BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH"

Transkripsi

1 24 BAB II DASAR HUKUM CAMAT SEBAGAI PPAT SEMENTARA BERWENANG MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Pengangkatan Camat Sebagai PPAT Sementara Pengertian Camat ini dapat dilihat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu Pegawai Pamong Praja yang mengepalai Kecamatan. 18 Camat sebagai salah satu organ pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Pada zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan menempati posisi strategis. Camat mengurus hampir semua urusan pemerintahan yang di wilayah administratifnya. Perubahan politik desentralisasi di Indonesia merubah posisi Camat dan kecamatan sebagai wilayah administratif. Dalam Sejarahnya pada masa Pemerintah Belanda tahun 1870, Kantor Kecamatan dikenal dengan nama Onderan pada masa itu Camat disebut Asistene Wedana. Sejak tanggal 7 Maret 1942 Onderan beralih di bawah pemerintahan Jepang sampai pada Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, dan kembali di bawah Pemerintahan Indonesia sejak tahun Kemudian pada tahun 1974 di keluarkan suatu peraturan daerah dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dimana Setiap wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah 1, untuk wilayah Kecamatan Camat. Kepala wilayah sebagai wakil pemerintah adalah penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. 18 Poerwodharmo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal 181.

2 25 Demikian mantan Camat Marbau Kabupaten Labuhan Batu (tahun ) Lahmuddin Harahap mengatakan bahwa : Camat sebelum kemerdekaan Indonesia bernama onder distrik hof (kepala onder distrik). Setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sampai dengan tahun 1974 nama Camat sebagai onder distrik hof digantikan dengan nama Asisten Wedana. Pada tahun 1974 lahirlah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah. Selanjutnya pada tahun 1998 dikeluarkan peraturan pelaksana Undang-undang pemerintah daerah tersebut dengan PP No. 19 Tahun 1998 Tentang Kecamatan, bahwa "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan". Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam rangka menyesuaikan peran kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan masyarakat kemudian pada tahun 1999 diterbitkanlah Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Peraturan Daerah, di mana sebelumnya bernama Kantor Kecamatan diubah menjadi Kantor Camat, dan Camat tidak lagi menjadi Kepala Wilayah melainkan sebagi Perangkat Daerah Kabupaten yang bertanggungjawab kepada

3 26 Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan pelayanan umum. Pada masa UU No. Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-undang tersebut. Kepada setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan menurut Pasal 66 ayat (4) UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan Camat bersifat delegatif, artinya Camat baru memiliki kewenangan apabila ada tindakan aktif dari Bupati/Walikota melimpahkan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya. Di dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari Bupati atau Walikota. Dalam melaksanakan kewenangannya, Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota. Selain sebagai seorang kepala kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara adalah sama dengan kedudukan PPAT, yaitu sebagai pejabat umum. Hanya saja kedudukan Camat adalah sebagai PPAT Sementara yang diangkat karena jabatannya sebagai kepala kecamatan untuk mengisi kekurangan PPAT di kecamatannya pada Kabupaten/Kotamadya yang masih terdapat kekurangan formasi PPAT. Apabila untuk Kabupaten/Kotamadya

4 27 tersebut PPAT sudah terpenuhi, maka Camat yang bersangkutan tetap menjadi PPAT Sementara, sampai ia berhenti menjadi kepala kecamatan dari kecamatan itu. Adapun kaitan Camat berwenang membuat akta peralihan hak atas tanah di dasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan bahwa : Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun sebelum diterbitkannya peraturan yang dimaksud tersebut melalui Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, Kepala Kecamatan (Camat) dalam kedudukannya dan fungsinya sebagai wakil pemerintah diberi kewenangan untuk memberi atau pembukaan hak atas tanah. Demikian setelah diterbitkannya peraturan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dengan PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, Camat (pegawai pamongpraja) juga diberi kewenangan membuat akta peralihan hak atas tanah dengan sebutan sebagai penjabat sebagaimana diuraikan dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 yaitu Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : penjabat). Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 Tentang Penunjukan Pejabat Yang

