PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN"

Transkripsi

1 PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Januari, 2009

2 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan Perangkat Perlindungan Perkebunan antara lain, Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Dalam Pedoman Teknis ini hanya memuat pedoman secara garis besarnya saja. Selanjutnya diharapkan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) segera menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik sesuai dengan kondisi setempat. Akhirnya kami mengharapkan semoga pedoman teknis ini bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 di daerah. Jakarta, Januari 2009 Direktur Perlindungan Perkebunan Dr. Ir. Herdradjat, MSc. NIP

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... Halaman I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II PELAKSANAAN... 3 A. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL)... 3 B. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian hayati (LUPH) C. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati D.Rehabilitasi Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Umum Pengendalian Hayati (LUPH), Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT) E. Insentif Petugas Pengamat hama dan Penyakit III PENUTUP i ii

4 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mendukung kegiatan perlindungan perkebunan telah dibangun perangkat perlindungan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Perangkat ini terdiri dari 24 unit Laboratorium Lapangan (LL), 1 unit Laboratorium Analisa Pestisida (LAP), 1 unit Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata (LPHV), 6 unit Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH), 18 Sub Laboratorium Hayati, 27 unit Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan 500 Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT). Perangkat terserbut dilengkapi dengan peralatan dan tenaga-tenaga spesialis perlindungan tanaman perkebunan dengan kualifikasi S2, S1+, dan S01. Pemberlakuan UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan keterbatasan anggaran pembangunan serta perbedaan kebijaksanaan dalam melaksanakan pembangunan baik antara pusat dengan daerah maupun antar daerah menyebabkan kegiatan perangkat-perangkat tersebut tidak optimal.

5 Melihat kenyataan ini, dan mengingat bahwa sistem perlindungan perkebunan harus berjalan optimal dalam mengawal pembangunan perkebunan, maka perlu dilakukan langkahlangkah penguatan. Sehubungan dengan fungsinya sebagai motor penggerak berjalannya sistem perlindungan perkebunan, maka langkah pertama penguatan akan diarahkan pada kelembagaan perlindungan perkebunan, khususnya perangkat perlindungan perkebunan. Kegiatan-kegiatan dalam penguatan kelembagaan perlindungan tersebut mencakup : 1. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL); 2. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH); 3. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati; 4. Rehabilitasi LL, LUPH, dan UPPT dan 5. Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit B. TUJUAN Pedoman Teknis ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan perlindungan perkebunan tahun 2009 di daerah.

6 II. PELAKSANAAN A. OPTIMALISASI LABORATORIUM LAPANGAN (LL) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LL menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). Sedangkan untuk pelatihan penyegaran dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 26 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

7 3. Pelaksanaan a. Pengujian, pengembangan teknologi dan pengendalian hayati. - Teknologi pengendalian hayati yang diuji dan dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. - Teknologi pengendalian hayati yang diuji diutamakan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting pada komoditi unggulan perkebunan di wilayahnya. - Hasilnya diharapkan diperoleh teknologi pengendalian hayati sederhana, untuk selanjutnya dikembangkan dan diterapkan oleh petani untuk pengendalian OPT di lapangan.

8 b. Identifikasi dan inventarisasi OPT - Inventarisasi OPT di lakukan di pada sentra-sentra komoditi unggulan di daerah yang bersangkutan. - Identifikasi OPT sebaiknya menggunakan atau mengacu pada buku determinasi dan identifikasi yang standar dan didukung dengan pengujian laboratorium. - Apabila identifikasi belum dapat dilakukan maka dikonsultasikan dengan Puslit/Balit/Perti untuk identifikasi lebih lanjut. - Jenis OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya ditelusuri kerusakan yang ditimbulkan serta penyebarannya, berdasarkan literatur dan data yang mendukung serta pengalaman yang sama akibat OPT lain yang sejenis. - OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya dibuat koleksinya dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. - Bagian tanaman yang diserang dan gejala serangannya dibuat koleksinya secara basah dan dibuat dokumen gambar antara lain dengan foto secara digital.

9 c. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati - Koleksi diutamakan pada OPT penting pada komoditas utama unggulan perkebunan dan OPT penting pada komoditi utama daerah. - Pembuatan koleksi dari spesimen OPT dibuat secara kering maupun basah menggunakan metode pembuatan koleksi serangga yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/ Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. - Koleksi agens hayati yang berupa jasad renik dilakukan pada media agar miring maupun petridish, untuk selanjutnya disimpan pada suhu 5 C (refrigerator). - Koleksi pestisida nabati berupa koleksi kering maupun basah dari tanaman yang mempunyai fungsi sebagai pestisida nabati baik bagian daun, buah, batang maupun akarnya. Selain itu juga dibuat koleksi dalam bentuk gambar seperti foto digital maupun non digital. Apabila memungkinkan juga dibuat koleksi tanaman yang

10 menghasilkan pestisida nabati dalam kebun koleksi pestisida nabati. d. Rintisan metode pengamatan/ surveilllance OPT penting tanaman perkebunan - OPT sasaran adalah OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan. Apabila di daerah yang bersangkutan tidak dikembangkan komoditi unggulan perkebunan, maka diarahkan pada komoditi utama daerah yang bersangkutan. - Model pengamatan OPT yang dilakukan adalah mengikuti surveillance. Surveillance adalah kegiatan untuk mengetahui keberadaan OPT di suatu wilayah dengan melakukan pemantauan secara teratur. Hasil Surveillance sangat diperlukan dalam mendukung diterapkannya sistem perdagangan bebas. Tahapan dalam pelaksanaan surveillance sebagai berikut : Menentukan masalah atau obyek yang akan dilakukan surveillance Menentukan tujuan surveillance misalnya untuk mengetahui keberadaan OPT perkebunan di suatu lokasi atau wilayah.

11 Menyiapkan bahan pengenalan OPT, meliputi gejala serangan, kelemahan dari OPT sasaran, saat-saat puncak terjadinya serangan OPT sasaran. Menyiapkan bahan pengenalan tanaman meliputi periode kritis tanaman terhadap serangan OPT sasaran, hal ini berkaitan dengan waktu yang tepat untuk pemantauan OPT tersebut. Menyiapkan bahan informasi tentang inang alternatif bagi OPT. Melakukan Inventarisasi luas areal tanaman terkait di tiap-tiap kabupaten dan dirinci per kecamatan. Menjadwalkan surveillance di semua kabupaten sentra-sentra komoditi terkait. Menentukan Kecamatan dan Desa pengambilan contoh. Dari setiap kabupaten dipilih 3 (tiga) kecamatan dan dari masing-masing kecamatan dipilih 5 (lima) desa. Kriteria pemilihan kecamatan dan desa adalah : Luas areal pertanaman. Merupakan kantong serangan atau menurut sejarah pernah terinfestasi serangan OPT sasaran.

12 Menentukan metode pemilihan lokasi pengambilan contoh. Dari masing-masing desa selanjutnya ditentukan 5 (lima) tempat seluas ± 2,5 ha secara diagonal. Lokasi tersebut dapat juga berupa hamparan areal yang saling terpisah. Dalam hal ini luasannya dapat kurang dari 2,5 ha tetapi harus lebih dari 1,0 ha. Menentukan parameter pengamatan. Besaran pengamatan dapat berupa % areal, % pohon atau % organ tanaman seperti bunga, buah yang terserang OPT sasaran. Menentukan waktu surveillance Waktu surveillance disesuaikan dengan puncak serangan OPT serta periode kritis tanaman Merencanakan data yang akan dikumpulkan di lapangan. Data yang akan dikumpulkan di lapangan antara lain luas areal, % serangan OPT, keberadaan musuh alami, tindakan pengendalian. Pengambilan Contoh Untuk OPT yang menyerang buah, misalnya PBK, dari satu lokasi pengambilan contoh yang merupakan

13 kebun milik petani, diambil contoh buah sebanyak 100 buah. Untuk OPT yang menyerang batang, cabang/ranting atau tajuk diambil contoh sebanyak 10 (sepuluh) tanaman secara diagonal. Hasil pengamatan lapangan dicatat pada form pelaporan. Analisa data dan pelaporan hasil. e. Pengembangan metode/teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) - Teknologi PHT yang dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Perlindungan Perkebunan (BBP2TP Medan, Surabaya dan Ambon serta BPTP Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. - Pengujian diarahkan pada teknologi PHT yang spesifik lokasi dan dapat dengan mudah diterapkan dilapangan oleh petani.

14 f. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna - Bahan informasi teknologi tepat guna merupakan hasil pengembangan teknologi PHT yang dilaksanakan oleh LL ataupun Puslit/Balit/Perti yang disusun dalam bentuk leaflet, poster atau brosur yang dilengkapi dengan gambargambar dan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh petani. - Untuk menyusun lealet, poster dan brosur tersebut dilakukan melalui kegiatan pertemuan penyusunan dan pembahasan materi informasi teknologi tepat guna. g. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan. - Lokasi pelatihan Pelatihan dilakukan di 26 Provinsi dengan peserta 293 orang (Tabel 1.)

15 Tabel 1. Jumlah Peserta Pelatihan Penyegaran Petugas Pengamat OPT No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah 1 NAD NTB 14 2 Riau NTT 10 3 Sumbar Kalteng 10 4 Jambi Kalsel 15 5 Bengkulu Kaltim 15 6 Sumsel Sulut 15 7 Lampung Gorontalo 3 8 Babel 3 21 Sulteng 15 9 Kep Riau 3 22 Sulbar 6 10 Banten 3 23 Sulsel Jabar Sultra Jateng Papua Bali Irjabar 3 Jumlah Waktu pelatihan Pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari - Peserta Pelatihan Peserta pelatihan adalah petugas pengamat OPT/petugas UPPT dan petugas yang menangani perlindungan perkebunan di provinsi/kabupaten yang bersangkutan. Untuk provinsi yang jauh, pesertanya sedikit dan fasilitasnya belum ada dapat dititipkan ke provinsi lainnya terdekat yang mampu melaksanakannya.

16 - Metode Pelatihan Pelatihan penyegaran ini dilaksanakan dengan metode pendidikan orang dewasa (andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. - Materi Pelatihan Materi pelatihan terdiri dari kebijakan perlindungan perkebunan secara nasional; kebijakan perlindungan daerah/provinsi; pengenalan dan pengendalian OPT penting, pengamatan OPT dengan metode surveillance, pendugaan kehilangan hasil, koleksi OPT, analisa data, pelaporan dan evaluasi. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi b. Output Tersedianya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT. Terlatihnya sejumlah petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan.

17 c. Outcomes Terimplementasikannya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT di lapangan. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya untuk Optimalisasi LL terdiri dari : a. Insentif/honor bagi petugas LL sebanyak 10 orang per provinsi. b. Pengujian, pengembangan, teknologi pengendalian hayati masing-masing 1 paket per provinsi. c. Identifikasi dan inventarisasi OPT. d. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati untuk masingmasing 1 paket per provinsi.

18 e. Rintisan metode pengamatan/surveillance OPT penting tanaman perkebunan masing-masing 1 paket per provinsi. f. Pengembangan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) masing-masing 1 paket per provinsi. g. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna masingmasing 1 paket per provinsi. h. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan dengan peserta sejumlah 293 orang seperti tersebar di 26 provinsi yaitu: NAD (13), Riau (13), Kep. Riau (3), Babel (3), Sumbar (10), Jambi (15), Sumsel (14), Bengkulu (14), Lampung (14), Jabar (15), Banten (3) Jateng (15), Bali (13), NTB (14), NTT (10), Kalteng (10), Kalsel (15), Kaltim (15), Sulut (15), Gorontalo (3), Sulteng (15), Sulsel (15), Sulbar (6), Sultra (15), dan Papua Barat (3), Papua (12). B. OPTIMALISASI LABORATORIUM UTAMA PENGENDALIAN HAYATI (LUPH) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh

19 Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 3 provinsi yaitu: Lampung, Sulawesi Utara dan Bali. 3. Pelaksanaan Kegiatan optimalisasi LUPH dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu eksplorasi dan inventarisasi musuh alami, perbanyakan, pengembangan teknik penyebaran, dan pengujian lapangan penggunaan musuh alami, serta magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti. a. Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan pada sentra pertanaman dan merupakan kantong-kantong serangan OPT pada komoditi utama perkebunan atau komoditi unggulan di masing-masing daerah. - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan dengan menggunakan atau mengacu pada pedoman yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat

20 (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). - Hasil eksplorasi dan inventarisasi musuh alami kemudian dibuat koleksinya. Untuk jenis jamur atau mikrobia lainnya setelah dimurnikan kemudian disimpan dalam agar miring atau petridish dan selanjutnya diuji prospeknya untuk dapat dijadikan agens pengendali hayati. b. Perbanyakan musuh alami - Musuh alami yang diperbanyak dapat berupa parasitoid, predator maupun agens hayati dari golongan jamur atau jasad renik lainnya yang potensial dan banyak digunakan oleh petani untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama di daerah yang bersangkutan. - Khususnya untuk jamur misalnya Beauveri bassiana, Trichoderma sp., Metarrhizium anisopliae, perbanyakan dapat dilakukan dalam bentuk starter-starter yang akan diperbanyak sendiri oleh petani dengan metode sederhana, ataupun perbanyakan yang menghasilkan agens hayati siap pakai yang telah dikemas.

21 c. Pengembangan teknik penyebaran agens hayati Teknik penyebaran agens hayati yang dikembangkan adalah teknik penyebaran yang telah dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). d. Pengujian lapangan penggunaan musuh alami - Musuh alami yang diuji adalah musuh alami yang sudah diketahui ada di daerah yang bersangkutan. - Pengujian dilakukan untuk mengetahui potensinya untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama perkebunan. - Pengujian lapangan dilakukan dengan mengacu pada metode yang telah dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). - Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

22 e. Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti - Lokasi pemagangan Magang dilakukan di Puslit/Balit/Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan terdekat dengan propvinsi yang bersangkutan atau tergantung pada jenis komoditi dan permasalahan yang ada di lapangan. - Waktu magang Magang dikakukan minimal 5 hari kerja - Peserta magang Peserta magang adalah petugas LUPH di provinsi Lampung, Bali dan Sulut, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang tersedia dan instansi tempat pemagangan. - Metode pemagangan Magang dilaksanakan dengan belajar dan praktek secara langsung di Puslit/balit di laboratorium dan lapangan.

23 - Materi Teknik pengembangan agens hayati Quality control dalam perbanyakan agens hayati Pengawetan agens hayati Teknik evaluasi efektifitas agens hayati di lapangan Selain itu materi tersebut di atas materi yang dipelajari disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh petugas LUPH. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Tersedianya teknologi pengembangan dan penyebaran agens pengendali hayati. Terlatihnya sejumlah petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati. c. Outcomes Terimplementasikannya teknologi pengendalian OPT secara hayati. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.

24 d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan melalui pengendalian hayati. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) terdiri dari : - Insentif/honor bagi petugas LUPH sebanyak 10 orang per provinsi. - Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Perbanyakan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Pengembangan dan teknik penyebaran agens hayati masingmasing 1 paket per provinsi. - Pengujian lapangan penggunaan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi. - Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit. masing-masing 1 paket per provinsi.

25 C. OPTIMALISASI SUB LAB HAYATI 1. Metode Metode yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan LUPH menggunakan/mengacu pada metode yang telah ada di Puslit/Balit/Perti atau UPT Pusat. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 14 provinsi yaitu: Sumsel, Riau, Jambi, Babel, Lampung, Jateng, DIY, Bali, NTT, Kalteng, Sultra, Sulut, Irjabar, dan Papua. 3. Pelaksanaan a. Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan Agens hayati hasil pengembangan/ditemukan oleh LL/LUPH, Puslit/Balit atau UPT Pusat dan berpotensi untuk pengendalian OPT di provinsi yang bersangkutan, diadakan uji adaptasi dengan kondisi lingkungan untuk mengetahui kecocokan dengan agroklimatnya atau spesifik lokasi.

26 b. Pengumpulan/pemeliharaan, perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati. Agens hayati yang telah mapan di lapangan dilakukan pengumpulan selanjutnya dipelihara dan diperbanyak untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati. Misalnya Oryctes sp.yang telah terinfeksi oleh Metharizium sp. dan parasitoid Tetrastichus sp. pada Brontispa sp. c. Perbanyakan starter dan musuh alami Agens hayati atau musuh alami yang sudah digunakan sebagai APH di daerah dibuat starter untuk selanjutnya dapat diperbanyak oleh petani dengan metode sederhana, kemudian diaplikasikan di lapangan. d. Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengembangan agens hayati. Dilaksanakan dengan pertemuan dengan petugas teknis petugas dinas yang membidangi perlindungan perkebunan/ petugas lapang/petugas pengamat untuk membahas rencana pengembangan dan pemanfatan agens hayati untuk pengendalian OPT penting tanaman perkebunan di wilayah binaannya.

27 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Tersedianya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan. c. Outcomes Termanfaatkannya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Sub Lab Hayati terdiri dari : - Insentif/honor bagi petugas Sub Lab. Hayati masing-masing 4 orang per provinsi terdiri dari 1 orang kepala dan 3 orang staf. - Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan masing-masing provinsi 1 paket.

28 - Pengumpulan/pemeliharaan dan perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati masing-masing provinsi 1 paket. - Perbanyakan starter dan musuh alami masing-masing provinsi 1 paket. - Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan agens hayati sebanyak 15 OH untuk masing-masing provinsi. D. REHABILITASI LL, LUPH, SUB LAB HAYATI DAN UPPT 1. Metode Rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT menggunakan/mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kabupaten/Kota. Sedangkan pengadaan peralatan disesuaikan dengan kebutuhan peralatan. Proses rehabilitasi bangunan dan pengadaan peralatan mengacu pada ketentuanketentuan yang berlaku tentang pengadaan barang dan jasa (Keppres No. 80 Tahun 2003).

29 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, sedangkan lokasinya adalah sebagai berikut : a. Rehabilitasi LL di laksanakan di 3 provinsi yaitu NAD, Sulut dan Sulteng. b. Rehabilitasi LUPH di laksanakan di provinsi Bali. c. Rehabilitasi Sub Lab Hayati dilaksanakan di 2 provinsi yaitu : Jambi dan NTT. d. Rehabilitasi UPPT dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : Sumbar, Kep. Riau, NTB, Kalteng, Sultra, Sulbar, Sulsel, Papua dan Papua Barat. 3. Pelaksanaan a. Rehabilitasi gedung - Melakukan rehabilitasi gedung LL yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung LUPH yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung Sub Lab Hayati yang yang rusak. - Melakukan rehabilitasi gedung UPPT yang rusak.

30 b. Pengadaan meubelair Melakukan pengadaan meubelair untuk mengganti meubelair yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT. c. Pengadaan Alat Laboratorium. - Melakukan pengadaan alat laboratorium untuk mengganti alat laboratorium yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati. - Pengadaan alat laboratorium diprioritaskan pada alat-alat yang sering digunakan dan telah rusak. Pengadaan disesuaikan dengan dana yang tersedia dengan spesifikasi yang memadai dengan kondisi laboratorium yang bersangkutan. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi. b. Output Terehabiltasinya LL (3 unit), LUPH (1 unit), Sub Lab Hayati (2 unit) dan UPPT (9 unit). Tersedianya peralatan laboratorium dan meubelair.

31 c. Outcomes Teroptimalkannya kegiatan-kegiatan pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan dan UPPT d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan hasil akibat serangan OPT dapat diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya yang dialokasikan dalam kegiatan rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT terdiri dari : a. Biaya rehabilitasi gedung yaitu : Rehab gedung LL masing-masing seluas 126 m 2 Rehab gedung LUPH seluas 100 m 2 Rehab gedung Sub Lab Hayati masing-masing seluas 70 m 2 Rehab gedung UPPT masing-masing seluas 70 m 2

32 b. Biaya eksploitasi Eksploitasi listrik pada LL masing-masing selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada LUPH selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada Sub Lab Hayati masing-masing selama 12 bulan Eksploitasi listrik pada UPPT masing-masing selama 12 bulan c. Pengadaan meubelair Pengadaan meubelair pada LL masing-masing sebanyak 1 paket Pengadaan meubelair pada LUPH sebanyak 1 paket Pengadaan meubelair pada Sub Lab Hayati masingmasing sebanyak 1 paket. Pengadaan meubelair pada UPPT masing-masing sebanyak 1 paket. d. Pengadaan alat laboratorium. Alat laboratorium pada LL masing-masing sebanyak 1 paket. Alat laboratorium pada LUPH sebanyak 1 paket.

33 Alat laboratorium pada Sub Lab Hayati masing-masing sebanyak 1 paket. E. INSENTIF PETUGAS PENGAMAT HAMA DAN PENYAKIT 1. Metode Pemberian insentif dilakukan kepada petugas pengamat/uppt setiap bulan pada saat penyerahan laporan hasil pengamatan, sekaligus dilakukan pembinaan oleh petugas provinsi tentang pelaksanaan pengamatan OPT perkebunan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 27 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.

34 3. Pelaksanaan a. Pemberian insentif pada petugas pengamat - Pemberian insentif kepada petugas pengamat sebanyak 898 orang yang tersebar di 27 provinsi seperti pada Tabel 2. berikut : Tabel 2. Jumlah Petugas Pengamat yang Mendapat Insentif No Provinsi Jumlah No Provinsi Jumlah 1 NAD NTB 28 2 Riau NTT 42 3 Sumbar Kalteng 42 4 Jambi Kalsel 22 5 Bengkulu Kaltim 28 6 Sumsel Sulut 20 7 Lampung Gorontalo 32 8 Babel Sulteng 12 9 Kep Riau 6 23 Sulbar Banten 8 24 Sulsel Jabar Sultra Jateng Papua DIY Irjabar Bali 42 Jumlah Petugas pengamat yang diberi insentif adalah petugas UPPT dan atau petugas perlindungan perkebunan pada Dinas Kabupaten/Kota yang melakukan kegiatan pengamatan OPT perkebunan.

35 - Petugas yang menerima insentif di tetapkan melalui SK Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi. b. Biaya operasional pengamatan OPT di lapangan Biaya operasional pengamatan OPT adalah biaya perjalanan petugas pengamat untuk melakukan pengamatan di wilayah binaannya. c. Biaya administrasi pelaporan OPT Biaya administrasi pelaporan OPT adalah biaya ATK untuk penyusunan dan pengiriman laporan situasi OPT perkebunan 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Terserapnya dana insentif untuk petugas pengamat OPT perkebunan Terfasilitasinya kegiatan pengamatan OPT di lapangan. c. Outcomes Meningkatnya kinerja petugas pengamat/uppt Tersedianya laporan situasi OPT.

36 d. Benefit Teramatinya OPT secara kontinyu dan berkesinambungan sehingga adanya perkembangan OPT dapat diketahui secara dini (early warning system) dan kemungkinan terjadinya eksplosi dapat diantisipasi. e. Impact Serangan OPT pada tanaman perkebunan berada dalam kondisi yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. 5. Komponen Biaya Biaya untuk Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit, terdiri dari: (a) biaya insentif bagi petugas pengamat/uppt; (b) biaya perjalanan petugas pengamat ke lapangan dan (c) biaya pembelian ATK dan pengiriman laporan.

37 III. PENUTUP Sebagai tindak lanjut dari Pedoman Teknis ini diharapkan provinsi segera menyiapkan penjabaran dan pengoperasionalan sebagai Petunjuk Teknis kegiatan Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Bagi provinsi yang telah membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD), kegiatan-kegiatan perangkat tersebut dilaksanakan oleh UPTD berkoordinasi dengan Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Sedangkan provinsi yang belum membentuk UPTD, pelaksanaan kegiatan oleh Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Diharapkan setelah seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan agar segera disusun laporan kegiatannya dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan pada bulan Januari 2010.

