TERHADAP DEPARTEMEN LANSKAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERHADAP DEPARTEMEN LANSKAP"

Transkripsi

1 PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN LANSKAP DI KAWASAN HULUU DAS CILIWUNG DICKY HARTANTO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20111

2 RINGKASAN DICKY HARTANTO. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. Dibimbing Oleh TATI BUDIARTI dan SETIA HADI. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat terhadap sumberdaya alam tersebut. Manusia sebagai penduduk dalam wilayah DAS memiliki kecenderungan untuk bertambah jumlahnya. Kebutuhan penduduk yang paling mendasar adalah lahan pemukiman dan lahan pekerjaan. Hal ini menyebabkan terjadinya alih guna lahan yang pada awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun yang kemudian berpengaruh terhadap fungsi hidrologi dalam kesatuan wilayah DAS. DAS Ciliwung merupakan DAS prioritas yang memiliki nilai hidrologis, ekonomis dan sosial yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di wilayah Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Perencanaan lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung sudah tertulis pada Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 mengenai Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur). Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan Bopunjur juga diperuntukkan sebagai hutan lindung. Hal ini bertujuan sebagai kawasan konservasi air sebagai wilayah penyangga Ibukota DKI Jakarta. Namun, seiring dengan perkembangannya, kawasan hulu DAS Ciliwung semakin mengalami peningkatan jumlah penduduk yang berimbas kepada perubahan lanskap dengan bergesernya pemanfaatan ruang di dalamnya. Oleh karena itu, studi pada lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan koefisien aliran permukaan serta kemungkinan proyeksinya pada masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan kawasan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dangan pendekatan sistem dinamik. Tahapan metode meliputi persiapan, pengumpulan data, analisis data dan pemodelan. Analisis dilakukan pada data kependudukan, data penutupan lahan, dan data hidrologi. Selanjutnya dilakukan pemodelan untuk mengetahui pengaruh hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap perubahan penggunaan ruang dan koefisien aliran permukaan menggunakan sistem dinamik. Tahapan pemodelan meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, dan pemodelan sistem. Hasil simulasi model dianalisis secara deskriptif. Rencana alternatif kebijakan dibuat berdasarkan skenario terbaik untuk meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta aliran permukaan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung semakin bertambah setiap tahunnya dengan laju kenaikan penduduk sebesar 2,91%. Luas jenis tutupan lahan ruang terbangun mengalami kenaikan, sementara luas tiap jenis RTH cenderung mengalami penurunan. Nilai koefisien aliran permukaan mengalami tren kenaikan dari tahun ke tahun. Hubungan korelasi linear antara pertumbuhan penduduk terhadap luas tiap jenis RTH dan luas RTH secara keseluruhan adalah negatif. Artinya, semakin

3 banyak jumlah penduduk, luas hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawah/tegalan semakin berkurang sehingga luas total RTH juga ikut berkurang. Begitu pula hubungan luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan juga berkorelasi negatif. Jadi, semakin berkurangnya luas RTH, nilai koefisien aliran permukaan di wilayah DAS Hulu Ciliwung semakin meningkat. Selanjutnya dibuat struktur model yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap luas jenis tiap RTH dan RTH secara keseluruhan, dan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Struktur model tersebut selanjutnya disimulasikan dengan enam skenario yang berbeda. Skenario 1 merupakan skenario agresif, skenario 2 adalah skenario semi agresif, skenario 3 merupakan skenario konservasi, sedangkan skenario 4, 5, dan 6 merupakan skenario pengandalian. Selanjutnya dilakukan simulasi model untuk kondisi 25 tahun ke depan. Simulasi model dilakukan dengan bantuan perangkat lunak STELLA Dari semua skenario yang dibuat, skenario yang paling baik adalah skenario 4. Pada skenario ini, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan setelah disimulasikan untuk kondisi 25 ahun mendatang adalah 7.063,14 Ha dan 0,26. Luas RTH pada skenario ini merupakan yang terbaik dibanding dengan hasil skenario lainnya dan nilai koefisien aliran permukaan pada skenario ini merupakan yang terkecil dibanding dengan skenario lain sehingga memiliki fungsi hidrologis yang lebih baik pula. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak terkait (terutama dalam hal ini adalah pemerintah). Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk antara lain adalah dengan pengendalian tingkat kelahiran yaitu dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Selain itu, diperlukan pembatasan jumlah migrasi penduduk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah pembangunan secara vertikal, sehingga ruang terbangun tidak terlalu memerlukan lahan yang luas. Namun kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dalam penentuan lokasi, jumlah dan tinggi bangunannya agar tidak melebihi daya dukung lahan setempat atau dapat mempengaruhi fungsi hidrologis di lokasi tersebut. Selanjutnya, kebijakan yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan luas lahan pertanian dan perkebunan yang semakin berkurang adalah dengan memberikan pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung yang memiliki keahlian terbatas (pertanian) sehingga dapat mendapatkan pekerjaan pada bidang keahlian yang lain. Kebijakan ini diperlukan untuk mengantisipasi besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan pada wilayah ini. Kata kunci: DAS, koefisien aliran permukaan, pemodelan, sistem dinamik

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung, adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Dicky Hartanto A

5 PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN LANSKAP DI KAWASAN HULU DAS CILIWUNG DICKY HARTANTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 Judul Nama NRP Mayor : Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung : Dicky Hartanto : A : Arsitektur Lanskap Disetujui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Tati Budiarti, MS Dr. Ir. Setia Hadi, MS NIP Diketahui NIP Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal Lulus :

8 KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim Segala puji hanya kepunyaan Allah Swt., salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Atas rahmat dan hidayah Allah Swt., akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perubahan Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, MS dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS atas bimbingan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS atas arahan dan masukan beliau. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA atas segala nasehat dan motivasi kepada penulis selama menjalani proses akademik di Departemen Arsitektur Lanskap. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga (Bapak, Mama, Mba Wien, Mas Ipung, Mas Aris dan Mas Ray) yang tidak habis-habisnya memberikan dukungan, semangat dan doa. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Trista Prasidya atas diskusi, motivasi dan semangat yang selalu diberikan; kepada Balqis Nailufar dan Ivong Verawaty yang membantu proses pengolahan dengan ArcView; kepada sahabat-sahabat tercinta, keluarga ARL 43 atas persahabatan dan kebersamaannya; teman-teman ARL 40, 41, 42, 44 dan 45; seluruh dosen, staff dan karyawan Departemen Arsitektur Lanskap; dan pihakpihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Juni 2011 Dicky Hartanto

9 x RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 24 Juli Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Agus Ismadji dan Maeni. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994 di SDN Bakti Handayani II, Bekasi. Kemudian pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bekasi. Selanjutnya, pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bekasi dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Setahun setelah itu, yaitu tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Penulis juga aktif mengikuti beberapa sayembara seperti, Sayembara Kebon Pisang Penjaringan tahun 2010, Sayembara Taman Topi tahun 2010 dan Sayembara Taman Terasering Pondok Indah tahun Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Penulisan Ilmiah.

10 xi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir Penelitian... 2 II TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Siklus Hidrologi DAS Curah Hujan Aliran Permukaan Koefisien Aliran Permukaan Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Ruang Terbuka Hijau Model Sistem Dinamik Sistem Informasi Geografis III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Persiapan Pengumpulan Data Analisis Data Pemodelan Penyusunan Rekomendasi Batasan Studi IV KONDISI UMUM Aspek Fisik Wilayah Administrasi Morfometri Topografi Iklim Geologi dan Geomorfologi... 32

11 xii Tanah Aspek Sosial Penutupan Lahan V PEMBAHASAN Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk Interpretasi Penutupan Lahan Dari Citra Landsat ETM dan Foto Udara Pola Penutupan Lahan Perubahan Penutupan Lahan Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Fungsi Hidrologi Penghitungan Komponen Hidrologi Model Dinamik VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 79

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu Klasifikasi Luas Kawasan Hulu DAS Ciliwung Berdasarkan Kelas Kelerengan Lahan Curah Hujan Rata-rata Bulanan (dalam mm) Hulu DAS Ciliwung Tahun Formasi Geologi di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Data Kependudukan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun 1993, 2000 dan Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000 dan Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan Prakiraan Angka Koefisien Aliran permukaan (C) DAS Ciliwung Hulu Jumlah Penduduk, Nilai C dan Perubahan RTH Kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994, 2001, 2005 dan Nilai Koefisien Korelasi dan Persamaan Fungsi dari Hubungan Linear Variabel X dan Y Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH dan Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Pada Tiap Skenario... 61

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pikir Penelitian Siklus Hidrologi Beberapa Macam Aliran Air Pengaruh Morfometri DAS Pada Hidrograf Aliran Lokasi Penelitian (Kawasan Hulu DAS Ciliwung) Alur Tahapan Penelitian Struktur Model Causal Loop (a) dan (b) Anak Sungai Ciliwung; (c) Sungai Ciliwung; (d) Bendung Katulampa (Outlet Kawasan hulu DAS Ciliwung) Peta Administrasi Kawasan Hulu DAS Ciliwung Peta Kemiringan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Contoh Penggunaan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994 (Janudianto, 2004) Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2001 (Janudianto, 2004) Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun Perubahan Luas Penutupan Lahan (Ha) di Kawasan Hulu DAS Ciliwung pada Periode Tahun , dan Tipe Penutupan Lahan Kebun Campuran Kondisi Lahan Sawah yang Jenuh Air Lahan Sawah yang Berteras-teras Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen Tipe penutupan Lahan Hutan Tipe Penutupan Lahan Terbuka Pemukiman pada Bantaran Sungai Grafik Perbandingan Nilai C Rata-rata DAS Ciliwung Hulu Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Hutan (Y) Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Campuran (Y) Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Kebun Teh (Y) Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Lahan Terbuka (Y) Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas Sawah/Tegalan (Y)... 58

14 31 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk (X) dan Luas RTH (Y) Diagram Pencar Hubungan Linear Luas RTH (X) dan Koefisien Aliran permukaan (Y) Struktur Model Simulasi Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,91% Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,5% Skenario 1 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Skenario 2 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1% Skenario 3 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2% Skenario 4 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2% Skenario 5 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1,5% Skenario 6 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung xv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel Hasil Simulasi Model Skenario Tabel Hasil Simulasi Model Skenario Tabel Hasil Simulasi Model Skenario Tabel Hasil Simulasi Model Skenario Tabel Hasil Simulasi Model Skenario Tabel Hasil Simulasi Model Skenario

16 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat terhadap sumberdaya alam tersebut. Manusia sebagai penduduk dalam wilayah DAS memiliki kecenderungan untuk bertambah jumlahnya, sehingga dalam proses pemanfaatan ruang dan sumberdaya di dalamnya, terjadi intervensi tata guna lahan yang kemudian berpengaruh terhadap fungsi hidrologi dalam kesatuan wilayah DAS. Kebutuhan penduduk yang paling mendasar adalah lahan pemukiman dan lahan pekerjaan. Hal ini menyebabkan terjadinya alih guna lahan yang pada awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Ruang terbuka hijau selalu menjadi korban karena adanya anggapan bahwa lahan hijau tidak termasuk dalam mekanisme ekonomi pasar dan mempunyai nilai pasar yang kalah oleh harga tanah (Irwan, 2008). Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai besar di Jawa Barat, sedangkan DAS Ciliwung merupakan DAS prioritas yang memiliki nilai hidrologis, ekonomis dan sosial yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di wilayah Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Pada wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup wilayah DKI Jakarta sebagai ibukota negara serta pusat kegiatan ekonomi nasional dan internasional. Kawasan hulu merupakan kawasan pemukiman dan pertanian terbatas yang terus berkembang menjadi daerah tujuan wisata yang menarik masyarakat dan para pengembang untuk menanam investasinya. Kawasan hulu dan hilir pada DAS Ciliwung tersebut saling memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Perencanaan lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung sudah tertulis pada Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 mengenai Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur). Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan Bopunjur juga diperuntukkan sebagai hutan lindung. Hal ini bertujuan sebagai kawasan konservasi air sebagai wilayah penyangga Ibukota DKI Jakarta.

17 2 Namun, seiring dengan perkembangannya, kawasan hulu DAS Ciliwung semakin mengalami peningkatan jumlah penduduk yang berimbas kepada perubahan lanskap dengan bergesernya pemanfaatan ruang di dalamnya. Jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan Kota Bogor pada tahun 2008 adalah jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,91% per tahun. Jumlah penduduk yang terus bertambah sedangkan luas lahan tetap menyebabkan penduduk terpaksa melakukan alih guna lahan. Beberapa kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air telah beralih fungsi menjadi ruang terbangun sehingga fungsi hidrologi wilayah ini semakin menurun yang dicerminkan dalam kemampuan lahan dalam meresapkan curah hujan cenderung semakin menurun. Oleh karena itu, studi pada lanskap kawasan hulu DAS Ciliwung perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan koefisien aliran permukaan serta kemungkinan proyeksinya pada masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan kawasan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah a. menganalisis pengaruh petumbuhan penduduk terhadap perubahan lanskap di kawasan hulu DAS Ciliwung, dan b. membuat model simulasi untuk kondisi 25 tahun ke depan sebagai dasar dalam menyusun rekomendasi kebijakan. 1.3 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah setempat dan pihak-pihak terkait dalam mengembangkan kawasan hulu DAS Ciliwung. 1.4 Kerangka Pikir Penelitian Kawasan hulu DAS Ciiliwung merupakan daerah resapan air. Sebagai suatu ekosistem, kawasan ini terdiri dari aspek fisik berupa lahan dan aspek sosial berupa penduduk. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan

18 3 untuk dijadikan ruang terbangun semakin meningkat, sementara luas lahan terbatas. Sehingga terjadi konversi lahan RTH menjadi ruang terbangun. Penurunan luas RTH kemudian mempengaruhi jumlah aliran permukaan di kawasan ini. Oleh karena itu dilakukan analisis hubungan antara jumlah penduduk, penutupan lahan dan aliran permukaan dengan pendekatan sistem dinamik dan selanjutnya dilakukan simulasi pemodelan. Hasil simulasi pemodelan digunakan sebagai dasar dalam menyusun rekomendasi alternatif kebijakan. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Kawasan hulu DAS Ciliwung Penetapan hulu DAS Ciliwung sebagai daerah resapan air Aspek fisik Aspek Sosial Lahan Penduduk Keterbatasan Lahan Kebutuhan lahan Peningkatan Jumlah Penduduk Terjadi perubahan penggunaan ruang Aliran permukaan meningkat Analisis hubungan dan pemodelan Rekomendasi kebijakan Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

19 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melaluinya dengan fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya. Penyimpanan serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam sekelilingnya dengan keseimbangan daerah tersebut (PP Nomor 33/1970 dalam Departemen Kehutanan, 1997). Sementara menurut Seyhan (1990), DAS adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh batas alam berupa topografi yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang diterima ke sistem sungai terdekat dan selanjutnya bermuara di waduk, danau atau laut. Suatu DAS yang sangat luas umumnya terdiri dari beberapa Sub DAS, dan Sub DAS dapat terdiri dari beberapa Sub-sub DAS. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. Soerjono (1978 dalam Wulandari, 2008) menjelaskan bahwa DAS merupakan ekosistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara faktor-faktor fisik (tanah dan iklim) dan faktor biotik (vegetasi). Interaksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan input dan output air serta hasil sedimen yang dikeluarkannya yang mencirikan keadaan hidrologi ekosistem tersebut. Dalam mempelajari ekosistemnya, suatu DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir (Asdak, 2007). Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria

20 5 yang didominasi hutan bakau/gambut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan tata air terhadap seluruh bagian DAS. Suatu DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung, data sekunder, peta, dan data penginderaan jauh (remote sensing). Seyhan (1990) menyatakan bahwa karakteristik DAS dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu (1) faktor lahan, yeng meliputi topografi, tanah, geologi, dan geomorfologi, serta (2) faktor vegetasi dan penggunaan lahan. 2.2 Siklus Hidrologi DAS Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas atau padat) pada, dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah penyebaran daur dan perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Asdak, 2007). Siklus hidrologi secara sederhana adalah pergerakan permanen dari kelembaban bumi yang membentuk urutan berputar dari lautan, melewati proses penguapan (evaporasi), kemudian menjadi hujan (presipitasi) dan akhirnya melalui sungai mengalir sebagai debit (runoff) menuju kembali ke laut (Mulyanto, 2007). Siklus hidrologi memungkinkan tersedianya air di permukaan bumi yang jatuh dari lautan secara terus-menerus (Gambar 2). Gambar 2 Siklus Hidrologi

21 6 Selanjutnya Asdak (2007) menjelaskan, dalam siklus hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, laut dan badan-badan air lainnya. Uap air hasil evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, apabila keadaan atmosfer memungkinkan maka sebagian uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai hujan. Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk selama proses pembasahan tajuk, kemudian sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah permukaan melalui permukaan batang pohon (stemflow). Sebagian air hujan yang jatuh ke tajuk dan batang tidak akan pernah sampai di permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer selama dan setelah berlangsungnya hujan (intersepsi). Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan terserap ke dalam tanah (infiltrasi). Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir di atas permukaan ke tempat yang lebih rendah (runoff), selanjutnya masuk ke dalam sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah tersebut akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau, akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya, Tidak semua air infiltrasi mengalir ke sungai atau tampungan air lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporasi) dan melalui permukaan tajuk vegetasi (transpirasi). Perbedaan

22 7 intersepsi dan transpirasi dapat dilihat dari asal air yang diuapkan ke atmosfer. Apabila air yang diuapkan berasal dari hujan yang jatuh di atas tajuk tersebut, maka proses penguapannya disebut intersepsi sedangkan jika air yang diuapkan berasal dari dalam tanah melalui aktivitas fisiologi tanaman, maka proses penguapannya disebut transpirasi. Dengan kata lain, intersepsi terjadi selama dan segera setelah berlangsungnya hujan sementara proses transpirasi berlangsung ketika tidak ada hujan. Gabungan proses evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi Curah Hujan Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2007). Mengingat bahwa di daerah beriklim tropis presipitasi hanya ditemui dalam bentuk curah hujan, maka presipitasi dalam konteks daerah tropis adalah sama dengan curah hujan. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses siklus hidrologi di suatu DAS. Secara ringkas dan sederhana, terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena adanya akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi, dan pada gilirannya massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu, diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri atas dua jenis yaitu alat penakar curah hujan otomatis dan alat penakar hujan tidak otomatis. Besaran curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik (m 3 ) per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun (Arsyad, 2000). Sistem jaringan kerja alat penakar hujan harus direncanakan sesuai dengan keperluan pemanfaatan data curah hujan yang akan dikumpulkan. Lokasi penempatan alat ukur harus mampu mewakili informasi daerah cakupannya.

23 8 Sebagai aturan umum, disarankan bahwa satu alat penakar hujan untuk daerah kepulauan kecil seluas lebih kurang 25 km² dengan pola curah hujan tidak teratur dianggap cukup memadai. Sementara untuk daerah bergunung-gunung, satu alat penakar curah hujan untuk wilayah seluas km². Apabila daerah kajian merupakan daerah dengan topografi relatif datar, maka satu alat penakar curah hujan dapat mewakili daerah seluas km² (WMO, 1981 dalam Asdak, 2007) Aliran Permukaan Aliran permukaan (runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan itu selesai, air dapat mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas. Ada bagian air yang berlangsung cepat untuk selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian aliran permukaan lain, karena melewati cekungan-cekungan permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari bahkan beberapa minggu sebelum akhirnya menjadi aliran debit (Asdak, 2007). Debit atau laju aliran sungai adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m³ per detik atau m³ per jam (Arsyad, 2000). Besarnya debit ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya, diformulasikan sebagai: Q = A x V Dengan Q = debit air (m³/detik atau m³/jam); A = luas penampang aliran (m²); V = kecepatan aliran (m/detik). Debit tahunan, yaitu aliran sungai sepanjang tahun merupakan gabungan dari beberapa komponen aliran, yaitu intersepsi saluran (channel interception), aliran permukaan (surface runoff), aliran air bawah permukaan (interflow/delayed runoff) dan aliran bawah tanah (groundwater/baseflow). Hujan yang turun pada

24 9 suatu wilayah DAS akan terdistribusi menjadi keempat komponen tersebut sebelum akhirnya menjadi aliran sungai (Gambar 3). Gambar 3 Beberapa Macam Aliran Air Catatan : A = intersepsi saluran B = aliran permukaan C = aliran air bawah permukaan D = aliran air tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan secara umum dapat dibagi dua yaitu karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan mencakup lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan. Pengaruh karakteristik DAS terhadap aliran permukaan adalah melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi) (Asdak, 2007). Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume aliran permukaan akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan kurang intensif meskipun curah hujan total kedua hujan tersebut sama besarnya. Laju dan volume aliran permukaan suatu DAS dipengaruhi oleh penyebaran dan intensitas curah hujan di DAS yang bersangkutan. Umumnya, laju aliran permukaan dan volume terbesar terjadi ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh wilayah DAS yang bersangkutan. Pengaruh morfometri DAS terhadap besaran dan waktu dari hidrograf aliran yang dihasilkannya dalam hal ini terdiri atas luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS. Luas DAS merupakan salah satu faktor penting dalam

25 10 pembentukan hidrograf aliran. Semakin besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar jumlah curah hujan yang diterima. Tetapi, beda waktu (time lag) antara puncak curah hujan dan puncak hidrograf aliran menjadi lebih lama. Demikian juga waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak hidrograf dan lama waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran juga menjadi lebih panjang. Kemiringan lereng DAS mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal waktu. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS, semakin cepat laju aliran permukaan sehingga mempercepat respons DAS tersebut oleh adanya curah hujan. Bentuk topografi seperti kemiringan lereng, keadaan parit dan bentukbentuk cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan. DAS dengan sebagian besar bentang lahan datar atau pada daerah dengan cekungan-cekungan tanah tanpa saluran pembuangan (outlet) akan menghasilkan aliran permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan DAS dengan kemiringan lereng lebih besar serta pola pengairan yang dirancang dengan baik. Dengan kata lain, sebagian aliran air ditahan dan diperlambat kecepatannya sebelum mencapai lokasi pengamatan. Hal ini dapat diketahui dari bentuk hidrograf yag lebih datar. Gambar 4 Pengaruh Morfometri DAS Pada Hidrograf Aliran

26 11 Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju aliran permukaan daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua DAS tersebut sama. Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan faktor penting dalam menetukan kecepatan aliran permukaan. Semakin tinggi kerapatan daerah aliran, semakin besar kecepatan aliran permukaan untuk curah hujan yang sama. Pegaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dapat diterangkan bahwa vegetasi dapat memperlambat jalannya aliran permukaan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di dalam permukaan tanah, dan dengan demikian, menurunkan laju aliran permukaan Koefisien Aliran Permukaan Koefisien aliran permukaan (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan. Misalnya C untuk hutan adalah 0,10, artinya 10 persen dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Secara matematis, koefisien aliran permukaan dapat dijabarkan sebagai berikut C = aliran permukaan (mm)/curah hujan(mm) Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan. Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi aliran permukaan. Hal ini kurang menguntungkan dari segi konservasi sumberdaya air karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang. Kerugian lainnya adalah ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 hingga 1. Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air infiltrasi. Sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Di lapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih besar dair 0 dan lebih kecil dari 1 (Asdak, 2007). 2.3 Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Istilah penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, namun sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di

27 12 permukaan bumi. Sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1997 dalam Janudianto, 2004). Penggunaan lahan juga diartikan sebagai bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2000). Penggunaan lahan dikelompokkan ka dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian (tegalan, sawah, kebun, hutan lindung dan sebagainya) dan penggunaan lahan bukan pertanian (permukiman, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya). Menurut Vink (1975 dalam Sudadi et al, 1991), perubahan atau perkembangan penggunaan dan penutupan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami seperti iklim, topografi, tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia dirasakan berpengaruh lebih dominan dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan yang spesifik. Leopold dan Dunne (1978 dalam Sudadi et al, 1991) menyatakan bahwa secara umum, perubahan penggunaan lahan pada DAS akan merubah: (1) karakteristik aliran sungai, (2) total aliran permukaan, (3) kualitas air dan (4) sifat hidrologi DAS. Menurut Viessman et al (1977, dalam Sudadi et al, 1991), Perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap aliran sungai dan karakteristik aliran permukaan suatu DAS. Perubahan penutupan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah dan perubahan penggunaan lahan yang merubah sifat atau ciri vegetasi dapat memberikan dampak penting terhadap waktu dan volume aliran. Lebih lanjut dinyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat meningkatkan atau menurunkan volume aliran permukaan serta laju maksimum dan waktu aliran suatu DAS. 2.4 Ruang Terbuka Hijau Ruang merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut Tarigan (2006), ruang adalah tempat untuk suatu benda/kegiatan atau apabila kosong dapat diisi dengan suatu benda/kegiatan.

28 13 Sedangkan menurut Hakim dan Utomo (2003, dalam Permata, 2010), ruang dibentuk oleh tiga komponen yaitu lantai, dinding dan atap. Ruang disini dapat berupa ruang dalam atau ruang luar, yang mana ruang dalam dibatasi oleh suatu alas, dinding atau tembok dan atap. Sedangkan ruang luar dibatasi oleh alas berupa hamparan tanah, dinding dapat berupa tegakan pohon atau dinding maya dan atapnya dapat berupa kanopi pohon atau langit. Ruang Terbuka Hijau (RTH) suatu kota adalah ruang-ruang terbuka (open spaces) di berbagai tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia (Nurisjah, 1997). Menurut Danoedjo (1990), RTH dapat berupa lahan dengan kepadatan bangunan sangat rendah. Ruang terbuka ini dapat berupa lahan kosong tanpa perkerasan, lahan dengan tanaman dan sebagainya. Pengadaan RTH dalam bentuk-bentuk di atas dimaksudkan agar air hujan dapat meresap ke dalam tanah (mengalami infiltrasi). 2.5 Model Suatu sistem terdiri atas elemen-elemen yang saling tergantung satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses bekerjanya sangat kompleks sehingga untuk melihat bekerjanya hubungan ini dalam keadaan yang sebenarnya adalah mustahil. Oleh karena itu, hubungan tersebut perlu disederhanakan dengan jalan merangkum ke dalam suatu bentuk tertentu yang disebut model (Gaspersz, 1990). Model bisa diartikan sebagai penggambaran sesuatu sehingga kita menjadi lebih jelas memahaminya. Model dapat digambarkan dengan diagram dua dimensi, misalnya diagram rantai makanan atau siklus air atau miniatur tiga dimensi seperti maket ataupun model matematika (Teknik Lingkungan ITB, 2007 dalam Permata, 2010). Selanjutnya menurut Hartisari (2007), model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitugkan beberapa faktor dalam sistem, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

29 14 Menurut Suwarto (2006, dalam Permata, 2010), model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab-akibat. Jadi, model adalah suatu penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Menurut Hartisari (2007), model disusun untuk beberapa tujuan yaitu pemahaman proses yang terjadi dalam sistem, prediksi, serta menunjang pengambilan keputusan. Berdasarkan acuan waktu, model dapat digolongkan menjadi model statik dan model dinamik. Model statik adalah model yang mengabaikan pengaruh waktu. Biasanya model ini menggambarkan sistem dalam bentuk persamaan matematika. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan cukup satu kali saja dan variabel yang digunakan dalam persamaan merupakan nilai rata-rata. Model dinamik menempatkan waktu sebagai variabel bebas, sehingga model jenis ini menggambarkan dinamika suatu sistem sebagai fungsi dari waktu. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan secara berulang-ulang (iterasi) hingga tercapai nilai kesalahan (error) yang minimal (Teknik Lingkungan ITB, 2007 dalam Permata, 2010). Menurut Suwarto (2006, dalam Pemata, 2010), model dinamika lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. 2.6 Sistem Dinamik Sistem merupakan gugus atau kumpulan dari kompoen yang saling terkait dan terorganisani dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Kajian sistem akan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat statik atau dinamik. Permasalahan yang bersifat statik bersifat konstan, sedangkan yang bersifat dinamik selalu berubah menurut waktu. Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari, 2007) Sistem dinamik adalah suatu model untuk mempelajari dan mengatur sistem-sistem umpan-balik yang kompleks, seperti yang dapat ditemukan pada bisnis dan sistem-sistem sosial lain. Faktanya, sistem dinamik telah digunakan

30 15 untuk memanggil secara praktis setiap jenis dari sistem umpan-balik. Ketika sistem perintah telah diaplikasikan pada tiap jenis situasi, umpan-balik adalah sebagai pendeskripsi yang membedakan. Umpan balik mengacu pada situasi dari X yang mempengaruhi Y dan Y pada gilirannya mempengaruhi X, bisa jadi melewati suatu rantai dari sebab dan akibat (System Dynamics Society, 2007 dalam Permata, 2010). Metodologi sistem dinamik telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forrester pada dekade lima puluhan, dan berpusat di MIT Amerika Serikat. Sesuai degan namanya, metode ini erat berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan memggunakan sistem dinamik adalah masalah yang mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) serta struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan balik (Tasrif, 2006 dalam Permata, 2010). 2.7 Sistem Informasi Geografis Pada dasarnya, istilah Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi dan geografis. Dengan melihat unsur-usur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi, dengan tambahan unsur geografis. Atau, SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis (Prahasta, 2002). Pengertian SIG menurut Aronorf (1989, dalam Prahasta, 2002) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data dan (d) keluaran.

31 16 Teknologi SIG mengitegrasikan pengoperasian database seperti pertanyaan dan analisis statistika dengan cara menampilkan secara khas dan menganalisis secara geografis dari suatu peta. Kemampuan ini membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya dan menjadikannya lebih bernilai dalam penggunaannya oleh umum ataupun bisnis pribadi yang bertujuan untuk menjelaskan peristiwa yang dianggap penting, memprediksi hasil serta merencanakan strategi (ESRI, 1999 dalam Prahasta, 2002). SIG dapat menyimpan dan menampilkan kembali infomasi yang diperlukan mengenai sebuah lokasi geografis dengan modifikasi warna, bentuk, ukuran simbol yang dapat memberi pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geografi suatu wilayah. Secara umum pengertian SIG dapat diartikan sebagai sistem yang mampu mengumpulkan data kebumian yang diperoleh dari berbagai sumber dan menyimpannya dalam suatu database, sehingga dengan mudah data tersebut diperoleh kembali untuk dilakukan analisa maupun manipulasi. Terdapat empat komponen penting yang saling berkaitan bila bekerja dengan menggunakan SIG, yaitu 1. hardware atau perangkat keras, merupakan wadah berupa komputer untuk mengoperasikan SIG; 2. software atau perangkat lunak yang berfungsi untuk menganalisis informasi geografi; 3. data dan metadata. Data geografi dan data tabular dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapang maupun pembelian melalui agen tertentu SIG akan mengintegrasikan data spasial dengan sumber data lainnya dan kemudian dapat mengatur dan menyimpan data dalam bentuk data spasial maupun non sapasial; dan 4. manusia. Teknologi SIG sangat tidak bernilai jika tidak ada manusia yang dapat mengatur sistem dan membangun rencana untuk mengaplikasikan masalah-masalah yang ada (Prahasta, 2002). Salah satu aktivitas penting dalam kegiatan SIG adalah pengisian basis data berupa digitasi dan memasukkan angka, kemudian analisa dapat dilakukan setelah basis data tersedia. Pemasukan data ke dalam sistem adalah data input dirubah menjadi format data digital agar dapat disimpan dan dimanipulasi. Data yang akan

32 17 dimasukkan dengan cara digitasi tersebut diperlukan peta dasar yang baku dan dapat dipercaya serta beragam. Secara sederhana SIG dapat digambarkan sebagai penampakan berbagai informasi untuk memenuhi suatu fungsi kriteria tertentu. Data SIG berupa data digital yang berformat raster dan vektor. Sumber data digital yang berupa citra satelit atau data foto udara serta foto udara yang terdigitasi atau berupa peta dasar terdigitasi. Foto udara digital dan citra satelit digunakan secara saling melengkapi. Citra Landsat EMT + merupakan contoh data citra digital yang berformat raster.

33 III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung bagian hulu yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Gambar 5). Penelitian akan dilaksanakan selama enam bulan efektif dimulai dari bulan Juni 2010 sampai dengan Desember Gambar 5 Lokasi Penelitian (Kawasan Hulu DAS Ciliwung) 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa data sekunder yang berasal dari instansi-instansi terkait. Jenis data fisik yang diambil berupa data wilayah administrasi, hidrologi, topografi dan data penutupan lahan. Sedangkan data sosial yang digunakan berupa data kependudukan. Alat yang digunakan berupa kamera digital dan Global Positioning System (GPS) sebagai alat ukur untuk meninjau ulang data sekunder dengan keadaan

34 19 eksisting di lapang, kalkulator scientific untuk mengolah data serta seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007, ArcView 3.2, ERDAS IMAGE 9.1, dan STELLA untuk mengolah data. 3.3 Tahapan Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dangan pendekatan sistem dinamik (Listyanti, 2009). Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 6. Persiapan Pengumpulan Data Analisis Data Pemodelan Gambar 6 Alur Tahapan Penelitian Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan awal dari penelitian, meliputi penetapan latar belakang, tujuan dan kegunaan penelitian, rencana kerja, persiapan alat dan bahan, perijinan pengambilan data serta menentukan konsep model dalam penelitian ini, yaitu hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan jumlah aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung Pengumpulan Data Pada tahap ini kegiatan meliputi pengumpulan data dan informasi pembentuk tapak, serta data dan informasi lain yang mempengaruhi tapak. Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara langsung melalui survey lapang (ground check) penutupan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung (data primer) dan pengumpulan data dan informasi dari instansi-instansi tekait (data sekunder) berupa data fisik dan sosial. Data sekunder yang digunakan adalah data jumlah penduduk, data hidrologi berupa curah hujan dan debit air, peta administrasi wilayah studi, peta penutupan lahan, dan peta topografi. Tabel 1 menunjukkan jenis data yang dikumpulkan termasuk cara pengumpulan dan sumber data.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak sungai

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk V PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis 5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model) Oleh : AI MARLINA F14102084 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah permukaan bumi sebagai tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2 Balai Penelitian Kehutanan Solo. Jl. A. Yani PO Box 295

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2009. Lokasi penelitian yaitu di Wilayah Pengembangan (WP) Bojonagara, Kota Bandung. Gambar 3.1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F

MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE. Oleh NURLEYLA HATALA F MODEL MATEMATIS PERUBAHAN KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CISADANE Oleh NURLEYLA HATALA F14103004 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi. Sekitar 396.000 kilometer kubik air masuk ke udara setiap tahun. Bagian yang terbesar sekitar 333.000 kilometer kubik naik dari samudera. Tetapi sebanyak 62.000 kilometer kubik ditarik dari darat, menguap

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Biru terletak di Kabupaten Wonogiri, tepatnya di Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Lokasinya terletak di bagian lereng

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan lingkungan dewasa ini menjadi isu penting yang mengundang perhatian baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Zen (1982, dalam Martopo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai. Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi ke dalam tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Sub DAS Cikapundung yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Citarum Hulu. Wilayah Sub DAS ini meliputi sebagian Kabupaten

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO i PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ANALISIS KERUSAKAN DAN AGIHAN BANJIR LUAPAN SUNGAI WAWAR BAGIAN HILIR SUB DAS WAWAR DI KABUPATEN PURWOREJO Penelitian Untuk Skripsi S-1 Progam Studi Geografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Seperti yang diketahui selama ini, pembangunan memberikan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan menganalisis Ruang Terbuka Hijau. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci