok utara Metarrhizium anisopliae Starin Brontispa Brontispa Kab. Lomok barat A B Gambar 8. APH Produksi UPTD NTB yang Sudah Diformulasi (A & B) Tabel 7. Hasil Penilaian Kualitas APH BLPTP NTB No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. B. bassiana 1,95 x ,67 % 2. Trichoderma spp 17,5 x ,5 % 3. Metarhizium anisopliae str. Oryctes sp 5 x ,9 % 4. Metarhizium anisopliae str. Brontispa sp 1,25 x ,55 % 5. Synnematium sp 306 x % Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata dari seluruh APH kerapatan spora cukup bagus. Viabilitas juga bagus, hanya viabilitas Metarrhizium anisopliae str Brontispa sp dan viabilitas B. bassiana yang masih perlu ditingkatkan sehingga bisa memenuhi syarat standar mutu APH 11

12 3.3. Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Bali Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan merupakan unit pelaksana Teknis Daerah Dinas Perkebunan Propinsi Bali yang mempunyai tugas dalam pelaksanaan / operasional teknis perlindungan tanaman perkebunan. UPT tersebut dipimpin oleh kepala UPT setingkat eselon III a dan memiliki 3 pejabat eselon Iva terdiri dari Kepala sub bagian tata usaha, seorang kepala seksi hama dan penyakit dan seksi gulma dan agens hayati. Salah satu tugas dari laboratorium perlindungan tanaman yaitu melaksanakan penyiapan, perbanyakan dan penyebarluasan agens hayati potensial. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH UPTD Bali tersaji dalam tabel berikut : Tabel 8. Produksi APH UPTD Bali. Jenis APH Produksi tahun 2012 Produksi tahun 2013* Metarrhizium - - anisopliae Beauveria bassiana kg Trichoderma sp kg Verticillium - - Gliocadium sp - 20 kg Catatan: Produksi tahun 2013* sampai dengan bulan Juli. A B Gambar 9. APH Trichoderma Formulasi Zeolit (A) APH Trichoderma Media Beras Jagung (B) 12

13 Tabel 9. Penyebaran APH UPTD Bali Jenis APH OPT sasaran Penyebaran Metarrhizium anisopliae Oryctes rhinoceros - (Kwangwung) Beauveria bassiana Penggerek buah kopi Kec. Karangasem (PBKo) Trichoderma sp JAP pada jambu Mete Kec. Karangasem Tabel 10. Hasil Penilaian Kualitas APH UPTD Bali No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. B. bassiana 19 x ,97 % 2. Trichoderma 18,25 x % 3. Metarhizium sp 3,29 x % Dari hasil perhitungan kualitas Agens Pengendali hayati (APH) Provinsi Bali, rata-rata kerapatan spora maupun viabilitas spora dari seluruh APH yang diproduksi cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Tengah Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Tengah merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. Tugas dan Fungsi BPTP Jawa Tengah adalah melayani masyarakat di bidang perkebunan, khususnya dalam teknis operasional pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman perkebunan melalui sistem pengendalian Hama Terpadu (PHT). BPTP Propinsi Jawa tengah terletak di Jalan Hasudin no. 833 Kota Salatiga dan memiliki luas areal lebih kurang 4 Ha. BPTP Jawa Tengah Memiliki Laboratorium hama dan Penyakit, Laboratorium APH dan Laboratorium Pestisida nabati. Laboratorium APH dibagi menjadi 4 yaitu Laboratorium Perbanyakan APH Beauveria bassiana, Arthobrotrys, Laboratorium Perbanyakan APH Metharizium anisopliae serta Laboratorium perbanyakan APH Trichoderma spp. Masing-masing laboratorium lokasinya terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Dalam masingmasing laboratorium tersebut telah memiliki alat yang standar untuk sebuah laboratorium seperti Mikroskop, Autoclave, laminar air flow, oven dan kulkas. Laboratorium hama dan penyakit berfungsi sebagai laboratorium identifkasi OPT serta musuh alami dalam kegiatan eksplorasi, maupun pemurnian APH. 13