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Koordinasi

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS INSENTIF PETUGAS PENGAMAT TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Insentif Petugas

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PERANGKAT TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan pemberdayaan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2016 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS FASILITASI TEKNIS PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2016 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2008 Direktur Jenderal Perkebunan. Achmad Mangga Barani NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2008 Direktur Jenderal Perkebunan. Achmad Mangga Barani NIP KATA PENGANTAR Pedoman Umum Kegiatan Perlindungan Perkebunan di Daerah untuk tahun 2009 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PETUGAS PENGAMAT OPT PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Pelatihan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PEMBERDAYAAN PERANGKAT TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan pemberdayaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN

RENCANA KERJA TAHUNAN RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR Kakao Cengkeh Kopi PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN BENIH TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perkebunan harus mampu meningkatkan pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat secara berkeadilan dan berkelanjutan,

Lebih terperinci

Suatu model pembelajaran yang memanfaatkan media audio sebagai sumber belajar dengan bimbingan guru. Pengertian

Suatu model pembelajaran yang memanfaatkan media audio sebagai sumber belajar dengan bimbingan guru. Pengertian Suatu model pembelajaran yang memanfaatkan media audio sebagai sumber belajar dengan bimbingan guru. Pengertian Latar Belakang Kebijakan pemerintah ditekankan pada peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013

LAKIP. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013 Dok L. 01 28/01/2014 LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Tahun 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI LABORATORIUM HAYATI TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Rehabilitasi

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2016

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2016 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2016 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2017 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015 Dok L.11/19/03/2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PELAKSANAAN PENYALURAN 1. Penyaluran melalui KPPN dilaksanakan berdasarkan PMK nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan PMK nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014

CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014 CAPAIAN PRODUKSI PADI TAHUN 2014 Bahan Rapat Koordinasi Dengan Bupati/Walikota se Provinsi Jawa Timur Terkait Rekomendasi Dewan Pertimbangan Presiden Tentang Ancaman OPT Dan Progrnosa Produksi Padi Tahun

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN.60/Kpts/RC.0//08 TENTANG SATUAN BIAYA MAKSIMUM PEMBANGUNAN KEBUN PESERTA PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DI LAHAN KERING TAHUN 008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013

EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN EVALUASI KEGIATAN FASILITASI PUPUK DAN PESTISIDA TAHUN 2013 DIREKTUR PUPUK DAN PESTISIDA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Pada Konsolidasi Hasil Pembangunan PSP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 10/Permentan/OT.140/2/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN AMBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1

Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 1 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 2 Rencana Kinerja tahunan (RKT) Tahun 2014 BBPPTP Medan 3 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar...

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33

Lebih terperinci

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012 4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Jumlah Lembaga No. Provinsi PTAIN PTAIS Jumlah 1. Aceh 3 20 23 2. Sumut 2 40 42 3. Sumbar 3 19 22 4. Riau 1 22 23 5. Jambi 2 15 17 6. sumsel 1 13 14 7. Bengkulu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir, MS Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir, MS Nip KATA PENGANTAR Berbagai upaya dilakukan Pemerintah dalam rangka peningkatan produksi produktivitas dan untuk hasil tanaman perkebunan khususnya tanaman rempah dan penyegar, salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 5 LAMPIRAN I TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Oleh: EUIS SAEDAH Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian B A H A N

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, 3 Januari 2017 Direktur Jenderal Tanaman Pangan, HASIL SEMBIRING NIP KATA PENGANTAR Dalam rangka menyediakan benih varietas unggul bersertifikat padi dan kedelai guna memenuhi kebutuhan benih untuk pelaksanaan budidaya tanaman pangan secara nasional, Pemerintah telah memprogramkan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 Kementerian negara/lembaga : Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Perkebunan Program :

Lebih terperinci

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam budidaya tanaman perkebunan, perlindungan tanaman merupakan kegiatan yang penting, karena menjadi jaminan (assurance) bagi terkendalinya

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBUN SUMBER BAHAN TANAM TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER

Lebih terperinci

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP SELAYANG PANDANG SIMLUH KP Jakarta, 29 April 2014 PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 IMPLEMENTASI SISTEM PENYULUHAN

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plt. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Mei 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PEMANDU LAPANG TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Pelatihan Pemandu

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

Disabilitas. Website:

Disabilitas. Website: Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Tahun Anggaran 2015

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Tahun Anggaran 2015 DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir DPA SKPD 2.2 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Tahun Anggaran 20 Urusan Pemerintahan : 2. 0 Urusan Pilihan Pertanian Organisasi :

Lebih terperinci

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website: KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN Pendahuluan Indera penglihatan dan pendengaran saja Data prevalensi kebutaan dan ketulian skala nasional perlu diperbarui Keterbatasan waktu untuk pemeriksaan mata

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP 2017 Laporan Kinerja Triwulan II KATA PENGANTAR Dalam rangka memonitor capaian kinerja kegiatan Ditjen Tanaman Pangan pada triwulan II TA 2017 serta sebagai bahan penilaian aspek akuntabilitas kinerja

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL SU M AT ER A TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIREKTORAT KEWASPADAAN NASIONAL KAL IM AN TAN IRIAN JAYA J AVA DIREKTORAT KEWASPADAAN NASIONAL DITJEN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KEMENTERIAN DALAM NEGERI GRAND SAHID

Lebih terperinci

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

b. pelaksanaan pelayanan dalam bidang perbenihan meliputi penyediaan, pengujian, pengawasan dan pengendalian benih/bibit bermutu, sertifikasi dan pela

b. pelaksanaan pelayanan dalam bidang perbenihan meliputi penyediaan, pengujian, pengawasan dan pengendalian benih/bibit bermutu, sertifikasi dan pela BAB XXXVII BALAI PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI BANTEN Pasal 168 Susunan Organisasi Balai Perbenihan dan Proteksi Tanaman Kehutanan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PENGANTAR WORKSHOP PEMUTAKHIRAN, VALIDASI DAN EVALUASI DATA SIMLUHKP TAHAP I TAHUN BPPP Banyuwangi, 4 Februari 2015

PENGANTAR WORKSHOP PEMUTAKHIRAN, VALIDASI DAN EVALUASI DATA SIMLUHKP TAHAP I TAHUN BPPP Banyuwangi, 4 Februari 2015 PENGANTAR WORKSHOP PEMUTAKHIRAN, VALIDASI DAN EVALUASI DATA SIMLUHKP TAHAP I TAHUN 2015 BPPP Banyuwangi, 4 Februari 2015 PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Lampiran 3d Rencana Strategis 2010-2014 Indikator Kinerja Per Program Per Propinsi Regional - Kementerian Kehutanan Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat INDIKATOR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan

4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/18/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis Kementerian dan MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA

Lebih terperinci

CEDERA. Website:

CEDERA. Website: CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) MEDAN KATA PENGANTAR Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan target kinerja berikut kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN OPT KEDELAI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN 2018 PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN GERAKAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK

PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK PROGRAM PENUNTASAN REHABILITASI SEKOLAH RUSAK Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2011 1 1 Penuntasan Pendidikan Dasar Sembilan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI

PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI INPUT Kebijakan nasional Peraturan dan perundangan Pedoman /Juknis/Juklak Kurmod Bahan Advokasi Kit Pelatihan, Sosialisasi, Orientasi, Pembinaan Pencatatan dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG Z GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PELAYANAN INFORMASI KEHUTANAN, BALAI PENGAWASAN DAN PENGEMBANGAN MUTU BENIH (BP2MB), BALAI PENGUJIAN

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS 148 Statistik Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deskriptif Statistik Guru PAIS A. Tempat Mengajar Pendataan Guru PAIS Tahun 2008 mencakup 33 propinsi. Jumlah

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2014

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2014 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 2014 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Laksono Trisnantoro Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1 Pembahasan 1. Makna Ekonomi Politik 2. Makna Pemerataan 3. Makna Mutu 4. Implikasi terhadap

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) Direktorat Perlindungan Perkebunan Tahun 2012 i RKT 2012 Direktorat Perlindungan Perkebunan KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perlindungan Perkebunan disusun

Lebih terperinci