KETETAPAN MPRS "SULAPAN" TIDAK KONSTITUSIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETETAPAN MPRS "SULAPAN" TIDAK KONSTITUSIONAL"

Transkripsi

1 KETETAPAN MPRS "SULAPAN" TIDAK KONSTITUSIONAL Oleh: Alam Putri Menurut Republika (22/6/ 98) dalam sambutan Rachmawati pada haul ke-28 Bung Karno, atas nama keluarga meminta pemerintah mencabut Tap No. XXXIII/MPRS/1967 dan Tap No. 36/MPRS/1967. Ketetapan-ketetapan MPRS itu menetapkan status tahanan politik terhadap Presiden RI Pertama Ir Soekarno. "Kami minta pemerintah mencabut Tap yang telah berusia seperempat abad lebih itu, karena bertentangan dengan HAM, apalagi Bung Karno selama hidupnya berjuang untuk bangsa dan negara," kata Rachmawati. Muncul pertanyaan: mengapa Rachmawati menuntut dicabutnya Tap MPRS No XXXIII/XXXVI tahun 1967? Mengapa Rachmawati tak menyatakan bahwa Tap-Tap tersebut sesungguhnya tidak konstitusional, karena MPRS yang mengeluarkan Ketetapan-ketetapan itu bukan MPRS yang dibentuk Presiden Soekarno berdasar Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945, melainkan MPRS sulapan hasil memanipulasi Supersemar? Mari lah sejenak kita menoleh kebelakang melihat sejarah perkembangan MPRS tersebut. MPRS ALAT REVOLUSI Menurut JK Tumakaka [Membangun Sistem Masyarakat Pancasila, Secercah Pengalaman Bersama Bung Karno, pen. Yayasan Piranti Ilmu, 1987, hal: ] Dekrit Presiden 5 Juli 1959 selain menetapkan kembali ke UUD 1945, juga mengamanatkan pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkalnya. Dalam rangka pelaksanaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, telah dikeluarkan Penetapan Presiden (Penpres) No 1 Tahun 1959 yang menetapkan bahwa sebelum DPR menurut UUD 1945 disusun, maka DPR sudah ada waktu itu, menjalankan tugas menurut UUD

2 Selanjutnya dikeluarkan Penpres No 2 Tahun 1959 tentang pembentukan MPRS dan Penpres No 3 tahun 1959 tentang pembentukan DPA Sementara. DPAS disusun lebih dulu dari MPRS agar DPAS dapat memberi nasehat-nasehat kepada Presiden, termasuk mengenai persoalan MPRS. Para anggota DPA ini adalah Pucuk Pimpinan dari partai-partai politik, tokoh-tokoh dari golongan karya. Tiga bulan sesudah Presiden mendapat nasehat dari DPAS, keluarlah Peraturan Presiden No 12 Tahun 1959, tertanggal 31 Desember 1959 tentang susunan MPRS. Dalam amanat presiden dalam Pembukaan Sidang Umum Pertama MPRS yang bertempat di bandung tertanggal 10 November 1960, Presiden Soekarno menggariskan tugas dan wewenang MPRS, antara lain MPRS sama seperti lembaga-lembaga negara lainnya, adalah alat revolusi untuk melaksanakan Ampera, membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur, suatu hidup merdeka, suatu hidup internasional yang bersahabat dan damai dengan semua bangsa-bangsa... Sebagai alat revolusi MPRS bertugas menyusun konsepsi-konsepsi pelaksanaan Ampera itu, atau dengan bahasa UUD 1945 bertugas menyusun GBHN. Sesuai dengan nasehat DPAS tentang "wewenang MPRS", maka MPR yang bersifat Sementara ini tidak menjalankan wewenang: 1. Mengubah atau mengganti: UUD Memilih Presiden/Wakil Presiden MPRS bukan MPR menurut UUD MPRS sama sekali tidak berwenang untuk merobah atau mengganti UUD 1945 dan tidak berwenang untuk memilih Presiden/Wakil Presiden. Kedua kewenangan tersebut adalah semata-mata wewenang MPR menurut UUD Sebelum MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat melalui pemilu yang bebas dan rahasia itu terbentuk, segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden Soekarno berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, yang berbunyi "Sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional". MPRS tidak dibentuk berdasarkan UUD Bahkan badan ini tidak dikenal dalam UUD Dalam 4 kalimat Pembukaan UUD 1945, atau dalam 37 pasal batang tubuhnya dan 4 pasal Aturan Peralihan serta 2 ayat Aturan Tambahan UUD 1945 tidak 2

3 diketemukan suatu ketentuan yang mengatur MPRS. MPRS dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli Secara konstitusional MPRS ini kiranya dapat dipertanggungjawabkan bila difungsikan sebagai sebuah Komite Nasional, yang dimaksud dalam pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang bertugas membantu Presiden Soekarno dalam menjalankan kekuasaan MPR menurut UUD Sesuai dengan kedudukannya sebagai pembantu Presiden, maka Presiden Soekarno memberi kedudukan sebagai Menteri ex officio kepada ketua dan para wakil ketua MPRS. Demikian lah proses lahir dan kedudukan MPRS yang lahirnya dari Dekrit Presiden 5 Juli Apakah MPRS yang mengeluarkan Ketetapan-Ketetapan ber No. XXXIII dan XXXVI Tahun 1967, MPRS yang asli, yang kedudukannya sebagai Pembantu Presiden atau sudah MPRS lain? LAHIRNYA MPRS SULAPAN Sebagai buah dari strategi Soeharto [Pengakuan Frans Seda dalam Tempo 15 Maret 1986], maka pada 11 Maret 1966, Presiden mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966, yang terkenal kemudian sebagai Supersemar. Dengan Supersemar ditangannya, maka Jenderal Soeharto tertanggal 12 Maret melarang dan membubarkan PKI. Soeharto menganggap Supersemar itu adalah "pelimpahan kekuasaan" padanya dan bukan "Surat Perintah" pengamanan. Padahal cukup jelas, Supersemar bukan "pelimpahan kekuasaan". Hal itu tidak diperdulikan Soeharto. Menurut AM Hanafi ["AM Hanafi Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto", dari Gestapu ke Supersemar, Edition Montblanc Lille-France-1998, hal: 275], mantan Dubes RI di Kuba dan ketika Supersemar lahir berada di sekitar Bung Karno, bahwa pembubaran PKI oleh Letjen Soeharto berdasarkan Supersemar itu jelas kontra konstitusional, walau pun jargon konstitusional tak henti-hentinya disesumbar-kannya. Keputusan itu melanggar UUD 1945 dan juga melanggar Supersemar itu sendiri. Sebab, pada saat kejadian, Presiden Soekarno masih sehat walafiat, tidak uzur, malah Presiden Soekarno mengoreksinya dengan Surat Perintah 13 Maret

4 Surat Perintah 13 Maret 1966 dari Presiden Soekarno itu, yang isinya tidak membenarkan pembubaran PKI, disampaikan langsung oleh Dr J Leimena dan didampingi Brigjen KKO Hartono di Jalan H. Agusalim. Dalam Surat Perintah 13 Maret itu dikatakan, Supersemar itu adalah Surat Perintah dan bukan pelimpahan kekuasaan. Setiap pelaksanaan yang akan dilakukan dikonsultasikan lebih dulu dengan presiden. Setelah Soeharto membaca Surat Perintah 13 Maret dari Presiden Soekarno itu, Soeharto menjawab, "Sampaikan kepada Bapak Presiden, semua yang saya lakukan atas tanggungjawab saya sendiri." Menurut kamus politik ucapan semacam itu artinya kudeta. Dengan menyalahgunakan Supersemar menjadi satu kudeta yang terang-terangan telanjang bulat. Apa yang menjadi faktor sehingga Soeharto berani berpesan demikian? Tampaknya karena sejak 1 Oktober 1965 kekuasaan secara de facto sudah berada ditangannya. Sudah lepas dari tangan Presiden Soekarno. Hal itu dapat diketahui dari pengakuan Soeharto bahwa ia pada 1 Oktober 1965 telah memberi 4 petunjuk kepada Presiden Soekarno melalui Kolonel Angkatan Laut Bambang Widjanarko. Empat petunjuk itu dapat dibaca dalam Buku Putih (G30S Pemberontakan PKI) yang diterbitkan Sekneg pada 1994, hal: Jelasnya 4 petunjuk tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Mayjen Pranoto Reksosamudro dan Mayjen Umar Wirahadikusumah tidak dapat menghadap presiden untuk tidak menambah korban; Kedua, Mayjen TNI Soeharto untuk sementara telah mengambil oper pimpinan TNI AD berdasarkan perintah tetap Men/Pangad; ketiga, diharapkan agar perintah-perintah Presiden Soekarno selanjutnya disampaikan melalui Mayjen TNI Soeharto; keempat, Mayjen TNI Soeharto memberi petunjuk kepada Kolonel Bambang Widjanarko agar berusaha membawa Presiden Soekarno keluar dari Pangkalan udara Halim PK, karena pasukan yang berada di bawah komandonya Kostrad akan membersihkan pasukan-pasukan pendukung G30S yang berada di Pangkalan Udara Halim PK sebelum tengah malam 1 Oktober. APA ARTI 4 PETUNJUK TERSEBUT? Petunjuk (1) berarti: Soeharto menolak penetapan Presiden/Pangti ABRI atas Mayjen Pranoto Reksosamudro sebagai caretaker Menpangad. Ia merasa dirinya telah 4