14 Dalam perbanyakan massal APH, BPTP Jawa Tengah mengembangbiakkan dengan media beras jagung, Media beras jagung dinilai lebih mudah dan praktis serta memudahkan petani untuk aplikasi di lapang. Data produksi dan penyebaran APH di propinsi Jawa Tengah tersaji dalam tabel berikut : Tabel 11. Produksi APH BPTP Jawa Tengah Jenis APH Produksi tahun 2012 Produksi tahun 2013* M. anisopliae strain Oryctes Beauveria bassiana (PBK) Beauveria bassiana (PBKo) Trichoderma sp Artrobotrys M. anisopliae strain L. stigma Catatan: Produksi tahun 2013* sampai dengan bulan Juli A B Gambar 10. Perbanyakan APH B. bassiana (A) dan APH B. bassiana (B) Tabel 12. Penyebaran APH BPTP Jawa Tengah No. Jenis APH OPT sasaran Lokasi Penyebaran 1. Beauveria bassiana H. hampei, PBK, dan Helopeltis 2. Metarrhizium Oryctes rhinoceros anisopliae 3. Trichoderma spp Fusarium sp., Phytopthora palmivora. Kabupaten sematrang dan wonogiri Karanganyar dan Wonogiri. Cilacap, semarang, sukoharjo, karanganyar, banjarnegara, temanggung, brebes, cilacap 14

15 4. Metarrhizium Lepidiota stigma Purworejo anisopliae strain L. stigma 5. Arthrobotrys sp. Nematoda - Tabel 13. Hasil Penilaian Kualitas APH BPTP Jawa Tengah No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. Metarrhizium 3,255 x % 3. B. bassiana (PBKo) 4,87 x ,81 % 4. Trichoderma spp 7,375 x ,48 % Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata jumlah spora dan viabilitas cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH. 3.5.Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMB-PTKP) Propinsi DIY. Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMB-PTKP) propinsi DIY adalah unit pelaksana teknis daerah yang mempunyai laboratorium hayati yang terletak di Harjobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman. Salah satu tugas pokok Laboratorium hayati adalah mengembangkan APH golongan jamur yaitu Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Trichoderma sp dan Spicaria sp. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH propinsi DIY tersaji dalam tabel berikut : Tabel 14. Produksi APH BSPMB-PTKP DIY Jenis APH Produksi tahun 2012 Produksi tahun 2013 Metarrhizium sp Beauveria bassiana Beauveria bassiana strain PBK Beauveria zeuzera Trichoderma sp Spicaria sp Verticillium

16 Tabel 15. Penyebaran APH BSPMB-PTKP DIY Jenis APH Penyebaran Metarrhizium sp Poskesbun Sleman Barat, Sleman Timur, Gunung kidul Barat, Gunung kidul timur, Bantul Timur, Bantul Barat, Kulonprogo Selatan, Instiper semanu. Beauveria bassiana Poskesbun Sleman Timur, Gunungkidul Barat, Gunungkidul Timur, KulonProgo Selatan, Kulonprogo Utara, Instiper Semanu. Beauveria bassiana Poskesbun Gunungkidul Timur, Kulonprogo strain PBK selatan. Beauveria zeuzera Poskesbun Sleman timur, Kulonprogo selatan, Kulonprogo selatan. Trichoderma sp Poskesbun Sleman Barat, Sleman Timur, Bantul Timur, Bantul Barat, Kulonprogo selatan, Pakem Spicaria sp Poskesbun Sleman Timur, Gunungkidul Timur, Kulonprogo selatan, Kulonprogo utara, Instiper Semanu. Verticillium Poskesbun Gunungkidul Timur, Kulonprogo Selatan, Kulonprogo Utara. A B Gambar 11. APH Trichoderma sp. (A) dan APH Metharizium sp (B) 16