5 28 Dimaksud Dalam Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak Dan Kewajibannya, Penjabat yang dimaksud adalah : 1. Notaris; 2. Pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan departemen agraria; 3. Para pegawai pamongpraja yang pernah melakukan tugas seorang pejabat; 4. Orang yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Menteri Agraria. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas tanah, Camat diberikan kewenangan khusus di bidang pertanahan untuk membuat keputusan izin membuka tanah, namun dalam pemberian ijin membuka tanah tersebut para Camat kurang memperhatikan segi-segi kelestarian lingkungan hidup dan tata guna tanahnya dan tidak jarang dijumpai ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan yang akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian tanah dan sumber-sumber air, maka Menteri Dalam Negeri mencabut kembali kewenangan Camat tersebut dengan suratnya No. 593/5707 tanggal 22 Mei Surat Menteri Dalam Negeri tersebut juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara dengan No.593/15634 Tanggal 27 Juni Demikian halnya dengan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, setelah berjasa memberikan landasan hukum bagi pendaftaran tanah di Indonesia dalam kurun waktu 36 tahun, disamping kurang mengadopsi ke akurasian pelaksanaan (mulai dari proses awal sampai pendokumentasian dan penyimpanan data pendaftaran), juga tidak lagi dianggap memberikan kepastian hukum dan

6 29 kepastian hak sesuai tuntutan masyarakat dan dinamika perkembangan zaman, 19 sehingga diterbitkannyalah PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 7 ayat (2) PP No. 24 tahun1997 tersebut menyebutkan bahwa : Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara. Sedangkan Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997 yaitu PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 tersebut, Camat mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah Susun di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara. Camat sebagai PPAT Sementara, keberadaannya didasarkan pada wilayah kerja di Kecamatan karena jabatannya dimana yang bersangkutan berkedudukan sebagai kepala wilayah sebagaimana diuraikan dalam UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah. Namun dengan berkembangnya keadaan sosial masyarakat serta peraturan perundang-undangan yang mengaturnya maka dengan Undangundang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, pengertian Camat bukanlah kepala wilayah melainkan sebagai perangkat daerah di wilayah/pemangku wilayah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, hal Suharjono, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT Sementara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal 33.

7 30 Demikian Yusuf Syarianto mengatakan bahwa : Apabila Camat telah dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut juga dilantik menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Artinya Camat yang juga merangkap sebagai PPAT yang pada saat itu wilayah kerjanya adalah wilayah kecamatannya itu sendiri. Camat selaku PPAT pada saat itu tidak dibenarkan membuat akta diluar wilayah kecamatan yang dipimpinnya. Beda dengan peraturan sekarang pada saat Camat dilantik menjadi Kepala Wilayah Kecamatan maka Camat tersebut tidak serta merta menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Camat yang telah dilantik sebagai kepala wilayah tersebut untuk dapat diangkat menjadi PPAT maupun PPAT Sementara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi tempat dimana camat tersebut menjadi Kepala Wilayah Kecamatan.Apabila permohonan untuk menjadi PPAT ataupun PPAT Sementara diterima oleh Kantor Badan Wilayah Pertanahan Nasional maka barulah Camat tersebut dapat dilantik menjadi PPAT maupun PPAT Sementara. Jangka waktu pengajuan permohonan Camat selaku PPAT maupun PPAT Sementara dengan proses pelantikannya sebagai PPAT maupun PPAT Sementara minimal 5 bulan setelah permohonan sebagai PPAT maupun PPAT Sementara tersebut disetujui oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi. 21 Sehingga dalam melaksanakan pembuatan akta yang menguatkan perbuatan hukum peralihan atas tanah, maka Camat terlebih dahulu diangkat sebagai PPAT- Sementara, sedang terhadap tanah yang berstatus tanah negara, tidak ada kewenangan Camat baik selaku perangkat daerah maupun selaku PPAT untuk membuatkan aktanya. Dasar hukum pengangkatan Camat sebagai PPAT Sementara dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT, yang menyebutkan bahwa : Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Menteri dapat menunjuk pejabat- 21 Yusuf Syarianto, Camat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan Historis), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 29.

8 31 pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus, Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT sebagai PPAT Sementara. 22 Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan dapat menunjuk Camat dan/atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara. Jadi PPAT Sementara adalah Camat yang ditunjuk dan diangkat sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik di bidang pertanahan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi. Penunjukkan Camat selaku PPAT Sementara adalah untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. 23 Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah PPAT belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri untuk setiap daerah kerja PPAT dengan mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut : a. Jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan; 22 A.A Mahendra, Tugas dan Wewenang Jabatan PPAT Sementara, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bumi Bakti, Jakarta, 2006, hal 10.

9 32 b. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan; c. Jumlah bidang tanah yang sudah disertipikat di daerah yang bersangkutan; d. Frekuensi peralihan hak di daerah yang bersangkutan dan prognosa mengenai pertumbuhannya; e. Jumlah rata-rata akan PPAT yang dibuat di daerah kerja yang bersangkutan. Formasi PPAT ditetapkan secara pariodik dan dintinjau kembali apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut di atas, dan apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT. 24 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakantugas PPAT dengan membuay akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau atas Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus 24 Soetomo, Penerapan Peraturan Di Bidang Akta Pertanahan, (PPAT), Pustaka Ilmu, Jakarta, 2010, hal 19.

10 33 disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, asli akta, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya. 25 Menurut Pasal 1 ayat (24) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang dimaksud dengan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu, yaitu akta daripada perjanjian-perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan suatu hak atas tanah sebagaimana diatur dalam peraturan pendaftaran tanah sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ditetapkan, bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Menurut Pasal 6 PP No. 37 Tahun 1998, mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai berikut: 1. Kewarganegaraan Indonesia; 2. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun; 3. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan 4. Yang dibuat oleh instansi kepolisian setempat 5. Belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan 6. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh 7. Kekuatan hukum tetap 8. Sehat jasmani dan rohani 9. Lulus program spesialis notariat atau program khusus PPAT 10. Yang diselenggarakan lembaga pendidikan tinggi 11. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional Dengan adanya persyaratan dari Pasal 6 ini, maka sudah jelas siapa yang dapat diangkat sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis Mirwan Amir, Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Oleh PPAT, Media Ilmu, Jakarta, 2008, hal

11 34 notariat atau program pendidikan tinggi disamping harus pula lulus dari ujian yang diadakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Kantor Pertanahan Nasional. Dengan demikian kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan mungkin. Kalaupun ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka tentunya pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas dispensasi tersebut. Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat menunjuk Camat dan atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai PPAT Sementara. Penujukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan di daerah kabupaten kota sebagai wilayah kerjanya yang masih tersedia formasi PPAT, dimana keputusan penunjukkan camat sebagai PPAT Sementara tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah, dimana keputusan penunjukkannya ditandataangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 26 Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No. 10 tahun 1961, bahwa apabila untuk sesuatu Kecamatan belum ditunjuk seorang Pejabat secara khusus, maka Camat karena jabatannya menjadi Pejabat pembuat Akta Tanah. Artinya tanpa memerlukan surat keputusan dari menteri Pertanian dan Agraria. Maka dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan PPAT Sementara itu adalah Kepala 26 Musdar Ali, Kedudukan Hukum Notaris dan PPAT Ditinjau Dari Peraturan Perundang- Undangan, Mitra Ilmu, Jakarta, 2009, hal 13.

12 35 Kecamatan, dan pengangkatan seorang Camat sebagai PPAT Sementara ditunjuk langsung karena jabatannya. Namun dengan berkembangnya hukum di Indonesia pada saat ini serta guna menjamin kepastian hukum, penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara memerlukan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Mengenai pengangkatan Pejabat pembuat Akta Tanah Sementara dinyatakan dalam Pasal 18 peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, bahwa dalam hal tertentu Kepala Badan Pertanahan Nasional republik Indonesia dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa karena jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS). Penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara tersebut tidak serta merta secara otomatis Camat tersebut diangkat sebagai PPAT Sementara, tetapi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT yang menyebutkan bahwa untuk keperluan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukan sebagai PPAT Sementara kepada Kepala BPN dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui kepala Kantor Wilayah. Bagi Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengikuti pembekalan teknis pertanahan yang

13 36 diselenggarakan oleh BPN RI yang penyelenggaraannya dapat bekerjasama organisasi profesi PPAT. Keputusan penunjukan Camat sebagai PPAT Sementara diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis pertanahan, dan untuk keperluan pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara, setelah menerima keputusan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat paling lama 3 (tiga) bulan. Apabila Camat yang telah ditunjuk sebagai PPAT Sementara tidak melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana waktu yang telah ditentukan di atas, maka keputusan penunjukan sebagai PPAT Sementara yang bersangkutan batal demi hukum. 27 Sebelum melaksanakan tugasnya, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara harus dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di hadapan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota didaerah kerja Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan. Kewajiban Sumpah ini diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun Sumpah Jabatan yang diucapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan, dilakukan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi. Sumpah Jabatan Pejabat 27 Khairuddin Ahmad, PPAT Sebagai Pejabat Khusus di Bidang Pertanahan, Media Ilmu, Jakarta, 2009, hal 23.

14 37 Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Tanah Sementara dibentuk dalam susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri. Camat menjadi PPAT Sementara apabila ditunjuk oleh Menteri, untuk daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Di daerah yang sudah terdapat PPAT dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, Camat baru tidak lagi ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Surat penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri. Ketentuan mengenai penunjukkan PPAT Sementara dapat dijelaskan sebagai berikut : Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah Kabupaten/Kota yang formasi PPATnya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara. 2. Surat Keputusan Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atas nama Kepala Badan Pertanahan Nasional. 3. Untuk keperluan penunjukkan sebagai PPAT Sementara, Camat yang bersangkutan melaporkan pengangkatannya sebagai PPAT Sementara kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan tersebut. 4. Penunjukkan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah diadakan penelitian mengenai keperluannya 28 Alben Dariyanto, Tugas dan Kewenangan PPAT, Tinjauan Yuridis Berdasarkan PP No. 24, Tahun 1997 dan PP No. 37 Tahun Pustaka Ilmu, Jakarta, Hal 45.

15 38 berdasarkan letak desa yang sangat terpencil dan banyaknya bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa tersebut. Syarat-syarat bagi Camat untuk ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara menurut Pasal 19 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 yaitu : 1. Penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara dilakukan dalam hal di daerah Kabupaten/Kota sebagai wilayah kerjanya masih tersedia formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah. Keputusan penunjukkan Camat sebagai pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ditetapkan oleh Kepala BPN RI yang pelaksanaannya dapat diselenggarakan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi (Kakanwil BPN Provinsi). 2. Untuk keperluan penunjukkan Camat sebagai PPAT Sementara, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penunjukkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara kepada Kepala BPN RI dengan melampirkan salinan atau fotocopy keputusan pengangkatan sebagai Camat melalui Kakanwil BPN Provinsi. 3. Apabila keputusan penunjukkan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara diselenggarakan Kakanwil BPN Provinsi, keputusan penunjukkan ditandatangani oleh Kakanwil BPN Provinsi atas nama Kepala BPN RI. 4. Keputusan penunjukkan tersebut diberikan kepada yang bersangkutan setelah selesai pelaksanaan pembekalan teknis pertanahan.

16 39 Dalam hal Pejabat Pembuat Akta Tanah berhenti dari jabatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, karena : 1. Meninggal dunia; 2. Telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; 3. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT; 4. Diberhentikan oleh Menteri. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara, oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat perlu ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut, yang dimaksud dengan daerah yang cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah daerah yang jumlah Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum memenuhi formasi yang ditetapkanmenteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 37 Tahun 1998 tersebut. Di daerah yang sudah cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah baru, Camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang masyarakat akan merasakan kesulitan

17 40 apabila harus pergi ke kantor kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu : Daerah kerja PPAT diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun a. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota b. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. Untuk daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan menjadi 2 (dua) atau lebih tentunya dapat mengakibatkan perubahan daerah kerja PPAT di daerah yang terjadi pemekaran atau pemecahan tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 PP No. 37 Tahun 1998 sebagai berikut : a. Apabila suatu wilayah kabupaten/kota dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undangundang tentang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru PPAT yang daerah kerjanya adalah kabupaten/kota semua harus memilih salah satu wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi wilayah kabupaten/kota letak kantor PPAT yang bersangkutan. b. Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang pembentukan kabupaten/kota Daerah Tingkat II yang baru. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam ayat (1) memberikan suatu kemudahan kepada PPAT untuk memilih salah satu wilayah kerjanya, dan disamping 29 Habib Adjie, Percikan Pemikiran Tentang Jabatan dan Akta PPAT, Revika Aditama, Bandung, 2009, hal 16.

18 41 itu PPAT tersebut diberi tenggang waktu satu tahun untuk memilih, dan jika dia tidak memilih salah satu dari daerah tersebut, maka dianggap dia telah memilih kantor pertanahan di daerah kerjanya dan atas daerah kerja lainnya setelah satu tahun tidak lagi berwenang. Sedangkan dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di wilayah daerah Tingkat II yang baru maupun yang lama. 30 Camat berhenti menjabat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, dikarenakan : 1. Meninggal dunia. 2. Diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Camat dengan tempat kedudukan di Kecamatan yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT Sementara. 3. Tidak lagi memegang Jabatan sebagai PPAT Sementara. 4. Diberhentikan oleh pejabat dibidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya. Setelah Camat berhenti dan jabatannya sebagai pejabat Pembuat Akta tanah Sementara, maka Camat tidak lagi berwenang membuat akta PPAT sejak tanggal terjadinya peristiwa (sejak tanggal berhentinya Camat sebagai PPAT Sementara). PPAT Sementara wajib menyerahkan protokol PPATnya kepada PPAT, PPAT Sementara atau kepada Kepala Kantor Pertanahan. Penyerahan protokol PPAT yang 30 Ahmad Jiwan Dono, Kedudukan PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Otentik, Revika Aditama, Bandung, hal 29.

19 42 berhenti menjabat bukan karena meninggal dunia dilakukan kepada PPAT lain yang ditentukan oleh PPAT yang berhenti menjabat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal berhenti PPAT Sementara yang bersangkutan atau, apabila menurut pemberitahuan dari PPAT yang bersangkutan tidak ada yang ditentukan olehnya, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam waktu 7 (tujuh) kerja sejak tanggal penunjukkan tersebut. 31 Pemberhentian PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai Camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal PPAT Sementara berhenti karena meninggal dunia, maka ahli warisnya wajib menyerahkan protokol PPAT Sementara kepada PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Wilayah dalam waktu 1 (satu) bulan setelah penunjukkan tersebut. Penyerahan protokol PPAT Sementara yang berhenti menjabat dilakukan kepada pada PPAT Sementara yang menjabat berikutnya di Kecamatan yang bersangkutan, atau apabila Camat di kecamatan tersebut tidak ditunjuk lagi sebagai PPAT Sementara, kepada kepala Kantor Pertanahan untuk selanjutnya diserahkan kepada PPAT yang berkantor di Kecamatan yang bersangkutan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan. 2005, Hal Herman Sudirja, Otentisitas Akta PPAT di Bidang Pertanahan, Cakrawala Ilmu, Surabaya,

20 43 Serah terima protokol PPAT Sementara tersebut dituangkan dalam berita acara serah terima protokol PPAT Sementara yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau dalam hal Kepala Kantor pertanahan berhalangan secara sah, oleh petugas yang ditunjuknya. B. Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara Berkaitan dengan tugas dan wewenang Camat dalam peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 pada hakekatnya merupakan suatu peraturan pemerintah yang dikehendaki oleh Pasal 7 ayat (3), Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tanggal 30 Maret 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo. Peraturan Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan, Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di suatu daerah kecamatan yang belum cukup terdapat PPAT, maka Camat yang mengepalai daerah kecamatan ditunjuk dan diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara dalam wilayah daerah kerjanya. Pasal 1 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara adalah pejabat

21 44 pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. 32 Sesuai dengan Pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998 tentang perturan jabatan PPAT maka tugas seorang Camat sebagai PPAT Sementara dalah bertugas pokok melaksanakan sebagian pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 3 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT bahwa Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta otentik mengenai semua perbuatan hukum, mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dengan daerah kerja di dalam wilayah kerja jabatannya. Selain sebagai kepala wilayah Camat juga dapat diangkat oleh BPN sebagai PPAT Sementara yang tugasnya sama dengan PPAT yaitu untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari aktaakta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan 32 Mirzani Ahmad, Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, Citra Ilmu, Bandung, 2008, hal 27.

22 45 luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat) dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan. 33 Camat sebagai PPAT Sementara, tugasnya sama dengan yang dilakukan oleh PPAT antara lain, untuk menyelenggarakan suatu daftar dari akta-akta yang dibuatnya antara lain reportorium (daftar dari akta-akta yang telah dibuat), yang berisikan nama dari penghadap, sifat aktanya, jual beli, hibah, tanggal akta dibuatnya dan nomornya, identitas dari tanahnya/surat ukur dan luas tanahnya beserta bangunan yang termasuk permanen, semi permanen, darurat dan tanaman yang ada dan lain-lain keterangan. 34 Camat sebagai PPAT Sementara mempunyai kewajiban untuk mengirimkan daftar laporan akta-akta PPAT Sementara setiap awal bulan dari bulan yang sudah berjalan kepada Badan Pertanahan Nasional Provinsi/Daerah, kepala Perpajakan, dan Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu PPAT Sementara juga mempunyai kewajiban membuat papan nama, buku daftar akta, dan menjilid akta serta warkah pendukung akta. Akta-akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara pada hakekatnya adalah juga akta otentik, meskipun dalam undangundang tidak ada disebutkan secara khusus tentang status Pejabat Pembuat Akta Sementara, maupun status aktanya. Camat yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Sementara pada hakekatnya merupakan Pejabat Pemerintah yang ditunjuk 33 Eko Imam Suryanto, Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, Tarsito, Bandung, 2008, hal Rahmat Hidayat, Pengalihan Hak Atas Tanah dan Peranan PPAT, Sumber Media, Jakarta, 2003, hal 8.

23 46 karena jabatannya (ex office) untuk melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah yakni membuat akta di suatu daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut juga merupakan akta otentik yang dijadikan dasar untuk pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. 35 Sedangkan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, sebelum Camat ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara yang bersangkutan juga wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional republic Indonesia (BPN RI) dimana penyelenggaraanya dapat bekerja sama dengan organisasi profesi dengan tujuan untuk menambah kemampuannya dalam melaksanakan tugas jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara. Sementara, bagi Camat yang akan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara apabila didaerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum ada Pejabat Akta Tanah maka tidak wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut. 36 Camat merupakan pimpinan kecamatan sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota. Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintah di wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretariat Daerah Kabupaten atau Kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang 35 Sutarja Sudariyono, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertipikatnya, Media Ilmu, Jakarta, 2007, hal Bachtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 2012, Hal 37.

24 47 memenuhi syarat. Tugas Camat adalah melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati sesuai karakteristik wilayah kebutuhan daerah dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan. Seorang Camat dalam Pasal 66 Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat adalah Kepala Kecamatan yang menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati atau Walikota. Selain sebagai seorang Kepala Kecamatan, Camat juga berfungsi sebagai PPAT Sementara. Kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara sama kedudukannya dengan PPAT, tetapi seorang PPAT Sementara hanya berwenang membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam daerah kerjanya. Dengan dimungkinkannya Camat dapat diangkat untuk menjabat sebagai PPAT, maka kedudukan Camat, selain sebagai perangkat daerah juga diberikan kewenangan sebagai PPAT yang sifatnya sementara atau disebut PPAT Sementara. Disebut sementara karena posisi jabatan tersebut tidak dipangku untuk selamanya tetapi hanya semasa camat yang bersangkutan memegang jabatan Camat di tempat tugas kecamatannya, apabila yang bersangkutan pindah tugas baik masih sebagai camat didaerah lain maupun sebagai pejabat di instansi lain, maka jabatan PPAT-nya juga lepas dengan sendirinya dengan kata lain putus hubungan hukum dengan tugastugasnya selaku PPAT Deny Wiryanto, Pembagian Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara sekaligus Kepala Wilayah, Tarsito, Bandung, 2004, hal 6.

25 48 Dalam melaksanakan kewajiban Camat sebagai PPAT Sementara di wilayah kecamatan secara normatif didasarkan pada Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menyebutkan bahwa, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu. Keberadaan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di wilayah terpencil, masih ada dan masih dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Peranan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara sangat besar dikaitkan tingkat pemahaman masyarakat tentang pendaftaran tanah yang relatif masih minim. Namun demikian kondisi tersebut harus diantisipasi secara positif oleh camat. Seharusnya kondisi demikian justru menjadi dorongan tersendiri bagi Camat sebagai PPAT Sementara untuk mawas diri dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, akan tetapi pada praktiknya ternyata masih ditemukan beberapa penyimpanan yang dilakukan oleh camat dalam kedudukan dan fungsinya sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan kewajiban sebagai PPAT Sementara. 38 Pasal 33 PP No. 37 Tahun 1998 berbunyi Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi PPAT. Pembinaan dan pengawasan itu meliputi : 1. Jenis-jenis kegiatan pembinaan dan pengawasan, dan unit kerja yang bertugas dan berwenang melaksanakannya atas nama Menteri (Pasal 35). Pembinaan 38 Hamzah Ridwan, PPAT dan Akta Otentik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007, hal 48.

26 49 PPAT Sementara terutama dilakukan dengan penetapan peraturan dan pemberian petunjuk teknis serta penjelasannya. Penjelasan tersebut dapat disampaikan secara tertulis maupun dalam forum-forum pertemuan yang diselenggarakan oleh unit kerja yang berangkutan atau organisasi PPAT (IPPAT atau ASPPAT). 2. Pelaksanaan pemeriksaan kewajiban operasional PPAT (Pasal 36). Tugas pemeriksaan PPAT hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan menugaskan sifatnya yang dibekali dengan surat tugas. Hal-hal yang boleh diperiksa dalam pemeriksaan ini adalah kewajiban PPAT dalam membuat buku daftar akta, menjilid akta, dan mengirimkan akta asli kepada Kantor Pertanahan. Sehubungan dengan itu, maka PPAT diwajibkan untuk memberi kesempatan kepada petugas yang bersangkutan untuk melihat dan memeriksa buku daftar akta, hasil penjilidan akta dan pengiriman akta. 3. Tindakan administratif terhadap PPAT diterapkan secara berjenjang dengan memungkinkan tindakan tersebut ditetapkan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah maupun Menteri. Pemberhentian Camat sebagai PPAT Sementara diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, PPAT Sementara berhenti melaksanakan tugas PPAT Sementara apabila tidak lagi memegang jabatan sebagai camat atau Kepala Desa, atau diberhentikan oleh pejabat di bidang pertanahan sesuai dengan kewenangannya Iskandar Winata, Peraturan Jabatan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998, Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal 20.

27 50 Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006, karena tidak lagi memegang jabatannya dan/atau telah menyelesaikan penugasannya juga tidak perlu dibuatkan keputusan pemberhentiannya. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berhenti ini tidak lagi berwenang membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Di samping itu, mengenai penyerahan protokol Pejabat Pembuat Akta Tanah juga berlaku bagi PPAT Sementara, dimana yang bersangkutan wajib menyerahkan protokol PPAT tersebut kepada PPAT Sementara yang mengantikannya atau kepada Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 26 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006). PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantikannya. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya. 40 Stempel jabatan PPAT diterakan pada setiap akta, salinan akta, surat dan dokumen lain yang merupakan produk dari PPAT yang bersangkutan. Dan berikut ini rincian mengenai bentuk dan ukuran jabatannya untuk PPAT Sementara: 1. Bentuk 40 Muhammad Idris, PPAT dan Kewajiban Pembayaran Pajak Atas Tanah dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Beli, Mandar Maju, Bandung, hal 28.

28 51 Bulat, ditengah-tengah terdapat ruangan untuk nama tulisan Camat 2. Ukuran a. Bulatan luar dengan garis tengah 3½ cm, dibuat dalam garis lingkar rangkap yang sebelah luar agar menebal sednagkan yang di dalam dengan garis lebih tipis dan bergaris tengah lebih kecil. Jarak antara kedua bulatan adalah 1 mm. b. Bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dalam garis lingkar tunggal c. Diantara bulatan luar dan dalam, di bagian tengah bawah terdapat 2 (dua) lukisan bintang bersudut lima dengan ukuran tengah 3 mm. d. Dalam ruang bulatan terdapat ruang yang dibatasi oleh 2 (dua) garis lurus mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1½ cm yang ditulis dengan huruf kapital : 1) Nama PPAT atau PPAT Pengganti; 2) Tulisan Camat; 3) Tulisan Kepala Desa. e. Sebelah atas maupun bawah dari ruang angka 4 di atas terlukis garis-garis tegak lurus dengan jarak antara garis satu dengan yang lainnya sebesar 1 mm. Dalam hal PPAT mempunyai daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya ditulis nama kabupaten/kotamadya yang bersangkutan atau nama satuannya, misalnya DKI Jakarta. 3. Warna tinta cap merah Untuk wakil Camat yang membuat akta untuk keperluan pihak-pihak sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998, dapat

29 52 mempergunakan stempel jabatan yang dipergunakan PPAT Sementara yang bersangkutan.

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1999

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1999 MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1999 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: (1) bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.120, 2016 ADMINISTRASI. Jabatan. PPAT. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5893). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998)

PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998) PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. Akta Tanah. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. Akta Tanah. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat Akta

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peranan Pengertian peranan menurut Margono Slamet adalah mencakup tindakan atas perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi dalam masyarakat (Margono Slamet,

Lebih terperinci

TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 94 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA BAGIAN DAN KEPALA URUSAN PADA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI SALINAN BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

Abdul Mukmin Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

Abdul Mukmin Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda 50 KAJIAN HUKUM TERHADAP CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEMENTARA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Abdul Mukmin Dosen Fakultas

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I S A L I N A N P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA LAINNYA

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN 1 BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPPNS) DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 169 Malang Telp (0341) , FAX (0341)

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 169 Malang Telp (0341) , FAX (0341) 1 URGENSI KEBERADAAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEMENTARA DALAM PEMBUATAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH (Studi di Kecamatan Lowokwaru Kota Malang) Ardisetyaning Cintia Primipara, Dr.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PEMBUBARAN KOPERASI

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 4/E, 2009 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH

QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH QANUN KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (PPNSD) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TENGAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TENGAH,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DARI BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II JENIS PERBUATAN HUKUM ATAS TANAH YANG TIDAK DIBUKTIKAN DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB II JENIS PERBUATAN HUKUM ATAS TANAH YANG TIDAK DIBUKTIKAN DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB II JENIS PERBUATAN HUKUM ATAS TANAH YANG TIDAK DIBUKTIKAN DENGAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH 1. Pengaturan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Hukum Pertanahan Pada tanggal 24 September 1960 diundangkanlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2013 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TaH, Jum RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

TaH, Jum RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG TaH, Jum 8-2-08 RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

-1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS BAGI PEMERINTAHAN DESA

-1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS BAGI PEMERINTAHAN DESA -1- BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 90 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS BAGI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 2003 PEMERINTAH DAERAH. Pemerintahan Daerah. Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentrasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.1013, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH 2.1 Tinjauan tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2.1.1 Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, WALIKOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang ; a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014 BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 9 TAHUN 211 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA \ PEMERINTAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT 1 WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 151 TAHUN 2000 (151/2000) TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA 20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 7 Peraturan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORAGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORAGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORAGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 4 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa kegiatan membuka dan/atau memanfaatkan

Lebih terperinci