DPRD Sulawesi Tengah Dorong Perda Mangrove

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DPRD Sulawesi Tengah Dorong Perda Mangrove"

Transkripsi

1 Maret Juni 2010 Fokus DPRD Sulawesi Tengah Dorong Perda Mangrove PARIGI MOUTONG-- Ketua Komisi III (Pembangunan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah Nawawi S Kilat mengatakan akan terus mendorong lahirnya peraturan daerah (Perda) Mangrove Provinsi Sulawesi Tengah. Perda Mangrove Sulawesi Tengah ini kelak dapat menjadi turunan lahirnya Perda Mangrove di kabupaten, kata Nawawi saat melakukan diskusi dengan Fasilitator Program Teluk Tomini-SUSCLAM Parigi Moutung Satriyanto Sugeng Bahagya dan Koordinator Program Yayasan Pusaka Uwelutu (YASALU) M Amin Panto. Menurut Nawawi konsolidasi perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih pengelolaan dan aturan di tingkat provinsi dan kabupaten. Apalagi, sebagian hutan mangrove yang ada di Sulawesi Tengah telah mengalami kerusakan. Terdapat 63 persen mangrove di Sulawesi Tengah telah mengalami kerusakan, katanya. Karena itu, DPRD Sulawesi Tengah terus menggodok Perda Mangrove. Sebagai langkah awal, di dalam rancangan Perda Mangrove ini akan diperkuat kelembagaannya. Inisiatif Perda Mangrove ini juga bagian dari kunjungan di Balai Mangove Provinsi Bali yang membawahi Indonesia Timur. Nawawi mengatakan untuk kelembagaan ini akan mengedepankan konsep kolaborasi. Memang hal ini masih menjadi masalah karena terjadi tarik menarik sektoral.tapi Bappeda adalah lembaga yang tepat untuk mengatur mekanisme kolaborasi. Pertengahan Januari lalu, DPRD Sulawesi Tengah melakukan pembahasan rancangan Perda Mangrove. Dalam rapat ini muncul perdebatan mengenai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mana yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan mangrove. Pokja Mangrove Awal Januari tahun ini Bupati Parigi Moutong Longki Djanggola telah menandatangani surat keputusan Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Parigi Moutong. Sebelumnya, pada 16 Juli 2007, Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju juga telah mengeluarkan keputusan tentang pembentukan Pokja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Provinsi Sulawesi Tengah. Tugas Pokja Mangrove ini antara lain merumuskan berbagai kebijakan Pengeloalan Mangrove di Sulawesi Tengah dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait serta masyarakat dan dunia usaha. Pokja Mangrove juga bertugas mensosialisasikan dan mengoptimalkan rehabilitasi ekosistem mangrove. DAFTAR ISI Ke Halaman 2 1 DPRD Sulawesi Tengah Dorong Perda Mangrove 2 DPRD Pohuwato Prioritaskan Perda Pesisir 3 Tumpang Sari: Pengembangan Tambak yang Ramah Lingkungan 5 Ratusan Anak Pambalowo Menanam Mangrove 5 POKJA Mangrove Pohuwato Lakukan Metedologi Survei 6 Program Teluk Tomini Fasilitasi Kongres Nelayan 6. Pelatihan Metodologi dan Survei Mangrove 7 Pemerintah Bolmong Selatan Canangkan Penanaman Mangrove 8 Umar Pasandre: Menjaga Mangrove, Menjaga Kehidupan Kita

2 Fokus Butuh Kerjasama Bupati Parigi Moutong Longki Djanggola dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Administrasi Sekretariat Daerah Drs. H.Anwar Yabi mengatakan pelestarian hutan mangrove di pesisir pantai Parimo tidak bisa dilakukan hanya oleh satu lembaga saja. Namun harus dilakukan kerjasama dengan instansi terkait termasuk masyarakat. Peranan Pemerintah, swasta dan masyarakat menjadi bagian terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya pengelolaan lingkungan pesisir dan laut. Jika hal ini dilakukan secara terpadu, akan memberikan peluang untuk pengelolaan yang efektif dalam menyeimbangkan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan secara ekonomi. Tidak menutup kemungkinan ada bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih aplikatif dan adaptif. Salah satu bentuk pengelolaaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan efektifitas dalam pengimplementasian pelestarian hutan mangrove adalah pengelolaan berbasis masyarakat, ujarnya ketika membuka workshop Mangrove Action Plan di hotel Gran Mitra Parigi, Senin (29/3). DPRD Pohuwato Prioritaskan Perda Pesisir Pohuwato DPRD Kabupaten Pohuwato memprioritaskan peraturan daerah (Perda) Pengelolaan Pesisir dan pulau-pulau kecil. Anggota Komisi II DPRD Pohuwato Iwan Abay mengatakan dalam Ranperda ini salah satu yang cukup penting menjadi bahasan adalah permasalahan mangrove di Kabupaten Pohuwato. Kondisi mangrove sudah dirusak dan tak bisa dikendalikan, kata Iwan. Menurut dia, pengrusakan mangrove di Pohuwato kebanyakan dialihfungsikan sebagai areal tambak. Bahkan di Cagar Alam Tanjung Panjang kawasan mangrove yang rusak sudah 70 persen. Komisi II DPRD Pohuwato telah menemui Direktur Jenderal Konservasi (Departemen Kehutanan) untuk menyampaikan kondisi yang rusak tersebut apakah bisa ditukar dengan lokasi lain. Namun, belum ada respon untuk melepas kawasan tersebut. * Bupati mengatakan, kegiatan workshop penting dilaksanakan untuk menindaklanjuti hasil-hasil lokakarnya Pokja Mangrove yag telah dilakukan sebelumnya. Pelaksanaan workshop merupakan langkah awal bagi Pokja Mangrove dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan. Dalam workshop ini akan diupayakan penyusunan dokumen rencana aksi mangrove yang akan dijadikan acuan bagi Pokja Mangrove untuk mengambil langkahlangkah perbaikan ekosistem mangrove khususnya, dan pesisr pada umumnya. Kegiatan ini merupakan bukti nyata terhadap pelestarian hutan mangrove dan wilayah Teluk Tomini khususnya di Parimo. Saya berharap melalui kegiatan ini dapat mendorong lahirnya komitmen para pihak, terutama Pokja dalam melaksanakan pengelolaan hutan mangrove dan sumberdaya pesisir di Kabupaten Parimo secara berkelanjutan, tandasnya. Sementara itu, fasilitator workshop Mangrove Action Plan, Satrianto SE mengatakan melalui workshop ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi masyarakat agar mengetahui bagaimana cara melindungi hutan mangrove di pesisir pantai Parimo. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan kepada para peserta tentang pengelolaan hutan mangrove yang baik, katanya. [bil] Cagar Alam tanjung panjang yang dialihfungsikan sebagai areal tambak di kabupaten Pohuwato Propinsi Gorontalo 2

3 Outreach Tumpang Sari: Pengembangan Tambak yang Ramah Lingkungan Ribuan hektare hutan mangrove di pesisir Teluk Tomini terkonversi untuk tambak ikan dan udang. Perluasan tambak yang tidak ramah lingkungan ini, terutama terjadi di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah, serta Kabupaten Pohuwato dan Boalemo Provinsi Gorontalo. Akibat perluasan tambak, kondisi hutan mangrove di Teluk Tomini sebagian rusak berat. Di Parigi Moutong, hutan mangrove yang beralih fungsi sebagai lahan tambak seluas 7000 hektare. Di Kabupaten Boalemo 1500 hektare. Paling dramatis pengrusakan hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato. Dari luasan ,09 hektare, yang mengalami rusak berat ,58 hektare dan rusak 7.546,89 hektare. Pengrusakan mangrove untuk tambak di Pohuwato ikut merambah hingga ke Cagar Alam Tanjung Panjang. Silvo-fishery pond- Pemalang, Central Java Upaya mempertahankan hutan mangrove yang ada di pesisir Teluk Tomini perlu terus digalakkan, dibarengi dengan rehabilitasi lahan. Rehabilitasi ini termasuk di areal pertambakan. Kawasan mangrove yang telah dijadikan lokasi tambak dapat dihijaukan kembali melalui model tumpang sari (sylvo-fishery). Model ini sudah dikembangkan di Cikeong Jawa Barat, Pemalang Jawa Tengah dan Aceh. Di Aceh, untuk menyelamatkan pesisir telah dikembangkan model tumpang sari dengan melakukan penanaman mangrove di sekitar pematang dan bagian dalam tambak. Model ini dikembangkan Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) bersama WWF Indonesia melalui proyek Green Coast. Proyek yang didanai Oxfam ini telah memfasilitasi penanaman mangrove sebanyak 856 ribu. Pengembangan sylvo-fishery telah dilakukan pada luasan areal tambak 157 hektare, kata Project Coordinator Green Coast Indonesia I Nyoman N. Suryadiputra. Sejak 1980-an, di Aceh, terjadi alih fungsi hutan mangrove menjadi tambak. Pengrusakan hutan mangrove ini salah satunya karena merebaknya bisnis udang. Kondisi seperti ini menyebabkan lanskap pesisir Aceh menjadi rentan terhadap bencana. Ketika terjadi tsunami pada Desember 2004, pematang tambak hancur dihantam gelombang tsunami. Kolam tambak terisi lumpur, bahkan pemukiman hancur dihantam tsunami. Bila hutan mangrove masih memadai di pesisir, diduga hantaman gelombang tsunami tidak akan menimbulkan kerusakan yang parah. Pada Oktober 2005, Green Coast mulai memperkenalkan model sylvo-fishery. Model ini merupakan pengembangan tambak yang ramah lingkungan dengan perpaduan hutan (sylvo) dan budidaya perikanan (fishery). Model penghijauan tambak ini tak hanya bermanfaat bagi lingkungan. Efek model tumpang sari dapat membuahkan nilai ekonomi. 3

4 Outreach Menurut Nyoman dengan penerapan model tumpang sari konstruksi tambak akan menjadi kuat. Akar mangrove akan mengikat tanah, sehingga pekerjaan membuang lumpur tambak secara periodik tak perlu dilakukan. Pematang yang ditumbuhi mangrove akan membuat nyaman pejalan kaki karena ada rimbunan tajuk tanaman. Lebih penting lagi, akan ada peningkatan keanekaragaman hayati. Lokasi yang ditumbuhi mangrove akan memicu pertumbuhan bibit ikan alami dan kepiting. Selain itu, daun tanaman mangrove dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, terutama kambing. Silvo-fishery pond- cikeong, West Java Nyoman menjelaskan bahwa tambak yang ramah lingkungan akan mencegah erosi pantai dan instrusi air laut. Kualitas air tambak akan terjaga karena fungsi perakaran mangrove yang mampu menyerap limbah padat dan mikroba. Adanya tumbuhan mangrove akan mengurangi dampak bencana alam, seperti badai dan gelombang air pasang. Dalam skala yang lebih luas, dengan pengembangan model pertambakan sylvo-fishery ini akan menciptakan sabuk hijau di pesisir (coastal green belt). Keberadaan sabuk hijau akan melindungi aset negara dan individu, serta ikut mendukung program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Peran tumbuhan mangrove akan menangkap dan mengikat CO 2 (karbondioksida) dari atmosfir dan melindungi pemukiman dari kecenderungan naiknya muka air laut, kata Nyoman.* WARTA TELUK TOMINI dipublikasi Program Teluk Tomini (SUSCLAM). Penasehat Teknis Rita Lindayati, Koordinator Program Teluk Tomini : Rahman Dako Informasi dan Komunikasi : Ramang H. Demolingo. Administrasi : Eva Wirna Razak. Keuangan : Ismail. Isi tulisan dan fotografi : Tim Program Teluk Tomini. Alamat Kantor Program Teluk Tomini Jl. Makassar No. 40 Kelurahan Dulalowo, Kotamadya Gorontalo 96112, Indonesia. Telpon / faks admin@teluktomini.org. Website: Kirimkan tulisan anda pada : WARTA TELUK TOMINI & Website : 4

5 Ratusan Anak Pambalowo Menanam Mangrove Aktivitas Pokja Mangrove Pohuwato Lakukan Pelatihan Metodologi Survei Pohuwato Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Kabupaten Pohuwato melakukan pelatihan metodologi survei ekosistem mangrove. Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari (21 23 Juni) bekerjasama dengan SUSCLAM (Sustainable Costal Livelihoods and Management). PARIGI Seratusan anak dibawah usia 15 tahun melakukan aksi penanaman mangrove di Desa Pambalowo Kabupaten Parigi Moutong, minggu (28/3). Penanaman yang berada di kawasan trans nelayan itu melibatkan aktivis lingkungan dari El capitan dan Yayasan Pusaka Uwelutu (YASALU). Kami sengaja melibatkan anak-anak yang usianya rata-rata 15 tahun ke bawah sebagai bagian dari pengenalan lingkungan terhadap genarasi muda, ujar Direktur YASALU Hamzah Tjakunu, atau yang akrab disapa Ateng. Ateng menjalaskan, aksi tersebut juga merupakan kampanye Program Teluk Tomini (SUSCLAM) untuk pengenalan dan kepedulian terhadap keberadaan mangrove. Diharapkan, melalui aksi ini bisa memberikan pengaruh bagi anak-anak yang sejak usia dini mulai menanam dan memelihara mangrove, serta program lingkungan lainnya. Di masa mendatang, anak-anak mempunyai ingatan yang kuat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Di wilayah Teluk Tomini, kata Ateng, keberadaan hutan mangrove hampir setiap hari hilang. Hal ini mengakibatkan abrasi pantai yang akhirnya berdampak pada pemukiman di pesisir pantai. Sering kali kawasan pesisir di landa air pasang yang masuk dan menenggelamkan rumah penduduk. Ini terjadi salah satunya karena hilangnya hutan mangrove, katanya. Kabupaten Parimo memiliki hutan mangrove yang cukup luas. Namun, mangrove ini sebagian telah beralih fungsi. Melalui penanaman mangrove yang dilakukan anak-anak, akan mendekatkan pesan-pesan lingkungan. Anak-anak sangat antusias selama mengikuti kegiatan ini. Kami senang sekali karena banyak pohon yang torang tanam, kata Dangker, salah seorang bocah yang paling banyak menanam bibit mangrove. (mbh) Ketua Pokja Mangrove Iwan Abay mengatakan keberadaan mangrove di pohuwato sudah kritis. Sementara ketergantungan masyarakat pesisir terhadap ekositem mangrove sangatlah besar. Karena itu, Pokja Mangrove mengharapkan kerjasama dengan lembaga atau pun instansi lain dalam melakukan survei. Menurut Iwan, terkait dengan kasus pengrusakan mangrove di Cagar Alam Tanjung Panjang komisi II DPRD Pohuwato akan membentuk Pansus (Panitia khusus). Pembukaan lahan tambak dalam skala besar telah menghancurkan ekosistem yang ada di kawasan cagar alam ini. Menurut Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara & Gorontalo Untung Suprato, perlu adanya pemahaman bagaimana ekosistem yang baik. Untuk itu, sosialisasi pemahaman lingkungan harus didukung dengan kegiatan pendapatan ekonomi dan pemberdayaan pesisir. Terutama bagi masyarakat di kawasan Teluk Tomini. Pelatihan metodologi survei mangrove ini difasilitasi ahli mangrove dan dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Dr Rignolda Djamaludin. Rignolda memberikan materi pemahaman tentang berbagai jenis mangrove serta biota yang ada di daerah Pohuwato. Hadir dalam kegiatan ini instansi pemerintah, perwakilan masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Instansi yang berperan dalam Pokja Mangrove antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato, Bappeda, Dinas Kehutanan, Polisi Perairan, Dinas Pertanian, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata. * 5

6 Aktivitas Program Teluk Tomini Fasilitasi Kongres Nelayan Pelatihan Metodologi dan Survei Mangrove TILAMUTA Program Teluk Tomini (SUSCLAM, Sustainable Costal Livelihoods and Management) memfasilitasi kongres nelayan di Desa Pentadu Timur, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo. Kongres ini dibuka Wakil Bupati La Ode Haimudin. Menurut Haimudin Teluk Tomini memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Dengan potensi ini, menjadi tantangan besar adalah eksploitasi yang tidak terkendali. Meskipun data dan penelitian resmi mengenai hal ini belum ada, tetapi indlikator di lapangan menunjukan kondisi seperti itu. Jika demikian, menurut Haimudin, akan berimplikasi pada tingginya angka kemiskinan masyarakat nelayan di sekitar Teluk Tomini. Dengan persoalan ini makin mempertegas pentingnya gerakan untuk membentuk satu wadah yang bisa menampung aspirasi nelayan. Solidaritas nelayan yang terorganisir dalam bentuk organisasi yang kuat bisa menjadikan masyarakat lebih mandiri. Karena itu, melalui Kongres Nelayan Teluk Tomini diharapkan bisa menciptakan' kesepahaman dalam menggalang kebersamaan bagi komunitas nelayan. "Saya memberikan apresiasi kepada SUSCLAM yang telah menyelenggarakan kongres nelayan Teluk Tomini, dan mudah-mudahan dengan kongres ini bisa menciptakan kesepahaman dan solidaritas antar komunitas nelayan, serta bisa membentuk organisasi nelayan yang lebih kompetibel, kata Haimudin seperti dikutip Gorontalo Post, Kamis (25/6). Kongres ini dihadiri berbagai utusan nelayan di kabupaten Boalemo. Tujuan kegiatan ini untuk menciptakan kesepahaman bersama tentang kondisi yang dialami komunitas nelayan, khususnya yang ada dikawasan Teluk Tomini. Selain itu, kegiatan ini diharapkan dapat menggalang solidaritas antar komunilas nelayan. * Sumber: Gorontalo Post, Jumat, 25 Juni Molibagu Pelatihan metodologi dan survei mangrove dan monitoring partisipatif berlangsung di Molibagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara. Pelatihan ini difasilitasi ahli mangrove dan Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Dr Rignolda Djamaluddin. Pelatihan dimulai 1 Juni hingga 3 Juni lalu. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Dr Surya Darwisito MSc, mengatakan ekosistem mangrove sangat penting buat kita yang berada di sepanjang garis pantai Teluk Tomini. Secara total Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan memiliki garis pantai 249 kilometer. Mangrove adalah daerah perlindungan dari abrasi, katanya. Menurut Surya, Program SUSCLAM di Bolaang Mongondow Selatan langsung berhadapan dengan masyarakat. SUS- CLAM juga telah melakukan pembekalan pada kurikulum khususnya materi Lingkungan Hidup. Ini merupakan segi positif yang baik buat daerah baru seperti Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Khusus untuk Dinas Kelautan dan Perikanan, menurut Surya, akan dibuat daerah perlindungan laut (DPL). DPL akan segera direalisasikan untuk konservasi lingkungan mangrove. Dalam waktu dekat akan diusulkan Peraturan Daerah dalam bentuk draft untuk pengawasan laut sendiri, kata Surya. Kegiatan pelatihan metodologi survei ini dihadiri Koordinator SUSCLAM Rahman Dako, Fasilitator Kabupaten, anggota kelompok kerja mangorve dan perwakilan nelayan. Metode yang diberikan fasilitator dalam pelatihan ini antara lain: pengetahuan tentang mangrove, seperti tempat hidup mangrove, jenis mangrove yang ada di Bolaang Mongondow Selatan. Selain itu, bagaimana cara membedakan jenis mangrove, perkembangan mangrove dan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Setelah pelatihan, dilanjutkan dengan survei lapangan. Melalui survei diharapkan dapat menghasilkan data yang akurat tentang luasan dan kondisi mangrove di Bolaang Mongondow Selatan. * 6

7 Aktivitas Pemerintah Bolmong Selatan Canangkan Penanaman Mangrove Dudepo Pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Selatan bersama masyarakat mencanangkan penanaman mangrove di Desa Dudepo. Bupati Bolmong Selatan yang diwakili Sektretaris Daerah Drs Gunawan Lombu, S.Pd bersama sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ikut terlibat dalam penanaman ini. Hutan bakau atau hutan mangrove perlu dipertahankan keberadaannya, kata Bupati dalam sambutan tertulis yang dibacakan Gunawan, Selasa, (11/5). Menurut Bupati, serasah atau daun mangrove menghasilkan cukup banyak unsur hara. Unsur hara ini menjadi sumber makanan ikan. Mangrove yang tumbuh menjadi tempat bertelur ikan. Kalau kita tidak bisa menjaga hutan bakau, besar kemungkinan akan kehilangan potensi produksi ikan. Melalui kegiatan pencanangan penanaman mangrove, kata Bupati, akan memberi pelajaran kepada kita semua bahwa mangrove perlu dipertahankan. Hal ini karena berhubungan dengan ikan yang ditangkap nelayan. Ikan hasil tangkapan akan dikonsumsi sebagai protein bagi tubuh kita. Penting diketahui bahwa posisi Kabupaten Bolmong Selatan berada di wilayah Teluk Tomini yang memiliki berbagai potensi. Wilayah perairan laut Bolmong Selatan menghasilkan cukup banyak ikan. Selain di pesisir dan laut, di daratan pun potensinya cukup beragam. Tantangan bagi kita semua di kabupaten ini adalah bagaimana mampu mengoptimalkan potensi sumberdaya yang tersedia untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan benar tanpa harus merusak, ujar Bupati. Bupati menjelaskan ketika kita kehilangan hutan bakau yang menjadi ancaman adalah abrasi pantai dan bahaya tsunami. Abrasi dan tsunami merupakan bencana yang dapat mengancam yang hidup di pesisir. Untuk itu, perlu dilakukan rehabilitasi hutan bakau dengan cara menanam kembali. Hanya dengan menjaga dan menanam kawasan yang rusak, yang ada di pesisir pantai Bolmong Selatan akan merasa aman dari bencana laut. Setelah melakukan pencanangan penanaman mangrove, Sektretaris Daerah Gunawan Lombu meresmikan kantor Pokja Mangrove. Dilanjutkan dengan penyerahan bantuan mesin katinting dari program SUSCLAM kepada 20 orang perwakilan dari masyarakat Desa Dudepo dan Duminanga. Acara ini dihadiri Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Dr. Surya Darwisito MSc, Kepala Dinas Peindustrian, Perdagangan dan Koperasi Achmad Gobel, SH serta Kepala Desa Dudepo Haniko Hurudji bersama masyarakat Desa Dudepo dan Duminanga. Sebelum kegiatan ini, selama dua minggu wakil warga Desa Dudepo dan Duminanga telah mengikuti pelatihan kerajinan meubel bambu. Pemanfaatan bambu untuk dibuat tempat duduk (kursi) sangat menarik. Sebab, Bolmong Selatan kaya akan bambu. Di Bolmong Selatan, bambu hanya dimanfaatkan sebagai rakit, pagar halaman rumah dan dego-dego. Ternyata bambu bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi satu kerajinan yang memiliki harga, ujar Bupati. Kepala Dinas Peindustrian, Perdagangan dan Koperasi Achmad Gobel mengharapkan peserta yang telah mengikuti pelatihan kerajinan meubel bambu bisa menjadi pengrajin di desanya.* 7

8 Profil Umar Pasandre: Menjaga Mangrove, menjaga kehidupan kita Upaya melakukan penyadaran lingkungan tak henti-henti dilakukan Umar Pasandre. Dengan motivasi dan tekad yang kuat, ayah dari dua putri ini, selalu mendiskusikan ancaman-ancaman bila terjadi pengrusakan lingkungan. Khususnya penanaman mangrove, Umar melakukan kegiatan ini secara swadaya dan bersama organisasi Forum Pemuda Pelajar Bajo di Desa Torosiaje dan Torosiaje Jaya, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato. Di Desa Torosiaje telah dilakukan penanaman mangrove pada luasan 20 hektar dengan jumlah bibit yang di tanam kurang lebih propagule/pohon. Kegiatan ini difasilitasi JAPESDA (Jaring Pengelola Sumberdaya Alam) dan Program Teluk Tomini (SUSCLAM). Dengan ketekunan ini, Umar yang lahir di Desa Torosiaje 14 April 1969, masuk sebagai salah satu nominasi penghargaan SUMO (Suharso Monoarfa) AWARD. Umar terpilih menjadi salah satu tokoh desa dan tokoh masyarakat yang peduli lingkungan mewakili Desa Torosiaje Jaya. SUMO AWARD merupakan salah satu yayasan yang setiap 2 (dua) tahun memberikan penghargaan kepada para tokoh desa, tokoh pejuang guru dan masyarakat yang telah mengabdi kurang lebih 20 tahun di daerah terpencil khususnya di Propinsi Gorontalo. Umar yang menikah dengan Neti Kaba, sejak 1987 mengabdikan dirinya dalam kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat desa, baik masalah ekenomi, pendidikan, sosial budaya serta masalah lingkungan. Semua ini dilakukan tanpa dorongan siapapun. Dalam menangani masalah lingkungan, di Desa Torosiaje mulai terancam alih fungsi lahan mangrove yang di jadikan tambak, bahan bangunan dan kayu bakar. Dengan berbagai permasalahan itu, Umar mengambil langkah langkah dengan melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman pada masyarakat terkait dengan fungsi dan manfaat tanaman mangrove bagi kehidupan masyarakat pesisir. Menurut Umar, menjaga mangrove sama halnya dengan menjaga kehidupan kita. Ke depan semua pihak bersama sama menjaga dan melestarikan sumber daya alam untuk anak cucu nanti. Semangat juang dalam pelestarian lingkungan ini menjadi teladan bagi yang lain. * Umar Pasandre 8

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

Menghijaukan Tambak-tambak di Aceh dengan Mangrove: Menyelamatkan Pesisir

Menghijaukan Tambak-tambak di Aceh dengan Mangrove: Menyelamatkan Pesisir Menghijaukan Tambak-tambak di Aceh dengan Mangrove: Menyelamatkan Pesisir Hutan mangrove di Aceh telah mengalami puncak alih fungsi menjadi tambak sejak merebaknya bisnis udang di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terdiri dari 17,508 buah pulau yang besar dan yang kecil secara keseluruhan memiliki panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak Ekosistem mangrove di Aceh Tamiang, Aceh, ini harus dijaga karena tidak hanya melindungi wilayah pesisir tetapi juga sebagai penyedia sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kota industrinya yang menjadikan Cilacap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

Tanjung Panjang Yang Tak Panjang

Tanjung Panjang Yang Tak Panjang Pengrusakan Mangrove di Kabupaten Pohuwato Tanjung Panjang Yang Tak Panjang Oleh : Christopel Paino Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang meliputi Desa Patuhu Kecamatan Randangan, merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

1/12 COLABORATIVE MANAGEMENT UNTUK KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL DI KABUPATEN PEMALANG

1/12 COLABORATIVE MANAGEMENT UNTUK KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL DI KABUPATEN PEMALANG 1/12 COLABORATIVE MANAGEMENT UNTUK KAWASAN EKOSISTEM ESENSIAL DI KABUPATEN PEMALANG Nama Diklat : Dikpim III Angk XXX Tahun : 2017 Ruang lingkup inovasi : Kabupaten/Kota Cluster inovasi : Kehutanan & Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya penggunaan hutan dan beragamnya alih fungsi hutan di Indonesia telah menyebabkan kerusakan yang parah terhadap sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu global yang paling banyak dibicarakan saat ini adalah penurunan kualitas lingkungan dan perubahan iklim yang salah satu penyebabnya oleh deforestasi dan degradasi

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tektonik besar yang terus bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN. tektonik besar yang terus bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis, Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yang terus bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan yang memiliki ciri khas didominasi pepohonan yang mampu tumbuh di perairan asin. Komunitas pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STRATEGI TINDAK LANJUT

STRATEGI TINDAK LANJUT VII. STRATEGI TINDAK LANJUT Pendahuluan Kampanye tahap pertama yang dilakukan di Kompleks hutan rawa gambut Sungai Putri baru saja berakhir Juli 2010 lalu. Beberapa capaian yang dicatat dari kampaye tersebut:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air laut baik. Mangrove juga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan lain, keunikannya diantaranya

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah - Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PADA LOKAKARYA MENYIAPKAN SKEMA PENGELOLAAN HUTAN BERBASISKAN MASYARAKAT SEBAGAI PENERIMA MANFAAT UTAMA PENDANAAN KARBON

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1 39 PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI Bau Toknok 1 Wardah 1 1 Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Email: bautoknok@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 130 TAHUN 2014 T E N T A N G

PROVINSI SULAWESI UTARA KEPUTUSAN BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA NOMOR 130 TAHUN 2014 T E N T A N G - 1 - NOMOR 130 TAHUN 2014 T E N T A N G KELOMPOK KERJA TEKNIS DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA BUPATI BOLAANG MONGONDOW UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang tugas Dewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL TOMINI TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL TOMINI TAHUN 2015

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL TOMINI TAHUN 2015 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL TOMINI TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL TOMINI TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan masyarakat tumbuhan atau hutan yang beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki peranan penting dan manfaat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 87 /KUM/2013 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 87 /KUM/2013 TENTANG BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 188.45 / 87 /KUM/2013 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN BARITO KUALA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI PERKECAMATAN UNTUK SEKTOR PERTANIAN DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan bakau merupakan salah satu ekosistem lautan dan pesisir yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dibeberapa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG

DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG DATA PERENCANAAN DESA KELURAHAN MAWALI KECAMATAN LEMBEH UTARA KOTA BITUNG 1. PENGELOLAAN DAERAH PERLINDUNGAN LAUT (DPL) 1. Menjaga dan memperbaiki kualitas ekosistem terumbu karang dan habitat yang berhubungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA

BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 48 BAB VI DAMPAK KONVERSI MANGROVE DAN UPAYA REHABILITASINYA 6.1. Dampak Konversi Mangrove Kegiatan konversi mangrove skala besar di Desa Karangsong dikarenakan jumlah permintaan terhadap tambak begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Salah satunya terjadi pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia, yakni tercatat sekitar 95.181 km. Panjang garis pantai tersebut menyimpan hutan bakau yang luas dan rindang.

Lebih terperinci