17 Tabel 16. Hasil Penilaian Kualitas APH BSPMB-PTKP DIY No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. Metarrhizium,sp 7,39 x ,65 % 2. B. bassiana 1,93 x ,2 % 3. Trichoderma 1,75 x ,93 % Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata jumlah spora dan viabilitas cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH. 3.6 Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Barat. Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Barat adalah Unit Pelaksanan Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan PERDA Jawa barat Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 57 tahun Adapun Tugas dan Fungsi BPTP Pasirjati Bandung adalah melayani masyarakat di bidang perkebunan, khususnya dalam teknis operasional pengendalian OPT melalui sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). BPTP mempunyai Instalasi Pelayanan Perlindungan Tanaman Perkebunan (IPPTP) sebanyak 10 unit di beberapa kabupaten. BPTP Pasir Jati Jawa Barat juga memproduksi Agens Pengendali Hayati (APH) yang di sebarkan ke beberapa kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Data produksi dan penyebaran APH di propinsi Jawa Barat tersaji dalam tabel berikut: Tabel 17. Produksi APH BPTP Jawa Barat Jenis APH Produksi tahun 2012 Penyebaran Produksi tahun 2013 Penyebaran Metarrhizium sp B. bassiana Trichoderma sp Spicaria sp Paecilomyces sp

18 A Gambar 12. Perbanyakan Isolat Murni APH (A) Perbanyakan APH Media Padat Jagung Giling (B) B Tabel 18. Penyebaran APH BPTP Jawa Barat No. Jenis APH Daerah penyebaran volume Keterangan OPT sasaran 1. Spicaria sp Garut 20 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 2. Spicaria sp Subang 51 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 3. Spicaria sp Purwakarta 14 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 4. Spicaria sp Ciamis 10 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 5. Spicaria sp Banjar 8 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 6. Spicaria sp Cianjur 48 kg Helopeltis sp pada tanaman teh 7. B. bassiana Garut 66 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 8. B. bassiana Tasikmalaya 51,5 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 9. B. bassiana Majalengka 24 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 10. B. bassiana Sumedang 35 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 18

19 11. B. bassiana Subang 30,5 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 12. B. bassiana Purwakarta 22,3 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 13. Paecilomyces sp. Garut 53 kg Nematoda 14. Paecilomyces sp. Tasikmalaya 36 kg Nematoda 15. Paecilomyces sp. Majalengka 41 kg Nematoda 16. Paecilomyces sp. Sumedang 29 kg Nematoda 17. Paecilomyces sp. Subang 40 kg Nematoda 18. Paecilomyces sp. Purwakarta 24 kg Nematoda 19. Paecilomyces sp Bandung 52 kg Nematoda 20. Paecilomyces sp Bandung 43 kg Nematoda barat 21. Paecilomyces sp Ciamis 137 kg Nematoda 22. Paecilomyces sp Banjar 27 kg Nematoda 23. Paecilomyces sp Cianjur 40kg Nematoda 24. Trichoderma sp Garut 130 kg Rigidoporus,sp pada tan 25. Trichoderma sp Tasikmalaya 52,5 kg Rigidoporus,sp pada tan 26. Trichoderma sp Majalengka 55 kg Rigidoporus,sp pada tan 27. Trichoderma sp Sumedang 95 kg Rigidoporus,sp pada tan 19

20 28. Trichoderma sp Subang 85 kg Rigidoporus,sp pada tan 29. Trichoderma sp Purwakarta 95 kg Rigidoporus,sp pada tan 30. Trichoderma sp Bandung 20 kg Rigidoporus,sp pada tan 31. Trichoderma sp Bandung barat 90 kg Rigidoporus,sp pada tan 32. Trichoderma sp Ciamis 70 kg Rigidoporus,sp pada tan 33. Trichoderma sp Banjar 70 kg Rigidoporus,sp pada tan 34. Trichoderma sp Cianjur 112,5 kg Rigidoporus,sp pada tan 35. Trichoderma sp Sukabumi 360 kg Rigidoporus,sp pada tan 36. Trichoderma sp BPTP 40 kg Rigidoporus,sp pada tan 20

21 Tabel 19. Hasil Penilaian Kualitas APH BPTP Jawa Barat No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas 1. Metarrhizium (PDA) 5.2 x ,24% 2. Trichoderma sp x ,18% 3. Spicaria sp x ,26% 4. B. bassiana x ,63% 5. Paecilomyces sp x ,63% Dari hasil perhitungan kualitas Agens Pengendali Hayati BPTP Jawa barat seluruhnya berkualitas baik, rata rata mempunyai kerapatan spora dan viabilitas tinggi serta memenuhi syarat standar mutu APH. 21

22 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Hasil perhitungan kualitas agens pengendali hayati (APH) dari seluruh UPTD wilayah kerja rata-rata baik, hanya produk APH Metarrhizium spp dari NTT Metarhizium anisopliae str. Brontispa sp dan Beauveria bassiana dari NTB memiliki viabilitas dibawah standar. Viabilitas APH rendah dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain umur biakan yang sudah terlalu lama, media tumbuh viabilitas spora yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini, maka sebaiknya dilakukan uji patogenesitas kembali ke serangga inangnya Saran 1. Produksi APH yang mengalami kontaminasi sebaiknya dimusnahkan agar tidak mengkontaminasi produk APH yang lainnya. 2. UPTD sebaiknya juga melakukan pengecekan kualitas APH produksinya sebelum disebarkan ke daerah-daerah. 3. Isolat APH yang dikoleksi agar tetap dijaga kualitasnya. 22

23 23

BIMBINGAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN PENGEMBANGAN JARINGAN LABORATORIUM

BIMBINGAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN PENGEMBANGAN JARINGAN LABORATORIUM BIMBINGAN TEKNIS SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN PENGEMBANGAN JARINGAN LABORATORIUM 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya

Lebih terperinci

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO. Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 ABSTRAK

EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO. Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 ABSTRAK EFEKTIVITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Helopeltis sp. YANG MENYERANG TANAMAN KAKAO Syamsul Makriful Akbar 1 dan Mariani 2 1 Alumni Fakultas Pertanian Universitas Nahdlatul Wathan Mataram 2

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Januari, 2009 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penguatan Kelembagaan

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK BBPPTP Ambon

STANDAR PELAYANAN PUBLIK BBPPTP Ambon STANDAR PELAYANAN PUBLIK BBPPTP Ambon 1 Prakata Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Standar Pelayanan Publik Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

Lebih terperinci

TEKNIK UJI MUTU AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DI LABORATORIUM

TEKNIK UJI MUTU AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DI LABORATORIUM TEKNIK UJI MUTU AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DI LABORATORIUM OLEH Ir. Syahnen, MS, Desianty Dona Normalisa Sirait, SP dan Sry Ekanitha Br. Pinem,SP Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi

Lebih terperinci

PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA

PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA PERAN BBPPTP SURABAYA DALAM MENANGANI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING KOMODITI PERKEBUNAN DI INDONESIA Oleh: 1. Ir. Achmad Sarjana,MSi. 2. Erna Zahro in,sp. Patutlah kita berbangga karena beberapa hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000) STUDI KELAYAKAN PT. PERKEBUNAN GLENMORE SEBAGAI PRODUSEN BENIH KAKAO Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan - Surabaya I. Pendahuluan PT. Perkebunan Glenmore

Lebih terperinci

b. pelaksanaan pelayanan dalam bidang perbenihan meliputi penyediaan, pengujian, pengawasan dan pengendalian benih/bibit bermutu, sertifikasi dan pela

b. pelaksanaan pelayanan dalam bidang perbenihan meliputi penyediaan, pengujian, pengawasan dan pengendalian benih/bibit bermutu, sertifikasi dan pela BAB XXXVII BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 168 Susunan Organisasi Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data tiga tahun terakhir pada Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tugas Pokok dan Fungsi

I. PENDAHULUAN. A. Tugas Pokok dan Fungsi I. PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Permentan No.10/Permentan/OT.140/2/2008 tgl 6 Pebruari 2008, tugas BBP2TP Ambon adalah melaksanakan pengawasan, pengembangan pengujian mutu benih, dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perbanyakan isolat jamur B. bassiana dilaksanakan

Lebih terperinci

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

Tahapan dan Proses Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Agens Pengendali Hayati (APH)

Tahapan dan Proses Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Agens Pengendali Hayati (APH) Tahapan dan Proses Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) (APH) Vikayanti, S.Si POPT Muda Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Rancangan Standar Nasional Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN

RENCANA KERJA TAHUNAN RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DI LINGKUNGAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 130 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat

III. BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi penelitian dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Sumberjaya. Kumbang penggerek buah kopi (H. hampei) diambil dan dikumpulkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013

FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013 FLUKTUATIF SERANGAN Hypothenemus hampei WILAYAH KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA PADA TRIWULAN II 2013 Effendi Wibowo, SP dan Dina Ernawati, SP H. hampei merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Pertama

Lebih terperinci

KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG. Oleh: Erna Zahro in

KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG. Oleh: Erna Zahro in KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG Oleh: Erna Zahro in KAKAO INDONESIA Indonesia merupakan penghasil kakao (Theobroma cacao) nomor tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksinya

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN BANYUWANGI

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT MEDIA TUMBUH DALAM PENGEMBANGAN MASSAL APH GOLONGAN JAMUR

CARA MEMBUAT MEDIA TUMBUH DALAM PENGEMBANGAN MASSAL APH GOLONGAN JAMUR CARA MEMBUAT MEDIA TUMBUH DALAM PENGEMBANGAN MASSAL APH GOLONGAN JAMUR Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan mengedepankan prinsip ramah lingkungan dan tidak mengganggu keseimbangan alam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG Z GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PELAYANAN INFORMASI KEHUTANAN, BALAI PENGAWASAN DAN PENGEMBANGAN MUTU BENIH (BP2MB), BALAI PENGUJIAN

Lebih terperinci

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu an (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang Coklat,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015 Dok L.11/19/03/2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

Zeuzera coffeae pada Tanaman Kopi di Wilayah Jawa Timur

Zeuzera coffeae pada Tanaman Kopi di Wilayah Jawa Timur Zeuzera coffeae pada Tanaman Kopi di Wilayah Jawa Timur Tri Rejeki, SP. & Fitri Yuniarti, SP. Gambar 1. Peta Luas Areal Kopi di Wilayah Provinsi Jawa Timur pada Triwulan I Tahun 2014. Sumber: Data Bidang

Lebih terperinci

PENGARUH MACAM MEDIA DAN JENIS ISOLAT Beauveria bassiana TERHADAP PRODUKSI SPORA KERING KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI)

PENGARUH MACAM MEDIA DAN JENIS ISOLAT Beauveria bassiana TERHADAP PRODUKSI SPORA KERING KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) PENGARUH MACAM MEDIA DAN JENIS ISOLAT Beauveria bassiana TERHADAP PRODUKSI SPORA KERING KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Proram Pendidikan Strata Satu

Lebih terperinci

REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR

REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR REKAPITULASI PENGAMATAN OPT PENTING TANAMAN PERKEBUNAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERKABUPATEN SE KALIMANTAN TIMUR No Jenis Komoditi / Luas Komoditi Jenis OPT Luas Serangan (Ha) Luas Pengendalian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERTANIAN PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Urusan Pemerintahan DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVNS JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 20 : 2.0 URUSAN PLHAN Pertanian FORMULR DPA-SKPD 2.2 Organisasi : 2.0.02 Dinas REKAPTULAS

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN (IKU) TAHUN 2013-2018 PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PERKEBUNAN Jl. Surapati No. 67 Bandung (IKU) DINAS PERKEBUNAN PROVINSI JAWA BARAT Tugas Pokok : Melaksanakan urusan Pemerintah Daerah bidang,

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Urusan Pemerintahan DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PROVNS JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 20 : 2.0 URUSAN PLHAN Pertanian FORMULR DPA-SKPD 2.2 Organisasi : 2.0.02 Dinas REKAPTULAS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SERANGAN BRONTISPA LONGISSIMA

PERKEMBANGAN SERANGAN BRONTISPA LONGISSIMA PERKEMBANGAN SERANGAN BRONTISPA LONGISSIMA PADA TANAMAN KELAPA TRIWULAN II TAHUN 2013 WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Tri Rejeki, SP. dan Endang Hidayanti, SP. Kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis isolat (HJMA-5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi

Lebih terperinci

Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation :

Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation : Summary Report of TLAS Trainings in Community Forest on Java Year of Implementation : 2011-2012 No. Provinces and Groups of Participants Training Dates and Places Number and Origins of Participants Remarks

Lebih terperinci

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara.

Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Rintisan Metode Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. OLEH: Syahnen, Yenni Asmar dan Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI

URAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI URAIAN TUGAS BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KEPALA BALAI (1) Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas pokok membantu kepala dinas dalam

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 164,302, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 16,587,167, BELANJA LANGSUNG 33,185,325,000.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 164,302, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 16,587,167, BELANJA LANGSUNG 33,185,325,000.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.02 Dinas Perkebunan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 16,302,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 16,302,000.00

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan pemberian insektisida golongan IGR dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan pemberian insektisida golongan IGR dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian experimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu dengan pemberian insektisida golongan IGR dengan jenis

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN RENCANA STRATEGIS 2015-2019 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN JAKARTA, 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan

Lebih terperinci

IbM Produksi Biopestisida Trichoderma harzianum di Pusat Pemberdayaan Agens Hayati ( PPAH) Ambulu Jember

IbM Produksi Biopestisida Trichoderma harzianum di Pusat Pemberdayaan Agens Hayati ( PPAH) Ambulu Jember IbM Produksi Biopestisida Trichoderma harzianum di Pusat Pemberdayaan Agens Hayati ( PPAH) Ambulu Jember Peneliti Ringkasan Eksekutif Ir. Abdul Majid, MP HPT/FAPERTA Universitas Jember majidhpt@gmail.com

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS PERKEBUNAN

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN : PENERAPAN PENGENDALIAN HAYATI

POKOK BAHASAN : PENERAPAN PENGENDALIAN HAYATI POKOK BAHASAN : PENERAPAN PENGENDALIAN HAYATI TEKNIK PENGENDALIAN HAYATI PADA HAMA PH dapat diterapkan dengan berbagai teknik tergantung pada jenis hama sasaran dan daerah operasionalnya. Dalam prakteknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN SERTIFIKASI, PENGUJIAN BENIH TANAMAN, DAN PENGGUNAAN SARANA PROTEKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN fungsi

I. PENDAHULUAN fungsi I. PENDAHULUAN Undang Undang No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan, mengamanatkan bahwa pembangunan harus mampu meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat

Lebih terperinci

Program Pembangunan Perkebunan 2018

Program Pembangunan Perkebunan 2018 Program Pembangunan Perkebunan 2018 PENYELENGGARAAN PERKEBUNAN PERKEBUNAN= Segala kegiatan pengelolaan SDA, SDM, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman

Lebih terperinci

Tabel I.16. Program/Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I.Yogyakarta yang Dibiayai oleh APBD Tahun 2007

Tabel I.16. Program/Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I.Yogyakarta yang Dibiayai oleh APBD Tahun 2007 Tabel I.16. Program/Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi D.I.Yogyakarta yang Dibiayai oleh APBD Tahun 2007 No PROGRAM / KEGIATAN A B Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 1 Penyedia Jasa

Lebih terperinci

Uji Patogenitas Jamur Metarhizium anisopliae terhadap Mortalitas Larva Oryctes rhinoceros L.

Uji Patogenitas Jamur Metarhizium anisopliae terhadap Mortalitas Larva Oryctes rhinoceros L. Uji Patogenitas Jamur Metarhizium anisopliae terhadap Mortalitas Larva Oryctes rhinoceros L. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains biologi oleh Refa Inta Prasetyani

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM

VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 96 Jurnal Agrotek Tropika 5(2): 96-101, 2017 Vol. 5, No. 2: 96 101, Mei 2017 VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura

Lebih terperinci

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 2 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 3 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar...

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan

Lebih terperinci

PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat

PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER DKI JAKARTA Kota Jakarta Barat Jakarta Barat 13.000 Kota. Jakarta Pusat Jakarta Pusat 13.000 Tidak Ada Other Kota. Jakarta Selatan Jakarta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas

Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tanah Gambar 2. Tanaman cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012. I. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan sekitar laboratorium Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 212 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI

HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI HAMA PENYAKIT UTAMA TANAMAN KOPI Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT

Lebih terperinci

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth :

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth : Lampiran Surat No : KL.01.01.01/BIII.1/1022/2017 Kepada Yth : Provinsi Banten 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak 3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang

Lebih terperinci

Hama penyakit utama tanaman kopi

Hama penyakit utama tanaman kopi Hama penyakit utama tanaman kopi Penggerek buah kopi (coffee berry borer = CPB). Penyakit karat daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) Nematoda parasit (Pratylenchus coffeae, Radhoholus similis dan Meloydogyne

Lebih terperinci

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya Busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF?

APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF? APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF? Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Kesadaran masyarakat akan dampak penggunaan pestisida sintetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan 5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2016 PROVINSI JAWA TENGAH Dinas Kode RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN PROVINSI JAWA TENGAH 00 NON URUSAN 00 00 PROGRAM SETIAP 00 00 01 Program Pelayanan Administrasi Peran 00 00 01 0156 Kegiatan Penyediaan Jasa

Lebih terperinci

PENGARUH KERAGAMAN JAMUR Metarhizium anisopliae TERHADAP MORTALITAS LARVA HAMA Oryctes rhinoceros DAN Lepidiota stigma SKRIPSI. Oleh SYAFIRA ATHIFA

PENGARUH KERAGAMAN JAMUR Metarhizium anisopliae TERHADAP MORTALITAS LARVA HAMA Oryctes rhinoceros DAN Lepidiota stigma SKRIPSI. Oleh SYAFIRA ATHIFA PENGARUH KERAGAMAN JAMUR Metarhizium anisopliae TERHADAP MORTALITAS LARVA HAMA Oryctes rhinoceros DAN Lepidiota stigma SKRIPSI Oleh SYAFIRA ATHIFA PROGRAM STUDI S1 AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa) A. Pendahuluan Pseudomonad fluorescens merupakan anggota kelompok Pseudomonas yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa,

Lebih terperinci

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013 Dok L. 01 28/01/2014 LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat Dinas perkebunan propinsi jawa barat merupakan Dinas dilingkungan pemerintah Daerah Jawa barat yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (GERAKAN PENGENDALIAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN) TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 1, Januari 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 1, Januari 2017 Pemanfaatan Patogen Serangga (Beauveria bassiana Bals.) untuk Mengendalikan Hama Penghisap Buah Kakao (Helopeltis spp.) di Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan I WAYAN DIKSA GARGITA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar

I. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar yang diperdagangkan dalam pasar dunia. Komoditi tersebut dihasilkan oleh 60 negara dan memberikan

Lebih terperinci

SIANI Datang PETANI Senang. SIANI Sahabat SetIA PetaNI

SIANI Datang PETANI Senang. SIANI Sahabat SetIA PetaNI SIANI Datang PETANI Senang SIANI Sahabat SetIA PetaNI Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya meluncurkan Brand sistem pelayanan baru sebagai salah satu sistem inovasi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang

Lebih terperinci

Berburu Kwangwung Di Sarangnya

Berburu Kwangwung Di Sarangnya PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Berburu Kwangwung Di Sarangnya Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Sudah puluhan

Lebih terperinci