5 menjadi Menpangad. Kedua menuduh Presiden Soekarno terlibat dalam pembunuhan 6 jenderal dini hari 1 Oktober 1965 itu. Petunjuk (2) berarti: Soeharto menganggap Presiden/Pangti ABRI Soekarno harus tunduk kepada apa yang dinamakan "perintah tetap Menpangad", yaitu konsensus dalam AD, bila KASAD berhalangan, otomatis Panglima Kostrad menggantinya. Hak prerogatif Presiden/Pangti ABRI menentukan siapa yang harus memangku Panglima suatu Angkatan, dikesampingkannya begitu saja. Dianggapnya sebagai angin lalu. Petunjuk (3) berarti: Soeharto menyatakan secara de facto dirinya yang berkuasa. Karena itu dia berhak mengatur Presiden Soekarno harus begini dan begitu, meskipun diselimuti dengan kata-kata "diharapkan". Semestinya Presiden Soekarno yang mengatur Soeharto, kini justru sebaliknya. Petunjuk (4) berarti: Soeharto menyalahgunakan Perintah lisan Presiden Soekarno kepada BrigJen Supardjo untuk menghentikan operasi militer G.30-S dan oleh pasukan G30S ditaati. Situasi itu dinilainya suatu kesempatan yang baik untuk menghancurkan G30S. Presiden Soekarno "diperintahkannya" meninggalkan Halim. Soeharto lebih berkuasa dari Presiden Soekarno. Sesudah Presiden Soekarno mendengar jawaban yang diberikan Soeharto atas surat Perintahnya 13 Maret 1966 yang dibawa Dr J Leimena, maka pada tanggal 16 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan pengumuman yang menganggap pembubaran PKI itu tidak sah. Yang mengumumkannya Waperdam Chaerul Saleh dan kemudian dipertegas oleh Waperdam Ruslan Abdulgani. Mengenai hal ini, Wiratmo Sukito [Sinar, 3 Oktober 1994] mengatakan: "Bung Karno marah tatkala jenderal Soeharto menggunakan Supersemar membubarkan PKI. Dia tidak setuju Supersemar digunakan untuk membubarkan PKI. Bahkan pada tanggal 16 Maret 1966 Bung Karno mengumumkan bahwa Supersemar diberikan tanpa wewenang membubarkan PKI. Jadi, pembubaran PKI itu tidak sah. Penegasan itu disampaikan Waperdam Chaerul Saleh, yang kemudian dijelaskan oleh Waperdam Ruslan Abdulgani yang menjadi jurubicara Usdek." Atas tanggungjawab sendiri Jenderal Soeharto meneruskan kudeta merayapnya, dengan menangkap sejumlah Menteri dan kemudian menangkap dan memenjarakan anggota-anggota DPRGR/MPRS pendukung Presiden Soekarno, baik dari PKI, Partindo, PNI dan sebagainya. Kemudian anggota-anggota DPRGR/MPRS yang ditangkapnya itu 5

6 digantinya dengan mengangkat dari KAMI/KAPPI dan Kesatuan-kesatuan aksi lain yang diorganisasi tentara. Padahal Soeharto bukan presiden, jadi tidak berhak mengangkat anggota-anggota DPRGR/MPRS. Itu hanya menunjukkan tidak konstitusionalnya langkah Soeharto. Dengan demikian lahirlah DPRGR/MPRS sulapan, bukan DPRGR/MPRS bentukan Presiden Soekarno berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli Pembentukan DPRGR/MPRS sulapan ini menurut pengamatan AM Hanafi [Hanafi idem, hal:7-8] adalah: "Apa isi "konstitusional" a la Soeharto itu? Dimulai dengan Gestapu, kemudian menyusul Supersemar asli sebagai motor pirantinya, kita menyaksikan bagaimana ia mengobrak-abrik MPRS yang sah, semasa Presiden Soekarno masih berkuasa. Lebih dari separoh keanggotaan MPRS yang sah itu dijebloskan ke dalam penjara atau dibunuh. Selanjutnya dia cegah para anggota memasuki gedung sidang MPRS, dan yang masih berada di daerah dihalangi masuk kota Jakarta. "Lantas mulai lah dia menyusun MPRS baru, yang katanya konstitusional itu. Separoh dari seribu anggota MPRS gaya Orde Baru itu, dia angkat dan tunjuk, dan sudah tentu terdiri dari orang-orang yang siap membebek kepadanya dalam segala hal. Separohnya lagi bagian terbesar terdiri dari anggota-anggota dia saring dan berkualitas yes man, seperti lima ratus bebek tadi. Mereka antara lain terdiri dari anggota-anggota KAMI/KAPPI dan berbagai kesatuan aksi lainnya yang diorganisir oleh militer. Beberapa gelintir anggota yang tetap setia pada cita-cita Proklamasi dan cita-cita Bung Karno - seperti Ali Sadikin - misalnya, masih dia biarkan ikut bersidang; mereka bukan komunis, tapi toh tidak berdaya apa-apa menghadapi mayoritas quasi konstitusional itu". DENGAN MPRS-SULAPAN MENGGULINGKAN PRESIDEN SOEKARNO Kuatir Supersemar yang dimanipulasi oleh Soeharto akan dicabut kembali oleh Presiden Soekarno, maka buru-buru jenderal Nasution, yang kini menjadi Ketua MPRS-sulapan membawa Supersemar ke Sidang Umum MPRS. Pada 21 Juni 1966 keluarlah Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966 tentang Supersemar itu. Seterusnya pada 5 Juli 1966 keluarlah Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966 yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang, juga larangan menyebarkan marxisme-leninisme atau komunisme. Untuk mengkonsolidasi lebih lanjut kudeta merayap yang dilakukan Soeharto, maka dengan alasan Presiden Soekarno melanggar GBHN, yaitu tak mau membubarkan PKI, 6

7 DPRGR-sulapan meminta diadakan Sidang Umum Istimewa MPRS. Padahal GBHN yang berlaku ketika itu GBHN Manipol, di mana persatuannya berbasiskan persatuan Nasakom. Justru membubarkan PKI yang melanggar GBHN. Sidang Istimewa itu berlangsung dari 7 Maret 1967 sampai dengan 12 Maret Dalam rangka penggulingan Presiden Soekarno dari kekuasannya, maka jenderal Nasution yang menjadi Ketua MPRS telah menyulap lagi MPRS yang sudah disulap itu menjadikan MPRS sebagai MPR menurut UUD Jelasnya bila menurut amanat kenegaraan Presiden Soekarno 10 November 1960 MPRS tidak berwenang mengganti Presiden/Wakil Presiden, maka oleh Nasution dinyatakan Amanat Presiden Soekarno itu tidak berlaku lagi. MPRS boleh mengganti Presiden/Wakil Presiden. Rupanya Jenderal Nasution menganggap dirinya sudah lebih dari Presiden Soekarno, padahal Presiden Soekarno masih sebagai Presiden RI saat itu. Inilah yang dikemukakan jenderal Nasution [AH Nasution "memenuhi Panggilan Tugas", jilid 7, pen. CV Haji Mas Agung, 1989, hal: 163], yang mengubah fungsi MPRS menjadi fungsi MPR dalam pidato pembukaan sidang umum MPRS 7 Maret 1967: "Sidang Umum I, II, III berbeda dengan Sidang Umum IV. Tiga Sidang Umum masih berdasarkan Penpres, dan wewenangnya pada azasnya masih dibatasi kepada penentuan GBHN saja, dan tidak mewujudkan pasal-pasal UUD 1945 sepenuhnya, dimana MPRS adalah pemegang kedaulatan rakyat, yang menetapkan atau mengubah UUD, memilih Presiden dan Wakil Presiden dan lain-lain wewenang kedaulatan, yang oleh UUD dijelaskan sebagai satu-satunya kekuasaan negara yang tak terbatas". "Dengan Sidang Umum IV telah kembali ke MPRS, maupun Presiden, DPR, kekuasaan kehakiman dan kekuasaan pemerintahan pada posisi dan wewenang menurut UUD 1945 dan bukan lagi jadi badan-badan pembantu Presiden/PBR sebagaimana hakikat sebelum itu". Rupanya Nasution telah merasa dirinya sebagai presiden pula. Berhak "mendekritkan" diubahnya fungsi MPRS menjadi MPR. Dan MPRS sulapan yang telah disulap lebih lanjut oleh Nasution dan MPRS yang demikianlah yang telah mengeluarkan Ketetapan MPRS No XXXIII tentang pencabutan Kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan Ketetapan No XXXVI/MPRS/1967 yang menyudahi soal-soal ajaran Bung Karno. Dengan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 dan No. XXVI/MPRS/1967 maka secara definitif kekuasaan Soekarno sudah digulingkan dan penggulingannya dilakukan 7

8 secara merayap; mulai tidak dicegahnya oleh Soeharto G.30-S melancarkan operasi militernya pada dini hari 1 Oktober 1965, padahal sudah diberi tahu oleh Kolonel Latief sebelumnya; kemudian mengangkat dirinya sendiri menjadi pimpinan AD tanpa sepengetahuan apalagi seizin Presiden/Pangti ABRI; terus dengan secara merayap menciptakan Supersemar dan membubarkan PKI yang menjadi pendukung utama Presiden Soekarno melalui Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966, yang didahului dengan pelarangan PKI tanggal 12 Maret 1966 oleh Jenderal Soeharto dengan memanipulasi Supersemar. KESIMPULAN Jadi, sesungguhnya Rachmawati tidak perlu menuntut dicabutnya Ketetapan-ketetapan MPRS No XXXIII/IVIPRS/1967 dan No XXXVI/MPRS/1967, karena Ketetapan-ketetapan itu sendiri memang tidak konstitusional. Menuntut dicabutnya, sama dengan menganggap ketetapan-ketetapan itu adalah konstitusional. Padahal sudah jelas MPRS yang mengeluarkan Ketetapan-ketetapan tersebut adalah MPRS-sulapan, tidak sah, tidak konstitusional. Semestinya Rachmawati menuntut diadilinya Soeharto yang telah bertindak tidak konstitusional menggulingkan Presiden Soekarno dari kekuasaannya, melalui kudeta merayap, dengan jalan membiarkan G3OS melancarkan operasi militernya dini hari 1 Oktober Ini sesuai dengan Orde Reformasi. Ketetapan-ketetapan MPRS-sulapan itu harus direformasi. Kini sudah tiba waktunya untuk membuka kembali sejarah 33 tahun yang lalu, sejarah G30S yang sesungguhnya, yang selama Soeharto berkuasa tak pernah bisa dibuka secara adil dan jujur. Dengan demikian sejarah akan dapat diluruskan kembali. AM Hanafi [AM Hanafi: Idem, halm: ] mengemukakan "Kalau sungguh-sungguh mau menemukan dari mana sumber kesalahan paling pokok yang menimbulkan malapetaka yang "dimahkotai" oleh kemenangan "coup d'etat" Soeharto, dengan penyembelihan sejuta lebih rakyat yang tidak berdosa itu, saya berpendapat pertama-tama bukanlah harus dicari kepada Soekarno, juga bukan kepada Aidit dan PKI, tetapi terhadap mereka yang telah melacurkan diri pada Amerika. Mereka itulah yang mengacau dengan menjalin jerat-jerat provokasi dengan apa yang disebut Gestapu (G30S). 8

9 "Dari situ lah Soeharto mulai menggunakan Gestapu itu sebagai kuda tunggangannya untuk mencapai puncak kekuasaan, kemudian merestorasi neo-kolonialisme di Indonesia seperti yang dialami sekarang." "Tapi jelas, Gestapu itu bukan PKI, dan PKI bukan Gestapu. Gestapu itu menunggangi Soekarno, Soeharto menunggangi Gestapu. Bahwa Aidit cs tersangkut dengan Gestapu itu jelas. Dus yang sesungguhnya Gestapu itulah yang harus diperiksa dan diadili dengan teliti berikut segala sangkut pautnya dan latar belakangnya secara terbuka, adil dan demokratis. Semua itu memerlukan waktu yang cukup, tidak bisa tergesa-gesa atau main tembak tanpa proses, seperti dialami Aidit, Lukman, Nyoto, Sakirman dan lain-lain. Penggabungan nama PKI dengan Gestapu menjadi G30S/PKI itu sebenarnya sudah menunjukkan salah satu mata rantai yang tersembunyi. Siapa-siapa dan kemana mata-rantainya itu. Jadinya, seperti maling berteriak maling, karena tidak ada penyidikan yang jujur,dan terbuka. Kenapa tidak disebut G3OS sebab bukankah begitulah nama sebenarnya yang dinyatakan oleh Kolonel Untung sendiri? Kalau toh mau dilengkapi kata adjektifnya yang paling kena adalah 'GESTAPU/SOEHARTO'." * * * 9

Tap XXXIII/MPRS/1967

Tap XXXIII/MPRS/1967 Tap XXXIII/MPRS/1967 KETIKA memberi sambutan dalam rangka 100 Tahun Bung Karno di Blitar, Rachmawati Soekarnoputri mengusul-kan agar Ketetapan Tap XXXIII/MPRS/1967 dicabut. Menurut Rachmawati, Tap itu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang 168 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Terdapat

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN

SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN NAMA : 1. Aris Hadi Pranoto (14144600203) 2. Desi Muji Hartanti (14144600178) 3. Puput Wulandari (14144600191) 4. Muhammad Hafizh Alhanif (14144600215) Kelas: A5-14 SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN 1959-1966

Lebih terperinci

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14

Kelompok 10. Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 Kelompok 10 Nama :- Maria Yuni Artha (197) - Neni Lastanti (209) - Sutarni (185) Kelas : A5-14 SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL 1959-1966 1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensial Sistem presidensial

Lebih terperinci

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965 Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965 Hasan Kurniawan http://daerah.sindonews.com/read/1057848/29/kesaksian-siauw-giok-tjhan-dalam-gestapu-1965-1446312109/ Senin, 2 November 2015 05:05 WIB Siauw

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan

Lebih terperinci

BACAAN UNTUK HARI " SEBELAS MARET" HARI "SUPERSEMAR"

BACAAN UNTUK HARI  SEBELAS MARET HARI SUPERSEMAR Kolom IBRAHIM ISA Rabu Sore, 11 Maret 2015 ---------------------- BACAAN UNTUK HARI " SEBELAS MARET" HARI "SUPERSEMAR" SUPERSEMAR Di Satu Tangan, B E D I L Di Tangan Satunya KUDETA Paling CANGGIH, Paling

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

Presiden Seumur Hidup

Presiden Seumur Hidup Presiden Seumur Hidup Wawancara Suhardiman : "Tidak Ada Rekayasa dari Bung Karno Agar Diangkat Menjadi Presiden Seumur Hidup" http://tempo.co.id/ang/min/02/18/nas1.htm Bung Karno, nama yang menimbulkan

Lebih terperinci

TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA PENELITI AJARAN-AJARAN PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNG KARNO

TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA PENELITI AJARAN-AJARAN PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNG KARNO K E T E T A P A N REPUBLIK INDONESIA No. XXVI/MPRS/1966 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA PENELITI AJARAN-AJARAN PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BUNG KARNO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965

PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 1. LATAR BELAKANG GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965 Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah

Lebih terperinci

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Cerita Pagi Dokumen Supardjo, Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965 Hasan Kurniawan Minggu, 23 Oktober 2016 05:05 WIB http://daerah.sindonews.com/read/1149282/29/dokumen-supardjo-mengungkap-kegagalan-gerakan-30-september-1965-1477110699

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum

Lebih terperinci

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MPRS DAN MPR RI BERDASARKAN KETETAPAN MPR RI NO I/MPR/2003 PASAL 2 DAN PASAL 4 35 36 PASAL 2 KETETAPAN MPR RI NO I/MPR/2003 37 38 MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPA 2011 Jenis sekolah : SMA/MA Jumlah soal : 55 butir Mata pelajaran : SEJARAH Bentuk soal/tes : Pilihan Ganda/essay Kurikulum : KTSP Alokasi waktu : 90

Lebih terperinci

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar. BY HANDOKO WIZAYA ON OCTOBER 4, 2017POLITIK https://seword.com/politik/partai-pdip-dan-pembasmian-pki-melalui-supersemar/ Menurut Sekretaris Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

Surat-Surat Buat Dewi

Surat-Surat Buat Dewi Surat-Surat Buat Dewi Di bawah ini kami turunkan surat-surat Presiden Soekarno, yang ditulis dan dikirim kepada istrinya, Ratna Sari Dewi, selama hari-hari pertama bulan Oktober 1965. Surat-surat ini berhasil

Lebih terperinci

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para BAB 5 KESIMPULAN Gerwani adalah organisasi perempuan yang disegani pada masa tahun 1950- an. Gerwani bergerak di berbagai bidang. Yang menjadi fokus adalah membantu perempuan-perempuan terutama yang tinggal

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA K E T E T A P A N REPUBLIK INDONESIA No.XXXIII/MPRS/1967 TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA DARI PRESIDEN SUKARNO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965?

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965? Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965? http://m.kaskus.co.id/thread/5640b87f12e257b1148b4570/kenapa-soeharto-tidak-mencegah-g30s-1965/ PERAN Soeharto dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965 ternyata

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at MPR DAN PERUBAHAN STRUKTUR KETATANEGARAAN Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan

Lebih terperinci

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 Memahami kedudukan TAP MPR pasca pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2011 Memahami implikasi pemberlakuan kembali

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

S a o l a CP C N P S W w a a w s a a s n a Ke K b e a b n a g n s g a s a a n

S a o l a CP C N P S W w a a w s a a s n a Ke K b e a b n a g n s g a s a a n Soal CPNS Wawasan Kebangsaan 1. Pancasila merupakan penuntun dan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa. Hal ini berarti pancasila berfungsi sebagai... A. dasar negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan kebulatan tekad atau komitmen

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer *PRRI/Permesta Pemberontakan Ideologi PKI tahun 1948 PKI tahun 1965 Pemberontakan PRRI/Permesta Tokoh yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

G30S/SOEHARTO, BUKAN G3OS/PKI

G30S/SOEHARTO, BUKAN G3OS/PKI Berikut adalah tulisan tokoh PKI Hasan Raid alm (dengan nama samaran Sulangkang Suwalu) yang berjudul «G30S/Soeharto, bukan G30S/PKI», dan disiarkan di berbagai mailing-list Tulisan ini iambil dari apakabar@access.digex.net,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Negara tak perlu dan tak akan pernah minta maaf ke PKI

Negara tak perlu dan tak akan pernah minta maaf ke PKI Putri Pahlawan Revolusi: Negara tak perlu dan tak akan pernah minta maaf ke PKI Kamis, 1 Oktober 2015 03:59 WIB http://m.tribunnews.com/nasional/2015/10/01/putri-pahlawan-revolusi-negara-tak-perlu-dan-tak-akan-pernah-minta-maaf-ke-pki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PEMBERLAKUAN ASAS TUNGGAL PANCASILA DI INDONESIA PADA ORDE BARU. pemerintahan sebelumnya yakni Demokrasi Parlementer.

BAB II PEMBERLAKUAN ASAS TUNGGAL PANCASILA DI INDONESIA PADA ORDE BARU. pemerintahan sebelumnya yakni Demokrasi Parlementer. BAB II PEMBERLAKUAN ASAS TUNGGAL PANCASILA DI INDONESIA PADA ORDE BARU A. Keadaan Sosial Politik Pada Akhir Pemerintahan Orde Lama 1. Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin Masa-masa akhir pemerintahan Soekarno

Lebih terperinci

G 30 S PKI. DISUSUN OLEH Aina Aqila Rahma (03) Akhlis Suhada (04) Fachrotun Nisa (14) Mabda Al-Ahkam (21) Shafira Nurul Rachma (28) Widiyaningrum (32)

G 30 S PKI. DISUSUN OLEH Aina Aqila Rahma (03) Akhlis Suhada (04) Fachrotun Nisa (14) Mabda Al-Ahkam (21) Shafira Nurul Rachma (28) Widiyaningrum (32) G 30 S PKI Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah DISUSUN OLEH Aina Aqila Rahma (03) Akhlis Suhada (04) Fachrotun Nisa (14) Mabda Al-Ahkam (21) Shafira Nurul Rachma (28) Widiyaningrum

Lebih terperinci

KEMAL IDRIS, KISAH TIGA JENDERAL IDEALIS

KEMAL IDRIS, KISAH TIGA JENDERAL IDEALIS KEMAL IDRIS, KISAH TIGA JENDERAL IDEALIS Kalau ada segelintir perwira yang tidak berubah sikap, maka itu tak lain adalah tiga jenderal idealis Sarwo Edhie Wibowo, HR Dharsono dan Kemal Idris. Namun perlahan

Lebih terperinci

POLITICS DAN POLITICKING Oleh Nurcholish Madjid

POLITICS DAN POLITICKING Oleh Nurcholish Madjid POLITICS DAN POLITICKING Oleh Nurcholish Madjid Adalah menarik sekali mencatat apa yang dikatakan oleh Presiden Soeharto dalam amanatnya kepada Musyawarah Nasional Golkar di Surabaya. Dalam amanat itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis).

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Analisis Masalah PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis). Partai Komunis Indonesia merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia

Lebih terperinci

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden D A F T A R I S I KATA SAMBUTAN...iii KATA PENGANTAR...v Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1960 Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar dari

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

DIMENSI POLITIS AND YURIDIS KETETAPAN MPR NO. XXXIII/MPRS/1967. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

DIMENSI POLITIS AND YURIDIS KETETAPAN MPR NO. XXXIII/MPRS/1967. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. DIMENSI POLITIS AND YURIDIS KETETAPAN MPR NO. XXXIII/MPRS/1967 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. TAP MPRS NO.XXXIII/MPRS/1967 Pada tahun 1967, tepatnya pada tanggal 12 Maret 1967, MPRS menetapkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa perlu segera dibentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu segera dibentuk

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA K E T E T A P A N REPUBLIK INDONESIA No.XXXVII/MPRS/1968 TENTANG PENCABUTAN KETETAPAN MPRS NO. VIII/MPRS/1965 DAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN

Lebih terperinci

Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013

Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013 Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013 KONFERENSI PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KASUS HUKUM KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI DI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1967 (3/1967) Tanggal: 6 MEI 1967 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1967 (3/1967) Tanggal: 6 MEI 1967 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1967 (3/1967) Tanggal: 6 MEI 1967 (JAKARTA) Sumber: LN 1967/6; TLN NO. 2821 Tentang: DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG Indeks: PERTIMBANGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu segera dibentuk

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 A. Latar Belakang 1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945 Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme

Lebih terperinci

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) JURNAL MAJELIS MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan) Oleh: Dr. BRA. Mooryati Sudibyo Wakil Ketua MPR RI n Vol. 1 No.1. Agustus 2009 Pengantar Tepat pada ulang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini Silahkan Baca Tragedi PKI Ini Nusantarapos,- Apakah Pantas Soeharto Diampuni?, Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

"SUPERSEMAR KISAH JEN. SUHARTO MENGGULINGKAN PRES. SUKARNO LEWAT * * *

SUPERSEMAR KISAH JEN. SUHARTO MENGGULINGKAN PRES. SUKARNO LEWAT * * * Kolom IBRAHIM ISA Sabtu, 01 Maret 2014 ------------------- "SUPERSEMAR KISAH JEN. SUHARTO MENGGULINGKAN PRES. SUKARNO LEWAT SEBUAH SURAT PERINTAH PRESIDEN Bagaimana seorang kepala negara dan kepala pemerintah

Lebih terperinci

Surat Gaib Penentu Sejarah

Surat Gaib Penentu Sejarah Surat Gaib Penentu Sejarah http://www.republika.co.id/berita/selarung/suluh/17/03/11/omn36a393-surat-gaib-penentu-sejarah Sabtu, 11 March 2017, 15:00 WIB Misteri Surat Sebelas Maret Red: Fitriyan Zamzami

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66

Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66 Gus Dur minta ma'af atas pembunuhan tahun 1965/66 (Oleh : A. Umar Said ) Renungan tentang HAM dan demokrasi di Indonesia (pamflet, gaya bebas berfikir) Agaknya, bagi banyak orang, pernyataan Gus Dur dalam

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro 1 ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Oleh: Husendro Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4801 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MENGUNGKAP FAKTA G 30 S/PKI (Catatan Pengalaman Seorang Saksi Sejarah)

MENGUNGKAP FAKTA G 30 S/PKI (Catatan Pengalaman Seorang Saksi Sejarah) MENGUNGKAP FAKTA G 30 S/PKI (Catatan Pengalaman Seorang Saksi Sejarah) Oleh : Sulastomo erkaitan dengan peristiwa G 30S/PKI berikut ini saya sampaikan pengalaman sebagai saksi sejarah. Barangkali saya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci