BAB I PENDAHULUAN. media massa. Apalagi ditambah politik perizinan pendirian media tidak lagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. media massa. Apalagi ditambah politik perizinan pendirian media tidak lagi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Media massa di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat. Perkembangan ini sejalan dengan kemajuan teknologi yang turut berperan dalam perubahan bentuk media massa. Apalagi ditambah politik perizinan pendirian media tidak lagi diberlakukan oleh pemerintah, hingga jumlah media massa baik cetak, elektronik, maupun media online menjamur di Tanah Air. Tidak terkecuali dengan kelahiran teknologi baru yang berbentuk jaringan jagat raya internet. Dari internet inilah lahir alternatif media baru, media online. Berkat media baru inilah, warga Indonesia di mana saja di pelosok Indonesia sepanjang akses internet bisa, bahkan di pelosok dunia pun, mampu menyaksikan berita yang ada pada saat sama dengan biaya murah. Dibandingkan dengan media biasa, sejumlah kekhasan media online yang mewarnai perkembangan pers antara lain penyajian yang real time seperti halnya radio dan untuk sebagian televisi, setiap berita bisa komprehensif dengan disambungkan ke bank data, jangkauannya global dalam waktu sama dan terdokumentasi. Karakteristik media online seperti menjangkau pelanggan lebih dekat, alternatif promosi, kepuasan kepada pembaca karena mudah diakses, serta berita aktual yang diperbaharui terus-menerus. Kehadiran media online ini akan meredefenisikan pers nasional. Setidaknya, kemunculan mereka akan memacu penafsiran kembali berita. Jika jumlah pengakses

2 internet kian besar, media online sangat berpengaruh dan membuat setiap informasi bisa disajikan secara cepat dan akurat. Pertumbuhan media online akan memacu jenis media lain melakukan perubahan mendasar atas visi pemberitaan. Artinya, peristiwa dan komentar plus analisisnya bisa disajikan oleh media online dalam waktu tidak lama ketika peristiwa berlangsung. Sedangkan media cetak seperti surat kabar memerlukan waktu satu hari dan majalah satu minggu untuk menguraikan dan menganalisis berita itu. Kehadiran media online ini jelas telah mengubah paradigma baru pemberitaan, yakni event on the making. Maksudnya, berita yang muncul tidak disiarkan beberapa menit, jam, hari, atau minggu, tetapi begitu terjadi langsung diupload (dimasukkan) ke dalam situs web media online. Namun, sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama, namun menjadi sebuah alternatif. Menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Seperti halnya pada saat kehadiran televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetap tidak dapat secara total mengeliminasinya. Maka cukup adil mengatakan bahwa media online tidak mungkin akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. (Septiawan Santana, 2005:135) Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video. Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image. Online sendiri merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat diakses di mana saja dan

3 kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. 1 Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat ini bisa di baca saat ini juga, di belahan bumi mana saja.. Koran Harian Nasional Waspada juga turut tenggelam terhadap perubahan teknologi tersebut. Dengan mengkorvengensi diri ke medium baru yaitu internet, Harian Waspada menghadirkan Waspada Online dengan alamat situs sebagai anak perusahaan Waspada Group dengan slogan Pusat Berita dan Informasi Medan, Sumut, Aceh. Waspada Online hadir dengan menyuguhkan peristiwa di Sumatera Utara dengan pengaruh kuat di medan dan eksistensi luas di Aceh. Memiliki kesamaan dengan media online kebanyakan, Waspada Online juga menerapkan kecepatan sebagai keunggulannya. Informasi yang diperoleh reporter di lapangan harus dengan segera sampai ke redaktur dan dipublish. Bahkan dalam hitungan detik sebuah peristiwa bisa tersaji ke situs Waspada Online. Tidak berbeda dengan media elektronik dan media cetak, wartawan media online juga ditutuntut harus memiliki kemampuan. Yancheff menilik ukuran profesionalisme wartawan membutuhkan multi-kompetensi. Karakteristik performanya menekankan kekuatan penulisan dan oral, ketekunan kerja, dan 1 Pelatihan Jurnalistik Media Online Pusat Pengembangan Daya Saing BPPT. Jakarta, 6-7 April 2010

4 pemilikan dasar pengetahuan yang mengkombinasikan aplikasi lintas disiplin (Septiawan Santana, 2005:207). Untuk itu, ia mengajukan sepuluh kemampuan wartawan professional yang terdiri dari : 1. Writing Competencies, yaitu kapasitas untuk melaporkan secara akurat, jelas, kredibel, dan reliable. 2. Oral Performance Competencies, ialah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik secara percaya diri dan bertanggung jawab. 3. Research and Investigative Competencies, yaitu kemampuan menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi kisah atau mengidentifikasi topiktopik potensial 4. Broad-based Knowledge Competencies, ialah kemampuan memiliki pengetahuan dasar. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan lintas disiplin. 5. Web-based Competencies ialah kemampuan menguasai internet. 6. Audio Visual Competencies, yaitu kemampuan menggunakan peralatan seperti kamera, kamera video, serta tape recorder. 7. Skill-based Computer Application Competencies, ialah kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan. 8. Ethics Competencies, yaitu kemampuan memahami tanggung jawab profesi seperti kode etik. 9. Legal Competencies, yaitu kemampuan ihwal undang-undang kebebasan berpendapat.

5 10. Career Competencies, ialah kemampuan memahami dunia karir professional di dalam jurnalisme. Kemampuan bekerja di dalam manajemen pers, dan bersikap positif di dalam dunia kerja peliputan. Tuntutan jurnalisme terhadap para wartawan temasuk wartawan media online bukan hanya berupa ketekunan bekerja dan penguasaan atas pengetahuan, melainkan juga upaya mencapai standar integritas sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Para wartawan dituntut bukan hanya menyajikan fakta, melainkan juga kebenaran tentang fakta tersebut. Kovach & Rosenstiel menulis tentang loyalitas wartawan dalam Sembilan Elemen Jurnalisme. Salah satu elemen tersebut adalah tanggung jawab wartawan. Jawaban elemen itu di antaranya menyetir pertanyaan who journalist work for? Kepada siapa wartawan bekerja? Perusahaan, pembaca atau kepada masyarakat? Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena banyak wartawan yang sejak tahun 1980-an merangkap sebagai pedagang. Maksudnya adalah terkait dengan urusan manajemen media yang ingin melahap laba sebanyak-banyaknya ketimbang membuat berita yang bagus. Ruang redaksi menjadi rapat memilah berita yang bisa menangguk iklan sebanyak-banyaknya dan jurnalisme menjadi lahan bisnis yang diisi oleh para manajer yang ketat menghitung pendapatan dari iklan. (Septiawan Sanatana, 2005:209) Namun, persoalan di atas menurut Septiawan Santana dalam Jurnalisme Kontemporer bukan sebuah bentuk kesalahan, sebab urusan ongkos liputan yang semakin terjamin juga menjadi persoalan hidup dan matinya media. Namun, loyalitas

6 wartawan yang pertama ialah kepada masyarakat. Komitmen ini harus dimiliki seorang wartawan bukan sekedar egoisme profesi. Loyalitas kepada masyarakat sudah menyatu dengan tugas kewartawanan. Isi liputannya bukan didasari oleh kepentingan pribadi, media, ataupun kawan melainkan akurasi pada segala fakta. Adapun Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers tentang kode etik jurnalistik, landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Lewat kode etik tersebut, wartawan baik dari media cetak, elektronik, bahkan online yang mengedepankan konsep kecepatan diharuskan memahami kode etik seperti yang tertuang dalam point ke delapan yaitu Ethics Competencies yang menjadi bagian dari sepuluh kemampuan wartawan profesional menurut Yancheff di atas. Sedangkan fakta yang disuguhkan dalam dokumen lembaga kantor berita nasional Antara dan PWI, sekitar an wartawan Indonesia saat ini hanya 20% yang paham tentang kode etik jurnalistik wartawan Indonesia. Ini menunjukkan ada 80% dari seluruh wartawan di Indonesia yang masih gamang dan acuh terhadap kode etik yang menjadi landasan profesinya. 2 Banyaknya wartawan yang tidak memahami kode etik dampak dari kebebasan pers yang dianggap sebagai kebebasan sebebas-bebasnya. Dalam hal jurnalisme tak lebih dari sekedar kepanjangan tangan kotor birokrasi yang korup. Selain itu, 2 diakses tanggal 20 Agustus 2011.

7 kebebasan formal yang tertuang dalam UU Pers No.40 tahun 1999 tidak jarang dijadikan sebagai alat kepentingan sesaat. Sementara itu, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP melalui staf ahli bidang kemasyarakatan dan SDM Agus Salim mengatakan, berdasarkan data yang dilansir dewan pers sebanyak 70 persen wartawan di Tanah Air belum atau tidak profesional. Selain itu, hasil penelitian juga menyebutkan perusahaan pers yang terbit dan berkembang terbilang cukup menggembirakan. Sayangnya yang benar-benar sehat, redaksional dan usaha hanya 30 persen. 3 Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah profesional memiliki tiga arti. Pertama, professional adalah kebalikan dari amatir, kedua, ialah sifat pekerjaan wartawan menurut pelatihan khusus, dan yang terakhir adalah norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembacanya. Kemudian terdapat dua norma yaitu norma teknis yang mengharuskan untuk menghimpun berita dengan cepat dan menyuntingnya. Dan norma yang kedua adalah norma etis yaitu kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dan yang lainnya yang tercermin dalam produk berita yang dihasilkannya. Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti 3 diakses pada 21 September 2011

8 dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur (Djen Amar, 1984:42). Profesional akan menimbulkan sikap menghormati martabat individual dan hak hak pribadi dan personal masyarakat dalam diri seorang wartawan dalam peliputannya. Demikian pula, ia akan dapat menjaga martabatnya sendiri karena hanya dengan cara itu ia akan mendapat kepercayaan masyarakat dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan yang profesional. Urusan pertanggungjawaban sosial sebagai tanggung jawab pers akhirnya menjadi catatan-catatan dari diskusi-diskusi akademis, buku-buku dan terbitanterbitan periodic, dan pertemuan pertemuan asosiasi kewartawanan. Seperti dilaporkan oleh Royal Commision on the Press (1949), di Inggris dan A Free and Responsible Press (1947) yang disusun Commision on the Freedom of the Press di Amerika, keduanya mengevaluasi dengan kritis sepak terjang wartawan dalam praktik (Septiawan Santana, 2005:206). Contoh nyata pelanggaran KEJ adalah keputusan Dewan Pers beberapa waktu lalu yang menyatakan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik dalam kasus sejumlah wartawan membeli saham perdana PT. Krakatau Steel. Ketika jurnalis sebagai peliput bursa saham ikut terlibat memperjualbelikan saham perdana perusahaan-perusahaan yang terdaftar (listing) di pasar modal telah mencerahkan publik tentang munculnya potensi konflik kepentingan. 4 Inilah yang menarik bagi penulis, bagaimana sebuah media online seperti Waspada Online yang memiliki konsep kecepatan dalam penyajian informasi 4 diakses tanggal 7 September 2011

9 menerapkan cek dan ricek dalam proses pemberitaan. Apakah akibat kecepatan tersebut, para wartawan Waspada Online melupakan etika dalam proses pemberitaan. Atau bagaimana mereka memandang setiap etika yang menjadi landasan profesi mereka yaitu Kode Etik Jurnalistik. Apakah label wartawan profesional dan memiliki integritas ada dalam media online tersebut. Sebab, wartawan yang profesional sudah pasti paham Kode Etik Jurnalistik yang mengarahkan seorang wartawan untuk tetap independen. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pemahaman wartawan Waspada Online tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia? I.3. Pembatasan Masalah Tujuan dari pembatasan masalah adalah untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah: 1. Penelitian ini hanya akan dilakukan pada wartawan Waspada Online 2. Fokus penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pemahaman wartawa Waspada Online terhadap Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia 3. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif jenis fenomenologi dengan mencari makna dibalik fenomena lewat wawancara mendalam. 4. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2011.

10 I.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1.Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk memberi gambaran tentang pemahaman wartawan Waspada Online tentang Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana wartawan Waspada Online menjalankan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia I.4.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, penulis dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU, sekaligus memperkaya wawasan penulis mengenai wartawan dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian penelitian ilmu komunikasi khususnya mengenai wartawan dan sebagai sumber bacaan. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca bahkan bagi wartawan Waspada Online dan pihak pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini. I.5. Kerangka Teori

11 Setiap penelitian mempunyai titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti sebuah masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pokok pikiran yang mengambarkan diri dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39). Teori adalah himpunan konstruk atau konsep, definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2006:6) Dalam penelitian ini, teori teori yang digunakan adalah : I.5.1. Fenomenologi Fenomenologi pada dasarnya adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn (2008:37) bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia di sekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut. Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal serta suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus pengalaman pengalaman subjektif manusia dan interpretasi interpretasi dunia. Para pakar fenomenologi berasumsi bahwa kesadaran bukanlah dibentuk karena kebetulan.

12 Penelitian dalan pandangan fenomenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan kaitannya terhadap orang orang yang berada dalam situasi situasi tertentu. Inkuiri fenomenologi memulai dengan diam yang merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Inilah yang disebut sebagai fase Ephoce, yang merupakan penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interpretasi. Setelah itu mulai berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang diteliti secara sedemikian rupa sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari hari. Ini merupakan fase reduksi fenomenologi dan fase variasi imajinatif (Moleong, 2006:16). Teori atau preposisi yang dihasilkan dari studi fenomenologi adalah key learning atau pelajaran/hikmah penting apa yang muncul dari fenomena yang diteliti. Fenomenologi berbeda dengan etnometodologi atau cultural studies yang secara lebih serius menyorot peristiwa-peristiwa, sikap dan perilaku hingga makna simbol-simbol budaya yang berkembang di masyarakat. Fenomenologi umumnya berkaitan dengan fenomena perilaku manusia. Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan (Littlejohn, 2008:38). Metode fenomenologi memberikan peluang bagi peneliti untuk menggali pengalaman manusia. Dibanding

13 metode lain, fenomenologi lebih memberikan fleksibilitas dan kemudahan untuk membangun konstruksi sosial realitas dan memberikan informasi yang kaya atas realita yang diteliti (Ninik Sri Rejeki, 2011:158). I.5.2 Pers Menurut UU pers No.40 tahun 1999, pers diartikan sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan mengunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis aturan yang tersedia. Pers memanglah suatu lembaga sosial, namun saat ini istilah pers yang sudah melekat di masyarakat awam adalah merujuk pada wartawan, yaitu sebagai pekerja media. Kusumaningrat dalam Jurnalistik Teori dan Praktek (2005:115) menuliskan bahwa dalam literatur, pekerja seperti pemimpin redaksi, redaktur, reporter disebut sebagai sebuah profesi. Pers sendiri memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas adalah yang menyangkut dengan kegiatan komunikasi baik yang dilakukan media cetak maupun media elektronik. Sedangkan dalam arti sempit, pers menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.

14 I.5.3. Media Massa Online Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi lama, namun menstubstitusinya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif, menciptakan sebuah khalayak baru. Demikian pula halnya dengan televisi, meskipun melemahkan radio, televisi tidak dapat secara total mengeliminasi radio. Begitu juga dengan media online yang menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menggantikan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan fungsi sungsi dari teknologi internet dengan media tradisional. Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan atau evolusi, dari model model terdahulu. Dalam hal ini, media massa online bukanlah sebuah pengecualian. Jika surat kabar atau majalah dihitung dengan tirasnya, maka banyak atau tidaknya pengunjung dihitung dengan hits dan impression. Tingkat kunjungan atau disebut hits sering dijadikan standar. Ada situs berita yang hits per harinya 1,5 juta, ada pula yang hanya ratusan ribu. Dibandingkan dengan media biasa, sejumlah kekhasan media online yang mewarnai perkembangan pers antara lain: penyajian yang real time seperti halnya radio dan untuk sebagian televisi, setiap berita bisa

15 komprehensif dengan disambungkan ke bank data, jangkauannya global dalam waktu sama dan terdokumentasi. Karakteristik media online juga mampu menjangkau pelanggan lebih dekat, alternatif promosi, kepuasan kepada pembaca karena mudah diakses, serta berita aktual yang diperbaharui terus-menerus. Selain fungsi pengetahuan yang mahaluaskarena bisa terhubung ke berbagai situs dunia-juga terdapat fungsi interaktif. Pembaca bisa mengirim keluhan langsung begitu berita dibaca, dan diterima redaksi dalam hitungan detik. Jika redaksinya aktif, bisa dijawab dalam beberapa menit. Dengan demikian pembaca lebih dekat dengan penyusun berita. I.5.4. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia

16 memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ): Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

17 Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. I.6. Kerangka Konsep

18 Konsep adalah generalisai dari sekelompok fenomena tertentu sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Singarimbun, 1995:17). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan konstrutivis jenis fenomenologi. Teori ini menyatakan bahwa individu membuat interpretasi berdasarkan aturan aturan sosialnya. Individu dalam situasi sosial pertama tama didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan aturan aturanuntuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap selanjutnya individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan menggunakan aturan aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang sesuai. Pada titik inilah desain pesan dioperasikan oleh individu dalam tindakan komunikasinya, desain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komunikasi interaktif. Dalam penelitian ini akan dikemukakan tahapan tahapan penelitian fenomenologi transcendental dari husserls yaitu Epoche, Reduksi Fenomenologi, Variasi Imajinasi, dan Sintesis Makna dan Esensi (Engkus Kuswarno, 2009:48). I.7. Defenisi Operasional I.7.1. Epoche

19 Epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman dan pengetahuan yang kita yakini sebelumnya. Oleh karena epoche memberikan cara pandang yang sama sekali baru terhadap objek, maka dengan epoche kita dapat menciptakan ide, perasaan, kesadaran dan pemahaman yang baru. Epoche membuat kita masuk ke dalam dunia internal yang murni, sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain. I.7.2. Reduksi Fenomenologi Ketika epoche adalah langkah awal untuk memurnikan objek dari pengalaman dan prasangka awal, mak tugas dari reduksi fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Reduksi akan membawa kita kembali pada bagaimana kita mengalami sesuatu. Memunculkan kembali asumsi awal dan mengembalikan sifat-sifat alamiahnya. Reduksi fenomenologi tidak hanya sebagai cara untuk melihat, namun juga cara untuk mendengar suatu fenomena dengan kesadaran dan hati-hati. I.7.3. Variasi Imajinasi Setelah reduksi fenomenologi, variasi imajinasi muncul untuk mencari makna-makna yang mungkin dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan, serta pendekatan terhadap fenomena dari perpektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah pengalaman (bagaimana fenomena berbicara mengenai dirinya). Dengan kata lain menjelaskan struktur esensial dari fenomena.

20 I.7.4. Sintesis Makna dan Esensi Tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi transendental adalah iintegrasi intuitif dasar-dasar deskripsi terkstural dan struktural ke dalam satu pernyataan yang menggambarkan hakikat fenomena secara keseluruhan. Dengan demikian, tahap ini adalah tahap penegakkan mengenai hakikat. Menurut Husserls, esensi adalah sesuatu yang umum dan berlaku universal, kondisi atau kualitas yang menjadikan sesuatu. Esensi tidak terungkap secara sempurna. Sintesis struktur tekstural yang fundamental akan mewakili esensi dalam waktu dan tempat tertentu, dari sudut pandang imajinatif dan studi reflektif seseorang terhadap fenomena.

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK APA ITU KODE ETIK JURNALISTIK? Acuan moral yang mengatur tindak tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain, dari koran

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk. Penafsiran a. Independen berarti

Lebih terperinci

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers Media Siber Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers 2013-2016 Bagian 1 Platform Pers Cetak Radio Televisi Online UU 40/1999 tentang Pers Kode Etik Jurnalistik Pedoman Pemberitaan Media Siber Media Siber Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi massa. Wilbur Scramm menggunakan ide yang telah dikembangkan oleh seorang psikolog, yaitu Charles

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena media massa dianggap paling sukses dalam menyebarkan informasi secara cepat kepada khalayak.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 merupakan salah satu undang-undang yang paling unik dalam sejarah Indonesia. Dilatarbelakangi dengan semangat reformasi, undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Masyarakat bebas untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penilitian Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, media baru (internet) berkembang dengan pesat setiap tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan ketersediaan infrastruktur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

Lebih terperinci

PENULISAN BERITA TELEVISI

PENULISAN BERITA TELEVISI Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi PENULISAN BERITA TELEVISI KAIDAH DAN PRINSIP JURNALISTIK, KODE ETIK JURNALISTIK TELEVISI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism National Press Photographers Association, founded in 1947. The organization is based in Durham, North Carolina and is mostly made up of still photographers, television videographers, editors, and students

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat keterkaitannya dengan masyarakat luas, menjadi salah satu pilar perubahan suatu negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Bambang Harymurti (Wakil Ketua Dewan Pers) 1 Tugas Wartawan: Mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi yang diyakini merupakan kepentingan

Lebih terperinci

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF 1 Haris Jauhari IKN (Institut Komunikasi Nasional) Materi Internal Pelatihan Jurnalistik IJTI JURNALISTIK TV Jurnalistik ialah kegiatan meliput, mengolah, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus.

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus. LAMPIRAN - LAMPIRAN A. TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN 1 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? Ingin mengetahui banyak hal dan adanya dinamisme pemikiran. Keinginan untuk bersikap indipenden

Lebih terperinci

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Dalam rangka Keterbukaan informasi Publik Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Coffee Morning, 28 Maret 2018, Ruang rapat BPPSPAM adhityan adhityaster gmail.com Keterbukaan informasi UU Nomor 14 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Public relations atau humas merupakan suatu kebutuhan dalam masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya bergerak di dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada masa kini tidak terlepas dari kebutuhan untuk memperoleh informasi. Informasi yang tersaji di hadapan masyarakat haruslah memuat beragam peristiwa baik yang

Lebih terperinci

MENULIS ARTIKEL ONLINE

MENULIS ARTIKEL ONLINE 1. Etika dalam menulis internet MENULIS ARTIKEL ONLINE Mengapa menulis memerlukan etika? Tulisan merupakan media untuk mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain. Kesalahpahaman mengakibatkan pesan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung LAMPIRAN 1 Alat Ukur KATA PENGANTAR Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung sedang melakukan penelitian mengenai Model Kompetensi pada reporter. Kuesioner ini terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi kemanusiaan bagi seseorang. Selain itu, kerja merupakan cara alami manusia untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan Media dan Revolusi Mental Nezar Patria Anggota Dewan Pers @nezarpatria Konvensi Media, HPN 2016, Mataram, Lombok, 8 Februari 2016 Big Bang Reformasi 1998: Mental Baru Pers Indonesia? Terbukanya ruang demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media mengandung istilah sebagai sebuah lembaga milik swasta maupun pemerintah yang mempunyai tugas memberikan informasi. Saat ini media merupakan faktor sentral dalam

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2016 A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Ketika media

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers LAMPIRAN 49 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran : Independen berarti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dianalisis menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce mengenai representasi etika jurnalistik dalam drama Pinocchio,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era saat ini, masyarakat modern dituntut untuk mendapatkan sebuah informasi yang aktual dan akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui beberapa media penyiaran.

Lebih terperinci

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik (Studi Eksplanatif terhadap Wartawan Anggota PWI Cabang Yogyakarta) Elizabeth Elza Astari Retaduari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sederhana jurnalistik adalah proses kegiatan meliput, membuat, dan menyebarluaskan berita dan pandangan kepada khalayak melalui saluran media massa (Romli: 2009:

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PERATURAN DEWAN PERS Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang Bahwa

Lebih terperinci

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) Karina Pinem 100904046 Abstrak Penelitian ini berjudul Literasi Media

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG PEDOMAN SIARAN KAMPANYE DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI LEMBAGA PENYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Informasi

BAB I PENDAHULUAN. informasi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi kini menjadi hal penting dalam era globalisasi. Beberapa negara bahkan memiliki lembaga formal untuk mengatur segala hal mengenai informasi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) 1 ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) MUKADDIMAH Bahwa sesungguhnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan menyampaikan dan memperoleh informasi, serta kemerdekaan berserikat adalah

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita) BAB III PENYAJIAN DATA A. Penyajian Data Berikut ini penyajian data berdasarkan penelitian yang dilakukan di harian surat kabar Pekanbaru Pos. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang analisis

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (Presenter Tv One keceplosan bilang Golkar-nya gak usah di sebut saat breaking news) Oleh : Putu Dea Chessa Lana Sari 201311018 Televisi dan Film Fakultas Seni Rupa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Citizen journalism atau jurnalisme warga merupakan suatu terobosan terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi pada era globalisasi saat ini telah melaju dengan sangat pesat, dimana perubahan pun banyak terjadi dalam tatanan kehidupan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi massa semakin pesat dan mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dewasa ini, sehingga informasi dapat berpindah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informasi menjadi suatu kebutuhan yang tidak lepas dari kehidupan manusia, apalagi pada zaman sekarang yang sudah semakin modern membuat kebutuhan akan informasi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Tentang SuaraKomunitas.net Suarakomunitas.net bagian dari platform ketersediaan sistem informasi dan komunikasi Suara Komunitas, milik COMBINE Resource Institution.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wartawan atau jurnalis merupakan orang yang bertugas atau bekerja untuk mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah berita dan menyajikannya secara cepat kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhananya media literasi atau yang juga dikenal dengan melek media adalah kemampuan untuk memilih, menggunakan, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual Banyak penikmat media (cetak) yang sering membandingkan isi media A, B dan C. Mereka kemudian bertanya mengapa media A memberitakan topik ini sedangkan topik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA LAMPIRAN 86 87 Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Berikut adalah daftar pertanyaan wawancara mengenai analisis lingkungan internal dan eksternal di surat kabar Jurnal Bogor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dengan mencegah praktik kongkalikong. Dahlan pernah. menyatakan adanya kongkalikong antara BUMN dan DPR.

BAB I PENDAHULUAN dengan mencegah praktik kongkalikong. Dahlan pernah. menyatakan adanya kongkalikong antara BUMN dan DPR. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir bulan Oktober 2012 media massa ramai memberitakan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang mempublikasikan adanya pemesaran yang dilakukan oleh anggota DPR terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari,

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan wahana komunikasi dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan mencari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers pada dasarnya adalah lembaga sosial (social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara dimana ia beropreasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan pers merupakan salah satu dimensi Hak Asasi Manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. II.1.1. Sejarah Perkembangan Fenomenologi. Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang

BAB II URAIAN TEORITIS. II.1.1. Sejarah Perkembangan Fenomenologi. Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Fenomenologi II.1.1. Sejarah Perkembangan Fenomenologi Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang merujuk pada arti yang menampak. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan teknologi komunikasi berlangsung dengan sangat cepat kearah yang lebih maju. Keberlangsungan proses komunikasi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

Oleh : Litbang Wartapala

Oleh : Litbang Wartapala KEWARTAWANAN Oleh : Litbang Wartapala Daftar Isi : 1. Abstract 2. Kode Etik Jurnalistik 3. Syarat Menjadi Wartawan 1. Abstract Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang ada di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu konsep komunikasi massa adalah proses komunikasi yang pesannya diarahkan kepada audiens yang relatif lebih besar, heterogen dan anonim. Orientasi arah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain

BAB I PENDAHULUAN. warung kopi modern sekelas Starbucks. Kebiasaan minum kopi dan. pertandingan sepak bola dunia, ruang pertemuan, live music dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Warung kopi adalah tempat yang mudah dijumpai hampir di seluruh wilayah belahan dunia, mulai dari warung kopi tradisional sampai kepada warung kopi modern

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kata infotainment merupakan neologisme, atau kata bentukan baru yang menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya infotainment adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan komunikasi membuat informasi menjadi aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan komunikasi membuat informasi menjadi aspek yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan komunikasi membuat informasi menjadi aspek yang sangat krusial dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat merasa perlu mengetahui apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh manusia dalam mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia periklanan memang telah menjadi sejarah panjang dalam peradaban manusia. Sekarang ini periklanan semakin berkembang dengan pesat dan dinamis, berkembang

Lebih terperinci

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat dewasa ini mulai berkembang ke arah masyarakat informasi. keberadaan sebuah informasi dianggap sangat penting. Sehingga dengan demikian masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Saat ini tidak diragukan lagi bahwa informasi sangat dibutuhkan untuk berbagai kepentingan yang sifatnya sangat mendasar karena itu perannya sangat luar biasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang baru saja selesai melalui fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers pada masa orde baru tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan, untuk mendukung berbagai aktifitas sosialisasi di kehidupan para remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan, untuk mendukung berbagai aktifitas sosialisasi di kehidupan para remaja 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era global ini peran serta informasi dari media massa telah menjadi kebutuhan, untuk mendukung berbagai aktifitas sosialisasi di kehidupan para remaja Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam undang-undang pasal 2 bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi jurnalis di era globalisasi teknologi informasi memiliki peran penting bagi masyarakat. Peran jurnalis melalui lembaga pers dianggap sebagai penyempurna demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena pemerintah mencabut SIUPP ( Surat Izin Usaha Penerbitan Pers ). Dampak dari tidak diberlakukannya SIUPP

Lebih terperinci

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. PENDAHULUAN Tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu persyaratan dalam pengembangan global dari kegiatan usaha perusahaan dan peningkatan citra perusahaan. PT Duta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak dilakukan oleh para jurnalis dalam tugasnya sehari-hari. Jurnalisme kloning merupakan aktivitas tukar menukar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini memiliki fokus penelitian yang kompleks dan luas. Ia bermaksud memberi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi. BAB 3 PERANAN PERS Standar Kompetensi 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi. Kompetensi Dasar 3.1. Medeskripsikan pengertian, fungsi dan peran srta perkembangan pers di Indonesia. 3.2.

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan pekerjaan yang sulit. Selain kegiatan sehari-harinya yang menuntut kecepatan dan ketepatan, menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art) Dalam penelitian ini disertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berfungsi sebagai referensi sebagai perbandingan. Perbandingan

Lebih terperinci