STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK JUNGKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK JUNGKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 STRUKTUR DAN KOMPOSISI SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK JUNGKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN Syamsul Rizal 1, dan Deptalia 2 syamsul_rizal_msi@yahoo.com Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang 1 Alumni Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang 2 ABSTRACT This study aims to determine the structure and composition of insects in the swamp water of Jungkal Ogan Ilir on South Sumatera province, in June to September Identification of aquatic insects in the Laboratory of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of PGRI Palembang. The results showed the relative density, relative frequency, relative dominance at station 1 ( Kumpai copper ) is Pelocoris femoratus and station 2 ( Lotus ) is Parapoy onx sp. Insects are the most dominant with the highest importance value index station 1 is Pelocoris femoratus, station 2 Parapoyonx sp. While the insect species diversity index of water at station 1 of 2.02, at station 2 of 1.25 and index between stations by 46 %. Key words : Insects water, lebak swamp deling, structure, composition ABSTRAK Penelitian tentang struktur dan komposisi serangga air di rawa lebak jungkal di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan, dilakukan pada bulan Juni hingga September Identifikasi serangga air di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas PGRI Palembang. Hasil penelitian didapatkan kepadatan relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif pada stasiun 1 (Kumpai tembaga) adalah Pelocoris femoratus dan stasiun 2 (Teratai) adalah Parapoyonx sp. Serangga yang paling dominan dengan Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun 1 adalah Pelocoris femoratus, pada stasiun 2 Parapoyonx sp. Sedangkan Indeks Keanekaragaman jenis serangga air pada stasiun 1 sebesar 2,02, sedangkan pada stasiun 2 sebesar 1,25 dan Indeks Kesamaan antar stasiun sebesar 46%. Kata Kunci: Serangga air, rawa lebak, struktur, komposisi PENDAHULUAN Rawa dibedakan menjadi rawa pasang surut dan rawa non pasang surut. Rawa pasang surut adalah lahan rendah yang badan airnya dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut. Rawa pasang surut berhubungan langsung dengan sungai sehingga keasamannya akan berkurang. Sedangkan rawa non pasang surut atau disebut lebak merupakan lahan rendah yang memiliki kepekaan tergenang air ISSN x 10

2 yang berasal dari curah hujan atau luapan banjir di hulu dengan tingkat keasaman yang tinggi sehingga hanya organisme yang tahan terhadap keasaman tinggi saja yang dapat hidup. Rawa non pasang surut atau rawa lebak adalah lahan genangan air secara alamiah terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta merupakan lahan rendah dan memiliki kepekaan terhadap air yang berasal dari curah hujan atau luapan air. Rawa lebak merupakan rawa yang dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan dan peternakan. Ekosistem rawa lebak berair asam dengan kandungan oksigen yang rendah, hanya dapat didiami oleh organisme yang tahan terhadap keasaman tinggi. Rawa lebak mempunyai lahan genangan air hampir sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan tinggi genangan mencapai 50 cm. Keberadaan fauna avertebrata dipengaruhi oleh ketersediaan komponen-komponen lain yang ada pada lingkungan rawa. Salah satu komponen yang berperan penting adalah tumbuhan air sebagai sumber makanan, tempat berlindung dan tempat memijah. Eceng gondok berperan dalam penyediaan makanan dan perlindungan bagi crustacea, serangga, ikan, dan amfibi. Bagi serangga, tumbuhan air yang hidup di tepi air yang mengalir dapat menahan aliran air dan menyediakan kondisi yang sama dengan air yang tidak mengalir. Akar tumbuhan menyediakan makanan bagi moluska, serangga dan beberapa jenis ikan dan sekaligus tempat berlindung (Djajasasmita et al., 1983 dalam Monk, 2002). Menurut Odum (1996), serangga air adalah salah satu organisme yang terdapat di perairan rawa lebak. Serangga air adalah organisme yang hidupnya mengapung atau berenang di permukaan air serta bertempat pada permukaan perairan. Larva serangga air biasanya menempel pada akar tanaman air diantaranya adalah jenis rerumputan yang merupakan habitat dari larva ikan dan larva serangga air yang menggantungkan hidupnya dari pakan alami yang berupa komunitas plankton. Perairan rawa lebak jungkal merupakan bagian dari rawa lebak yang terletak pada wilayah pantai timur Pulau Sumatera Selatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Kawasan ini dikenal mempunyai potensi perikanan. Perlu penelitian berkelanjutan untuk mengetahui biota yang terdapat di suatu ekosistem perairan, dalam hal ini serangga air yang hidup di rawa lebak jungkal kecamatan Pampangan kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2012 di rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Identifikasi di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI Palembang. 1. Penentuan Plot Plot yang akan diteliti ditentukan secara purposive sampling. Plot dibuat dengan menggunakan pipa ukuran 1 m x 1 m (persegi) sebanya k 20 plot. Sepuluh plot digunakan untuk pengambilan sampel serangga air pada ISSN x 11

3 tanaman teratai ( Nymphaea) dan 10 plot lagi di tanaman kumpai tembaga dan jarak antar plot adalah 5 meter. Pengambilan sampel serangga air dilakukan dengan menggunakan insecting-net, lalu masing-masing sampel dimasukan kedalam botol sampel. 2.Identifikasi Sampel di Laboratorium Botol yang berisi sampel serangga air dibawa ke laboratorium untuk diamati dan diidentifikasi dengan menggunakan kaca pembesar dan mikroskop. Sebagai pedoman identifikasi digunakan rujukan kunci identifikasi serangga ( Borror, 1992) dan (Cafferty, 1983). HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari hasil penelitian tentang struktur dan komposisi serangga air yang dilakukan di Rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Serangga Air di Perairan Rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan No Ordo Familia Genus Spesies Daerah Pengamatan Stasiun 1 Stasiun 2 1 Odonata Aeshnidae Aeshna Aeshna sp - 2 Coenagrionidae Ischanura Ischanura cervula 3 Hemiptera Naucoridae Pelocoris Pelocoris femoratus - 4 Nepidae Ranatra Ranatra nigra - 5 Mesoveliidae Mesovelia Mesovelia mulsanti - 6 Lepidoptera Pyralidae Parapoyonx Parapoyonx sp 7 Diptera Chironomidae Chironomus Chironomus attenuatus 8 Empididae Chelifera Chelifera sp - 9 Coleoptera Hydrophilidae Amphimallon Amphimallon ochraceus - 10 Carabidae Carabus Carabus problematicus - Untuk mengetahui Indeks Nilai Penting suatu spesies pada kedua stasiun disajikan pada tabel 2 dan 3. Tabel 2. Kepadatan (K), Frekuensi (F), dan Dominansi di 2 stasiun penelitian No Spesies Kepadatan (K) Frekuensi (F) Dominansi (D) (Individu/m2) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 2 Stasiun 2 1 Aeshna sp 0,70 0,00 0,30 0,00 0,03 0,00 2 Ischanura cervula 0,40 0,40 0,30 0,40 0,01 0,04 3 Pelocoris femoratus 0,90 0,00 0,60 0,00 0,05 0,00 4 Ranatra nigra 0,30 0,00 0,30 0,00 0,01 0,00 5 Mesovelia mulsanti 0,00 0,40 0,00 0,40 0,00 0,04 6 Parapoyonx sp 0,30 1,00 0,20 0,60 0,01 0,23 7 Chironomus attenuatus 0,10 0,30 0,10 0,30 0,00 0,02 8 Chelifera sp 0,10 0,00 0,10 0,00 0,00 0,00 9 Amphimallon ochraceus 0,50 0,00 0,40 0,00 0,02 0,00 10 Carabus problematicus 0,60 0,00 0,50 0,00 0,02 0,00 Total 3,9 2,1 2,8 1,7 0,15 0,33 ISSN x 12

4 Tabel 3. Nilai Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) di kedua stasiun No Spesies KR (%) FR (%) DR( %) INP( %) S.1 S.2 S.1 S.2 S.1 S.2 S.1 S.2 1 Aeshna sp 17,95 0,00 10,71 0, ,00 48,66 0,00 2 Ischanura cervula 10,26 19,05 10,71 23,53 6,67 12,12 27,64 54,70 3 Pelocoris femoratus 23,08 0,00 21,43 0,00 33,33 0,00 77,81 0,00 4 Ranatra nigra 7,69 0,00 10,71 0,00 6,67 0,00 25,07 0,00 5 Mesovelia mulsanti 0,00 19,05 0,00 23,53 0,00 12,12 0,00 54,70 6 Parapoyonx sp 7,69 47,62 7,14 35,29 6,67 69,70 21,50 152,61 7 Chironomus attenuatus 2,56 14,29 3,57 17,65 0,00 6,06 6,31 38,00 8 Chelifera sp 2,56 0,00 3,57 0,00 0,00 0,00 6,31 0,00 9 Amphimallon ochraceus 12,82 0,00 14,29 0,00 13,33 0,00 40,44 0,00 10 Carabus problematicus 15,38 0,00 17,86 0,00 13,33 0,00 46,57 0,00 Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 300,00 300,00 Untuk mengetahui Indeks Keanekaragaman (H ), Indeks Kes amaan (IS), dan Indeks Ketidaksamaan (ISS) disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Keanekaragaman (H ), Indeks Kesamaan (IS), dan Indeks Ketidaksamaan (ISS) Serangga Air di Rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir No Nama Stasiun Indeks Keanekaragaman Indeks Kesamaan Indeks Ketidaksamaan (H') (IS) (ISS) 1 Stasiun 1 (Kumpai 2,02 (Tinggi) Tembaga) 46% 54% 2 Stasiun 2 (Teratai) 1,25 (Sedang) HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi Spesies Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di dua stasiun pengambilan sampel di perairan Rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan, dapat dilihat pada Tabel 1. Pada stasiun 1 ditemukan 6 spesies yang hanya terdapat pada tanaman kumpai tembaga, hal ini dimungkinkan karena jenis tumbuhan rerumputan seperti kumpai tembaga sangat cocok sebagai habitat dan mencari makan dari masing-masing spesies tersebut. Sedangkan pada stasiun 2 terdapat 1 spesies yang berbeda yang hanya terdapat pada tanaman teratai. Menurut Borror (1992), spesies yang berasal dari Ordo Hemiptera seperti Mesovelia mulsanti ini biasanya sering ditemukan merayap diatas tumbuh-tumbuhan yang mengambang pada tepi-tepi kolam atau genangan air dan pada kayu-kayu yang menonjol dari air. Tiga spesies yang sama dan terdapat di kedua stasiun yaitu Ischanura cervula, Parapoyonx sp, dan Chironomus attenuatus dimana ketiganya berasal dari Ordo yang berbeda yaitu Odonata, Lepidoptera, dan Diptera. Ketiga spesies ini menempati habitat yang sama karena ISSN x 13

5 ketiga spesies ini mengalami masa pradewasa di habitat akuatik dan yang dewasa biasanya terdapat dekat air yang bersifat pemangsa dan pemakan berbagai serangga kecil akuatik, tumbuh-tumbuhan yang membusuk dan organisme akuatik yang kecil. Biasanya mereka tinggal menunggu mangsanya serta kebanyakan larva tinggal di dalam air, batu-batuan, dalam tanah, dan tumbuhan atau dalam lumpur diantaranya rerumputan seperti kumpai tembaga yang merupakan habitat yang baik bagi kehidupan masing-masing spesies ini (Monk, 2002). 2 Nilai Penting Spesies 2.1. Kepadatan dan Kepadatan Relatif Berdasarkan tabel 3, kepadatan relatif serangga air tertinggi didapatkan pada stasiun 1 (Kumpai Tembaga) adalah Pelocoris femoratus dari Ordo Hemiptera. Sedangkan yang memiliki kepadatan relatif paling rendah yaitu Chironomus attenuatus dan Chelifera sp, dimana keduanya berasal dari Ordo Diptera. Pada stasiun 2 (Teratai) spesies Parapoyonx sp dari Ordo Lepidoptera merupakan jenis yang paling tinggi kepadatannya relatifnya. Sedangkan kepadatan relatif yang paling rendah yaitu Chironomus attenuatus dari Ordo Diptera. Spesies Parapoyonx sp lebih banyak ditemukan pada lokasi penelitian dikarenakan larva dari spesies ini kebanyakan pemakan tumbuh-tumbuhan seperti tanaman teratai. Sedangkan kepadatan relatif terendah terdapat di stasiun 1 (Kumpai Tembaga) yaitu spesies dari Chironomus attenuatus dan dan Chelifera sp dibandingkan pada stasiun 2 (Teratai) pada stasiun 1 kepadatan relatifnya rendah dikarenakan kebanyakan dari mereka memiliki sumber makanan yang terbatas dan hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah atau tempat dimana ketersedian makanan tertentu yang juga mencermikan aspek kualitas lingkungan, komunitas serangga air, serta mencerminkan tingkatan dan struktur habitatnya (Tarumingkeng, 2001) Frekuensi dan Frekuensi Relatif Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 (Kumpai Tembaga) frekuensi tertinggi ditempati oleh spesies Pelocoris femoratus dari Ordo Hemiptera dengan. Sedangkan frekuensi relatif terendah ditempati oleh Chironomus attenuatus dan Chelifera sp kedunya dari Ordo yang sama yaitu Diptera. Pada stasiun 2 (Teratai) frekuensi relatif tertinggi ditempati oleh spesies Parapoyonx sp dari Ordo Lepidoptera. Sedangkan frekuensi dan frekuensi relatif terendah ditempati oleh spesies Chironomus attenuatus dari Ordo Diptera. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa frekuensi relatif serangga air tertinggi yang terdapat pada tanaman kumpai tembaga (stasiun 1) adalah pelocoris femoratus dimana serangga air ini merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Hemiptera dan merupakan Familia dari Naucoridae yang menghuni bagian permukaan air. Serangga tersebut biasanya di temukan pada tumbuhantumbuhan terbenam dan kebanyakan tempat hidupnya berada pada akar-akar tanaman jenis rerumputan (Graminae). Sedangkan frekuensi relatif terendah ditempati oleh Chironomus attenuatus ISSN x 14

6 dan Chelifera sp yang keduanya termasuk ke dalam Ordo Diptera. Sedangkan frekuensi relatif serangga air tertinggi yang terdapat pada tanaman teratai (stasiun 2) adalah Parapoyonx sp yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, larva serangga air ini banyak terdapat di dalam air terutama di dekat tumbuhtumbuhan. Hal ini dikarenakan kebanyakan spesies Parapoyonx sp ini pemakan dari tumbuh-tumbuhan. Sedangkan frekuensi relatif terendah ditempati oleh Chironomus attenuatus. Berdasarkan hasil dari kedua stasiun penelitian dapat diketahui bahwa frekuensi relatif tertinggi ditempati oleh spesies Parapoyonx sp. Hal ini dikarenakan stasiun 2 (Teratai) merupakan habitat yang cocok sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya larva dari serangga air ini dan spesies yang menempati frekuensi relatif terendah adalah Chelifera sp (lalat penari) karena serangga yang termasuk ke dalam Familia Empididae ini biasanya terdapat di tempat-tempat lembab dan ditempat itu banyak terdapat tumbuh-tumbuhan seperti tanaman teratai dan lili air, mereka juga bersifat pemangsa pada seranggaserangga yang lebih kecil dan beberapa adalah pemangsa yang penting dari nyamuk Dominansi dan Dominansi Relatif Dominansi spesies mencerminkan aspek kualitas lingkungan serta komunitas serangga air dan juga mencerminkan tingkatan dan struktur habitatnya. Spesies yang paling dominan pada stasiun 1 dan stasiun 2 adalah Ischanura cervula dan Parapayonx sp. Hal ini disebabkan kondisi perairan dan vegetasi dari tumbuhan-tumbuhan yang terdapat pada stasiun 1 (Kumpai Tembaga) dan stasiun 2 ( Teratai) sangat mempengaruhi kehidupan masingmasing organisme tersebut. Tingkat dominansi suatu spesies tergantung pada kemampuan spesies tersebut dalam bereproduksi serta kemampuan spesies menyesuaikan diri terhadap lingkungan perairan dan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi lingkunganya. Tingginya dominansi pada spesies ini disebabkan spesies Parapoyonx sp mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan sumber makanan yang tersedia disekitar tanaman teratai dan yang berupa organisme kecil dan serasah dari tumbuhan teratai tersebut. Begitu pula sebaliknya pada tanaman kumpai tembaga spesies Pelocoris femoratus juga lebih mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan sumber makanan yang tersedia disekitar tanaman kumpai tembaga. Sedangkan dominansi relatif terendah pada stasiun 1 di tempati oleh 3 spesies yang berasal dari ordo yang berbeda yaitu Ischanura cervula, Ranatra nigra, dan Parapoyonx sp. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan dan sumber makanan serta terjadinya proses makan dan dimakan dalam suatu ekosistem yang akan membentuk rantai makanan (Irwan, 1992). Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan dominansi relatif terendah yang ada di stasiun 2 yang ditempati oleh spesies Chironomus attenuatus Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting tertinggi pada stasiun 1 (Kumpai Te mbaga) ditempati oleh spesies Pelocoris femoratus dan indeks nilai penting ISSN x 15

7 terendahnya ditempati oleh spesies Chironomus attenuatus dan Chelifera sp yang berasal dari Ordo yang sama yaitu Diptera. Hal ini disebabkan spesies Pelocoris femoratus yang berada di stasiun 1 (Kumpai Tembaga) biasanya meletakkan telur-telurnya di dalam tumbuh-tumbuhan dan dicelahcelah tumbuhan seperti rerumputan (Graminae) yang merupakan habitat yang sangat cocok bagi spesies Pelocoris femoratus ini. Berbeda dengan spesies Pelocoris femoratus, spesies Chironomus attenuatus dan Chelifera sp yang berasal dari Ordo Diptera. Kedua spesies ini memiliki indeks nilai penting yang sangat rendah dibandingkan dengan spesies-spesies lainnya yang berasal dari Ordo lainnya. Hal ini disebabkan habitat, kualitas air, dan substrat yang dibutuhkan oleh spesies Chironomus attenuatus dan Chelifera sp sangat mempengaruhi komposisi dan kepadatan organisme ini. Larva Chironomus attenuatus dan Chelifera sp hidup dengan memanfaatkan bahan organik terlarut, alga perifitik, bahkan organisme lain yang lebih kecil ukurannya sebagai bahan makannya. Faktor yang turut berperan dalam perkembangan populasi larva Chironomus attenuatus dan Chelifera sp ini adalah substrat tempat menempelnya. Berbagai jenis benda yang tenggelam di dalam air juga dapat menjadi substrat bagi larva serangga air ini, diantaranya batu, sedimen halus, kayu tenggelam, dan tumbuhan air. Bahkan ada yang epizoik atau menempel pada hewan lain, kebanyakan Chironomus attenuatus hidup membentuk tabung pada substrat yang berperan penting sebagai habitat atau rumah dan tempat berlindung dari kondisi lingkungan yang tidak nyaman bagi spesies Chironomus attenuatus (Cafferty, 1983). Pada stasiun 2 (Teratai), indeks nilai penting tertinggi ditempati oleh spesies Parapoyonx sp yang berasal dari Ordo Lepidotera. Hal ini dikarenakan larva dari spesies Parapoyonx sp ini merupakan pemakan tumbuhan yang sangat rakus, pada fase larva inilah Parapoyonx sp atau kupu-kupu ini mengalami proses pertumbuhan. Apabila kulit dari tubuh Parapoyonx sp mengetat maka kulitnya akan berganti mengikuti pertumbuhan tubuhnya. Spesies dari familia ini dapat terbang dengan cepat, menyukai sinar matahari dan sesuatu yang berbau busuk. Pada daerah perairan, larva dari Parapoyonx sp ini banyak ditemukan disekitar tumbuhan air, selain memakan tumbuhan larva Parapoyonx sp juga sering memangsa organisme akuatik kecil lainnya seperti larva dari Chironomus attenuatus (Syahputra, 2011). Indeks nilai penting terendah ditempati oleh spesies Chironomus attenuatus dibandingkan dengan stasiun 1 (Kumpai T embaga). Hal ini dikarenakan larva Chironomus attenuatus lebih cocok tumbuh dan berkembang di perairan di sekitar tumbuhan teratai dibandingan dengan tumbuhan kumpai tembaga. Spesies Chironomus attenuatus merupakan komponen penting pada ekosistem perairan karena populasinya yang melimpah dan peran sertanya dalam rantai makan pada ekosistem perairan sebagai makanan bagi makro avertebrata yang lebih besar dan ikan. Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa kesemua stasiun di dominansi oleh spesies Parapoyonx sp. Parapoyonx sp yang berasal dari Ordo Lepidoptera mempunyai kisaran ISSN x 16

8 adaptasi yang cukup luas terhadap faktor lingkungan dan mampu berkembang biak dengan cepat, suatu jenis spesies mampu beradaptasi dan cocok pada lingkungan tempat hidupnya serta mempunyai daerah penyebaran yang luas maka spesies tersebut akan ditemukan dalam jumlah yang banyak dan dominan. 3. Struktur Jenis 3.1. Indeks Keanekaragaman (H ) Berdasarkan hasil penelitian yang di analisis dengan indeks Shannon, diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis stasiun 1 (Kumpai Tembaga) sebesar 2,02 dan stasiun 2 (Teratai) sebesar 1,25. Hal ini menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman sebesar 2,02 yang terdapat pada stasiun 1 (Kumpai Tembaga), tergolong tinggi, sedangkan pada stasiun 2 (Teratai) nilai keanekaragaman sebesar 1,25, tergolong sedang. Dari hasil penelitian bahwa tanaman kumpai tembaga atau yang termasuk dalam Familia Graminae ini banyak menyediakan sumber makanan dan merupakan sumber daya hayati yang sangat menentukan kehidupan hewan-hewan air (Irwan, 1992) Indeks Kesamaan (IS) Berdasarkan tabel 5, indeks kesamaan komunitas dari kedua stasiun yaitu kumpai tembaga dan teratai menunjukkan kedua komunitas atau stasiun memiliki nilai kesamaan komunitas yang rendah karena bernilai kurang dari 0,74 yaitu sebesar 0,46. Artinya kesamaan antar kedua komunitas atau stasiun yang dibandingkan tersebut rendah, karena dari setiap stasiun pengamatan ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang berbeda satu sama lain. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Serangga Air yang ditemukan pada stasiun 1 (Kumpai Tembaga) sebanyak 9 spesies dan pada stasiun 2 (Teratai) sebanyak 4 spesies. 2. Spesies serangga air yang paling dominan pada kumpai tembaga adalah Pelocoris femoratus yang terendah Chironomus attenuatus dan Chelifera sp. Sedangkan pada tanaman teratai INP tertinggi ditempai oleh spesies Parapoyonx sp dan yang terendah adalah Chironomus attenuatus. 3. Indeks Keanekaragaman jenis serangga air yang hidup di Ekosistem Perairan Rawa Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan berkisar antara 1,25-2,02 yang tergolong sedang dan tinggi. 4. Indeks Kesamaan antar habitat yaitu sebesar 46% dan indeks ketidaksamaan sebesar 54% yang menunjukkan bahwa nilai kesamaanya rendah. DAFTAR PUSTAKA Borror, D. J, C.A and Triplehorn, N. F.Johnson Serangga. Di terjemahkan: Soetiyono Partosoedjono Serta Kunci Indentifikasi Ordo dan Family. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Cafferty, W. Patrick Aquatic Entomology with illustrations by ISSN x 17

9 Arwin V. Provonsha. The Fishermen s and Ecologists. Illustrated Guide to Insects and Their Relatives. Jones and Bartlett Publishers. Boston London. Djajasasmita, M., A. Budiman, dan F. Saber Pengamatan Fauna Akar Eceng Gondok (Euchornia crassipes). Zoo Indonesia (Masyarakat Zoologi Indonesia). Jakarta: PT. Prenhallindo. Irwan, Z.D Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Monk, K.A Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku: Buku Kelima. Prenhallindo. Jakarta. 951 hlm. Odum, E. HLM Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Syahputra, M Pengelolaan dan Penangkaran Kupu-Kupu. Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tarumingkeng, R.C Dinamika Populasi : Kajian Ekologi Kuantitatif. Universitas Kristen Krida Wacana. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. ISSN x 18

STRUKTUR KOMUNITAS DAN KOMPOSISI JENIS SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK DELING KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

STRUKTUR KOMUNITAS DAN KOMPOSISI JENIS SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK DELING KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN KOMPOSISI JENIS SERANGGA AIR DI RAWA LEBAK DELING KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN Suhaibah Aslamiyah 1), dan Syamsul Rizal 2) e-mail: syamsul_rizal_msi@yahoo.com

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. * STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU Hendra Febbyanto*, Bambang Irawan, Noer Moehammadi, Thin Soedarti Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan kehadiran berbagai macam variasi bentuk penampilan, jumlah, dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan jenis, dan tingkat genetika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagian besar bumi ditutupi oleh badan perairan. Keberadaan perairan ini sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena air merupakan media bagi berbagai

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA Nurida siregar*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

KOMPOSISI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI RUNGAN KOTA PALANGKARAYA

KOMPOSISI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI RUNGAN KOTA PALANGKARAYA 81 ZIRAA AH, Volume 39 Nomor 2, Juni 214 Halaman 81-85 E- ISSN 2355-3545 KOMPOSISI ZOOPLANKTON DI PERAIRAN RAWA BANJIRAN SUNGAI RUNGAN KOTA PALANGKARAYA (Zooplankton Composition In The Waters Of A Flood

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan jumalah Individu 1 BAB V PEMBAHASAN A. Familia Bivalvia yang didapatkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus, di mana penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menempuh Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG Sri Handayani dan Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRACT A study of phytoplankton

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Bone. Alasan peneliti melakukan penelitian di Sungai Bone, karena dilatar belakangi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI 15-133 IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI Identification of Land Macrofauna Place in the Final Disposal Zone Passive Klotok City Kediri Budhi Utami,

Lebih terperinci

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian

Spesies yang diperoleh pada saat penelitian PEMBAHASAN Spesies yang diperoleh pada saat penelitian Dari hasil identifikasi sampel yang diperoleh pada saat penelitian, ditemukan tiga spesies dari genus Macrobrachium yaitu M. lanchesteri, M. pilimanus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

FITOPLANKTON DI PERAIRAN AREAL PERTAMBANGAN NIKEL BULI HALMAHERA TIMUR PHYTOPLANKTON IN NICKEL AREA GULF OF BULI EAST HALMAHERA

FITOPLANKTON DI PERAIRAN AREAL PERTAMBANGAN NIKEL BULI HALMAHERA TIMUR PHYTOPLANKTON IN NICKEL AREA GULF OF BULI EAST HALMAHERA FITOPLANKTON DI PERAIRAN AREAL PERTAMBANGAN NIKEL BULI HALMAHERA TIMUR Reni Tyas A.P Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Khairun, Ternate, Indonesia renity2@yahoo.com ABSTRAK Perairan Teluk

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2

POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 POSTER KERAGAMAN JENIS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI OGAN, SUMATERA SELATAN 1 Marson 2 ABSTRAK Sungai Ogan dimanfaatkan penduduk untuk kepentingan sosial dan ekonomi, dampak kegiatan tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hayati perairan laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA AIR DI SUNGAI SAMIN KABUPATEN KARANGANYAR DAN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH. Skripsi

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA AIR DI SUNGAI SAMIN KABUPATEN KARANGANYAR DAN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH. Skripsi KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA AIR DI SUNGAI SAMIN KABUPATEN KARANGANYAR DAN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Disusun oleh:

Lebih terperinci

Nilai fisikokimia perairan

Nilai fisikokimia perairan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisikokimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tiga Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung diperoleh nilai rata-rata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Organisme makrozoobenthos 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan 2.1.1. Organisme makrozoobenthos Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan

Lebih terperinci

ANALISIS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

ANALISIS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU ANALISIS MAKROZOOBENTOS PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Abdul Malik Universitas Muhammadyah Makassar e-mail: malik9950@yahoo.co.id Abstrak Makrozoobentos biasa digunakan sebagai indikator lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN Lani Puspita Dosen Tetap Prodi Pendidikan Biologi UNRIKA Batam Abstrak Makroozoobenthos adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI Assiminiea brevicula PADA ZONA AVICENNIA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BATANG KABUPATEN OKI. Dewi Rosanti

STRUKTUR POPULASI Assiminiea brevicula PADA ZONA AVICENNIA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BATANG KABUPATEN OKI. Dewi Rosanti STRUKTUR POPULASI Assiminiea brevicula PADA ZONA AVICENNIA HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI BATANG KABUPATEN OKI Dewi Rosanti e-mail: dwrosanti@gmail.com Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas PGRI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA TANAMAN DUKU (Lansium domesticum Corr.) DI DESA SRIGENI LAMA KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

JENIS-JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA TANAMAN DUKU (Lansium domesticum Corr.) DI DESA SRIGENI LAMA KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN JENIS-JENIS SERANGGA NOCTURNAL PADA TANAMAN DUKU (Lansium domesticum Corr.) DI DESA SRIGENI LAMA KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN Koko Muarib Akbar 1) dan Dian Mutiara 2) e-mail: dihartaa@gmail.com

Lebih terperinci

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN JENIS-JENIS GASTROPODA DI SUNGAI KUYUNG DESA KUMBUNG NAGARI LUNANG UTARA KECAMATAN LUNANG KABUPATEN PESISIR SELATAN Ayu Wahyuni 1, Armein Lusi 2, Lora Purnamasari 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi dan Biomassa Fauna Tanah Populasi fauna tanah pada lahan tebu transgenik PS IPB 1 menunjukkan kepadatan tertinggi pada lahan PS IPB 1-8 sebesar 4268 individu/m

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU SKRIPSI IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU Oleh: Zakaria 11082100687 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

DINAMIKA NUTRIEN DENGAN SEBARAN MAKROZOOBENTOS DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

DINAMIKA NUTRIEN DENGAN SEBARAN MAKROZOOBENTOS DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 2 /Desember 2016 (45-50) DINAMIKA NUTRIEN DENGAN SEBARAN MAKROZOOBENTOS DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Nopa Firmansyah 1, Yudi Nurul Ihsan 2, Lintang Permatasari Y 3 Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG. Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra

KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG. Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra KOMPOSISI DAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI SUNGAI BATANG KUANTAN KABUPATEN SIJUNJUNG Reren Maria Junita, Nurhadi, Nursyahra Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi Habitat berbagai organisme makrobentik Kelompok makrobentik infauna yang berperan penting pada ekosistem substrat lunak Berperan dalam proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA Oleh Maryanto 1) Syafruddin Nasution 2) Dessy yoswaty 2) Maryantorupat@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian Sampel makroinvertebrata air pada vegetasi riparian yang telah diidentifikasi dari sembilan stasiun titik sampling

Lebih terperinci

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1 ANALISIS KEANEKARAGAMAN EPIFAUNA DENGAN METODE KOLEKSI PITFALL TRAP DI KAWASAN HUTAN CANGAR MALANG I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram ABSTRAK Analisis terhadap keanekaragaman ( diversity) merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci